74022780 hubungan konsumsi makanan manis dengan karies gigi siswa siswi sekolah dasar di kec malili...

Upload: permana-mahagutem

Post on 14-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

makanan

TRANSCRIPT

  • Hubungan Konsumsi Makanan Manis dengan Karies Gigi Siswa-Siswi Sekolah Dasar di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur

    (The Relationship Between Sweets Consumption and Dental Caries in Elementary Students of Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur)

    AbstrakLatar Belakang: Kecamatan Malili merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Luwu Timur dan selama 5 tahun terakhir belum pernah dilakukan penelitian mengenai karies. Karies merupakan penyakit multifaktorial dan salah satu faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies yaitu substrat. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan konsumsi makanan manis dengan karies gigi pada siswa-siswi Sekolah Dasar di Kecamatan Malili. Bahan dan Metode: Penelitian ini merupakan national pathfinder survey yang dilaksanakan pada 10-12 November 2011. Jenis penelitian yaitu observasional analitik dengan desain penelitian cross-sectional yang berpedoman sesuai pada metode survei standar yang direkomendasikan oleh WHO. Sampel diambil dari 15 desa di Kecamatan Malili. Pengumpulan data dilakukan melalui pemeriksaan gigi dan pengisian kuesioner.Hasil: Jumlah sampel secara keseluruhan yaitu 870 responden. Nilai df-t rata-rata mengalami penurunan dari usia 6 tahun ke 9 tahun, namun nilai DMF-T rata-rata mengalami peningkatan dari usia 9 tahun ke 12 tahun. Terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan manis dengan karies pada gigi sulung di kelompok usia 6 dan 9 tahun dengan nilai p

  • Latar Belakang

    Karies merupakan gangguan kesehatan gigi

    yang paling umum dan tersebar luas di

    sebagian penduduk dunia. Menurut hasil

    penelitian di negara-negara Eropa, Amerika

    dan Asia, termasuk Indonesia, ternyata

    bahwa 90-100% anak di bawah 18 tahun

    terserang karies gigi. Indeks target WHO

    untuk skor DMFT pada tahun 2010 adalah

    1,0. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah

    Tangga tahun 2004, prevalensi karies di

    Indonesia mencapai 90,05% dan ini

    tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan

    negara berkembang lainnya1.

    Tingginya angka karies gigi dapat

    dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.

    Salah satunya yaitu faktor substrat atau diet.

    Faktor ini dapat mempengaruhi

    pembentukan plak karena membantu

    perkembangbiakan dan kolonisasi

    mikroorganisme yang ada pada permukaan

    enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi

    metabolisme bakteri dalam plak dengan

    menyediakan bahan-bahan yang diperlukan

    untuk memproduksi asam serta bahan lain

    yang aktif yang menyebabkan timbulnya

    karies1. Hubungan antara konsumsi

    karbohidrat dengan terjadinya karies gigi

    ada kaitannya dengan pembentukan plak

    pada permukaan gigi. Plak akan ditumbuhi

    bakteri yang dapat mengubah glukosa

    menjadi asam sehingga pH rongga mulut

    menurun sampai dengan 4,5. Pada keadaan

    demikian maka struktur email gigi akan

    terlarut. Pengulangan konsumsi karbohidrat

    yang terlalu sering menyebabkan produksi

    asam oleh bakteri menjadi lebih sering lagi

    sehingga keasaman rongga mulut menjadi

    lebih asam dan semakin banyak email yang

    terlarut.

    Sesuai dengan yang dikemukakan pada

    British Nutrition Foundation tahun 2004,

    masyarakat di negara berkembang seperti

    Indonesia, cenderung mengkonsumsi

    makanan lunak. Berbeda dengan negara

    maju, misalnya Amerika dan Jepang yang

    masyarakatnya banyak mengkonsumsi

    makanan berserat, sehingga angka kejadian

    karies lebih rendah dibandingkan negara

    berkembang. Pengaturan konsumsi gula

    perlu diperhatikan karena dapat

    memproduksi asam oleh bakteri2.

    Kebiasaan makan anak di sekolah yang

    sering dijumpai pada umumnya yaitu

    mengkonsumsi makanan yang manis atau

    mengandung gula murni seperti permen,

    cokelat dan donat. Menurut Moestopo

    dalam Buku Penuntun Diet Anak, yang

    dikutip oleh Damanik, pada jaman modern

    2

  • ini, banyak kita jumpai jenis-jenis makanan

    yang bersifat manis, lunak dan mudah

    melekat misalnya permen, coklat, biskuit

    dan lain-lain. Biasanya makanan ini sangat

    disukai oleh anak-anak karena sifatnya

    yang lunak maka tidak perlu pengunyahan

    sehingga gampang melekat pada gigi dan

    bila tidak segera dibersihkan maka akan

    berlanjut pada karies gigi. Selain itu,

    kebiasaan kumur-kumur setelah

    mengkonsumsi makanan manis juga jarang

    dilakukan oleh anak-anak di sekolah3.

    Kecamatan Malili merupakan salah satu

    kecamatan di Kabupaten Luwu Timur yang

    juga merupakan ibukota Kabupaten Luwu

    Timur. Luas wilayahnya yaitu 921,2 km2

    dan berjarak 565 km dari Kota Makassar.

    Kecamatan Malili terdiri dari 15 desa yaitu

    Desa Lakawali, Desa Lakawali Pantai, Desa

    Tarabbi, Desa Manurung, Desa Atue, Desa

    Ussu, Desa Puncak Indah, Desa Baruga,

    Desa Balantang, Desa Malili, Desa

    Wewangriu, Desa Harapan, dan Desa Passi-

    Passi. Pada tahun 2008, jumlah penduduk

    di Kecamatan Malili sebanyak 31.323

    orang. Fasilitas kesehatan yang terdapat di

    Kecamatan Malili berupa 2 puskesmas

    yang terletak di Desa Puncak Indah dan

    Desa Harapan serta 12 buah puskesmas

    pembantu. Jumlah tenaga dokter gigi yaitu

    sebanyak 3 orang4. Adapun jarak antara

    desa satu dengan desa lainnya agak

    berjauhan. Selama 5 tahun terakhir, tidak

    ada penelitian mengenai kesehatan gigi dan

    mulut khususnya mengenai karies pada

    anak-anak di Kecamatan Malili. Oleh

    karena itu, penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui hubungan konsumsi makanan

    manis dengan karies pada siswa-siswi

    Sekolah Dasar di Kecamatan Malili.

    Informasi yang dikumpulkan dari penelitian

    ini nantinya dapat menjadi acuan bagi

    Dinas Kesehatan dalam upaya pencegahan

    penyakit gigi dan mulut di Kecamatan

    Malili serta diharapkan dukungan dan

    kerjasama dari pemerintah daerah,

    pelaksana kesehatan, orangtua dan pihak

    sekolah dalam hal promosi kesehatan gigi

    dan mulut untuk anak-anak sekolah.

    Bahan dan Metode

    Penelitian ini merupakan sebuah national

    pathfinder survey yang dilakukan di

    Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur

    selama 3 hari, yaitu 10-12 November 2011.

    Jenis penelitian yaitu observasional analitik

    dengan desain penelitian cross-sectional.

    Penelitian ini berpedoman sesuai pada

    metode survei standar yang

    direkomendasikan oleh WHO dengan

    mengambil 3 indeks kelompok usia anak,

    3

  • yaitu kelompok usia 6, 9 dan 12 tahun. Usia

    6 tahun merupakan usia masuk sekolah dan

    merupakan periode gigi sulung. Usia 9

    tahun merupakan usia ketika gigi sulung

    hampir sepenuhnya tergantikan dengan gigi

    permanen merupakan periode gigi

    bercampur dan usia 12 tahun merupakan

    usia anak-anak akan meninggalkan sekolah

    dasar dan akan mewakili untuk periode gigi

    permanen. Populasi dalam penelitian ini

    yaitu seluruh siswa-siswi Sekolah Dasar di

    Kecamatan Malili. Sampel diambil dari 15

    desa yang berada di Kecamatan Malili. Di

    setiap desa, dipilih satu sekolah secara acak

    sebagai perwakilan untuk desa tersebut.

    Seluruh siswa dengan usia 6, 9 dan 12

    tahun yang terdapat di sekolah tersebut dan

    bersedia mengikuti penelitian kemudian

    dijadikan sebagai sampel penelitian.

    Pertama-tama, dilakukan pengumpulan data

    melalui pengisian kuesioner dengan

    wawancara terpimpin oleh peneliti.

    Kuesioner berisi tentang identitas

    responden dan pertanyaan mengenai

    frekuensi konsumsi makanan manis,

    kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan

    klinis untuk mengetahui karies pada anak.

    Pemeriksaan Gigi

    Untuk mengukur karies, pada anak usia 6

    tahun digunakan indeks df-t karena agak

    sulit untuk membedakan penyebab

    hilangnya gigi sulung karena karies atau

    eksfoliasi. Adapun pada usia 9 tahun

    digunakan df-t dan DMF-T dengan alasan

    periode gigi bercampur. Kemudian anak

    usia 12 tahun kariesnya diukur

    menggunakan DMF-T karena hampir

    seluruh gigi permanen telah erupsi. Gigi

    dianggap karies (komponen d atau D yaitu

    decayed) jika terdapat kavitas yang jelas

    atau karies yang masih dapat ditambal atau

    karies sekunder. Gigi dianggap hilang

    (komponen M atau missing) jika terdapat

    gigi yang hilang karena karies atau gigi

    yang tidak dapat dirawat lagi atau indikasi

    pencabutan. Kemudian gigi dianggap

    direstorasi (komponen f atau F yaitu filled)

    jika terdapat tambalan permanen atau

    sementara.

    Konsumsi Makanan Manis

    Makanan manis yang dimaksud dalam

    penelitian ini adalah makanan yang mudah

    menimbulkan karies yang bersifat manis,

    lengket dan mudah hancur di dalam mulut.

    Untuk mengetahui konsumsi makanan

    manis, diukur menggunakan kuesioner yang

    terdiri atas pertanyaan sehubungan dengan

    frekuensi konsumsi makanan manis, cara

    mengkonsumsi makanan manis, jenis

    4

  • makanan manis serta seberapa sering

    makanan manis tersebut dikonsumsi.

    Analisis Data

    Data yang dikumpulkan kemudian

    dianalisis dengan menggunakan SPSS versi

    16. Kedua variabel dianalisis dengan

    menggunakan uji korelasi Spearman untuk

    melihat hubungan korelasi antar variabel.

    Hasil

    Pada penelitian yang dilakukan, dari 15

    desa di Kecamatan Malili, didapatkan

    sampel sebanyak 870 anak yang diperiksa

    dan mengisi kuesioner dengan masing-

    masing jumlah sampel dari setiap kelompok

    umur yaitu 294, 311 dan 265 sampel seperti

    yang diperlihatkan oleh Tabel 1. Sampel

    dengan usia 6 tahun paling banyak

    didapatkan di Desa Laskap yaitu sebanyak

    28 orang dan paling sedikit di Desa Passi-

    Passi yaitu sebanyak 11 orang. Adapun

    sampel dengan usia 9 tahun memiliki

    jumlah terbanyak di Desa Manurung yaitu

    11,3% atau 35 orang dan di Desa Passi-

    Passi hanya sebanyak 5 orang. Sementara

    untuk sampel usia 12 tahun paling banyak

    didapatkan di Desa Harapan sebanyak 53

    orang dan tidak didapatkan sampel usia 12

    tahun di Desa Passi-Passi. Dari total jumlah

    sampel yang diambil dari setiap desa, Desa

    Passi-Passi merupakan desa dengan jumlah

    sampel yang sangat sedikit, yaitu sebanyak

    16 orang saja. Adapun desa dengan jumlah

    total sampel untuk semua kelompok usia

    merupakan yang terbanyak yaitu di Desa

    Harapan sebanyak 110 orang

    Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan kelompok usia dan nama desa

    Nama DesaUsia

    Total6 tahun (%) 9 tahun (%) 12 tahun (%)

    Harapan 25 (8,5) 32 (10,3) 53 (20,0) 110Passi-Passi 11 (3,7) 5 (1,6) 0 (0) 16Baruga 20 (6,8) 20 (6,4) 20 (7,5) 60Balantang 20(6,8) 22 (7,1) 24 (9,1) 66Manurung 24 (8,2) 35 (11,3) 28 (10,6) 87Attue 25 (8,5) 16 (5,1) 24 (9,1) 65Laskap 28 (9,5) 26 (8,4) 25 (9,4) 79Pongkeru 14 (4,8) 26 (8,4) 18 (6,8) 58

    Ussu 19 (6,5) 14 (4,5) 3 (1,1) 36Puncak Indah 22 (7,5) 34 (10,9) 8 (3,0) 64Lakawali 22 (7,5) 16 (5,1) 11 (4,2) 49Lakawali Pantai 20 (6,8) 14 (4,5) 11 (4,2) 45

    Tarabbi 12 (4,1) 14 (4,5) 9 (3,4) 35Wewangriu 15 (5,1) 6 (1,9) 17 (6,4) 38Malili 17 (5,8) 31 (10,0) 14 (5,3) 62

    5

  • Total 294 (100) 311 (100) 265 (100) 870

    6

  • Tabel 2 menunjukkan hubungan korelasi

    antara frekuensi konsumsi makanan manis

    dengan nilai df-t rata-rata pada kelompok

    usia 6 tahun. Dari tabel tersebut dapat

    dilihat bahwa seiring dengan meningkatnya

    frekuensi konsumsi makanan manis, maka

    skor df-t pun ikut meningkat. Jumlah

    responden terbanyak berada pada frekuensi

    konsumsi makanan manis sebanyak tiga

    kali atau lebih dalam sehari. Mean df-t pada

    kelompok usia 6 tahun dapat dikatakan

    sangat tinggi yaitu 6,90. Pada kelompok

    usia 6 tahun, terdapat hubungan yang

    signifikan antara konsumsi makanan manis

    dengan nilai df-t (p

  • Hubungan korelasi antara frekuensi

    konsumsi makanan manis dengan nilai df-t

    pada anak usia 9 tahun didapatkan nilai r =

    0,287 yang berarti setiap meningkatnya

    frekuensi konsumsi makanan manis, maka

    akan diikuti oleh kenaikan nilai df-t sebesar

    28%. Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa

    nilai DMF-T rata-rata tertinggi yaitu pada

    frekuensi konsumsi makanan manis jarang

    atau tidak pernah diantara waktu makan.

    Mean DMF-T secara keseluruhan yaitu 1,94

    dan termasuk dalam kategori rendah. Tidak

    terdapat hubungan yang signifikan antara

    konsumsi makanan manis dengan nilai

    DMF-T (p = 0,141).

    Tabel 3. Hubungan korelasi antara frekuensi konsumsi makanan manis dengan skor df-t rata-rata pada kelompok usia 9 tahun

    Frekuensi Konsumsi Makanan Manis N (%)Skor df-t

    Mean Standar DeviasiJarang atau tidak pernah diantara waktu makan 29 (9,3%) 1,72 2,52Kadang-kadang tapi tidak setiap hari 79 (25,4%) 2,08 2,36

    1 kali dalam sehari 81 (26%) 3,73 2,552 kali dalam sehari 54 (17,4%) 3,93 2,90

    3 kali atau lebih dalam sehari 68 (21,9%) 3,76 3,06

    Total 311 (100%) 3,16 2,81*Spearmans Correlation Test: r = 0,287; p

  • Frekuensi Konsumsi Makanan Manis N (%)Skor DMF-T

    Mean Standar Deviasi

    Jarang atau tidak pernah diantara waktu makan 15 (5,7%) 1.40 2.87

    Kadang-kadang tapi tidak setiap hari 119 (44,9%) 2.84 2.01

    1 kali dalam sehari 38 (14,3%) 3.45 1.79

    2 kali dalam sehari 22 (8,3%) 4.68 1.883 kali atau lebih dalam sehari 71 (26,8%) 4.06 3.27

    Total 265 (100%) 3.32 2.53*Spearmans Correlation Test r = 0,269; p < 0,001

    Pada Tabel 5, dapat diketahui bahwa skor

    DMF-T rata-rata terus meningkat hingga

    frekuensi konsumsi makanan manis 2 kali

    dalam sehari, namun mengalami penurunan

    pada frekuensi konsumsi makanan manis

    tiga kali atau lebih dalam sehari. Nilai

    DMF-T rata-rata secara keseluruhan dari

    265 responden pada kelompok usia 12

    tahun yaitu 3,32 dengan kategori sedang.

    Jumlah seluruh responden dari semua

    kelompok usia yaitu 870 responden yang

    terdiri dari 437 laki-laki dan 433

    perempuan. Pada pertanyaan cara

    mengkonsumsi makanan manis, sebanyak

    676 responden menjawab bahwa mereka

    mengkonsumsi makanan manis sedikit-

    sedikit dalam jumlah kecil sedangkan

    sebanyak 194 responden atau 22,3%

    menjawab langsung mengkonsumsi

    makanan manis tersebut dalam waktu

    singkat. Tabel 6 menunjukkan distribusi

    jumlah responden berdasarkan jenis

    makanan dan frekuensi konsumsi. Pada

    jenis makanan biskuit atau kue, frekuensi

    konsumsi setiap hari sebanyak 302

    responden. Jumlah responden paling sedikit

    dengan jenis makanan donat yaitu sebanyak

    95 orang. Selai atau madu merupakan jenis

    makanan yang sangat jarang atau tidak

    pernah dikonsumsi oleh 468 responden.

    Jumlah responden yang paling sedikit pada

    jenis makanan permen karet yaitu sebanyak

    75 orang dengan frekuensi beberapa kali

    dalam satu bulan. Coklat atau permen

    dikonsumsi setiap hari oleh 259 orang.

    Jumlah responden yang paling sedikit pada

    jenis makanan es krim yaitu sebanyak 238

    orang dengan frekuensi sangat jarang.

    Tabel 6. Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis makanan dan frekuensi konsumsi

    9

  • Frekuensi Konsumsi

    Jenis Makanan

    Biskuit/KueN (%)

    DonatN (%)

    Selai/MaduN (%)

    Permen KaretN (%)

    Coklat/PermenN (%)

    Es KrimN (%)

    Sangat jarang/tidak pernah 92 (10,6%) 230 (26,4%) 468 (53,8%) 281 (32,3%) 172 (19,8%) 238 (27,4%)

    Beberapa kali dalam 1 bulan 86 (9,9%) 116 (13,3%) 124 (14,3%) 75 (8,7%) 70 (8%) 98 (11,3%)

    Sekali seminggu 104 (12%) 168 (19,3%) 95 (10,9%) 130 (14,9%) 104 (12%) 161 (18,5%)

    Beberapa hari dalam seminggu 170 (19,5%) 138 (15,9%) 81 (9,3%) 127 (14,6%) 123 (14,1%) 139 (16%)

    Setiap hari 302 (34,7%) 123 (14,1%) 48 (5,5%) 150 (17,2%) 259 (29,8%) 124 (14,3%)

    Sangat sering 116 (13,3%) 95 (10,9%) 53 (6,1%) 107 (12,3%) 142 (16,3%) 110 (12,6%)

    Total 870 (100%) 870 (100%) 870 (100%) 870 (100%) 870 (100%) 870 (100%)

    Pembahasan

    Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa

    nilai df-t rata-rata dari usia 6 tahun ke 9

    tahun mengalami penurunan sebesar 3,74

    dan nilai DMF-T rata-rata dari usia 9 tahun

    ke 12 tahun mengalami peningkatan sebesar

    1,38. Hal ini sejalan dengan penelitian

    Yabao dkk di Filipina dengan kelompok

    usia yang sama, bahwa seiring dengan

    bertambahnya usia, nilai df-t semakin

    berkurang namun nilai DMF-T menjadi

    semakin meningkat. Pengetahuan orangtua

    terhadap kesehatan gigi dan mulut sangat

    berperan dalam periode pergantian gigi

    sulung menuju gigi permanen, namun

    terkadang orangtua tidak memperdulikan

    kondisi dari gigi sulung karena

    menganggap gigi sulung tersebut akan

    digantikan oleh gigi permanen5. Nilai df-t

    rata-rata pada usia 6 tahun untuk mewakili

    karies pada gigi sulung yaitu 6,90 dan

    tergolong sangat tinggi berdasarkan kriteria

    WHO. Hal ini tidak sejalan dengan

    penelitian yang dilakukan oleh Toscano dkk

    pada anak sekolah di Portugal yang

    menunjukkan hasil rata-rata nilai def-t

    anak usia 6 tahun yaitu 2,1 dan tergolong

    rendah6. Begitu pula dengan hasil penelitian

    yang dilakukan oleh Meyer-Lueckel di Iran

    pada anak usia 6 dan 9 tahun, prevalensi

    karies tergolong cukup rendah7.

    Nilai DMF-T rata-rata untuk kelompok usia

    12 tahun pada penelitian ini yaitu 3,32

    dengan kategori sedang, hasil yang

    didapatkan sejalan dengan penelitian yang

    dilakukan Gayal dkk di Candigarh, India,

    yaitu didapatkan skor DMF-T untuk

    kelompok usia 12 tahun 3,03 dengan

    kategori sedang8, namun penelitian yang

    dilakukan oleh Adekoya pada anak-anak

    sekolah di Nigeria menunjukkan hasil yang

    10

  • berbeda dimana didapatkan nilai DMF-T

    rata-rata yaitu 0,14 dengan kategori sangat

    rendah9. Begitu pula halnya penelitian yang

    dilakukan oleh Nazik Mostafa di Khartoum,

    Sudan, skor DMF-T dengan kelompok usia

    yang sama yaitu 0,42 dengan kategori

    sangat rendah10 dan Nibras dkk juga

    mendapatkan hasil penelitian pada usia 12

    tahun di Baghdad dengan kategori rendah11.

    Hal ini kemungkinan disebabkan oleh

    banyak hal, seperti yang kita ketahui bahwa

    banyak faktor-faktor yang berperan dalam

    terjadinya karies baik itu faktor intrinsik

    maupun faktor ekstrinsik. Variasi dalam

    metode yang digunakan dan prosedur

    pengambilan sampel serta populasi yang

    berbeda-beda dari setiap penelitian tentunya

    juga akan menyebabkan hasil yang berbeda.

    Mengenai hubungan konsumsi makanan

    manis dengan karies, dari hasil penelitian di

    dapatkan bahwa satu-satunya hasil yang

    tidak signifikan yaitu hubungan konsumsi

    makanan manis dengan karies pada gigi

    permanen di kelompok usia 9 tahun (p =

    0,141). Hal ini mungkin disebabkan karena

    anak usia 9 tahun berada pada periode gigi

    bercampur dimana gigi permanen baru saja

    erupsi dan masih memiliki lapisan email

    yang tebal sehingga pertahanan dari gigi

    tersebut masih cukup kuat terhadap kondisi

    asam yang dihasilkan dari konsumsi

    makanan-makanan manis. Terlihat pada

    hubungan konsumsi makanan manis dengan

    skor df-t pada anak usia 9 tahun, didapatkan

    hubungan yang signifikan (p < 0,001), hal

    ini mungkin disebabkan kekuatan

    pertahanan dari gigi sulung berbeda

    dibandingkan dengan gigi permanen

    sehingga nilai df-t pada umumnya lebih

    tinggi dibandingkan dengan nilai DMF-T

    pada anak usia 9 tahun. Hubungan yang

    signifikan antara konsumsi makanan manis

    dengan karies pada kelompok usia 6, 9 dan

    12 tahun sejalan dengan penelitian yang

    dilakukan oleh Yabao dkk di Benguet,

    Filipina. Penelitian oleh Lina Naomi di

    Jepang juga sejalan dengan hasil penelitian

    ini yang menunjukkan bahwa anak yang

    mengkonsumsi makanan manis lebih dari

    sekali dalam sehari memiliki karies yang

    lebih banyak dibandingkan yang

    mengkonsumsi satu kali sehari12, serta

    penelitian yang dilakukan oleh Made Asri

    dkk yang menunjukkan bahwa semakin

    sering makan manis, ada kecenderungan

    semakin banyak memiliki karies dengan

    skor DMF-T lebih dari 213. Sebuah studi

    observasional dilakukan secara sistematik

    dan ditemukan hubungan yang lemah antara

    konsumsi makanan manis dengan karies,

    apalagi jika telah dilakukan fluoridasi,

    11

  • faktor konsumsi makanan manis bukan lagi

    menjadi hal yang penting14.

    Pada kelompok usia 6 tahun, jumlah

    responden paling banyak pada tingkat

    frekuensi tiga kali atau lebih dalam sehari,

    lain halnya dengan anak usia 9 dan 12

    tahun yang masing-masing terbanyak pada

    tingkat frekuensi satu kali sehari dan

    frekuensi kadang-kadang tapi tidak setiap

    hari. Ini mungkin juga ada hubungannya

    dengan usia, dimana anak usia 6 tahun

    masih belum bisa membedakan mana

    makanan yang tidak baik untuk kesehatan

    gigi, ditambah lagi dengan kebiasaan

    kumur-kumur yang sering tidak dilakukan

    setelah mengkonsumsi makanan manis.

    Selain itu, biasanya kantin di sekolah-

    sekolah menyediakan makanan yang

    kariogenik sehingga anak biasanya tidak

    memiliki pilihan lain dalam memilih

    makanan yang lebih sehat.

    Data literatur menunjukkan bahwa

    frekuensi mengkonsumsi gula lebih

    berperan dalam hal terjadinya karies

    dibandingkan dengan kuantitas makanan

    yang dikonsumsi12. Hasil yang didapatkan

    juga mungkin dipengaruhi oleh hal-hal lain

    seperti bagaimana cara mengkonsumsi,

    konsistensi makanan dan praktek

    kebersihan rongga mulut15. Pada National

    Institutes of Health Consensus

    Development Conference on Caries, Burt

    dan Pai melaporkan bahwa dari 69

    penelitian mengenai hubungan diet dengan

    karies, menunjukkan bahwa hanya 2

    penelitian yang memiliki hubungan yang

    kuat, 16 penelitian menunjukkan hubungan

    yang sedang dan 18 penelitian

    menunjukkan hubungan yang lemah16.

    Pada penelitian ini, jenis makanan coklat dan biskuit merupakan jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi setiap hari, sejalan dengan penelitian oleh Nibras di Baghdad, Iraq11. Hal ini dapat disebabkan karena jenis makanan seperti coklat dan biskuit paling mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan banyak disukai oleh anak-anak. Menurut penelitian Noverini di Kecamatan Panei, Medan, coklat dan donat merupakan jenis makanan yang umumnya dikonsumsi 4-5x seminggu dan es krim umumnya dikonsumsi 1-3x seminggu3. Yang paling menjadi masalah dalam hal ini adalah seberapa lama makanan tersebut berada dalam mulut, apalagi makanan yang

    12

  • mengandung sukrosa tinggi dan kebetulan tertinggal cukup lama pada gigi. Jadi bila seluruh gula sukrosa yang dikonsumsi langsung tertelan masuk ke dalam perut tanpa ada yang tertinggal pada gigi, maka hal itu tidak akan menyebabkan karies gigi. Dari hasil berbagai penelitian, mengungkapkan bahwa berbagai jenis gula dan hubungannya sebagai penyebab terjadinya karies gigi telah dinilai berdasarkan urutan kegawatannya terhadap terjadinya karies yaitu sukrosa, diikuti oleh glukosa, maltosa, laktosa, fruktosa, sorbitol dan xylitol17. Pada hasil penelitian ini, dari 870 responden, sebanyak 676 responden mengkonsumsi makanan manis dalam jumlah yang sedikit-sedikit sehingga tidak memberikan kesempatan untuk terjadinya remineralisasi pada gigi.

    Kesimpulan

    Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini yaitu nilai df-t rata-rata menurun seiring dengan bertambahnya usia namun nilai

    DMF-T rata-rata meningkat. Selain itu, terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan manis dengan karies gigi sulung pada kelompok usia 6 dan 9 tahun. Namun, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan manis dengan karies gigi permanen pada kelompok usia 9 tahun. Untuk kelompok usia 12 tahun, terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi makanan manis dengan karies gigi permanen. Adapun ketiga hasil penelitian dengan hubungan yang signifikan, memiliki kekuatan hubungan yang cukup baik yaitu dengan nilai r = 0,25 - 0,50.

    Saran

    Perlunya informasi tentang pencegahan karies pada anak-anak di Kecamatan Malili. Hal ini sangat penting agar mereka tetap bisa mengkonsumsi makanan manis yang biasanya tersedia di kantin sekolah namun juga tetap bisa menjaga kebersihan gigi dan mulutnya melalui kumur-kumur

    13

  • atau menyikat gigi secara teratur. Peran orangtua serta pihak sekolah juga sangat dibutuhkan dalam hal mengurangi terjadinya karies pada anak-anak. Sebagai tambahan, sebaiknya diadakan program UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah) dan melibatkan seluruh pihak demi tercapainya kesehatan gigi dan mulut sejak dini.

    Daftar Pustaka

    1. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat: pencegahan dan

    pemeliharaan. Medan: USU Press.

    2008. p.4-8. Internet:

    http://usupress.usu.ac.id/files/Menuj

    u%20Gigi%20dan%20Mulut

    %20Sehat%20_Pencegahan%20dan

    %20Pemeliharaan__Normal_awal.p

    df (Accessed 11 November 2011)

    2. British Nutrition Foundation. Dental Health. 2004. p.2-3. Internet:

    http://britishnutrition.org.uk/upload/

    Dental%20Health.pdf

    3. Damanik NE. Gambaran konsumsi makanan dan status gizi pada anak

    penderita karies gigi di SDN 091285

    Panei Tongah Kecamatan Panei

    Tahun 2009. Medan: USU Press.

    2010. p.25-26,43-44. Internet:

    repository.usu.ac.id/bitstream/12345

    6789/14650/1/10E00010.pdf

    4. Badan Pusat Statistik Kabupaten

    Luwu Timur. Kecamtan Malili

    dalam angka. 2008. p.1-5.

    5. Yabao RN, Duante CA, Velandria FV, Lucas M, Kassu A, Nakamori

    M, Yamamoto S. Prevalence of

    dental caries and sugar consumption

    among 6-12-y-old schoolchildren in

    La Trinidad Benguet, Philippines.

    European Journal of Clinical

    Nutrition [serial online] 2005;59:

    1429-1438. Internet:

    http://www.nature.com/ejcn/journal/

    v59/n12/pdf/1602258a.pdf

    6. Almeida CM, Petersen PE, Andre SJ, Toscano A. Changing oral health

    status of 6- and 12-year-old

    schoolchildren in Portugal.

    Community Dental Health [serial

    online] 2003;20: 211216. Internet:

    http://www.who.int/oral_health/med

    ia/en/orh_portugal.pdf

    7. Meyer-Lueckel H, Paris S, Shirkhani B, Hopfenmuller W,

    Kielbassa AM. Caries and fluorosis

    in 6- and 9-year-old children

    residing in three communities in

    Iran. Community Dent Oral

    14

  • Epidemiol 2006;34: 6370.

    Internet:

    http://washingtonsafewater.com/wp-

    content/uploads/Meyer-Luekel-

    caries-in-children-in-iran.pdf

    8. Goyal A, Gauba K, Chawla HS, Kaur M, Kapur A. Epidemiology of

    dental caries in Chandigarh school

    children and trends over the last 25

    years. J Indian Soc Pedod Prevent

    Dent 2007: 115118. Internet:

    http://www.jisppd.com/temp/JIndia

    nSocPedodPrevDent253115-

    2350232_063142.pdf

    9. Adekoya Sofowora CA, WO Nasir, AO Oginni, M Taiwo. Dental

    caries in 12-year-old suburban

    Nigerian school children. African

    Health Sciences 2006:6 (3) 145

    150. Internet:

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/ar

    ticles/PMC1831881/pdf/AFHS0603

    -0145.pdf

    10.Nurelhuda NM, Trovik TA, Ali RW, Ahmed FM. Oral health status

    of 12-year-old school children in

    Khartoum state,the Sudan; a school-

    based survey. BMC Oral Health

    2009;9(15) 19. Internet:

    http://www.biomedcentral.com/cont

    ent/pdf/1472-6831-9-15.pdf

    11.Nibras AM, Anne NA, Skaug N, Petersen PE. Dental caries

    prevalence and risk factors among

    12-year old schoolchildren from

    Baghdad, Iraq: a post-war survey.

    International Dental Journal

    2007;57: 36-44. Internet:

    http://www.who.int/oral_health/publ

    ications/IDJ_Feb%2007.pdf

    12.Hashizume LN, Shinada K, Kawaguchi Y. Factors associated

    with prevalence of dental caries in

    Brazilian school children residing in

    Japan. Journal of Oral Science

    2011;53(3) 307-312. Internet:

    http://www.jstage.jst.go.jp/article/jo

    snusd/53/3/307/_pdf

    13.Budisuari MA, Oktarina, Mikrajab MA. Hubungan pola makan dan

    kebiasaan menyikat gigi dengan

    kesehatan gigi dan mulut karies di

    Indonesia. Buletin Penelitian Sistem

    Kesehatan. 2010;13(1) 83 91.

    Internet:

    http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurna

    l/131108391.pdf

    14.Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Prevention and

    management of dental decay in the

    pre-school child: a national clinical

    guideline. Predicting caries risk.

    15

  • 2005. Internet:

    www.sign.ac.uk/pdf/sign83.pdf.

    15.Touger-Decker R, Loveren VC. Sugars and dental caries. Am J Clin

    Nutr 2003;78: 881S92S. Internet:

    http://www.ajcn.org/content/78/4/88

    1S.full.pdf.

    16.Burt BA, Pai S. Sugar consumption and caries risk: a systematic review.

    Journal of Dental Education

    2001;65(10) 1017-1023. Internet:

    http://www.jdentaled.org/content/65

    /10/1017.full.pdf

    17.Koswara S. Makanan bergula dan kerusakan gigi. 2002. Internet:

    http://ebookpangan.com/ARTIKEL/

    MAKANAN%20BERGULA

    %20TINGGI%20DAN

    %20KESEHATAN%20GIGI.pdf

    16