4. hasil dan pembahasan - institutional repository | satya...

9
21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Metode Difusi Agar Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 % w/w) (Lampiran 3) fraksi etil asetat dan kontrol terhadap bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 12, Tabel 2, Lampiran 4, 5 dan 6. (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) Gambar 12. Hasil Uji Antibakteri Metode Difusi Agar Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Pada Dosis 750 dan 3000 μg/disc serta Kontrol Terhadap Bakteri Uji Keterangan : (a) dan (b). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap B. subtilis (c) dan (d). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap S. aureus (e) dan (f). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap E. coli (g). Kontrol Terhadap B. subtilis (h). Kontrol Terhadap S. aureus (i). Kontrol Terhadap E. coli 1. Kontrol (+) : Tetrasiklin 30 μg 2. Kontrol (-) : Akuades 1 1 1 2 2 2

Upload: dokhanh

Post on 07-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

21

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas

Teh Hijau Metode Difusi Agar

Hasil pengujian aktivitas antibakteri ampas teh hijau (kadar air 78,65 % w/w)

(Lampiran 3) fraksi etil asetat dan kontrol terhadap bakteri Bacillus subtilis,

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 12, Tabel 2,

Lampiran 4, 5 dan 6.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

(g) (h) (i)

Gambar 12. Hasil Uji Antibakteri Metode Difusi Agar Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Pada Dosis 750 dan 3000 μg/disc serta Kontrol Terhadap Bakteri Uji

Keterangan :

(a) dan (b). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap B. subtilis

(c) dan (d). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap S. aureus

(e) dan (f). Dosis 750 dan 3000 μg/disc Terhadap E. coli

(g). Kontrol Terhadap B. subtilis (h). Kontrol Terhadap S. aureus (i). Kontrol Terhadap E. coli

1. Kontrol (+) : Tetrasiklin 30 μg 2. Kontrol (-) : Akuades

1 1 1

2 2

2

Page 2: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

22

Gambar 12 menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau pada

dosis 750 μg/disc sudah menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri B.

subtilis dan S. aureus. Sedangkan terhadap bakteri E. coli, pada dosis yang sama

fraksi etil asetat hanya mampu menghambat pertumbuhan, tidak sampai membunuh

bakteri.

Tabel 2. Purata Diameter Daerah Hambat (X ± SE (mm)) Berbagai Dosis Fraksi

Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau Terhadap Bakteri B. subtilis,

S. aureus dan E. coli

Bakteri

Dosis (μg/disc)

750 1000 1250 1500 2000 3000

Purata ± SE

B. subtilis

W = 0,4066

16,20 ±

0,14

(a)

16,65 ±

0,17

(b)

17,54 ±

0,18

(c)

18,11 ±

0,11

(d)

19,16 ±

0,18

(e)

20,34 ±

0,21

(f)

S. aureus

W = 0,2589

10,21 ±

0,07

(a)

11,01 ±

0,17

(b)

11,57 ±

0,07

(c)

12,13 ±

0,13

(d)

12,90 ±

0,21

(e)

14,92 ±

0,17

(f)

E. coli

W = 0,2047

6,00 ±

0,00

(a)

6,00 ±

0,00

(a)

8,21 ±

0,08

(b)

8,70 ±

0,20

(c)

9,32 ±

0,08

(d)

10,49 ±

0,18

(e)

Keterangan : * W = BNJ 5 % * Angka yang disertai huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan

yang bermakna antar perlakuan dosis, sedangkan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antar perlakuan dosis.

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa terhadap bakteri B. subtilis, fraksi etil asetat

ekstrak ampas teh hijau pada dosis 750 sampai dengan 3000 μg/disc menunjukkan

Diameter Daerah Hambat (DDH) sebesar 16,20 ± 0,14 sampai dengan 20,34 ± 0,21

mm. Pada dosis yang sama terhadap S. aureus DDH yang muncul sebesar 10,21 ±

0,07 sampai dengan 14,92 ± 0,17 mm, sedangkan terhadap E. coli pada dosis yang

sama menunjukkan DDH sebesar 6,00 ± 0,00 sampai dengan 10,49 ± 0,18 mm.

Page 3: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

23

Kontrol positif yang digunakan adalah antibiotik tetrasiklin dengan dosis 30 μg.

Antibiotik tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas karena dapat

menghambat atau membunuh bakteri Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi,

2008). Nilai DDH tetrasiklin terhadap B. subtilis, S. aureus dan E. coli berturut-turut

adalah 21,05; 20,70 dan 15,60 mm. Sedangkan kontrol negatif berupa akuades tidak

menunjukkan adanya penghambatan terhadap ketiga bakteri uji. Hal ini

menunjukkan bahwa media sudah sesuai untuk menumbuhkan bakteri uji, sehingga

tanpa kehadiran ekstrak ampas teh hijau pada cakram kertas (paper disc) bakteri

dapat tumbuh dengan subur. Salah satu syarat dalam pengujian antibakteri adalah

kesesuaian media terhadap bakteri uji (Hewitt, 1977).

Besarnya DDH fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau yang muncul turut

dipengaruhi oleh dosis yang digunakan. Semakin tinggi dosis yang digunakan

semakin besar DDH yang dimunculkan, kecuali terhadap E. coli. Peningkatan nilai

purata DDH dapat dilihat secara lebih jelas pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik Hubungan Antara Dosis Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas

Teh Hijau Dengan Nilai Purata DDH Pada Bakteri Uji

Pada bakteri B. subtilis dan S. aureus, setiap peningkatan dosis menyebabkan

peningkatan nilai DDH, dimulai dari dosis 750 hingga dosis 3000 μg/disc. Namun,

nilai DDH yang dihasilkan terhadap B. subtilis lebih besar dari pada S. aureus,

sehingga dapat dikatakan bahwa fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau

menunjukkan aktivitas antibakteri lebih kuat terhadap B. subtilis dibandingkan

0

5

10

15

20

25

750 1000 1250 1500 2000 3000

DD

H (m

m)

Dosis (μg/disc)

B. subtilis

S. aureus

E. coli

Page 4: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

24

S. aureus. Hal ini diduga karena adanya pengaruh dari bentuk sel bakteri, dimana B.

subtilis memiliki bentuk berupa batang (tunggal), sedangkan S. aureus berupa

bulatan-bulatan yang berkumpul menyerupai buah anggur (Pratiwi, 2008).

Pada bakteri E. coli peningkatan dosis dari 750 ke 1000 μg/disc belum

menunjukkan adanya peningkatan DDH. Aktivitas antibakteri fraksi etil asetat

ekstrak ampas teh hijau terhadap bakteri E. coli baru terlihat secara nyata pada dosis

1250 μg/disc. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri E. coli lebih tahan terhadap fraksi

etil asetat ekstrak ampas teh hijau daripada jenis bakteri uji lainnya.

Bakteri E. coli merupakan salah satu jenis bakteri Gram negatif, sedangkan

bakteri B. subtilis dan S. aureus termasuk bakteri Gram positif. Bakteri Gram positif

memiliki dinding sel yang lebih sederhana dibandingkan Gram negatif karena hanya

terdiri dari satu lapisan, yaitu lapisan peptidoglikan. Sedangkan dinding sel bakteri

Gram negatif mempunyai dua lapisan dinding sel, yaitu lipopolisakarida dan protein

yang membentuk lapisan luar, dan peptidoglikan sebagai lapisan dalam (Timotius,

1982). Adanya lapisan luar pada dinding sel bakteri Gram negatif membuat aktivitas

suatu bahan antibakteri menjadi terhambat karena lapisan luar tersebut berfungsi

sebagai pelindung dinding sel dari bahan antibakteri (Shimamura dkk., 2007).

Sehingga dapat dimengerti apabila bakteri E. coli lebih kebal daripada bakteri Gram

positif, karena efek antibakteri dari fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau

terhambat oleh lapisan luar dinding sel bakteri E. coli.

Aktivitas suatu bahan antibakteri bila ditinjau dari luas DDH dapat digolongkan

menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila DDH yang dihasilkan >8 mm; bersifat

sedang bila DDH yang dihasilkan antara 6 hingga 8 mm dan bersifat lemah atau

tidak aktif bila DDH yang dihasilkan <6 mm (Ela dkk., 1996 dalam Elgayyar dkk.,

2001). Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas

antibakteri fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau pada dosis 750 hingga 3000

μg/disc terhadap bakteri B. subtilis dan S. aureus tergolong memiliki sifat antibakteri

yang kuat, sedangkan terhadap bakteri E. coli pada dosis 750 dan 1000 μg/disc masih

menunjukkan efek yang lemah. Tetapi, pada dosis 1250 hingga 3000 μg/disc fraksi

etil asetat tergolong memiliki sifat antibakteri yang kuat.

Erol dkk. (2009) melaporkan bahwa ekstrak daun teh segar dan teh hijau pada

dosis 400 μg mampu menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus

Page 5: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

25

dan B. cereus. Pada daun teh segar, fraksi etil asetat dan ekstrak kasar metanol

mampu membunuh bakteri S. aureus dengan nilai DDH berturut-turut sebesar 13 dan

12 mm, tetapi terhadap bakteri B. cereus efek hambatan oleh fraksi etil asetat hanya

menghasilkan DDH sebesar 8 mm. Pada teh hijau hanya fraksi etil asetat yang

menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan B. cereus dengan

nilai DDH berturut-turut sebesar 10 dan 7 mm.

Turkmen dkk. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak teh hitam juga mempunyai

aktivitas antibakteri. Pada dosis 4000 μg, ekstrak teh hitam dengan pelarut aseton,

dimetilfuran dan etanol menghasilkan nilai DDH berturut-turut sebesar 13; 14,33 dan

9 mm terhadap bakteri S. aureus, sedangkan terhadap bakteri B. cereus yaitu sebesar

12; 8,33 dan 8 mm.

Dari dua penelitian di atas, dapat dilihat bahwa aktivitas antibakteri teh segar

maupun teh hijau lebih besar dibandingkan dengan teh hitam. Dengan dosis yang

lebih rendah, yaitu 400 μg, teh segar dan teh hijau telah mampu membunuh bakteri S.

aureus dan B. cereus. Sedangkan teh hitam dapat membunuh bakteri yang identik

pada dosis 4000 μg. Perbedaan proses pengolahan antara teh hijau dan teh hitam

inilah yang mungkin turut menyebabkan perbedaan aktivitas antibakteri antara teh

hijau dan teh hitam, dimana aktivitas antibakteri teh hijau lebih besar dibandingkan

teh hitam. Dalam proses pengolahannya, teh hijau hanya mengalami sedikit atau

bahkan tidak mengalami proses oksidasi, sedangkan teh hitam mengalami proses

oksidasi sehingga berdampak pada kandungan senyawanya, seperti senyawa katekin

yang berubah menjadi teaflavin dan tearubigin (Chen, 2002).

Jika aktivitas antibakteri fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau dibandingkan

dengan hasil penelitian Erol dkk. (2009) dan Turkmen dkk. (2007), terlihat bahwa

kekuatan ekstrak ampas teh hijau berada di tengah-tengah antara teh segar atau teh

hijau dan teh hitam dalam membunuh bakteri S. aureus. Teh segar dan teh hijau lebih

kuat dalam membunuh S. aureus karena pada dosis 400 μg telah mampu membunuh.

Selanjutnya, berturut-turut diikuti oleh ampas teh hijau lalu teh hitam dengan dosis

3000 dan 4000 μg. Lebih besarnya dosis ampas teh hijau yang digunakan daripada

teh hijau dalam membunuh bakteri S. aureus, menunjukkan bahwa aktivitas ampas

teh hijau lebih rendah. Hal ini diduga karena ampas teh hijau telah mengalami

penurunan kualitas akibat proses produksi minuman teh sehingga kandungan

Page 6: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

26

senyawa-senyawa yang terdapat dalam ampas teh hijau juga menurun. Sedangkan

lebih kuatnya ampas teh hijau dibandingkan teh hitam dalam menghasilkan efek

antibakteri mungkin disebabkan oleh adanya kandungan senyawa tertentu dalam

ampas teh hijau. Epigallocatechin gallate (EGCG) merupakan salah satu senyawa

yang terkandung lebih banyak dalam teh hijau dibandingkan dalam teh hitam.

Menurut Agustianingrum (2009), ampas teh hijau masih memiliki EGCG sehingga

dapat diduga bahwa senyawa inilah yang menyebabkan lebih kuatnya ampas teh

hijau daripada teh hitam dalam menunjukkan aktivitas antibakterinya.

4.2. Hasil Pengujian Aktivitas Antibakteri Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas

Teh Hijau Metode Bioautografi

Hasil pengujian aktivitas antibakteri metode bioautografi dari fraksi etil asetat

ekstrak ampas teh hijau pada fase diam silika gel 60 F254 dengan fase gerak

kloroform : metanol : akuades (6,5 : 3,5 : 1 v/v/v) dapat dilihat pada Gambar 14.

(a) (b) (c) Gambar 14. Profil Kromatogram Bioautografi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh

Hijau (a) Kromatogram Bioautografi Terhadap B. subtilis (b) Kromatogram Bioautografi Terhadap S. aureus (c) Kromatogram Bioautografi Terhadap E. coli

Dari Gambar 14 dapat dilihat adanya spot terang pada profil kromatogram.

Spot terang inilah yang menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap ketiga bakteri uji.

Pada bakteri B. subtilis diperoleh nilai Rf 0,65; pada bakteri S. aureus yaitu 0,63 dan

nilai Rf 0,78 pada bakteri E. coli. Menurut Amarowicz dkk. (2005), profil

Page 7: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

27

kromatogram dengan nilai Rf 0,62 dengan fase diam silika gel dan fase gerak

kloroform : metanol : akuades (65 : 35 : 10 v/v/v) merupakan profil untuk senyawa

EGCG. Bila hasil Rf penelitian Amarowicz dkk. (2005) dibandingkan dengan hasil

bioautografi menunjukkan adanya kedekatan nilai Rf. Namun dalam uji bioautografi

ini digunakan fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau yang belum murni sehingga

nilai Rf yang dihasilkan dimungkinkan sedikit bergeser dari nilai Rf untuk senyawa

EGCG murni.

Besarnya aktivitas penghambatan dari fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau

terhadap ketiga bakteri uji baik dengan metode difusi agar maupun bioautografi

menunjukkan bahwa ampas teh hijau masih berpotensi untuk dimanfaatkan lebih

lanjut sebagai bahan antibakteri.

4.3. Hasil Skrining Fitokimia Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau

Hasil uji skrining fitokimia fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau menurut

metode Ciulei dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia Fraksi Etil Asetat Ekstrak Ampas Teh Hijau

No Golongan Kandungan Kimia Hasil 1 Alkaloid (+) 2 Kumarin (+) 3 Flavonoid (+) 4 Tanin (+) 5 Minyak atsiri (-) 6 Saponin (+) 7 Sterol dan triterpen (+)

Keterangan : * (+) = mengandung golongan kimia yang diuji * (-) = tidak mengandung golongan kimia yang diuji

Tabel 3 menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau masih

mengandung beberapa golongan senyawa kimia, seperti alkaloid, kumarin,

flavonoid, tanin, saponin, sterol dan triterpen, kecuali minyak atsiri yang mungkin

telah hilang selama proses produksi minuman teh.

Alkaloid sebagai golongan kimia yang banyak digunakan dalam dunia medis,

terdeteksi dengan reagen uji baik dengan reagen Mayer maupun Dragendorff.

Page 8: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

28

Endapan kuning terbentuk ketika fraksi etil asetat ampas teh hijau ditambah dengan

reagen Mayer, sedangkan endapan jingga terbentuk ketika fraksi etil asetat ditambah

reagen Dragendorff. Adanya logam pada masing-masing reagen (merkuri pada

reagen Mayer dan bismut pada reagen Dragendorff) menyebabkan senyawa logam-

logam tersebut berinteraksi dengan alkaloid sehingga terbentuk endapan berwarna

(Mehta dkk., 2011).

Kumarin dalam fraksi etil asetat ampas teh hijau dideteksi dari adanya pijaran

berwarna kuning kehijauan pada paparan sinar ultra violet (UV) 254 nm dan biru

gelap pada UV 365 nm setelah penambahan amonia. Kumarin diperkirakan

diproduksi oleh tanaman sebagai mekanisme perlindungan terhadap dosis tinggi

cahaya matahari, sehingga golongan kumarin dapat dibuat menjadi senyawa aktif

sediaan tabir surya dan kosmetik (Heinrich dkk., 2009). Maidawati dkk. (2010) telah

mencoba untuk mengaplikasikan limbah teh dalam salah satu produk kosmetik, yaitu

tabir surya.

Flavonoid sebagai salah satu sumber antioksidan, masih terkandung dalam fraksi

etil asetat ampas teh hijau. Hal ini dibuktikan dari terbentuknya larutan berwarna

jingga setelah ditambah logam Mg dan HCl.

Golongan tanin dalam fraksi etil asetat ampas teh hijau terdeteksi dari

terbentuknya larutan yang berwarna. Dua lapisan larutan berwarna terbentuk setelah

fraksi etil asetat ditambah dengan larutan FeCl3. Lapisan atas berwarna hijau-hitam

sedangkan lapisan bawah berwarna biru-hitam. Menurut Ciulei dalam Siregar (2001),

warna hijau-hitam menunjukkan adanya tanin terkondensasi, sedangkan warna biru-

hitam merupakan tanda adanya tanin terhidrolisis.

Uji saponin terhadap fraksi etil asetat ampas teh hijau memberikan hasil positif.

Hal ini dibuktikan oleh terbentuknya busa yang stabil (± 15 menit) setelah fraksi etil

asetat ditambah akuades dan dikocok. Sedangkan uji kandungan kelompok sterol dan

triterpen membentuk lapisan coklat-merah setelah penambahan asam asetat anhidrid,

kloroform dan asam sulfat. Adanya lapisan coklat-merah ini mengindikasikan adanya

golongan sterol dan triterpen pada fraksi etil asetat ampas teh hijau.

Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia dapat diperkirakan bahwa aktivitas

antibakteri dari fraksi etil asetat ekstrak ampas teh hijau tidak ditimbulkan oleh salah

satu senyawa saja, namun merupakan efek gabungan dari beberapa jenis golongan

Page 9: 4. HASIL DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/633/5/T1_652007038_BAB IV.pdf · menjadi sifat antibakteri yang kuat apabila

29

yang terkandung. Selama ini, katekin dan turunannya, yang termasuk flavonoid

golongan flavanol, merupakan fokus utama saat membahas efek farmakologis dari

teh hijau, termasuk efek antibakteri. Senyawa katekin yang diperkirakan berpotensi

memiliki efek antibakteri berturut-turut yaitu Epigallocatechin gallate (EGCG) dan

Epicatechin gallate (ECG). Aktivitas dari dua senyawa ini dimungkinkan karena

adanya gugus galoil. EGCG dapat berikatan dengan peptidoglikan pada dinding sel

bakteri melalui gugus galoil dan menyebabkan pengendapan protein, sehingga proses

biosintesis peptidoglikan selanjutnya akan terhambat (Shimamura dkk., 2007).

Pembentukan peptidoglikan selanjutnya terhambat akibat dicegahnya ikatan silang di

antara rantai-rantai polimer peptidoglikan yang membentuk dinding sel (Neal, 2002).

Peptidoglikan terhubung satu sama lain oleh ikatan peptida antara asam amino D-

alanin pada satu sisi dengan asam meso diamino pimelat pada sisi lain (Timotius,

1982). EGCG dimungkinkan berikatan dengan asam amino D-alanin atau asam meso

diamino pimelat pada peptidoglikan.