5. bab_ii_tesis_indrie hr edit (1).doc

26

Click here to load reader

Upload: arif-mulyanto

Post on 14-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

II. TELAAH PUSTAKA

A. Limbah Bengkel

Seiring dengan berkembangnya industri automotif, maka kebutuhan akan

minyak pelumas pada kegiatan perbengkelan juga semakin meningkat. Selain

membawa dampak positif, juga membawa dampak negatif berupa limbah hasil

kegiatan perbengkelan. Contohnya limbah yang berasal dari minyak pelumas

bekas. Selain dari kegiatan perbengkelan, limbah minyak pelumas dihasilkan juga

dari tumpahan atau ceceran minyak dari alat transportasi, Maupun produk-

produknya, minyak bekas pakai, dan limbah minyak yang terkandung dalam

limbah alat-alat mesin dari kegiatan industri maupun rumah tangga (Udiharto,

1996). seluruh proses fabrikasi, finishing logam, manufaktur mesin dan suku

cadang, sludge proses produksi, pelarut bekas, residu proses produksi yang

dihasilkan dari kegiatan perbengkelan termasuk limbah B3, karena mengandung

logam berat ( terutama As, Cd, Br, Cr, Pb, Ag, Hg, Cu, Zn, Se, Sn ), nitrat, residu

cat, minyak dan gemuk, senyawa amonia, pelarut mudah terbakar, larutan asam

(Anonim, 2006). Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan automotif memiliki

konsentrasi minyak berkisar antara 86 - 159 mg/L,

Berdasarkan SK Gubernur KDH. TK I Jateng No : 660.1/02/1997 tentang

Baku Mutu Limbah Cair ( Tabel 2.1). Limbah kegiatan perbengkelan adalah

polutan atau pencemar yang selain mencemari badan air juga dapat mencemari

tanah..

Tabel 2.1. Baku Mutu Limbah Cair

Parameter Kadar maksimum (mg/L)

Beban pencemaran maksimum (kg/ton)

BOD5 85 12,75

COD 250 37,5

Warna Jernih* Jernih*

PH 6,0 – 9,0

Debit Limbah Maksimum

150 m3 per ton produk

Hasil kegiatan perbengkelan limbah cair yang dibuang akan mencemari

badan air, apabila langsung dibuang ke badan air atau saluran air. Kandungan

user, 05/29/14,
?????
user, 05/29/14,
????
user, 05/29/14,
Struktur dan penulisan di luruskan sesuai kaidah penulisan yang baik dan benar
Page 2: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

6

minyak yang tinggi pada badan air akan menyebabkan penurunan kualitas

badan air dan menimbulkan bau yang tak sedap, karena sifat minyak yang sulit

terurai sehingga menyebabkan penurunan self purification badan air tersebut.

Menurut Alvarez (1991) yang dikutip dari Anna et al (2003), pencemaran pada

tanah yang diakibatkan oleh kontaminasi senyawa hidrokarbon menyebabkan

kerusakan pada jaringan hewan dan tumbuhan yang dapat meningkatkan resiko

terjadinya kematian atau mutasi sebagai akibat terakumulasinya

polutan.Sekalipun sesungguhnya lingkungan itu sendiri memiliki kemampuan

untuk mendegradasi senyawa-senyawa pencemar yang masuk ke dalamnya

melalui proses biologis dan kimiawi. Namun, sering kali beban pencemaran di

lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat

pencemar tersebut secara alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi

sehingga dibutuhkan campur tangan manusia untuk mengatasi pencemaran

tersebut (Atlas, R and Bartha,1985) .

B. Proses Pengolahan Minyak Pelumas Bekas

Beberapa langkah pengelolaan yang sudah dilakukan oleh para pengusaha

automotif untuk mengurangi efek buruk atau dampak dari pengelolaan yang tidak

tepat pada limbah bengkel dan minyak pelumas bekas, yaitu:

1. Sistem Drainase Bengkel

Bengkel yang baik adalah bengkel yang lantainya terbuat dari

semen/plester/keramik agar tumpahan minyak pelumas bekas, bahan bakar dan zat

berbahaya lainnya tidak mencemari tanah. Drainase bengkel wajib terpisah dari

drainase air hujan, karena jika di satukan minyak pelumas bekas yang tercecer

dapat terbawa air hujan menuju selokan dan mencemari lingkungan.

Adapun manfaat drainase limbah bengkel adalah:

a. Mengalokasi tumpahan atau ceceran dari limbah bengkel.

b. Sebagai saluran pembuangan air pada saat pembersihan lantai

c. Saluran untuk pembuangan air bekas pencucian alat - alat bengkel

user, 05/29/14,
Cara tulis, pustaka????
user, 05/29/14,
?????
Page 3: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

7

2.  Bak penampung Minyak Pelumas Bekas

Untuk Mencengah adanya tumpahan ataupun tetesan minyak pelumas

bekas di lantai, maka diperlukan bak –bak penampungan. Bak penampung dapat

terbuat dari plastik maupun kaleng bekas. Di samping sebagai bak penampungan,

juga dapat digunakan sebagai wadah pada saat mencuci peralatan bengkel

3. Menjaga kenyamanan bengkel bekas

Yang di maksud dengan menjaga kenyamanan bengkel adalah adanya

pengelolaan barang limbah, pengelolaan peralatan bengkel, dan pengelolaan

kebersihan bengkel.

4. Pengumpulan Limbah

Pengelolaan limbah bengkel yang benar dan efisien adalah dengan

memisahkan jenis limbah mulai sejak awal sehingga tidak tercampur dalam satu

wadah. Dalam bengkel otomotif ada beberapa limbah yang dapat dipisahkan,

misalnya : limbah dari konsumen, kain majun dan serbuk kayu pembersih lantai,

sparepart bekas, minyak pelumas bekas dan minyak sisa pencucian peralatan

bengkel dipisahkan terlebih dahulu sebelum disimpan.

5. Pembuangan dan penjualan limbah bengkel dan oli bekas

Limbah bengkel tidak semuanya bisa di daur ulang dan wajib di buang.

Untuk limbah yang bisa di daur ulang seperti komponen bekas dan minyak

pelumas bekas, wajib di beri tempat khusus yang terlindung dari hujan dan

sengatan sinar matahari. Pengumpulan minyak pelumas bekas dan spare part

bekas tidak boleh lebih dari 6 bulan, dan dijual secara periodik ke pengepul

limbah bengkel. Pada umumnya limbah minyak bumi dan turunannya diolah

secara fisika dengan penyaringan, penyerapan, pembakaran atau secara kimia

dengan menggunakan pengemulsi. Cara-cara ini memang dapat menghilangkan

limbah minyak bumi dengan cepat, akan tetapi biayanya mahal dan tidak ramah

lingkungan Sebagai contoh, pembakaran dapat menghancurkan hidrokarbon

dengan cepat, tetapi pada saat yang bersamaan menyebabkan polusi udara dan

meninggalkan sisa pembakaran yang memerlukan penanganan yang lebih lanjut.

Page 4: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

8

Sementara itu penggunaan senyawa kimia sebagai penetralisir juga memakan

biaya yang cukup besar. Selain itu, metode ini memerlukan teknologi dan

peralatan canggih untuk menarik kembali bahan kimiawi dari lingkungan agar

tidak menimbulkan dampak negatif yang lain ( Baker, C and Herson, D, 1994 ),

sehingga diperlukan suatu cara pengolahan limbah minyak bumi yang lebih

ekonomis dan lebih ramah lingkungan (Clark,1986). Salah satu metode yang

digunakan untuk mengolah limbah bengkel pada tanah menggunakan mikroba

disebut bioremediasi.

C. Kontaminasi Pada Minyak Pelumas

Minyak pelumas mesin menyerap unsur –unsur sisa hasil pembakaran

berupa;

1. elemen keausan (tembaga, besi, chrominium, aluminium, timah,molybdenum,

silikon, nikel atau magnesium ditandai dengan perubahan warna.

2. Kotoran atau jelaga

3. Bahan bakar

4. Air

5. Ethylene gycol (anti beku)

6. Produk –produk belerang/ asam

7. Produk –produk oksidasi, mengakibatkan minyak pelumas bertambah kental.

Daya oksidasi meningkat oleh tingginya temperatur

D. Minyak pelumas

Minyak pelumas adalah sejenis cairan kental yang berfungsi sebagai

pelicin, pelindung, dan pembersih bagian dalam mesin serta berfungsi sebagai

bahan pelumas agar mesin berjalan dengan baik dan bebas gangguan, Sekaligus

sebagai pendingin dan penyekat, sehingga mencegah terjadinya keausan pada

mesin. Minyak pelumas umumnya terdiri atas dua fraksi: kimia aditif dan cairan

dasar (base - oil). Kimia aditif, sekitar 5-20%(b/v), ditambahkan untuk fungsi

tertentu (Vazouez-Duhalt,1989). Sedangkan Komponen utama dari base oil adalah

siklik alkana (c-alkana), Merupakan kelompok hidrokarbon terbesar yang ada di

minyak mentah maupun hasil penyulingan, yaitu berkisar antara 20-50%. C-

user, 05/29/14,
?????
user, 05/29/14,
??????
user, 05/29/14,
Cara tulis, tdk ada di daftar pustaka
Page 5: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

9

alkana termasuk sulit didegradasi mikroba karena sebagian besar c-alkana dalam

minyak dasar memiliki sisi alkil panjang rantai (Koma et al., 2003).

Beberapa kriteria penting yang harus dipenuhi oleh minyak pelumas antara

lain :

1. Viskositas harus cukup kental untuk menahan agar bagian peralatan yang

bergerak relatif terpisah, tetapi juga harus mencegah kebocoran dari segel.

2. Fluiditas harus cukup pada saat awal yaitu pada saat peralatan masih dingin.

3. Dapat membentuk film yang cukup kuat untuk pelumasan perbatasan.

4. Tahan terhadap oksidasi pada suhu tinggi.

5. Mengandung deterjen dan dispersan cukup untuk menyerap endapan atau

lumpur yang terbentuk.

6. Tidak membentuk emulsi dengan air yang masuk dari segel yang bocor.

Sifat-sifat penting minyak pelumas adalah sifat alir dan kecocokan sebagai

pelumas pada kondisi pemakaian yang berbeda-beda. Sifat alir ditunjukkan oleh

viskositas dan titik tuang, sedangkan kecocokan untuk penggunaan pada kondisi

suhu, beban, kecepatan dan adanya kontaminan ditunjukkan dengan ketahanan

oksidasi, kemampuan membawa beban, karbon residu, kandungan belerang, abu,

flash point dan sifat-sifat lain yang ditentukan dengan pengujian standar.

E. Jenis Minyak Pelumas

Minyak Pelumas di alam dapat dibedakan menurut bahan dasar yang

digunakan yaitu:

1. Gemuk

Minyak pelumas jenis ini berasal dari tumbuhan/binatang, telah dikenal sejak

zaman dahulu untuk melumasi roda pedati. Jenis pelumas ini kurang cocok

untuk industri karena jumlahnya terbatas, mudah teroksidasi, tidak stabil, dan

harganya relatif mahal.

2. Minyak pelumas sintetis (bahan kimia)

Minyak pelumas sintetis biasanya terdiri atas Polyalphaolifins yang terbentuk

dari pemilahan minyak pelumas mineral, yakni gas. Senyawa ini kemudian

dicampur dengan minyak pelumas mineral. Minyak pelumas sintesis

cenderung tidak mengandung bahan karbon reaktif, Senyawa yang sangat

user, 05/29/14,
??????
Page 6: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

10

tidak baik karena cenderung bergabung dengan oksigen sehingga

menghasilkan acid (asam). Karena sifatnya yang akan teroksidasi pada suhu

antara 100°C - 125°C. Minyak pelumas jenis ini hanya digunakan pada

peralatan khusus yang memerlukan pelumasan pada suhu tinggi.

3. Minyak pelumas dari minyak bumi (Petroleum) /minyak pelumas mineral,

adalah minyak pelumas berbahan baku minyak pelumas dasar (base oil) yang

diambil dari minyak bumi yang telah diolah dan disempurnakan.

F. Minyak Pelumas Bekas Termasuk Limbah B3

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) didefinisikan sebagai limbah

atau kombinasi limbah yang karena kuantitas, konsentrasi, atau sifat fisika dan

kimia memiliki karakter cepat menyebar, atau diduga sebagai penyebab

meningkatnya angka penyakit dan kematian, atau memiliki potensi yang

berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan, dikarenakan tidak sesuai saat

diperlakukan, dalam penyimpanan, proses pengangkutan, atau dalam penempatan

dan pengolahan (Katz dan Dawston, 1997). Minyak pelumas bekas dihasilkan dari

berbagai aktivitas manusia seperti industri, pertambangan dan usaha

perbengkelan. Minyak pelumas bekas termasuk katagori limbah B3 yang mudah

terbakar, bila tidak ditangani pengelolahan dan pembuangannya akan

membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

Berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999 limbah

yang termasuk limbah B3 adalah limbah yang memenuhi salah satu atau lebih

karakteristik sebagai berikut :

1. Limbah mudah meledak

2. Limbah mudah terbakar

3. Limbah yang bersifat reaktif

4. Limbah beracun

5. Limbah yang menyebabkan infeksi

6. Limbah bersifat korosif

Wentz (1995) dan Freeman (1998) menyebutkan bahwa pengolahan limbah B-3

adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk

menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya atau sifat racun. Sehingga harus

user, 05/29/14,
?????
Page 7: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

11

ditangani sesuai dengan PP No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun ;PP No 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 18 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun ;PP No 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan

Beracun ;Permen LH No 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perijinan Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ;Permen LH No 30 Tahun 2009 tentang

Tata Laksana Perijinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah. Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No.128/2003 tentang Tata Cara dan PersyaratanTeknis

Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi

Secara Biologis.

G. Keseriusan Pemerintah dalam Pengelolaan, Penyimpanan dan

Pembuangan limbah B3

Minyak pelumas bekas, termasuk dalam kategori Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3), hal ini dapat dilihat pada Lampiran Peraturan

Pemerintah No 18 Tahun 1999. Dalam  UU No 32 Tahun 2009, Pemerintah

memberikan batasan pengertian istilah limbah dan limbah B3, adalah :

1. Limbah  adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.

2. Bahan berbahaya dan beracun  yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat,

energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau

membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup

manusia dan makhluk hidup lain.

3. Limbah bahan berbahaya dan beracun , yang selanjutnya disebut Limbah

B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.

4. Pengelolaan limbah B3  adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,

penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,

dan/atau penimbunan.

Page 8: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

12

Pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun, sebagai berikut:

Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup

penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah

B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan

tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan mata rantai dalam

pengelolaan limbah B3 yaitu:

a. Penghasil Limbah B3

b. Pengumpul Limbah B3

c. Pengangkut Limbah B3

d. Pemanfaat Limbah B3

e. Pengolah Limbah B3

f. Penimbun Limbah B3.

Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai

siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai

penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai

perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan system

manifest dapat diketahui berapa jumlah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah

dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah

memiliki persyaratan lingkungan.

Mengingat bahayanya limbah B3 maka wajar bila pengelolaan limbah B3

harus diawasi dari penghasil limbah B3 sampai dengan penimbunan limbah B3,

bahkan untuk itu sampai dikendalikan dengan system manifes, semua itu

dilakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak yang ditimbulkan dari

limbah B3.

Sejalan dengan otonomi daerah, pengendalian lingkungan hidup

merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (pasal 13

dan 14 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), dan untuk itu

Kementerian Lingkungan hidup telah menerbitkan Surat Edaran Nomor :

660.2/2176/SJ tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di

Daerah tertanggal 28 Juli 2008, meski mungkin hingga saat ini belum semua

Page 9: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

13

daerah menetapkan Perda sebagaimana diharapkan dalam surat edaran tersebut.

PP dan Permen dipakai sebagai rujukan untuk menjelaskan pengelolaaan limbah

B3 oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota

termasuk didalamnya tentang perijinan pengelolaan limbah B3 khususnya oli

bekas/pemulas bekas, Sedangkan dalam pelaksanaannya diatur :

1. PP No 18 Tahun 1999  tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun 

2. PP No 85 Tahun 1999  tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 18 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

3. PP No 74 Tahun 2001  tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun

4. Permen LH No 18 Tahun 2009  tentang Tata Cara Perijinan Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

5. Permen LH No 30 Tahun 2009  tentang Tata Laksana Perijinan dan

Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta

Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun Oleh Pemerintah Daerah

Dalam pasal 2 Permen LH No 18 Tahun 2009 dinyatakan bahwa :

(1) Jenis kegiatan pengelolaan limbah B3 yang wajib dilengkapi dengan izin

terdiri atas kegiatan:

a. pengangkutan

b. penyimpanan sementara

c. pengumpulan

d. pemanfaatan

e. pengolahan

f. penimbunan.

(2) Penghasil limbah B3 tidak dapat melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3

sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c.

(3) Kegiatan pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya

dapat diberikan izin apabila:

a. Telah tersedia teknologi pemanfaatan limbah B3; dan/atau

b. Telah memiliki kontrak kerja sama dengan pihak pengolah dan/atau

penimbun limbah B3.

Page 10: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

14

Dalam pasal 3 ayat (3) Permen LH No 18 Tahun 2009 menyatakan bahwa

Kegiatan pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)

huruf c wajibmemiliki izin dari:

a. Menteri untuk pengumpulan limbah B3 skala nasional setelah mendapat

rekomendasi dari gubernur;

b. Gubernur untuk pengumpulan limbah B3 skala provinsi; atau

c. Bupati/Walikota untuk pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota.

Permen LH No 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perijinan Pengelolaan

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ditetapkan pada tanggal 22 Mei 2009, dan

3 bulan kemudian ditetapkan Permen LH No 30 Tahun 2009 Tata Laksana

Perijinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun Oleh Pemerintah Daerah, tepatnya pada tanggal 5 Agustus 2009.

Sedangkan Permen LH No 30 Tahun 2009 untuk mendekatkan pelayanan publik

sejalan dengan otonomi daerah, dengan telah ditetapkannya UU No 32 Tahun

2004 ( dan perubahannya) ternyata belum maksimal untuk perizinan usaha dan

/kegiatan pengumpulan minyak pelumas/oli bekas. Hal ini dapat dilihat dari

ketentuan pasal 2 Permen LH No 30 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa :

(1) Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi:

a. perizinan yang meliputi:

1.izin penyimpanan sementara limbah B3; dan

2. izin pengumpulan limbah B3 skala provinsi dan kabupaten/kota;

b. rekomendasi izin pengumpulan limbah B3 skala nasional;

c. pengawasan pengelolaan limbah B3;

d. pengawasan pemulihan akibat pencemaran limbah B3; dan

e.pembinaan.

(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 tidak termasuk

minyak pelumas/oli bekas.

Page 11: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

15

H. Bioremediasi

Bioremediasi menurut Crawford dan Crawford (1996) merupakan proses

biodegradasi yang produktif menghilangkan bahan berbahaya (B3) yang ada di

lingkungan dan dapat mengancam kehidupan manusia, dan biasanya terdapat

pada tanah, air dan sedimen. Menurut Gritter et al. (1991) dari segi biaya dan

kelestarian lingkungan, bioremediasi lebih murah dan berwawasan lingkungan

dibandingkan dengan metode pemulihan lingkungan baik secara fisika maupun

kimiawi. Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi

lingkungan (Munir, 2006) dan merupakan alternatif pengolahan limbah minyak

bumi dengan cara degradasi mikroorganisme yang menghasilkan senyawa akhir

yang stabil dan tidak beracun (Zam, 2006). Dalam bioremediasi, biodegradasi

dilakukan dengan cara memotong rantai hidrokarbon tersebut menjadi lebih

pendek dengan melibatkan berbagai enzim yang dihasilkan oleh mikroba.

Menurut Leahy dan Colwell (1990), hasil proses biodegradasi senyawa

hidrokarbon kompleks umumnya berupa CO2 dan metana yang kurang berbahaya

dibandingkan minyak pada konsentrasi yang sama serta senyawa sederhana

lainnya. Proses pemecahan rantai hidrokarbon oleh bakteri dapat berlangsung

karena adanya reaksi enzimatik . Bioremediasi dapat berlangsung secara alamiah

dalam beberapa kasus pencemaran lingkungan, hal ini disebabkan karena

mikroorganisme pada lingkungan yang tercemar tersebut telah beradaptasi untuk

mendegradasi polutan. Bioremediasi merupakan proses penting untuk pemulihan

lingkungan tercemar oleh berbagai bahan pencemar termasuk limbah minyak dari

bengkel. Metode ini telah digunakan untuk mendegradasi limbah minyak

pelumas, solar pada sedimen (Schinner dan Margesin 2001; Obbard dan Ran

2003).

I. Bakteri Bioremediasi

Mikroorganisme pengurai Hidrokarbon hidrokarbon ditemukan mana-

mana di alam . Jumlah populasi kepadatan tinggi ditemukan pada lokasi

terkontaminasi minyak bumi. Lingkungan Arkutik akuatik ????, muara, lautan dan

sedimen laut, laut dalam, dll adalah beberapa situs dieksplorasi untuk mengisolasi

hidrokarbon mikroorganisme pengurai. hidrokarbon. mikroorganisme

user, 05/29/14,
?????
user, 05/29/14,
?????
user, 05/29/14,
user, 05/29/14,
??????
user, 05/29/14,
?????
Page 12: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

16

Mikroorganisme dari habitat perairan diantaranya, Pseudomonas, Vibrio,

Achromobacter, Arthrobacter, Micrococcus, Corynebacter,

Acinetobacter, Nocardia dll yang merupakan pengurai??? pemanfaat

hidrokarbon dominan, sementara Aureobasidium, Candida, Rhodotorula dan

Sporobolomyces adalah jamur yang paling umum dan ragi terisolasi dari

lingkungan laut. (Desai dan Vyas, 2006) Macam mikroorganisme pedegradasi

minyak bumi dan turunannya, dilihat pada table 2.2: mikroorganisme pendegradasi

hidrokarbon

Table 2.2: mikroorganisme pedegradasi hidrokarbon Komponen minyak Microorganisms Minyak jenuh 

Arthrobacter sp., Acinetobacter sp., Candida sp., Pseudomonas sp., Rhodococcus sp., Streptomyces sp., Bacillus sp., Aspergillus japonicus

Monocyclic aromatic hydrocarbons

Pseudomonas sp., Bacillus sp. B. stereothermophilus, Vibrio sp., Nocardia sp., Corynebacterium sp., Achromobacter sp

Polycyclic aromatic hydrocarbons

Arthrobacter sp, Bacillus sp., Burkholderia cepacia., Pseudomonas sp., Mycobacterium sp., Xanthomonas sp., Phanerochaete chrysosporium, Anabena sp., Alcaligenes

Resins  

Pseudomonas sp., Members of anggota Vibrionaceae., Enterobacteriaceea.,Moraxella sp.

Organisme yang telah diketahui memiliki kemampuan mendegradasi

hidrokarbon terutama adalah mikroorganisme seperti jamur, ragi, dan bakteri

(Rosenberg et al., 1992). Bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi

senyawa hidrokarbon disebut bakteri hidrokarbonoklastik (Davids, 1967). Secara

alami mikroorganisme ini memiliki kemampuan untuk mengikat, mengemulsi,

mentranspor, dan mendegradasi hidrokarbon. Bakteri ini mendegradasi senyawa

hidrokarbon dengan cara memotong rantai hidrokarbon tersebut menjadi lebih

pendek dengan melibatkan berbagai enzim. Sintesis enzim-enzim tersebut dikode

oleh kromosom atau plasmid, tergantung pada jenis bakterinya (Ashok et al.,

1995). Mikroorganisme yang mampu bertahan di habitat yang tercemar

disebabkan karena mikroorganisme tersebut mampu memanfaatkan kontaminan

user, 05/29/14,
?????
user, 05/29/14,
????
user, 05/29/14,
Nama spesies dalam tabel ditulis miring
user, 05/29/14,
????
Page 13: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

17

dalam metabolismenya dan mampu menjalankan peran yang tepat di lingkungan

tersebut (Anna et al, 2003). Keberadaan mikroorganisme (bakteri, jamur, dan

khamir) pendegradasi hidrokarbon tersebar luas di alam. Banyak dijumpai pada

kawasan tercemar minyak (Nurhariyati et al., 2006). Mikroba tersebut akan

memanfaatkan karbon dari minyak bumi sebagai sumber energi. Dengan adanya

pertumbuhan tersebut akan mengakibatkan perubahan pada minyak bumi

(Udiharto, 1993). Dilaporkan Hadi (2003), kelompok bakteri yang mampu

mendegradasi hidrokarbon alifatik antara lain Nocardia, Pseudomonas,

Mycobacterium, sedangkan bakteri yang mampu mendegradasi hidrokarbon

aromatik diantaranya dari genus Pseudomonas.

Laporan Lemigas (1994), menjelaskan bahwa pertumbuhan

mikroorganisme tersebut dapat ditandai dengan terjadinya peningkatan

populasinya, Biodegradasi senyawa hidrokarbon memerlukan keberadaan suatu

komunitas mikroba yang terdiri dari beberapa jenis mikroba. Interaksi mikroba

hidrokarbonoklastik memberi peran penting dalam biodegradasi minyak bumi di

alam. Interaksi itu bisa berupa mutualisme, yaitu bentuk interaksi dimana semua

anggota di dalam kultur campuran memperoleh keuntungan dari anggota lainnya,

atau berupa komensalisme, yaitu bentuk interaksi dimana salah satu anggota

komunitas memperoleh keuntungan dengan adanya populasi kedua, sedangkan

populasi kedua itu tidak memperoleh keuntungan atau kerugian dari populasi

pertama. Selain itu biodegradasi senyawa hidrokarbon dipengaruhi oleh faktor

fisika, kimia dan biologi. Faktor fisika-kimia yang berpengaruh terhadap

biodegradasi hidrokarbon antara lain komposisi dan struktur kimia hidrokarbon,

konsentrasi hidrokarbon, suhu, oksigen, salinitas, pH, nutrisi, cahaya dan tekanan

osmotik. (Bossert dan Bartha, 1984; Englert, 1993). Faktor biologis meliputi

mikroorganisme yang ada, karakter, jumlah sel, serta enzim yang dimiliki oleh

organisme tersebut (Atlas, 1981; Leahy dan Colwell, 1990; Atlas dan Bartha,

1992; Udiharto, 1992).

J. Degradasi Hidrokarbon

Das dan Chandran (2011) menyatakan bahwa mekanisme enzimatik

degradasi hidrokarbon dalam petroleum secara aerobik melibatkan oksigenase

user, 05/29/14,
????
user, 05/29/14,
????
user, 05/29/14,
??????
user, 05/29/14,
????
user, 05/29/14,
?????
user, 05/29/14,
??????
user, 05/29/14,
?????
user, 05/29/14,
Keseluruhan tesis dicek ulang, gunakan istilah sama , salah satu mikroorganisme atau mikroba tapi bukan keduanya
user, 05/29/14,
???????
user, 05/29/14,
?????
Page 14: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

18

sebagai enzim utama. Enzim tersebut dibutuhkan untuk mengintroduksi oksigen

pada substrat hidrokarbon, sehingga menginisiasi biodegradasi. Oksigenase yang

digunakan oleh bakteri tergantung pada panjang dan struktur hidrokarbon yang

akan didegradasi. Umumnya hidrokarbon berupa alkana didegradasi

menggunakan monooksigenase, sedangkan sebagian besar hidrokarbon aromatik

menggunakan dioksigenase (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Konsep utama degradasi hidrokarbon secara aerobik oleh mikroorganisme (Das dan Chandran, 2011).

Degradasi senyawa alifatik (parafin) seperti n-alkana terutama melalui

oksidasi pada gugus metil terminal membentuk alkohol primer dengan bantuan

enzim oksigenase.Alkohol akan dioksidasi lebih lanjut menjadi aldehida,

kemudian asam organik dan akhirnya dihasilkan asam lemak dan asetil koenzim

A. Senyawa antara asetil Ko-A akan masuk ke dalam siklus Krebs, rantai karbon

akan berkurang dari Cn menjadi Cn-2 yang terus berlanjut sampai molekul

hidrokarbon teroksidasi (Atlas & dan Bartha 1998 dalam Udiharto 1996). Reaksi

lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.1.

user, 05/29/14,
????
Page 15: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

19

Gambar 3.2 Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik.

Senyawa aromatik banyak digunakan sebagai donor elektron secara

aerobik oleh mikroorganisme seperti bakteri dari genus Pseudomonas.

Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali pembentukan katekol atau

protokatekuat dapat dilihat pada gambar 3.3. Senyawa tersebut selanjutnya

didegradasi menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs, yaitu

asam suksinat, asetil Ko-A, dan asam piruvat. Reaksi lengkap dapat dilihat pada

Gambar 3.2.

Page 16: 5. Bab_II_Tesis_indrie HR edit (1).doc

20

Gambar 3.3 Reaksi degradasi hidrokarbon aromatik.

Gambar 3.4. Pengurai katekol dg dua cara ortho or meta (Cerniglia, 1984;

Rochkind-Dubinsky et al., 1987).

user, 05/29/14,
?????