89970222 tinjauan pustaka ii tumor marker mesothelioma

17
1 PENDAHULUAN Mesotelioma adalah kanker yang berasal dari sel mesotel yang melapisi rongga pleura, peritoneum, perikardium dan tunika vaginalis. Mesotelioma pleura paling banyak ditemukan dari keseluruhan kasus mesotelioma (80% kasus) dan asbes dipercaya sebagai salah satu penyebab terjadinya mesotelioma pleura. Asbes secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok yaitu serpentine dan amphibole yang masing-masing terdiri dari beberapa jenis asbes. Jenis asbes biru crocidolite dari kelompok amphibole merupakan jenis tersering penyebab mesotelioma. Serat-serat alami lain seperti erionite juga dapat mengakibatkan terjadi mesotelioma. Dahulu terdapat dugaan bahwa simian virus 40 (SV40) berperan sebagai agen penyebab mesotelioma tetapi penelitian terbaru membantah peranannya. 1,2,3 Insidens mesotelioma di Amerika Serikat meningkat menjadi 2000 hingga 3000 kasus setiap tahun. Prediksi angka kematian akibat mesotelioma di Inggris diperkirakan sekitar 90.000 jiwa pada tahun 2050. Jepang memprediksi angka kematian 100.000 selama 40 tahun mendatang. 1,4 Insidens mesotelioma menunjukkan kecenderungan peningkatan tetapi tantangan dalam penanganan mesotelioma adalah pada prosedur diagnosis, sistem penderajatan penyakit, penentuan faktor prognostik dan terapi. Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini sangat memungkinkan untuk mendeteksi petanda tumor di tingkat selular, ekstraselular dan molekular. Petanda tumor saat ini dapat digunakan untuk menunjang diagnosis, penentuan prognosis dan pemantauan hasil terapi. Identifikasi petanda ganas molekular digunakan untuk mendeteksi sisa sel ganas (minimal residual disease, MRD) sebagai faktor prediksi dan faktor risiko keganasan. 3,5 Tinjauan pustaka ini membatasi pembahasan pada petanda tumor mesotelioma pleura. PATOGENESIS Mesotelioma akibat pajanan asbes memiliki memiliki masa inkubasi antara 30 hingga 40 tahun. Patogenesis mesotelioma karena asbes masih belum jelas dan sangat dipengaruhi oleh bentuk serat abses. 6,7 Mesotelioma umumnya dibagi menjadi tiga tipe yaitu epitelial, sarkomatoid dan bifasik, campuran antara ephitelial dan sarkomatoid. Tipe epitelial merupakan tipe paling banyak ditemukan (50 hingga 60% kasus) dan memiliki prognosis lebih baik daripada tipe lainnya. Tipe sarkomatoid adalah tipe yang jarang ditemukan (10% kasus) dan memiliki rerata angka tahan hidup kurang dari satu tahun. Pemeriksaan mikroskop elektron merupakan baku emas untuk menegakkan diagnosis mesotelioma. 4,8

Upload: sartika-sapulette

Post on 23-Oct-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PENDAHULUAN

Mesotelioma adalah kanker yang berasal dari sel mesotel yang melapisi rongga

pleura, peritoneum, perikardium dan tunika vaginalis. Mesotelioma pleura paling banyak

ditemukan dari keseluruhan kasus mesotelioma (80% kasus) dan asbes dipercaya sebagai

salah satu penyebab terjadinya mesotelioma pleura. Asbes secara garis besar dibagi menjadi

dua kelompok yaitu serpentine dan amphibole yang masing-masing terdiri dari beberapa jenis

asbes. Jenis asbes biru crocidolite dari kelompok amphibole merupakan jenis tersering

penyebab mesotelioma. Serat-serat alami lain seperti erionite juga dapat mengakibatkan

terjadi mesotelioma. Dahulu terdapat dugaan bahwa simian virus 40 (SV40) berperan sebagai

agen penyebab mesotelioma tetapi penelitian terbaru membantah peranannya.1,2,3

Insidens mesotelioma di Amerika Serikat meningkat menjadi 2000 hingga 3000 kasus

setiap tahun. Prediksi angka kematian akibat mesotelioma di Inggris diperkirakan sekitar

90.000 jiwa pada tahun 2050. Jepang memprediksi angka kematian 100.000 selama 40 tahun

mendatang.1,4

Insidens mesotelioma menunjukkan kecenderungan peningkatan tetapi

tantangan dalam penanganan mesotelioma adalah pada prosedur diagnosis, sistem

penderajatan penyakit, penentuan faktor prognostik dan terapi. Perkembangan teknologi yang

pesat dewasa ini sangat memungkinkan untuk mendeteksi petanda tumor di tingkat selular,

ekstraselular dan molekular. Petanda tumor saat ini dapat digunakan untuk menunjang

diagnosis, penentuan prognosis dan pemantauan hasil terapi. Identifikasi petanda ganas

molekular digunakan untuk mendeteksi sisa sel ganas (minimal residual disease, MRD)

sebagai faktor prediksi dan faktor risiko keganasan.3,5

Tinjauan pustaka ini membatasi

pembahasan pada petanda tumor mesotelioma pleura.

PATOGENESIS

Mesotelioma akibat pajanan asbes memiliki memiliki masa inkubasi antara 30 hingga

40 tahun. Patogenesis mesotelioma karena asbes masih belum jelas dan sangat dipengaruhi

oleh bentuk serat abses.6,7

Mesotelioma umumnya dibagi menjadi tiga tipe yaitu epitelial,

sarkomatoid dan bifasik, campuran antara ephitelial dan sarkomatoid. Tipe epitelial

merupakan tipe paling banyak ditemukan (50 hingga 60% kasus) dan memiliki prognosis

lebih baik daripada tipe lainnya. Tipe sarkomatoid adalah tipe yang jarang ditemukan (10%

kasus) dan memiliki rerata angka tahan hidup kurang dari satu tahun. Pemeriksaan mikroskop

elektron merupakan baku emas untuk menegakkan diagnosis mesotelioma.4,8

2

Asbes dapat menyebabkan mesotelioma melalui empat mekanisme. Mekanisme

pertama terjadi iritasi pleura. Serat yang tipis dan panjang (lebar <0,25 μm dan panjang > 0,8

μm) akan lebih mudah masuk melalui inhalasi ke saluran napas. Serat menembus epitel

alveolar menuju rongga pleura maka akan terjadi iritasi berulang permukaan mesotel dan

terjadi inflamasi lokal. Proses ini dapat menimbulkan jaringan parut atau mesotelioma.

Mekanisme kedua berhubungan gangguan proses mitosis. Mekanisme ketiga adalah

pembentukan radikal oksigen. Kandungan zat besi yang tinggi pada serat asbes berperan pada

pembentukan radikal oksigen bebas. Kandungan zat besi yang tinggi pada serat asbes

berperan dalam pembentukan reactive oxygen species (ROS) yang dapat menimbulkan

kerusakan sel berulang.6 Mekanisme keempat asbes dapat menyebabkan persistent kinase-

mediated signaling. Serat asbes dapat menginduksi fosforilasi mitogen-activated protein

kinase (MAPK) dan extracellular signal-regulator kinase 1 dan 2 dan meningkatkan ekspresi

protoonkogen respons awal (activator protein 1) pada sel mesotel. Teori lain patogenesis

mesotelioma adalah serat asbes mengaktivasi nuclear factor kappa-b (NF-kB) dan reseptor

tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). Asbes menyebabkan makrofag melepaskan TNF-α

yang akan berikatan dengan reseptornya atau berinteraksi dengan oksidan untuk mengaktivasi

jalur Ras/MAPK/NF-kB. Sitokin TNF-α menyebabkan apoptosis sekaligus proliferasi sel

mesotelial sebagai mekanisme kompensasi.4,6,9,10

DIAGNOSTIK MESOTELIOMA

Gejala klinis mesotelioma tidak khas, keluhan umum yang sering dirasakan pasien

adalah sesak disertai nyeri dinding dada. Sebagian pasien tidak mengeluhkan gejala apapun

dan kelainan ditemukan berdasarkan kelainan radiologis pada saat pemeriksaan kesehatan

rutin. Keluhan sesak cenderung bersifat progresif akibat akumulasi cairan pleura, penebalan

pleura, gangguan restriktif dan komorbid seperti penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan

penyakit jantung. Gejala penyerta lain yang yang sering dikeluhkan adalah lemah, keringat

malam dan penurunan berat badan. Gejala ini muncul pada keadaan lanjut dan berhubungan

dengan prognosis buruk. Manifestasi klinis lain tergantung dari lokasi metastasis tumor.

Tidak jarang dilaporkan dengan nyeri menelan, sindroma vena kava superior, sindrom

Horner, paralisis pita suara dan diafragma dengan penyebab kematian umumnya akibat

infeksi dan gagal nafas.9,11

Sarana penunjang diagnostik yang penting adalah pemeriksaan radiologis. Dari

gambaran foto toraks sering didapatkan efusi pleura, jarang sekali kita temukan single nodule

3

dan apabila didapatkan kelainan pada pleura kontralateral bisa dicurigai terdapat hubungan

dengan asbestos. Gambaran efusi pleura lebih sering unilateral dan kadang-kadang massa di

pleura (gambar 1). Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan computed tomography scanning

(CT scanning) toraks sangat penting untuk membedakan efusi pleura ataukah penebalan

pleura dan kedua pemeriksaan ini dapat kita gunakan sebagai pemandu saat melakukan

biopsi. Pemeriksaan CT scan memberikan gambaran yang beragam dengan persentase

terbanyak massa pleura lokal atau difus (92%), penebalan fisura interlobar 86%, efusi pleura

74%, tanda-tanda pajanan asbes seperti plak 20%5,9

Cairan pleura umumnya hemoragik, pemeriksaan sitologik cairan pleura memiliki

peranan penting dalam prosedur diagnostik, kepositifannya berkisar antara 33-84%.

Walaupun demikian masih sulit untuk membedakan mesotelioma dengan reaktif

mesotelioma, adenokarsinoma paru dan kelompok sarkoma yang lain. Dengan pewarnaan

khusus untuk mesotelioma yaitu epithelial membran antigen (EMA) akan memberikan hasil

positif dan chorioembryonic antigen (CEA) negatif yang penting untuk membedakan dengan

adenokarsinoma paru.6,10

(a) (b)

Gambar 1. Gambaran radiologis (a) dan CT scan mesotelioma (b)

(Dikutip dari 1)

Pemeriksaan histopatologik diperlukan bila hasil sitologik cairan pleura tidak cukup

untuk membuktikan mesotelioma. Biopsi pleura tertutup menggunakan jarum Abram

memberikan hasil positif pada 30-50% kasus tatapi karena seringkali memberikan rasa tidak

nyaman dan hasil tidak adekaut atau inkonklusif pemeriksaan ini mulai jarang dilakukan.

Biopsi langsung dengan torakoskopi, video assisted thoracic surgery (VATS), biopsi paru

terbuka memberikan angka dugaan positif 98%, Dengan spesifisitas mencapai 96%,

sensitivitas 90%, pemeriksaan ini 88% spesifik untuk keganasan dengan risiko komplikasi

4

10%. Konfirmasi dengan mikroskop elektron dibutuhkan untuk menentukan asal histologik

jaringan yang diperiksa.9

PETANDA TUMOR

Petanda tumor adalah senyawa yang diperoleh dari darah, urin atau jaringan tubuh

lain dan pada tumor kadar senyawa ini meningkat. Peningkatan kadar petanda tumor dapat

dijadikan indikasi ke arah keganasan, tetapi harus diperhatikan ada beberapa penyebab

lain.11,12

Petanda tumor dapat diproduksi langsung oleh sel tumor itu sendiri atau sel lain yang

sehat sebagai respon terjadi neoplasma. Sebagian besar petanda tumor adalah antigen tumor

tetapi tidak semua antigen tumor dapat digunakan sebagai petanda tumor. Terminologi baru

untuk petanda tumor adalah biomarker yaitu sifat biologis yang dapat diukur dan dievaluasi

secara objektif sebagai indikator normal terjadinya proses penyakit dan respon farmakologis.

Senyawa biomarker telah digunakan secara rutin pada penelitian preklinik dan diagnostik

khususnya pada prosedur prediksi, deteksi dan evaluasi pada kasus keganasan.

Karsinogenesis pada manusia merupakan serial yang komplek hasil interaksi faktor

eksogen dan proses endogen yang dimodulasi faktor genetik. Setiap tahapan proses

karsinogenesis dapat dideteksi biomarkernya dengan kategori pemeriksaan yang berbeda-

beda seperti dijelaskan pada gambar 2. Dari gambar tersebut petanda tumor mesotelioma

yang bisa diperiksa adalah pada tingkat pajanan, efek dini, diagnostik, prognostik, evaluasi

terapi target dan prediksi keluaran.11,12,15

Deteksi tumor diamati berdasarkan dua proses

utama yaitu perubahan pada tingkat sel target dan ekspresi metabolit yang dihasilkannya.

Indikasi Petanda Tumor

Petanda tumor tidak boleh digunakan secara rutin untuk diagnosis tumor. Pemeriksaan

petanda tumor tanpa ditunjang pemahaman yang memadai mengakibatkan ketidak-efektifan

pemeriksaan petanda tumor dan hal ini merupakan salah satu penyebab diagnosis berlebih

(over diagnosis) untuk tumor. Indikasi pemeriksaan petanda tumor antara lain: 11,15

Penapisan untuk beberapa tumor berdasarkan basis populasi, contoh peningkatan

prostate specific antigen/PSA diduga kanker prostat.

Penilaian angka ketahanan hidup setelah pengobatan, contoh peningkatan AFP pada

anak dengan teratoma bisa dicurigai relaps dengan tumor sinus endodermal.

5

Diagnosis untuk tipe tumor yang spesifik, contohnya tumor otak yang tidak dapat

dilakukan biopsi

Gambar 2. Skema pemeriksaan biomarker pada proses pajanan, efek dan hubungannya

dengan kerentanan genetik dalam karsinogenesis akibat faktor lingkungan

(Dikutip dari 2)

PETANDA PADA TINGKAT PAJANAN

Serat asbestos dan komponen fisiko-kimiawi yang terinhalasi dapat memicu

mesotelioama, efek genotoksik mesotelioma antara lain dengan pembentukan reactive

oxygen atau nitrogen spesies (ROS/RNS). Senyawa ROS/RNS dapat ditemukan di paru

dengan reaksi Fenton yang dikatalisis oleh besi yang terlihat di permukaan serat asbes, akibat

inflamasi kronik akan memicu aktifitas fagositosis dalam jangka panjang oleh makrofag guna

Spektrum mutasi

pada tumor

PAJANAN

KERENTANAN

INDIVIDUAL SAKIT

DOSIS

TERINHALASI

DOSIS DENGAN

EFEK BIOLOGIS

EFEK BIOLOGIS

AWAL

PERUBAHAN

STRUKTUR DAN

FUNGSI

Metabolit Kimiawi Perubahan DNA

Sintesa Protein

Mutasi gen

Perubahan sitogenetik

Perubahan ekspresi

gen

Petanda pada tingkat pajanan

Petanda pada efek dini

Metabolit Kerusakan DNA dan Perbaikan DNA Sistem Imun

6

melawan terdapatnya serat yang biopersisten. Serat asbestos mengakibatkan berbagai

kerusakan pada struktur asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid/DNA) seperti single-

double strand breaks (SSBS-DSBS), intra-interstrand cross-linking dan kerusakan basis.

Komponen 8-hydroxyl-2-deoxyguanosine (8OHdG) merupakan komponen utama dari

berbagai stres oksidatif, yang mengakibatkan mutasi DNA seperti tranversi gugus GT dan

AC.4,6

Perubahan gugus ini menandai ekspresi spontan onkogen dan berperan besar untuk

onset proses karsinogenesis dan proliferasi sel yang memicu manifestasi dari tumor.

Manifestasi patogenesis dari mesotelioma dijelaskan pada gambar 2.4,6,8

Deteksi dini pada

keganasan, 8OHdG telah rutin digunakan senagai biomarker untuk stres oksidatif dan

karsinogenesis. Senyawa 8-hydroxyl-2-deoxyguanosine 8OHdG merupakan marker yang

penting yang bisa diukur sebagai efek eksogen dan endogen akibat stres oksidatif yang

menimbulkan kerusakan DNA dan hal ini merupakan faktor yang menginisiasi dan

mempromosi proses karsinogenesis. Takahashi dkkdikutip dari 15

melaporkan peningkatan kadar

8OHdG pada DNA leukosit sel darah tepi. Data diambil pada sekelompok pekerja yang

terpajan asbes, 8OHdG berhubungan dengan besarnya pajanan asbestos dan akumulasi

pajanan pada masing-masing individu.8

PETANDA TUMOR PRAKANKER

Pajanan asbestos dan kerentanan genetik merupan faktor utama terjadinya

mesotelioma. Perbedaan genetis pada host mempengaruhi tingkat resistensi genetis terhadap

pajanan, proses yang terjadi dapat diidentifikasi pada setiap fase karsinogenesis. Proses-

proses yang dapat dinilai adalah kapasitas perbaikan DNA, stabilitas kromosom, perubahan

sitogenetik, modifikasi ekspresi gen, spektrum mutasi pada tumor atau sel-prekanker.11,16

Mekanisme perbaikan DNA merupakan fase penting dalam mengontrol proses kerusakan

DNA yang berlangsung lama dan mencegah penumpukan basis DNA yang rusak. Pada

penelitian invitro perbaikan DNA oleh 8OHdG telah diaplikasikan untuk mengevaluasi DNA

Repair ability pada pekerja perusahaan yang mengolah asbestos dan man made-fibers.

Respon perbaikan DNA pada kanker sangat individual dan dipengaruhi oleh tingkat pajanan

dari lingkungan. Beberapa kondisi tertentu harus diperhatikan seperti umur dan jenis

kelamin.

7

Pemeriksaan sitogenetik/Cytogenetic Assay

Kerusakan sitogenetik dapat dinilai dengan mengukur aberasi kromosom pada

limfosit sel darah tepi. Penilaian faktor risiko mesotelioma dengan pengukuran biomarker ini

sangat reliabel, khususnya faktor independen penyebab pajanan terhadap proses

karsinogenesis.13,17

Penelitian yeng baru dengan menggunakan micronucleus test sebagai

penapisan untuk karier spesifik mutasi untuk menilai kerentanan terhadap kanker. Kadar

mikronuklei meningkat signifikan pada pasien mesotelioma ganas, dan tingkat pajanan

asbestos tidak berhubungan dengan tingginya kadar mikronuklei karena sekitar 20% kasus

mesotelioma yang terjadi tanpa pajanan terhadap asbes dan hanya sebagian kecil kasus

mesotelioma ganas yang memiliki faktor risiko berkembang menjadi sakit, banyak faktor lain

yang berperan pada kelainan mesotelioma. Bagaimanapun juga pemeriksaan ini mendukung

dalam menilai kerentanan genetik sebagai faktor risiko mesotelioma.

Gambar 3. Skema patogenesis mesotelioma ganas

(Dikutip dari 2)

INFLAMASI

Transformasi sel

Proliferasi sel

Akumulasi

kerusakan DNA

8

PETANDA TUMOR UNTUK DIAGNOSIS

Petanda Tumor Konvensional

Sejumlah tumor marker dapat digunakan, bahan bisa diambil dari serum darah dan

cairan pleura untuk membedakan efusi pleura ganas dengan yang jinak diantaranya

cytokeratin fragment (CYFRA21-1), carcinoembryonic antigen (CEA), carbohydrate antigen

15-3 (CA 15-3), carbohydrate antigen 15-9 (CA 15-9), tissue polypeptide antigen (TPA) dan

hyaluronic acid (HA) memiliki peranan yang bermakna. Petanda tumor dapat dideteksi

dengan pemeriksaan imunohistokimia. 13,17

Penentuan mesotelioma dan membedakannya

dengan penyakit mesotel lain membutuhkan pemeriksaan imunnohistokimia.6 Pada tabel. 1

tampak pengecatan imunohistokimia dengan calretinin dan cytokeratin5/6 memberikan hasil

positif tinggi pada mesotelioma dan rendah pada adenokarsinoma paru. Sebaliknya

pemeriksaan CEA yang 88% positif pada adenokarsinoma tidak ditemukan pada

mesotelioma.13,17

European Respiratory Society (ERS) merekomendasikan panduan untuk

membedakan mesotelioma dan adenokarsinoma paru. Pemeriksaan imunohistokimia

setidaknya melibatkan dua petanda positif mesotelioma seperti anti-calretinin, anti-wilms

tumor antigen-1 atau anti-epithelial membran antigen, anti-cytokeratin (CK) 5/6, anti D2-40

(podoplanin) atau anti-mesothelin dan dua petanda negatif seperti anti Ber-EP4, anti-tyroid

transcription factor-1, anti-carcinoembryonic antigen, anti-B72-3, anti-MOC-31 dan anti-

oestrogen/progesteron.18

MM dengan karakteristik periode laten yang lama dari proses

pajanan sampai tersiagnosis secara klinis. marker-marker tersebut dapat dideteksi pada setiap

fase perkembangan kelainan ini seperti terangkum pada gambar 3.

Osteopontin

Osteopontin/bone sialoprotein yang merupakan glikoproten berperan dalam berbagai

fungsi sitokain (memediasi interaksi matrik-selular dan ikatan signal selular/ cells Signaling

banding dengan integrin dan reseptor CD44, regulasinya melalui jalur sitesis protein sel dan

berperan penting pada proses karsinogenesis yang dipicu oleh pajanan asbes ). Molekul ini

dapat ditemukan pada jaringan tulang, otak, khondrosit, dan banyak jaringan dan

ekspresikanya detemukan meningkat pada kanker termasuk mesotelioma ganas. Berbagai

penelitian membuktikan peningkatan level osteopontin secara signifikan pada pasien

mesotelioma ganas dibanding kontrol pasien normal dengan pajanan riwayat pajanan asbes.

Tidak ada perbedaan signifikan kadar osteopontin diantara pasien dengan beda stadium.

9

Tabel 1. Pemeriksaan imunohistokimia mesotelioma adenokarsinoma paru

(Dikutip dari)

Soluble Mesothelin-related peptide

Mesotelin adalah glokophosphatidylininositol anchored glikoproten, fungsinya pada

sel untuk prosen adhesi, yang merupankan marker normal untuk sel mesotelial dan

ekspresinya sangat meningkat pada mesotelioma ganas. Belum diketahui dengan jelas

mekanisme yang mendasari peningkatan peptida dipermukaan sel mesotel ini sampai

didapatkan pada aliran darah. Diduga mutasi pada gene yang mengkode(encoding) protein

mesotelin akan memicu lepasnya protein ini pada sirkulasi. Hipotesis lain proses proteolisis

dan lolosnya fragmen protein terlarut ke sirkulasi. Robinson dkkdikutip dari 16

meneliti

kepositivan soluble mesothelin-related protein (SMRP) untuk membantu menegakkan

diagnosis. Empat puluh delapan serum orang normal tanpa pejanan asbes, 92 orang dengan

penyakit inflamasi paru, 30 orang dengan kanker nonpleura, 20 pasien efusi pleura

nonmesotelioma, 18 pasien dengan penyakit pleura bukan keganasan.

Hasill SMRP 40 dari 48 orang pasien mesotelioma menunjukkan peningkatan kadar

SMRP yang bermakna (p<0,001) dibandingkan grup kontrol. Penelitian tersebutmendapatkan

angka sensivitas 83% untuk mesotelioma dan spesifitas 100% jika dibandingkan dengan

penyakit pleura lainnya. SMRP juga dapat digunakan untuk follow up pasien yang berisiko,

pada pasien yang terpajan asbestos SMRP level terpantau meningkat sejak 4 tahun sebelum

timbul gejala. Serum SMRP meningkat sangat tinggi pada pasien dengan mesotelioma ganas,

10

dibandingkan dengan metastase di pleura pada beberapa kanker termasuk kanker paru.61,64,67.

.

Kadar SMRP 1nmol/L ditetapkan sebagai cut-off untuk membedakan mesotelioma ganas dan

kelompok kontrol dengan pajannan ataupun tanpa pajanan asbes.24

Dari berbagai penelitian

tersebut kadar SMRP di darah dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis,

secara keseluruhan SMRP lebih disarankan untuk sarana sekrining dalam mengidentifiksasi

subjek dengan risiko tinggi yang akan berkembang menjadi mesotelioma ganas.69,70

Tabel 2. Kemampuan Osteopontin, soluble mesothelin, dan megakarycyte potentiating factor.

Untuk membedakan subjek sehat yang terpajan asbes dan pasien mesotelioma ganas yang

terpajan asbes

(dikutp dari 2)

Megakarrycyte potentiating factor (MPF)

MPF merupakan prekursor protein mesotelin, kadarnya bisa diukur dengan ELISA. Kadar

MPF serum meningkat pada MM dibandingkan subjek normal tetapi POF tidak bisa

membedakan MM dengan keganasan lain. Nilai AUC SMRP dan MPF hampir sama dengan

sedikit perbedaan sensitivitinya. Hal ini menunjukkan bahwa kedua biomarker serum ini

memiliki performan diagnostik yang setara.2,16

11

Petanda Tumor Kombinasi

Petanda tumor tunggal memiliki banyak keterbatasan dalam sensivitas dan spesifitasnya,

beberapa peneliti mengembangkan petanda tumor kombinasi untuk memditeksi kasus yang

masih asimtomatis pada kelompok subjek yang terpajan asbes. Panel tumor marker seperti

CEA, CA 15-3, CYFRA 21-1, CA-125 dengan berbagai variasi kombinasi mampu

meningkatkan akurasi dalam membedakan efusi pleura ganas ataukah jinak.2,3

Panel yang

lain untuk meningkatkan akurasinya dikombinasi CEA, CYFRA 21-1, dan SMRP, tetapi

kombinasi SMRP, CA-125 atau MPF dan OPN tidak meningkatkan sensifitas dalam

menditeksi MM dibandingkan dengan marker mesotelioma tunggal. Kombinasi terbaru

menggunakan 8OHdG (sebagai petanda pajanan), faktor faktor yang melibatkan turunan dari

growth faktor (PDGF, HGF, bFGH,VEGF) termasuk metaloproteinase (TIMp dan TIMP2)

dan SMRP. Kombinasi SMRP, 8OhdG dan VEGF meningkatkan sensivitas dan spesifitas

untuk membedakan subjek dengan risiko tinggi dengan kontrol yang sehat, seperti pada tabel

3

Tabel 3, Petanda Tumor kombinasi

Tabel 3, Petanda Tumor kombinasi

(Dikutip dari 4)

MOLEKULAR BIOMARKER

Pemahaman tentang proses epigenomik akan sangat membantu dalam pengembangan

biomarker dan terapi target pada keganasan. Pada kanker paru dan Mesotelioma, sejumlah

gen terlibat dalam karsinogenesis yang menunjukkan terdapatnya hipermetilasi sebagei

implikasi perubahan epigenomik dalam etiologi kanker, disamping itu hipermetilasi juga

berhubungan dengan rekarensi dan pengaturan proses metastasis pada keganasan. Pejanan

Asbes yang berlangsung lama berperan penting pada mesotelioma ganas, proses inflamasi

kronik mengakibatkan transformasi sel-sel mesotel manusia secara langsung.19

Peningkatan

sejumlah asam nukleat bebas di sirkulasi ditemukan pada pasien kanker dibanding individu

12

sehat, dan asam nukleat ini dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan biomolekuler yang

terkait tumor

Pola hipermetilasi pada serum DNA dilaporkan pada mesotelioma ganas. Kombinasi

sejumlah gen (DAPK,RASSF1A,RARb) dilaporkan memiliki korelasi yang signifikan

dengan survival rate dari pasien mesotelioma ganas. Ada beberapa keuntungan hipermetilasi

gen sebagei petanda tumor:

DNA adalah molekul yang sangat stabil, yang bahan dapat diambil dari berbagei

sumber.

Methylation-specific PCR, High-performance liquid chromatography (HPLC), dan

High-performance capillary electrophoresis(HPCE) adalah teknik yang sensitif untuk

mendeteksi metilasi pada gen.

Proses epigenetik berperan penting untuk ekspresi gen, mekanisme ini melibatkan regulasi

pada microRNAs (miRNAs) yang merupakan kelompok non-koding RNA. MicroRNA bisa

membedakan ekspresi gen normal dan jaringan tumor, mendeteksi jaringan asal pada tumor-

tumor dengan difrensissi yang buruk, atau mendeteksi tumor yang tidak diketahui asalnya

serta menbedakan subtipe pada tumor yang sama.12,19

BIOMARKER PROGNOSTIK

Progresifitas mesotelioma ganas berbeda untuk setiap individu, Skoring sistem

berdasarkan kondisi klinikopatologiknya. Penelitian terbaru mengembangkan indikator

prognostik untuk menentukan agresifitas penyakit, seperti CYFRA21-1m TPA, HA telah

rutin di gunakan untuk menilai faktor prognostik, tetapi hanya CYFRA 21-1 yang konsisten

dari berbagei analiis varian. Petanda neoangigenesis seperti PDGF, VEGF, EGFR juga

digunakan untuk menilai hubungan angka tahan hidup. Epidermal growth factor reseptor

(EGFR) berpeperan dalam proliferasi sel, difrensiasi , migrasi, adhesi, dan survival, EGFR

terbukti berhubungan dengan survival yang panjang pada mesotelioma ganas dan absensi

EGFR memiliki korelasi yang signifikan dengan prediktor prognosis yang jelek seperti

terdapatnya nyeri dadam penurunan berat badan dan penurunan performan status,14,20

13

PETANDA PREDIKTOR DAN TERGETED TERAPI

Petanda prediktor digunakan untuk memperkirakan keluaran hasil terapi. Penelitian

untuk bidang ini masih sangat terbatas, ada beberapa serum marker yang dicoba untuk

menilai kegagala terapi pada mesotelioma ganas diantaranya SMRP dan miRNA. Serum

SMRP yang meningkat berkorelasi dengan ukuran tumor, angka tahan hidup, progresifitas

penyakit dan keluaran yang jelek.15,19

Mesotelioma ganas merupakan tumor yang

kemoresistan, berbagei penelitian terbaru mencoba mengembangkan terapi target namun

belum ada hasil yang konsiten. Beberapa agen dikembangkan untuk terapi target diantaranta

kelompok monoklonal antibodi (bevacizumab), Tirosin Kinase Inhibitors(TKIs),

EGFR,VEGF dan obat-obatan lain yang menghambat sistesis faktor pertumbuhan.15,18

Gambar 3. Skematis presentasi biomarker diagnostik mesotelioma ganas

( Dikutip dari 4)

KANKER INISIASI

(1-2 hari)

Sel neoplastik Sel preneoplastik Sel teriritasi Sel normal

14

KESIMPULAN

1. Petanda tumor sangat penting dalam menunjang tatalaksana mesotelioma, kususnya

dalam aspek klinis diagnosis dini, prognosis, prediksi hasil terapi.

2. Petanda tumor dapat dideteksi pada setiap tahapan perkembangan mesotelioma ganas.

3. Osteopontin kurang spesifik sedangkan SMRP dan MPF sensifisitasnya kurang,

untuk meningkatkan kepositifan dikombinasi dengan petanda yang lain yaitu 8OhdG

dan VEGF.

4. Pemeriksaan petanda tumor tanpa ditunjang pemahaman yang memadai

mengakibatkan ketidakefektifan pemeriksaan darah untuk petanda tumor dan hal ini

merupakan salah satu over-diagnostic (over-investigation) untuk tumor.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Sterman DH, Albelda SM. Advance in the diagnosis, evaluation and management of

malignant pleural mesothelioma. Respirology. 2005;10:266-83

2. Tomasettti M, Santarelli L. Biomarker for early detection of malignant mesotelioma:

Diagnostic and therapeutic aplication. Cancer. 2010;2:523-48

3. Moore AJ, parker RJ, Wiggin J. Malignant mesotelioma. Orphanet J Rare Dis. 2008;

3:1-11

4. Hasegawa Sm Tanaka F. Malignant mesothelioma: current status and prespective in

Japan and the World. Gen thorac cardiovask surg. 2008;56:317-23

5. Jaurand MC. Mechanisms of fiber-induced genotoxicity. Environ healt perspect.

1997; 5:1073-84

6. Pistolesi M, Rusthoven J. Malignant pleural mesothelioma update: Current

management and newer therapeutic strategies. Chest. 2004;126:1318-29

7. Unfried K, Schurkes C, Abel J. Distict spectrum of mutations induced by crocidolite

asbestos. Clue for 8-hydroxyguanosine-dependent mutagenesis in vivo. Cancer Res.

2002;62:99-104

8. Halliwel B. Oxidative stress and cancer : Have we move forward? Biochem.J.

2007;401:1-11

9. Takahashi K, Pan G, Kasai H, Hanaoka T, Feng Y. Relationship between asbestos

exposures and 8-Hydoxydeoxyguanosine levels in leukocyte DNA of workers at a

Chinese asbestos material plan. Int.J.Occup. Environ. Health. 1997;3:111-19.

10. Robinson BWS, Musk AW, Lake RA. Malignant mesothelioma. Lancet.

2005;366:397-408

11. Maeda M, Hino O. Blood tests for Asbestos-related mesothelioma. Oncology.

2006;71:26-31

12. Kresno SB. Petanda Tumor. Ilmu Dasar Onkologi. Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.p.318-30

13. Amati M, Tomasetti M, Scartozzi M, Mariotti L, Alleva. Profiling tumor-associated

markers for early detection of malignant mesotehelioma: an epidemiolgic study.

Cancer Epidemiol. Biomarker prev. 2008;17:163-70

14. Park EK, Sandrini A, Yates DH, Creany J, Robinson BW, Thomas PS. Soluble

mesothelin-releted protein in asbestos-exposed population: the dust disease board

cohort study. Am.J. Respir. Crit. Care Med. 2008;178:832-37

16

15. Biomarker Definitions Working Group. Biomarker and surrogete endpoints: prefered

definition and conceptual framework. Clin. Pharmacol. Ther. 2001;69:89-95

16. Roushdy HI, Siegel J, Emri S, Testa JR, Carbone M. Genetic-susceptibility factor and

malignant mesothelioma in Coppadocian region of turkey. Lancet. 2001;357:444-5

17. Ordonesz NG. The immunohistochemical diagnosis of mesothelioma. Am J Surg

Pathol. 2003;27:1031-51

18. Scherpereel A, Astaul P, Baas P, Berghmans T, Clayson H, De Vuyst P. Guidelines of

the Eurepean Respiratory society and the Eurepean society of Thoracis Surgeons for

the menegement pleural mesothelioma. Eur Respir J. 2010;35:479-95

19. Tsou JA, Shen LJ, Seigmound KD, Long TI, Laird PW, Seneviratne CK, et all.

Distinct DNA methylation profile in malignant mesothelioma, lung adenocarsinoma,

and non-tumor lung. Lung Cancer. 2005;47:193-204

20. Blenkirronn C; Miska EA. miRNA in cancer: Appoaches, aetiology, diagnostic and

therapy. Hum.Mol.Genet. 2007;16:106-13

Korektor

dr Fadhlia Majidiah

17