teknik perunut radioaktif

29
Teknik perunut Radioaktif PEMANFAATAN TEKNIK PERUNUT RADIOAKTIF DI BERBAGAI BIDANG. I. Pendahuluan Teknik perunut adalah suatu teknik yang digunakan untuk tujuan mendapatkan informasi perilaku dari obyek dengan cara menandai obyek tersebut dengan suatu bahan tertentu. Yang dimaksud dengan obyek disini adalah suatu sistem yang dinamis, artinya bahwa sistem atau bagian dari sistem tersebut mengalami perubahan sebagai fungsi dari ruang dan/atau waktu. Sebagai contoh dari sistem dinamis itu misalnya aliran suatu populasi masa atau material induk. Sedang yang dimaksudkan dengan bahan tertentu adalah bahan perunut itu sendiri. Dalam sistem yang dinamis bahan perunut bercampur dengan aliran populasi masa. Informasi yang ingin diketahui dari sistem tersebut diperoleh dengan cara mendeteksi perunut yang telah bercampur homogen dengan aliran populasi masa dari sistem yang diselidiki. Jadi teknik perunut ini dapat diaplikasikan apabila dalam kondisi dimana ada suatu aliran populasi masa. Selain itu agar teknik perunut ini dapat secara sempurna diaplikasikan maka perlu dipenuhi beberapa persyaratan lain, misalnya bahwa bahan perunut yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat dan berkelakuan sama dengan bahan dari populasi masa yang diselidiki namun mempunyai identitas khusus dimana bahan perunut tersebut harus dapat dideteksi dengan suatu alat deteksi. Perunutan merupakan suatu proses pemanfaatan senyawa yang telah ditandai dengan isotop atau radioisotop untuk menjadi bagian dari sistem biologi/mekanik sehingga diketahui mekanisme yang terjadi atau diperoleh suatu hasil pengukuran. Teknik perunut dapat menggunakan isotop atau radioisotop. Dasar aplikasi dari teknik perunut dengan isotop stabil adalah sifat kimia spesifik dari unsur yang digunakan dengan berat molekul yang berbeda. Contoh isotop stabil adalah N-15, Cr-52, C-13, dan lainnya. Alat yang digunakan untuk mengukur isotop stabil seperti mass atomic spektrofotometer , X-ray

Upload: goingtohellwithme

Post on 01-Jul-2015

519 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Teknik perunut Radioaktif

PEMANFAATAN TEKNIK PERUNUT RADIOAKTIF DI BERBAGAI BIDANG.

I. Pendahuluan 

Teknik perunut adalah suatu teknik yang digunakan untuk tujuan mendapatkan informasi

perilaku dari obyek dengan cara menandai obyek tersebut dengan suatu bahan tertentu.

Yang dimaksud dengan obyek disini adalah suatu sistem yang dinamis, artinya bahwa

sistem atau bagian dari sistem tersebut mengalami perubahan sebagai fungsi dari ruang

dan/atau waktu. Sebagai contoh dari sistem dinamis itu misalnya aliran suatu populasi masa

atau material induk. Sedang yang dimaksudkan dengan bahan tertentu adalah bahan

perunut itu sendiri. Dalam sistem yang dinamis bahan perunut bercampur dengan aliran

populasi masa. Informasi yang ingin diketahui dari sistem tersebut diperoleh dengan cara

mendeteksi perunut yang telah bercampur homogen dengan aliran populasi masa dari

sistem yang diselidiki. 

Jadi teknik perunut ini dapat diaplikasikan apabila dalam kondisi dimana ada suatu aliran

populasi masa. Selain itu agar teknik perunut ini dapat secara sempurna diaplikasikan maka

perlu dipenuhi beberapa persyaratan lain, misalnya bahwa bahan perunut yang digunakan

harus mempunyai sifat-sifat dan berkelakuan sama dengan bahan dari populasi masa yang

diselidiki namun mempunyai identitas khusus dimana bahan perunut tersebut harus dapat

dideteksi dengan suatu alat deteksi. 

Perunutan merupakan suatu proses pemanfaatan senyawa yang telah ditandai dengan

isotop atau radioisotop untuk menjadi bagian dari sistem biologi/mekanik sehingga diketahui

mekanisme yang terjadi atau diperoleh suatu hasil pengukuran. Teknik perunut dapat

menggunakan isotop atau radioisotop. 

Dasar aplikasi dari teknik perunut dengan isotop stabil adalah sifat kimia spesifik dari unsur

yang digunakan dengan berat molekul yang berbeda. Contoh isotop stabil adalah N-15, Cr-

52, C-13, dan lainnya. Alat yang digunakan untuk mengukur isotop stabil seperti mass

atomic spektrofotometer , X-ray flourescene (XRF), dan Neutron Atomic Absorbtion (NAA).

Sedangkan dasar aplikasi dari teknik perunut dengan radioisotop adalah paparan aktivitas

dari masing-masing unsur yang digunakan. Contoh radioisotop adalah C-14, Ca-45, P-32, H-

3, dan lainnya. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas paparannya adalah

Liquid Scintilation Counter (LSC), Gamma Counter , HPGe, dan lainnya.

Atas dasar itulah, penulis terdorong untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pemanfaatan

teknik perunut radioaktif. Teknik ini dapat diterapkan dalam mengungkap fenomena-

fenomena yang terjadi seperti di bidang pertanian, peternakan, kedokteran dan hirologi. 

II. Isi 

1. Pemanfaatan Teknologi Perunut Radioaktif Di Bidang Peternakan

Pemanfaatan teknik perunut untuk peternakan berdasarkan sifat pengaplikasiannya dibagi

menjadi dua, yaitu pemanfaatan yang bersifat in vivo dan in vitro. Aplikasi perunut secara in

vivo bertujuan untuk menggambarkan proses biologi yang terjadi di lingkungan asalnya atau

langsung menggunakan hewan ternak. Yang perlu diperhatikan adalah waktu paruh biologis,

yaitu waktu yang diperlukan (radio) isotop untuk keluar atau diekskresikan keluar tubuh.

Sedangkan aplikasi perunut secara in vitro bertujuan untuk menggambarkan proses biologi

yang terjadi di luar tubuh hewan, tetapi di laboratorium. Yang perlu diperhatikan adalah

waktu paruh fisika, yaitu waktu yang diperlukan oleh radioisotop untuk meluruh hingga

mencapai separuh aktivitasnya. 

Hasil-hasil teknologi yang memanfaatkan teknik perunut adalah suplemen pakan urea

multinutrient molasses block (UMMB) dan radioimmuno assay (RIA). 

Suplemen pakan UMMB merupakan suplemen pakan (SP) untuk ternak ruminansia, seperti

sapi, kerbau, kambing, domba dan lainnya. Ciri khas dari ternak ruminansia adalah adanya

rumen yang merupakan ekosistem mikroba yang berperan dalam penguraian bahan pakan

dan mikroba pun berfungsi sebagai bahan protein bagi ternak. Agar teknologi suplemen

tersebut dapat diterapkan oleh peternak dan mudah dalam penyimpanan serta

transportasinya, maka suplemen tersebut dibuat dalam bentuk padat dari komposisi bahan

tertentu (urea, dedak, onggok, tepung tulang, lakta mineral, garam dapur, tepung kedelai,

dan kapur). UMMB memiliki lebih dari 10 formula agar saat penerapan di daerah lebih

mudah karena setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda. 

Pakan lokal berupa hasil samping pertanian, industri pertanian dan pangan, mudah didapat

dan spesifik di daerah setempat. Pakan komersial yang dijual di toko pakan ternak

mempunyai potensi untuk mendukung ketersediaan pakan lokal. Hasil samping pertanian

meliputi daun singkong, kacang tanah (sumber protein), sumber karbohidrat berserat kasar

tinggi (jerami padi, jagung, sorghum, pucuk tebu, bagase dan daun kedelai, kulit kedelai).

Hasil industri pertanian berupa dedak padi, gandum/pollard, sorghum, onggok, molases kulit

coklat (sumber karbohidrat berserat kasar rendah), sedangkan yang sumber protein yaitu

bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil biji kapok, bungkil kelapa sawit, ampas tahu dan

ampas kecap. Hasil limbah/samping industri pangan berupa produk-produk roti, bubur bayi

dan susu bubuk yang waktu berlaku penjualannya sudah habis. 

Pemberian SP merupakan strategi untuk meningkatkan konsumsi pakan oleh ternak pada

kondisi pemeliharaan tradisional. SP tersusun dari kombinasi bahan limbah sumber protein

dengan tingkatan jumlah tertentu yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan,

perkembangan, dan kegiatan mikroba secara efisien di dalam rumen.

Analisis secara in vitro menggunakan isotop P-32, S-35, dan C-14 sebagai perunut

radioisotop untuk mengukur sejumlah parameter. Isotop P-32dan S-35 digunakan untuk

mengukur sintesa protein mikroba di dalam rumen, sedangkan C-14 untuk mengukur

efisiensi pemanfaatan energi oleh mikrobarumen. Saat ini teknologi UMMB telah banyak

diterapkan di berbagai daerah sebagai hasil introduksi teknologi melalui kerja sama litbang,

koperasi, peternak langsung, dan iptekda. 

RIA merupakan salah satu metode deteksi yang paling sensitif yang didasarkan pada

interaksi antigen-antibodi. Antigen (hormon) yang berlabel radioaktif dapat digunakan untuk

mendeteksi kandungan hormon dalam sampel. Isotop yang dapat digunakan untuk teknik

RIA adalah H-3, C-14, I-125, dan lainnya. Pada teknik ini sejumlah antibodi dimobilisasi pada

suatu fase padat, misalnya dinding tabung plastik. Sampel yang mengandung antigen

(hormon progesteron) ditambahkan dengan sejumlah tertentu molekul berlabel (I-125) yang

akan berinteraksi dengan antibodi pada tabung. Intensitas sinyal radiasi dari biomolekul

berlabel radioaktif yang terikat pada antibodi yang menempel pada dinding tabung akan

berbanding terbalik dengan konsentrasi biomolekul dalam sampel. 

Aplikasi RIA untuk litbang peternakan adalah untuk mengukur konsentrasi hormon

progesteron dalam sampel serum darah atau susu. Tujuan pengukuran progesteron ini

adalah untuk mendeteksi pubertas ternak, mendeteksi gejala birahi, diagnosa kebuntingan

dini, mendukung program inseminasi buatan, dan diagnosa kelainan reproduksi ternak.

Dampak sosial ekonomi dari pengaplikasian teknik RIA adalah penghematan pelayanan IB,

bunting tepat waktu, produksi susu stabil, dan perbaikan keturunan. 

2. Pemanfaatan Teknologi Perunut Radioaktif Di Bidang Pertanian

Dalam bidang pertanian, teknik perunut digunakan antara lain untuk mempelajari hubungan

tanah dan tanaman, baik dengan metoda langsung maupun tidak langsung. Metode

langsung dimaksudkan bahwa isotop digunakan untuk melabel bahan yang mengandung

hara tanaman yang ingin dipelajari, misalnya pupuk urea, bahan tanaman dan sebagainya

dilabel dengan N-15. Metode tidak langsung artinya bahan yang ingin dipelajari tidak dilabel

dan pada metode ini diperlukan adanya referensi. 

Isotop stabil ( misal N-15) maupun isotop radioaktif (misalkan P-32, Zn-65, Rb-86, C-14 dan

S-35) digunakan sebagai tracer untuk mempelajari kelakuan hara tanaman dalam tanah. 

Beberapa kegiatan penelitian menggunakan teknik nuklir yang dapat dilakukan antara lain

untuk menentukan kondisi optimal bagi penggunaan pupuk (pola perakaran aktif tanaman ,

jenis dan takaran pupuk ), untuk menentukan fiksasi N 2 -udara bagi tanaman legum, untuk

mempelajari proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik, serta untuk mempelajari

proses fotosintesis tanaman. 

3. Pemanfaatan Teknologi Perunut Radioaktif Di Bidang Hidrologi

Penggunaan radioisotop sebagai perunut untuk suatu penyelidikan bertujuan untuk

mendapatkan suatu informasi atau jawaban suatu permasalahan hidrologi tertentu. Data

atau informasi yang diperoleh akan menjadi masukan untuk tindak lanjut perbaikan

(problem solving) dari masalah yang dihadapi. Prinsip dasar dari teknik perunut adalah

penandaan (pelabelan) terhadap suatu sistem (hidrologi) atau bagian dari sistem yang akan

diselidiki, segala kelakuan dan peristiwa yang dialami oleh sistem tersebut diketahui dari

hasil pemonitoran perunut yang memberikan informasi tentang kelakuan dari sistem secara

keseluruhan. Untuk dapat dipakai sebagai perunut, suatu bahan harus memenuhi kriteria

tertentu dimana bahan perunut tersebut harus dapat menyatu atau menjadi bagian dari

sistemnya, dan kehadirannya dalam sistem tidak boleh mengganggu, mengubah atau

mempengaruhi sistem yang diselidiki. 

1. Aplikasi isotop buatan (Artificial radioisotopes). 

Dalam bidang hidrologi banyak dijumpai masalah yang menyangkut dinamika air dimana

teknik perunut dengan radioisotop sering sangat berperanan dalam memberikan informasi

tentang masalah yang menyangkut dinamikanya dan mengungkapkan anomali yang terjadi.

Masalah utama dalam bidang hidrologi yang sering dijumpai dapat dikelompokkan ke dalam

3 kegiatan sebagai berikut: 

a. Pengukuran kecepatan aliran 

Prinsip dari teknik pengukuran ini adalah metoda pengenceran isotop, yaitu larutan isotop

dengan aktivitas tertentu di-injeksikan ke dalam aliran sungai pada segmen yang akan

ditentukan debitnya. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap tingkat aktivitas isotop di

bagian hilir dari tempat injeksi. Ada dua metoda pengukuran yaitu constant rate injection

dan instantinuous injection. 

b. Kebocoran dan rembesan 

Masalah yang sering timbul pada suatu reservoir air, misalnya bendungan, waduk dan lain-

lain adalah adanya kekhawatiran adanya kebocoran yang melebihi toleransi yang keluar dari

suatu reservoir. Untuk mengetahui apakah bocoran itu berasal dari air waduk ataukah dari

sumber lain (misalnya dari air tanah), teknik perunut radioisotop dapat membantu

memberikan jawaban yang pasti dan lebih lanjut dapat memberikan informasi dimana lokasi

daerah bocorannya. Radioisotop yang digunakan sebagai perunut harus memenuhi

persyaratan tertentu, antara lain: tidak berbahaya bagi manusia atau mahkluk hidup lain di

sekelilingnya, aktivitasnya rendah, waktu paronya pendek, larut dalam air, tidak diserap

oleh tanah atau tubuh bendungan/dam dan oleh tumbuhan. 

Radioisotop dilepaskan pada tempat tertentu di reservoir (air dam) yang diperkirakan

sebagai tempat terjadinya rembesan/bocoran pada dam/bendungan. Apabila terjadi

kebocoran pada bendungan tersebut, maka air yang telah diinjeksi/dilepas, radioisotop akan

masuk mengikuti arah bocoran. Dengan mengikuti/mencacah air yang keluar dari mata air,

sumur-sumur pengamat yang terdapat di daerah downstream, maka akan dapat diketahui

adanya bocoran/rembesan dan arah dari rembesan dam tersebut.

c. Inter-koneksi 

Inter-koneksi ini adalah masalah di lapangan minyak dan lapangan panas bumi, dimana

ingin diketahui apakah ada hubungan antara satu sumur (sumur minyak/panas bumi)

dengan sumur lainnya lapangan tertentu. 

Di bidang perminyakan informasi tentang inter-koneksi antara sumur-sumur minyak

diperlukan dalam usaha meningkatkan produksi minyak bumi yang dinamakan kegiatan

enhanced oil recovery yaitu suatu kegiatan peng-injeksian air secara terus menerus

kedalam salah satu sumur untuk meningkatkan tekanan reservoir minyak sehingga

memudahkan pemompaan dari sumur produksi yang lain. Test dengan perunut radioaktif

yang dilakukan ini berguna untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antar sumur

injeksi dengan sumur produksi di sekitarnya serta time breakthrough-nya. 

Pada lapangan panas bumi inter-koneksi antar sumur produksi uap perlu diketahui,

terutama antara sumur re-injeksi kondensat uap dan sumur-sumur produksi uap. Perunut

radioaktif yang digunakan untuk penelitian inter-koneksi di lapangan panas bumi ini

terutama adalah Tritium dan Xenon-133 

2. Aplikasi isotop alam 

Untuk studi suatu sistem hidrologi yang mencakup daerah yang luas tersebut dapat

memanfaatkan isotop alam, baik yang radioaktif maupun yang stabil. Isotop alam yang

dimaksud disini ialah isotop alam yang dapat berasosiasi dengan molekul air atau menjadi

bagian dari molekul air itu sendiri (H-2, H-3, O-18, C-13, C-14). Deuterium (H-2) dan O-18

keberadaan dan konsentrasinya di dalam sistem hidrologi di alam dipengaruhi oleh variabel

fisis yang terjadi di alam ini, misalnya suhu udara, tekanan udara, kelembaban udara, lokasi

geografis dan ketinggian (altitude). Kedua isotop tersebut merupakan perunut yang sangat

ideal karena merupakan bagian dari molekul air itu sendiri, sedang C-14 biasanya terdapat

dalam persenyawaan karbonat yang larut dalam air. 

Prinsip studi tentang fenomena hidrologi dengan isotop stabil H-2 dan O-18 adalah

mempelajari adanya variasi komposisi isotop stabil dari molekul air dari sampel-sampel yang

diambil dari berbagai tempat pada sistem hidrologi yang diselidiki. Karena variasi

kandungan isotop stabil ini berkaitan dengan variabel fisis dan proses yang dialami dalam

sistem hidrologinya (evaporasi dan kondensasi) maka interpretasi dari fenomena-fenomena

yang dijumpai dapat dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi perubahan fisis yang

menyertai sistem hidrologinya. Untuk analilsis isotop stabil H-2 dan O-18 digunakan

spektrometer masa.

Tritium (H-3) dan C-14 yang ada di alam ini terjadi dari radiasi sinar kosmik pada atom

nitrogen di atmosfer. Kedua isotop alam yang bersifat radioaktif ini berguna untuk

menentukan umur air tanah. Dari data tentang umur air tanah maka dapat di-

interpretasikan residence time dari masa air tanah ini berada dalam sistem akuifernya. 

a. Studi daerah resapan 

Faktor utama yang mempengaruhi fraksinasi isotop stabil dalam proses evaporasi dan

kondensasi yang terjadi dalam suatu sistem hidrologi adalah suhu udara. Fenomena ini

digunakan untuk studi mengetahui lokasi daerah resapan dari suatu akuifer. Dari

membandingkan nilai komposisi isotop stabil dari akuifer dengan nilai komposisi isotop

stabil air hujan yang dikumpulkan dari berbagai ketinggian maka daerah resapan air hujan

dapat diketahui. Dengan demikian dapat diketahui asal-usul dari suatu sumber air.

b. Inter-koneksi antara air tanah dan air permukaan 

Pada contoh kasus diatas dikemukakan bahwa pengisisan sumber air tanah terjadi atau

berasal dari lokasi yang lebih tinggi. Dalam kasus lainnya, misalnya apakah sungai yang

mengalir dalam suatu daerah tertentu, atau suatu danau pada suatu lokasi mempunyai

kontribusi mengisi sumber air tanah dibawahnya? Hal ini dapat dipastikan dengan

menganalisis konsentrasi isotop stabil air tanah dan konsentrasi isotop stabil dari air sungai,

danau. Apabila komposisi isotop stabilnya mempunyai korelasi maka dapat dipastikan

adanya hubungan antara air tanah dengan air permukaan tersebut. 

c. Penanggalan (dating) air tanah. 

Isotop alam radioaktif C-14 dan H-3 dialam terlarut sebagai senyawa karbonat dan senyawa

air dalam atmosfer. Air hujan yang membawa kedua unsur radioaktif tersebut meresap

dalam lapisan tanah menjadi air tanah sehingga aktivitas unsur radioktifnya akan meluruh

(decay) sesuai dengan umur parohnya. Dengan menganalisis aktivitas sisa dari unsur

radioisotop sample air tanah akan diperoleh data berapa lama air tanah berada dalam

system akuifernya sejak ia meresap didaerah resapannya. Dengan kata umur air tanah

tersebut dapat diketahui. 

d. Penentuan Gerakan Sedimen di Pelabuhan dan Daerah Pantai. 

Pendangkalan pelabuhan dan alur pelayaran yang menyangkut kelangsungan pelayaran

perhubungan laut merupakan masalah yang cukup serius. Pergerakan dan pengendapan

lumpur tanah ini merupakan peristiwa alam, oleh karena itu tidak dapat dihentikan, namun

hanya diusahakan mengurangi dampaknya terhadap alur dan kolam pelabuhan. Terjadinya

pendangkalan alur pelabuhan dan kolam pelabuhan, mengakibatkan kapal-kapal besar tidak

dapat merapat ke dermaga, sehingga bongkar muat barang akan terganggu, sedangkan

untuk mengeruk lumpur itu membutuhkan biaya yang cukup besar.

Salah satu usaha untuk memperkecil kecepatan terjadinya pendangkalan (endapan lumpur)

adalah dengan cara mengetahui dari mana asal dan kemana arah gerakan sedimen

tersebut. Untuk estimasi laju pendangkalan alur pelabuhan dapat diterapkan teknik nuklir

dengan menggunakan teknik perunut radioisotop. Radioisotop yang digunakan berupa pasir

tiruan, bentuk dan ukurannya menyerupai pasir yang terdapat pada pelabuhan yang akan

diteliti. Radioisotop yang sering digunakan adalah Iridium-192, Aurum-198, dan Scandium-

46. 

Setelah radioisotop diinjeksikan ke dasar laut, kemudian radiasi yang dipancarkan dilacak

dengan detektor dan responnya akan dicatat dengan mesin pencatat radiasi (recorder).

Pemantauan terhadap radioisotop yang dilepas ke dasar laut dilakukan beberapa kali

dengan jangka waktu tertentu. Dari hasil pemantauan itu secara kumulatif dapat ditentukan

arah gerakan sedimen, tebal lapisan sedimen, dan kecepatan rata-rata lapisan sedimen.

Data yang diperoleh ini dapat pula digunakan untuk menentukan pembangunan pelabuhan

baru yang sesuai dan tidak memerlukan biaya pengerukan yang tinggi.

4. Pemanfaatan Teknologi Perunut Radioaktif Di Bidang Kedokteran

Pengggunaan teknik nuklir dalam bidang kedokteran terus menunjukkan peningkatan dari

waktu ke waktu. Dalam bidang ini, teknik nuklir dimanfaatkan untuk tindakan-tindakan

radio-diagnosis, radio-terapi dan kedokteran nuklir. 

1. Kedokteran nuklir 

Ilmu kedokteran nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi

terbuka berasal dari desintegrasi inti radionuklida buatan, untuk mempelajiri perubahan

fisiologis, anatomi, dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi

dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran nuklir, radioisotop dimasukkan ke dalam tubuh

pasien (in-vivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah,

cairan lambung, urine dan sebagainya, yang diambl dari tubuh pasien yang dikenal dengan

studi in-vitro.

Beberapa instrumen yang digunakan dalam kedokteran nuklir antara lain: 

a. Renograph 

Renograph berfungsi untuk pemeriksaan fungsi ginjal dengan menggunakan sediaan

radiofarmasi sebagai perunut. Pasien disuntik dengan 0,2-0,3 mCi hipuran Radio Iodium I-

131 per kilogram berat badan, yang kemudian disekresi melalui urine. Dua detektor sintilasi

dipakai untuk mendeteksi kedua ginjal. Perubahan radioaktivitas yang diukur dengan

spektrometer ditampilkan pada rekorder pengamat selama 20-30 menit. Bentuk kurva yang

dihasilkan merupakan karakteristik fungsi ginjal. Isotop yang dapat digunakan antara lain I-

125, Tc-99, I-133, dan In-113.

b. Uji Tangkap Gondok 

Uji tangkap gondok untuk pemeriksaan prosentase penangkapan yodiun oleh kelenjar

gondok dengan menggunakan perunut sediaan radiofarmasi I-131. Isotop I-131 dalam

bentuk iodida diberikan kepada pasien kemudian ditelusuri dalam kelenjar gondok.

Kecepatan penangkapan I-131 dan laju pelepasan yodium dari kelenjar gondok

menunjukkan perubahan konsentrasi iodium dan tingkat produksi hormon kelenjar gondok.

c. Pencacah RIA 

Pencacah RIA (Radioimunoassay) berfungsi untuk menentukan kadar zat tertentu seperti

vitamin, hormon, dll. Dengan daya urai sampai orde pikogram. Senyawa T-4 yang ditandai

dengan Iodium-125 berkompetisi dengan T-4 dalam cuplikan darah pasien memperebutkan

sejumlah antibodi yang tertentu jumlahnya. Setelah mengalami inkubasi beberapa lama, T-4

bertanda yang terikat dan yang bebas dipisahkan dengan metode PEG. Selanjutnya

endapan yang mengandung fraksi yang terikat pada antibodi dicacah dengan sistem

spektrometer, konsentrasi T-4 dalam darah pasien dapat dibaca dari kurva baku.

2. Radio-diagnosis 

Radiasi memiliki kemampuan untuk menghitamkan film setelah melalui suatu materi

dengan ketebalan tertentu. Hal ini dimanfaatkan secara luas dalam diagnosis kesehatan

pasien, yaitu foto sinar-X. Sedang radioisotop I-131 yang berumur pendek (8 hari) digunakan

untuk mendiagnosa kanker pada kelenjar gondok dan prostat. 

3. Radio-terapi 

Sel kanker lebih aktif pertumbuhannya dibandingkan sel normal. Dengan mengiradiasi sel

kanker dengan dosis radiasi yang terkendali maka sel kanker akan terbunuh, sedangkan sel

normal tidak akan terpengaruh dan akan bertahan terhadap radiasi. Yang banyak digunakan

dalam radioterapi adalah Cobalt-60

4. Pengukuran distribusi unsur-unsur yang diperlukan oleh tubuh.

Sejumlah mineral diperlukan oleh tubuh manusia untuk kesehatan dan pertumbuhan.

Beberapa mineral diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar, lebih dari 100 mg sehari.

Mineral kelompok ini disebut makromineral, seperti Ca, P, Na, Cl, K, Mg dan S. Kelompok

mineral lainnya disebut mineral perunut/kelumit (trace elements) yang diperlukan oleh

tubuh dalam jumlah sangat sedikit. Dalam tubuh manusia ada 14 unsur kelumit yang

termasuk esensial bagi manusia, yaitu : Co, Cr, Cu, F, Fe, I, Mn, Mo, Ni, Se, Si, Sn, V dan Zn.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui dirtribusi unsur kelumit

antara lain:

a. Analisa Pengaktivan Neutron 

Proses aktivasi adalah proses reaksi inti dimana unsur-unsur yang semula tidak radioaktif

berubah sifat fisikanya menjadi radioaktif sehingga dapat memancarkan radiasi. Proses

aktivasi yang paling umum disebabkan oleh penyerapan neutron oleh inti atom suatu unsur,

dan unsur yang teraktivasi akan menjadi radioaktif yang dapat memancarkan radiasi,

umumnya adalah radiasi gamma. Reaksi pengaktifan jenis ini juga sering disebut sebagai

reaksi neutron-gamma, karena penyerapan neutron oleh unsur akan diikuti oleh

pemancaran radiasi gamma dari unsur tersebut. 

Salah satu pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang kedokteran adalah untuk memeriksa

kandungan unsur-unsur kelumit di dalam tubuh dengan teknik analisa pengaktivan neutron

(APN). Unsur kelumit biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil sehingga sulit untuk

diidentifikasi dengan cara pemisahan kimia biasa. Teknik APN mampu mengidentifikasi

unsur kelumit dalam orde bagian per juta (part per million, ppm), bahkan untuk beberapa

kasus mampu hingga orde bagian per milyar (part per billion, ppb).

Di samping itu, teknik APN tidak terpengaruh oleh perlakuan kimia dan tidak merusak

terhadap bahan yang dianalisa. 

Dalam bidang kedokteran, teknik APN dapat dimanfaatkan untuk menentukan kandungan

mineral-mineral dalam tubuh, terutama terhadap unsur-unsur yang kadarnya dalam plasma

darah maupun jaringan sangat rendah.

Dengan teknik APN dapat diperoleh informasi yang akurat mengenai distribusi unsur-unsur

kelumit dalam berbagai organ. Dengan teknik APN dimungkinkan analisa terhadap sekitar

50 jenis unsur yang berbeda dalam satu sampel yang dianalisa. Demikian tinggi

kepekaannya sehingga teknik APN mampu menganalisa 76 jenis unsur dengan berat 10-6

gram, 53 jenis unsur dengan berat 10-9 gram dan 11 jenis unsur dengan berat 10-12 gram. 

b. Teknik PGNAA 

Untuk keperluan dalam bidang kedokteran, dewasa ini telah dikembangkan teknik APN

secara in-vivo (pengukuran langsung di dalam tubuh). Kandungan mineral di dalam tubuh

dapat diperiksa secara langsung dengan pertolongan instrumentasi yang disebut prompt

gamma neutron activation analysis (PGNAA). Alat ini mampu mendeteksi radiasi gamma

yang dipancarkan oleh suatu atom langsung dalam selang waktu 10-15 detik. Dalam bidang

kedokteran, teknik PGNAA dipakai untuk menganalisa seluruh tubuh secara in-vivo dalam

memperkirakan kandungan calsium (Ca) dalam tulang serta kandungan iodin (I) dalam

kelenjar gondok. Unsur-unsur vital lainnya dalam tubuh seperti hidrogen (H), carbon (C),

nitrogen (N), kalium (K) dan besi (Fe) juga dapat diukur menggunakan metode ini. Metode

ini juga dapat dipakai untuk menentukan kandungan cadmium (Cd) dalam hati dan ginjal. 

Untuk keperluan irradiasi tubuh pasien dengan neutron, pada alat ini dilengkapi dengan dua

buah sumber neutron energi rendah 238Pu (+Be). Sumber neutron dipasang di bagian atas

dan bawah tubuh pasien sehingga terjadi proses aktivasi dari dua arah, seperti diperlihatkan

pada gambar. Penyerapan neutron oleh unsur-unsur di dalam tubuh akan disertai dengan

pemancaran radiasi gamma oleh unsur tersebut. Pada instrumen PGNAA juga dilengkapi

dengan pasangan detektor radiasi gamma NaI(Tl) yang dipasang di sebelah kiri dan kanan

tubuh pasien. Setiap radiasi gamma yang dipancarkan oleh unsur-unsur teraktivasi di dalam

tubuh langsung di deteksi oleh kedua detektor tersebut. Detektor radiasi NaI yang diaktivasi

dengan 0,1 – 0,2 persen thallium (Tl) merupakan jenis detektor yang hingga kini digunakan

secara luas untuk pemantauan sinar gamma. Kerapatan NaI yang tinggi (3,7 g/cm3) dan

nomor atom (Z) yang tinggi dari iodine (I) menjadikan interaksinya dengan radiasi gamma

cukup baik.

c. Spektrometri Sinar Gamma 

Mengingat teknik PGNAA memanfaatkan reaksi neutron-gamma, dimana setelah irradiasi

neutron sampel yang akan dianalisa berubah menjadi zat radioaktif pemancar radiasi

gamma, maka untuk keperluan analisa sampel tersebut digunakan spektrometer gamma.

Apabila radiasi gamma memasuki tabung detektor, maka akan terjadi interaksi antara

radiasi gamma dengan bahan NaI(Tl). Interakasi itu dapat menghasilkan efek foto listrik,

hamburan Compton dan produksi pasangan. Karena interaksi ini maka elektron-elektron

atom bahan detektor akan terpental keluar sehingga atom-atom itu berada dalam keadaan

tereksitasi. Atom-atom yang tereksitasi akan kembali ke keadaan dasarnya sambil

memancarkan kerlipan cahaya. Cahaya yang dipancarkan itu selanjutnya diarahkan ke foto

katoda sensitif. Apabila foto katoda terkena kerlipan cahaya, maka dari permukaan foto

katoda itu akan dilepaskan elektron. 

Antara foto katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang diberi tegangan tinggi dan

diatur sedemikian rupa sehingga tegangan dinoda yang dibelakangnya selalu lebih tinggi

dari pada tegangan dinoda di depannya. Perbedaan tegangan antar dinoda kira-kira 100

Volt. Elektron yang dilepaskan oleh foto katoda akan dipercepat oleh medan listrik dalam

tabung pelipat ganda elektron menuju dinoda pertama. Dalam proses tumbukan antara

elektron dan dinoda akan dilepaskan elektron-elektron lain yang kemudian dipercepat

menunju dinoda kedua dan seterusnya. Dinoda terakhir yang terdapat dalam tabung

pengganda elektron berperan sebagai anoda. 

Hasil akhir jumlah pelipat gandaan elektron bergantung pada jumlah dinoda. Tabung pelipat

ganda elektron yang mempunyai 10 tingkat dinoda misalnya, pada anoda (dinoda terakhir

yang sekaligus berperan sebagai pelat pengumpul elektron) bisa didapatkan faktor

penggandaan elektron antara 107 - 108. Dengan demikian, sinar gamma yang dipantau

akan menghasilkan pulsa listrik sebagai keluaran dari detektor NaI(Tl). Tenaga elektron yang

dilepaskan ini bergantung pada intensitas sinar gamma yang mengenai detektor. Makin

tinggi energi elektron, makin tinggi pula pulsa listrik yang dihasilkannya, sedang makin

banyak elektron yang dilepaskan makin banyak pula cacahan pulsanya. 

d. Analisa Kualitatif dan Kuantitatif 

Pulsa listrik dari detektor akan diproses lebih lanjut oleh penguat awal dan peralatan

elektronik berupa penganalisa saluran ganda (multi channel analyzer, MCA) sehingga pada

layar penganalisa itu dapat ditampilkan spektrum radiasi gamma yang ditangkap detektor.

Nomor salur pada MCA sebanding dengan energi radiasi gamma yang tertangkap oleh

detektor. Semakin besar energi radiasi gamma, semakin besar pula nomor salur tempat

munculnya spektrum radiasi radiasi tersebut, demikian pula sebaliknya. Pada layar MCA

akan ditampilkan spektrum radiasi gamma yang muncul pada beberapa nomor salur yang

berlainan.

Data tampilan spektrum tersebut dapat dipakai untuk menganalisa unsur-unsur yang

terkandung dalam sampel teraktivasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Setiap unsur

radioaktif memancarkan radiasi dengan energi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, analisa

kualitatif dapat dilakukan dengan cara menentukan letak (nomor salur) munculnya

spektrum radiasi gamma. Dari analisa ini dapat diketahui jenis-jenis unsur yang terdapat di

dalam sampel. Analisa kuantitatif dilakukan melalui pengukuran tinggi atau luas kurva

spektrun radiasi gamma tersebut. Dari analisa ini dapat ditentukan jumlah unsur-unsur yang

terdapat di dalam sampel. 

Baik analisa kualitatif maupun kuantitatif mampu memberikan hasil pengukuran yang

sangat teliti karena saat ini telah berhasil dikembangkan instrumentasi spektrometri radiasi

dengan resolusi yang sangat tinggi. Hingga saat ini teknik APN merupakan teknik analisa

yang paling sempurna untuk mendeteksi dan mengestimasi sejumlah besar unsur-unsur

dalam suatu bahan dengan kadar yang sangat rendah (unsur kelumit).

III. Penutup 

Berdasarkan hasil telaah pustaka dan literatur mengenai teknologi perunut radio aktif dapat

disimpulkan bahwa teknologi ini merupakan suatu teknologi yang menjanjikan berbagai

manfaat bagi manusia. Manfaat dari teknik ini yaitu terungkapnya berbagai fenomena-

fenomena alam yang rumit sehingga diperoleh pengetahuan yang berguna untuk

meningkatkan kesejahtraan manusia.

Pancaran Sinar-X Karakteristik untuk Pemeriksaan Medis

MUKHLIS AKHADI Ahli Peneliti Madya di Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta

Pendahuluan

Pada 1900, fisikawan berkebangsaan Jerman Max Planck (1858-1947) melakukan studi untuk mempelajari radiasi benda hitam. Planck berhasil menemukan suatu persamaan matematika untuk radiasi benda hitam yang benar-benar sesuai dengan data percobaan yang diperolehnya. Persamaan tersebut selanjutnya disebut Hukum Radiasi Benda Hitam Planck, yang menyatakan bahwa intensitas cahaya yang dipancarkan dari suatu benda hitam berbeda-beda sesuai dengan panjang gelombang cahaya. Teori Planck ini dikenal juga sebagai "teori kuantum". Teori kuantum dari Planck diakui kebenarannya karena dapat dipakai untuk menjelaskan berbagai fenomena fisika yang saat itu tidak bisa diterangkan dengan teori klasik. Menjelang 1918, Planck memperoleh hadiah Nobel bidang fisika berkat teori kuantumnya itu.

Niels Bohr, ahli fisika berkebangsaan Swedia, pada 1913 menerapkan teori kuantum dalam studi spektrum atom yang dilakukannya. Bohr mengemukakan teori baru mengenai struktur dan sifat-sifat atom yang merupakan gabungan dari penemuan Ernest Rutherford mengenai struktur atom dan teori kuantum dari Max Planck. Bohr dengan cara yang mengagumkan dalam teori atomnya berusaha untuk memperhitungkan adanya garis yang berbeda-beda dalam spektrum atom.

Teori atom Bohr memudahkan perhitungan tentang adanya garis dalam spektrum suatu unsur. Apabila suatu unsur dipanasi, elektron bagian dalam orbit atom akan menyerap energi dari luar. Apabila suatu unsur didinginkan, elektron akan kehilangan energi dan kembali lagi ke orbit semula. Jika peristiwa ini terjadi, satu atau lebih kuantum energi akan dilepaskan dalam bentuk cahaya. Panjang gelombang maupun frekuensi cahaya yang dilepaskan bergantung pada kandungan energi dari kuantum yang dilepaskan.

Sebuah elektron di dalam atom dapat berpindah dari lintasan tertentu ke lintasan lainnya. Lintasan-lintasan yang dilalui elektron akan menentukan tingkat energi elektron dalam lintasan itu. Lintasan yang paling stabil adalah yang paling dekat dengan inti, yaitu lintasan dengan n = 1. Dalam lintasan ini, elektron mempunyai energi potensial yang paling rendah. Apabila elektron menyerap sejumlah energi tertentu dari luar, maka elektron itu dapat meloncat ke lintasan dengan energi potensial yang lebih tinggi, yaitu lintasan dengan n = 2, 3, 4, dan seterusnya. Dalam kondisi ini dikatakan bahwa elektron berada dalam keadaan tereksitasi sehingga tidak stabil. Pada saat elektron kembali ke keadaan dasarnya (kembali ke lintasan semula), elektron tersebut akan memancarkan kelebihan energinya dalam bentuk radiasi elektromagnetik.

Teori atom Bohr merupakan langkah maju ke depan. Untuk sumbangan ini, Bohr dianugerahi Hadiah Nobel Bidang Fisika pada 1922. Untuk mendapatkan gambaran secara singkat mengenai atom, model atom Bohr dewasa ini telah diterima secara luas. Dalam model ini digambarkan bahwa atom terdiri atas inti atom yang bermuatan positif dan kulit atom dengan sejumlah elektron bermuatan negatif yang mengitari inti atom melalui lintasan-lintasan dengan tingkat energi tertentu. Oleh Bohr, lintasan-lintasan elektron itu dinamai kulit K (n = 1), kulit L (n = 2), kulit M (n = 3), dan seterusnya. Semakin besar nilai n, lintasan elektron semakin menjauhi inti. Karakteristik fisika sinar-X ternyata dapat dipahami dengan baik menggunakan teori kuantum dan model atom Bohr ini.

Sinar-X Karakteristik

Pada pesawat sinar-X, metode terpenting dalam proses produksi sinar-X adalah proses yang dikenal dengan bremsstrahlung, yaitu istilah dalam bahasa Jerman yang berarti radiasi pengereman (braking radiation). Elektron sebagai partikel bermuatan listrik yang bergerak dengan kecepatan tinggi, apabila melintas dekat ke inti suatu atom, maka gaya tarik elektrostatik inti atom yang kuat akan menyebabkan elektron membelok dengan tajam. Peristiwa itu menyebabkan elektron kehilangan energinya dengan memancarkan radiasi elektromagnetik yang dikenal sebagai sinar-X bremsstrahlung.

Sinar-X dapat pula terbentuk melalui proses perpindahan elektron atom dari tingkat energi yang lebih tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Adanya tingkat-tingkat energi dalam atom dapat digunakan untuk menerangkan terjadinya spektrum sinar-X dari suatu atom. Sinar-X yang terbentuk melalui proses ini mempunyai energi sama dengan selisih energi antara kedua tingkat energi elektron tersebut. Karena setiap jenis atom memiliki tingkat-tingkat energi elektron yang berbeda-beda, maka sinar-X yang terbentuk dari proses ini disebut sinar-X karakteristik. Sinar-X bremsstrahlung mempunyai spektrum energi kontinyu yang lebar, sementara spektrum energi dari sinar-X karakteristik adalah diskrit. Sinar-X karakteristik terbentuk melalui proses perpindahan elektron atom dari tingkat energi yang lebih tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih rendah. Beda energi antara tingkat-tingkat orbit dalam atom target cukup besar, sehingga radiasi yang dipancarkannya memiliki frekuensi yang cukup besar dan berada pada daerah sinar-X.

Sinar-X karakteristik terjadi karena elektron atom yang berada pada kulit K terionisasi sehingga terpental keluar. Kekosongan kulit K ini segera diisi oleh elektron dari kulit di luarnya. Jika kekosongan pada kulit K diisi oleh elektron dari kulit L, maka akan dipancarkan sinar-X karakteristik K. Jika kekosongan itu diisi oleh elektron dari kulit M, maka akan dipancarkan sinar-X karakteristik K. Oleh sebab itu, apabila spektrum sinar-X dari suatu atom berelektron banyak diamati, maka di samping spektrum sinar-X bremsstrahlung dengan energi kontinyu, juga akan terlihat pula garis-garis tajam berintensitas tinggi yang dihasilkan oleh transisi K, K, dan seterusnya. Jadi, sinar-X karakteristik timbul karena adanya transisi elektron dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah seperti ditunjukkan

pada Gambar 1. Adanya dua jenis sinar-X menyebabkan munculnya dua macam spektrum sinar-X, yaitu spektrum kontinyu yang lebar untuk spektrum bremsstrahlung dan dua buah atau lebih garis tajam untuk sinar-X karakteristik seperti ditunjukkan pada gambar 2.

Fluoresensi Sinar-X

Sejumlah mineral sangat diperlukan oleh tubuh manusia untuk kesehatan dan pertumbuhan. Secara umum, mineral itu memiliki dua fungsi utama, yaitu membangun dan mengatur. Beberapa mineral diperlukan tubuh dalam jumlah relatif besar, lebih dari 100 mg sehari. Mineral kelompok ini disebut makromineral, seperti Ca, P, Na, Cl, K, Mg, dan S. Kelompok mineral lainnya disebut mineral perunut/kelumit (trace element) yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah sangat sedikit. Dalam tubuh manusia, ada 14 unsur kelumit yang termasuk esensial bagi manusia, yaitu : Co, Cr, Cu, F, Fe, I, Mn, Mo, Ni, Se, Si, Sn, V, dan Zn.

Teknik fluoresensi sinar-X dapat dipakai untuk menentukan kandungan mineral kelumit dalam bahan biologik maupun dalam tubuh secara langsung. Di beberapa negara maju, teknik ini banyak digunakan untuk memeriksa kandungan unsur kelumit yodium (I) stabil, baik yang terdapat dalam kelenjar gondok, darah, maupun urine. Yodium diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi kelenjar gondok baru akan berfungsi secara normal apabila persediaan I di dalam tubuh cukup memadai. Defisiensi I dalam diet seseorang dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok (goiter).

Teknik pemeriksaan kandungan I di dalam tubuh dapat dilakukan dengan cara menembakkan radiasi foton elektromagnetik ke sasaran yang diteliti. Sumber radiasi yang sering digunakan adalah radioisotop americium-241 (241Am) dengan radiasi elektromagnetik yang dipancarkannya berenergi 60 keV. Radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dari 241Am akan berinteraksi dengan sebuah elektron yang berada di kulit K unsur I di dalam tubuh atau bahan biologik lainnya. Karena menyerap energi elektromagnetik, maka elektron yang berada di kulit K atom I akan memiliki energi kinetik yang cukup untuk melepaskan diri dari ikatan inti, sehingga elektron itu akan terpental keluar.

Proses lepasnya elektron dari ikatan inti tadi disebut proses pengionan materi oleh radiasi. Kekosongan elektron di kulit K ini selanjutnya akan diisi oleh elektron lainnya yang berada di kulit yang lebih luar, misalnya kulit L atau kulit M. Perpindahan elektron ke kulit yang lebih dalam itu akan disertai dengan pancaran radiasi elektromagnetik dengan energi tertentu. Untuk unsur-unsur tertentu, pancaran radiasi elektromagnetik tersebut adalah dalam bentuk sinar-X karakteristik.

Pancaran sinar-X karakteristik ini demikian khasnya untuk masing-masing unsur kelumit di dalam tubuh, sehingga masing-masing unsur itu menghasilkan sinar-X karakteristik yang energinya berbeda-beda, bergantung pada jenis unsurnya. Di sinilah teknik fluoresensi sinar-X memiliki kelebihan dalam menganalisis unsur kelumit dalam tubuh dibandingkan dengan teknik analisis lainnya. Untuk unsur I, sinar-X karakteristik yang dipancarkannya berenergi 28,5 keV jika kekosongan elektron di kulit K diisi oleh elektron dari kulit L, dan 32,4 keV jika kekosongan itu diisi oleh elektron dari kulit M.

Intensitas pancaran sinar-X karakteristik dari unsur I tadi selanjutnya dapat dideteksi dan diukur dengan pemantau radiasi. Hasil pengukuran intensitas sinar-X karakteristik akan setara dengan jumlah unsur I yang terdapat di dalam tubuh atau sampel biologis yang diperiksa. Jadi, dengan menganalisis lebih lanjut hasil cacahan radiasi sinar-X karakteristik tadi, dapat diperkirakan jumlah unsur kelumit I di dalam tubuh orang yang diperiksa.

Analisis Kuantitatif

Alih energi dari radiasi kepada materi yang dilaluinya dapat menimbulkan berbagai jejak atau tanggapan tertentu yang dapat diamati. Kuantitas jejak yang timbul akan sebanding dengan jumlah energi radiasi yang dialihkan ke materi. Oleh sebab itu, bahan-bahan yang mampu memperlihatkan gejala tertentu apabila berinteraksi dengan radiasi ini dapat dipakai sebagai pemantau (detektor) radiasi. Salah satu

jenis jejak yang dapat timbul dari interaksi itu adalah proses pengionan materi. Pemantau radiasi yang bekerjanya memanfaatkan fenomena pengionan dan paling umum digunakan adalah detektor semikonduktor dari bahan silikon (Si) yang diaktivasi dengan lithium (Li) sehingga membentuk detektor semikonduktor Si(Li).

Pengertian pemantau semikonduktor mencakup sekelompok zat padat yang dapat dipakai untuk pemantauan radiasi. Namun, pada kenyataannya, hanya kristal Si dan Ge yang memenuhi syarat sebagai pemantau radiasi. Fenomena fisika yang dimanfaatkan dalam proses pemantauan ini adalah terjadinya konduktivitas listrik karena adanya perpindahan elektron dari pita valensi menunju pita konduksi apabila kristal semikonduktor berinteraksi dengan radiasi pengion. Pengumpulan elektron-elektron yang dilepaskan dari proses pengionan oleh radiasi sepanjang jejaknya di dalam zat padat merupakan dasar dari proses kerja pemantau ini.

Pemantau semikonduktor sambungan n-p telah digunakan secara luas untuk pemantauan radiasi yang menghasilkan pengionan dalam jumlah besar. Penggunaan medium padat dengan kerapatan pengionan yang tinggi memberikan banyak keuntungan, karena medium itu dapat dipakai untuk menghentikan partikel berenergi tinggi dan memantau radiasi dengan ionisasi spesifik rendah. Zat padat ini dapat memantau partikel bermuatan yang jangkauannya di dalam zat padat kira-kira 1 mm atau kurang. Energi yang diperlukan untuk pembentukan pulsa listrik pada pemantau semikonduktor sangat kecil dibandingkan dengan pemantau jenis lainnya. Oleh sebab itu, spektrum energi radiasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh pemantau semikonduktor ini lebih tajam dibandingkan dengan spektrum yang dihasilkan oleh pemantau jenis lainnya.

Kelebihan lain yang dimiliki oleh pemantau semikonduktor adalah linieritas pada daerah energi yang sangat lebar. Kombinasi dari resolusi yang tinggi serta linieritas yang lebar ini menjadikan pemantau semikonduktor sebagai spektrometer radiasi terbaik jika dikombinasikan dengan instrumen elektronik yang sesuai. Hampir semua spektrometri radiasi elektromagnetik moderen dilakukan dengan pemantau semikonduktor. Resolusi energi yang sangat bagus pada pemantau Si(Li) berukuran sangat kecil menjadikan pemantau ini sangat baik untuk digunakan dalam spektrometri sinar-X karakteristik.

Pulsa listrik dari pemantau akan diproses lebih lanjut oleh penguat awal dan peralatan elektronik berupa penganalisis saluran ganda (multi channel analyzer, MCA), sehingga pada layar penganalisis itu dapat ditampilkan spektrum radiasi elektromagnetik yang ditangkap detektor. Data tampilan spektrum radiasi pada layar penganalisis dapat dipakai untuk analisis spektrometri radiasi secara kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan melalui pengukuran luas daerah di bawah kurva spektrum radiasi elektromagnetik tersebut. Pemantau semikonduktor Si(Li) mempunyai efisiensi yang cukup baik untuk pemantauan radiasi elektromagnetik. Dengan menggabungkan alat pantau tersebut dengan komputer, data masukan akan diproses lebih lanjut sehingga dihasilkan informasi kandungan I di dalam kelenjar gondok maupun bahan biologik lainnya yang diperiksa.

Penutup

Pemanfaatan sinar-X dalam bidang kedokteran untuk keperluan diagnosis sudah dikenal secara luas, baik oleh para praktisi kesehatan maupun masyarakat umum. Dalam perjalanan berikutnya, perkembangan teknologi telah mengantarkan ke pemanfaatan sinar-X untuk keperluan radioterapi. Hadirnya alat pemercepat partikel semacam akselerator linier (LINAC) memungkinkan dilakukannya radioterapi kanker jenis tertentu dengan sinar-X berenergi tinggi.

Peran sinar-X dalam dunia kesehatan ternyata tidak berhenti hanya pada kegiatan radiodiagnosis dan radioterapi. Studi secara intensif oleh para pakar pada giliran berikutnya telah mengantarkan ke arah penemuan pemanfaatan yang lain dari sinar-X. Pengenalan yang baik tentang karakteristik fisika sinar-X, didukung dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi fisika nuklir, terutama mengenai fisika radiasi serta standarisasi radiasi yang didukung pula oleh peningkatan kemampuan teknik dalam pemantauan radiasi, telah mengantarkan para ilmuwan ke arah pemanfaatan sinar-X karakteristik untuk

penelitian medis. Perkembangan mutakhir dalam pemanfaatan sinar-X ini tentu memiliki arti yang sangat besar dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan medis untuk meningkatkan taraf kesehatan publik pada umumnya.

Daftar Pustaka

1. Merrick, H., Sinar-X, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 10, Grolier International Inc./P.T. Widyadara (1997) hal. 144-151.

2. Young, H.D. and Freedman, R.A., University Physics (9th edition), Addison-Wesley Publishing Company, New York (1998).

3. Groth, S., Lasting Benefits, Nuclear Application in Health Care, IAEA Bulletin, Vol. 42 (1), Vienna, Austria (March 2000), pp. 33-40.

4. Gautreau, R. and Savin, W., Fisika Modern (terjemahan oleh Hans J. Wopspakirk), Penerbit Erlangga, Jakarta 10430 (1995).

5. Hoddeson, L., Teori Kuantum, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 5, Grolier International Inc./P.T. Widyadara (1997) hal. 137-148.

6. Wiharto, K., Penerapan Teknik Nuklir Dalam Kedokteran, Buletin BATAN, Th. XII (2), Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta (1991) Hal. 1-9.

7. Wiharto, K., Kedokteran Nuklir dan Aplikasi Teknik Nuklir dalam Kedokteran, Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan PSPKR-BATAN, Jakarta (1996), hal. 8-15.

SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM

Written by Yusuf Habibi, S.Si.   SATURDAY, 18 JULY 2009

Oleh  : Riyanto, Ph.D.*

PENDAHULUAN

Prinsip analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak digunakan untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuansi radiasi yang dipancarkan karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi. Teknik ini dikenal dengan SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk SSA keadaan berlawanan dengan cara emisi yaitu, populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan  intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. 

Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh ayala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer. yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang uyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk

ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya sama seperti pada spektrofotometri UV -Vis yaitu standar tunggal, kurva kalibrasi dan kurva adisi standar.

SISTEM ATOMISASI

1. SISTEM ATOMISASI NYALASetiap alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Untuk kebanyakan instrumen sumber atomisasi ini adalah nyala dan sampel di introduksikan dalarn bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak variasi nyala yang telah diapakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun demikian. yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang  sesuai untuk kebanyakan ana!it (unsur yang dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, absorbsi dan juga fluoresensi.1) Nyala udara-asetilenBiasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS,. temperarur nyala-nya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan.2) Nitrous oksida-asetilenDianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur  yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang dihasilkan relative tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V danW.

Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan menjadi spesies atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh terhadap hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang  diperoleh pada detektor dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap sensitivitas analisis. Langkah-langkah proses atomisasi melibatkan hal-hal kunci sebagaimana diberikan pada Gambar 3. Secara ideal fungsi dari sistem atomisasi (source) adalah :1) Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa-gas dengan sedikit  perlakuan atau tanpa perIakuan awal.2) Me!akukan seperti pada point 1) untuk semua elemen (unsur) dalam sampel pada semua level konsentrasi. 3) Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel. 4) Mendapatkan sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap¬-tiap elemen. yakni agar gangguan(interfererisi) dan penganih matriks (media) sampel menjadi minimal.    "5) Memberikan analisis yang teliti (precise) dan tepat (accurate).6) Mendapatkan harga beli, perawatan dan pengoperasian yang murah.7) Memudahkan operasi.

2. SISTEM ATOMISASI DENGAN ELEKTROTHERMAL (TUNGKU)

Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti, sensitivitas, jumlah sampel dan penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:a.    Tahap pengeringan atau penguapan larutanb.    Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik danc.    Tahap atomisasiUnsur-unsur yang dapat dianalsis dengan menggunakan GFAAS adalah sama dengan unsur-unsur yang dapat dianalisis dengan sistem nyala. Beberapa unsur yang sama sekali tidak dapat dianalisis dengan GFAAS adalah tungsten, Hf, Nd, Ho, La, Lu, Os, Br, Re, Sc, Ta, U, W, Y dan Zr, hal ini disebabkan karena unsur tersebut dapat bereaksi dengan graphit. Petunjuk praktis penggunaan GFAAS:1.    Jangan menggunakan media klorida, lebih baik gunakan nitrat2.    Sulfat dan fosfat bagus untuk pelarut sampel, biasanya setelah sampel ditempatkan dalam tungku3.    Gunakan cara adisi sehingga bila sampel ada interferensi dapat terjadi pada sampel dan standard.

7.3. BAGAN ALAT AAS

Karena komponen lain dalam instrumentasi AAS telah disinggung sebelumnya kecuali hollow cathode lamp: HCL (Iampu katoda cekung), maka selanjutnya hanya akan dibahas komponen HCL yang merupakan kunci berkembang pesatnya AAS dan sekaligus penjelasan mengapa metode AAS merupakan metode analsis yang sangat selektif.

LAMPU HCL (HOLLOW CHATODE LAMP)

Lampu ini merupakan sumber radiasi dengan spektra yang tajam dan mengemisikan gelombang monokhromatis. Lampu ini terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau campurannya (alloy) dan anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-elektroda ini berada dalam tabung gelas dengan jendela quartz karena panjang gelombang emisinya sering berada pada daerah ultraviolet. Tabung gelas tersebut dibuat bertekanan rendah dan diisi dengan gas inert Ar atau Ne. Beda voltase yang cukup tinggi dikenakan pada kedua elektroda tersebut sehingga atom gas pada anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat kearah katoda dan ketika menabrak katoda menyebabkan beberapa logam pada katoda terpental dan berubah menjadi uap, Atom yang teruapkan ini, karena tabrakan dengan ion gas yang berenergi tinggi, tereksitasi ke tingkat energi elektron yang lebih tinggi; ketika kembali ke keadaan dasar atom-¬atom tersebut memancarkan sinar dengan λ yang karakteristik untuk unsur katoda tersebut. Berkas sinar yang diemisikan bergerak melalui nyala dan berkas dengan λ tertentu yang dipilih dengan monokromator akan diserap oleh uap atom yang ada dalam nyala yang berasal dari sampel. Sinar yang diabsorpsi paling kuat biasanya adalah sinar yang berasal dart transisi elektron ke tingkat eksitasi  terendah. Sinar ini disebut garis resonansi.Sumber radiasi lain yang sering digunakan adalah "Electrodless Discharge Lamp ". Lampu ini mempunyai prinsip kerja hampir sama dengan HCL, tetapi mempunyai output radiasi lebih tinggi dan biasanya digunakan untuk analisis unsur-unsur As dan Se, karena lampu HCL untuk unsur-unsur ini mempunyai sinyal yang lemah dan tidak stabil.

METODE ANALISIS

Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara spektrometri. Ketiga teknik tersebut adalah :(1) Metoda Standar  TunggalMetoda sangat praktis karena hanya menggunakan satu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya (Cstd). Selanjutnya absorbsi larutan standar (Asta) dan absorbsi larutan sampel (Asmp) diukur dengan Spektrofotometri. Dari hk. Beer diperoleh :    Astd = ε.b.Cstd    Asmp =ε.b.Csmp

               ε.b = Astd/ Cstd                     ε.b = Asmp/Csmp

sehingga,

Astd/Cstd = Csmp /Csmp  →    Csmp = (Asmp/Astd) X Cstd

Dengan mengukur Absorbansi larutan sampel dan standar, konsentrasi larutan sampel dapat dihitung. 

(2) Metode Kurva KalibrasiDalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan AAS. Langkah selanjutnya adalah membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) yang akan merupakan garis lurus melewati titik nol dengan slope = ε.b atau slope = a.b. Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi. (3) Metoda Adisi StandarMetoda ini dipakai secara luas karena mampu meminimalkan kesalahan yangdisebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan (matriks) sampel dan standar. Dalam metoda ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke dalam labu takar. Satu larutan diencerkan sampat volume tertentu kemudian diukur absorbansinya tanpa ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur absorbansinya ditambah terlebih dulu dengan sejumlah tertentu tarutan standar dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama. Menurut hukum Beer akan berlaku hal-hal berikut :    Ax = k.Cx     AT = k(Cs + Cx)

Dimana.,Cx = konsentrasi zat sampel  Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel  Ax = Absorbansi zat sampel (tanpa penambahan zat standar)   Ar = Absorbansi zat sampel + zat standar

Jika kedua persarnaan diatas digabung akan diperoleh:Cx = Cs x {Ax/(AT - Ax)}

Konsentrasi zat dalam sampel (Cx) dapat dihitung dengan mengukur Ax dan AT dengan spektrofotometer. Jika dibuat suatu seri penambahan zat standar dapat pula dibuat suatu grafik antara AT lawan Cs, garis lurus yang diperoleh diekstrapolasi ke AT = 0, sehingga diperoleh:

Cx = Cs x {Ax/(O - Ax)}  ;   Cx = Cs x (Ax  /-Ax)Cx = Cs x ( -1)  atau  Cx = - Cs

GANGGUAN DALAM ANALISIS DENGAN SSAAda tiga gangguan utama dalam SSA :(1) Gangguan ionisasi(2) Gangguan akibat pembentukan senyawa refractory (tahan panas) (3) Gangguan fisik alat 

Gangguan lonisasi: Gangguan ini biasa terjadi pada unsur alkali dan alkali tanah dan beberapa unsur yang lain karena unsur-¬unsur tersebut mudah terionisasi dalam nyala. Dalam analisis dengan FES dan AAS yang diukur adalah emisi dan serapan atom yang tidak terionisasi. Oleh sebab itu dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan mengakibatkan sinyal yang ditangkap detek'tor menjadi berkurang. Namun demikian gangguan ini bukan gangguan yang sifatnya serius, karena hanya sensitivitas dan linearitasnya saja yang terganggu. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan unsur-¬unsur yaug mudah terionisasi ke clalam sampel sehingga akan menahan proses ionisasi dari  unsur yang dianalisis.

Pembentukan Senyawa Refraktori: Gangguan ini diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa kimia, biasanya anion yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas (refractory). Sebagai contoh, pospat akan bereaksi dengan kalsium dalam nyala menghasilkan kalsium piropospat (CaP2O7). Hal ini menyebabkan absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan stronsium klorida atau lantanum nitrat ke dalam tarutan. Kedua logam ini lebih mudah bereaksi dengan pospat dihanding kalsium sehingga reaksi antara kalsium dengan pospat dapat dicegah atau diminimalkan. Gangguan ini juga dapat dihindari dengan menambahkan EDTA berlebihan. EDTA akan membentuk kompleks chelate dengan kalsium, sehingga pembentukan senyawa refraktori dengan pospat dapat dihindarkan. Selanjutnya kompleks Ca-EDTA akan terdissosiasi dalam nyala menjadi atom netral Ca yang menyerap sinar. Gangguan yang lebih serius terjadi apabi!a unsur-unsur seperti: AI, Ti, Mo,V dan lain-lain bereaksi dengan O dan OH dalam nyala menghasilkan logam oksida dan hidroksida yang tahan panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur nyala., sehingga nyala yang urnum digunakan dalam kasus semacam ini adalah nitrous oksida-asetilen.    .Gangguan Fisik Alat : yang dianggap sebagai gangguan fisik adalah semua parameter yang dapat mempengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut adalah: kecepatan alir gas, berubahnya viskositas sampel akibat temperatur atau solven, kandungan padatan yang tinggi, perubahan temperatur nyala dll. Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan lebih sering membuat Kalibrasi (standarisasi). 

Daftar PustakaAnonim, 1982, Analytical Methods for Atomic Absorption  Spectrophotometry, .Perkin Elmer, Norwalk, Connecticut, USA.Christian., G.D., 1994, Analytical Chemistry, 5th ed-, .John Wiley and  Sons, lnc. New York, pp. 462-484.

Christian, G.D. and O'Reilly, lE., 1986, Instrumental Analysis, 2nd ed.,  Allyn and Bacon, Inc., Boston, pp. 278-315.    Skoog, D.A., 1985, Principles of Instrumental Analysis, 3rd ed., Saunders College Publ., Philadelphia, pp. 251-286.      

* Penulis adalah  Dosen Program Studi Ilmu Kimia FMIPA UII