61911043 paper konservasi
TRANSCRIPT
MAKALAH
ILMU KONSERVASI GIGI I
Sabdayana 8480
Ainu Zuhad 8488
Nushita Dinar 8490
Yessika Nopristyas 8496
Muhamad Fikri 8500
Fazlur Rachman NAF 8502
Wirasthi Tamsil 8504
Dian Novita N 8508
Rosalina Intan S 8512
Prima Sandika 8526
Dwi Agam Sudrajat 8528
Muhamad Fuadi 8532
Pradipta Atmokotomo 8534
Anggi Arlan 8546
Nela Anggun S 8550
Bonifasius Primario 8552
Heriati Sitosari 8558
Gita Rulianti 8560
Nafisah 8566
Priztika Widya N 8568
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
KASUS
Pemeriksaan Subyektif
• Pasien datang dengan keluhan gigi belakang kiri atas terasa ngilu bila minum/ kumur air
dingin
• Gigi tersebut pernah ditambal beberapa tahun lalu namun setelahnya masih sering
terselip sisa makanan. Akhir-akhir ini terjadi lobang di sela-sela gigi
• Belum pernah sakit spontan
• Pasien ingin ditambal sewarna gigi, tetapi tidak seperti tambalan sebelumnya
Pemeriksaan Obyektif
Gigi molar satu atas kiri terdapat kavitas didaerah mesial dan sebagian tumpatan yang
telah hilang, dengan kedalaman dentin. Hasil pemeriksaan: Sondasi: (+), Perkusi: (-),
Palpasi: (-), C.E.: (+).
• Gigi premolar dua kiri atas, terdapat kavitas pada sisi distal dengan kedalaman dentin
• Gigi molar dua atas kiri terdapat kavitas di proksimal dengan kedalaman dentin
• Untuk kedua gigi tersebut, Sondasi, perkusi, palpasi: (-), C.E.: (+).
LEARNING ISSUE
1. Ngilu saat minum atau kumur air dingin
2. Gigi pernah ditambal tetapi setelahnya masih sering terselip sisa makanan
3. Akhir-akhir ini ada lobang di sela-sela gigi
4. Belum pernah sakit spontan
5. Pasien ingin ditambal dengan bahan tambal yang sewarna gigi tetapi berbeda dengan
tambalan sebelumnya
6. Hasil pemeriksaan objektif:
a. Gigi P2 RA kiri
Kavitas di distal, kedalaman dentin. Sondasi, perkusi, dan palpasi hasilnya negatif.
Hasil tes C.E. positif.
b. Gigi M1 RA kiri
Kavitas di mesial, sebagian tumpatan hilang, kedalaman kavitas sejauh. Sondasi
positif, perkusi negatif, palpasi negatif, C.E. positif.
c. Gigi M2 RA kiri
Kavitas di proksimal, kedalaman dentin. Sondasi, perkusi, dan palpasi hasilnya
negatif.
BREAKDOWN DARI TIAP LEARNING ISSUE
1. Ngilu saat minum atau kumur air dingin
- Definisi nyeri
- Jenis nyeri berdasar sumber
- Sifat dan ciri-cirinya
- Mekanisme terjadinya nyeri
- Persarafan pada gigi
- Teori hidrodinamika
2. Gigi pernah ditambal tetapi setelahnya masih sering terselip sisa makanan
- Penyebab-penyebab mengapa masih ada sisa makanan yang terselip setelah
perawatan restoratif dilakukan terhadap gigi
- Klasifikasi kavitas
- Struktur gigi: enamel, dentin, pulpa
- Tindakan restoratif yang dapat dilakukan terhadap gigi yang mengalami karies
dengan kedalaman email, dentin, dentin yang sudah sangat dekat dengan pulpa,
pulpa.
- Penggunaan radiografi dalam ilmu konservasi gigi
- Tahapan dalam menumpat gigi
- Bentuk-bentuk tambalan
3. Akhir-akhir ini ada lobang di sela-sela gigi
Lobang yang muncul pada gigi yang sudah pernah ditambal sebelumnya dapat muncul
karena:
a. Karies sekunder
Mekanisme terjadinya karies sekunder
Penyebab-penyebab karies sekunder
Tindakan restoratif yang bisa dilakukan untuk mengatasi karies sekunder
b. Penumpukan plaq sehingga muncul karies baru
Mekanisme pembentukan karies
Tindakan yang bisa dilakukan terhadap gigi yang terkena karies
c. Tambalan yang pecah
Penyebab-penyebab pecahnya tambalan (khususnya dalam hal ini tambalan semen
ionomer kaca)
Tindakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi dan memperbaiki tambalan yang
pecah
4. Belum pernah sakit spontan
- Definisi sakit spontan
- Penegakan diagnosis terhadap gigi yang mengalami sakit spontan
5. Pasien ingin ditambal dengan bahan tambal yang sewarna gigi tetapi berbeda dengan
tambalan sebelumnya
- Jenis-jenis bahan tambal beserta kelebihan dan kekurangannya
- Jenis-jenis tambalan-tambalan yang sewarna dengan gigi beserta kelebihan dan
kekurangannya
6. Hasil pemeriksaan objektif:
a. Gigi P2 RA kiri
- Kavitas di distal, kedalaman dentin
Menentukan kelas kavitas
Menentukan tipe perawatan restoratif yang bisa diberikan
Menentukan bagaimana tahapan melakukan perawatan restoratif tersebut (alat,
bahan, dan langkah-langkah)
- Penegakan diagnosis terhadap hasil pemeriksaan objektif berikut ini: Sondasi,
perkusi, dan palpasi negatif. Hasil tes C.E. positif.
b. Gigi M1 RA kiri
- Kavitas di mesial, sebagian tumpatan hilang, kedalaman kavitas sejauh dentin
Menentukan kelas kavitas
Menentukan tipe perawatan restoratif yang bisa diberikan
Menentukan bagaimana tahapan melakukan perawatan restoratif tersebut (alat,
bahan, dan langkah-langkah)
- Penegakan diagnosis terhadap hasil pemeriksaan objektif berikut ini: Sondasi
positif, perkusi negatif, palpasi negatif, C.E. positif.
c. Gigi M2 RA kiri
- Kavitas di proksimal, kedalaman dentin
Menentukan kelas kavitas
Menentukan tipe perawatan restoratif yang bisa diberikan
Menentukan bagaimana tahapan melakukan perawatan restoratif tersebut (alat,
bahan, dan langkah-langkah)
- Penegakan diagnosis terhadap hasil pemeriksaan objektif berikut ini: Sondasi,
perkusi, dan palpasi negatif. Hasil tes C.E. positif.
ANALISIS MASALAH DAN PEMBAHASAN
1. Ngilu saat minum atau kumur air dingin
- Definisi nyeri
Nyeri adalah suatu mekanisme protektif bagi tubuh, ia timbul bilamana
jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsang nyeri tersebut (Guyton, 1995).
Karakteristik rasa nyeri dapat dikatakan mirip ketika dentin pain
dibandingkan dengan hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya tubulus
dentinalis yang terbuka. Dentin pain (yang disebabkan oleh agen-agen tertentu,
seperti dental karies) dapat ditimbulkan oleh perubahan suhu, manis, asam, serta hal-
hal yang dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas. Rasa sakit dari keduanya
biasanya ada dalam kisaran ringan sampai sedang.
Berbeda dengan dentin pain, pulpal pain dapat dengan mudah dibedakan
karena biasanya nyeri yang muncul sering digambarkan sebagai nyeri yang parah,
intermiten, dan berdenyut. Baik dentin pain dan pulpal pain dapat ditimbulkan oleh
rangsang suhu baik panas maupun dingin. Akan tetapi, pulpal pain dapat muncul
selama kegiatan mengunyah. Hal inilah yang kemudian dapat membedakan antara
pulpal pain dengan hipersensitivitas dentin yang muncul karena terbukanya tubulus
dentinalis.
Pada pasien, karena nyeri yang terjadi baru disebabkan oleh adanya rangsang
termal berupa suhu dingin saja, dapat disimpulkan bahwa ngilu yang dirasakan pasien
disebabkan oleh adanya tubulus dentinalis yang terbuka.
- Jenis nyeri berdasar sumber
Nyeri digolongkan ke dalam tiga jenis utama:
1. Nyeri tertusuk, dirasakan bila suatu jarum ditusukkan ke dalam kulit atau bila
kulit dipotong dengan pisau. Ia juga sering dirasakan suatu daerah kulit
mengalami iritasi kuat
2. Nyeri terbakar, jenis nyeri yang dirasakan bila kulit terbakar. Merupakan jenis
nyeri yang paling mungkin untuk menyebakan penderitaan
3. Nyeri pegal/ngilu, jenis nyeri ini tidak dirasakan di permukaan tubuh, tetapi
merupakan suatu nyeri dalam dengan berbagai tingkat gangguan. Pegal/ngilu
dengan intensitas rendah di daerah tubuh yang tersebar luas dapat bersatu
menjadi suatu sensasi yang sangat tidak enak.
(Guyton,1995)
Berdasarkan yang diungkapkan Guyton (1995), nyeri pada gigi yang
dirasakan oleh pasien termasuk pada jenis nyeri nomer 3, yaitu ngilu.
- Sifat dan ciri-cirinya
Sakit gigi adalah nyeri berat yang disebabkan oleh stimulasi dentin gigi yang
terbuka akibat lesi karies atau resesi gingival. (Bradley, 1995)
Rasa sakit yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas atau dentin pain
biasanya ada dalam kisaran ringan sampai sedang. Sementara itu, pulpal pain dapat
dengan mudah dibedakan karena biasanya nyeri yang muncul sering digambarkan
sebagai nyeri yang parah, intermiten, dan berdenyut.
- Mekanisme terjadinya nyeri
Pulpa dan dentin merupakan struktur gigi yang mempunyai peran penting bagi
sensitifitas gigi, karena didalamnya terdapat saraf – saraf yang sangat peka terhadap
impuls – impuls dari luar. Pada pulpa, terdapat sel – sel glia dan astrocytus yang akan
teraktivasi ketika terjadi stimulasi nyeri, sel – sel tersebut akan menghantarkan impuls
ke nucleus nervus trigeminus yang kemudian akan dilanjutkan ke thalamus dan
berakhir di otak sebelah kanan atas yang mengakibatkan sensasi nyeri (Wright, 2008).
Dentin merupakan struktur gigi yang mempunyai sifat sensitifitas secara
alami, sensitifitas ini mirip dengan pulpa. Teori yang menyatakan tentang
sensitifitas dentin adalah teori hidrodinamik, ketika suatu rangsangan terjadi,
aliran cairan dentin yang ada pada tubulus dentinalis akan meningkat.cairan
tersebut mengarah ke ronggga pulpa, menyebabkan terjadinya beda potensial
yang kemudian diinformasikan ke otak dan diterjemahkan sebagai rangsangan
nyeri (Orchadson, dkk., 2006).
(Orchadson, dkk., 2006)
- Persarafan pada gigi
Serabut-serabut saraf yang mengantarkan impuls dari gigi adalah serabut
penghantar cepat tipe A delta dan serabut penghantar lambat tipe C yang badan
selnya terdapat pada bagian dorsal ganglia saraf.
Serabut tipe A-delta memiliki kemampuan konduksi sekitar 5 – 30 m/s.
Serabut saraf tipe C memiliki kemampuan konduksi sekitar 0,5 – 2 m/s. Serabut
penghantar cepat menimbulkan kewaspadaan pada individu terhadap permulaan nyeri
tajam dan serabut penghantar lambat bertanggung jawab untuk timbulnya nyeri
seperti rasa terbakar yang berlarut-larut.
(Yayanakhyar, 2009)
Nyeri cepat dihantarkan oleh serabut nyeri A-delta, sedangkan nyeri lambat
oleh serabut C.
(Ganong, 2002)
Sekitar 80% saraf pulpa adalah serabut tipe- C, dan sisanya adalah serabut-A
delta. Serabut C tidak bermilelin dan mempunyai diameter 0,3-1,2 µm dan suatu
kecepatan konduksi 0,4-2 m/sek. Kondisi serabut-serabut ini, yang diameternya lebih
kecil daripada diameter serabut A-delta, adalah lambat. Serabut-serabut ini mungkin
dididstribusi di seluruh jaringan pulpa, oleh karena itu, serabut-serabut tersebut
menyalurkan rasa sakit berdenyut dan rasa sakit yang tidak tajam yang ada
hubungannya dengan kerusakan jaringan pulpa.
Serabut A-delta bermielin dan mempunyai diameter 2-5 µm dan suatu
kecepatan konduksi sebesr 6-30 m/sek. Serabut A-delta yang berdiameter lebih besar
daripada serabut C, menyalurkan impuls pada kecepatan lebih tinggi. Impuls-impuls
ini diinterpretasikan sebagai rasa sakit dan menusuk. Serabut A-delta didistribusi
pada daerah odontoblastik dan subodontoblastik dan dihubungkan dengan rasa sakit
dentinal.
Impuls menjalar dari ujung saraf serabut C atau A-delta, melalui pleksus
Raschkow, ke batang saraf didaerah sentral pulpa. Serabut A-delta tertutup oleh
lapisan mielin waktu melewati pleksus Raschkow. Batang saraf disusun dari serabut
A-delta bermielin pada perifer dan serabut C yang tidak bermielin di pusat. Susunan
ini dapat melindungi serabut saraf tidak bermielin.
(Grossman,1995)
- Teori hidrodinamika
Teori hidrodinamik pada sensitifitas dentin adalah proses penerusan
perpindahan cairan dentin ke tubulus dentin, yang mana merupakan perpindahan ke
salah satu arah yaitu ke arah luar (permukaan) atau ke arah dalam (pulpa) dan
menstimulasi nervus sensoris pada dentin atau pulpa. Gerakan cairan sangat cepat dan
terjadi sebagai respon terhadap perubahan temperatur, tekanan, atau mekanik yang
menghasilkan deformasi mekanis pada odontoblas dan saraf di dekatnya.
(Ingle, 2002)
Teori hidrodinamik menjelaskan reaksi rasa sakit pulpa terhadap panas,
dingin, pemotongan dentin, dan probing dentin. Panas mengembangkan cairan dentin,
sedang dingin mengerutkan cairan dentin, memotong tubuli dentin memungkinkan
cairan dentin keluar, dan melakukan probing pada permukaan dentin yang dipotong
atau terbuka dapat merusak bentuk tubuli dan menyebabkan gerakan cairan. Semua
rangsangan ini mengakibatkan gerakan cairan dentin dan menggiatkan ujung saraf.
(Grossman, 1995)
Teori hidrodinamik mempostulasikan bahwa pergerakan cairan yang cepat di
dalam tubulus dentin (ke luar dan ke dalam) yang akan mengakibatkan distrosi ujung
saraf di daerah pleksus saraf subodontoblas (pleksus Raschkow) yang akan
menimbulkan impuls saraf dan sensasi nyeri.
Ketika dentin dipotong, atau ketika larutan hipertonik diletakkan di atas
permukaan dentin yang terpotong, cairan akan bergerak ke luar dan mengawali nyeri.
Prosedur yang menyumbat tubulus, seperti mengaplikasikan resin di permukaan
dentin atau membuat kristal di dalam dumen tubulus, akan menginterupsi aliran
cairan dan mengurangi sensitivitas.
Pada gigi yang utuh, aplikasi dingin dan panas pada permukaan gigi
menimbulkan kecepatan kontraksi yang berbeda dalam dentin dan cairan dentin; hal
ini mengakibatkan pergerakan cairan dan diawalinya rasa nyeri. Respons ini akan
menghebat jika dentinnya terbuka.
(Walton, 2003)
Timbulnya rasa nyeri akibat rangsangan thermal, yang dalam kasus ini adalah
keluhan pasien tentang timbulnya rasa ngilu saat minum atau berkumur air dingin,
dapat dijelaskan dengan teori hidrodinamik.
Menurut Ingle (2002), Teori hidrodinamik pada sensitifitas dentin adalah
proses penerusan perpindahan cairan dentin ke tubulus dentin, yang mana merupakan
perpindahan ke salah satu arah yaitu ke arah luar (permukaan) atau ke arah dalam
(pulpa) dan menstimulasi nervus sensoris pada dentin atau pulpa. Walton (2003)
menyatakan bahwa teori hidrodinamik mempostulasikan bahwa pergerakan cairan
yang cepat di dalam tubulus dentin (ke luar dan ke dalam) yang akan mengakibatkan
distrosi ujung saraf di daerah pleksus saraf subodontoblas (pleksus Raschkow) yang
akan menimbulkan impuls saraf dan sensasi nyeri. Dan respon rasa nyeri tersebut
akan menghebat jika dentinnya terbuka.
Beberapa penyebab timbulnya rasa nyeri pada pulpa adalah panas, dingin,
pemotongan dentin, dan probing dentin.
Panas mengembangkan cairan dentin, sedang dingin mengerutkan cairan
dentin, memotong tubuli dentin memungkinkan cairan dentin keluar, dan melakukan
probing pada permukaan dentin yang dipotong atau terbuka dapat merusak bentuk
tubuli dan menyebabkan gerakan cairan (Grossman, 1995).
Gerakan cairan sangat cepat dan terjadi sebagai respon terhadap perubahan
temperatur, tekanan, atau mekanik yang menghasilkan deformasi mekanis pada
odontoblas dan saraf di dekatnya (Ingle, 2002).
Menurut teori hidrodinamik, rangsangan dingin menyebabkan gerakan cairan
tubuli dentin yaitu mengerutkan cairan tubuli dentinalis yang kemudian gerakan
tersebut mengakibatkan distorsi ujung saraf di daerah pleksus saraf subodontoblas
(pleksus Raschkow) yang kemudian akan menimbulkan impuls saraf dan
menghasilkan rasa nyeri.
2. Gigi pernah ditambal tetapi setelahnya masih sering terselip sisa makanan
- Penyebab-penyebab mengapa masih ada sisa makanan yang terselip setelah
perawatan restoratif dilakukan terhadap gigi
Makanan masih dapat terselip setelah dilakukan penambalan karena
kemungkinan adanya kesalahan dalam peletakan bahan tambal dan finishing dan
polishing yang kurang sempurna sehingga terjadi undercontur atau overcontur. Selaun
itu pembentukan embrassur yang kurang baik dapat menyebabkan makanan masih
dapat terselip sekalipun telah dilakukan penambalan pada gigi.
- Klasifikasi kavitas
Menurut Black, lesi karies diklasifikasikan menjadi:
- Kelas I: mengenai pits dan/atau fissure serta berhubungan dengan lesi
karies
- Kelas II: mengenai permukaan proksimal gigi posterior
- Kelas III: mengenai permukaan proksimal gigi anterior
- Kelas IV: mengenai permukaan proksimal gigi anterior dan melibatkan
sudut incisal
- Kelas V: mengenai permukaan servikal
(Qualtrough et al, 2005)
- Struktur gigi: enamel, dentin, pulpa
Gigi sempurna dan fungsional terdiri dari email yang menyelimuti mahkota
anatomis dan sementum yang menyelimuti akar anatomis (Osborn & Cate, 1983).
Email berupa material kristal dan merupakan jaringan terkeras yang ada pada
tubuh manusia. Email yang matur terdiri dari 96% material anorganik, 1% material
organic, dan 3% air. Kristal email sebagian besar tersusun oleh kalsium hidroksiapatit
yang juga dapat ditemukan pada tulang, dentin, dan sementum dalam jumlah yang
lebih kecil.
(Balogh & Fehrenbach, 2006)
DENTIN
Dentin dan pulpa tidak dapat dilihat secara klinis karena letaknya yang berada di
sebelah dalam dari struktur gigi, kecuali jika ditemukan kelainan patologis. Dentin
yang matur mengandung material kristal yang memiliki kekuatan lebih rendah
daripada email. Dentin matur terdiri dari 70% mineral anorganik, 20% material
organik, daan 10% air.
Di dalam dentin yang matur, dapat ditemukan tubulus dentinalis. Tubulus
dentinalis berupa tabung yang meluas ke dentinoenamel junction ataupun
sementoenamel junction. Di dalam tubulus dentinalis ditemukan juga dentinal fluid
yang menyelimuti membrane sel dari odontoblas. Dapat ditemukan juga juluran-
juluran dari prosessus odontoblas.
Akson sensoris afferent berhubungan dengan prosessus odontoblas. Akson inilah
yang berperan dalam interpretasi rasa nyeri.
(Balogh & Fehrenbach, 2006).
PULPA
Pulpa merupakan bagian terdalam gigi. Pulpa terdiri dari jaringan ikat beserta
komponen-komponennya yang berada dalam ruang pulpa. Ruang pupa terdiri dari
dua bagian: koronal plpa dan radikular pulpa.
Koronal pulpa terletak pada mahkota gigi. Perluasan sempit dari ruang pulpa ini
biasanya berada dalam kuspid gigi geligi. Sedangkan radikular pulpa merupakan
bagian dari ruang pula yang berada dalam akar gigi yang akan berlanjut terbuka pada
foramen apikal. Aksessoris kanal mungkin juga ditemukan, yaitu struktur pembukaan
tambahan yang menghubungkan pulpa dengan ligamentum periodontal. Aksesoris
kanal juga dikenal dengan lateral kanal karena letaknya yang sering ditemukan berada
di lateral akar.
(Balogh & Fehrenbach, 2006)
- Tindakan restoratif yang dapat dilakukan terhadap gigi yang mengalami karies
dengan kedalaman email, dentin, dentin yang sudah sangat dekat dengan pulpa,
pulpa.
- Penggunaan radiografi dalam ilmu konservasi gigi
Penampakan radiografis dari karies recurrent tergantung dari jumlah dekalsifikasi dan jika restorasi menutupi lesi. Restorasi radiopak biasanya menutupi regio kecil dan besar dari demineralisasi (radiolusen) dentin. Dengan demikian, penemuan dan konfirmasi dari karies recurrent tergantung dari pemeriksaan klinis secara hati-hati. Lesi karies recurrent biasanya ditemukan pada mesiogingival, distogingival, dan occlusal dan dengan kontras memperlihatkan kerusakan yang terjai di sekitar sisi bukal, fasial, dan lingual dari restorasi sebelum akhirnya nampak secara radiografis.
(White & Pharoah, 2000)Radiografi sangat berguna untuk mendeteksi karies dental karena proses
terbentuknya karies menyebabkan demineralisasi. Lesi karies (area gigi yang ter-demineralisasi menyebabkan infiltrasi sinar x lebih besar) terlihat lebih gelap (lebih radiolusen) dari pada bagian yang tidak terkena efek dan dapat terdeteksi pada radiograf. Lesi karies awal belum mengalami demineralisasi sehingga belum bisa dideteksi dengan radiograf. Praktisi harus mengetahui hal tersebut, karena karies merupakan proses aktif yang dapat didiagnosis secara akurat hanya pada saat terdapat bukti perkembangan dari lesi tersebut yang mana merupakan bukti bahwa kerusakan telah membesar.
Radiografi intraoral dapat memperlihatkan adanya lesi karies yang mungkin saja tidak terdeteksi selama pemeriksaan klinis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa setengah dari seluruh karies permukaan proksimal tidak dapat terdeteksi pada pemeriksaan klinis dan hanya dapat terlihat dengan radiograf.
Mendeteksi karies pada gambaran radiograf merupakan pekerjaan yang sukar. Jika jumlah demineralisasi sangat sedikit, maka radiograf tidak dapat mendeteksi karies karena kurang sensitif.
Karies recurrent terjadi bersebelahan dengan restorasi dan dapat menyebabkan buruknya adaptasi restorasi sehingga dapat menyebabkan kebocoran kecil, atau membentuk ekstensi restorasi yang tidak memadai. Karies dapat terjadi jika lesi asli tidak secara kompit dibersihkan, dan muncul sebagai karies residual atau karies recurrent.
Penampakan radiografis dari karies recurrent tergantung dari jumlah dekalsifikasi dan jika restorasi menutupi lesi. Restorasi radiopak biasanya menutupi regio kecil dan besar dari demineralisasi (radiolusen) dentin. Dengan demikian, penemuan dan konfirmasi dari karies recurrent tergantung dari pemeriksaan klinis secara hati-hati. Lesi karies recurrent biasanya ditemukan pada mesiogingival, distogingival, dan occlusal dan dengan kontras memperlihatkan kerusakan yang terjai di sekitar sisi bukal, fasial, dan lingual dari restorasi sebelum akhirnya nampak secara radiografis.
(White & Pharoah, 2000)- Tahapan dalam menumpat gigi
Langkah-Langkah dalam preparasi kavitas :
Langkah I : Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan.
Seorang dokter gigi harus mereka-reka bentuk preparasi akhir dari gigi sampai ke
tepinya. Rekaan bentuk preparasi akhir harus dibuat sebelum dilakukan pemotongan.
Bur digunakan untuk menembus dan membuat jalan masuk ke kavitas. Setelah
kedalaman yang diinginkan tercapai, dilakukan pemotongan dinding lateral pada
beberapa arah sampai kavitas kasar terbuang sehingga mencapai bentuk yang
diinginkan. Hasil yang paling efisien akan diperoleh jika pemotongan kedalaman
ditentukan pertama kali sebelum diperluas untuk bentuk akhirnya.
Langkah II : Pertimbangan resistensi dan retensi.
Dengan bur atau instrument genggam membuat modifikasi yang diperlukan pada
preparasi kavitas yang kasar untuk mendapatkan dua hasil yaitu :
1. Dinding pulpa dan gingival (permukaan kamar pulpa) harus datar untuk
menahan tekanan permukaan secara tepat. Jadi, dinding yang berdekatan
ditempatkan pada sudut tegak lurus terhadap dinding-dinding oklusal sehingga
restorasi akhir tidak membentuk dataran yang menurun atau berputar.
2. Undercut yang cukup untuk mencegah lepasnya restorasi bila dipakai
mengunyah.
Langkah III : Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi.
Terkadang tonjol perlu dipotong supaya kavitas dapat terlihat dan bagian dalam
kavitas yang tidak terlihat dapat diperbaiki.
Langkah IV : Penyingkiran karies dentin.
Jika ada karies dentin yang besar, ekskavasi tidak menghilangkan karies yang
terletak di dekat pulpa. Bila menggunakan bur, digunakan bur berkecepatan rendah
untuk mencegah kemungkinan pembuangan yang berlebihan.
Langkah V : Menghaluskan Tepi preparasi.
Bias anya digunakan instrumen genggam atau bur email yang khusus. Dinding
gingival memerlukan pertimbangan khusus karena karies sekunder seringkali dimulai
di lokasi ini. Debris cenderung menumpuk pada tepi gingival dan menghalangi
penglihatan. Pada daerah dimana debris dan pendarahan bisa mendatangkan masalah,
pemakaina pita matriks sering kali digunakan sebelum langkah ini, sehingga dapat
berfungsi sebagai barier untuk mencegah kontaminasi dari luar sewaktu
merencanakan pembuatan dasar kavitas.
- Bentuk-bentuk tambalan
3. Akhir-akhir ini ada lobang di sela-sela gigi
Lobang yang muncul pada gigi yang sudah pernah ditambal sebelumnya dapat muncul
karena:
a. Karies sekunder
Karies sekunder adalah lesi pada tepi restorasi yang telah ada sebelumnya.
Pemeriksaan histologis menunjukan suatu demineralisasi jaringan sepanjang dinding
kavitas. Karies sekunder berbeda dengan “wall lesions” dan merupakan hasil dari
suatu microleakage. Dan juga berbeda dengan residual karies yang merupakan sisa
jaringan terdemineeralisasi yang tertinggal saat preparasi kavitas.
Karies sekunder muncul pada area penumpukan plak. Karena alasan inilah,
batas cervical dari tambalan yang umumnya terkena.
(Edwina, 2001)
Mekanisme terjadinya karies sekunder
1. Proses terjadinya karies Menurut Teori Kimia parasit (WD. Miller)
Enzim dalam air ludah seperti amilase, maltose akan mengubah poli-
sakarida menjadi glukose dan maltose. Glukosa akan menguraikan enzim–
enzim yang dikeluarlan oleh mikroorganisme terutama laktobasilus dan
streptokokus akan menghasilkan asam susu dan asam laktat, maka pH
rendah dari asam susu (pH 5,5) akan merusak bahan–bahan anorganik dari
email (93 %) sehingga terbentuk lubang kecil (Yuwono, 1993)
Predisposisi untuk terjadinya karies gigi yaitu :
a. Keadaan gigi yang porus, lunak (Hipoplasia)
b. Adanya fisur-fisur yang dalam seperti foramen saekum
c. Posisi gigi yang tidak teratur
d. Pada wanita hamil
e. Penderita penyakit Diabetus militus, rematik dan lain lain
2. Teori endogen-pulpogene phospatase (CSERNYEI 1932)
Proses karies gigi terjadi :
Kerusakan dentin Cairan limpe terganggu keseimbangannya, phosphor
lebih banyak dentin dan lamela email rusak terjadi lubang pada
email bakteri dan enzim phosphatase dari air ludah masuk menyebab-
kan pembusukan karies membesar.
Keterangan :
Karena ada kerusakan pada pulpa maka keseimbangan fluor dan
magnesium pada dentin terganggu (normal perbandingan fluor dan
magnesium adalah 1:6, keadaan karies 1:28).
Gangguan penyerapan dentin akan mengakibatkan gangguan aliran limpe
dari pulpa kearah batas email dentin. Kerusakan diawali dari tubulus
dentin kemudian lamela email. Karena kerusakan unsur organis dari dentin
dan email, maka akan terbentuk ulkus (lubang), kemudian bakteri akan
masuk pada ulkus dan proses perusakan lebih lanjut akan terjadi.
Kerusakan dimulai terutama oleh endogen pulpogen yang mengakibatkan
disregulasi dari sistem limpa gigi (karena asam phosphor) yang memecah
email dan dentin.
(Yuwono, 1990).
Penyebab-penyebab karies sekunder
1. Kegagalan restorasi resin komposit yang menyebabkan kebocoran dari resin
komposit, dikarenakan:
a. Perbedaan masing-masing koefisien thermal ekspansi diantara resin
komposit, dentin, dan enamel
b. Penggunaan oklusi dan pengunyahan yang normal
c. Kesulitan karena adanya kelembaban, mikroflora yang ada, lingkungan
mulut bersifat asam.
(Hermina, 2003)
2. Adanya mikroleakage, yang merupakan suatu celah berukuran mikro antara
bahan restorasi dengan struktur gigi, sehingga margin restorasi terbuka serta
adaptasi yang buruk, yang menyebabkan masuknya cairan oral, bakteri
maupun toksinnya sehingga menyebabkan karies sekunder.
(Sularsih, 2007)
Tindakan restoratif yang bisa dilakukan pada karies sekunder
Diagnosis dari sekunder karies merujuk pada penempatan kembali dari
restorasi. Diagnosis dan perawatan harus mengikuti prosedur yang sama seperti
lesi karies primer yaitu dengan replacement seluruh restorasi (Mjor,2006).
b. Penumpukan plaq sehingga muncul karies baru
Mekanisme pembentukan karies
Karies gigi tidak akan muncul pada in vivo jika mikroorganisme yang
membentuk dental plak tidak terdapat dalam rongga mulut. Sangat jelas jika
karies gigi adalah satu penyakit yang berkaitan dengan adanya plak pada gigi.
Selama bertahun – tahun, telah diadakan penelitian tentang bakteri yang
menyebabkan karies. Sebagian besar penelitian menyatakan bahwa peran
mikroorganisme pada karies menuju pada bakteri mutans streptococci, terutama
Streptococcus mutans. Mutans streptococci merujuk pada tujuh spesies berbeda
yaitu S.mutans, S.sobrinus, S.cricetus, S.ferus, S.rattus, S.macacae, dan S.downei.
Korelasi paling tinggi antara S.mutans dan karies adalah pada karies fissure, tetapi
hubungan dengan karies lain juga memugkinkan. S.mutans umumnya diisolasi
dari dental plaque.
Karbohidrat adalah sumber nutrisi utama bagi mikroorganisme mulut.
Karbohidrat salah satunya terdapat pada plak gigi seperti glikoprotein.
Karbohidrat, terutama sukrosa, sangat penting sebagai etiologi dari karies. Saat
mengkonsumsi makanan yang menyebabkan karbohidrat dalam saliva meningkat
secara dramatis, untuk mencegah kemungkinan efek racun dan untuk mengambil
keuntungan maksimal dari level karbohidrat yang tinggi, bakteri mulut melakukan
mekanisme regulasi dalam tiga tahap, yaitu transportasi gula ke dalam etaboli,
jalur glikolisis, dan konversi piruvat menjadi hasil akhir dari etabolism, di mana
asam sebagai hasil akhir metabolism tersebut yang bertanggung jawab terhapat
demineralisasi enamel. Asam laktat adalah asam kuat dan sangat efektif dalam
demineralisasi struktur gigi.
Asam laktat dapat melepaskan (chelate) kalsium fosfat. Ion kalsium fosfat
yang terdapat dalam saliva, tidak dapat menggantikan kalsium fosfat yang secara
cepat dibuang dari gigi. Hal inilah yang menyebabkan karies. Dental karies pada
dasarya adalah korosi pada enamel gigi.
Tindakan yang bisa dilakukan terhadap gigi yang terkena karies
Kavitas untuk gigi posterior harus dibuat sekonservatif mungkin. Material
yang digunakan untuk restorasi gigi posterior adalah amalgam dan komposit.
Kelebihan dari restorasi amalgam adalah kekuatan dan ketahanannya.
Namun amalgam memiliki kelemahan dari segi estetik karena tidak sewarna
dengan gigi, dan ikatan yang terjadi antara permukaan gigi dan amalgam hanya
ikatan secara mekanis, tanpa ikatan kimia, sehingga dapat menyebabkan
mikroleakage (Mc Cord, 2003).
Sedangkan komposit memiliki keuntungan dari segi estetik yang baik,
karena warnanya dapat disesuaikan dengan warna gigi, memiliki kompatibilitas
dengan bahan bonding sehingga dapat berikatan secara kimia dengan permukaan
gigi, dan konduktifitas termal yang rendah. Namun kelemahannya adalah
kontraksi polimerisasi yang menyebabkan pengkerutan sekitar 2-7% yang dapat
berakibat pada kegagalan restorasi (Mc Cord, 2003).
Pada kasus ini, karena pasien menginginkan menggunakan bahan tambal
yang sesuai dengan warna gigi, maka jenis bahan yang digunakan adalah jenis
komposit.
c. Tambalan yang pecah
Penyebab pecahnya tambalan (khususnya dalam hal ini tambalan semen
ionomer kaca)
Penyebab tambalan Semen Ionomer Kaca adalah karena sifak mekanis
dari Semen Ionomer Kaca yang rendah. Kekuatan Semen Ionomer Kaca
dipengaruhi oleh peran air dalam proses pengerasan atau L/P ratio. Pada awalnya
air berfungsi sebagai media reaksi, dan kemudian perlahan-lahan menghidrasi
matriks ikatan silang, dan kemudian menambah kekuatan dari semen. Ketika
pengerasan berlanjut, air akan terikat secara erat dalam matriks sehingga
strukturnya lebih stabil.
(Anusavice, 2004)
Penanganan dari Semen Ionomer Kaca cukup sulit karena mempunyai
waktu kerja yang pendek dan waktu setting yang panjang. SIK rentan untuk
mengalami moisture contamination atau pengeringan awal pada proses setting.
Moisture contamination inilah yang menyebabkan gangguan pada permukaan
tambalan. Sementara itu, pengeringan menyebabkan shrinkage dan crazing.
Kedua hal itulah yang menyebabkan sekunder caries.
(Mc Cord, 2003)
Sifat-sifat mekanis tambalan
Pada kasus ini, tumpatan mengunakan Semen Ionomer Kaca. Semen
Ionomer Kaca mempunyai sifat-sifat mekanis yang kurang bagus. Kekuatan dari
Semen Ionomer Kaca sangat rendah sehingga dengan mudah terjadi pecah.
Kekuatan atau sifat mekanis dari Semen Ionomer Kaca dipengaruhi oleh L/P ratio
dan moisture contamination.
Tindakan yang bisa dilakukan untuk mengatasi dan memperbaiki tambalan
yang pecah
Penggunaan Semen Ionomer Kaca pada restorasi SIK memang tidak efektif
pada gigi posterior. Semen Ionomer Kaca mempunyai kekuatan yang rendah.
Karena kekuatannya yang rendah itu dapat dengan mudah pecah sehingga dapat
menyebabkan sekunder caries. Apabila terjadi sekunder caries sebaiknya
tumpatan yang dulu dibongkar semua, kemudian dibersihkan caries yang ada lalu
ditumpat dengan bahan restorative lain yang lebih bagus.
4. Belum pernah sakit spontan
- Definisi nyeri spontan
Nyeri merupakan kondisi yang tidak enak, dikarenakan terangsangnya ujung-
ujung saraf sensoris rasa nyeri. Nyeri pada gigi bisa bagi menjadi nyeri pulpa dan
nyeri periodontium. Nyeri pulpa timbul dikarenakan tekanan intra-pulpal akibat
inflamasi. Nyeri pulpa ada yang reversible ada juga yang irreversible. Nyeri pulpa
reversible yaitu nyeri yang timbul karena rangsangan dan biasanya sebentar,
sedangkan nyeri irreversible berupa nyeri spontan (tanpa dirangsang) dan
berlangsung lama. Nyeri spontan adalah nyeri yang timbul tanpa adanya stimulus,
nyeri yang tiba-tiba muncul tanpa adanya sebab.
- Penegakan diagnosis terhadap gigi yang mengalami nyeri spontan
Usri (2006) menyatakan bahwa terdapat 3 macam pulpitis. Ketiga macam
pulpitis tersebut antara lain adalah:
- Reversible pulpitis (pulpitis awal) adalah Kondisi inflamasi pulpa ringan
sampai sedang yang bersifat reversible bila stimuli ditiadakan yang
ditandai dengan ngilu atau rasa sakit sekejap bila makan/minum dingin
atau panas, keluhan tidak timbul secara spontan. Perawatannya dengan
cara menambal dengan amalgam, SIK, dan resin komposit. Bila dentin
sudah tipis sebelum ditambal dilakukan dahulu perawatan Pulp Capping.
- Irreversible pulpitis (pulpitis akut). Inflamasi pulpa yang preresisten yang
bersifat simptomatik atau asimptomatik disebabkan oleh stimulus noksius.
Pasien mengalami paroksisma (sakit yang hebat) terutama bila ada
perubahan temperature kea rah dingin, makanan yang terlalu asam atau
manis, makanan masuk ke dalam kavitas, penghisapan, dan sikap
berbaring. Rasa sakit berlanjut walau penyebab dihilangkan, menusuk
tajam, dan menyentak-nyentak pada kondisi parah yang menyebabkan
pasien tidak dapat tidur.Perawatannya dengan pemberian antibiotic,
analgesic, dan perwatan endodontic.
- Hyperplastic pulpitis (pulpitis kronis) Inflamasi pulpa produktif yang
disebabkan oleh meluasnya karies sehingga mengenai pulpa muda,
biasanya terjadi pada anak-anak dan orang muda. Pasien mengeluh sakit
pada saat makan karena pada saat makan tekanan bolus makanan dapat
menyebabkan sakit, ada jaringan polipoid berupa masa pulpa yang
kemerahan mengisi kamar pulpa atau kavitas bahkan dapat sampai keluar
dari batas gigi (pulpa polip), jaringan ini kurang sensitive dibanding pulpa
normal, tetapi sensitive daripada gingival dan mudah berdarah.
Berdasarkan pendapat Usri (2006) tersebut, nyeri spontan yang terjadi pada
pasien ini dapat digolongkan sebagai pulpitis reversibel.
5. Pasien ingin ditambal dengan bahan tambal yang sewarna gigi tetapi berbeda
dengan tambalan sebelumnya
- Jenis-jenis bahan tambal beserta kelebihan dan kekurangannya
Bahan restorasi merupakan salah satu bahan yang banyak dipakai dibidang
kedokteran gigi. Bahan restorasi berfungsi untuk memperbaiki dan merestorasi
struktur gigi yang rusak.Tujuan restorasi gigi tidak hanya membuang penyakit
dan mencegah timbulnya kembali karies, tetapi juga mengembalikan fungsinya.
Bahan-bahan restorasi gigi yang ideal pada saat ini masih belum ada meskipun
berkembang pesat. Syarat untuk bahan restorasi plastis yang baik adalah :
- Harus mudah digunakan dan tahan lama
- Kekuatan tensil cukup
- Tidak larut ileh saliva dalam rongga mulut serta tidak korosi di salam
rongga mulut
- Tidak toksik dan iritatif baik pada pulpa maupun pada gingival
- Mudah dipotong dan dipoles
- Derajat keausan sama dengan email
- Mampu melindungi jaringan gigi sekitar dari karies sekunder
- Koefisien muai termis sama dengan enamel / dentin
- Daya penyerapan airnya rendah
- Bersifat adhesive terhadap jaringan gigi
- Radiopaq
1. Dental Amalgam
Merupakan bahan yang paling banyak digunakan oleh dokter gigi, khususnya
untuk tumpatan gigi posterior. Sejak pergantian abad ini, formulasinya tidak banyak
berubah, yang mencerminkan bahwa bahan tambalan lain tidak ada yang seideal
amalgam. Komponen utama amalgam terdiri dari liquid yaitu logam merkuri dan
bubuk/powder yaitu logam paduan yang kandungan utamanya terdiri dari perak,
timah, dan tembaga. Selain itu juga terkandung logam-logam lain dengan persentase
yang lebih kecil. Kedua komponen tersebut direaksikan membentuk tambalan
amalgam yang akan mengeras, dengan warna logam yang kontras dengan warna gigi.
Kelebihan Amalgam :
· Dapat dikatakan sejauh ini amalgam adalah bahan tambal yang paling kuat
dibandingkan dengan bahan tambal lain dalam melawan tekanan kunyah, sehingga
amalgam dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama di dalam mulut (pada
beberapa penelitian dilaporkan amalgam bertahan hingga lebih dari 15 tahun dengan
kondisi yang baik) asalkan tahap-tahap penambalan sesuai dengan prosedur.
· Ketahanan terhadap keausan sangat tinggi, tidak seperti bahan lain yang
pada umumnya lama kelamaan akan mengalami aus karena faktor-faktor dalam mulut
yang saling berinteraksi seperti gaya kunyah dan cairan mulut.
· Penambalan dengan amalgam relatif lebih simpel dan mudah dan tidak
terlalu “technique sensitive” bila dibandingkan dengan resin komposit, di mana
sedikit kesalahan dalam salah satu tahapannya akan sangat mempengaruhi ketahanan
dan kekuatan bahan tambal resin komposit.
· Biayanya relatif lebih rendah
Kekurangan Amalgam :
· Secara estetis kurang baik karena warnanya yang kontras dengan warna gigi,
sehingga tidak dapat diindikasikan untuk gigi depan atau di mana pertimbangan
estetis sangat diutamakan.
· Dalam jangka waktu lama ada beberapa kasus di mana tepi-tepi tambalan yang
berbatasan langsung dengan gigi dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi
sehingga tampak membayang kehitaman
· Pada beberapa kasus ada sejumlah pasien yang ternyata alergi dengan logam
yang terkandung dalam bahan tambal amalgam. Selain itu, beberapa waktu setelah
penambalan pasien terkadang sering mengeluhkan adanya rasa sensitif terhadap
rangsang panas atau dingin. Namun umumnya keluhan tersebut tidak berlangsung
lama dan berangsur hilang setelah pasien dapat beradaptasi.
· Hingga kini issue tentang toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri
yang dikandungnya masih hangat dibicarakan. Pada negara-negara tertentu ada yang
sudah memberlakukan larangan bagi penggunaan amalgam sebagai bahan tambal.
Indikasi : Gigi molar (geraham) yang menerima beban kunyah paling besar, dapat
digunakan baik pada gigi tetap maupun pada anak-anak.
2. Komposit
Generasi resin komposit yang kini beredar mulai dikenal di akhir tahun enam
puluhan. Sejak itu, bahan tersebut merupakan bahan restorasi anterior yang banyak
dipakai karena pemakaiannya gampang, warnanya baik, dan mempunyai sifat fisik
yang lebih baik dibandingkan dengan bahan tumpatan lain. Sejak akhir tahun enam
puluhan tersebut, perubahan komposisi dan pengembangan formulasi kimianya relatif
sedikit. Bahan yang terlebih dulu diciptakan adalah bahan yang sifatnya
autopolimerisasi (swapolimer), sedangkan bahan yang lebih baru adalah bahan yang
polimerisasinya dibantu dengan sinar. Resin komposit mempunyai derajat
translusensi yang tinggi. Warnanya tergantung pada macam serta ukuran pasi dan
pewarna yang dipilih oleh pabrik pembuatnya, mengingat resin itu sendiri sebenarnya
transparan. Dalam jangka panjang, warna restorasi resin komposit dapat bertahan
cukup baik. Biokompabilitas resin komposit kurang baik jika dibandingkan dengan
bahan restorasi semen glass ionomer, karena resin komposit merupakan bahan yang
iritan terhadap pulpa jika pulpa tidak dilindungi oleh bahan pelapik. Agar pulpa
terhindar dari kerusakan, dinding dentin harus dilapisi oleh semen pelapik yang
sesuai, sedangkan teknik etsa untuk memperoleh bonding mekanis hanya dilakukan di
email perifer.
indikasi restorasi komposit :
Resin komposit dapat digunakan pada sebagian besar aplikasi klinis. Secara umum,
resin komposit digunakan untuk:
1. Restorasi kelas I, II, III, IV, V dan VI
2. Fondasi atau core buildups
3. Sealant dan restorasi komposit konservatif (restorasi resin preventif)
4. Prosedur estetis tambahan
Partial veneers
Full veneers
modifikasi kontur gigi
penutupan/perapatan diastema
5. Semen (untuk restorasi tidak langsung)
6. Restorasi sementara
7. Periodontal splinting
8. Restorasi kavitas klas I komposit
The American Dental Association (ADA) mengindikasikan kelayakan resin
komposit untuk digunakan sebagai pit and fissura sealant, resin preventif, lesi awal
kelas I dan II yang menggunakan modifikasi preparasi gigi konservatif, restorasi kelas
I dan II yang berukuran sedang, restorasi kelas V, restorasi pada tempat-tempat yang
memerlukan estetika, dan restorasi pada pasien yang alergi atau sensitif terhadap
logam.
ADA tidak mendukung penggunaan komposit pada gigi dengan tekanan oklusal
yang besar, tempat atau area yang tidak dapat diisolasi, atau pasien yang alergi atau
sensitif terhadap material komposit. Jika komposit digunakan seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, ADA menyatakan bahwa "ketika digunakan dengan benar
pada gigi-geligi desidui dan permanen, resin berbahan dasar komposit dapat
bertahan seumur hidup sama seperti restorasi amalgam kelas I, II, dan V.”
komponen resin komposit :
Komponen resin organik
Filler anorganik
Coupling agent untuk menggabungkan resin dan filler
Iniator dan aktivator untuk mengaktifkan mekanisme setting
Inhibitor
Pigmen dan komponen lainnya
(Sherwood, 2010)
Keuntungan penggunaan resin komposit :
a. Penghubung dengan sistem adesive dentin, dapat ditempatkan dengan
minimal atau tanpa preparasi gigi.
b. Light curing memungkinkan segera dilakukan finishing dan polishing setelah
pengisian kavitas.
c. Restorasi , jika diletakkan secara tepat pada gigi yang dimaksud maka akan
mengurangi marginal linkage yang dapat menyebabkan staining, karies
sekunder, dan gigi sensitif.
d. Practisioner dapat melakukan refinish, memperbaharui atau merestorasi
tambalan tersebut.
e. Hasilnya lebih konservative dan perawatannya sedikit mungkin
menghilangkan bagian gigi.
Kerugian penggunaan resin komposit :
a. Polimerisasi shringkage 2-3% dapat mengganggu marginal adaptasi dari
material, fraktur pada tonjol yang lemah terutama pada premolar, dan
menghasilkan post-operative sensitivity.
b. Bonding ke dentin menjadi suatu masalah, terutama pada tepi preparasi
( contoh : lantai dibawah box ketika lantai dibawah cemento-enamel junction
(CEJ) di preparasi proximal.
c. Absorbsi air pada permukaan dan marginal staining setelah beberapa tahun
perawatan
d. Sensitivitas pasien dan operator terhadap bahan adesive resin terutama
hydroxyethylmethacrylate (HEMA)
e. Kurang radiopak dibandingkan amalgam pada interpretasi radiografi sehingga
sedikit menyulitkan dalam pemeriksaan.
Indikasi penggunaan resin komposit
a. Kecil, medium, besar restorasi oklusal pada gigi posterior
b. Kecil, medium, besar pada restorasi proximal pada gigi premolar dan kecil
sampai sedang pada preparasi proximal gigi molar permanen.
c. Lesi cervikal pada semua gigi
d. Restorasi incisal edge
e. Fissure sealent dan preventive restorasi resin
Kontraindikasi penggunaan resin komposit
a. Preparasi proximal yang besar pada gigi molar permanen yang ada tuntutan
perbaikan tonjol.
b. Restorasi lesi karies akar yang lebih baik menggunakan semen ionomer kaca
c. Pada pasien yang mempunyai alergi pada satu atau lebih komponen resin-
base-restorative-material termasuk adesive sistem.
d. Kavitas interproxinal yang sangat dalam sehingga sinar tidak dapat
mengjangkau.
(Ireland, 2006)
3. Semen Ionomer Kaca (SIK)
Semen Ionomer Kaca (SIK) merupakan salah satu bahan restorasi yang banyak
digunakan oleh dokter gigi karena mempunyai beberapa keunggulan, yaitu
preparasinya dapat minimal, ikatan dengan jaringan gigi secara khemis, melepas fluor
dalam jangka panjang, estetis, biokompatibel, daya larut rendah, translusen, dan
bersifat anti bakteri.
Komposisi semen ionomer kaca (SIK) terdiri atas bubuk dan cairan. Bubuk terdiri
atas kaca kalsium fluoroaluminosilikat yang larut asam dan cairannya merupakan
larutan asam poliakrilik. Reaksi pengerasan dimulai ketika bubuk kaca
fluoroaluminosilikat dan larutan asam poliakrilik dicampur, kemudian menghasilkan
reaksi asam-basa dimana bubuk kaca fluoroaluminosilikat sebagai basanya.
Pada proses pengadukan kedua komponen (bubuk dan cairan) ion hidrogen dari
cairan mengadakan penetrasi ke permukaan bubuk glass. Proses pengerasan dan
hidrasi berlanjut, semen membentuk ikatan silang dengan ion Ca2+ dan Al3+
sehingga terjadi polimerisasi. Ion Ca2+ berperan pada awal pengerasan dan ion Al3+
berperan pada pengerasan selanjutnya. Secara garis besar terdapat tiga tahap dalam
reaksi pengerasan semen ionomer kaca, yaitu sebagai berikut.
(1) Dissolution
Terdekomposisinya 20-30% partikel glass dan lepasnya ion-ion dari partikel glass
(kalsium, stronsium, dan alumunium) akibat dari serangan polyacid (terbentuk
cement sol).
(2) Gelation/ hardening
Ion-ion kalsium, stronsium, dan alumunium terikat pada polianion pada grup
polikarboksilat. 4-10 menit setelah pencampuran terjadi pembentukan rantai kalsium
(fragile & highly soluble in water). 24 jam setelah pencampuran, maka alumunium
akan terikat pada matriks semen dan membetuk rantai alumnium (strong & insoluble).
(3) Hydration of salts
Terjadi proses hidrasi yang progresive dari garam matriks yang akan
meningkatkan sifat fisik dari semen ionomer kaca.
Retensi semen terhadap email dan dentin pada jaringan gigi berupa ikatan fisiko-
kimia tanpa menggunakan teknik etsa asam. Ikatan kimianya berupa ikatan ion
kalsium yang berasal dari jaringan gigi dengan gugus COOH (karboksil) multipel dari
semen ionomer kaca.
Adhesi adalah daya tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis pada dua
permukaan yang berkontak. Semen ionomer kaca adalah polimer yang mempunyai
gugus karboksil (COOH) multipel sehingga membentuk ikatan hidrogen yang kuat.
Dalam hal ini memungkinkan pasta semen untuk membasahi, adaptasi, dan melekat
pada permukaan email. Ikatan antara semen ionomer kaca dengan email dua kali
lebih besar daripada ikatannya dengan dentin karena email berisi unsur anorganik
lebih banyak dan lebih homogen dari segi morfologis.
Secara fisik, ikatan bahan ini dengan jaringan gigi dapat ditambah dengan
membersihkan kavitas dari pelikel dan debris. Dengan keadaan kavitas yang bersih
dan halus dapat menambah ikatan semen ionomer kaca. Air memegang peranan
penting selama proses pengerasan dan apabila terjadi penyerapan air maka akan
mengubah sifat fisik SIK. Saliva merupakan cairan di dalam rongga mulut yang dapat
mengkontaminasi SIK selama proses pengerasan dimana dalam periode 24 jam ini
SIK sensitif terhadap cairan saliva sehingga perlu dilakukan perlindungan agar tidak
terkontaminasi. Kontaminasi dengan saliva akan menyebabkan SIK mengalami
pelarutan dan daya adhesinya terhadap gigi akan menurun. SIK juga rentan terhadap
kehilangan air beberapa waktu setelah penumpatan. Jika tidak dilindungi dan
terekspos oleh udara, maka permukaannya akan retak akibat desikasi. Baik desikasi
maupun kontaminasi air dapat merubah struktur SIK selama beberapa minggu setelah
penumpatan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka selama proses
pengerasan SIK perlu dilakukan perlindungan agar tidak terjadi kontaminasi dengan
saliva dan udara, yaitu dengan cara mengunakan bahan isolasi yang efektif dan kedap
air. Bahan pelindung yang biasa digunakan adalah varnis yang terbuat dari isopropil
asetat, aseton, kopolimer dari vinil klorida, dan vinil asetat yang akan larut dengan
mudah dalam beberapa jam atau pada proses pengunyahan.
Penggunaan varnish pada permukaan tambalan glass ionomer bukan saja
bermaksud menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah dehidrasi
saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan. Varnish kadang-kadang juga
digunakan sebagai bahan pembatas antara glass ionomer dengan jaringan gigi
terutama pulpa karena pada beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi
terhadap pulpa. Pemberian dentin conditioner (surface pretreatment) adalah
menambah daya adhesif dentin. Persiapan ini membantu aksi pembersihan dan
pembuangan smear layer, tetapi proses ini akan menyebabkan tubuli dentin tertutup.
Smear layer adalah lapisan yang mengandung serpihan kristal mineral halus atau
mikroskopik dan matriks organik.
Lapisan smear layer terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu lapisan luar yang mengikuti
bentuk dinding kavitas dan lapisan dalam berbentuk plugs yang terdapat pada ujung
tubulus dentin. Sedangkan plugs atau lapisan dalam tetap dipertahankan untuk
menutup tubulus dentin dekat jaringan pulpa yang mengandung air.
Bahan dentin conditioner berperan untuk mengangkat smear layer bagian luar
untuk membantu ikatan bahan restorasi adhesif seperti bahan bonding dentin. Hal ini
berperan dalam mencegah penetrasi mikroorganisme atau bahan-bahan kedokteran
gigi yang dapat mengiritasi jaringan pulpa sehingga dapat menghalangai daya adhesi.
Permukaan gigi dipersiapkan dengan mengoleskan asam poliakrilik 10%. Waktu
standart yang diperlukan untuk satu kali aplikasi adalah 20 detik, tetapi menurut
pengalaman untuk mendapatkan perlekatan yang baik pengulasan dentin conditioner
pada dinding kavitas dapat dilakukan selama 10-30 detik. Kemudian pembilasan
dilakukan selama 30 detik pembilasan merupakan hal penting untuk mendapatkan
hasil yang diinginkan, setelah itu kavitas dikeringkan.
Indikasi Semen Ionomer Kaca
a. Lesi erosi servikal
Kemampuan semen glass ionomer untuk melekatkan secara kimiawi dengan dentin,
menyebabkan semen glass ionomer saat ini menjadi pilihan utama dalam merestorasi
lesi erosi servikal. Bahan ini juga memiliki kekerasan yang cukuo untuk menahan
abrasi akibat sikat gigi.
b. Sebagai bahan perekat atau luting (luting agent)
Karena semen glass ionomer ini memiliki beberapa keunggulan seperti ikatannya
dengan dentin dan email. Aktivitas kariostatik, flow yang lebih baik, kelarutan yang
lebih rendah dan kekuatan yang lebih besar maka sebagai luting agent semen ini
diindikasikan untuk pasien dengan frekuensi karies tinggi atau pasien dengan resesi
ginggiva yang mememrlukan kekuatan dan aktifitas kariostatik misalnya pada
pemakai mahkota tiruan ataupun gigi tiruan jembatan.
c. Semen glass ionomer dapat digunakan sebagai base atau liner di bawah tambalan
komposit resin pada kasus kelas I, kelas II, kelas III, kelas V dan MOD. Bahan ini
berikatan secara mikromekanik dengan komposit resin melalui etsa asam dan member
perlekatan tepi yang baik. Perkembangan dentin bonding agents yang dapat member
perlekatan yang baik antara dentin dan resin hanya dapat digunakan pada lesi erosi
servikal. Bila kavitasnya dalam atau luas, bonding sering kali gagal. Untuk
memperbaiki mekanisme bonding dan melindungi pulpa dari irirtasi, semen glass
ionomer digunakan sebagaibahan sub bonding
d. Sebagai base yang berikatan secara kimiawi di bawahrestorasi amalgam
mempunyai kerapatan tepi yang kurang baik sehingga dengan adanya base glass
ionomer dapat mencegah karies sekunder terutama pada pasien dengan insidens
karies yang tinggi. Dalam keadaan sperti ini, proksimal box diisi dengan semen
cermet sampai ke dalam 2 mm dan sisanya diisi amalgam.
e. Untuk meletakkan orthodontic brackets pada pasien muda yang cenderung
mengalami karies melalui etsa asam pada email. Dengan adanya perlepasan fluor
maka semen glass ionomer dapat mengurangi white spot yang umumnya nampak
disekeliling orthondontic brackets.
f. Sebagai fissure sealant karena adanya pelepasan fluor. Rosedur ini memerlukan
perluasan fissure sebelum semen glass ionomer diaplikasikan.
g. Semen glass ionomer yang diperkuat dengan logam seperti semen cermet dapat
digunakan untuk membangun inti mahkota pada gigi yang telah mengalami kerusakan
mahota yang parah.
h. Restorasi gigi susu.
Penggunaan semen glass ionomer pada gigi susu sangat berguna dalam mencegah
terjadinya karies rekuren dan melindungi email gigi permanen.
i. Untuk perawatan dengan segera pasien yang mengalami trauma fraktur. Dalam hal
ini semen menyekat kembali dentin yang terbuk dalam waktu yang singkat
Kelebihan Semen Ionomer Kaca:
1. Bahan tambal ini meraih popularitas karena sifatnya yang dapat melepas fluor yang
sangat berperan sebagai antikaries. Dengan adanya bahan tambal ini, resiko
kemungkinan untuk terjadinya karies sekunder di bawah tambalan jauh lebih kecil
dibanding bila menggunakan bahan tambal lain
2. Biokompatibilitas bahan ini terhadap jaringan sangat baik (tidak menimbulkan
reaksi merugikan terhadap tubuh)
3. Material ini melekat dengan baik ke struktur gigi karena mekanisme perlekatannya
adalah secara kimia yaitu dengan pertukaran ion antara tambalan dan gigi. Oleh
karena itu pula, gigi tidak perlu diasah terlalu banyak seperti halnya bila
menggunakan bahan tambal lain. Pengasahan perlu dilakukan untuk mendapatkan
bentuk kavitas yang dapat ‘memegang’ bahan tambal.
(Ford, 1993; Levison, 1985)
4. SIK konvensional sewarna gigi dan memiliki derajat translusensi yang baik namun
SIK kurang estetis jika dibandingkan dengan resin komposit.
(Nicholson, 2005)
Kekurangan Semen Ionomer Kaca:
1. Kekuatannya lebih rendah bila dibandingkan bahan tambal lain, sehingga tidak
disarankan untuk digunakan pada gigi yang menerima beban kunyah besar seperti
gigi molar (geraham)
2. Warna tambalan ini lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas antara
tambalan dan permukaan gigi asli
3. Tambalan glass ionomer cement lebih mudah aus dibanding tambalan lain
(Ford, 1993; Levison, 1985)
- Jenis-jenis tambalan-tambalan yang sewarna dengan gigi beserta kelebihan dan
kekurangannya
Tambalan yang sewarna dengan gigi dapat digunakan SIK ataupun resin komposit. Tapi SIK tidak dapat digunakan untuk gigi posterior karena kekuatannya yang kurang, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
SIK juga kurang estetis jika dibandingakan dengan resin komposit, karena tambalan ini lebih opaque, sehingga dapat dibedakan secara jelas antaratambalan dan permukaan gigi asli.
Selain itu juga, pasien tidak menginginkan tambalan seperti yang sebelumnya. Berdasarkan kedua pertimbangan tersebut, dapat disimpulkan untuk menggunakan resin komposit.
6. Hasil pemeriksaan objektif:
a. Gigi P2 RA kiri
- Kavitas di distal, kedalaman dentin
Menentukan kelas kavitas
Pada gigi premolar kedua rahang atas kiri terdapat kavitas di bagian
distal dengan kedalaman sampai dentin.
Berdasarkan klasifikasi Black, maka karies yang dialami pasien dapat
digolongkan dalam kelas II.
Menentukan tipe perawatan restoratif yang bisa diberikan
Menentukan bagaimana tahapan melakukan perawatan restoratif
tersebut (alat, bahan, dan langkah-langkah)
1. Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan.
2. Pertimbangan resistensi dan retensi.
3. Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi.
4. Penyingkiran karies dentin.
5. Menghaluskan Tepi preparasi.
Alat-alat yang digunakan untuk perawatan :
o Rubber Dam : untuk mengisolasi gigi caries
o Bur kecil : untuk membuka akses ke jaringan karies pada sisi mesial
o Round Steel bur : membersihkan jaringan karies
o Cervical Margin trimmer : untuk membuat dinding enamel
o Matrix retainer & Matrix band : untuk mengarahkan bentuk restorasi
- Penegakan diagnosis terhadap hasil pemeriksaan objektif berikut ini:
Sondasi, perkusi, dan palpasi negatif. Hasil tes C.E. positif.
Untuk mengetahui kondisi jaringan di sekitar gigi, dilakukan uji sondai,
perkusi, dan palpasi. Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan
oklusal atau incisal dari gigi yang diduga mengalami karies dan gigi di sebelahnya
menggunakan ujung tangkai kaca mulut untuk mendeteksi adanya nyeri. Nyeri
pada tes perkusi menunjukkan kemungkinan luka sampai membran periodontal
dari pulpa atau disebut juga inflamasi. Sedangkan palpasi dilakukan dengan
meraba jari telunjuk sepanjang mukosa fasial dan lingual di atas regio apikal gigi.
Suatu abses pada tulang alveolar stadium lanjut atau penyakit periapikal lainnya
dapat menyebabkan nyeri terhadap palpasi. Palpasi juga dapat menunjukkan
pembengkakan yang tidak disertai nyeri.
(Roberson, 2002)
Uji sondasi, perkusi, dan palpasi pada gigi ini menunjukkan hasil yang
negatif (-). Karena pasien tidak merasakan nyeri saat dilakukan perkusi dan
palpasi, kemungkinan pasien tidak mengalami inflamasi periodontal maupun
abses pada tulang alveolarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa jaringan pendukung
gigi masih sehat.
Untuk mengetahui vitalitas gigi, dilakukan uji vitalitas dengan CE.
Stimulus dingin dilakukan dengan membasahi kapas dengan ethyl chloride dan
diaplikasikan pada gigi. Jika terdapat respon positif, maka dapat diasumsikan
bahwa suplai saraf masih utuh. Kadang-kadang gigi non-vital dapat memberikan
respon positif. Hal ini kemungkinan disebabkan stimulus mengalir melalui dentin
ke membran periodontal. Akan tetapi, respon ini biasanya lambat sedangkan
respon gigi yang masih vital lebih cepat.
(Kidd et al, 2003)
Pada uji vitalitas ini diperoleh hasil positif (+). Dari uraian di atas
dijelaskan bahwa gigi yang memberi respon positif, gigi tersebut masih
memperolah suplai saraf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gigi ini
masih vital.
b. Gigi M1 RA kiri
- Kavitas di mesial, sebagian tumpatan hilang, kedalaman kavitas sejauh
dentin
Menentukan kelas kavitas
Pada gigi molar pertama rahang atas sebelah kiri, terdapat kavitas di
proksimal dengan kedalaman dentin, dengan sebagian tumpatan hilang.
Berdasarkan klasifikasi Black, maka karies yang dialami pasien dapat
digolongkan dalam kelas II
Menentukan tipe perawatan restoratif yang bisa diberikan
Menentukan bagaimana tahapan melakukan perawatan restoratif
tersebut (alat, bahan, dan langkah-langkah)
1. Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan.
2. Pertimbangan resistensi dan retensi.
3. Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi.
4. Penyingkiran karies dentin.
5. Menghaluskan Tepi preparasi.
Alat-alat yang digunakan untuk perawatan :
o Rubber Dam : untuk mengisolasi gigi caries
o Bur kecil : untuk membuka akses ke jaringan karies pada sisi mesial
o Round Steel bur : membersihkan jaringan karies
o Cervical Margin trimmer : untuk membuat dinding enamel
o Matrix retainer & Matrix band : untuk mengarahkan bentuk restorasi
- Penegakan diagnosis terhadap hasil pemeriksaan objektif berikut ini:
Sondasi positif, perkusi negatif, palpasi negatif, C.E. positif.
Untuk mengetahui kondisi jaringan di sekitar gigi, dilakukan uji sondai,
perkusi, dan palpasi. Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan
oklusal atau incisal dari gigi yang diduga mengalami karies dan gigi di sebelahnya
menggunakan ujung tangkai kaca mulut untuk mendeteksi adanya nyeri. Nyeri
pada tes perkusi menunjukkan kemungkinan luka sampai membran periodontal
dari pulpa atau disebut juga inflamasi. Sedangkan palpasi dilakukan dengan
meraba jari telunjuk sepanjang mukosa fasial dan lingual di atas regio apikal gigi.
Suatu abses pada tulang alveolar stadium lanjut atau penyakit periapikal lainnya
dapat menyebabkan nyeri terhadap palpasi. Palpasi juga dapat menunjukkan
pembengkakan yang tidak disertai nyeri.
(Roberson, 2002)
Uji sondasi, perkusi, dan palpasi pada gigi ini menunjukkan hasil yang
negatif (-). Karena pasien tidak merasakan nyeri saat dilakukan perkusi dan
palpasi, kemungkinan pasien tidak mengalami inflamasi periodontal maupun
abses pada tulang alveolarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa jaringan pendukung
gigi masih sehat.
Untuk mengetahui vitalitas gigi, dilakukan uji vitalitas dengan CE.
Stimulus dingin dilakukan dengan membasahi kapas dengan ethyl chloride dan
diaplikasikan pada gigi. Jika terdapat respon positif, maka dapat diasumsikan
bahwa suplai saraf masih utuh. Kadang-kadang gigi non-vital dapat memberikan
respon positif. Hal ini kemungkinan disebabkan stimulus mengalir melalui dentin
ke membran periodontal. Akan tetapi, respon ini biasanya lambat sedangkan
respon gigi yang masih vital lebih cepat.
(Kidd et al, 2003)
Pada uji vitalitas ini diperoleh hasil positif (+). Dari uraian di atas
dijelaskan bahwa gigi yang memberi respon positif, gigi tersebut masih
memperolah suplai saraf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gigi ini
masih vital.
c. Gigi M2 RA kiri
- Kavitas di proksimal, kedalaman dentin
Menentukan kelas kavitas
Pada gigi molar kedua rahang atas sebelah kiri, terdapat kavitas di
proksimal dengan kedalaman dentin. Berdasarkan klasifikasi Black, maka karies
yang dialami pasien dapat digolongkan dalam kelas II
Menentukan tipe perawatan restoratif yang bisa diberikan
Menentukan bagaimana tahapan melakukan perawatan restoratif
tersebut (alat, bahan, dan langkah-langkah)
1. Pembuatan ragangan restorasi yang diinginkan.
2. Pertimbangan resistensi dan retensi.
3. Pembuangan karies dentin dan penempatan restorasi.
4. Penyingkiran karies dentin.
5. Menghaluskan Tepi preparasi.
Alat-alat yang digunakan untuk perawatan :
o Rubber Dam : untuk mengisolasi gigi caries
o Bur kecil : untuk membuka akses ke jaringan karies pada sisi mesial
o Round Steel bur : membersihkan jaringan karies
o Cervical Margin trimmer : untuk membuat dinding enamel
o Matrix retainer & Matrix band : untuk mengarahkan bentuk restorasi
- Penegakan diagnosis terhadap hasil pemeriksaan objektif berikut ini:
Sondasi, perkusi, dan palpasi negatif. Hasil tes C.E. positif.
Untuk mengetahui kondisi jaringan di sekitar gigi, dilakukan uji sondai,
perkusi, dan palpasi. Tes perkusi dilakukan dengan mengetuk pelan permukaan
oklusal atau incisal dari gigi yang diduga mengalami karies dan gigi di sebelahnya
menggunakan ujung tangkai kaca mulut untuk mendeteksi adanya nyeri. Nyeri
pada tes perkusi menunjukkan kemungkinan luka sampai membran periodontal
dari pulpa atau disebut juga inflamasi. Sedangkan palpasi dilakukan dengan
meraba jari telunjuk sepanjang mukosa fasial dan lingual di atas regio apikal gigi.
Suatu abses pada tulang alveolar stadium lanjut atau penyakit periapikal lainnya
dapat menyebabkan nyeri terhadap palpasi. Palpasi juga dapat menunjukkan
pembengkakan yang tidak disertai nyeri.
(Roberson, 2002)
Uji sondasi, perkusi, dan palpasi pada gigi ini menunjukkan hasil yang
negatif (-). Karena pasien tidak merasakan nyeri saat dilakukan perkusi dan
palpasi, kemungkinan pasien tidak mengalami inflamasi periodontal maupun
abses pada tulang alveolarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa jaringan pendukung
gigi masih sehat.
Untuk mengetahui vitalitas gigi, dilakukan uji vitalitas dengan CE.
Stimulus dingin dilakukan dengan membasahi kapas dengan ethyl chloride dan
diaplikasikan pada gigi. Jika terdapat respon positif, maka dapat diasumsikan
bahwa suplai saraf masih utuh. Kadang-kadang gigi non-vital dapat memberikan
respon positif. Hal ini kemungkinan disebabkan stimulus mengalir melalui dentin
ke membran periodontal. Akan tetapi, respon ini biasanya lambat sedangkan
respon gigi yang masih vital lebih cepat.
(Kidd et al, 2003)
Pada uji vitalitas ini diperoleh hasil positif (+). Dari uraian di atas
dijelaskan bahwa gigi yang memberi respon positif, gigi tersebut masih
memperolah suplai saraf. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gigi ini
masih vital.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni,et al., 2005, Perlekatan koloni Streptococcus mutans pada permukaan resin komposit
sinar tampak, Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 1 Januari 2005: 8–11
Anusavice, K.J. 2004. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. EGC: Jakarta
Bagg, J., MacFarlane, T.W., Wallace., Poxton, I.R., Smith, A.J., 2006., Essentials of Microbilogy
for Dental Students., Oxford University Press., England
Balogh, M. B., and Fehrenbach, M. J., 2006, Dental Embryology, Histology, and Anatomy, 2th
Edition, Elsevier, St. Louis.
Edwina, A.M., 2001., Diagnosis of Secondary Caries., Journal of Dental Education 65(10): 997-
1000
Grossman, Louis I., 1995, Ilmu Endodontik dalam Praktek (Endodontiv Practice), EGC, Jakarta.
Guyton, A.C., 1995, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Jakarta: EGC.
Hermina, M.T. 2003. Perbaikan Restorasi Resin Komposit Klas I. USU Digital Library:Sumatera
Utara
Ingle, J.I. & Leif K.B., 2002, Endodontics, 5th ed. , Canada, BC Decker Inc.
Ireland, Robert. 2006. Dental Hygiene and Therapy. USA : Blackwell Munksgaard.Kidd,
Adwina A M. 2003. Pickard’s Manual of Operative Dentistry,Eighth edition. New York :
Oxford University Press.
Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N., Watson, T.F., 2003, Pickard’s Manual of Operative Dentistry, 8th
edition, Oxford University Press, New York
McCord,J.F., Grant, A.A., Youngson, C.C., Watson, R.M., Davis, D.M., 2003., Master Dentistry
: Restorative Dentistry, Paediatric Dentistry, and Orthodontics., Churchill Livingstone.,
Spain
Mjor, I.A. 2006. Secondary/Recurrent Caries. US Dentistry
Orchardson. R, et al. 2006. Managing dentin hypersensitivity. JADA. Vol:137
Osborn, J. W., and Cate, Q. R. T., 1983, Advanced Dental Histology, Wright, Bristol.
Qualtrough, A.J.E., Satterthwaite, J.D., Morrow, L.A., Brunton, P.A., 2005, Principles of
Operative Dentistry, Blackwell Munksgaard, Great Britain
Roberson, T.M, Heymann, H.O., Swift, E.J., 2002, Studervant’s Art & Science of Operative
Dentistry, 4th edition, Mosby Inc., St. Louis
Sherwood, Anand. 2010. Essentials of Operative Dentistry. New Delhi : Jaypee brothers Medical
Publishers.
Tarigan, R., 1997, Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi, Edisi 3 Baum. Phillips.Lund., EGC : Jakarta
Walton, Richard E.,2003, Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, EGC, Jakarta
Wright.E.F.2008. Pulpalgia contributing to temporomandibular disorder–like pain. JADA.
Vol:139