7.1 1-7 purwanto. teknologi perunut

7

Click here to load reader

Upload: sur-iaman

Post on 26-Jun-2015

64 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 7.1 1-7 Purwanto. Teknologi Perunut

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.1 (2007) p: 1-7

Teknologi Perunut 15N untuk Mengkaji Transformasi Nitrogen pada Tanah dan Tanaman dengan menggunakan Spektrofotometer Emisi

Benito Heru Purwanto

Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian UGM

Abstrak

Pada saat ini, unsur penurut 15N digunakan secara luas di dalam mempelajari proses transformasi N di dalam tanah dan tanaman. Penggunaan unsur perunut 15N didalam kajian proses transformasi N di dalam tanah dan tanaman adalah sangat perlu, oleh karena dapat dipakai untuk keperluan seperti : sebagai perunut (tracer) 15N, penelitian isotop dilution, dan aplikasi model matematik untuk mengkaji dinamika 15N. Sebagai unsur perunut, 15N dapat digunakan untuk menentukan nasib dan distribusi secara relatif penambahan 15N, sedangkan di dalam penelitian isotop dilution, penambahan 15N ke dalam terminal produk dan pengenceran yang menyertai kandungan 15N di dalam natural abundance N dipantau dan dihitung, sedangkan aplikasi model matematis adalah untuk mengestimasi laju siklus N dalam tanah dan tanaman.

Dengan memanfaatkan unsur perunut N ini, maka proses transformasi N di dalam tanah dan tanaman dapat dipelajari secara kualitatif dan kuantitatif. Teknologi yang digunakan untuk menganalisis 15N yang banyak dipakai adalah dengan menggunakan spektrofotometer massa dan spektrofotometer emisi. Spektrometer emisi dapat digunakan dalam hal kandungan 15N atom persen pada sampel tanah dan tanaman lebih besar dari 0,1 atom %. Sedangkan, spektrofotometer massa dapat digunakan pada kandungan 15N pada sampel yang kurang dari 0,1 atom % seprti misalnya untuk menganalisis natural abundance 15N. Ada tiga langkah yang dilakukan di dalam teknik aplikasi dan analisis penetapan 15N dengan menggunakan spektrofometer emisi, yaitu: penetapan atom % 15N dan aplikasi, ekstraksi dan recovery 15N, pembuatan vakum dan penetapan 15N. Di dalam tulisan ini akan dikupas masing-masing langkah tersebut dan akan diberikan proses transformasi 15N dengan menggunakan unsur perunut 15N pada tanah gambut. Teknik aplikasi dan analisis 15N yang diuraikan dapat pula diterapkan pada tanaman.

Kata kunci: aplikasi 15N, pipa discharge, sistem vakum, pemerangkapan dan penetapan 15N, recovery rate, spektrofotometer emisi Pendahuluan

Nitrogen merupakan hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur hara ini merupakan konstituen dari protein dan asam nuklet, dan terlibat dalam sintesis dan transfer energi. Dalam kondisi air mencukupi, nitrogen dapat menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang banyak dipasok melalui pemupukan. Aplikasi nitrogen melalui pemupukan mempunyai tujuan untuk meningkatkan hasil dan meningkatkan keuntungan secara ekonomi, akan tetapi kelebihan nitrogen dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi baik akibat penurunan kualitas tanaman maupun kerusakan lingkungan, sehingga pemupukan yang akurat diperlukan untuk efisiensi dan agar supaya ramah lingkungan. Dalam sistem pertanian saat ini, tanaman banyak membutuhkan pasokan nitrogen. Banyak hasil penelitian yang menyebutkan bahwa, bahan organik tanah merupakan sumber utama nitrogen, sehingga bahan organik tanah perlu dikonservasi

Penelitian nitrogen dapat merupakan kajian atas proses tunggal atau dapat pula

merupakan kajian atas daur dan hubungan atas beberapa proses daur nitrogen. Penelitian dengan menggunakan 15N dapat dipakai untuk beberapa tujuan seperti : sebagai perunut (tracer) 15N, penelitian isotop dilution, dan aplikasi model matematik untuk mengkaji dinamika 15N. Sebagai unsur perunut, 15N dapat digunakan untuk menentukan nasib dan distribusi secara relatif penambahan 15N, sedangkan di dalam penelitian isotop dilution, penambahan 15N ke dalam terminal produk dan pengenceran yang menyertai kandungan 15N di dalam natural abundance N dipantau dan dihitung, sedangkan aplikasi model matematis adalah untuk mengestimasi laju siklus N dalam tanah (Nishio, 1991).

Pemanfaatan 15N merupakan pendekatan yang baik untuk secara kuantitatif menganalisis dinamika siklus nitrogen di dalam tanah dan tanaman. Studi menggunakan 15N sangat direkomendasikan untuk mengkaji mineralisasi dan imobilisasi nitrogen di dalam tanah. Jika sejumlah 15N-ammonium ditambahkan ke dalam terminal ammonium di dalam tanah, pada saat yang sama terjadi pengayaan 15N atas kandungan natural abundance dari 15N. Isotop

Page 2: 7.1 1-7 Purwanto. Teknologi Perunut

2 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.1 (2007) dilution menggunakan karakteristik tersebut bahwa 15N yang dutambahkan ke dalam tanah, akan mengalami pengenceran dalam waktu yang sangat cepat. Masing-masing laju alih-rupa (transformation), termasuk di dalamnya proses mineralisasi dan imobilisasi, dapat ditentukan dengan menggunakan analisis matematik. Metode 15 N isotop dilution juga dapat diaplikasikan dengan menganalisis nitrifikasi dan reduksi nitrat dengan mengaplikasikan 15NO3

- dengan prinsip yang sama seperti 15NH4

+. Walaupun laju mineralisasi dari bahan organik atau biomassa tanah dapat ditetapkan dengan tanpa menggunakan 15N, tetapi laju mineralisasi kotor (gross mineralization rate) bahan organik tanah tidak dapat ditetapkan tanpa menggunakan 15N (Purwanto, 2004). Sehingga penggunaan 15N sangat informatif dan merupakan cara yang sangat bermanfaat dalam studi dinamika nitrogen di dalam tanah dan penyerapannya oleh tanaman.

Penetapan kandungan 15N baik di dalam tanah maupun tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer massa (mass spectrofotometer) dan spektrofotometer emisi (emmission spectrofotometer). Spektrofotometer massa dapat digunakan pada kandungan 15N pada sampel yang kurang dari 0,1 atom % seperti misalnya untuk menganalisis natural abundance 15N. Keuntungan menggunakan spektrofotometer emisi untuk menetapkan kandungan 15N dibandingkan dengan spectrofotometer massa adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit, biaya operasional alat yang rendah, prosedur analisis yang sederhana, peralatan yang mudah ditangani dan biaya perawatan alat yang rendah. Tulisan ini bermaksud menguraikan teknik analisis 15N dengan menggunakan metode spektrofotometer emisi di dalam mengkaji transfomasi nitrogen di dalam tanah, akan tetapi teknik aplikasi dan analisis 15N yang diuraikan dapat pula diterapkan pada tanaman. Prinsip Umum Teknik Aplikasi dan Analisis Penetapan 15N

Transformasi N di dalam tanah melibatkan berbagai macam proses, yaitu mineralisasi, imobilisasi, nitrifikasi dan denitrifikasi. Dengan menggunakan unsur perunut 15N, maka dapat ditentukan jumlah dan laju masing-masing proses tersebut. Proses penyerapan, transformasi dan pengangkutan N di dalam tanaman pun dapat dipelajari dengan melibatkan 15N. Ada tiga langkah yang dilakukan di dalam teknik aplikasi dan analisis penetapan 15N di dalam tanah dan tanaman, yaitu:

Penetapan atom % 15N dan Aplikasi, Ekstraksi dan Recovery 15N, Pembuatan Vaccum dan Penetapan 15N dengan spektrofotometer emisi. Penetapan dan Teknik Aplikasi 15N ke dalam Tanah

Di dalam penetapan 15N dengan menggunakan spektrometer emisi harus memenuhi syarat minimal ada kelebihan 0,1 % atom 15N pada sampel tanah yang akan dianalisis, maka tanah harus dilakukan pengayaan dengan 15N dalam jumlah yang cukup. Hal ini berbeda dengan teknologi analisis dengan menggunakan spektrofotmeter massa (mass spectrometer). Jumlah 15N yang tidak cukup akan menyebabkan galat di dalam penetapan dan perhitungan recovery 15N oleh karena sensitifitas spektrofotometer tidak memadai untuk membaca kandungan atom % yang lebih rendah, sehingga menyebabkan galat (error). Berikut persamaan untuk menghitung pengayaan 15N pada pupuk sehingga dapat dianalisis dengan spektrofotometer emisi:

15Nf = 0,00465(Nt + Nf) – 15Nt 15Nf adalah 15N yang berasal dari pupuk dan diimobilisasi oleh tanah (mg/100g) 15Nt adalah 15N yang terkandung di dalam tanah (mg/100g). 15Nt dapat dihitung dengan cara Nt x 0,00365. 0,00465 diperoleh dari rata-rata natural abundance 15N di alam, yaitu sebesar 0,365 atom % 15N ditambahkan dengan persyaratan minimum jumlah 15N yang harus terkandung pada pengukuran dengan spektrofotometer emisi, yaitu 0,1 atom % 15N. Nt = N total tanah (mg/100g) Jika dimisalkan 15Nf adalah X % dari pupuk yang diberikan, maka kandungan 15N pada pupuk yang diaplikasikan ke dalam tanah adalah :

Nfx

15100×

sehingga jika pupuk diaplikasikan sebanyak Y mg/100 g tanah, maka prosentase minimum pengayaan 15N pada pupuk tersebut adalah:

%100×yx

Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa kandungan N total tanah gambut tropika berkisar antara 8.2 - 24.6 g/kg dengan rata-rata sebesar 16.9 g/kg, sedangkan imobilisasi N pada tanah-tanah gambut tersebut adalah sebesar 0-57,2 %, dengan rata-rata sebesar 22,1 % (Purwanto, 2004).

Setelah penetapan besarnya pengayaan 15N pada pupuk, maka selanjutnya adalah

Page 3: 7.1 1-7 Purwanto. Teknologi Perunut

Purwanto. Teknologi Perunut 15N 3 aplikasi pupuk yang mengandung 15N tadi ke dalam tanah. Menggunakan unsur perunut di dalam analisis memerlukan kecermatan dan ketepatan, oleh karena jumlah yang sedikit maka galat terjadi pada setiap langkah yang dapat mempengaruhi recovery rate 15N. Kontaminasi pada sampel sebaiknya dihindari. Kontaminasi dapat terjadi akibat kontak antar sampel atau antara alat yang dipakai dengan sampel. 15N dapat diaplikasikan dengan beberapa cara, misalnya dalam bentuk larutan yang diaplikasikan dalam takaran dan volume tertentu dengan pipet volume ke dalam sampel tanah. Untuk menjamin keseragaman di dalam aplikasi 15N, maka perlu dilakukan penggojogan pada sampel setelah dilakukan aplikasi. Murphy et al (1999) di dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa labeling yang tidak seragam dapat mempengaruhi mineralisasi N di dalam, oleh sebab itu diperlukan teknik aplikasi 15N yang tepat yang menjamin keseragaman di dalam aplikasi 15N. Selanjutnya, dengan membandingkan beberapa cara aplikasi 15N, Murphy et al (1999) 15N yang diaplikasi dalam bentuk larutan (NH4)2SO4 dengan cara diinjeksikan ke dalam tanah menyebabkan N

yang lebih mudah diakses oleh mikrobia jika dibandingkan dengan cara diaplikasikan dalam bentuk gas dengan 15NH3. Tetapi, diperoleh juga bahwa injeksi dalam bentuk larutan NH4

+ dan gas NH3 menghasilkan laju mineralisasi yang sama dan mendapati perbedaan yang sama antara tipe tanah dan penggunaan lahan.

Ekstraksi dan Pemerangkapan 15N

Setelah aplikasi 15N ke dalam tanah, maka dilakukan inkubasi tanah dalam keadaan suhu tertentu (misalnya 30oC) dan lama inkubasi tertentu. Selama inkubasi kelengasan tanah harus tetap terjaga dengan cara menutup tabung inkubasi sehingga lengas tidak ada yang teruapkan. Inkubasi dapat dilakukan dalam keadaan lengas tergenang atau kapasitas lapangan. Setelah dilakukan inkubasi, maka NH4

+ dapat diekstrak dari dalam tanah dengan pengekstrak sejumlah volume dari 1N KCl, sedangkan N total dapat ditetapkan dengan metode kjeldhal. Kandungan 15N pada ekstrak NH4

+ (anorganik N) maupun organik N dapat ditetapkan dengan 15N analyzer (spektrofotometer emisi), yang dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah di bawah ini.

0,2 ml 0,2 N HCl

5-10 ml 10 N NaOH dan sampel

yang mengandung15N

pipa pemerangkap

sumbat karet

labu erlenmeyer 50 ml

pipa kapiler

sel pemerangkap

Gambar 1. Sistem pemerangkapan 15N dari sampel

Sejumlah volume dari larutan 0,1 N HCl

dimasukkan ke dalam pipa pemerangkap yang dituang melalui sel pemerangkap dan sejumlah volume dari ekstrak 15N organik maupun anorganik dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer

(Gambar 1.) Sejumlah lebih kurang lebih 2 ml larutan NaOH 40 % dituang secara pelan-pelan melalui dinding labu erlenmeyer untuk menjaga agar tidak ada ekstrak 15N yang terpercik dari labu, dan kemudian sumbat karet ditutup secara

Page 4: 7.1 1-7 Purwanto. Teknologi Perunut

4 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.1 (2007) kuat. Kemudian larutan di dalam labu erlenmeyer diinkubasikan pada suhu 30oC selama 3 x 24 jam untuk memperoleh jumlah 15N yang cukup. Recovery amonium ke dalam tabung pemerangkap harus komplit, jika tidak 15N yang terekam menjadi lebih rendah karena difusi 14NH3 lebih cepat daripada 15NH3. Volume larutan 0,1 N HCl di dalam tabung pemerangkap harus ditetapkan agar supaya memperoleh konsentrasi NH4

+ yang cukup untuk sampling. Dari larutan HCl yang mengandung

15NH4Cl di dalam sel adsorpsi, sejumlah kecil larutan disampling dengan pipa kapiler pirex (diameter 1 mm, panjang 10 mm dan volume dalam 8 ul), kemudian dikeringkan secara hati-hati dengan oven pada suhu 70oC, selama 1-2 jam. Pengeringan yang terlalu lama dalam suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan sampel mengalami penguapan. Jika jumlah sampel di dalam pipa kapiler pirex terlalu pekat, maka akan mengakibatkan besarnya galat di dalam pembacaan 15N. Kuantitas nitrogen di dalam pipa kapiler harus dalam konsentrasi sebanyak 2 – 6

ug dan dapat diatur dengan sejumlah sampel nitrogen, volume larutan HCl dan panjang pipa kapiler. Pipa discharge

Agar supaya gas-gas yang tidak diinginkan dapat tereliminasi, maka digunakan CuO dan CaO. CuO berfungsi untuk mereduksi oksigen yang kemungkinan dalam bentuk NO3

-

dan CO2-, sedangkan CaO berfungsi untuk

mengadorpsi lengas dan CO2- di dalam pipa

discharge sehingga tidak mengganggu di dalam pembacaan N2 dengan spektrofotometer emisi (Kumazawa, 1986) (Gambar 2). Pipa discharge dihubungkan dengan sistem vakum pada ujung koneksi (connecting point). Setelah vakum, pipa discharge disumbat dengan dipotong mengunakan nyala api las sehingga mempunyai panjang antara 15-20 cm dan kemudian dioven selama 2 jam pada suhu 550oC. Sampel di dalam pipa discharge dieksitasi dengan generator berfrekuensi tinggi dan kandungan 15N ditentukan dengan 15N-analyzer (gambar 2.)

Gambar 2. Pipa discharge dari gelas pyrex

Sistem Vakum Untuk penetapan dengan 15N, sample yang akan diukur harus divakum dalam pipa discharge di bawah 10-4 torr dengan sistem peralatan dari gelas seperti pada gambar berikut (Kumazawa dan Muhammad, 1972) (Gambar 3).

Nitrogen cair (liquid N2) digunakan untuk memerangkap air dan karbondioksida, sehingga dapat diperoleh kondisi vakum yang tinggi secara cepat, tetapi tidak sukar untuk mendapatkan 10-4 torr dengan sample kering

tanpa menggunakan pemerangkapan dengan nitrogen cair. Sistem vacuum harus kedap udara (air-tight) supaya menjaga vakum di bawah 10-3, sedikitnya 15 menit setelah penutupan ujung penghubung yang menghubungkan dengan pompa oli difusi (oil diffusion pump). Pipa discharge harus dibuat dari gelas pirex. Perlu untuk membilas gelas pipa dan dipanaskan pada 560oC dalam oven dan dalam keadaan kering serta harus dihindari kontaminasi dengan senyawa nitrogen sebelum digunakan.

Gambar 3. Sistem untuk membuat vakum pipa discharge

Page 5: 7.1 1-7 Purwanto. Teknologi Perunut

Purwanto. Teknologi Perunut 15N 5 Penghitungan atom % 15N

Intensitas spectrum proposional dengan jumlah dari molekul yang sesuai dan secara konstan proposional dengan masing-masing isotop. Konsentrasi atom 15N dapat ditentukan dengan mengukur intensitas spectrum. Secara prinsip, pada saat nitrogen dalam pipa discharge di eksitasi oleh generator dengan frekuensi tinggi, spectra diemisikan oleh cahaya yang membedakan molekul isotop 14N2, 14N15N, and 15N2. Ujung band dari spectra molekul 2,976.8, 2,982.9, and 2,988.6 secara berturut-turut proportional terhadap molekul nitrogen. Dari pengukuran dari tinggi bandhead ini, atom persen dari 15N dapat dihitung (Kanazawa dan Yoneyama, 1976):

15N(atom %) = [2(15N2)+(14N15N]/2[(14N2) + (14N15N) + (15N2)] x 100

Pada banyak kasus, 15N2 adalah terlampau rendah dibandingkan dengan 14N dan 14N15N, sehingga dapat diasumsikan bahwa gas N2 di dalam tabung discharge diproduksi dari kombinasi antara atom 14N dan 15N, sehingga 14N2 + 15N2 = 2 14N 15N sehingga dihasilkan hubungan sebagai berikut:

K = (14N215N2) 2/(14N2)(15N2) = 4

Dari persamaan tersebut, dengan substitusi dan pernyusunan kembali

15N (atom %) = 100 / [2(14N)/(14N15N) + 1]

Dengan notasi R = (14N)/(14N15N) 15N (atom %) = 100/(2R+1)

Sangat sulit untuk mengevaluasi secara langsung 15N karena pada spektrum aktual, ada interaksi yang kecil antara spektrum yang berdekatan. Pada konsentrasi 15N yang rendah, peak dari 14N2 berimpitan dengan 14N15N sehingga menyebabkan peningkatan peak dari 15N, sedangkan pada konsetrasi 15N yang tinggi, peak dari 14N15N mempengaruhi 14N2 sehingga nilai dari 15N menurun. Untuk sampel-sampel dengan pengayaan 15N yang lebih dari 20 %, penghitungan persen 15N (atom %) menjadi: 15N (atom %) = 100 / [1/2(14N15N)/(15N15N) + 1]

Pada umumnya perlu membuat hubungan antara kurva standar 15N aktual (actual percentage of 15N) dengan 15N yang terbaca (apparent percentage of 15N), sehingga harga yang diukur dapat dikoreksi. Kurva standar ini linear pada pengayaan 15N yang lebih rendah dari 40 %. Kandungan 15N yang terbaca pada sampel dapat dihitung dengan persamaan (Yamamuro, 1981)

(i) untuk kandungan 15N atom % yang terbaca pada sampel kurang dari 40 %.

15N (atom %) = 100 / [2(I28/I29)/(A29/A28) + 1]

(i) untuk kandungan 15N atom % yang terbaca pada sampel lebih dari 20 %. 15N (atom %) = 100 / [1/2(I /I )/(A /A ) + 1] 29 30 30 29

I28, I29 dan I30 adalah intensitas dari peak 14N14N, 14N15N dan 15N15N secara berurutan, sedangkan A28, A29 dan A30 adalah gain setting pada 15N analyzer untuk masing-masing peak. Selanjutnya persen atom 15N yang aktual pada sampel diperoleh dengan menggunakan kurva standar yang diperoleh. Recovery 15N dalam N-anorganik dan N-organik pada tanah gambut

Berikut disajikan contoh hasil analisis kandungan N pada tanah-tanah gambut yang ditambahi 15N. Tabel 1 adalah merupakan data persen recovery dari 15N yang diaplikasikan ke dalam tanah. Tanah-tanah gambut tersebut diinkubasikan pada kondisi tergenang selama 7, 14, 28, 42, 56 dan 84 hari. Setelah inkubasi tanah selesai, ke dalam tanah diaplikasikan 99,6 atom % 15N dalam bentuk (15NH4)2SO4 dengan takaran 100 mg/kg. Segera sesudah aplikasi (15NH4)2SO4, tanah diekstraksi dengan 1 N KCl untuk memperoleh kandungan N anorganik (kandungan ammonium tanah). Residu tanah setelah ekstraksi ammonium tanah, didestruksi untuk memperoleh kandungan N organik tanah. Kemudian, kandungan 15N didalam N anorganik dan N organik tanah dianalisis menurut prosedur yang sudah diuraikan sebelumnya. Tabel 1 menunjukkan bahwa recovery 15N dalam fraksi organik tanah adalah 15,3 – 28, 4 % dengan rata-rata 19,7 % untuk gambut Banjarmasin, 13,4 – 24,6 % dengan rata-rata 18,3 % untuk gambut Riau dan 5,9 – 25,8 % dengan rata-rata 14,8 % untuk gambut Rawapening. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian atau sebesar 14,8 – 19,7 % dari N yang diaplikasi ke dalam tanah-tanah gambut akan diimmobilisasi oleh fraksi organik tanah. Proses immobilisasi N oleh fraksi organik tanah tersebut terjadi seketika atau segera setelah aplikasi serta menjadi tidak tersedia dalam waktu singkat sehingga menurunkan kandungan N yang tersedia di dalam tanah. Hal yang sama ditunjukan oleh penelitian yang dihasilkan oleh Davidson et al (1991) dan Münchmeyer et al (2000). Davidson et al (1991) melaporkan bahwa hanya 48,8 % dari 15NH4

+ yang dipalikasikan ke dalam tanah-

Page 6: 7.1 1-7 Purwanto. Teknologi Perunut

6 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.1 (2007) tanah padang rumput yang dapat direcovery dan sebanyak 30 % terfiksasi oleh tanah. Tanah-tanah mineral yang didominasi oleh mineral

lempung vermikulit dan montmorilonit mempunyai kemampuan fiksasi N yang tinggi.

Tabel 1. Persen recovery dari 15N yang diaplikasikan ke dalam tanah gambut.

N organik (mg/kg) N anorganic (mg/kg) Asal Gambut

Hari ke-

15 N + 14 N

15 N 14 N

Rec. organik

15N (%) 15 N + 14 N 15 N 14 N

Rec. anorganic

15N (%)

7 19230.0 18.6 19211.4 18.7 125.4 38.6 86.7 38.8

14 21502.3 15.3 21487.0 15.3 168.9 48.8 120.1 49.0

28 20619.3 17.7 20601.7 17.7 149.6 40.8 108.8 41.0

42 17638.5 18.0 17620.5 18.1 154.3 40.3 114.0 40.4

56 21235.7 19.8 21216.0 19.9 154.2 40.7 113.5 40.9

84 23210.2 28.3 23181.9 28.4 155.0 43.0 112.0 43.2

Banjarmasin

Rata-rata 20572.7 19.6 20553.1 19.7 151.2 42.0 109.2 42.2

7 13204.8 40.1 13164.8 13.4 343.5 201.2 142.3 67.1

14 15201.9 67.7 15134.2 22.6 296.3 165.8 130.5 55.3

28 14814.2 73.7 14740.4 24.6 276.0 152.1 123.8 50.7

42 15932.2 52.3 15879.9 17.4 332.9 189.9 143.0 63.3

56 16359.7 49.6 16310.0 16.5 343.7 176.6 167.1 58.9

84 15433.8 45.3 15388.4 15.1 343.9 205.1 138.9 68.4

Riau

Rata-rata 15157.8 54.8 15103.0 18.3 322.7 181.8 140.9 60.6

7 16644.5 25.7 16618.8 25.8 138.0 77.9 60.1 78.3

14 14038.9 21.7 14017.2 21.8 128.3 65.0 63.4 65.2

28 7621.4 5.9 7615.5 5.9 152.3 75.6 76.6 76.0

42 15916.2 10.1 15906.1 10.2 125.0 82.6 42.4 82.9

56 17325.3 12.3 17312.9 12.4 172.5 60.3 112.3 60.5

84 18291.1 13.0 18278.1 13.1 187.7 78.2 109.5 78.5

Rawapening

Rata-rata 14972.9 14.8 14958.1 14.8 150.6 73.3 77.4 73.6

Münchmeyer et al (2000) melaporkan recovery rate dari 15N yang sangat rendah pada tanah-tanah gambut fen yaitu sebesar 13,5 %, sedangkan pada tanah-tanah gambut fen terdrainasi sebesar 60 %. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rata-rata hanya 42,2 %, 60,6 % dan 73,6 % 15N yang dapat direcovery dalam bentuk fraksi N anorganik tanah untuk gambut Banjarmasin, Riau dan Rawapening secara berturut-turut. Dapat dikemukakan bahwa fraksi N ini merupakan bentuk yang akan anorganik tanah asal pupuk yang akan tersediakan di dalam tanah. Akan tetapi, oleh karena inkubasi dilaksanakan di dalam tabung yang tertutup, sehingga jumlah N yang tersediakan tadi harus dikurangi dengan jumlah N hilang melalui pelindian dan yang mengalami denitrifikasi. Sedangkan, total recovery 15N pada gambut Banjarmasin adalah antara 57,5 – 71,6 % dengan rata-rata sebesar 61,9 %,

sedangkan pada gambut Riau adalah antara 75,3 – 83,5 % dengan rata-rata sebesar 78,9 %, dan pada gambut Rawapening adalah antara 72,9 – 104,1 % dengan rata-rata sebesar 88,4 %. Hal ini berarti ada sebagian dari 15N yang tidak terrecover segera setelah aplikasi N ke dalam tanah. Menurut Münchmeyer et al. (2000), N yang tidak dapat direcover tersebut hilang melalui proses volatilisasi yang terjadi seketika atau sesaat setelah aplikasi (NH4)2SO4 ke dalam tanah.

Rujukan

Davidson, E.A., S.C. Hart, C.A. Shanks and M.K. Firestone. Measuring Gross Nitrogen Mineralization, Immobilization, and Nitrification by 15N Isotopic Pool Dilaution in Intact Soil Cores. Journal of Soil Science, 42, 335-349

Page 7: 7.1 1-7 Purwanto. Teknologi Perunut

Purwanto. Teknologi Perunut 15N 7 Kanazawa, S. dan T. Yoneyama. 1976. Rapid

Determination of 15 N-abundance in Soil Nitrogen by Emission Spectrographic Method. Soil Sci. Plant Nutr., 22 (4), 489-492

Kumazawa, K. 1986. Advance in Analytical Method of Heavy Nitrogen in Japan. JARQ 20 (2), 92-145

Kumazawa, K dan Muhammad, S. 1972. Use of Optical Spectrographic 15N-Analyses to Trace Nitrogen Applied at the Heading Stage of Rice. Soil Sci. Plant Nutr. 18 (4) 143-146.

Münchmeyer, U, R. Russow, and J. Agustin. 2000. Net and Gross Nitrogen Mineralization in Drained and Reflooded Fen Soils. Isotopes Environ. Health Stud., 36, 79-98

Murphy, D.V., A. Bhogal, M. Shepherd, K.W.T. Goulding, S.C. Jarvis, D. Barraclough, and J.L. Gaunt. 1999. Comparisons of 15N Labelling Methods to Measure Gross Nitrogen Mineralisation. Soil Biology & Biochemistry. 31, 2015-2024

Nishio, T. 1991. 15N-NH4+ Isotop Dilution Method

for Analyzing Nitrogen Transformation in Upland Soils. JARQ 25 (2), 88-92.

Purwanto, B.H. 2004. Kinetic Parameters of Gross N Mineralization and Nutrient Status of Peat Soils for Sago Palm (Metroxylon sagu Rottb.) Growth. Thesis. Iwate University, Japan. 226p.

Yamamuro, S. 1981. The Accurate Determination of Nitrogen-15 with an Emission Spectrometer. Soil Sci. Plant Nutr., 27 (3), 405-419.

ф