55083649 infeksi saluran pernafasan akut

90
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Linda Kirana S 20708303 Ariana Paramita 20710024 Dwintha Lestari 20710025 Ita Nur Anisa 20710026

Upload: teuku-dekmi-fahmy

Post on 07-Aug-2015

67 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Linda Kirana S Ariana Paramita Dwintha Lestari Ita Nur Anisa

20708303 20710024 20710025 20710026

Definisi ISPA adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. ISPA meliputi saluran pernafasan bagian atas dan saluran

pernafasan bagian bawah. Yang dimaksud saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti: sinus, ruang telinga tengah, dan selaput paru.

INFEKSI SALURAN PERNAFASANInfeksi Pernafasan Atas1. 2. 3.

Otitis Media Faringitis Sinusitis

Infeksi Pernafasan Bawah1.

2.3. 4.

Pneumonia Bronkitis Bronkitis kronis bronkhiolotis

Infeksi Saluran Pernafasan Atas Setengah dari penyakit ini

menimbulkan gejala. Menyebabkan morbiditas signifikan dan peningkatan biaya kesehatan. Umumnya menyebabkan penyakit yang fatal. Penggunaan antibiotik yang berlebihan menjadi masalah utama.

Infections of the Upper Respiratory TractSite Nasal cavity Disease Coryza (common cold) Chronic atrophic rhinitis Rhinoscleroma Invasive fungal infections Nasal diphtheria Mucocutaneous leishmaniasis Syphilis (tertiary) Lepromatous leprosy Rhinosporidiosis Agents Many different viruses Bacteria (Klebsiella ozaenae) Klebsiella rhinoscleromatis Mucor, Aspergillus Corynebacterium diphtheriae Leishmania braziliensis Treponema pallidum Mycobacterium leprae Rhinosporidium seeberi Pyogenic bacteria Pyogenic bacteria Aspergillus species Many different viruses Streptococcus pyogenes Corynebacterium diphtheriae Neisseria gonorrhoeae Pyogenic bacteria EpsteinBarr virus

Paranasal sinuses Acute sinusitis Chronic sinusitis Aspergilloma ("fungus ball") Pharynx, tonsil Acute pharyngotonsillitis Diphtheria Pharyngeal gonorrhea Peritonsillar abscess (quinsy) Infectious mononucleosis

Retropharyngeal space

Abscess Tuberculosis

Pyogenic bacteria Mycobacterium tuberculosisMany different viruses Haemophilus influenzae

Larynx

Acute laryngitis Acute epiglottitis and laryngitis

OTITIS MEDIA Otitis adalah radang telinga, yang dapat ditandai

dengan nyeri, demam, hilangnya pendengaran, tinnitus dan vertigo.

Prevalensi Umumnya terjadi pada bayi dan anak anak. Di Amerika serikat 75 % dari semua anak anak mengalami sedikitnya 1 episode otitis media sebelum berumur 3 tahun 20% Otitis terjadi pada orang dewasa yang memiliki riwayat infeksi

Anatomi Telinga Telinga tengah terdiri dari 1. 3 auditori ossicles : maleus, inkus,

stapes 2. Maleusartikulasi dengan membran timpani 3. Stapes berartikulasi dengan jendela oval gangguan pendengaran atau kerusakan bila terjadi infeksi atau peradangan, ini akan mempengaruhi tulang telinga yang banyak berfungsi dalam pendengaran.

Individu sangat rentan terhadap

Patofisiologi Terganggunya faktor pertahanan tubuh yang menjaga

kesterilan telinga tengah Sumbatan tuba eustakius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu Lendir dalam telinga tengah menyerap udara, jika udara tidak berpindah menyebabkan cairan keluar . Cairan ini media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme infeksi Tuba eustakius pada anak berbeda dengan orang dewasa menyebabkan drainas telinga tengah kurang baik

Patofisiologi Tuba eustakhius pada anak

berbeda dengan dewasa menyebabkan drainase telinga tengah kurang baik. Fungsi tuba eustakhius yang tidak normal menyebabkan refluks cairan transudat di telinga tengah dan perkembangan bakteri. Bakteri penyebab: 1. Streptococcus pnemoniae (35%) 2. Haemophilus influnzae (25%) 3. Moxarella catarrhalis (10%)

Pembagian Radang Telinga TengahPeradangan telinga di bagian tengah yang dibagi menjadi : Otitis media akut ( cepat dan berdurasi pendek) Otitis media kronik (lama) Otitis media sekretori/dengan efusi

TerapiTujuan terapi Mengendalikan nyeri, menghilangkan infeksi dan mencegah komplikasi Menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu Meminimalkan reaksi yang tidak di inginkan

TerapiNon Farmakologi Untuk mengurangi demam

Farmakologi

dan nyeri dapat diberikan acetaminofen atau ibuprofen Tympanostomy (peletakan tabung di belakang gendang telinga) bagi OMA berulang adenoidectomy

Sebagian besar infeksi telinga menyelesaikan tanpa pengobatan

antibiotik. Bagi sebagian besar anak-anak dengan OMA, dokter menyarankan

menunggu 48-72 jam sebelum meresepkan antibiotik. Namun, anak-anak kurang dari 6 bulan harus menerima perawatan antibiotik segera. Orangtua dapat memberikan anak-anak yang lebih dari 6 bulan, ibuprofen atau asetaminofen untuk membantu mengurangi rasa sakit. Antibiotik tidak berguna bagi sebagian besar kasus OME. Dokter

biasanya memantau anak-anak dengan OME selama 3 bulan untuk melihat apakah kondisi mereka membaik. Beberapa anak dengan gangguan pendengaran dan masalah-masalah perkembangan mungkin akhirnya memerlukan pembedahan. Memasukkan tabung ke gendang telinga (tympanostomy) adalah operasi yang biasa untuk masalah ini.

OTITIS MEDIA AKUT Adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga

tengah, yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Otitis media akut bisa terjadi pada semua usia, tetapi paling sering ditemukan pada anak-anak terutama usia 3 bulan 3 tahun. Gejala: Sakit telinga yang berat dan menetap. Terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara . Pada anak-anak bisa mengalami muntah, diare dan demam sampai 40,5C Gendang telinga mengalami peradangan dan menonjol.

Penyebabnya adalah bakteri atau virus. Seperti Streptococcus

hemolyticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenzae, S. anthemolyticus, P. vulgaris, dan P. aeruginosa. Biasanya penyakit ini merupakan komplikasi dari infeksi saluran pernafasan atas. Virus atau bakteri dari tenggorokan bisa sampai ke telinga tengah melalui tuba eustakius atau melalui aliran darah. Otitis media akut juga bisa terjadi karena adanya penyumbatan pada sinus dan tuba eustakius akibat alergi atau pembengkakan amandel.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk menentukan organisme penyebabnya dilakukan pembiakan terhadap nanah atau cairan lainnya dari telinga.

Infeksi diobati dengan antibiotika per-oral. Pilihan pertama

adalah amoxicillin, untuk penderita dewasa bisa diberikan penisilin dosis tinggi. Obat flu yang mengandung phenilephrine bisa membantu membuka tuba eustakius dan jika terdapat alergi bisa diberikan antihistamin. Dilakukan miringotomi (tindakan insisi pada pars tensa membrane timpani agar terjadi drainasi secret dari telinga tenah ke telinga luar ). Ini dilakukan jika nyerinya menetap atau hebat, demam, muntah, diare atau gendang telinga menonjol.

Stadium penyumbatan tuba eustachius,

tanda yang khas pada stadium ini adalah penarikan membran timpani pada telinga ke arah dalam akibat tekanan negatif yang ditimbulkan oleh sumbatan Stadium Hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timbani atau seluruh membran timpani. Stadium Supurasi, bengkak yang hebat pada selaput permukaan telinga tengah dan hancurnya sel-sel di dalam telinga tengah menyebabkan cairan yang kental tertimbun di telinga tengah Stadium Perforasi, pecahnya membrane timpani, dan keluar cairan putih Stadium Resolusi, perlahan-lahan membrane timpani akan menyembuh jika robekan tidak terlalu lebar, tetapi jika robekan lebar, stadium perforasi dapat menetap dan berubah menjadi Otitis Media Supuratif Kronik.

Algoritma Otitis Media Akut

OTITIS MEDIA KRONIS Otitis media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Otitis media

kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut.

Lama kejadiannyakurang lebih satu bulan. Ini berbeda dengan infeksi telinga

akut (otitis media akut) yang biasanya berlangsung hanya beberapa minggu. Setelah infeksi akut, cairan (effusion) dapat tertinggal dibelakang gendang telinga (tympanic membrane)butuh waktu sampai tiga bulan sebelum menghilang. Otitis media kronis mungkin berkembang setelah periode waktu yang berkepanjangan dengan cairan (effusion) atau tekanan negatif dibelakang gendang telinga (tympanic membrane). telinga tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui lubang pada gendang telinga. Otitis media kronis seringkali mulai tanpa nyeri dan demam. Tekanan telinga atau telinga yang meletus dapat menjadi gigih untuk berbulan-bulan. Adakalanya kehilangan pendengaran yang tidak kentara dapat disebabkan oleh otitis media kronis.

Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada

PatofisiologiOtitis media kronis terjadi akibat adanya lubang pada gendang telinga (perforasi). Perforasi gendang telinga bisa disebabkan oleh : Otitis media Akut Penyumbatan tuba eustakius Cedera akibat masuknya suatu benda ke dalam telinga atau akibat perubahan tekanan udara yang terjadi secara tibatiba. Luka bakar karena panas atau zat kimia.

Manifestasi Klinis Gejala bervariasi tergantung letak perforasi gendang telinganya Perforasi Sentral Telinga mengeluarkan nanah berbau busuk tanpa disertai rasa

nyeri. Bila terus kambuh akan timbul polip (tonjolan) dari telinga tengah Infeksi yang menetap dapat menyebankan kerusakan tulang-tulang pendengaran yang selanjutnya menyebabkan tuli konduktif. Perforasi Marginal Terjadi tuli konduktif dan keluarnya nanah dari telinga.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil

pemeriksaan telinga dengan otoskop. Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan terhadap cairan yang keluar dari telinga. Rontgen mastoid atau CT scan kepala dilakukan untuk mengetahui adanya penyebaran infeksi ke struktur di sekeliling telinga.

Terapi Membersihkan telinga, kemudian ke dalam telinga tengah

dimasukkan cairan asam asetat dan hydrocortisone. Serangan yang lebih hebat diatasi dengan antibiotik per-oral. Biasanya dilakukan timpanoplasti untuk memperbaiki gendang telinga dan jika rantai tulang pendengaran mengalami kerusakan, bisa diperbaiki secara bersamaan. Pencegahan : Pengobatan otitis media akut bisa mengurangi resiko terjadinya otitis media kronik otitis media sekretoris.

OTITIS MEDIA SEKRETORIS Otitis media sekretoris adalah suatu keadaan dimana cairan

terkumpul di dalam telinga tengah Penyebabnya adalah otitis media akut yang belum sembuh total atau penyumbatan tuba eustakius. Salah satu ciri dari otitis media sekretoris adalah tidak adanya gejala yang nyata. Anak-anak yang lebih tua atau dewasa mungkin mengeluhkan pendengarannya yang berkurang atau telinganya terasa penuh

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan telinga

dengan otoskop. Untuk mengukur tekanan di telinga luar dan telinga tengah dilakukan pemeriksaan timpanometri. Adanya cairan di dalam telinga tengah bisa diketahui dengan melakukan pemeriskaan otoskop akustik atau reflektometri

Terapi Pengobatan

Pemberian antibiotik dan Miringotomi Pencegahan

Vaksin pneumokokus bisa mencegah infeksi penyebab terjadinya otitis media akut yang bisa mengarah ke otitis media sekretoris.

Evaluasi Terapi Gejala otitis media akan hilang dalam waktu 24 72 jam bila diterapi

dengan tepat Bila otalgia atau demam selama terapi tetap atau kambuh maka harus dicurugai infeksi bakteri yang menghasilkan betalaktamase, terapi dengan antibiotik yang aktif terhadap betalaktamase. Bila kambuh lagi setelah 1 bulan yang disebabkan infeksi karena bakteri yang sama, terapi dengan amoksisilin dosis tinggi atau antibiotik stabil betalaktamase. Pada hari ke 10 terapi diperiksa ulang untuk kemungkinan terjadinya efusi. Bila efusi tetap ada sampai 3 bulan pertimbangkan: Teruskan terapi dengan amoksisilin 20 mg/kg bb/hari atau kotrimoksazol 4/20 mg/kg bb Miringotomy dan penyusupan tuba timpanostomi Terapi setiap episode otitis media akut dengan antibakteri yang tepat.

FARINGITIS Faringitis merupakan inflamasi faring dan jaringan limfoid

sekitarnya akibat infeksi bakteri atau virus Etiologi: o Penyebab: virus, bakteri group A beta hemolytic streptococci (Streptococcus pyogenes, Group A streptococcus/GAS) o Pada kasus infeksi Group A streptococcus dapat terjadi demam rematik (0,3-3%)

Manifestasi Klinis Sakit tenggorokan (sore

throat), disfagia (kesulitan menelan), demam. Sulit membedakan gejala klinis infeksi karena virus atau bakteri. Infeksi karena Group A streptococcus GAS ditandai dengan: pembengkakan kelenjar limfa, tidak batuk, demam >38C

Terapi Faringitis virus diobati secara simtomatis Terapi GAS faringitis: penisilin;

Untuk anak > Bakteri penyebab: o Streptococcus pnemoniae (30-40%) o Haemophilus influnzae (20-30%) o Moxarella catarrhalis (12-20%), lain2 o Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, o Bakteri anaerob Manifestasi klinis: keluarnya cairan kental berwarna dari hidung, sumbatan di hidung, nyeri muka, sakit gigi, demam

Acute Bacterial Sinusitis Viral infection--> obstruction of ducts and compromise of

mucocilary blanket--> acute infection from virulent organisms (most often S. pneumoniae and H. influenzae)--> opportunistic pathogens Complicates 0.5% of common URI More common in adults than in children

Paranasal Sinuses

Acute Sinusitis: Complications Maxillary: usually uncomplicated Ethmoid: cavernous sinus thrombosis (40% mortality) Frontal: osteomyelitis of frontal bone; cavernous sinus

thrombosis; epidural, subdural, or intracerebral abscess; orbital extension

Acute Sinusitis: Complications (2) Sphenoid: Rare, but usually misdiagnosed, with grave

consequences; extension to internal carotid artery, cavernous sinuses, pituitary, optic nerves; common misdiagnoses include ophthalmic migraine, aseptic meningitis, trigeminal neuralgia, cavernous sinus thrombosis

Terapi Gejala dapat sembuh sendiri dalam 48 jam, bila menetap

atasi gejala, perbaiki fungsi sinus, cegah komplikasi intrakranial, dan atasi bakteri patogen. Terapi utama adalah pemberian antibiotik. Untuk sinusitis tanpa komplikasi gunakan Amoksisilin atau ko-trimoksazol bila resisten gunakan azitromisin, klaritromisin, sefuroksimm sefiksim, sefaklor, fluorokuinolon: levoflaksasin, gantifloksasin Durasi terapi: 10-14 hari dan dapat diperpanjang s/d 30 hari Obat semprot vasokonstriktor: fenileprin, oksimetazolin dapat memperbaiki aliran. Tapi penggunaan tidak melebihi 72 jam agar tidak terjadi toleransi. Antihistamin tidak efektif untuk sinusitis

BRONKITIS

Merupakan inflamasi pada trakheobronkial tidak termasuk alveol, yang umumnya berhubungan dengan infeksi pernafasan umum. Diklasifikasikan menjadi : bronkitis akut dan bronkitis kronik. Bronkitis akut terutama terjadi selama musim dingin. Dengan faktor pencetus : cuaca dingin, lembab dan banyaknya zat pengiritasi seperti polusi udara, asap rokok.

Patofisiologi

Penyebab utama adalah virus, terutama virus common cold, rhinovirus, coronavirus, virus patogen pada saluran pernafasan bawah : virus influenza, adenovirus, respiratory syncytial virus. Patogen penyebab lain adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Bordetella pertussis. Infeksi bronkus dan trakea menyebabkan membran mukosa udem dan merah serta peningkatan sekresi bronkus. Kerusakan epitel saluran pernafasan dapat dapat bervariasi dari ringan-berat dan dapat berpengaruh pada fungsi mukosiliari bronkus. Selain itu peningkatan sekresibronkial yang kental dan lengket akan menggangu aktivitas mukosiliari. Infeksi saluran pernafasan akut mungkin berkaitan dengan peningkatan hiperreaktivitas saluran pernafasan dan mungkin menjadi patogenesis penyakit paru kronis obstrukif.

Manifestasi Klinik

Bronkitis dapat sembuh sendiri dan jarang menyebabkan kematian. Bronkitis akut biasanya diawali dengan infeksi saluran pernafasan atas. Pasien mengalami gejala yang tidak spesifik, seperti tidak enak badan, sakit kepala, ingusan, sakit leher. Batuk adalah penanda bronkitis akut yang terjadi awal dan akan menetap walaupun keluhan nasal dan nasofaring menghilang. Seringkali, awalnya, batuk nonproduktif tetapi berkembang menghasilkan sputum yang mukopurulen.

Diagnosa

Pemeriksaan dada menunjukkan adanya ronki dan bunyi tidak normal bilateral (rale moist bilateral). Foto sinar x menunjukkan hasil normal. Kultur bakteri sputum umumnya digunakan secara terbatas karena ketidakmampuan untuk meniadakan flora normal nasofaring dengan teknik sampling. Uji deteksi virus dapat digunakan bila diagnosa spesifik dibutuhkan. Kultur atau diagnosa serologi M. Pneumoniae dan kultur atau deteksi Ab langsung secara fluorescensi untuk B. Pertusis seharusnya dilakukan pada kasus berat dan lama bila perkiraan epidemiologi menunjukkan keterlibatan patogen tersebut.

Terapi

Tujuan terapi Membuat pasien nyaman dan pada kasus berat untuk mengobati dehidrasi dan gangguan respirasi. Terapi Farmakologi : Terapi simptomatik dan suportif. Antipireutik tunggal cukup. Kemudian istirahat dan analgesik-antipireutik lemah dapat mengatasi keluhan lemah dan demam. Aspirin atau paracetamol (650mg untuk dewasa dan atau 10-15mg/kg BB/dosis pada anak dengan dosis harian maksimum dewasa 4gram dan anak 60mg/kg) Atau gunakan ibuprofen 200-800mg pada dewasa, anak 10mg/kg. Dosis maksimum dewasa 3,2 gr dan 40mg/kg/dosis pada anak. Berikan setiap 4-6 jam. Pasien dianjurkan untuk minum cairan untuk mencegah dehidrasi dan kemungkinan penurunan sekresi respiratif dan kekentalan mukus. pada anak pemberian aspirin harus dihindari karena adanya hubungan antara penggunaan aspirin dengan munculnya sindroma Reye. Paracetamol lebih dianjurkan.

Terapi embun atau penggunaan uap dapat mengencerkan sekret. Batuk

ringan yang menetap yang mengganggu dapat diterapi dengan deksometrofan. Terapi batuk yang lebih berat mungkin membutuhkan kodein atau obat yang sejenis. Penggunaan rutin antibiotik tidak dianjurkan, tetapi pada pasien dengan demam menetap dan gejala pernafasan lebih dari 4-6 hari, kemungkinan adanya infeksi bakteri harus dicurigai. Bila mungkin terapi antibiotik ditujukan terhadap patogen yang diantisipasi (misalnya Streptococcus penumoniae dan Haemophilus influenzae) dan atau bakteri yang dominan tumbuh pada kultur kerongkongan. M. Pneumoniae bila dicurigai atau positif aglutinin dingin (titer 1:32) atau dipastikan oleh kultur/serologi. Terapi dengan eritromisin atau analognya (klaritromisin atau azitromisin). Fluorokuinolon juga menunjukkan aktivitas terhadap patogen tersebut (misalnya gatifloksasin atau levofloksasin dosis tinggi) dan dapat digunakan pada orang dewasa. Selama epidemi yang melibatkan virus influenza A, Amantidin atau Rimantidin mungkin efektif untuk meminimkan gejala-gejala terkait bila diberikan di diawal penyakit.

BRONKITIS KRONISMerupakan penyakit yang tidak spesifik pada orang dewasa. Biasanya pasien akan melaporkan batuk dengan sputum hampir sepanjang hari selama paling tidak 3 bulan berturutan setiap tahun selama 2 tahun berturutan.

Patofisiologi Bonkitis kronis terjadi akibat dari berbagai faktor pendukung termasuk

merokok, terpapar debu, asap, polusi lingkungan, dan infeksi bakteri atau virus. Pada bronkitis kronis, dinding bronkus menebal dan jumlah mukus yang

disekresi sel globet di permukaan epitel bronkus besar dan kecil meningkat nyata. Hipertropi kelenjar mukus dan dilatasi saluran kelenjar mukus juga ditemui. Akibatnya pasien dengan bronkitis kronis mempunyai lebih banyak mukus secara nyata di saluran nafas perifer dan selanjutnya akan mengganggu pertahanan paru normal dan menyebabkan penyumbatan mukus di saluran pernafasan yang lebih kecil. Selanjutnya kondisi patologis ini dapat menyebabkan parut pada bronkus kecil dan meningkatkan obstruksi saluran nafas dan perlemahan dinding bronkus.

Manifestasi Klinik

Penanda bronkitis kronis adalah batuk, mulai dari batuk ringan perokok hingga batuk berat produktif dengan sputum purulen. Pengeluaran dahak jumlah banyak biasanya terjadi pada awal pagi, walau banyak pasien mengeluarkan dahak sepanjang hari. Sputum yang dikeluarkan biasanya kental lengket dan berwarna putih-kuning. Dengan pengecualian penemuan pulmonal, pemeriksaan fisik pasien dengan ringan-sedang bronkitis kronis umumnya tidak nyata. Penigkatan jumlah granulosit polimorfonukleus di sputum sering memperkuat iritasi bronkus, dimana jumlah eosinofil menunjukkan komponen alergi.

Manifestasi Klinik Bakteri terbanyak yang diidentifikasi dari sputum kultur, dinyatakan

dalam % total kultur, yang diidentifikasi dari pasien-pasien yang menderita bronkitis kronis kambuhan akut adalah : 1. Haemophilus influenza 24%-26% sering betalaktamase + 2. Haemophilus parainfluenza 20% 3. Streptococcus pneumoniae 15% 4. Moraxella carrhalis 15% sering betalaktamase + 5. Klebsiella pneumoniae 4% 6. Serratia marcescens 2% 7. Nesisseria meningitidis 25% sering betalaktamase + 8. Pseudomonas aeruginosa 2%

Terapi

Tujuan terapi Mengurangi keparahan gejala dan menghilangkan kekambuhan akut dan mencapai perpanjangan interval yang bebas infeksi. Pendekatan umum Prinsip umum : Harus dinilai riwayat pekerjaan/lingkungan untuk menetapkan paparan yang mengganggu, gas mengiritasi seperti asap rokok. Awali dengan harus menurunkan paparan terhadap iritan bronkus. Pelembaban udara inspirasi dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga produksi sputum menjadi lebih efektif. Penggunaan aerosol mukolitik (asetilsistein, deoksiribonuklease) nilainya masih belum jelas. Drainase postural mungkin membantu pengeluaran sputum.

Terapi Farmakologi :

Pada ekserbasi akut pemberian bronkodilator oral atau aerosol seperti albuterol aerosol Untuk pasien yang secara konsisten tetap menunjukkan keterbatasan dalam masuknya udara pernafasan, perubahan terapi bronkodilator harus dipertimbangkan Pemilihan antibiotik harus dipertimbangkan resistensi patogen terhadap penisilin yaitu H. Influenzae 30-40%, M. Pneumoniae penghasil betalaktamase 95%,dan S. Pneumoniae 30%. Ampisilin sering dipertimbangkan sebagai pilihan untuk bronkitis kronis ekserbasi akut, tetapi regimen dosis dan resisten terhadap betalaktamase membatasi keamanan dan cost effectiveness. Bila mikoplasma terlibat dalam infeksi, sebagai pilihan adalah Azitromisin Flourokinolon antibiotik alternatif yang efektif untuk dewasa terutama bila potegen adalah gram negatif atau untuk pasien yang parah. Beberapa S. Pneumonii resisten terhadap flourokinolon yang generasi awal, sehingga dibutuhkan generasi baru yaitu gatifloksasin. Pada pasien yang mempunyai riwayat kekambuhan, profilaksis antibiotik perlu. Bila tidak ada perbaikan secara klinik, selama periode yang sesuai misalnya 2-3bulan/tahun untuk 2-3 tahun,terapi profilaksis dihentikan. Antibiotik yang umum digunakan dengan durasi 10-14 hari.

BRONKHIOLOTIS Merupakan infeksi virus akut pada saluran pernafasan

bawah bayi yang menunjukkan pola musiman yang tetap, puncaknya selama musin dingin dan menetap sampai awal musim semi. Penyakit ini umumnya mempengaruhi bayi berumur 2-10 bulan. Penyebab utama, 45-60% adalah virus respiratory syncytial,

penyebab kedua virus parainfluenza. Bakteri patogen sekunder hanyalah pada sedikit kasus.

Manifestasi Klinik Gambaran klinik :Tanda dan gejala : Diawali dengan gelisah, demam rendah, batuk, ingusan. Gejala berkembang : muntah, diare, pernafasan berbunyi, peningkatan laju pernafasan. Pernafasan lambat dan sulit dengan dada tertarik, hidung memerah. Pemeriksaan Fisik Takikardia, laju pernafasan 40-80/menit pada bayi di RS. Pernafasan berbunyi, konjungtivitas ringan pada sepertiga pasien, otitis media pada 5-10% pasien.

Pemeriksaan Laboratorium Sel darah putih perifer normal atau sedikit meningkat. Gas darah

arteri : hipoksemia dan hipercarbia/hiperkapnia (jarang). Sering terjadi dehidrasi karena intake cairan kurang pada penderita yang batuk, demam, mual muntah. Diagnosa terutama berdasarkan pada penemuan klinik dan riwayat. Isolasi patogen akan menegakkan diagnosa dugaan.

Terapi

Bronkiolotis adalah penyakit yang sembuh sendiri dan umumnya tidak memerlukan terapi, selain menghilangkan kecemasan dan antipiretik, kecuali bila bayi hipoksia atau dehidrasi. Pada kasus berat, terapi pilihan adalah terapi oksigen dan cairan IV. Terapi beta adrenergik aerosol nampaknya bermanfaat sedikit untuk sebagian besar pasien tetapi mungkin berguna pada anak dengan predisposisi yang mengarah ke bronkospasme. Karena bakteri bukan penyebab utama maka AB secara rutin sebaiknya tidak diberikan. Tetapi sering dokter memberikan di awal karena penemuan klinik dan radiologi sering menunjukkan kemungkinan pneumonia bakteri. Ribavirin dapat dipertimbangkan pada pasien yang menderita penyakit paru atau jantung dengan infeksi akut. Penggunaan obat ini membutuhkan peralatan khusus, generator aerosol partikel kecil dan pelaksana terlatih.

PNEUMONIA Pneumonia adalah salah satu dari penyakit yang menyerang

saluran respirasi bawah, terjadi penumpukan cairan pada alveolar, dan peradangan pada paru-paru. Penyakit infeksi ini dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak. Pneumonia dapat disertai dengan infeksi pada bronkhus dan dikenal dengan istilah bronkhopneumonia.

Prevalensi Pneumonia merupakan 'predator ' balita nomor satu di negara

berkembang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia diseluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar 1,6 2,2 juta. Dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Persentase ini terbesar bahkan bila dibandingkan dengan diare (17 persen) dan malaria (8 persen). meningkat. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia meningkat, berkisar 18,5 -38,8 persen. "Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga menjadi persoalan negera berkembang yang kondisi lingkungannya buruk dan malnutrisi.

Di Indonesia, prevalensi pneumonia pada balita cenderung

Etiologi Bakteri yang paling banyak menyebabkan pneumonia adalah

Streptococcus pneumoniae dan 75% kejadiannya mancapai fasa akut. Patogen lain seperti M.pneumoniae, Legionella, C.pneumoniae, H.influenzae, dan virus lain termasuk influenza juga merupakan penyebab terjadinya pneumonia. Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif basil dapat menyebabkan community-acquired pneumonia. Pneumonia atypical merupakan istilah untuk pneumonia yang disebabkan patogen atipikal dan tidak menimbulkan gejala.

Basil aerobik gram negatif dan Staphylococcus aureus

merupakan agen penyebab penderita pneumonia dirawat di rumah sakit. Bakteri anaerob merupakan penyebab paling banyak pneumonia yang disertai aspirasi dari gastrik atau orofaring. Pneumonia pada balita dan anak-anak biasanya disebabkan infeksi mikroorganisme, sedangkan pada orang dewasa umumnya tidak disebabkan bakteri. Kasus pneumonia paling banyak terjadi pada pediatrik dan disebabkan oleh virus, terutama RSV, parainfluenza, dan adenovirus. M.pneumoniae merupakan agen penginfeksi bagi anak yang usianya lebih tua.

Patofisiologi Mikroorganisme dapat masuk ke saluran respirasi bawah melalui 3 rute,

yaitu : A. terhirup melalui materi aeorosol B. masuk melalui peredaran darah (daerah infeksi bukan dari paru-paru) C. aspirasi dari isi orofaring. Jika mekanisme pertahanan paru-paru optimum, maka organisme teraspirasi ini dapat dihilangkan. Akan tetapi, jika mekanismenya rusak, aspirasi merupakan agen potensial dari orofaring penyebab pneumonia. Penyakit neuromuskular dan sensori yang mengalami perubahan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan aspirasi. Infeksi pada paru-paru, seperti infeksi virus, membuat aktivitas antibakteri paru-paru menurun akibat penurunan fungsi makrofag alveolar dan klirens mukosiliaris. Transport mukosiliari juga menurun akibat narkotik dan etanol, obstruksi bronkus akibat mukus, tumor, dan kompresi ekstrinsik. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dalam mengeluarkan bakteri teraspirasi.

GejalaGejala pneumonia Demam yang meningkat tajam Batuk produktif Sputum berwarna atau berdarah

Gejala pneumonia oleh bakteri gram +/ Infeksi L. Pneumonia dengan

Nyeri dada Takikardia takipnea

tanda malaise, letargi, lemh,anoreksia pada awalnya. Batuk kering tidak produktif produktif dengan sputum purulent. Demam > 40C yang berkaitan dengan bradikardi. Nyeri dada dan progresif dispnea, bunyi nafas halus. Gejala ekstrapulmonal : diare, mual, mialgia, atralgia, halusinasi, grand mal seizures.

DiagnosisDiagnosis pneumonia Radiografi khas Laboratorium : leukositosis

Diagnosis pneumonia oleh bakteri gram positif/negatif Radiografi : khas infiltrat

terutama sel poly morpho nuclear,O2 arteri rendah Adanya infiltrat baru di paru, demam, status pernafasan memberat, sekret kental dan ada neutrofil

segmental atau lobar yang padat Laboratorium : leukositosis terutama sel poly morpho nuclear,O2 arteri rendah

TerapiTujuan terapi Eradikasi patogen dan

Evaluasi terapi Menilai waktu hilangnya batuk,

penyembuhan klinis Menurunkan morbiditas

Produksi sputum, dan Hilangnya gejala Kemajuan dalam 2 hari pertama dan lengkap hilang 5 7 hari.

Terapi Non Farmakologi Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan antara lain :

penerapan fisioterapi dada dan perbaikan nutrisi. Perbaikan nutrisi bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki fungsi sistem imun agar tubuh mampu mengeradikasi infektor penyebab patologi tersebut.

Terapi Farmakologi Tetapkan : fungsi pernafasan, tanda tanda sakit

sistemik, dehidrasi, sepsis kolaps Terapi suportif : oksigen, cairan pengganti bronkodilator, fisioterapi dada, nutrisi, pengendalian demam. Antibiotik empirik dan spektrum luas. Bila kultur diketahui, sempitkan spektrum. Pencegahan dengan vaksin terhadap S. Pneumonia dan H. influenzae