infeksi respiratori akut

39
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi respiratorik akut (IRA) atau Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Kelompok usia 6-23 bulan adalah kelompok umur paling rentan untuk mengalami IRA (Nasution, dkk., 2008). Kejadian penyakit IRA di Indonesia masih cukup tinggi terutama pada anak -anak yaitu pada kelompok Balita. Sekitar 20% - 30% kematian anak balita disebabkan oleh penyakit IRA. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit IRA di Indonesia telah dilakukan mulai tahun 1984, walaupun demikian sampai saat ini penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Agung, dkk., 2006). IRA paling sering terjadi pada anak. Di Indonesia, kasus IRA menempati urutan pertama dalam jumlah pasien rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat IRA masih tinggi. Kasus IRA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia di bawah 5 tahun dan 30% pada anak berusia 5-12 tahun. Puncak insiden biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Insiden IRA di negara berkembang adalah 2-10 kali lebih banyak daripada negara maju. Di negara maju IRA didominasi oleh virus, sedangkan di negara berkembang oleh 1

Upload: nida-faradisa

Post on 10-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

infeksi respiratori akuttt

TRANSCRIPT

Page 1: Infeksi respiratori akut

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Infeksi respiratorik akut (IRA) atau Infeksi saluran napas akut (ISPA)

merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak. Kelompok

usia 6-23 bulan adalah kelompok umur paling rentan untuk mengalami IRA

(Nasution, dkk., 2008).

Kejadian penyakit IRA di Indonesia masih cukup tinggi terutama pada anak -

anak yaitu pada kelompok Balita. Sekitar 20% - 30% kematian anak balita

disebabkan oleh penyakit IRA. Pelaksanaan program pemberantasan penyakit

IRA di Indonesia telah dilakukan mulai tahun 1984, walaupun demikian sampai

saat ini penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Agung,

dkk., 2006).

IRA paling sering terjadi pada anak. Di Indonesia, kasus IRA menempati

urutan pertama dalam jumlah pasien rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan

angka kesakitan akibat IRA masih tinggi. Kasus IRA merupakan 50% dari seluruh

penyakit pada anak berusia di bawah 5 tahun dan 30% pada anak berusia 5-12

tahun. Puncak insiden biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Insiden IRA di negara

berkembang adalah 2-10 kali lebih banyak daripada negara maju. Di negara maju

IRA didominasi oleh virus, sedangkan di negara berkembang oleh bakteri. Di

negara berkembang IRA dapat menyebabkan 10-25% kematian dengan 1/3-1/2

kematian pada balita. Sedangkan pada bayi, angka kematian mencapai 45 per

1000 kelahiran kehidupan (Wantania, dkk., 2008).

Tahun 2010, pemerintah telah merencanakan untuk menurunkan angka

kesakitan akibat IRA hingga 3 per 1000 balita. Akan tetapi keberhasilannya

bergantung pada banyaknya faktor risiko (Wantania, dkk., 2008).

B. TUJUAN

Untuk mengetahui klasifikasi IRA/ISPA dan faktor risiko sehingga

diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan akibat IRA/ISPA, serta dapat

mendiagnosis dan melakukan penatalaksanaan dengan benar dan akurat.

1

Page 2: Infeksi respiratori akut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Secara umum saluran udara pernafasan adalah sebagai berikut :

Nares anterior (apertura nasalis anterior) cavitas nasalis choanae

(apertura nasalis posterior) nasopharynx larynx trachea bronchus

primarius (bronchus principalis) bronchus secundus (bronchus lobaris)

bronchus tertius (bronchus segmentalis) bronchiolus bronchiolus terminalis

bronchiolus respiratorius ductus alveolaris atrium alveolaris sacculus

alveolaris alveolus

1. Trachea

Merupakan tabung cartilaginea dari larynx hingga pangkal bronchus. Setinggi

vertebrae cervicalis VI (sebelah caudal cartilago cricoidea) hingga vertebrae

thoracalis IV-V, saat inspirasi turun hingga vertebrae thoracalis VI.

Setinggi pertengahan vertebra thoracalis IV-V, trache bercabang menjadi

bronchus primarius dexter dan sinister. Percabangan ini disebut bifurcatio trachea

VASCULARISASI INNERVASI SYSTEMA LYMPHATICA

Trachea mendapat suplai darah arterial dari:1) R. Trachealis a. Thyroidea

superior2) Cabang-cabang

a.thyroidea inferior3) A. Bronchialis cabang

aorta descendens p4) Pars thoracis (setinggi

vertebrae V)Sedangkan darah venosa dari trachea dialirkan ke v. Thyroidea superior

Parasymphatis :N Vagus beserta cabangnya n. Laryngeus recurrens menyebabkan kontraksi sehingga terjadi penyempitan lumen dan hipersekresi kelenjar

Symphatis : Truncus symphaticus efeknya berlawanan dengan symphaticus

Cairan lymphe pada trachea akan dialirkan menuju: Nodus lymphaticus

tracheobronchialis Nodus lymphaticus

trachealis Nodus lymphaticus

cervicalis

2. Bronchus primarius

Membentang mulai dari bifurcatio trachea hingga hilum pulmonalis. Terbagi

menjadi dua, yaitu : Bronchus Primarius Dexter dan Bronchus Primarius Sinister

2

Page 3: Infeksi respiratori akut

Kategori Bronchus primarius Dexter Bronchus primarius SinisterUkuran Panjang

Lebih pendek1-4 cmRata-rata 2 cm

PanjangAntara 5-7 cmRata-rata 5 cm

Lebar Penampang Lebih lebarDiameter lebih panjang

Lebih sempitDiameter lebih pendek

Posisi Lebih tegakMembentuk sudut sekitar 250

terhadap linea mediana

Lebih datar / horizontalMembentuk sudut sekitar 450

terhadap linea mediana

3. Bronchus secundus

Jumlahnya sama dengan jumlah lobus pada pulmo sehingga sering disebut

bronchus lobaris.

Penamaan bronchus secundus didasarkan atas letaknya terhadap a.pulmonalis

Di atas a.pulmonalis disebut bronchus secundus eparterialis

Di bawah a.pulmonalis disebut bronchus secundus hiparterialis

a. Bronchus secundus dexter

Berjumlah tiga sesuai lobus pulmo dexter. Masuk ke hilus pulmonalis

setinggi vertebrae thoracalis V.

Terdiri dari 1 buah bronchus secundus eparterialis dan 2 buah bronchus

secundus hiparterialis.

b. Bronchus secundus sinister

Berjumlah dua sesuai jumlah lobus pulmo sinister. Masuk kedalam hilum

pulmonalis setinggi vertebrae thoracalis VI. Keduanya adalah bronchus

secundus hiparterialis.

4. Bronchus tertius

Mempunyai jumlah sesuai jumlah segmen tiap lobus dalam pulmo. Dalam

tiap pulmo terdapat 10 yang berasal dari bronchus secundus.

Pulmo dexter terdiri dari lobus superior mempunyai bronkus segmentalis 1-3,

lobus medius mempunyai bronkus segmentalis 2-5, dan lobus inferior

mempunya bronkus segmentalis 6-10. Pada pulmo sinister, lobus superior

mempunyai bronkus segmentalis 1-5 dan lobus inferior mempunyai bronkus

segmentalis 6-10.

3

Page 4: Infeksi respiratori akut

5. Cabang-cabang bronchus tertius

Dari bronchus segmentalis ini akan muncul bronchiolus. Bronchiolus 4-5

bronchioli terminalis bronchiolus respiratosius ductus alveolaris

saculus alveolaris alveoli.

6. Pulmo

Pulmo terbagi 2:

a. Pulmo dexter

Terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus superius, medius, dan inferius.

Bangunannya:

1) Apex pulmonis dextra

2) Facies mediastinalis

3) Facies costalis

b. Pulmo sinister

Terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus superius dan inferius.

Bangunannya:

1) Apex pulmonalis sinistra

2) Facies mediastinalis

3) Facies costalis

Vaskularisasi Inervasi Sistema Lymphatica

1. Arteri pulmonalisMembawa darah yang akan dioksigenasi dalam pulmo.

2. Arteri bronchialisMembawa darah untuk nutrisi jaringan pulmo.

1. ParasimpatisN. Vagus

2. SimpatisTruncus simpaticus (vertebrae thoracalis 1-4)Keduanya membentuk plexus anterior dexter dan sinister yang terletak di ventral hilus pulmonalis dan plexus pulmonalis posterior di dorsal hilus pulmonalis.

Akan menerima aliran limfe dari cabang bronchus vasa pulmonalis dan jaringan ikat pulmo vasa lymphatica septa lobulus secundus hilus pulmonalis nodus lymphaticus broncho pulmonalis.

4

Page 5: Infeksi respiratori akut

B. FISIOLOGI

Secara fungsional saluran pernapasan dibagi menjdai 2 bagian:

1. Zona konduksi

Terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, dan bronkiolus terminalis.

2. Zona respiratorik

Terdiri dari bronkiolus respiratorik, sacus alveoli, dan alveol.

Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu:

1. Ventilasi

Adalah proses pergerakan udara ke dan dari dalam paru. Terdiri atas 2

tahap, yaitu:

a. Proses inspirasi

Kontraksi otot diafragma dan intercostalis eksterna volume thoraks

membesar tekanan intra pleura menurun paru mengembang

tekanan inta alveoli menurun (mencapai -30 mmHg) udara masuk

ke dalam paru.

b. Proses ekspirasi

Otot inspirasi relaksasi volume thoraks mengecil tekanan intra

pleura meningkat volume paru mengecil tekanan intra alveoli

meningkat (+1 mmHg sampai +3 mmHg) udara keluar paru.

2. Pernapasan luar

Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah.

3. Transportasi gas melalui darah

4. Pernapasan dalam

Pertukaran gas antara darah dan sel jaringan.

5. Pernapasan seluler

Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2.

5

Page 6: Infeksi respiratori akut

C. DEFINISI

Infeksi respiratorius adalah infeksi mulai infeksi saluran napas atas dan

adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan pengertian akut merupakan infeksi

yang berlangsung hingga 14 hari. Infeksi respiratorius atas adalah infeksi primer

respiratori di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi

respiratori bawah (Wantania, dkk., 2008).

ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang

disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau

disertai radang parenkim paru (Alsagaff, dkk., 2009).

D. ETIOLOGI

ISPA dapat disebabkan oleh virus, bakteri, maupun riketsia. Dalam klinis

dikenal 6 kelompok besar virus pernafasan sebagai penyebab ISPA.

Group Virus Sub Group Tipe

Orthomyxovirus Influenza Virus A

B

C

Paramyxovirus Para influenza virus 1-4

Metamyxovirus Respiratory syncytial Virus (RSV)

Adenovirus 1-31

Picornavirus Rhinovirus

Coxsackie virus A

Coxsackie virus B

Echovirus

1-55

1-21

1-6

1-32

Coronavirus

E. PATOGENESIS

Ketahanan saluran pernapasan terhadap partikel atau infeksi dan gas yang ada

di udara tergantung pada:

1. Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia

Hal-hal yang dapat mengganggu keutuha mukosa dan pergerakan silia, yaitu:

6

Page 7: Infeksi respiratori akut

a. Asap rokok dan gas SO2, polutan utama dalam pencemaran udara

b. Sindroma imotil

c. Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih)

2. Makrofag alveoli

Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain

bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag

membunuh bakteri, sedangkan alkohol menurunkan mobilitas sel-sel ini.

3. Antibodi setempat

Antibodi setempat pada saluran pernapasan adalah IgA, yang terdapat

banyak di mukosa. Kekurangan antibodi ini memudahkan terjadinya infeksi

saluran pernapasan yang sering terjadi pada anak. Defisiensi IgA akan

mengalami hal serupa dengan penderita yang mengalami imunodefisiensi

lain, seperti penderita mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita

dengan neoplasma yang ganas, dan lain-lain (Immuno compromised host).

F. FAKTOR RESIKO

1. Usia

Menurut penelitian ditemukan 50% anak berusia dibawah 5 tahun dan

30% anak berusia 5-12 tahun didapatkan menderita IRA.

2. Jenis kelamin

Tidak ada perbedaan insiden IRA akibat virus atau bakteri pada laki-laki

dan perempuan, tetapi pada usia diatas 6 tahun insiden lebih tinggi pada anak

laki-laki.

3. Status gizi

Gizi buruk merupakan faktor predisposisi terjadinya IRA pada anak. Hal

ini dikarenakan adanya gangguan respon imun.

4. ASI

Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan mengalami IRA

dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI. Pemberian ASI dengan durasi

yang lama mempunyai pengaruh proteksi terhadap IRA bawah selama tahun

pertama.

7

Page 8: Infeksi respiratori akut

5. BBLR

BBLR memiliki peran penting terhadap kematian akibat IRA.

6. Imunisasi

Campak, pertusis dan beberapa penyakit lain dapat meningkatkan resiko

IRA, dan memperberat IRA itu sendiri, tetapi hal ini dapat dicegah. Vaksin

campak cukup efektif dan dapat mencegah kematian hingga 25%.

7. Pendidikan orang tua

Tingkat pendidikan ini berhubungan erat dengan keadaan sosio ekonomi

dan pengetahuan orang tua. Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian

kasus IRA tidak diketahui orang tua dan tidak diobati.

8. Status sosial ekonomi

Anak yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah

mempunyai resiko lebih besar sebanyak 3,3 kali.

9. Penggunaan fasilitas kesehatan

Angka kematian pada anak dengan pnemonia yang tidak diobati

mencapai 10-20%. Pengguanaan fasilitas kesehatan sangat berpengaruh pada

tingkat keparahan IRA. Disebagian negara berkembang pemanfaatan fasilitas

kesehatan sangat rendah.

10. Lingkungan

Polusi udara berhubungan dengan beberapa penyakit, termasuk IRA. Hal

ini berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan yang dapat mengiritasi

mukosa saluran respiratori.penyakit lain seperti HIV/AIDS juga merupakan

faktor resiko IRA. Bencana alam seperti tsunami juga menyebabkan

peningkatan kasus akibat IRA, dikarenakan pneumonia aspirasi.

G. GAMBARAN KLINIK

Gambaran Klinik secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri

tenggorokan, batuk-batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri retrosternal,

dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise,

mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah, dan insomnia. Kadang-

8

Page 9: Infeksi respiratori akut

kadang dapat juga disertai diare. Bila peningkatan suhu brlangsung lama biasanya

menunjukkan adanya penyulit.

Di klinik dikenal 6 gambaran syndroma ISPA yang disebabkan virus:

1. Sindroma Korisa (Coryzal/Common Cold Syndrome)

Sindroma ini diawali dengan suara serak dan rasa nyeri tenggorok. Kemudian

ditandai dengan peningkatan sekresi hidung, bersin-bersin, hidung buntu,

kadang-kadang disertai sekresi air mata dan konjungtivitis ringan. Keluhan

sistemiknya berupa nyeri kepala, mialgia, malaise, rasa lemah malas dan rasa

dingin.

2. Sindroma Faring (Pharingeal Syndrome)

Gejala umum sindroma faring berupa panas dingin, malaise, nyeri/ pegal

seluruh badan, nyeri kepala, dan kadang-kadang suara parau. Terdapat

peradangan pada faring dan pembesaran adenoid serta tonsil.

3. Sindroma Faringokonjungtiva

Gejala klinik diawali dengan faringitis yang berat kemudian diikuti

konjungtivitis yang sering bilateral. Didapatkan fotofobi dan nyeri pada bola

mata.

4. Sindroma Influenza

Gambaran klinis terjadi secara mendadak dan dengan cepat dapat menular.

Klinisnya gangguan fisik cukup berat dengan gejala batuk, meriang, badan

panas, lemah, nyeri kepala, nyeri tenggorok, nyeri retrosternal, nyeri seluruh

tubuh, malaise, dan anoreksia.

5. Sindroma Herpangina

Terdapat vesikel-vesikel di dalam mulut dan faring. Vesikel mengalami

ulserasi dengan tepi membengkak, disertai nyeri tenggorokan, nyeri kepala,

dan demam.

6. Sindroma Laringotrakeobronkitis Obstruktif Acuta (Croup Syndrome)

Klinis tampak gawat dan berat berupa batuk-batuk, sesak nafas yang disertai

stridor inspirasi, sianosis, serta gangguan sistemik lain.

9

Page 10: Infeksi respiratori akut

H. KLASIFIKASI IRA

Infeksi Respiratori Akut (IRA) terdiri dari infeksi respiratori akut atas dan

bawah.

1. IRA Atas

a. Rhinitis

Rhinitis disebut juga common cold coryza, cold atau salesma.

1) Definisi

Rhinitis adalah penyakit akut yang sangat infeksius dan biasanya

disebabkan oleh virus.

2) Etiologi

Kategori Mikroorganisme

Penyebab rinitis terbanyak

Dapat menyebabkan rinitis

Jarang menyebabkan rinitis

Rhinovirus

Virus Parainfluenza

RSV

Coronavirus

Adenovirus

Enterovirus

Virus influenza

Virus parainfluenza

Reovirus

Mycoplasma pneumoniae

Coccidioides immitis

Histoplasma capsulatum

Bordatella pertussis

Chlamydia psitacci

Coxiella Burnetti

3) Patogenesis

Patogenesis rhinitis umumnya melibatkan interaksi antara replika

virus dan respon inflamasi pejamu, tetapi patogenesis tiap virus

sangat berbeda karena perbedaan lokasi pimer tempat replikasi

10

Page 11: Infeksi respiratori akut

virus. Infeksi dimulai dengan deposit virus di mukosa hidung-

anterior atau di mata. Di daerah adenoid, virus memasuki sel epitel

dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik di epitel. Setelah

berada di dalam sel epitel, virus bereplikasi dengan cepat. Infeksi

virus pada mukosa hidung menyebabkan vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga timbul gejala klinis

hidung tersumbat dan sekret hidung yang merupakan gejala utama

rinitis. Stimulasi kolinergik menyebabkan peningkatan sekresi

kelenjar mukosa dan bersin.

4) Manifestasi Klinis

Gejala pada anak dan dewasa sangat berbeda. Pada 3 hari pertama

sekret hidung dan demam, sekret yang semula encer menjadi

purulen. Gejala lain nyeri tenggorokan, batuk, rewel, gangguan

tidur, dan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan fisik tidak

menunjukkan tanda yang khas, tetapi kadang dijumpai edema dan

eritem mukosa hidung serta limfadenopati servikel anterior.

5) Diagnosis

Penegakan diagnosis sebenarnya relatif mudah, tetapi perlu

diwaspadai diagnosis banding yang mempunyai gejala menyerupai

rinitis untuk menghindari terjadinya undertreatment. Diagnosis

rinitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakit

yang diperoleh dari anamnesis lengkap. Ditemukannya virus

penyebab rinitis merupakan baku emas penegakan diagnosis, tetapi

tidak direkomendasikan pada tatalaksana pasien sehari-hari. Metode

identifikasi virus meliputi kultur virus, deteksi antigen dan PCR.

6) Tatalaksana

a) Nonmedikamentosa

Apabila gejala klinis pada anak tidak terlalu berat dianjurkan

tidak menggunakan medikamentosa. Usaha untuk mengatasi

hidung tersumbat misalnya elevasi kepala saat tidur pada anak.

Pada bayi dan anak direkomendasikan untuk terapi supportif

11

Page 12: Infeksi respiratori akut

cairan yang adekuat karena pemerian minum dapat mengurangi

gejala nyeri dan gatal pada tenggorok.

b) Medikamentosa

Apabila gejala yang ditimbulkan terlalu mengganggu maka

dianjurkan untuk memberikan obat. Pada bayi dan anak, terapi

simptomatik yang direkomendasikan adalah asetaminophen atau

ibuprofen untuk anak berusia lebih dari 6 bulan, untuk

menghilangkan demam yang mungkin terjadi pada hari pertama.

Pemberian tetes hidung saline yang diikuti dengan mengisap

lendir dapat mengurangi sekret hidung.

b. Faringitis, Tonsilitis, Tonsilofaringitis Akut

1) Definisi

Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi

akut pada faring, termasuk tonsilitis dan tonsilofaringitis yang

berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut

membran mukosa faring dan struktur lain disekitarnya.

2) Etiologi

Berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis, baik

faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari

penyakit lain. Virus yang paling banyak menyebabkan faringitis

adalah Adenovirus, Rhinovirus, dan virus parainfluenza. Virus

penyebab faringitis dikarenakan infeksi sistemik atau penyakit lain

seperti virus campak, CMV, Rubella, dan virus lain. Sedangkan

penyebab bakteri yang paling banyak menyebabkan faringitis yang

paling banyak adalah Streptococcus beta hemoliticus grup A.

3) Patogenesis

Virus atau bakteri masuk menginvasi mukosa nasofaring atau

orofaring melalui kontak langsung atau tidak langsung

menyebabkan replikasi virus di dalam makrofag pengaktifan T

12

Page 13: Infeksi respiratori akut

helper dan T sitotoksik sekresi mediator inflamasi disfungsi

sel endotel kebocoran plasma peradangan.

4) Manifestasi Klinis

Gejala faringitis yang khas akibat bakteri Streptococcus berupa

nyeri tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam.

Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri kepala, nyeri

perut, muntah, dan demam mencapai suhu 40ºC. Gejala seperti

rinorea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya

disebabkan oleh virus.

5) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan laboratorium. Baku emas penegakan diagnosis

faringitis bakteri atau virus adalah melalui pemeriksaan kultur dari

apusan tenggorok.

6) Tatalaksana

Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada faringitis virus, karena

tidak akan mempercepat waktu penyembuhan atau mengurangi

derajat keparahan. Istirahat cukup dan pemberian cairan yang sesuai

merupakan terapi supportif yang dapat diberikan. Apabila terdapat

nyeri berlebih atau demam, dapat diberikan parasetamol atau

ibuprofen.

c. Otitis media

1) Definisi

Otitis media merupakan suatu inflamasi telingah tengah

berhubungan dengan efusi telinga tengah yang merupakan

penumpukan cairan ditelinga tengah.

Otitis media terjadi karena aerasi telinga tengah yang terganggu

biasanya disebabkan karena fungsi tuba eustachius yang terganggu.

2) Etiologi

13

Page 14: Infeksi respiratori akut

Kuman yang sering menyebabkan otitis media diantaranya

streptococcus pneumoniae, haemophillus influenzae, dan moraxella

catarrhalis.

3) Patogenesis

Tuba eustachius secara normal menutup saat menelan. Tuba

eustachius melindungi telingah tengah dari sekresi nasopharing,

drainase sekresi telinga tengah dan memungkinkan keseimbangan

tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telingah tengah.

Obstruksi tuba eustachius tekanan telinga tengah menjadi negatif

jika menetap mengakibatkan efusi transudat telinga tengah.

Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang lebih pendek dibandingkan

dewasa yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap refluks

sekresi nasopharing dan juga faktor imun belum sempurna.

4) Manifestasi Klinis

Gejala diawali dengan infeksi saluran nafas, nyeri telinga, demam,

dan gangguan pendengaran. Pada bayi gejala ini tidak khas,

sehingga gejala yang timbul seperti irritable, diare, muntah, malas

minum, dan sering menangis.

5) Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan pada pemeriksaan membran tympani.

Dari hasil pemeriksaan otoskopiu didapatkan gerakan membran

tympani yang berkurang, cembung, kemerahan, keruh, dan sekret

purulen. Bila diagnosis masih meragukan, perlu dilakukan tindakan

aspirasi dari telinga tengah.

6) Tatalaksana

Terapi tergantung dari kuman dan hasil uji sensitivitas. Sebelum

didaptkannya hasil uji sensitivitas, amoksisilin oral merupakan

antibiotik pilihan awal. Amoksisilin diberikan dengan dosis 40

mg/KgBB/24 jam, 3 kali sehari selama 10 hari. Pilihan obat lainnya

adalah eritromicin (50 mg/ KgBB/ 24jam) bersama dengan

sulfonamide (100 mg/ KgBBB/ 24jam) trisufa atau 150

14

Page 15: Infeksi respiratori akut

mg/KgBB/24 jam sulfisoksazol empat kali sehari, Trimetroprim

sulfametoksasol 8 dan 40 mg/ KgBB/ 24 jam diberi 2 kali sehari,

sefaklor (40 mg/KgBB/24 jam) 3 kali sehari, amoksisilin klavulanat

(40 mg/KgBB/24 jam) 3 kali sehari, atau sefiksim 8 mg/KgBB/24

jam sekali atau dua kali sehari.

Terapi suportif lain yaitu analgetik, antipiretik, dan dekongestan.

2. IRA Bawah

a. Epiglotitis

1) Definisi

Epiglotitis merupakan infeksi yang sangat serius dari epiglottis dan

struktur supraglotis, yang berakibat obstruksi jalan nafas akut dan

menyebabkan kematian jika tidak diobati.

2) Etiologi

Hampir selalu disebabkan oleh haemophillus influenzae tipe B.

Penyebab lain adalah S. Aureus, S. Pneumonia, C. Albicans, Virus,

dan trauma.

3) Manifestasi klinis

Ditandai dengan demam tinggi mendadak dan berat, nyeri tenggorok,

sesak nafas, obstruksi saluran respiratorik yang progresif. Pada anak

yang lebih besar bisanya didahului nyeri tenggorok dan disfagia,

pasien lebih menyukai posisi duduk, badan membungkuk ke depan

dengan mulut terbuka dan leher ekstensi (sniffing position)

4) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan atas dasar ditemukannya epiglotis yang besar,

bengkak, dan berwarna merah ceri dengan pemeriksaan langsung atau

laringoskopi. Pada pemeriksaan radiologi dapat terlihat gambaran

thumb sign.

5) Tatalaksana

Tindakan intubasi nasotrakeal atau trakeostomi dapat dilakukan pada

pasien epiglotitis tanpa memandang derajat nafas yang terlihat.

15

Page 16: Infeksi respiratori akut

Antibiotik diberikan secara intravena berupa sefalosporin generasi

ketiga seperti cefotaxime selama 7-10 hari, ceftriaxon dosis tunggal

selama 5 hari.

b. Croup/laringotrakeobronkitis

1) Definisi

Istilah lain untuk croup adalah laringitis akut yang menunjukkan

lokasi inflamasi, yang jika meluas sampai trakea disebut

laringotrakeitis dan jika sampai bronkus doisebut

laringotrakeobronkitis. Croup adalah terminologi umum yang

mencakup suatu grup penyakit heterogen yang mengenai laring,

infra/subglotis, trakea, dan bronkus.

2) Klasifikasi

Secara umum, croup dikelompokkan dalam 2 kelompok:

a) Viral croup, ditandai dengan gejala prodromal infeksi respiratori.

Gejala obstruksi saluran respiratori berlangsung selama 3-5 hari.

b) Spasmodic croup = spasmodic cough, terdapat faktor atopik

tanpa gejala prodromal. Anak dapat tiba-tiba mengalami gejala

obstruksi saluran respiratori, biasanya pada waktu malam

menjelang tidur, serangan terjadi sebentar kemudian normal

kembali.

Berdasarkan derajat kegawatan, croup dibagi menjadi 4 kategori:

a) Ringan, ditandai dengan batuk keras menggonggong yang

kadang muncul, stridor yang tidak terdengan ketika pasien

beristirahat atau beraktifitas, dan retraksi ringan dinding dada.

b) Sedang, batuk menggonggong yang sering timbul, stridor yang

mudah didengar ketika beristirahat, retraksi dinding dada yang

sedikit terlihat tetapi tidak ada gawat napas.

c) Berat, ditandai dengan batuk menggonggong yang sering timbul,

stridor inspirasi yang terdengar jelas ketika beristirahat, disertai

16

Page 17: Infeksi respiratori akut

stridor ekspirasi kadang-kadang, retraksi dinding dada dan gawat

napas.

d) Gagal napas mengancam, batuk kadang tidak jelas, terdengar

stridor sangat jelas, gangguan kesadaran, letargi.

3) Etiologi

Disebabkan oleh virus, penyebab tersering Human Parainfluenza

virus tipe 1, HPIV-2, 3, dan 4, virus Influenza A dan B, Adenovirus,

RSV, dan virus campak.

4) Patogenesis

Infeksi virus dimulai dari nasofaring dan menyebar ke epitelium

trakea dan laring. Peradangan difus, eritema dan edema yang terjadi

pada dinding trakea menyebabkan terganggunya mobilitas pita suara

serta area subglotis mengalami iritasi. Aliran udara yang melewati

saluran respiratori atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan

stridor, diikuti dengan retraksi dinding dada (selama inspirasi).

Pergerakan dinding dada dan abdomen yang tidak teratur

menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan

hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan

henti napas.

5) Manifestasi klinis

Karakteristik sindrom croup adalah batuk yang menggonggong, suara

serak, stridor inspirasi dengan atau tanpa adanya obstruksi jalan napas.

Didahului demam yang tidak begitu tinggi, hidung berair, nyeri

menelan, dan batuk ringan. Kondisi ini berkembang menjadi batuk

nyaring, suara parau dan kasar. Gejala sistemik seperti demam,

malaise. Bila keadaan berat bisa menyebabkan sesak napas, stridor

inspiratorik yang berat, retraksi, dan anak tampak gelisah dan akan

bertambah berat malam hari.

6) Diagnosis

Diagnosis klinik ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul.

Pada pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu

17

Page 18: Infeksi respiratori akut

diperlukan, tetapi bila terjadi serangan akut, gawat napas maka

pemeriksaan tersebut perlu dilakukan. Pemeriksaan penunjang seperti

pemeriksaan laboratorium dan radiologi tidak perlu dilakukan.

7) Tatalaksana

Tatalaksana utama pada pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan

napas. Sindrom croup cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi

terkadang membutuhkan farmakoterapi. Obat-obat yang diperlukan

seperti kortikosteroid (dexamethasone 0,6 mg/KgBB peroral atau IM

sebanya 1 kali dan dapat diulang dalam 6-24 jam, prednison 1-20

mg/kgBB, nebulisas budesonid 2-4 mg) untuk mengurangi edema

pada mukosa laring melalui mekanisme anti radang. Intubasi

endotrakeal dilakukan pada sindrom croup yang berat yang tidak

responsif terhadap terapi yang lain. Antibiotik tidak diperlukan

kecuali disertai infeksi bakteri. Jika infeksi bakteri diberikan

sefalosporin generasi dua atau tiga.

c. Bronkitis

1) Definisi

Bronkitis merupakan suatu peradangan pada bronkus dan merupakan

penyakit infeksi saluran napas akut bawah yang sering dijumpai.

2) Etiologi

Virus merupakan penyebab tersering, misalnya Rhinovirus,

Respiratory Sincytial Virus (RSV), virus influenza, virus para-

influenza, adenovirus, dan Coxsackie virus.

3) Faktor Predisposisi

Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas kronik dapat

memudahkan terjadinya bronkitis akut.

4) Patofisiologi

Infeksi bakteri di bronkus dapat merupakan infeksi sekunder setelah

terjadinya kerusakan permukaan mukosa oleh infeksi virus

sebelumnya.

18

Page 19: Infeksi respiratori akut

5) Gejala Klinis

Batuk mula- mula kering, setelah dua atau tiga hari batuk mulai

berdahak dan menimbulkan suara adanya lendir. Pada beberapa hari

pertama tidak ada tanda kelainan pada pemeriksaan thoraks, tetapi

kemudian dapat timbul rhonki basah kasar.

6) Penatalaksanaan

Tatalaksananya bersifat supportif. Apabila disebabkan oleh virus,

istirahat yang cukup, kelembapan udara yang cukup, rehidrasi

adekuat, acetaminophen pada keadaan demam. Sedangkan jika

disebabkan oleh infeksi bakteri, pemberian antibiotik eritromisin 3-4

hari. Hasil pemeriksaan laboratorium patologi menunjukkan adanya

infiltrasi mukosa oleh limfosit dan leukosit.

d. Bronkiolitis

1) Definisi

Penyakit ini merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang

sering diderita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun.

2) Etiologi

Bronkiolitis akut sebagian besar disebabkan oleh Respiratory

Syncytial Virus (50%). Penyebab lainnya adalah para-influenza virus,

Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae), adenovirus, dan beberapa

virus lain.

3) Patologi

Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema

dan akumulasi mukus dan eksudat yang kental. Di dinding bronkus

dan bronkiolus terdapat infiltrasi sel radang.

4) Gambaran Klinis

Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian

atas, disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa

disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril. Anak mulai mengalami

sesak napas, makin lama makin hebat, pernapasan dangkal dan cepat.

19

Page 20: Infeksi respiratori akut

Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi

memanjang disertai dengan wheezing. Rhonki nyaring halus kadang

terdengar pada akhir ekspirasi atau pada permulaan inspirasi.

5) Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui:

a) Anamnesis. Gejala awal berupa gejala infeksi respiratorik atas

akibat virus, seperti pilek ringan, batuk dan demam. Satu hingga

dua hari kemudian disertai batuk dengan sesak napas. Selanjutnya

dapat ditemukan wheezing, sianosis, grunting, muntah setelah

batuk, rewel, nafsu makan berkurang.

b) Pemeriksaan fisik. Takipneu, takikardi, suhu diatas 38,50C,

ditemukan rhonki, sianosis, bila gejala yang berat dapat terjadi

apneu.

c) Pemeriksaan laboratorium dan penunjang. Pemeriksaan darah

rutin dan elektrolit kurang bermakna, AGD diperlukan untuk anak

dengan sakit yang berat. Foto rontgen thorak didapatkan

hiperinflasi dan infiltrat (patchy infiltrat), tetapi gambaran ini

tidak spesifik.

6) Tatalaksana

Bersifat supportif, yaitu oksigen, cairan intavena, penyesuaian suhu

lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, nutrisi, setelah itu

obatnya bronkodilator, antiinflamasi seperti kostikosteroid, antiviral

seperti ribavirin.

e. Pneumonia

1) Definisi

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh

bermacam-macam etiologi, seperti bakteri, virus, jamur dan benda

asing.

2) Etiologi

Penyebab pneumonia adalah bakteri, virus, jamur, dan benda asing.

20

Page 21: Infeksi respiratori akut

3) Klasifikasi

Pada umumnya diadakan pembagian atas dasar anatomis dan

etiologis.

Pembagian anatomis: (1) pneumonia lobaris, (2) pneumonia

lobularis (bronkopneumonia), dan (3) pneumonia interstitialis

(bronkiolitis).

Pembagian etiologis:

(1) Bakteria: Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus,

Streptococcus hemolyticus, Streptococcus aureus,

Hemophilus influenzae, Bacillus Friedlander,

Mycobacterium tuberculosis.

(2) Virus: RSV, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik.

(3) Mycoplasma pneumoniae

(4) Jamur: Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans,

Candida albicans, Aspergillus species.

(5) Aspirasi: makanan, cairan amnion, benda asing.

(6) Pneumonia hipostatik

4) Patogenesis

Mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui

saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan

proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya

konsolidasi yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan

edema dan kuman di alveoli disebut hepatisasi merah deposisi

fibrin semakin bertambah dan fagositosis capat disebut hepatisasi

kelabu jumlah makrofag meningkat sel degenerasi, fibrin

menipis, kuman dan debris menghilang disebut resolusi.

5) Manifestasi klinis

Gambaran klinis pada pneumonia bayi dan anak bergantung pada

berat ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut :

Gejala infeksi umum, yaitu : demam, sakit kepala, gelisah,

malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti

21

Page 22: Infeksi respiratori akut

mual, muntah atau diare, kadang-kadang ditemukan gejala infeksi

ekstrapulmoner.

Gejala gangguan respiratorik, yaitu : batuk, sesak nafas, retraksi

dada, takipneu, nafas cuping hidung, air hunger, merintih, dan

sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti, pekak

perkusi, suara nafas melemah, dan ronkhi.

6) Pemeriksaan penunjang

Darah perifer lengkap

Pneumonia virus dan mycoplasma umumnya ditemukan leukosit

dalam batas normal atau sedikit meningkat. Sedangkan

pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara

15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN.

CRP

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnotis untuk

membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi, infeksi virus

dan bakteri, atau infeksi bakteri superficialis dan profunda.

Uji serologis

Untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik

mempunyai spesifitas dan sensitivitas yang rendah.

Pemeriksaan mikrobiologis

Untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali

pada pneumonia berat. Spesimen dapat berasal dari uap

tenggorok, sekret nasopharing, bilasan bronkus, darah, fungsi

pleura, aspirasi paru.

Rontgen Thoraks

Rontgen thoraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan,

hanya direkomendasikan pada pneumonia berat.

Secara umum gambaran foto thorak terdiri dari :

Infiltrat intertitial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronkial cuffing, dan hiperaerasi.

22

Page 23: Infeksi respiratori akut

Infiltrat alveolar merupakan konsolidasi paru dengan air

bronchogram.

Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada

kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas

hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan

peribronkial.

7) Diagnosis

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan

serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi,

penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan

laboratorium penunjang yang memadai. Prediktor paling kuat adanya

pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala

respiratori sebagai berikut: takipneu, batuk, napas cuping hidung,

retraksi, ronki, dan suara napas melemah.

Klasifikasi Pneumonia berdasarkan pedoman diagnosis

a) Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia berat

- Bila ada sesak napas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Pneumonia

- Bila tidak ada sesak napas

- Ada napas cepat dengan laju napas :

O >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun

O >40 x/menit untuk anak >1-5 tahun

- Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral

Bukan pneumonia

- Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

- Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun

panas.

23

Page 24: Infeksi respiratori akut

b) Bayi berusia dibawah 2 bulan

Pneumonia

- Bila ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

Bukan pneumonia

- Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas

- Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya

diberikan pengobatan simptomatis

8) Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap.

Indikasi perwatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit.

Neonatus dan bayi kecil dengan klinis pneumonia harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal

dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan

suportif meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi

terhadap gangguan keseimbangan asam basa, elektrolit, dan gula

darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgesik atau

antipiretik.

24

Page 25: Infeksi respiratori akut

DAFTAR PUSTAKA

Agung A.A., Sulistyorini L., Keman S., 2006. Determinan Sanitasi Rumah Dan Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kejadian Ispa Pada Anak Balita Serta Manajemen Penanggulangannya Di Puskesmas. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3: 50.

Alsagaff H., Mukty A., 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga Universty.

Azizi S., Budianto A., Nugroho A., 2005. Guidance to Anatomy II. Surakarta : FK UNS.

Hasan A., Alatas H., 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: infomedika.

Nasution K., Azharry R.M., Erida K.B., Adi K., Ramdhani M.Y., Ishal M.L., Pratiwi L., Wawolumaja C., Endyarni B., 2008. Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita di Daerah Urban Jakarta. Sari Pediatri. 11: 223-224.

Rahajoe N.N., Supriyatno B., Setyanto, D.B., 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: IDAI. pp: 268-365.

25