a12cle.pdf

97
ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI CITRA LEONATARIS A14070023 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: tiara-meydia-andini

Post on 30-Sep-2015

49 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

  • ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

    PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI

    CITRA LEONATARIS

    A14070023

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

    DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2012

  • RINGKASAN

    CITRA LEONATARIS. Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan

    Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi. Dibimbing oleh SANTUN R.P.

    SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU.

    Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia.

    Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah

    pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya standar kualitas dan kuantitas

    kebutuhan hidup. Dampak dari peningkatan standar kualitas dan kuantitas hidup

    tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas. Untuk

    memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas tersebut terjadi proses perubahan

    penggunaan lahan yang merubah tata guna lahan.

    Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui pola perubahan penggunaan

    lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010, (2) mengidentifikasi dan

    membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dan alokasi ruang menurut RTRW

    Kota Bekasi periode 2000-2010, (3) mengkaji tingkat perkembangan wilayah

    Kota Bekasi tahun 2003 dan 2006, serta (4) mengetahui faktor-faktor perubahan

    penggunaan lahan. Analisis yang digunakan adalah analisis spasial pada citra

    untuk menentukan kelas penggunaan lahan dan menghitung luas perubahan

    penggunaan lahan, analisis skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan

    wilayah dengan menggunakan variabel jumlah fasilitas pendidikan, ekonomi,

    kesehatan, dan sosial, analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang untuk mengetahui

    penyimpangan penggunaan lahan dengan alokasi ruang yang telah ditetapkan oleh

    RTRW serta analisis regresi berganda (multiple regression) untuk mengetahui

    faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi.

    Penggunaan lahan terbangun di Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai 2010

    mengalami peningkatan cukup signifikan terkait dengan pembangunan fasilitas

    pendidikan, kawasan industri, permukiman tidak teratur, dan permukiman teratur

    dari semula sebesar 10.187,71 ha (47,15%) menjadi 12.061 ha (55,83%). Kondisi

    eksisting penggunaan lahan di Kota Bekasi tahun 2003 menunjukkan

    inkonsistensi dengan alokasi ruang dalam rencana tata ruang sebesar 301,35 ha

    dan tahun 2010 sebesar 377,41 ha. Proporsi penyimpangan terbesar dari luas pada

    RTRW pada tahun 2003 dan 2010 terjadi pada lahan yang dialokasikan sebagai

    taman/hutan kota menjadi ruang terbangun, lahan kosong, dan lahan pertanian.

    Tingkat perkembangan wilayah pada tahun 2003, didominasi oleh kelurahan yang

    memiliki tingkatan hirarki III sebesar 48% dan pada tahun 2006 meningkat

    dengan kelurahan yang berhirarki II sebesar 46%.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota

    Bekasi secara signifikan adalah alokasi RTRW untuk lahan terbangun, alokasi

    RTRW untuk pertanian, luas TPLB tahun 2003, luas kebun campuran tahun 2003,

    luas TPLK tahun 2003, luas lahan kosong tahun 2003, jarak ke kota atau

    kabupaten lain, alokasi RTRW untuk taman/hutan kota, pertambahan fasilitas

    pendidikan, pertambahan fasilitas kesehatan, pertambahan fasilitas sosial, jarak

    menuju pusat fasilitas sosial, jarak menuju kecamatan, jarak menuju pusat fasilitas

    ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk.

  • SUMMARY

    CITRA LEONATARIS. An Analysis of Land Use Change Pattern and Regional

    Development in Bekasi City. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS and

    DYAH RETNO PANUJU.

    Development is necessary for human life. As a region is developed, the

    population along with standard of quality and quantity of life are also increasing.

    The influence of those increasings are lifting up facilities availability requiered.

    To fulfill the needs of development, land use change will be taken place.

    The objectives of the study are: (1) to observe changing pattern of land use

    of Bekasi city in 2003 and 2010, (2) to identify land use inconsistencies based on

    allocation space of Regional Spatial Plan (RTRW) period of 2000-2010, (3) to

    identify regional development of Bekasi city in 2003 and 2006, and (4) to

    determine the factors influence of land use change. Methods used include spatial,

    inconcistency, skalogram, and multiple regression analyses. Spatial analysis is

    used on the image to determine land use classification and calculate the hectarage

    of land use change, skalogram analysis to determine the level of regional

    development by using variables including number of educational, economic,

    health, and social facilities. Inconsistency analysis was to determine deviations of

    land use by spatial, and multiple regression analysis was to determine the factors

    influencing land use change in Bekasi City.

    Built up area of Bekasi in 2003-2010 had increased significantly. It

    correlated to development of education facilities, industrial area, disordered and

    ordered settlements from 10.187,71 ha (47.5%) became 12.061 ha (55.83%).

    Inconsistence of allocation and empirical land use of Bekasi was 301,35 ha in

    2003 increased to 377,41 ha in 2010. Greatest proportion of inconsistence of

    empirical land uses compare to Regional Spatial Plan in 2003 and 2010 occurred

    on allocation for garden city became built up area, open space, and agricultural

    land. Level of Regional development in 2003 was dominated by villages with 3rd

    hierarchy (48% ), and in 2006 by 2nd

    hierarchy (46%).

    Factors that significantly influencing land use change in Bekasi were

    allocation for built up area, allocation for agriculture, hectarage paddy field in

    2003, hectarage mixed garden in 2003, hectarage of dryland agriculture in 2003,

    hectarage of open space in 2003, distance to another town or suburban, allocation

    for park/forest city, number of additional of educational facilities, health facilities,

    social facilities, distance to the center of social facilities, distance to the civic,

    distance to the center of economic facilities and population growth.

  • ANALISIS POLA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN

    PERKEMBANGAN WILAYAH DI KOTA BEKASI

    CITRA LEONATARIS

    A14070023

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Pertanian

    Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

    DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2012

  • Judul Skripsi : Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan

    Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi

    Nama Mahasiswa : Citra Leonataris

    Nomor Pokok : A14070023

    Menyetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dyah Retno Panuju,SP. MSi

    NIP. 19490721 197302 1 001 NIP. 19710412 199702 2005

    Mengetahui,

    Ketua Departemen

    Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.

    NIP. 1962113 198703 1003

    Tanggal lulus:

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama lengkap Citra Leonataris ini

    dilahirkan di Muara Bungo pada tanggal 1 Agustus

    1989, sebagai putri pertama dari pasangan Sandi

    Endang Nata dan Eko Ristuti. Penulis mengawali

    pendidikan formal di TK Pertiwi Narogong Bekasi

    Timur, SD Islam An-Nur Narogong pada tahun 1995,

    kemudian pada tahun 2000 pindah di SD Negeri 101 Muara Bungo dan

    menyelesaikan pendidikan pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis

    diterima di SLTP Negeri 1 Muara Bungo hingga lulus pada tahun 2004, dan pada

    tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Muara Bungo. Pada tahun yang

    sama, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur

    USMI.

    Selama menjadi mahasiswa penulis aktif menjadi pengurus pada

    Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) mulai tahun 2008 hingga 2010 sebagai

    staf divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) dan staf divisi Penelitian

    dan Pengembangan Pertanian. Pada tahun yang sama penulis juga tergabung ke

    dalam Biro Lingkungan Hidup Azimuth dan aktif di Organisasi Mahasiswa

    Daerah HIMAJA (Himpunan Mahasiswa Jambi). Penulis juga aktif didalam

    berbagai kepanitiaan antara lain Kejuaraan Tenis Meja Nasional Bogor City

    Series V IPB sebagai bendahara umum, Seminar Nasional HMIT Soil, Disaster,

    and Remote Sensing dan Soilidarity 2010.

    Dalam kegiatan akademik, penulis berkesempatan menjadi asisten

    praktikum untuk mata kuliah Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Sistem

    Informasi Geografis, dan Pengantar Ilmu Tanah. Selain itu penulis juga

    berkesempatan mengikuti Program Kreatif Mahasiswa yang lolos mendapatkan

    dana dari DIKTI dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat pada tahun

    2011.

  • PRAKATA

    Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah AWT atas rahmat dan

    karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota

    Bekasi.

    Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Prof.

    Dr. Ir. Santun R.P Sitorus dan Ibu Dyah Retno Panuju, SP, M.Si selaku

    pembimbing skripsi yang senantiasa mengarahkan, memberikan bimbingan, saran,

    kritik, nasihat, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Tak

    lupa juga kepada Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji yang

    telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

    Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari

    bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

    mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Kedua orang tua penulis papa Nata dan mama Eko, adik-adikku (Cakra,

    Chandra, Chatur), dan seluruh keluarga besar atas segala doa yang tulus,

    kasih sayang dan dukungannya yang tiada pernah henti.

    2. BAPPEDA, Dinas Tata Ruang, dan Badan Kesatuan Bangsa Kota Bekasi

    yang telah banyak membantu penulis dalam memperoleh data penelitian.

    3. Seluruh dosen dan staff di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan

    Wilayah yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada

    penulis dalam menyelesaikan penelitian.

    4. Teman-teman seperjuangan di Bagian Perencanaan Dan Pengembangan

    Wilayah, Febriana, Lili, Siti, Astria, Anindita, Sisharyanto, dan Ufi.

    Terima kasih atas bantuan dan motivasinya.

    5. Saudara-saudara Soil 44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima

    kasih atas kebersamaan dan kenangan-kenangan indah yang diberikan.

    6. Teman-teman terbaik Rini D.K, Ika P.S, Adiz Ed-har, Ana, Zuzu, Nia,

    Risty, Irin, dan seluruh penghuni Wisma Nabila-Dahlia. Terima kasih atas

    waktu kebersamaan dan canda tawa saat suka dan duka.

    7. Mahmud Aditya Rifki atas perhatian, kesabaran, dan semangatnya.

  • 1

    8. Farid Ridwan, Angga, dan Rahmat Hadi. Terima kasih telah membantu

    penulis dalam pengecekan lapang.

    9. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

    Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua

    pihak yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan

    dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat

    penulis harapkan.

    Bogor, Maret 2012

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

    DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

    I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

    1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 2

    1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3

    1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3

    II . TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4

    2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah ....................................................................... 4

    2. 2 Kota .............................................................................................................. 5

    2. 3 Lahan dan Penggunaan Lahan ...................................................................... 6

    2. 4 Perubahan Penggunaan Lahan ...................................................................... 7

    2. 5 Tata Ruang, Penataan Ruang, dan Pengendalian Ruang .............................. 8

    2. 6 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang ................................................................ 9

    2.7 Tinjauan Studi-studi Terdahulu ................................................................... 10

    III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ................................................... 12

    3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 12

    3. 2 Jenis Data dan Sumber Data ....................................................................... 13

    3. 3 Metode Penelitian ....................................................................................... 13

    3.3.1 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data ........................................ 14

    3.3.2 Tahap Analisis Data Peta dan Citra ................................................ 15

    3.3.3 Tahap Pengecekan Lapang .............................................................. 17

    3.3.4 Tahap Analisis Statistika ................................................................. 19

    3.3.4.1 Analisis Skalogram ...................................................................... 19

    3.3.4.2 Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang ................................ 20

    3.3.4.3 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) ...................... 21

    IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ........................................... 24

    4.1 Keadaan Geografi ................................................................................... 24

    4.2 Administrasi Pemerintahan .................................................................... 24

    4.3 Kependudukan ........................................................................................ 26

  • ii

    4.4 Perekonomian ......................................................................................... 28

    4.5 Penggunaan Lahan ................................................................................. 29

    4.5.1 Kawasan Tidak Terbangun/Ruang Hijau Kota ................................... 29

    4.5.3 Perdagangan dan Jasa ...................................................................... 29

    4.5.4 Industri ............................................................................................ 30

    4.5.5 Permukiman .................................................................................... 30

    4.5.6 Struktur Tata Ruang ........................................................................ 31

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 33

    5.1 Penggunaan Lahan di Kota Bekasi ......................................................... 33

    5.2 Perubahan dan Pola Penggunaan Lahan di Kota Bekasi ........................ 39

    5.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi .................................... 39

    5.2.2 Pola Perubahan Penggunaan Lahan 2003-2010 .............................. 43

    5.2.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur ........ 45

    5.2.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran ....................... 46

    5.2.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian

    Lahan Basah (TPLB) ................................................................... 47

    5.2.2.4 Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian

    Lahan Kering (TPLK) ................................................................. 48

    5.2.2.5 Perubahan Penggunaan Lahan Kosong ....................................... 49

    5.2.2.6 Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) ..... 50

    5.3 Penyimpangan Pemanfaatan Ruang di Kota Bekasi .............................. 51

    5.4 Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi.................................... 56

    5.5 Keterkaitan Perubahan Luas Penggunaan Lahan dengan

    Perkembangan Wilayah .......................................................................... 61

    5.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan ..... 62

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 67

    6.1 Kesimpulan ............................................................................................. 67

    6.2 Saran ....................................................................................................... 68

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69

    LAMPIRAN ......................................................................................................... 71

  • iii

    DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya ............................................................. 13

    2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran .............. 14

    3. Paket Program untuk Analisis Data ................................................................ 14

    4. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Kenampakan Obyek Pada Citra.............. 16

    5 Variabel Fasilitas yang Digunakan dalam Analisis Skalogram ...................... 20

    6. Variabel Untuk Analisis Regresi. .................................................................... 22

    7. Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bekasi...................................................... 25

    8. Jumlah Penduduk Menurut kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bekasi .... 27

    9. Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003, 2010, dan Perubahannya .................... 40

    10. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010 ............. 44

    11. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur menjadi ........

    Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ........................................... 45

    12. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran menjadi

    Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ............................................. 46

    13. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Basah

    Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010............................... 47

    14. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tanaman Pertanian Lahan Kering

    Menjadi Penggunaan Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010.............................. 48

    15. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kosong menjadi Penggunaan

    Lahan Lain (ha) Tahun 2003-2010 ................................................................. 49

    16. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau

    Tahun 2003-2010 ............................................................................................ 50

    17. Alokasi Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2000-2010 ........................ 52

    18. Luas dan Proporsi Total Inkonsistensi Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010 ... 53

    19. Persentase Kelurahan Berdasarkan Hirarki Wilayah di Setiap Kecamatan. ... 58

    20. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan. ........ 63

  • iv

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    1. Peta Lokasi Penelitian ............................................................................. 12

    2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan ....................................... 18

    3. Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 23

    4. Peta Administrasi Kota Bekasi ................................................................ 25

    5. Dinamika Pertumbuhan Penduduk Tiap Kecamatan di Kota Bekasi ...... 27

    6. Grafik PDRB berdasarkan Harga Konstan .............................................. 28

    7. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Perumahan Teratur ................................................. 33

    8. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur .................................... 34

    9. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Kawasan Industri .................................................... 34

    10. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau ............................................... 35

    11. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan TPLB. ....................................................................... 35

    12. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan TPLK. ....................................................................... 36

    13. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Kebun Campuran ..................................................... 36

    14. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Kosong ..................................................................... 37

    15. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Fasilitas Pendidikan ................................................. 37

    16. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan TPA .......................................................................... 37

    17. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Badan Air ................................................................. 38

    18. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan TPU .......................................................................... 38

    19. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Rumput/Semak/Ilalang ............................................. 38

    20. Peta Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bekasi Tahun 2003-2010 ....... 39

    21. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2010 .......................... 41

    22. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2003 ....................................................... 42

    23. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010 ....................................................... 42

    24 .Peta RTRW Kota Bekasi Periode 2000-2010.......................................... 51

  • v

    25. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2003 .......... 54

    26. Peta Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kota Bekasi Tahun 2010 .......... 55

    27. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2003 ...................................... 57

    28. Peta Hirarki Wilayah Kota Bekasi Tahun 2006 ...................................... 57

    29. Laju Pertumbuhan Fasilitas di Kota Bekasi Tahun 2003 dan

    Tahun 2006 ............................................................................................. 60

    30. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Terhadap Hirarki Wilayah ............. 62

  • vi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Teks Halaman

    1. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 ......................................................... 72

    2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2006 ......................................................... 75

    3. Matriks Logika Indikasi Konsistensi/Inkonsistensi Antara Arahan

    Pemanfaatan Ruang (RTRW) Kota Bekasi dengan Penggunaan

    Lahan Kota Bekasi Tahun 2003 dan Tahun 2010 ........................................ 78

    4. Titik Pengecekan Lapang ............................................................................. 79

    5. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan

    Penggunaan Lahan TPLB Menjadi Lahan Terbangun ................................ 81

    6. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan

    Lahan TPLK Menjadi Lahan Terbangun ...................................................... 82

    7. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan

    Lahan Kebun Campuran Menjadi Lahan Terbangun ................................... 82

    8. Hasil Analisis Regresi Berganda Terhadap Perubahan Penggunaan

    Lahan Kosong Menjadi Lahan Terbangun ................................................... 83

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia.

    Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah

    pertumbuhan penduduk yang diiringi meningkatnya standar kualitas dan kuantitas

    kebutuhan hidup. Dampak dari peningkatan standar kualitas dan kuantitas hidup

    tersebut mengakibatkan peningkatan kebutuhan ketersediaan fasilitas. Untuk

    memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas tersebut terjadi proses perubahan

    penggunaan lahan yang merubah tata guna lahan.

    Penggunaan lahan akan mengarah pada jenis penggunaan yang

    memberikan keuntungan paling tinggi. Pertumbuhan sektor pertanian di wilayah

    Jabodetabek terus mengalami penurunan. Sektor pertanian merupakan sektor yang

    tidak diminati untuk dijadikan sebagai aktivitas ekonomi bagi masyarakat di

    Jabodetabek. Lahan-lahan pertanian banyak mengalami konversi akibat proses

    suburbanisasi. Suburbanisasi yang diartikan sebagai proses terbentuknya

    permukiman-permukiman baru dan kawasan-kawasan industri di pinggiran

    wilayah perkotaan akibat perpindahan penduduk kota terindikasi telah terjadi di

    Jakarta sejak awal tahun 1980 (Rustiadi dan Panuju, 1999).

    Secara alami, dinamika perekonomian merangsang perkembangan wilayah,

    salah satunya didorong oleh perkembangan industri. Alokasi ruang untuk industri

    ditetapkan oleh pemerintah, baik lokasi maupun luasan areanya. Aktivitas industri

    tersebut harus memiliki aksesibilitas yang mudah ditempuh misalnya berdekatan

    dengan jalan tol dan jalan umum lainnya (Abbas, 2004).

    Kota Bekasi merupakan salah satu hinterland Jakarta, selain Bogor, Depok,

    dan Tangerang. Wilayah ini telah banyak mengalami perubahan penggunaan

    lahan. Menurut Maulida (2002), pada periode 1990-1998, laju perubahan

    penggunaan lahan di Bekasi lebih tinggi dibandingkan dua suburban Jakarta

    lainnya, yaitu Bogor dan Tangerang. Pertumbuhan penggunaan lahan untuk

    bangunan semakin lama semakin bertambah yang disebabkan karena

    perkembangan perumahan, industri, dan perkantoran.

  • 2

    Perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi merupakan dampak dari

    pertumbuhan perekonomian yang pesat di Kota Jakarta. Pertumbuhan yang pesat

    tersebut menyebabkan kebutuhan lahan untuk aktivitas ekonomi semakin

    meningkat. Ketersediaan lahan yang terbatas di Kota Jakarta berdampak pada

    perkembangan lahan terbangun yang meluas ke wilayah-wilayah hinterland.

    Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan

    bertambahnya kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas lahan di suatu wilayah

    tidak akan pernah bertambah. Perkembangan penduduk dan peningkatan

    perekonomian kota mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk penggunaan

    lahan perkotaan yang akan merubah tata ruang kota.

    Menurut Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata

    Ruang Wilayah Nasional, tata guna lahan (land use) adalah suatu upaya dalam

    merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian

    wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman,

    perdagangan, industri, dan lain-lain. Penggunaan lahan di suatu wilayah sudah

    diatur pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota. Di

    RTRW disajikan rencana-rencana tentang pemanfaatan ruang. Akan tetapi,

    kondisi eksisting penggunaan lahan di suatu wilayah sering kali tidak sesuai

    dengan rencana-rencana yang telah ditetapkan di dalam RTRW oleh Pemerintah

    daerah setempat. Hal ini dinamakan dengan inkonsistensi pemanfaatan ruang.

    Penyimpangan penataan ruang di Kota Bekasi dapat diidentifikasi dari

    terjadinya inkonsistensi penggunaan lahan pada kondisi eksisting terhadap

    kebijakan yang telah ditetapkan pada RTRW. Untuk itu diperlukan evaluasi

    konsistensi tata ruang dan sistem monitoring penggunaan lahan lebih dari satu

    titik tahun yang digunakan sebagai landasan dalam pengendalian tata ruang

    wilayah.

    1.2 Perumusan Masalah

    Peningkatan jumlah penduduk serta peningkatan standar kualitas dan

    kuantitas kebutuhan hidup manusia menyebabkan peningkatan terhadap

    kebutuhan ketersediaan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut.

    Pembangunan kebutuhan fasilitas memerlukan lahan yang tidak sedikit,

  • 3

    sedangkan lahan di Kota Bekasi terbatas. Hal ini menyebabkan perubahan

    penggunaan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun. Pemerintah Kota

    Bekasi telah menetapkan alokasi ruang yang terdapat pada RTRW, namun sering

    kali penggunaan lahan di lapang tidak mengikuti alokasi yang telah ditetapkan.

    Hal ini dinamakan dengan penyimpangan atau inkonsistensi pemanfaatan ruang.

    Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan

    penelitian sebagai berikut :

    1. Bagaimana persebaran perubahan penggunaan lahan di Kota Bekasi pada

    tahun 2003 dan 2010?

    2. Apakah kondisi eksisting penggunaan lahan pada tahun 2003 dan 2010

    sudah sesuai dengan kebijakan RTRW 2000-2010 yang ditetapkan oleh

    pemerintah?

    3. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tahun 2003 dan 2006?

    4. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan penggunaan

    lahan di Kota Bekasi?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Mengetahui pola perubahan penggunaan lahan Kota Bekasi.

    2. Mengidentifikasi dan membandingkan pemanfaatan ruang saat ini dengan

    alokasi tata ruang Kota Bekasi.

    3. Mengkaji tingkat perkembangan wilayah Kota Bekasi.

    4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan

    penggunaan lahan.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Memberikan informasi kepada pemerintah mengenai pola perubahan

    penggunaan lahan dan inkonsistensi pemanfaatan ruang sebagai bahan

    pertimbangan untuk melakukan evaluasi rencana tata ruang yang sudah dibuat

    agar dapat menjadi lebih relevan terhadap kondisi yang telah berkembang.

  • II . TINJAUAN PUSTAKA

    2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah

    Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang

    Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan

    geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan

    berdasarkan aspek administratif dan aspek fungsional. Menurut Rustiadi et al.

    (2009), wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis dengan batas-batas

    tertentu di mana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan

    hubungan fungsional satu dengan lainnya.

    Suatu wilayah yang luas dapat mempunyai beberapa inti dengan hirarki

    (orde) tertentu. Sub wilayah inti dengan hirarki yang lebih tinggi merupakan pusat

    bagi beberapa sub wilayah inti dengan hirarki yang lebih rendah. Secara teoritis,

    hirarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah

    secara totalitas yang tidak terbatas ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur

    fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta

    kapasitas-kapasitas perekonomiannya (Rustiadi et al., 2009).

    Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam

    penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya buatan (sarana dan

    prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas pelayanan

    infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari jumlah sarana pelayanan,

    jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta kualitas sarana pelayanan. Semakin

    banyak jumlah dan jenis sarana pelayanan serta semakin tinggi aktivitas sosial

    ekonomi mencerminkan kapasitas pusat wilayah yang tinggi yang berarti juga

    menunjukkan hirarki pusat yang tinggi (Rustiadi et al., 2009).

    Banyaknya jumlah sarana pelayanan dan jumlah jenis sarana pelayanan

    berkorelasi kuat dengan jumlah penduduk di suatu wilayah. Pusat-pusat yang

    berhirarki tinggi melayani pusat-pusat dengan hirarki yang lebih rendah di

    samping juga melayani hinterland di sekitarnya. Kegiatan yang sederhana dapat

  • 5

    dilayani oleh pusat yang berhirarki rendah sedangkan kegiatan-kegiatan yang

    semakin kompleks dilayani oleh wilayah yang berhirarki tinggi.

    2. 2 Kota

    Kota adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari

    wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan

    dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya (Pontoh dan Kustiawan, 2009). Kota

    sebagai pusat pelayanan selalu berinteraksi dengan wilayah sekitarnya. Dalam

    konteks hubungan antara kota sebagai pusat pelayanan dan wilayah sekitarnya

    sebagai hinterland maka terdapat empat kemungkinan sifat interaksi

    (Sadyohutomo, 2008). Sifat hubungan yang pertama adalah hubungan saling

    menguntungkan. Kota berfungsi sebagai pasar dan rantai produk perdagangan dari

    pedesaan. Hal ini berdampak positif bagi penduduk sekitar kota dalam

    memperoleh pekerjaan. Migrasi penduduk desa bagi kota juga memberi manfaat,

    yaitu penduduk desa ikut andil dalam menggerakan perekonomian kota.

    Selain memberikan dampak positif (lapangan kerja dan pendapatan),

    pembangunan di kota juga dapat merugikan ekonomi wilayah sekitar. Hal ini

    menunjukkan sifat hubungan yang kedua yaitu hubungan yang merugikan desa.

    Kondisi ini ditimbulkan akibat adanya ketimpangan dalam sistem ekonomi desa-

    kota, yaitu nilai tukar yang tidak seimbang antara produk pedesaan dengan produk

    perkotaan, surplus dari wilayah pedesaan banyak diserap ke kota, dan alokasi dana

    pembangunan yang tidak seimbang antara desa dan kota.

    Sifat hubungan desa-kota yang ketiga yaitu hubungan tidak

    menguntungkan untuk pemerintah kota, tetapi menguntungkan desa. Pertumbuhan

    penduduk kota dikarenakan pertumbuhan penduduk alami (kelahiran dikurangi

    kematian) dan ditambah adanya migrasi penduduk desa-kota. Migrasi masuk kota

    mengakibatkan beban kota meningkat dalam hal penyediaan prasarana dan utilitas

    penduduk kota. Sementara itu, penduduk migrant tidak banyak menyumbangkan

    pendapatan bagi pemerintah kota, karena sebagian besar mereka bekerja di sektor

    informal yang luput dari pajak. Hal ini menimbulkan masalah perkotaan, antara

    lain munculnya pemukiman kumuh, pendudukan liar, beban prasarana kota yang

    melebihi kapasitas, dan kemacetan lalu lintas.

  • 6

    Sifat hubungan yang keempat yaitu interaksi yang saling merugikan kedua

    belah pihak. Misalnya migrasi para petani muda ke kota karena tertarik gaya

    hidup kota, tetapi tidak mempunyai keahlian di sektor perkotaan. Di kota merek

    menjadi pengangguran atau pelaku tindak kriminal. Akibatnya desa kehilangan

    tenaga produktif, sedangkan kota menanggung beban sosial pengangguran.

    2. 3 Lahan dan Penggunaan Lahan

    Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), lahan adalah suatu

    lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi dimana

    faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di

    dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia, baik pada masa lalu maupun

    sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai, penebangan hutan, dan akibat-

    akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam. Faktor-faktor sosial

    dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam konsep ini.

    Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur

    tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya

    baik materiil dan spiritual (Arsyad, 2006). Barlowe (1978) membagi penggunaan

    lahan menjadi 10 jenis, yaitu : (1) lahan pemukiman; (2) lahan industri dan

    perdagangan; (3) lahan bercocok tanam; (4) lahan peternakan dan penggembalaan;

    (5) lahan hutan ; (6) lahan mineral atau pertambangan; (7) lahan rekreasi; (8)

    lahan pelayanan jasa; (9) lahan transportasi; dan (10) lahan tempat pembuangan.

    Menurut Arsyad (2006) penggunaan lahan dibedakan ke dalam dua

    kelompok, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non pertanian.

    Penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan

    komoditas yang diusahakan seperti penggunaan lahan tegalan, kebun kopi, kebun

    karet, padang rumput, sawah, hutan lindung, hutan produksi, padang alang-alang,

    dan lain sebagainya. Penggunaan lahan non pertanian dibagi berdasarkan atas

    penggunaan kota dan desa (permukiman), industri, rekreasi, dan pertambangan.

    Hampir setiap aktivitas manusia melibatkan penggunaan lahan dan karena

    jumlah aktivitas manusia bertambah dengan cepat, maka lahan menjadi sumber

    yang langka. Keputusan untuk mengubah pola penggunaan lahan mungkin

    memberikan keuntungan atau kerugian yang besar, baik ditinjau dari pengertian

  • 7

    ekonomis, maupun terhadap perubahan lingkungan. Dengan demikian, membuat

    keputusan tentang penggunaan lahan merupakan aktivitas politik, dan sangat

    dipengaruhi keadaan sosial dan ekonomi (Sitorus, 2004).

    2. 4 Perubahan Penggunaan Lahan

    Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan

    lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan

    berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu

    berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda.

    (Wahyunto et al., 2001), dalam Wirustyastuko D (2010). Perubahan penggunaan

    lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data spasial dari peta

    penggunaan lahan pada titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti

    citra satelit, radar, dan foto udara sangat berguna dalam pengamatan perubahan

    penggunaan lahan.

    Berdasarkan perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam periode

    waktu tertentu dapat dibangun model perubahan penggunaan lahan yang mampu

    memprediksi penggunaan lahan yang akan terjadi (Munibah, et al., 2006). Hal ini

    telah dilakukan oleh Munibah (2008) dengan membangun model perubahan

    penggunaan lahan dengan pendekatan Cellular Automata (CA). Model ini

    menghasilkan peta prediksi penggunaan lahan di tahun 2018 dan 2030. Kemudian

    dilanjutkan dengan melihat hubungan antara jumlah penduduk dengan luas lahan

    pertanian dan luas lahan pemukiman, baik berdasarkan peta penggunaan lahan

    aktual (2006) maupun prediksi (2018 dan 2030).

    Proses perubahan penggunaan lahan umumnya bersifat irreversible (tidak

    dapat diubah). Contohnya, lahan sawah yang dikonversikan menjadi pemukiman

    atau berbagai aktivitas urban sangat mempunyai kemungkinan yang kecil untuk

    dikembalikan lagi menjadi lahan sawah. Perubahan penggunaan lahan yang paling

    intensif adalah lahan sawah dan hutan yang dikonversi menjadi pemukiman

    sebagai akibat dari pertambahan penduduk (Bappeda Kota Bogor, 2006). Secara

    umum, struktur yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan dapat

    dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (a) Struktur permintaan atau kebutuhan

    lahan; (b) Struktur penawaran atau ketersediaan lahan; (c) Struktur penguasaan

  • 8

    teknologi yang berdampak pada produktifitas sumberdaya alam (Saefulhakim,

    1999).

    Menurut Kaiser dan Weiss, dalam Pontoh dan Sudrajat (2005) secara

    konsepsional proses perubahan penggunaan lahan di pinggir kota dipengaruhi

    oleh : (1) Urban Interest, yaitu meningkatnya kebutuhan lahan kota, sehingga

    kawasan pinggir kota menjadi potensial dan guna lahan yang ada mulai bergeser;

    (2) Posisi strategis dan dinamika kota menjadi bahan pertimbangan bagi

    pengusaha untuk membeli dan mengembangkan lahan di perkotaan; (3) Mulai

    diprogram untuk pembangunan, dibangun dan dihuni oleh penduduk.

    2. 5 Tata Ruang, Penataan Ruang, dan Pengendalian Ruang

    Menurut UU No. 26 Tahun 2007, tata ruang adalah wujud struktural dan

    pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak, yang

    menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Penataan ruang

    adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

    pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya

    untuk mewujudkan tertib tata ruang.

    Dalam UU No. 26 Tahun 2007 pasal 3 dikemukakan bahwa

    penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah

    nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

    Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

    a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

    b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam dan sumber

    daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

    c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif

    terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

    Pasal 7 UU No. 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa pengendalian

    pemanfaatan ruang dilakukan melalui perizinan pemanfaatan ruang, pemberian

    insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemanfaatan ruang yang tidak

    sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang

  • 9

    tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau

    sanksi pidana denda.

    Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan

    imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang,

    baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk

    insentif tersebut, antara lain berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan

    sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan,

    atau pemberian penghargaan. Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk

    mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak

    sejalan dengan rencana tata ruang, antara lain berupa pengenaan pajak yang tinggi,

    pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi atau

    penalti.

    Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya pengendalian pemanfaatan

    ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas pemanfaatan

    ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Dalam

    undang-undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat

    ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi

    dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin

    pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

    2. 6 Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang

    Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang terhadap RTRW dilakukan

    untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang sudah sesuai dengan RTRW yang

    telah disusun sebagai dasar atau pedoman pelaksanaan pemanfaatan ruang.

    Bentuk realisasi dari RTRW adalah pemanfaatan ruang yang terjadi di suatu

    wilayah. Kompleksitas permasalahan dalam proses perkembangan wilayah dapat

    menyebabkan terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari RTRW.

    Dirjen Penataan Ruang (2003) menyatakan, bahwa inkonsistensi tata ruang

    dapat disebabkan oleh permasalahan lain, yaitu :

    1. Adanya ketidakseragaman standar peta (skala, legenda, notasi, sumber)

    yang dapat menyebabkan kesulitan dalam pemberian perizinan dan evaluasi

    pemanfaatan ruang.

  • 10

    2. Lemahnya fungsi otoritas, perangkat yang kurang memadai, dan sistem

    kelembagaan yang memiliki wewenang dalam pengawasan dan

    pengendalian pembangunan.

    3. Belum efektifnya pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan

    pemanfaatan ruang. Hal ini disebabkan antara lain karena belum adanya

    petunjuk teknis, operasional, dan peran serta masyarakat dalam penataan

    ruang sebagai penjabaran dari PP No. 69/1996.

    2.7 Tinjauan Studi-studi Terdahulu

    Anjani (2010) dalam penelitiannya mengenai dinamika penggunaan lahan

    dan penataan ruang di Kabupaten Bekasi mengemukakan bahwa pola konversi

    terbesar terjadi pada peningkatan lahan terbangun (8790,24 ha) dan penurunan

    TPLK (5457,9 ha). Dalam rencana tata ruang Kabupaten Bekasi banyak terjadi

    perubahan yang dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah. Penyimpangan

    penggunaan lahan Kabupaten Bekasi terhadap alokasi ruang pada kurun waktu

    1995-2000 terjadi pada kawasan pemukiman sebesar 13056,97 ha dan umumnya

    terletak di bagian Utara Kabupaten Bekasi. Penyimpangan penggunaan lahan pada

    kurun waktu 2006-2009 bervariasi hampir di seluruh bagian Kabupaten Bekasi.

    Hasil penelitian dari Ruswandi et al. (2007) mendeskripsikan bahwa

    selama kurun waktu 10 tahun (1992-2002) telah terjadi konversi lahan pertanian

    di Kabupaten Bandung Utara yang memiliki pola konsentris. Dalam hal ini

    konversi terjadi mulai dari pusat kota kecamatan (sentral), kemudian bergerak ke

    arah luar menjauh dari pusat kota. Mulyani (2010) melakukan penelitian di lokasi

    yang sama mengenai penggunaan lahan dan pola perubahan penggunaan lahan

    pada tahun 1998-2008. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan telah terjadi

    peningkatan jenis penggunaan lahan terbangun sebesar 264 ha per tahun. Hal ini

    mengindikasikan adanya penambahan pembangunan baik berupa fasilitas-fasilitas

    umum maupun pemukiman penduduk.

    Hasil penelitian dari Putri (2009) mengenai perubahan penggunaan lahan

    pada tahun 1997 dan tahun 2007 di Kabupaten Tangerang, menunjukkan bahwa

    perubahan penggunaan lahan didominasi oleh konversi lahan pertanian (TPLB

    dan TPLK) menjadi lahan terbangun. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten

  • 11

    Tangerang menunjukkan adanya pola konsentris yang dipengaruhi oleh jarak

    terhadap pusat kegiatan, yaitu DKI Jakarta dan Kota Tangerang. Selain jarak

    terhadap pusat kegiatan, jaringan jalan diduga juga mempengaruhi pola perubahan

    penggunaan lahan di Kabupaten Tanggerang. Hal ini terlihat pada pola

    memanjang perubahan penggunaan lahan dari arah Timur ke Barat di bagian

    tengah Kabupaten Tangerang yang dilalui jalan Tol Nasional Jakarta-Merak.

  • III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

    3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Kota Bekasi (Gambar 1) dan analisis data

    dilakukan di studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah,

    Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut

    Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Februari 2011 sampai

    Desember 2011.

    Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 13

    3. 2 Jenis Data dan Sumber Data

    Data yang digunakan dalam penelitian dan sumbernya disajikan pada

    Tabel 1. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dari dua

    periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 2003 dan 2010. Data primer terdiri dari

    citra Quickbird tahun 2003 dan 2010 dan data survei lapang. Data sekunder

    terdiri dari data PDRB, data Potensi Desa tahun 2003 dan 2006 yang meliputi data

    jumlah fasilitas, aksesibilitas, dan data jumlah penduduk, peta batas administrasi

    Kota Bekasi, peta RTRW Kota Bekasi tahun 2000-2010, serta beberapa peta

    penunjang lainnya yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

    (BAPPEDA) Kota Bekasi dan Dinas Tata Ruang Kota Bekasi.

    Tabel 1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya

    No Data Sumber Data Keterangan

    1. Peta RTRW 2000-2010 Dinas Tata Ruang Kota Bekasi

    Untuk mengetahui alokasi

    ruang menurut Rencana

    Tata Ruang.

    2. Peta Administrasi Kota Bekasi BAPPEDA Kota Bekasi Untuk mengetahui batas wilayah administrasi Kota

    Bekasi (kecamatan).

    3. Citra Quickbird Kota Bekasi Tahun 2003 dan 2010

    Google Earth Untuk membuat peta

    penggunaan lahan

    berdasarkan eksisting tahun

    2003 dan 2010.

    4. Data jumlah dan jenis fasilitas (pendidikan, sosial, kesehatan,

    ekonomi), data jarak kelurahan

    ke pusat fasilitas, data jumlah

    penduduk

    Data Potensi Desa

    BAPPEDA Kota Bekasi

    Untuk mengetahui tingkat

    perkembangan wilayah di

    Kota Bekasi dan faktor-

    faktor yang menyebabkan

    perubahan penggunaan

    lahan.

    3. 3 Metode Penelitian

    Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap-tahapan penelitian

    secara umum terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap

    analisis citra, (3) Tahap pengecekan lapang, (4) Tahap analisis data, (5) Tahap

    penyusunan skripsi. Tahapan-tahapan penelitian berdasarkan tujuan, jenis data,

    teknik analisis data, dan keluaran disajikan pada Tabel 2. Keluaran yang

    diharapkan dari penelitian ini adalah teridentifikasinya pola perubahan

    penggunaan lahan di Kota Bekasi pada tahun 2003-2010, inkonsistensi

    pemanfaatan ruang Kota Bekasi tahun 2003 dan 2010, tingkat perkembangan

    wilayah Kota Bekasi, faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan di

  • 14

    Kota Bekasi. Program yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 3.

    Program yang digunakan untuk mengolah data spasial adalah Arcview GIS 3.3

    dan ArcGIS 9.3, sedangkan untuk mengolah data atribut menggunakan Statistica

    8.0 dan Ms. Office Excel 2007.

    Tabel 2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis Data, dan Keluaran

    No Tujuan Penelitian Jenis Data Teknik Analisis Keluaran

    1 Mengidentifikasi dan

    menganalisis pola

    perubahan penggunaan

    lahan di Kota Bekasi

    tahun 2003-2010

    - Citra Quickbird 2003 - Citra Quickbird 2010

    - Digitasi Citra - Tabulasi data luas perubahan

    penggunaan lahan

    Pola perubahan

    penggunaan lahan

    di Kota Bekasi

    pada tahun 2003-

    2010

    2 Mengidentifikasi dan

    menganalisis

    inkonsistensi

    pemanfaatan ruang di

    Kota Bekasi.

    - Peta RTRW 2000-2010

    - Peta Penggunaan Lahan 2003

    - Peta Penggunaan Lahan 2010

    - Digitasi peta - Overlay Peta Land

    Use dengan peta

    RTRW

    - Deskripsi tabel dan grafik

    Teridentifikasinya

    inkonsistensi

    pemanfaatan

    ruang Kota Bekasi

    3 Mengkaji

    perkembangan wilayah

    di Kota Bekasi

    - Data fasilitas pendidikan

    - Data fasilitas kesehatan

    - Data fasilitas ekonomi

    - Data fasilitas sosial

    - Analisis Skalogram

    Teridentifikasinya

    tingkat

    perkembangan

    wilayah Kota

    Bekasi

    4 Menganalisis faktor-

    faktor yang

    mempengaruhi

    terjadinya perubahan

    penggunaan lahan

    - Data atribut peta perubahan

    penggunaan lahan

    - Laju pertumbuhan penduduk

    - Laju pertumbuhan fasilitas

    - Rata-rata jarak kelurahan ke pusat

    fasilitas dan ibu kota

    kecamatan

    - Analisis Multiple Regression ( Regresi

    Berganda ) dengan

    metode Forward

    Stepwise Regression

    Teridentifikasinya

    faktor-faktor

    penyebab

    perubahan

    penggunaan lahan

    Tabel 3. Paket Program untuk Analisis Data

    No Perangkat Lunak Keterangan

    1 Arcview GIS 3.3 Mengolah data spasial (Peta dan Citra)

    2 Arc GIS 9.3 Mengolah data spasial (Peta dan Citra)

    3 Statistica 8.0 Mengolah data statistika

    4 M. Office Excel 2007 Tabulasi data

    3.3.1 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data

    Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik penelitian, studi pustaka,

    pembuatan proposal, serta pencarian data-data yang diperlukan dalam penelitian

  • 15

    serta pemilihan metode yang digunakan untuk analisis data. Data yang

    dikumpulkan berupa data spasial dan data statistik. Unit terkecil wilayah yang

    digunakan dalam analisis adalah desa/kelurahan. Data dikumpulkan dari berbagai

    sumber terkait.

    3.3.2 Tahap Analisis Data Peta dan Citra

    Analisis citra dilakukan melalui interpretasi visual. Identifikasi obyek

    merupakan bagian pokok dalam interpretasi citra yang mendasarkan pada

    karakteristik citra. Karakteristik obyek yang tergambar pada citra digunakan untuk

    mengenali obyek yang disebut interpretasi citra (Sutanto, 1994). Terdapat delapan

    unsur interpretasi, yaitu :

    1. Rona. Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Rona

    dapat pula diartikan sebagai tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya

    (Sutanto, 1994).

    2. Bentuk. Bentuk adalah kofigurasi atau kerangka suatu obyek (Lillesand dan

    Kiefer, 1997).

    3. Ukuran. Ukuran suatu obyek meliputi dimensi jarak, luas, tinggi, dan volume

    (Sutanto, 1994).

    4. Tekstur. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra fotografi

    (Lillesand dan Kiefer, 1979). Tekstur merupakan gabungan dari bentuk,

    ukuran, pola, bayangan, dan ronanya.

    5. Pola. Pola adalah hubungan spasial obyek (Lillesand dan Kiefer, 1979).

    Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik

    bagi banyak obyek alamiah dan akan memberikan suatu pola yang dapat

    membantu interpreter untuk mengenali obyek tertentu.

    6. Bayangan. Obyek yang tidak tertembus cahaya terpresentasikan sebagai suatu

    daerah yang tidak terkena sinar secara langsung yang disebut dengan

    bayangan. Bayangan bersifat menyembunyikan obyek yang terdapat di daerah

    bayangan (Sutanto, 1994).

    7. Situs. Situs adalah lokasi obyek dalam hubungannya dengan obyek lain, yang

    dapat berguna untuk membantu pengenalan suatu obyek (Lillesand dan Kiefer,

    1979).

  • 16

    8. Asosiasi. Asosiasi adalah keterkaitan antara obyek satu dengan obyek yang

    lain (Sutanto, 1994)

    Berdasarkan hasil interpretasi yang dilakukan dengan digitasi on screen

    dan pengamatan lapang, didapatkan beberapa penggunaan lahan, yaitu

    perumahan teratur, pemukiman tidak teratur, kebun campuran, TPLB (Tanaman

    Pertanian Lahan Basah), TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering), kawasan

    industri, RTH (Ruang Terbuka Hijau), fasilitas pendidikan, lahan kosong, TPU

    (Tempat Pemakaman Umum), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air, dan

    rumput,semak, ilalang. Uraian dari masing-masing ciri penggunaan lahan

    disajikan pada Tabel 4.

    Tabel 4. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Kenampakan Obyek Pada Citra

    Penggunaan Lahan Kenampakan Obyek Pada Citra

    Perumahan Teratur Rona cerah, pola teratur, bentuk dan ukuran seragam.

    Rumah-rumah menghadap jalan sehingga dapat dilihat

    jaringan jalan yang sejajar dan teratur.

    Permukiman Tidak Teratur Kenampakan yang bergerombol dengan vegetasi yang

    berada di sekitarnya, bentuk, ukuran, dan jarak antar rumah

    tidak seragam.

    Rumput, Semak, dan Ilalang Memiliki rona yang cerah dan berwarna hijau muda dengan

    tekstur agak kasar sampai kasar dan pola yang tidak teratur.

    Kawasan industri Berbentuk persegi memanjang dengan ukuran yang besar,

    serta memiliki rona cerah dan pola yang teratur.

    Ruang Terbuka Hijau (RTH) Penggunaan lahan ini dikhususkan untuk jalur hijau jalan

    dan sempadan sungai. Memiliki tekstur yang agak kasar

    dengan pola yang teratur dan berasosiasi dengan jalan.

    Tanaman Pertanian

    Lahan Basah (TPLB)

    Obyek ini memiliki bentuk petak-petak segi empat dan

    setiap petaknya dipisah oleh kenampakan garis pematang

    yang polanya teratur. Warna sawah terlihat hijau tua (untuk

    sawah yang berair atau baru tanam), hijau muda, hijau

    kebabu-abuan, serta coklat dengan tekstur halus hingga agak

    halus.

    Tanaman Pertanian

    Lahan Kering (TPLK)

    Tanaman Pertanian Lahan Kering biasanya terdiri dari

    ladang dan tegalan. Pada citra quickbird terlihat berwarna

    hijau dan coklat dengan tekstur agak halus sampai kasar.

    Kebun Campuran Kenampakannya dapat dilihat dari bentuknya yang

    bergerombol dengan pola yang tidak teratur dan memiliki

    warna hijau tua dengan tekstur yang agak kasar sampai

    kasar. Biasanya kebun berasosiasi dengan pemukiman tidak

    teratur.

    Sumber : Sarbini (2008)

  • 17

    Tabel 4. (Lanjutan)

    Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan merupakan bangunan yang dapat

    dikenali berdasarkan bentuk, ukuran, dan asosiasi. Sebagai

    contoh sekolah yang biasanya berbentuk memanjang,

    menyiku atau membentuk huruf U. Sekolah berasosiasi

    dengan adanya lapangan olahraga dan apabila berada di

    daerah pemukiman ukurannya lebih besar dibandingkan

    dengan ukuran bangunan yang ada sekitarnya.

    Tempat Pembuangan

    Akhir (TPA)

    Tempat pembuangan akhir biasanya jauh dari pusat kota.

    Terlihat dari bentuk dan ukuran yang besar untuk

    menampung sampah-sampah dari perkotaan

    Badan Air Badan air memiliki rona yang gelap, berwarna hitam, dan

    memiliki tekstur yang halus.

    Tempat Pemakaman

    Umum (TPU)

    Makam dikenali berdasarkan ukuran, tekstur dan situs.

    Ukuran kuburan pada citra quickbird terlihat kecil dengan

    jumlah yang banyak, serta papan nama berwarna putih.

    Obyek ini mempunyai tekstur kasar dan disekitarnya terlihat

    tumbuhan dengan pola tidak teratur.

    Lahan Kosong Pada citra quickbird lahan kosong tampak dari pantulan

    tanahnya yang berwarna coklat. Lahan kosong ini biasanya

    adalah hasil dari konversi lahan non terbangun yang akan

    digunakan untuk perumahan, perdagangan dan jasa, serta

    industri.

    Sumber : Sarbini (2008)

    Hasil yang diperoleh dari analisis citra adalah peta penggunaan lahan pada

    tahun 2003 dan 2010. Kedua peta penggunaan lahan tersebut dioverlay dengan

    peta RTRW periode 2000-2010 dan peta administrasi Kota Bekasi sehingga

    diperoleh peta inkonsistensi pemanfaatan ruang Kota Bekasi.

    3.3.3 Tahap Pengecekan Lapang

    Tahap pengecekan lapang dilakukan sebanyak 4 kali pada bulan Januari

    dan Februari 2012. Pengecekan lapang dilakukan untuk memperkuat hasil analisis

    data dan interpretasi terutama dalam kaitannya dengan pengkoreksian peta

    penggunaan lahan sementara, sehingga hasil akhir data yang diperoleh memiliki

    tingkat akurasi dan ketelitian yang dibutuhkan pada proses analisis data penelitian.

    Alat yang digunakan adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil

    data-data penggunaan lahan aktual serta mengetahui kesesuaian antara koordinat

    di peta dengan koordinat yang sebenarnya. Peta lokasi contoh pengamatan lapang

    disajikan pada Gambar 2.

  • 18

    Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan

  • 19

    3.3.4 Tahap Analisis Data Atribut

    Analisis data atribut yang dilakukan adalah analisis skalogram dan analisis

    regresi berganda. Analisis skalogram dilakukan untuk mengetahui tingkat

    perkembangan wilayah. Analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui

    faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Unit analisis

    terkecil untuk proses analisis ini adalah kelurahan.

    3.3.4.1 Analisis Skalogram

    Metode ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat wilayah

    penopang yang mendukung wilayah sebagai pusat pelayanan aktivitas.

    Perkembangan suatu wilayah dapat dianalisis dengan mengidentifikasi jumlah dan

    jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduknya. Analisis skalogram

    digunakan untuk menentukan tingkat perkembangan wilayah.

    Hirarki ditentukan berdasarkan jumlah unit dan jenis fasilitas. Unit

    wilayah yang memiliki fasilitas dengan kuantitas yang lebih banyak dan jenis

    yang lebih kompleks memiliki tingkat hirarki yang lebih tinggi. Hirarki tinggi

    adalah wilayah yang memiliki jumlah unit dan jenis fasilitas yang paling banyak

    dan beragam. Beberapa asumsi yang berlaku dalam analisis skalogram adalah

    bahwa penduduk mempunyai kecenderungan untuk bergerombol di suatu lokasi

    dengan kondisi fisik, sosial, dan ekonomi yang secara relatif terbaik untuk

    komunitasnya. Pada Tabel 5 disajikan variabel data yang digunakan dalam

    analisis skalogram.

    Penentuan tingkat perkembangan wilayah di bagi menjadi tiga yaitu :

    Hirarki I : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar dari nilai

    Stdev dan Rata-rata ( IPD> ( Stdev+Average))

    Hirarki II : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar sama dengan

    rata-rata ( IPD>=Average )

    Hirarki III : Jika nilai Indeks Perkembangan Desa lebih besar kecil dengan

    rata-rata ( IPD

  • 20

    Tabel. 5 Variabel Fasilitas yang Digunakan dalam Analisis Skalogram

    3.3.4.2 Analisis Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang

    Analisis inkonsistensi pemanfaatan ruang dilakukan melalui overlay peta

    penggunaan lahan Kota Bekasi tahun 2003 dan 2010 dengan peta RTRW Kota

    Bekasi dan peta administrasi Kota Bekasi. Hasil overlay tersebut adalah peta

    inkonsistensi tata ruang Kota Bekasi. Kriteria inkonsistensi didasarkan pada

    matriks logik inkonsistensi yang tertera pada Lampiran 3 yang merupakan

    modifikasi dari matriks logik Listiawan (2010). Matriks logik ini terdiri dari

    tabulasi silang klasifikasi kelas peruntukan lahan pada RTRW Kota Bekasi dan

    klasifikasi penggunaan lahan pada hasil digitasi citra berdasarkan penyempurnaan

    dan penyesuaian dari matriks logik yang telah dikembangkan oleh penelitian

    sebelumnya. Indikasi konsistensi dan inkonsistensi matriks logik antara arahan

    pemanfaatan ruang dengan kondisi eksisting penggunaan lahan saat ini dilakukan

    dengan melihat penyimpangan terhadap wilayah yang dialokasikan sebagai

    kawasan lindung, tetapi kondisi eksistingnya adalah lahan terbangun. Hal tersebut

    dinamakan dengan inkonsistensi pemanfaatan ruang. Jika suatu wilayah

    Kelompok Indeks Variabel yang digunakan Jumlah

    variabel

    Fasilitas Ekonomi Jumlah Wartel/Kiospon/Warpostel/Warparpostel 9

    Jumlah Warung Internet

    Jumlah Toko/Warung/Kios

    Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba

    Jumlah Restoran/Rumah Makan/Kedai Makanan Minuman

    Jumlah Hotel/Penginapan

    Jumlah Industri Kerajinan

    Jumlah Bank Umum

    Jumlah Koperasi

    Fasilitas Pendidikan Jumlah TK Negeri dan Swasta 5

    Jumlah SD Negeri dan Swasta

    Jumlah SLTP Negeri dan Swasta

    Jumlah SMU dan SMK Negeri dan Swasta

    Jumlah Akademi/PT Negeri dan yang sederajat

    Fasilitas Kesehatan Jumlah Rumah Sakit 8

    Jumlah Rumah Sakit Bersalin

    Jumlah Poliklinik/Balai Pengobatan

    Jumlah Puskesmas

    Jumlah Puskesmas Pembantu

    Jumlah Apotik

    Jumlah Tempat Praktek Dokter

    Jumlah Tempat Praktek Bidan

    Fasilitas Sosial Jumlah Tempat Peribadatan 1

    Jumlah Variabel 23

  • 21

    dialokasikan sebagai lahan terbangun, tetapi kondisi eksistingnya masih

    merupakan kawasan lindung, maka masih dianggap konsisten. Hal ini dikarenakan

    program pemerintah setempat belum terlaksana untuk mendirikan lahan terbangun

    di wilayah tersebut.

    3.3.4.3 Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression)

    Analisis regresi digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap

    nilai suatu parameter, dari parameter-parameter (peubah-penjelas) lain yang

    diamati. Proses analisis regresi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

    Statistica 8.0. Metode analisis yang digunakan adalah stepwise regression. Prinsip

    dasar stepwise regression adalah mengurangi banyaknya peubah di dalam

    persamaan dengan cara menyusupkan peubah satu demi satu sampai diperoleh

    persamaan regresi yang paling baik.

    Persamaan (model) yang akan dihasilkan adalah :

    Y=A1X1+A2X2+AnXn+

    dimana :

    Y= Dependent variable (peubah penjelas)

    Xi= Independent variable (peubah penduga) ke-i, dengan i=1,2, Ai= Koefisien regresi peubah ke-i

    = Galat model

    Variabel-variabel respon yang digunakan dalam analisis regresi berganda

    adalah perubahan luas dari TPLB ke lahan terbangun, perubahan luas TPLK

    menjadi lahan terbangun, lahan kosong berubah ke lahan terbangun, kebun

    campuran menjadi lahan terbangun sebagai peubah tujuan (variabel dependent)

    dari tutupan lahan tahun 2003 dan 2010 dalam satuan hektar. Pemilihan peubah

    tujuan ini berdasarkan perubahan penggunaan lahan lain menjadi lahan terbangun

    dengan luasan terbesar. Peubah penduga (variabel independent) terdiri dari laju

    pertambahan jumlah penduduk, laju pertambahan jumlah fasilitas (pendidikan,

    ekonomi, sosial, kesehatan), rata-rata jarak aksesibilitas ke pusat fasilitas, luas

    penggunaan lahan tahun 2003. Variabel untuk analisis regresi disajikan pada

    Tabel 6.

  • 22

    Tabel 6. Variabel Untuk Analisis Regresi.

    Peubah Tujuan (Y) Peubah Penduga (X)

    Perubahan luas TPLB-lahan terbangun (Y1) Pertambahan penduduk (X1)

    Perubahan luas TPLK-lahan terbangun (Y2) Pertambahan fasilitas ekonomi (X2)

    Perubahan luas kebun campuran-lahan terbangun (Y3) Pertambahan fasilitas kesehatan (X3)

    Perubahan luas lahan kosong-lahan terbangun (Y4) Pertambahan fasilitas pendidikan (X4)

    Pertambahan fasilitas sosial (X5)

    Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas pendidikan (X6)

    Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas kesehatan (X7)

    Rata-rata jarak aksesibilitas ke fasilitas ekonomi (X8)

    Rata-rata jarak askesibilitas ke fasilitas sosial (X9)

    Jarak desa ke ibu kota kecamatan (X10)

    Jarak desa ke ibu kota kabupaten/kota (X11)

    Jarak desa ke desa terdekat (X12)

    Alokasi RTRW untuk pertanian (X13)

    Alokasi RTRW untuk hutan kota (X14)

    Alokasi RTRW untuk lahan terbangun (X15)

    Luas lahan terbangun tahun 2003 (X16)

    Luas TPLB 2003 (X17)

    Luas TPLK 2003 (X18)

    Luas kebun campuran 2003 (X19)

    Luas lahan kosong 2003 (X20)

  • 23

    Gambar 3. Diagram Alir Penelitian

  • IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    4.1 Keadaan Geografi

    Secara geografis Kota Bekasi berada pada posisi 106o4828107o2729

    Bujur Timur dan 6o1066o306 Lintang Selatan. Letak Kota Bekasi yang

    sangat strategis merupakan keuntungan bagi Kota Bekasi terutama dari segi

    komunikasi dan perhubungan. Kemudahan dan kelengkapan sarana dan prasarana

    transportasi di Kota Bekasi menjadikan Kota Bekasi salah satu daerah

    penyeimbang DKI Jakarta.

    Kota Bekasi memiliki luas wilayah sekitar 210,49 km2, dengan Kecamatan

    Mustika Jaya sebagai wilayah yang terluas (24,73 km2) sedangkan Kecamatan

    Bekasi Timur sebagai wilayah terkecil (13,49 km2). Batas batas wilayah

    administrasi yang mengelilingi wilayah Kota Bekasi adalah :

    Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bekasi

    Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok

    Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Jakarta Timur

    Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi

    Wilayah Kota Bekasi dialiri 3 (tiga) sungai utama yaitu Sungai Cakung,

    Sungai Bekasi dan Sungai Sunter, beserta anak-anak sungainya. Sungai Bekasi

    mempunyai hulu di Sungai Cikeas yang berasal dari gunung pada ketinggian

    kurang lebih 1.500 meter dari permukaan air. Secara umum Kota Bekasi

    mempunyai iklim yang tergolong pada iklim kering dengan tingkat kelembaban

    yang rendah. Kondisi lingkungan sehari-hari sangat panas. Hal ini terlebih

    dipengaruhi oleh tata guna lahan yang meningkat terutama industri/perdagangan

    dan permukiman. Temperatur harian berkisar antara 24 33 C.

    4.2 Administrasi Pemerintahan

    Pada tahun 2001, wilayah administrasi Kota Bekasi terbagi menjadi 10

    kecamatan dengan 52 kelurahan. Sesuai dengan Perda Kota Bekasi No. 04 tahun

    2004 tentang Pembentukan Wilayah Administrasi, Kota Bekasi mengalami

    pemekaran menjadi 12 kecamatan terdiri dari 56 kelurahan. Gambar 4 menyajikan

    peta administrasi wilayah studi.

  • 25

    Gambar 4. Peta Administrasi Kota Bekasi

    Setiap kecamatan memiliki jumlah kelurahan yang berbeda-beda.

    Kecamatan Jati Asih dan Bekasi Utara masing-masing memiliki 6 kelurahan.

    Kecamatan Pondok Gede, Jati Sampurna, Bekasi Selatan, dan Bekasi Barat

    memiliki masing-masing 5 kelurahan. Kecamatan Pondok Melati, Bantar Gebang,

    Mustika Jaya, Bekasi Timur, Rawalumbu, dan Medan Satria masing-masing

    memiliki 4 kelurahan. Tabel 7 menunjukkan kecamatan dan kelurahan di Kota

    Bekasi.

    Tabel 7. Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bekasi

    No Kecamatan Kelurahan No Kecamatan Kelurahan

    1 Pondok Gede Jati Bening Baru 7 Bekasi Selatan Jaka Mulya

    Jati Cempaka Jaka Setia

    Jati Waringin Pekayon Jaya

    Jati Makmur Marga Jaya

    Jati Bening Kayuringin Jaya

    2 Jati Sampurna Jati Karya 8 Bekasi Barat Bintara Jaya

    Jati Sampurna Jaka Sampurna

    Jati Rangga Kranji

    Jati Ranggon Bintara

    Jati Raden Kota Baru

  • 26

    Tabel 7. (Lanjutan)

    No Kecamatan Kelurahan No Kecamatan Kelurahan

    3 Jati Asih Jati Sari 9 Bekasi Utara Marga Mulya

    Jati Luhur Harapan Baru

    Jati Rasa Teluk Pucung

    Jati Asih Perwira

    Jati Mekar Harapan Jaya

    Jati Kramat Kaliabang Tengah

    4 Bantar Gebang Ciketing Udik 10 Medan Satria Harapan Mulya

    Sumur Batu Kali Baru

    Cikiwul Medan Satria

    Bantar

    Gebang

    Pejuang

    5 Bekasi Timur Margahayu 11 Rawa Lumbu Bojong Menteng

    Bekasi Jaya Bojong Rawalumbu

    Duren Jaya Pengasinan

    Aren Jaya Sepanjang Jaya

    6 Mustika Jaya Padurenan 12 Pondok Melati Jati Murni

    Cimuning Jati Melati

    Mustika Jaya Jati Warna

    Mustika Sari Jati Rahayu

    Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bekasi (2010)

    4.3 Kependudukan

    Sejak awal tahun 2000-an pertumbuhan penduduk Kota Bekasi mengalami

    sedikit penurunan dibandingkan periode tahun 1990-an. Pada awal tahun 1990-an

    laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi sekitar 6,29% sedangkan pada awal

    tahun 2000 menjadi 5,19%. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1999

    sampai 2009 adalah 4,08%.

    Penduduk Kota Bekasi Tahun 2009 sebanyak 2.319.518 jiwa terdiri dari

    penduduk laki-laki sebanyak 1.157.418 jiwa dan perempuan 1.162.100 jiwa.

    Jumlah penduduk ini tersebar di 12 kecamatan. Penyebaran tertinggi di

    Kecamatan Bekasi Utara sebanyak 14,67% (340.224 jiwa), Bekasi Barat 12,69%

    (294.342 jiwa), Bekasi Timur 11,48% (266.277 jiwa), dan penyebaran terendah

    pada kecamatan Jati Sampurna sebesar 3,75% (86.936 jiwa). Tabel 8

    menunjukkan jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin. Dinamika

    pertumbuhan penduduk tiap kecamatan dari tahun 2005 sampai 2009 disajikan

    pada Gambar 5.

  • 27

    Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Bekasi

    Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah

    Pondok Gede 115,013 116,376 231,389

    Jati Sampurna 42,445 44,491 86,936

    Pondok Melati 44,492 56,129 100,621

    Jati Asih 98,573 84,888 183,461

    Bantar Gebang 51,562 51,001 102,563

    Mustika Jaya 68,771 71,280 140,051

    Bekasi Timur 136,221 130,056 266,277

    Rawa Lumbu 121,168 108,158 229,326

    Bekasi Selatan 83,499 91,732 175,231

    Bekasi Barat 143,061 151,281 294,342

    Medan Satria 79,413 89,684 169,097

    Bekasi Utara 173,200 167,024 340,224

    Kota Bekasi 1,157,418 1,162,100 2,319,518

    Sumber : BPS Kota Bekasi (2009)

    Gambar 5. Dinamika Pertumbuhan Penduduk Tiap Kecamatan di Kota Bekasi

    Pertumbuhan penduduk semua kecamatan di Kota Bekasi dari tahun 2005

    sampai 2009 bersifat fluktuatif seperti terlihat pada Gambar 5. Kecamatan Pondok

    Gede, Jati Sampurna, Bantar Gebang, Bekasi Barat, dan Medan Satria mengalami

    peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2005 sampai 2009. Kecamatan Pondok

    Melati, Bekasi Timur, dan Bekasi Selatan mengalami peningkatan jumlah

    penduduk dari tahun 2005 ke 2007 dan penurunan jumlah penduduk pada tahun

  • 28

    2009. Kecamatan Jati Asih, Mustika Jaya, Rawa Lumbu, dan Bekasi Utara

    mengalami penurunan jumlah penduduk pada tahun 2007 dan meningkat kembali

    pada tahun 2009.

    4.4 Perekonomian

    Kota Bekasi yang dibentuk tahun 1997 sebelumnya merupakan bagian dari

    Kabupaten Bekasi, dimana masing-masing wilayah tersebut memiliki potensi

    perekonomian yang berbeda. Awalnya, kedua daerah tersebut memiliki

    karakteristik perekonomian pada sektor industri. Namun dalam perkembangannya,

    Kota Bekasi mengalami perubahan potensi perekonomian menjadi sektor

    perdagangan dan jasa. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi di suatu daerah

    diperlukan suatu indikator ekonomi yaitu Produk Domestik Regional Bruto.

    Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Bekasi dari tahun 2003 sampai

    2009 adalah 4.5%. Dari data PDRB 2009, dua sektor dominan yang memberikan

    kontribusi terbesar terhadap pembentukan PDRB Kota Bekasi yaitu sektor

    industri pengolahan sebesar 43.39% dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran

    sebesar 28.37%. Pertumbuhan ekonomi di Kota Bekasi dari berbagai sektor

    pada periode 2003 hingga 2009 disajikan pada Gambar 6.

    Gambar 6. Grafik PDRB berdasarkan Harga Konstan

  • 29

    4.5 Penggunaan Lahan

    4.5.1 Kawasan Tidak Terbangun/Ruang Hijau Kota

    Kawasan atau ruang terbuka hijau adalah ruang dalam wilayah kota dalam

    bentuk areas atau jalur dimana dalam pemanfaatannya lebih bersifat terbuka yang

    pada dasarnya tanpa bangunan (taman kota, lapangan olahraga, jalur hijau, TPU,

    pertanian, situ). Pemanfaatan ruang kawasan tidak terbangun/ruang hijau di Kota

    Bekasi ditujukan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang

    nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai fasilitas pengaman lingkungan

    perkotaaan; serta menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan

    yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

    4.5.2 Pusat Pemerintahan Kota Bekasi dan Bangunan Umum

    Fungsi utama kawasan pemerintahan adalah sebagai pusat pelayanan

    pemerintahan kota dengan skala pelayanan kota/regional. Pengembangan kawasan

    pusat pelayanan pemerintahan Kota Bekasi sebaiknya dilakukan dalam satu lokasi

    yang saling berdekatan. Adapun lokasi yang potensial untuk dikembangkan

    sebagai kawasan pusat pelayanan pemerintahan Kota Bekasi, adalah di Komplek

    Kantor Walikota yang ada saat ini di JL. Kartini Jl. Juanda dan di Komplek

    Perkantoran lama di Jl. Ahmad Yani, serta dikawasan lain yang sudah ada

    kegiatan pelayanan pemerintahan kota. Keberadaan kompleks perkantoran lama di

    Jl. Ahmad Yani perlu dibenahi dan ditata kembali (revitalisasi) untuk

    mengoptimalkan ruang yang ada, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pusat

    perkantoran dinas-dinas pemerintahan Kota Bekasi.

    4.5.3 Perdagangan dan Jasa

    Secara umum, kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di Kota

    Bekasi menempati lokasi di sepanjang jalan utama, baik itu jalan arteri maupun

    jalan kolektor. Untuk kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang di pusat

    kota, umumnya terpusat di sepanjang Jalan Juanda Jalan Cut Mutia dan di

    koridor sepanjang Jalan A. Yani, serta di pusat perdagangan Pondok Gede

    dengan skala pelayanan kota/regional.

  • 30

    4.5.4 Industri

    Alokasi lahan yang diperuntukkan bagi zona industri adalah di sebelah

    Utara dan Selatan Kota Bekasi, yang sebagian besar berada di Kecamatan Medan

    Satria, Kecamatan Bekasi Utara, Kecamatan Rawalumbu dan di Kecamatan

    Bantargebang. Lokasi industri yang berada di zona industri ini umumnya tersebar

    merata tidak terpusat di satu lokasi. Dengan demikian umumnya keberadaan

    kegiatan industri bercampur dengan kegiatan lainnya, seperti permukiman atau

    perdagangan dan jasa, sehingga apabila tidak ditangani dan dikontrol dengan

    benar dapat mencemari lingkungan sekitarnya, baik berupa pencemaran suara,

    udara (bau), ataupun limbah yang dihasilkan.

    4.5.5 Permukiman

    Tingginya tingkat investasi untuk pengembangan kegiatan permukiman

    skala besar di wilayah Kota Bekasi, terutama di sebelah Utara dan Selatan, akan

    merubah fungsi peruntukan dari kegiatan non terbangun menjadi daerah

    terbangun. Selain itu, adanya kecenderungan perubahan fungsi kegiatan

    permukiman di sepanjang jalan utama menjadi kegiatan bisnis akibat

    perkembangan dan permintaan pasar menyebabkan pola pengembangan

    permukiman di Kota Bekasi diarahkan pada kawasan-kawasan yang sesuai

    peruntukannya dan diminati oleh investor.

    Pola pengembangan kawasan permukiman skala besar di Kota Bekasi

    sesuai RTRW Kota Bekasi 2000 2010 masih dilakukan dengan pola

    lingkungan hunian berimbang (1:3:6). Pada kenyataannya pola ini seringkali

    tidak berjalan sebagaimana mestinya, karena jenis/tipe permukiman yang

    dikembangkan sebagian besar tidak berada dalam satu lokasi kawasan yang sama,

    tetapi dilakukan berpencar di beberapa lokasi. Untuk itu di masa mendatang

    sebaiknya pola pengembangan permukiman lebih diarahkan pada pola

    neighborhood unit. Pengembangan permukiman dengan konsep neighborhood

    unit ini diintegrasikan oleh sistem jaringan transportasi yang memadai, sehingga

    membentuk satu kesatuan yang saling terintegrasi dan saling mendukung antar

    lingkungan permukiman, dan diharapkan para penghuninya dapat saling

  • 31

    bersosialisasi dan berinteraksi satu dengan yang lainnya (Bappeda Kota Bekasi,

    2009).

    4.5.6 Struktur Tata Ruang

    Rencana struktur ruang Kota Bekasi disusun untuk mewujudkan

    keserasian dan keseimbangan pusat-pusat pelayanan serta mengefektifkan kinerja

    sistem pusat-pusat tersebut agar dapat berkembang sesuai dengan peran dan

    fungsinya dalam mendukung perkembangan Kota Bekasi dalam konteks yang

    lebih luas. Rencana struktur ruang Kota Bekasi meliputi rencana pengembangan

    sistem pusat pelayanan dan rencana sistem jaringan prasarana kota.

    Sistem pusat pelayanan yang dikembangkan di Kota Bekasi merupakan

    sistem hirarki pusat dengan spesialisasi kegiatan tertentu. Konsep ini diterapkan

    dengan maksud untuk mempertegas fungsi dan peran masing-masing pusat

    kegiatan yang saat ini telah berkembang akibat tuntutan posisi Kota Bekasi dalam

    konteks regional.

    Dalam perkembangannya seperti halnya sistem perkotaan di Bodetabek,

    sistem perkotaan di Kota Bekasi tidak semuanya memiliki hirarki pelayanan yang

    sama, tetapi terdapat perbedaan skala pelayanan sehingga sistem pusat pelayanan

    Kota Bekasi direncanakan terdiri dari 1 (satu) Pusat Pelayanan Kota, 4 (empat)

    Sub Pusat Pelayanan Kota dan 7 (tujuh) Pusat Pelayanan Lingkungan. Penetapan

    Pusat Pelayanan Kota, yang berada di sebagian wilayah Kecamatan Medan Satria,

    Bekasi Utara, Bekasi Timur, Rawalumbu, Bekasi Selatan, yang meliputi kawasan

    Jalan Sudirman Juanda - Cut Meutia - Achmad Yani dengan fungsi pusat

    pelayanan pemerintahan, kesehatan, pendidikan tinggi, pusat perdagangan, pusat

    hiburan dan rekreasi. Penetapan sub pusat pelayanan kota, sebagai pusat

    pelayanan ekonomi, sosial, dan administrasi yang melayani sub wilayah kota,

    terdiri atas:

    1. Sub-pusat pelayanan kota Pondokgede berada di sekitar Kelurahan

    Jatiwaringin mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Jati Cempaka,

    Jatibening Baru, Jatibening, Jatiwaringin, Jatimakmur dengan fungsi

    pusat pemerintahan, perdagangan skala grosir dan retail berkelompok,

    pusat jasa dan pusat pendidikan;

  • 32

    2. Sub-pusat pelayanan kota Bekasi Utara berada di sekitar di Kelurahan

    Perwira mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Kaliabang Tengah,

    Harapan Jaya, Perwira, Teluk Pucung, Harapan Baru, Margamulya

    dengan fungsi pusat pemerintahan, pusat permukiman, pusat

    perdagangan;

    3. Sub-pusat pelayanan kota Jatisampurna berada di sekitar Kelurahan

    Jatikarya mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Jatisampurna,

    Jatirangga, Jatiraden, Jatikarya, Jatiranggon, dengan fungsi pelayanan

    utama sebagai pusat permukiman skala besar, pusat perdagangan;

    4. Sub-pusat pelayanan kota Mustikajaya berada di sekitar Kelurahan

    Pedurenan mencakup wilayah pelayanan Kelurahan Mustikajaya,

    Mustikasari, Pedurenan, Cimuning. dengan fungsi pusat pemerintahan,

    pusat industri dan jasa pergudangan, pusat permukiman skala besar, pusat

    prasarana persampahan (TPPAS Bantargebang), dengan penyediaan

    pembangunan buffer zone yang dapat berupa taman kota, tempat

    pemakaman umum, dan lain-lain.

  • V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Penggunaan Lahan di Kota Bekasi

    Hasil interpretasi penggunaan lahan dari Citra Quickbird adalah

    permukiman teratur, permukiman tidak teratur, kebun campuran, TPLB (Tanaman

    Pertanian Lahan Basah), TPLK (Tanaman Pertanian Lahan Kering), kawasan

    industri, RTH (Ruang Terbuka Hijau), fasilitas pendidikan, lahan kosong, TPU

    (Tempat Pemakaman Umum), TPA (Tempat Pembuangan Akhir), badan air, dan

    rumput,semak, ilalang. Pada uraian berikut akan dijabarkan berbagai jenis

    penggunaan lahan dan penyebarannya di Kota Bekasi.

    Permukiman Teratur. Permukiman Teratur adalah sekumpulan bangunan yang

    digunakan sebagai tempat tinggal dengan bentuk, ukuran dan jarak rumah satu

    dengan yang lain seragam. Dalam penggunaan lahan ini juga termasuk bangunan

    perdagangan, jasa, dan perkantoran. Permukiman teratur tersebar di seluruh

    kecamatan. Kecamatan Bekasi Utara, Bekasi Selatan, dan Rawalumbu memiliki

    luasan sebaran permukiman teratur terbesar.

    Gambar 7. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Permukiman Teratur

    Permukiman Tidak Teratur. Permukiman tidak teratur adalah sekumpulan

    bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal dengan bentuk, ukuran, dan jarak

    antar rumah yang tidak seragam, memiliki pola tidak teratur, dan berasosiasi

    dengan kebun campuran. Dalam penggunaan lahan ini juga termasuk bangunan

    perdagangan, jasa, dan perkantoran. Penyebaran permukiman tidak teratur

    dengan luasan terbesar terdapat pada Kecamatan Pondok Gede, Bekasi Barat,

    dan Jati Asih.

  • 34

    Gambar 8. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Permukiman Tidak Teratur

    Kawasan Industri. Kawasan industri umumnya memiliki luasan yang besar.

    Kawasan industri hanya terdapat di beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan

    Bantar Gebang, Mustika Jaya, Bekasi Barat, Bekasi Utara, Medan Satria, dan

    Rawalumbu. Kota Bekasi bagian Utara dan Selatan memiliki luasan sebaran

    kawasan industri terbesar.

    Gambar 9. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Kawasan Industri

    Ruang Terbuka Hijau. Penggunaan lahan ini dikhususkan untuk jalur hijau

    jalan, pulau jalan dan sempadan sungai. Seluruh Kecamatan di Kota Bekasi

    memiliki RTH. Kecamatan Rawalumbu dan Bekasi Selatan adalah kecamatan

    yang memiliki sebaran RTH terluas.

  • 35

    Gambar 10. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau

    Tanaman Pertanian Lahan Basah. TPLB adalah lahan pertanian yang ditanami

    padi sebagai tanaman utamanya. Penggunaan lahan TPLB merupakan gabungan

    dari berbagai fase berdasarkan faktor usia tanaman. Persebaran luas TPLB di

    Kota Bekasi terbesar terdapat pada bagian Selatan Kota Bekasi, yaitu Kecamatan

    Bantar Gebang dan Kecamatan Mustika Jaya.

    Gambar 11. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan TPLB.

    Tanaman Pertanian Lahan Kering. Tanaman Pertanian Lahan Kering biasanya

    terdiri dari ladang dan tegalan, yang ditanami dengan tanaman semusim.

    Persebaran TPLK merata hampir di seluruh kecamatan, kecuali pada Kecamatan

    Pondok Gede. Luasan TPLK terbesar yaitu pada Kecamatan Mustika Jaya.

  • 36

    Gambar 12. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan TPLK.

    Kebun Campuran. Kebun campuran adalah tanah pertanian yang ditanami

    tanaman tahunan seperti melinjo, nangka, kelapa, pisang, dan lain-lain. Biasanya,

    kebun campuran berada di sekitar permukiman tidak teratur. Penggunaan lahan

    kebun campuran menyebar merata di seluruh kecamatan di Kota Bekasi.

    Kecamatan Mustika Jaya dan Kecamatan Jati Asih memiliki sebaran luas kebun

    campuran terbesar.

    Gambar 13. Kenampakan Obyek pada Citra dan Foto Pengamatan Lapang

    Penggunaan Lahan Kebun Campuran

    Lahan Kosong. Lahan kosong adalah lahan terbuka yang diatasnya tidak

    terdapat bangunan. Biasanya lahan kosong dulunya adalah lahan sawah yang

    akan dijadikan perumahan teratur oleh pihak-pihak swasta. Kecamatan Mustika

    Jaya dan Bekasi Utara adalah kecamatan yang memiliki luasan lahan kosong

    terbesar.