47793308-bab-i-iii

Upload: erfika-yuliza

Post on 19-Oct-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

x

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bronchitis kronis dan emfisema paru sering terdapat bersama-sama pada seorang pasien. Dalam keadaan lanjut kedua pen yakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menetap dan dinamakan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi telah pula menimbulkan pencemara an lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyeb abkan penyakit bronkitis kronik dan emfisema (2). Di Inggris dan Amerika Serikat penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab utama kematian dan ketidakma mpuan pasien untuk bekerja. Di Indonesia penyakit bronkitis kronis dan emfisema meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok. Menging at dimasa mendatang terdapat pertambahan penduduk, meningkatnya industri, konsum si rokok yang tinggi serta peningkatan pencemaran lingkungan dan polusi. Dengan demikian diperkirakan di tahun-tahun mendatang penderita bronkitis kronis dan em fisema paru di Indonesia akan terus meningkat (2). B. INSIDENSI Di Amerika Serik at terdapat 7,5 penderita bronkitis kronik dan 2,1 juta penderita emfisema paru. Tetapi penderita bronkitis paru yang dirawat di sub unit pulmonologi, UPF/labor atorium Penyakit Dalam RS Hasan Sadikin/Fak. Kedokteran Unpad Bandung selama tah un 1968-1978 adalah 6,21 % dari seluruh penderita paru merupakan penyakit terban yak urutan ke-6 (2). Lebih banyak terdapat pada laki-laki di atas 40 tahun. Emfi sema paru di Amerika Serikat terdapat pada 65 % laki-laki 15 % wanita. 1

C. TUJUAN PENULISAN Tujuan referat ini dimaksudkan untuk mengetahui atau menjela skan definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis dan penatalaksa naan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI PPOK adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya ha mbatan aliran udara pernafasan yang tidak dapat reversible sempurna (irreversibl e). Hambatan aliran udara biasanya progresif dan disertai dengan respon peradang an yang abnormal pada paru terhadap partikel atau gas yang merusak. Emfisema ada lah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal sa luran udara sebelah distal bronkus terminal disertai dengan kerusakan dinding al veolus (1,2,3,4,5,6) . Sedangkan bronchitis kronis adalah suatu bentuk penyakit paru obstruksi kronik, pada keadaan ini terjadi iritasi bronkial dengan sekresi yang bertambah dengan batuk produktif selama sedikitnya 3 bulan, selama 2 tahun berturut-turut, biasanya keadaan ini disertai emfisema paru dan biasanya paling sering inhalasi iritan jangka panjang. 3

B. ETIOLOGI 1. Merokok Merupakam temuan paling umum berhubungan dengan bronkitis kronik. Penelitian menunjukkan bahwa merokok dalam jangka waktu yang lama mengg anggu pergerakan silia, menghambat fungsi makrofag alveoler dan akhirmnya menyeb abkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar pengsekresi mukus.(1,3,5,6) 2. Polusi u dara Insidensi dan angka kematian akibat bronkitis kronik lebih tinggi didaerah urban yang apdat industrialisasi.(1,2,3,5,6) 3. Pekerjaan Sering ditemukan pada pekerja yang berhubungan dengan pekerjaan yang terpajan oleh debu. 4. Infeksi 5. Faktor familial dan genetik 6. Dalam penelitian menunjukkan bahwa anak dari ora ng tua perokok dapat menderita penyakit pernafasan lebih sering dan lebih berat dan prevalensinya terhadap gejala gangguan penrnafasan kronik lebih tinggi. Sela in itu pasien yang tinggal serumah dengan perokok mengalami peningkatan kadar ka rbon monoksida darah yang menunjukkan bahwa pasien secara bermakna terpajan oleh asap rokok(7). 7. Defisiensi antitripsin alfa-1 (jarang di Indonesia) Pada kead aan normal, alveoli kita dilapisi oleh surfaktan (untuk menurunkan tegangan perm ukaan cairan paru sehingga menambah sifat elastis paru). Sebelum mencapai alveol i, saluran nafas kita juga dilindungi oleh antitripsin, agen yang bertugas menan gkap/mengikat zat-zat tripsin yang membahayakan alveoli. Lalu zat-zat tersebut d ibawa ke darah dan dimetabolisme tubuh. Namun pada pasien dengan defisiensi anti -tripsin alfa-1, zat-zat tripsin (HNO3, ozon) dapat memasuki saluran pernafasan sampai alveoli, di alveoli zat-zat tersebut ditangkap oleh leukosit. Leukosit ke mudian pecah dan tripsin keluar

merusak surfaktan masuk dan merusak dinding alveoli alveoli 1 dan lainnya akan b erhubungan pertukaraqn gas O2 dan CO2 terganggu emfisema C. PATOFISIOLOGI 1. BRONKITIS KRONIS Asap rokok, debu ditempat kerja dan polusi uda ra merupakan bahan-bahan iritan 5

dan oksidan yang menyebabkan bronkitis kronik. Asap rokok merupakan penyebab yan g paling penting. Tidak semua orang yang terpapar zat ini terkena bronkitis kron ik, hal ini dipengaruhi oleh status imunologik dan kepekaan yang bersifat famili al.(1,3) Partikel yang terdapat dalam asap rokok dan udara yang terpolusi berdam pak besar terhadap pembersihan oleh sistem mukosilier. Partikel tersebut masuk d ilapisan mucus yang melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa bronkus akan sangat berkurang, mengakiba tkan meningkatnya iritasi pada epitel mukosa bronkus. Kelenjar mukosa dan sel go blet dirangsang untuk menghasilkan mukus yang lebih banyak ditambah dengan gangg uan aktivasi silia menimbulkan batuk kronik dan ekspektorasi. Produk mukus yang berlebihan memudahkan terjadinya infeksi dan memperlambat proses penyembuhan. Di samping itu terjadi penebalan dinding saluran napas sehingga dapat timbul mucous plug yang menyumbat jalan napas, tetapi sumbatan ini masih bersifat reversibel. (1) Bila iritasi dan oksidasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi er osi epitel serta pembentukan jaringan parut. Disamping itu juga terjadi metaplas ia skuamosa dan penebalan lapisan sub mukosa. Kejadian ini mnyebabkan stenosis d an obstruksi saluran nafas yang bersifat ireversibel.(1,2,3,8) Iritasi bronkus (asap rokok, polusi) Paralisis silia Bronkospasme Hipertrofi Hiperplasi Kelenjar mucus

Statis mucus Obstruksi saluran napas Produksi mucus Infeksi kuman (sekunder) Erosi epitel, pembentukan jaringan parut, metaplaso skuamosa serta penebalan lap isan mukosa Obstruksi saluran napas yang ireversibel 2. EMFISEMA Emfisema paru merupakan sua tu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih , dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh p aru (12). Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstru ksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udar a dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus (12). Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghe ntian.Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam b ronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang ber lebihan. Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang. Mekanisme katup penghentian : Pengi sian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian ya ng mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam al veolus menjadi lebih sukar dari 7

pemasukannya penimbunan udara di alveolus menjadi bertambah di sebelah distal da ri paru. (12) Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan e lastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antar a tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleur al dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.(2,4,7) Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar p artikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok.. Partikel ini m erupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari an ti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.(4,5) Partikel asap rokok dan polusi udara mengendap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan c airan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa me ningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa.(5) Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas teru s berlangsung maka terjadi erosi epitel serta pembentukan jaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini m enimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehin gga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding

alveoli (2). Secara anatomik dibedakan 3 jenis emfisema : Emfisema sentriasiner dimulai dari bronkiolus respiratorius dan meluas ke perifer terutama mengenai ba gian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama. Emfisema parasinar (panlobular) melibatkan seluruh alveoli secara merata dan ter banyak pada bagian bawah. Penyebab belum di ketahui, tetapi telah diketahui adan ya bentuk familial yang berkaitan dengan defisiensi enzim a1-ntiprotese. Emfisem asinar distal (paraseptal) lebih banyak mengenai saluran nafas distal, ductus dan saluran alveolar. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura (1,3 ). 9

D. DIAGNOSIS 1. Anamnesa : Riwayat merokok baik pasif maupun aktif atau terpajan zat polutan secara terus menerus Riwayat batuk pada waktu merokok atau batuk pa da pagi hari disertai pembentukan sputum yang banyak Riwayat batuk produktif sel ama sedikitnya 3 bulan selama 2 tahun berturut-turut Sesak nafas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan memburuk dalam beberapa tahun (1,2). Sesak nafas dengan atau tanpa mengi, pada penderita yang mengalami hipersensitivitas s edang sering terdengar wheezing. Sering ditemukan sedikit darah dalam dahak, bia sanya sering ditemukan pada pasien perokok (1,3,7,8,9). 2. Pemeriksaan Fisik : I nspeksi : Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup). Sela iga melebar Dada berbentuk barrel-chest Retraksi intercostal saat inspirasi. Penggunaan otot ban tu pernapasan(1). Palpasi : vokal fremitus melemah. Perkusi : hipersonor Auskultasi : Suara nafas vesikuler normal atau melemah. Terdapat ronkhi samar-samar. Wheezing terdengar p ada waktu inspirasi maupun ekspirasi. Ekspirasi memanjang.

3. Pemeriksan Penunjang : a. Foto thorax Biasanya normal, pada 21 % kasus coraka n brokoalveolar bertambah b. Faal Paru Spirometri (VEP, KVP). Obstruksi ditentuk an oleh nilai VEP 1 < 80 % KV menurun, KRF dan VR meningkat sedang. VEP, merupak an parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya dan perjalanan peny akit. fLayoutInCell1fAllowOverlap1fBehindDocument0fHidden0fLayoutInCell1 Uji bronkodilator Setelah pemberian bronkodilator 11

inhalasi sebanyak 8 hisapan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP 1 ( 1,2,3,6). c. Darah Rutin Hb, Ht, Leukosit (1). d. Pemeriksaan Analisis Gas Darah Terdapat hipoksemia dan hipokalemia akibat kerusakan kapiler alveoli(6). e. Pem eriksaan EKG Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai hipertensi p ulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan f. Pemeriksaan Enzimatik g. Foto Thorax P ada emfisema terlihat gambaran : Diafragma letak rendah dan datar. Ruang retrost ernal melebar. Gambaran vaskuler berkurang. Jantung tampak sempit memanjang. Pem buluh darah perifer mengecil (1,2,5,6). normal emfisema Pada perjalanan klinis penderita COPD terbentang mulai dari yang dikenal

sebagai pink puffer sampai blue bloaters. Tanda klinis utama pada pink puffer ad alah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti. Bi asanya dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan semakin lama sema kin berat. Pada perjalanan penyakit lanjut pink puffers dapat berlanjut menjadi bronkitis kronik. Dada pasien berbetuk tong, diafragma terletak rendah dan berge rak tak lancer. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan sedangkan kor pulmonal e jarang ditemukan sebelum penyakit sampai tahap terakhir. Terdapat gangguan kes eimbangan ventilasi dan perfusi minimal, sehingga dengan hiperventilasi, penderi ta pink puffers biasanya dapat mempertahankan gas-gas darah dalam batas normal s ampai penyakit ini mencapai tahap lanjut. Paru biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total (TLC) dan volume residu (RV) sangat meningkat.(1) Pada kea daan COPD ekstrem,yang lain didapatkan pasien-pasien blu bloaters. Pasien mender ita batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung bertahun-tahun sebelum ada gangguan tampak gangguan fungsi. Ak an tetapi akhirnya timbul gangguan dispnea pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik. Pasien mengalami hipoventilasi dan menjadi hipoksia dan hiperkapnia. Hipo ksia yang kronik merangsang ginjal untuk memproduksi eritropoietin, yang akan me rangsang peningkatan pembentukan sel-sel darah merah, sehingga terjadi polisitem ia sekunder(2,3,6,7). TABEL 1. Perbandingan Tipe-Tipe Klinis PPOK Gambaran Awita n Etiologi Usia saat diagnosis Pink puffer Usia 30-40 Faktor-faktor yang tak dik etahui Predisposisi genetik Merokok Polusi udara 60 tahun Cuaca 50 tahun 13 Blue bloater Usia 20-an dan 30-an batuk akibat merokok Factor-faktor yang tak diketa hui Merokok Polusi udara

Sputum Dispnea Bentuk tubuh Diameter AP dada Patologi anatomi paru Sedikit Relative dini Kurus dan ramping Sering berbentuk tong Emfisema panlobula r Hiperventilasi dan dispnea Banyak sekali Relative lambat Gizi cukup Tidak bertambah Emfisema sentrilobular banyak ditemukan Sering terjadi hipoventilasi, berakibat hipoksia dan hiperkapni a FEV1 rendah TLC normal dan RV meningkat sedang Meningkat (50-60 mmHg) 45-60 mm Hg Meningkat 50%-55% Pola pernafasan yang jelas, dapat timbul sewaktu istirahat Volume paru FEV1 rendah TLC dan RV meningkat Normal atau rendah (35-40 mmHg) 65-75 mmHg Norm al 35%-45% PaCO2 PaO2 SaO2 Hematokrit polisitemia Sianosis Kor pulmonale Hb dan HCT normal sampai Hb dan HCT sering meningkat tahap akhir Sering Jarang J arang,kecuali tahap akhir Sering, disertai banyak serangan

BAB III KESIMPULAN PPOK adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya hambat an aliran udara pernafasan yang tidak dapat reversible sempurna (irreversible). Hambatan aliran udara biasanya progresif dan disertai dengan respon peradangan y ang abnormal pada paru terhadap partikel atau gas yang merusak. PPOK terdiri dar i bronchitis kronis, emfisema atau keduanya. PPOK disebabkan oleh kebiasaan mero kok, polusi udara, pekerjaan yang banyak berhubungan dengan polusi, infeksi, bah kan bisa terjadi akibat adanya defisiensi inhibitor alfa 1-antitrypsin. Faktor u mur dan jenis kelamin juga mempengaruhi terjadinya PPOK. 15

Diagnosis PPOK terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunja ng seperti foto thorax, spirometri, uji bronkodilator, laboratorium darah rutin, EKG, analisis darah, dan pemeriksaan enzimatik. DAFTAR PUSTAKA 1. Mangunnegoro H, PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta, 2001 Hal 1-24. 2. Soemant ri S, Bronkhilis Kronik dan Emfisema Paru dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 1990; Hal 754-61. 3. Anonim, Buku Kuliah Ilmu Keseh atan Anak, Edisi 3, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas I ndonesia, 1985 Hal 1239-41. 4. Rubin E.H, Rubin M, Diffuse Obstructive Emphysema in Thoracic Disease Emphasizing Cardiopulmonary Disease, W.B Saunders Company, London, 1961,

page 398-432. 5. Surya.DA, Bronkhitis Kronik dan Empisema dalam : Manual Ilmu Pe nyakit Paru, Binarupa Aksara, Jakarta, 1990, Hal 221-25. 6. Empisema Paru dalam : Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Paru, Rumah Sakit Umum Daerah Dokte r Soetomo, Surabaya, 1994, Hal 91-93. 7. Ganong W.F, Buku Ajar Fisiologi Kedokte ran, EGC, Jakarta, 1998, Hal 673. 8. Darmono, Penyakit Paru Obstruktif Menahun d alam : Patogenesis dan Pengelolaan Menyeluruh, Badan Penerbit UNDIP, 1990, Hal 8 3-89. 9. Yunus F, Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi, Cermin Dunia Kedokter an, No. 114, Jakarta, 1997, Hal 28-31. 10. Suharto, Fisioterapi Pada Empisema, C ermin Dunia Kedokteran No. 128, Jakarta, 2000, Hal 22-24. 11. Saputra L, Terapi Mutakhir Penyakit Saluran Pernapasan, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997, Hal 250-57 . 12. Boat. T.F, Emfisema and Full Air Fluid, In : Behrman R.E, et.al. (ed), 199 3, Nelson Textbook of pediatrics, fourteenth edition, W.B. Saunders Company, Phi ladelphia , page 1013-16. 17