4. al-qur'an dan ilmu pengetahuan

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran islam yang didalamnya terkandung pokok-pokok ajaran Islam dan sumber Ilmu pengetahuan tentang ke- Islaman. Banyak hal-hal yang telah digali dari Al- Qur’an tersebut oleh para ilmuwan barat maupun para ilmuwan muslim sendiri. Karena Al-Qur’an merupakan sumber pokok orang Islam yang kebenarannya dapat dibuktikan. B. Rumusan Masalah Karena Al-Qur’an merupakan sumber pokok yang utama bagi kita, oleh karena itu, apa bukti bahwa Al-Qur’an itu menjadi sumber pokok kita? C. Tujuan Penulisan Alam penulisan kami kali ini, kami akan mencari bukti bahwa Al-Qur’an merupakan suber pokok ajaran Islam. Dan kita mengetahui kelebiahan Kitab Al- Qur’an dari kitab-kitab yang lainnya, yang telah diturunkan sebelumnya. 1

Upload: nurdiansyah-sopian-adi-pratama

Post on 30-Dec-2014

73 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran islam yang

didalamnya terkandung pokok-pokok ajaran Islam dan sumber Ilmu

pengetahuan tentang ke-Islaman. Banyak hal-hal yang telah digali

dari Al-Qur’an tersebut oleh para ilmuwan barat maupun para

ilmuwan muslim sendiri. Karena Al-Qur’an merupakan sumber

pokok orang Islam yang kebenarannya dapat dibuktikan.

B. Rumusan Masalah

Karena Al-Qur’an merupakan sumber pokok yang utama bagi

kita, oleh karena itu, apa bukti bahwa Al-Qur’an itu menjadi sumber

pokok kita?

C. Tujuan Penulisan

Alam penulisan kami kali ini, kami akan mencari bukti bahwa

Al-Qur’an merupakan suber pokok ajaran Islam. Dan kita

mengetahui kelebiahan Kitab Al-Qur’an dari kitab-kitab yang

lainnya, yang telah diturunkan sebelumnya.

1

Page 2: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN

Dalam khazanah Islam terdapat dua kategori ilmu pengetahuan;

ilmu-Ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Adanya ilmu-ilmu umum

dipahami dalam Al Qur’an seperti; “Tidakkah kamu melihat bahwasanya

Allah menurunkan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-

buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung

itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka ragam warnanya

dan ada pula yang hitam pekat. Dan demikian pula diantara manusia,

binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak yang

bermacam-macam warnyanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang

takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah orang-orang

yang berilmu, sesungguhnya Allah Maha Pengasih dan Penyayang.

”(QS. 35:27-28).

Sedangkan adanya ilmu-ilmu agama dapat dipahami dari ayat Al

Qur’an seperti; “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu

semuanya berperang (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari

tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk

memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk

memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. ” (QS. 9:122).

Demikianlah dua kelompok ilmu sebagaimana dipahami dari ayat-

ayat Al Qur’an. Kedua kelompok besar itu dapat dipandang sebgai

genus, dan cabang-cabangnya sebagai spesies, jadi, ada genus ilmu-

ilmu umum dengan spesiesnya sains, ilmu-ilmu social, dan ilmu-ilmu

budaya; ada pula genus-genus ilmu agama, dengan spesiesnya akidah,

fikih, tafsir, dan sebagainya. Dengan begitu, ilmu-ilmu agama memang

terpisah dari ilmu-ilmu umum. Hal itu mungkin besar gunanya dalam

rangka spesialisasi, sehingga mampu melahirkan kedalaman ilmu.

2

Page 3: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

Namun demikian, lanjut Prof. Dr. Salman Harun, bukan berarti umat

Islam hanya mempelajari ilmu-ilmu agama belaka. Baik ilmu-ilmu

agama ataupun umum sama-sama penting dan harus didalami demi

kepentingan manusia di dunia dan akhirat. Sebab, sebagaimana

disinyalir oleh sebuah hadits, kebahagiaan di dunia diraih dengan ilmu-

ilmu umum, sedangkan kebahagiaan di akhirat dicapai dengan ilmu-

ilmu agama. Jdi, Islam menghendaki pengembangan kedua golongan

besar ilmu tersebut.

B. AL QUR’AN DAN ILMU PENGETAHUAN

Membahas hubungan Al Qur’an dengan ilmu pengetahuan,

menurut Quraish Shihab, bukan dinilai dengan banyaknya cabang-

cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul di dalamnya, bukan pula

dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah, tetapi pembahasan

hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan

kemurnian dan kesucian Al Qur’an dan sesuai pula dengan logika ilmu

pemgetahuan itu sendiri.

Ilmu pengetahuan senantiasa memperbaharui teori dan analisis

seiring dengan perkembangan zaman. Sampai saat ini ilmu

pengetahuan masih dalam keadaan kurang lengkap, antara samar-

samar dan jelas, antara keliru dan mendekati kebenaran. Pada

awalmya ilmu pengetahuan bersifat perkiraan; kemudian meningkat

menjadi keyakinan. Tetapi kebenaran ilmu pengetahuan ini bersifat

nisbi. Tidak jarang pula kaidah-kaidah ilmiah yang pada awalnya

dianggap akurat dan benar, kemudian ternyata menjadi goyah; yang

pada awalnya dianggap mantap, kemudian menjadi goncang.

Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan

bukan dengan melihat, misalnya, adakah teori relativitas atau bahasan

tentang nagkasa luar; ilmu computer tercantum dalam Al Qur’an; tetapi

yang lebih utama adlah melihat adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi

kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adkah satu ayat Al

3

Page 4: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

Qur’an bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan?

Dengan kata lain, meletakkannya pada sisi “social psychology”

(psikologi sosial) bukan pada sisi “history of scientific progress”

(sejarah perkembangan ilmu pengetahuan).

Al Qur’an sebagai kitab petunjuk yang memberikan petunjuk

kepada manusia untuk kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat

dalam humgammya dengan ilmu pengetahuan adalah mendorong

manusia seluruhnya untuk mempergunakan akal pikirannya serta

menambah ilmu pengetahuannya sebisa mungkin. Kemudian juga

menjadikan observasi atas alam semesta sebagai alat utuk percaya

kepada setiap penemuan baru atau teori ilmiah, sehingga mereka dapat

mencarikan dalilnya dalam Al Qur’an untuk dibenarkan atau dibantah.

Bukan saja karena tidak sejalan dengan tujuan-tujuan pokok Al Qur’an,

tetapi juga tidak sejalan dengan ciri-ciri khas ilmu pengetahuan.

Cirri khas dari ilmu pengetahuan yang tidak dapat diingkari-

meskipun oleh para ilmuan- adalah bahwa ia tidak mengenal kata

“kekal”. Apa yang dianggap salah di masa silam misalnya, dapat diakui

kebenarannya di masa modern.menurut Robert Fascher, ilmu

pengetahuan adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris, science,

yang berarti pengetahuan. Kata science itu sendiri berasal dari bahasa

Yunani, scientia, yang berarti pengetahuan. Namun pengertian yang

umu dipergunakan, ilmu pengetahuan adalah himpunan pengetahuan

manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat

diterima oleh rasio.

Malik bin Nabi di dalam kitabnya Intaj al-Mustasyriqin wa Atsarahu

di al-Fikry al-Hadits, seperti yang dikutip oleh M. Quraish Shihab,

menulis bahwa ilmu pengetahuan adalah sekumpulan masalah serta

sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah

tersebut.

4

Page 5: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

Selanjutnya ia menerangkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan

bukan hanya terbatas dalam bidang-bidang tersebut, tetapi bergantung

pula pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan sosial yang

mempunyai pengaruh negatif dan positif sehingga dapatmenghambat

kemajuan ilmu pengetahuan atau mendorongnya. Jika definisi di atas

ditarik benang merahnya, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu

pengetahuan adalah fakta-fakta pengalaman manusia yang disusun

secara seksama dan sistematis sehingga ia merupakan satu kesatuan

yang utuh dan saling berkaitan. Fakta-fakta tersebut diperoleh melalui

proses pengkajian yang mendalam, seperti pengamatan, penguraian

dan penyimpulan.

Berkaitan dengan hal tersebut, yang harus dilakukan oleh para

peneliti berkaitan dengan teori-teori social yang didasarkan kepada al-

Quran, menurut Kuntowijoyo, adalah kita perlu memahami al-Quran

sebagai paradigm. Apa yang dimaksud dengan “paradigma” disini

adalah seperti yang dipahamai oleh Thomas Kuhn bahwa pada

dasarnya realitas social itu dikonstruksi oleh mode of thought atau

mode of inquiry tertentu, yang pada gilirannya akan menghasilkan

mode of knowing tertentu pula. Immanuel Kant, misalnya, menganggap

“cara mengetahui” itu sebagai apa yang disebut skema konseptual;

Marx menamakannya sebagai ideology; dan Wittgenstein melihatnya

sebagai cagar bahasa.

Dalam pengertian ini, lanjut Kuntowijoyo, paradisma al-Quran

berarti –sesuatu konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita

memahami realitas sebagaimana al-Quran memahaminya. Konstruksi

pengetahuan itu dibangun al-Quran pertama-tama dengan tujuan agar

kita memiliki “hikmah” yang atas dasar itu dapat dibentuk perilaku yang

sejalan dengan nilai-nilai normative al-Quran, baik pada level moral

maupun sosial. Konstruksi pengetahuan itu juga memungkinkan kita

merumuskan desain besar mengenai sistem Islam, termasuk dalam hal

sistem ilmu pengetahuannya. Jadi, di samping memberikan gambaran

5

Page 6: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

aksiologis, paradigm al-Quran juga dapat berfungsi untuk memberikan

wawasan epistemologis.

Pada umumnya, menurut Prof. Dr. Achmad Baiquni, kegiatan

utama daripada pengembangan ilmu pengetahuan adalah rangkaian

kegiatan mulai dari observasi dan pengukuran yang dilakukan dalam

pemeriksaan yang diperintahkan Allah SWT, dan pengakuan akal serta

fikiran untuk menganalisa data untuk sampai pada kesimpulan yang

rasional.

Sebagaimana disebutkan di atas, ciri khas dalam ilmu

pengetahuan, baik yang termasuk dalam ilmu-ilmuumum atau ilmu-ilmu

agama, adalah pengetahuan akal atau rasio dan dapat diterimanya oleh

akal dan rasio tersebut. Di dalam al-Quran tersimpul ayat-ayat yang

menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran dan menggunakan

hasil. Allah berfirman; Katakanlah hai Muhammad: “Aku hanya

menganjurkan kepadanya satu hal saja, yaitu berdirilah karena Allah

berdua-dua atau bersendiri-sendiri, kemudian berfikirlah.” (QS. 34-36).

Dalam al-Qurantidak ada satu pun yang bertujuan untuk

melumpuhkan akal sehingga menghalangi seseoran untuk memikirkan

maknanya. Tidak sedikit ayat al-Quran yang menganjurkan supaya

berfikir, merenungkan penciptaan Allah yang Maha Kuasa dan

Bijaksana. Dan tidak ada pula sesuatu yang merintangi akal untuk

memperoleh tambahan ilmu pengetahuan seluas-luasnya dan sedalam-

dalamnya. Nagi setiap muslim semua kemungkinan itu dijamin oleh al-

Quran. Hal itu sama sekali tidak terdapat dalam kitab suci agama-

agama lain. Al-Quran membuka pemikiran dan pandangan manusia

untuk melihat dan merenungi tanda-tanda kekuasaan Allah pada

ciptaan-Nya. Segala ciptaan-Nya dapat dijadikan sebagai gerbang ilmu

pengetahuan, seperti; “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan

bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi

orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah

sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka

6

Page 7: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata); “Ya

Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha

Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab neraka.” (QS. 3:190-

193)

Betapa banyak ayat-ayat al-Quran yang mendorong kaum muslim

agar mempergunakan akalnya untuk menganalisis kekuasaan dan

peringatan-peringatan Allah dalam rangka mengembangkan ilmu

pengetahuan. Bagi orang yang beriman ketinggian martabat justru

diraih dengan iman dan ilmunya. Dalam hubungan ini, Allah berfirman;

“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS.

58:11). Atau “Katakanlah, adakah sama orang-orang yang mengetahui

dengan orang-orang yang tidak mengetahui?...” (QS. 39:9)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin maju dan

berkembang ilmu pengetahuan, maka semakin tampak dan semakin

jelas kemukjizan dan kebenaran al-Quran. Semakin tinggi ilmu

pengetahuan seseorang, maka semakin kuat pula keimanannya

kepada kebenaran ayat-ayat Allah. Al-Quran tidak menghendaki

kemungkinan adanya pertentangan dan keraguan ketika terjadi

perubahan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan, atau pada saat kaidah-

kaidah itu mengikuti hasil penemuan baru yang merobohkan pemikiran

lama.

Kata-kata atau pernyataan yang dipakai dalam al-Quran untuk

menggambarkan perbuatan berfikir, bukan hanya kata “aqala”, tetapi

juga kata-kata sebagai berikut: Pertama, “Nazara”, yaitu melihatsecara

abstrak, dalam arti, berfikir dan merenung. Kata ini terdapat dalam 30

ayat lebih, di antaranya: “Apakah mereka tidak memperhatikan unta

bagaimana ia diciptakan? Dan langit bagaimana ia ditinggikan ? Dan

gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana

dibentangkan?” (QS. 88:17-20)

7

Page 8: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

Kedua, “Tadabbara”, yaitu menerangkan sesuatu yang terseurat

dan tersirat, misalnya; ”Tidakkah mereka merenungkan al-Quran

ataukah hati telah terkunci.” . (QS. 47:24)

Ketiga, “Tafakkara”, yaitu berfikir secara mendalam. Hal ini ada di

dalam 16 ayat, di antaranya; “Ia buat segala apa yang ada di langit dan

apa yang ada di bumi tunduk padamu, semuanya adalah dari-Nya,

padanya sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau berpikir”.

(QS. 45:13).

Keempat, “Faqiha”, yaitu mengerti secara mendalam. Hal ini

terdapat di dalam 16 ayat, di antaranya; “Tidak sepatutnya bagi orang-

orang yang mukmin itu semuanya berperang (ke medan perang).

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa

orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan

untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah

kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. ” (QS.

9:122).

Kelima, “Tazakkara”, yaitu berarti mengingat, memperoleh

peringatan, mendapat pelajaran, memperhatikan dan mempelajari,

yang semuanya mengandung perbuatan berpikir dalam upaya

pengenbangan ilmu pengetahuan. Di dalam Al Qur’an kata ini

disebutkan di dalam 40 ayat, di antaranya; “Apakah yang menciptakan

sama dengan tidak menciptakan? Apakah kamu tidak perhatikan?”

(QS. 16:17).

Keenam, “Fahima”, yaitu memahami dalam bentuk pemahaman

yang mendalam, seperti; “Dan Daud serta Sulaiman sewaktu

menentukan keputusan tentang lading, ketika domba orang masuk ke

dalamnya pada malam hari, dan Kami menjadi saksi atas keputusan itu.

Kami buat Sulaiman memahaminya dan kepada keduanya Kami

berikan nikmat dan ilmu. Kami jadikan bersama Daud gunung dan

8

Page 9: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

burung tunduk memuja Kami. Kamilah Pembuat semua itu”. (QS. 21:

78-79).

Dalam penggunaan akal tidak terbatas pada masalah kealaman

saja tetapi juga dalam bidang keagamaan. Hal ini bias terjadi karena

ayat-ayat Al Qur’an yang jumlahnya kurang lebih dari6.250 itu, hanya

kira-kira 50 ayat yang mengandung ajaran mengenai akidah, ibadah

dan hidup kemasyarakatan. Di samping itu, terdapat pula kurang lebih

150 ayat yang menyinggung fenomena-fenomena alam dan yang lebih

dikenal dengan ayat kawniyah, yaitu ayat-ayat yang tentang kejadian

atau kosmos, nature. Pada umumnya ayat-ayat itu dating dalam bentuk

prinsip-prinsip dan garis-garis besar tanpa penjelasan mengenai

perincian maupun cara pelaksanaannya. Dalam memahami perincian

dan cara pelaksanaannya itulah banyak digunakan akal oleh para

ulama dan para ulama dan ilmuwan muslim.

Selanjutnya, sebagai contoh di sini dikemukakan beberapa ayat,

mengenai beberapa cabang ilmu-ilmu pengetahuan, yang disebutkan

secara eksplisit dalam Al Qur’an, yaitu pertama, ilmu falak (astronomi);

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar cemerlang dan bulan

bercahaya terang, dan ditetapkannya tempat-tempat peredarannya

(orbit) supaya kamu dapat mengetahui bilangan tahun dan

perhitungannya; Allah menjadikan itu dengan sebenarnya, dan

informasi ini disampaikan kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS.

10:5).

Kedua, berkaitan dengan hewan (zoologi), seperti; “Dan di antara

binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada

disembelih; makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu;

dan janganlah kamu mengikuti perilaku syaitan, sesungguhnya syaitan

itu musuhmu yang nyata.” (QS. 6:142).

Ketiga, berkaitan dengan ilmu tumbuh-tumbuhan (botani), seperti;

“Dan di atas bumi ini terdapat lahan-lahan yang berdampingan, kebun-

9

Page 10: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon-pohon kurma yang

bercabang dan tidak bercabang, disirami dengan air yang sama; Kami

melebihkan rasa sebagian tanaman itu atas sebagian yang lain,

sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda keagungan

Allah bagi orang yang berakal.” (QS. 13:4).

Keempat, berkaitan dengan ilmu alam (fisika), seperti; “Dan bumi

Kami bentangkan serta Kami tegakkan gunung-gunung di atasnya dan

Kami tumbuhkan segala macam tanaman yang indah di atasnya agar

menjadi peljaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali pada

Allah.” (QS. 50:7-8).

Kelima, berkaitan dengan ilmu bumi (geografi), seperti; “Dan Kami

jadikan langit antar mereka dan negeri yang Kami berkati padanya

yaitu beberapa kota yang mudah kelihatan dan Kami tentukan di sana

batas-batas perjalanan, maka berjalanlah kalian di sana dengan aman

baik di waktu siang maupun di malam hari.” (QS. 34:18).

Dengan memperhatikan ayat-ayat di atas, nampak jelas bahwa Al

Qur’an banyak berisi perintah yang menyuruh manusia memperhatikan

alam dengan melalui penelitian yang berulang-ulang dan teliti serta

pengumpulan data yang secara sistematis yang kemudian dianalisis

untuk memperoleh kesimpulan tentang apa yang diteliti atau

diobservasi untuk dihimpun sebagai pengetahuan.

Walaupun demikian, tujuan pengunkapan ayat-ayat tersebut adalah

untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan ke-Esa-an-Nya, serta

mendorong manusia mengadakan observasi dan penelitian demi lebih

menguatkan iman dan kepercayaan kepada-Nya. Mengenai hal ini,

Mahmud Syaltut mengatakan dalam tafsirnya; “SesungguhnyaTuhan

tidak menurunkan Al Qur’an untuk menjadikan satu kitab yang

menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah, problem-

problem seni serta aneka warna pengetahuan.”

10

Page 11: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

Sebagai makhluk yang diberi kelebihan-kelebihan, manusia

dijadikan penguasa di bumi dengan tugas, kewajiban dan segala

tanggung jawab. Dia harus melakukan pengelolaan yang baik. Untuk itu

ia harus mengetahui dan memahami benar-benar sifat dan kelakuan

alam di sekitarnya yang harus dikelolanya; baik yang bernyawa

maupun yang hidup di sekitar masyarakat. Pengetahuan dan

pemahaman ini dapat diperolehnya karena manusia hidup di dalam,

dan dapat menginderakan alam fisis di sekelilingnya.

Mengingat pentingnya pemahaman sifat dan kelakuan alam di

sekeliling kita, maka Allah memerinyahkan dalam Al Qur’an:

“Katakanlah (hai Muhammad): periksalah apa-apa yang ada di langit

dan di bumi.” (QS. Yunus:101). Dari kegiatan ini diharapkan orang

dapat memperoleh pengetahuan yang berguna baginya dalam

menjalankan peranannya sebagai khalifah di bumi dan sekaligus demi

kebahagiaannya hidup di dunia maupan di akhirat.

C. POSISI AL QUR’AN DALAM BERBAGAI STUDI KEISLAMAN

Al Qur’an tidak hanya sebagai petunjuk bagi suatu umat tertentu

dan untuk periode waktu tertentu, melainkan menjadi petunjuk yang

universal dan sepanjang waktu. Al Qur’an itu pun patut bagi setiap

zaman dan tempat. Oleh karena itu, petunjuknya sangat luas seperti

luasnya umat manusia dan meliputi segala aspek kehidupan.

Dengan adanya Al Qur’an, maka muncullah berbagai ilmu

pengetahuan Islam. Karena ingin memahamiisi kandungan Al Qur’an,

orang menciptakan ilmu tafsir. Karena ingin mengerti maksud Al

Qur’an, orang bertanya kepada Nabi Muhammad. Dan ucapan

(penjelasan), atau perbuatan Nabi, atau penetapannya menjadi

penjelasan maksud Al Qur’an. Dengan demikian muncul ilmu hadits.

Karena ingin membaca Al Qur’an dengan benar sesuai dengan kaidah

bahasa Arab, muncullah ilmu nahwu/sharaf. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa di dalam Al Qur’an, seperti yang dikatakan oleh M.

11

Page 12: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

Quraish Shihab, terdapat jiwa ayat-ayat yang mendorong terhadap

kemajuan ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu umum atau ilmu-ilmu

agama.

Setidaknya, menurut Harun Nasution, terdapat banyak ayat Al

Qur’an seperti; pertama, ayat-ayat mengenai dasar-dasar keyakinan

atau kredo dalam Islam yang darinya lahir teologi Islam. Kedua, ayat-

ayat mengenai hokum yang melahirkan hukum-hukum Islam yang

kemudian disebut fiqh. Ketiga, ayat-ayat mengenai budi pekerti luhur

yang melahirkan etika Islam atau ilmu akhlak. Keempat, ayat-ayat

mengenai dekat dan rapatnya hubungan manusia dengan Tuhan yang

kemudian melahirkan mistisme Islam atau ilmu tasawwuf. Kelima, ayat-

ayat mengenai tanda-tanda dalam alam yang menunjukkan adanya

Tuhan, yang membicarakan soal kejadian alam di sekitar manusia.

Ayat-ayat yang serupa ini menumbuhkan pemikiran filosofis dalam

Islam yang kemudian disebut filsafat Islam. Dan masih banyak ayat-

ayat lain yang menyangkut hubungan golongan yang kaya,

hubungannya dengan sejarah umat sebelumnya dan umat-umat

sebelum Nabi Muhammad.

1. Teologi Islam

Dilihat dari segi etimologi (logat) ataupun dari segi

terminologinya (istilah), teologi sendiri terdiri dari asal kata

“Theos” yang mempunyai arti “Tuhan”, dan “Logos” mempunyai

arti “ilmu”. Jadi arti teologi adalah ilmu yang mempelajari tentang

Tuhan.

Dalam encyclopedia Everyman’s di sana disebutkan bahwa

teologi adalah pengetahuan tentang Tuhan, di mana manusia

mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Tuhan.

Sementara Collins dalam kamus “New English Dictionary”

mengatakan bahwa teologi merupakan ilmu yang membahas

12

Page 13: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

tentang fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-

hubungan antara Tuhan dengan manusia.

Dalam sejarah pemikiran Islam, teologi dalam tradisi Islam

disebut dengan ilmu kalam, dan ini berkembang mulai dari abad

pertama Hijri. Adapun aliran teologi yang pertama kali dating

adalah aliran Mu’tazilah. Sedangkan aliran yang kedua adalah

Asy’ariah, aliran ini timbul dikarenakan sebagai reaksi dari aliran

Mu’tazilah yang mereka anggap bahwa dari setiap pernyataan-

pernyataan yang dikeluarkan oleh Mu’tazilah dapat

menyesatkan.

Sebenarnya, ada banyak perbedaan penafsiran yang terjadi

antara aliran Mu’tazilah dengan aliran Asy’ariah, Mu’tazilah

memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal, tidak

terhadap wahyu. Berbeda dengan Asy’ariah yang member

kedudukan tinggi terhadap wahyu, tidak terhadap akal.

Karena Mu’tazilah memberikan kedudukan yang tinggi

terhadap akal, maka teologi Mu’tazilah bercorak rasional.

Disebut rasional di sini, karena dalam setiap memahami ayat-

ayat al-Quran, mereka selalu berpikir secara rasional. Mereka

berusaha mencoba mencari kesamaan atau memadukan arti

teks yang terdapat dalam al-Quran dengan pendapat akal.

Karena dalam setiap menafsirkan al-Quran, Mu’tazilah selalu

menggunakan penafsiran secara majazi atau mitaforis, bukan

menggunakan penafsiran secara harfiah atau literlek. Seperti

contoh wajah Tuhan, dalam penafsiran Mu’tazilah wajah Tuhan

berarti esensi Tuhan dan tangan Tuhan yang diartikan

kekuasaan Tuhan. Berbeda dengan Asy’ariah, bagi Asy’ariah

wajah Tuhan tetap mempunyai arti wajah dan tangan Tuhan

berbeda dengan wajah dan tangan manusia.

13

Page 14: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

Mu’tazilah sendiri mempunyai alas an yang kuat kenapa

harus menggunakan akalnya dalam setiap menafsirkan ayat-ayat

al-Quran, dengan menggunakan dalil yang ada dalam al-Quran

pada ayat 53 surat Fussilat, ayat 17 surat al-Ghasyiyah, ayat 185

al-A’raf: “Akan kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda

(kekuasaan) Kami di segenap ufuk (penjuru) dan dari mereka

sendiri, sehingga nyata bagi mereka bahwa al-Quran itu adalah

benar”. (QS. 41:53). “maka apakah memperhatikan unta

bagaimana dia diciptakan?” (QS. 88:7)

Dari kedua ayat di atas, dapat kita simpulkan bahwa Allah

mewajibkan kepada kita untuk merenungkan dan memikirkan

setiap apa yang telah Allah ciptakan, agar manusia dapat

mengetahui kekuasaan-Nya dan bahwa Dia adalah Sang

Pencipta. Secara tidak langsung kita diperintahkan untuk

beriman kepada-Nya sebelum turunnya wahyu, karena manusia

dengan akalnya dapat mengetahui apa yang buruk dengan apa

yang wajib untuk dikerjakannya.

Berbeda dengan aliran Asy’ariah yang memberikan

kedudukan lebih rendah terhadap akal dan memberikan

kedudukan yang tinggi terhadap wahyu, maka corak dari

pemikirannya sendiri bersifat tradisional. Disebut tradisional di

sini karena dalam setiap memahami arti dari teks-teks al-Quran,

mereka selalu terjebak pada tradisi memahami ayat secara

harfiah. Tanpa berusaha mencari kesamaan antara pendapat

yang terdapat pada teks-teks al-Quran itu sendiri.

Sementara Asy’ariah sendiri lebih cenderung terhadap

wahyu daripada akal dikarenakan bahwa mereka berpegang

pada ayat 134 suat Taha, ayat 15 surat al-Isra: “Dan sekiranya

Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum al-Quran

itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: “Ya Tuhan kami,

mengapa tidak Engkau utus seorang rasulkepada kami, lalu kami

14

Page 15: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan

rendah?” (QS. 20:134). Dan ayat; “Dan Kami tidak akan

mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul”. (QS. Al-

Isra, 17:15).

Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa Allah tidak akan

menurunkan azabnya atau pun siksa bagi hamba-Nya sebelum

mengutus seorang Rasul ke atas muka bumi. Ini berarti bahwa

tidak ada kewajiban apapun bagi seorang hamba sebelum

diutusnya seorang Rasul ke atas muka bumi ini.

Secara keseluruhan, al-Asy’ari di sini mencoba menciptakan

suatu posisi moderat dalam hamper semua isu teologis yang

selama ini menjadi perdebatan, ia membuat penalaran yang

tunduk terhadap wahyu dan menolak “kehendak bebas” manusia

dalam kebaikan yang dilakukan secara sukarela, yang

menghilangkan kehendak bebas manusia yang kreatif dan lebih

menekankan kekuasaan Tuhan dalam setiap kejadian yang ada

di belakang ayat-ayat al-Quran.

Dalam paham Asy’ariah segala sesuatunya serba Tuhan,

dan serba wahyu dengan sedikit sekali menggunakan akal

pikiran. Hal ini ditambah lagi dengan penempatan Tuhan yang

mempunyai kuasa secara mutlak, dengan sekehendak-Nya,

seakan-akan tidak pernah memperdulikan manusia itu sendiri

apakah mampu dalam melaksanakan semua kehendak Tuhan

atau tidak. Dengan demikian, jelas bahwa teologi Asy’ariah

sangat kuat berpegang pada wahyu dan kehendak mutlak

Tuhan, karena semuanya berawal dan berakhir pada-Nya. Jadi

wajar rasanya kalau seandainya banyak yang beranggapan

bahwa teologi Asy’ariah itu bercorak tradisional.

Dalam ilmu teologi juga dibahas tentang orang-orang yang

beriman, kafir, musyrik dan sebagainya. Juga terdapat

15

Page 16: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

pembahasan mengenai pahala dan siksa di akhirat. Semua

masalah yang dibahas dalam teologi Islam terdapat dalam al-

Quran, sebagaimana dalam pembicaraannya mengenai para

nabi dan rasul, seperti: “Hai orang-orang yang beriman, yakinlah

kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan-

Nya kepada rasul-Nya, dan kepada kitab-kitab yang diturunkan-

Nya terdahulu. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-

malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari

kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat jalan

sejauh-jauhnya.” (QS. 4:136)

2. Ilmu Hukum (Fiqh)

Hukum Islam atau fiqh didefinisikan sebagai ilmu yang

membahas tentang hukum-hukum syariat yang bersifat amaliah

praktis, diambil dari dalil-dalil yang terinci. Dalil-dalil yang

dimaksud dalam definisi tersebut antara lain bersumber pada Al

Qur’an. Al Qur’an sebagai wahyu Allah yang paling sempurna

dan terakhir untuk manusia, harus dijadikan pedoman utama,

bahkan tunggal bagi manusia sebagai sumber hukum.

Kerangka-kerangka pernyataan Al Qur’an cukup universal

dan konkret, memasukkan sikap-sikap tertentudalam kehidupan.

Ia tidak hanya menyatakan prinsp-prinsip spiritual dan moral

yang eksternal, melainkan juga membimbing nabi Muhammad

dan masyarakat Islam permulaan dalam perjuangan melawan

musuh orang-orang Mekah, Yahudi, dan Munafik; dan dalam

menyusun tugas-tugas kemasyarakatan dan kenegaraan yang

baru tumbuh. Berbagai perjuangan dan pengajaran konstruktif

merupakan sifat yang khas. Di dalam Al Qur’an juga terdapat

pernyataan terinci tentang hukum warisan dan penetapan

hukuman terhadap tindkan criminal seperti perzinahan, yang

secara hukum tidak ditentukan, namun di dalmnya terdapat

pernyataan sedikit yang layak, yakni prundang-undangan seperti

16

Page 17: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

perintah-perintah khusus untuk perjuangan melawan atau

berhubungan dengan orang-orang nonmuslim. Berbagai hal itu

sesuai dengan situasi dan sangat spesifik untuk disebut hukum.

Semua masalah hukum tersebut dibicarakan di dalam Al

Qur’an. Ayat-ayat yang mengandung masalah hukum disebut

ahkam. Ayat-ayat menjadi dasar bagi hukum yang dipakai untuk

mengatur masyarakat dalam Islam. Dibandingkan dengan jumlah

6360 ayat yang terkandung di dalam Al Qur’an, ayat ahkam

hanya sedikit. Menurut angka-angka yang diberikan Abd Al

Wahhab Khallaf. Jumlah itu hanya 5,8 persen dari seluruh ayat

Al Qur’an dengan perincian sebagai berikut; 140 ayat tentang

ibadah shalat; puasa, haji, zakat, dan lain-lain, 10 ayat tentang

hidup berkeluarga, 70 ayat mengenai perdagangan, 30 ayat

tentang soal criminal, 25 ayat tentang hubungan Islam dan non

Islam, 13 ayat mengenai soal pengadilan, 10 ayat tentang kaya

dan miskin, dan 10 ayat tentang kenegaraan.

3. Ilmu Akhlak

Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab,

yaitu isim mashdar (bentuk infinitif) dari akhlaqa, yukhlaqu,

ikhlaqn, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi mazid af’ala,

yuf’ilu, if’alan, yang berarti al sajiyah (perangai), at tabi’ah

(kelakuan, tabiat, watak dasar), al adat (kebiasaan, kelaziman),

al maru’ah (peradaban yang baik), dan ad din (agama).

Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagaimana tersebut

di atas tampaknya kurang pas,sebab isim mashdar dari kata

akhlaqa bukan akhlak tetapi ikhlaq. Berkenaan dengan ini maka

muncul pendapat yang mengatakan bahwa secara limguistik

kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu

isim yang tidak memiliki akar kata, malainkan kata tersebut

sudah demikian adanya. Kata akhlaq adalah jamak dari kata

17

Page 18: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

khaliqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq

sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik kata akhlaq atau

khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya baik dalam Al

Qur’an, maupun dalam Al Hadits, sebagai berikut; “Dan

sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

(QS. 68:4). Atau “(Agama kami) ini tidak lain hanyalah alat

kebiasaan yang dahulu.” (QS. 26:137).

Dalam hadits Rasulullah SAW. Disebutkan, seperti, orang

mkni yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang

sempurna akhlaqnya. (HR Tirmidzi). Atau, bahwasanya Aku,

kata Rasulullah ditus Allah untuk menyempurnakan keluhuran

budi pekerti. (HR Ahmad).

Ayat yang pertama disebut di atas menggunakan kata khuluq

untuk budi pekerti, sedangkan ayat yang kedua menggunakan

kata akhlaq untuk ari adat kebiasaan. Selanjutnya hadits yang

pertama menggunakan kata khuluq yang juga digunakan untuk

arti budi pekerti. Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq

secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan,

perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi

tabiat. Pengertian akhlaqdari sudut kebahasaan ini dapat

membantu kita menjelaskan pengertian akhlaq dari segi istilah.

4. Ilmu Tasawuf

Tasawuf atau sufisme bertujuan agar seseorang secara

sadar memperoloh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga

disadari benar bahwa ia berada di hadirat Tuhan. Paham bahwa

Tuhan dekat dengan manusia yang merupakan ajaran dasar

tasawuf itu terdapat dalam Al Qur’an dan hadits. Allah berfirman

dalam surat Al Baqarah ayat 186; “Jika hamba-hambaKu

bertanya padamu tentang diri-Ku. Aku adalah dekat. Aku

18

Page 19: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia

memohon kepada-Ku.” (QS. 2:186).

Kata doa yang terdapat dalam ayat ini oleh sufi diartikan

bukan berdoa dalam arti yang lazim dipakai, tetapi mereka

artikan berseru, memanggil. Tuhan mereka seru, dan Tuhan

melihat-Nya kepada mereka.

Ayat lain yang berkaitan dengan ilmu tasawuf adalah: “Timur

dan Barat kepunyaan Allah, maka kemana saja kamu berpaling

di situ (kamu jumpai) wajah Allah.” (QS. 2:115).

Bagi kaum sufi, ayat tersebut mengandung arti bahwa Tuhan

dapat dijumpai di mana saja.

5. Filsafat Islam

Filsafat Islam adalah ilmu yang berbicara tentang segala

sesuatu yang ada untuk dicari hakikat atau dasar serta prinsip-

prinsipnya secara sistematik, radikal dan universal. Ilmu ini pada

awalnya muncul melalui kontak dengan filsafat Yunani yang

dijumpai kaum muslim di Alexandria, Mesir, Antioch di Siria,

Sekeucia di Mesopotamia dan Bectra di Persia sebelah timur.

Namun dalam pengembangan ilmu filsafat ini, Islam

menyesuaikan dengan ajaran yang ada di dalam Al Qur’an.

Secara umum, ciri khas filsafat adalah dengan penggunaan

akal dan rasio dan sehat. Perbedaan antara filsafat Islam dengan

filsafat Barat adalah dalam penggunaan akal dan rasio. Kalau

filsafat Barat akal atau rasio adalah segala-galanya, sedangkan

dalam filsafat Islam akal atau rasio tetap berada di bawah Al

Qur’an. Di dalam Al Qur’an banyak ayat yang menyuruh manusia

menggunakan akal atau rasionya, seperti: “Ia buat segala apa

yang ada di langit dan apa yang ada di bumi tunduk padamu,

19

Page 20: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

semuanya adalah dari-Nya, padanya sungguh terdapat tanda-

tanda bagi kaum yang mau berpikir.” (QS. 12:13).

Dengan demikian Al Qur’an sebenarnya menyuruh manusia

supaya berfilsafat. Oleh karena itu berfilsafat atau belajar filsafat,

sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Rusyd, adalah wajib atau

sekurang-kurangnya sunnat.

20

Page 21: 4. Al-Qur'an Dan Ilmu Pengetahuan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Qur’an merupakan sumber ajaran Islam, didalamnya terdapat

beberapa peraturan-peraturan yang mengatur semua sikap seorang

muslim sejati. Selain hal tersebut Al’Qur’an juga merupakan sumber

ilmu pengetahuan. Al-Qur’an penjelasannya mencakup tentang Fiqih,

Tasawuf, Akhlaq, teologi islam dan filsafat islam.

B. Penutup

Demikianlah penulisan makalah kami ini semoga bermanfaat bagi

para pembaca maupun bagi kami sebagai penulis. Kritik dan saran

yang membangun dari para pembaca selalu kami harapkan.

21