3d structure of key drug target for diabetes

Upload: filbert-kurnia-liwang

Post on 04-Nov-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Keseimbangan gula darah pada manusia sangat diatur oleh 2 hormon pankreas, yaitu hormon glukagon dan insulin. Penulisan essay ini ditujukan untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit diabetes, glukagon dan reseptornya, serta obat antagonis untuk mengobati diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus merupakan penyakit metabolisme yang ditandai dengan terganggunya kerja insulin dan glukagon yang bekerja berlebihan. Kerja glukagon dapat ditekan dengan memblokir glukagon agar tidak dapat menghasilkan reaksi. Antagonis reseptor glukagon dapat berikatan dengan GCGR yang merupakan reseptor glukagon. Salah satu contoh antagonis reseptor glukagon adalah Bay 27-9955, dan MK-0893. Risiko dari penggunaan obat tersebut adalah hypoglycemia.

TRANSCRIPT

ABSTRAKFilbert Kurnia Liwang (12.13.X.030)3D Structure of Key Drug Target for Diabetes(i + 15 halaman: 6 gambar; 2 lampiran)Keseimbangan gula darah pada manusia sangat diatur oleh 2 hormon pankreas, yaitu hormon glukagon dan insulin. Penulisan essay ini ditujukan untuk menambah pengetahuan mengenai penyakit diabetes, glukagon dan reseptornya, serta obat antagonis untuk mengobati diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus merupakan penyakit metabolisme yang ditandai dengan terganggunya kerja insulin dan glukagon yang bekerja berlebihan. Kerja glukagon dapat ditekan dengan memblokir glukagon agar tidak dapat menghasilkan reaksi. Antagonis reseptor glukagon dapat berikatan dengan GCGR yang merupakan reseptor glukagon. Salah satu contoh antagonis reseptor glukagon adalah Bay 27-9955, dan MK-0893. Risiko dari penggunaan obat tersebut adalah hypoglycemia. Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, glukagon, GPCR, antagonis reseptor glukagonKimia-MakromolekulSumber: (28), 1982-2013iPENDAHULUANA. Latar BelakangPada manusia, salah satu indikator keseimbangan metabolisme terletak pada konsentrasi gula darah yang terletak di antara 70-110 mg/100 mL. Hal tersebut dikarenakan glukosa merupakan bahan bakar utama dalam proses respirasi sel. Sehingga keseimbangan gula darah pun menjadi sangat krusial. Keseimbangan gula darah dikontrol oleh 2 tipe hormon yaitu, hormon insulin yang bertugas untuk menurunkan kadar gula darah dan hormon glukagon yang bertugas untuk meningkatkan kadar gula darah. Namun, gangguan pada kerja salah satu atau kedua hormon tersebut dapat menyebabkan berbagai penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan gula darah. Salah satu penyakit yang paling utama yang mengganggu keseimbangan gula darah adalah diabetes melitus (Reece, et al., 2011). Dalam diabetes melitus, selain merupakan gangguan pada kerja hormon insulin, juga karena hormon glukagon yang memproduksi glukosa secara berlebihan. Pengobatan diabetes melitus tipe 2 yang sedang diteliti adalah penggunaan obat antagonis reseptor glukagon untuk menghentikan kerja glukagon agar kadar gula darah dapat diturunkan.B. Tujuan penulisan: 1. Untuk menambah pengetahuan mengenai diabetes melitus.2. Untuk menambah pengetahuan mengenai glukagon dan reseptornya.3. Untuk menambah pengetahuan mengenai antagonis reseptor glukagon.4. Untuk menambah pengetahuan mengenai struktur, dan cara kerja, serta efek samping obat antagonis dalam menangani diabetes melitus tipe 2.

ISIA. Diabetes MelitusDiabetes melitus adalah kumpulan beberapa penyakit metabolisme yang ditandai dengan hyperglycemia atau gula darah tinggi oleh karena kesalahan pada sekresi insulin, efek insulin, atau keduanya. Beberapa gejala umum dari penyakit metabolisme yang termasuk dalam diabetes melitus adalah sering buang air kecil (polyuria), sering merasa haus (polydipsia), menurunnya berat badan, terkadang disertai dengan meningkatnya nafsu makan (polyphagia), dan penglihatan menjadi kabur (American Diabetes Association, 2004). Diabetes melitus dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, dan diabetes gestasional. Diabetes tipe 1 merupakan kelainan autoimun, yaitu respon imun yang salah mengenali jaringan tubuh sendiri sebagai benda asing dan menghasilkan antibodi terhadapnya. Maka, antibodi yang dihasilkan menganggap sel beta pankreas yang bertugas menghasilkan hormon insulin sebagai benda asing dan menghancurkannya, sehingga pankreas menghasilkan terlalu sedikit insulin atau bahkan tidak ada sama sekali. Penyakit tipe 1 ini dapat dipicu oleh infeksi virus dan peradangan di dalam pankreas (Parker, 2010). Lalu, diabetes tipe 2 merupakan kegagalan kerja insulin dalam tubuh atau kurangnya sekresi insulin (Tripathy & Tripathy, 2012). Penyakit diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang berkembang pesat di seluruh dunia. Pada tahun 2000, penderita diabetes melitus tipe 2 telah mencapai 171 juta orang dan diperkirakan untuk terus meningkat hingga 366 juta kasus pada tahun 2030 (DeMong, Miller, & Lachowicz, 2008). Diabetes gestasional berkembang pada 1 dari 50 wanita saat mengalami kehamilan. Diabetes tipe ini terjadi karena beberapa hormon yang dihasilkan plasenta dapat berefek anti-insulin. Jika tubuh tidak dapat menghasilkan cukup insulin untuk menanggulangi efek tersebut, kadar gula darah meningkat terlalu tinggi dan terjadi diabetes gestasional (Parker, 2010).

Gambar 1. Diagram diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2Sumber: http://stemcellthailand.org/wp-content/uploads/2012/07/types-of-diabetes-type1-vs-type2.jpg

Gejala penyakit diabetes melitus berbeda setiap tipenya. Diabetes tipe 1 memiliki gejala rasa haus, mulut kering, lapar, sering buang air kecil, kelelahan, pandangan kabur, dan berat badan turun. Jika tidak diobati, maka dapat menimbulkan ketoasidosis, atau penimbunan zat beracun keton dalam darah. Pada diabetes tipe 2, gejala meliputi rasa haus, kelelahan, dan sering buang air kecil. Dalam beberapa kasus, diabetes tipe 2 ini tidak menunjukkan gejala sehingga penderita tidak menyadarinya sampai akhirnya menimbulkan berbagai komplikasi Sedangkan pada diabetes gestasional, gejala dapat meliputi kelelahan, rasa haus, sering buang air kecil, dan kemungkinan infeksi jamur atau infeksi kandung kemih (Parker, 2010). Sering buang air kecil pada diabetes melitus terjadi karena ketika ginjal menyaring darah untuk membuat urin, ginjal mengembalikan seluruh gula kembali ke aliran darah. Namun pada penderita diabetes, kadar gula darah yang tinggi menyebabkan tidak semua gula dapat di reabsorbsi dan menyebabkan adanya gula di dalam urin. Kadar gula di dalam urin akan menarik air dan menghasilkan kelebihan volume urin yang mengakibatkan seringnya buang air kecil (Polyuria - Frequent Urination Symptoms and Causes, n.d.). Maka, karena kadar air di dalam tubuh menurun akibat terlalu sering buang air kecil, tubuh akan memerlukan lebih banyak pasokan air dari luar tubuh sehingga rasa haus akan timbul. Kelelahan juga menjadi gejala diabetes karena kekurangan insulin (diabetes tipe 1), kegagalan reaksi insulin dalam tubuh (diabetes tipe 2), atau dihasilkan hormon yang berefek anti insulin (diabetes gestasional) menyebabkan kekurangan glukosa yang dapat diantar masuk ke dalam sel-sel tubuh kita untuk diubah menjadi energi. Sebagai hasilnya, tubuh tidak memiliki energi yang cukup dan akan merasa kelelahan (Tiredness and Diabetes, n.d.).Komplikasi diabetes dapat memperburuk keadaan penderita. Komplikasi dapat berupa penyakit kardiovaskular, kerusakan saraf (neuropathy), kerusakan ginjal (nephropathy), kerusakan mata (retinopathy), luka pada kaki yang jika tidak ditangani dengan serius dapat menyebabkan gangrene sehingga anggota tubuh tersebut harus diamputasi, osteoporosis, penyakit Alzheimer, dan kanker. Lalu pada penyakit diabetes gestasional, komplikasi terhadap bayi penderita juga dapat terjadi yaitu pertumbuhan yang berlebihan pada bayi tersebut, gula darah rendah, kesulitan bernapas, penyakit kuning (jaundice), dan kematian. Risiko pada bayi untuk mengidap penyakit diabetes tipe 2 di kemudian hari pun bertambah. Pada ibu melahirkan pun komplikasi dapat terjadi, yaitu penyakit preeclampsia (toxemia) dimana tekanan darah terlalu tinggi pada masa kehamilan. Risiko ibu terkena penyakit diabetes tipe 2 setelah melahirkan pun meningkat. (Collazo-Clavell, Davidson, & Moreland, Diabetes Complications - Diabetes and Conditions - Mayo Clinic, 2013).Pengobatan untuk penyakit diabetes disesuaikan dengan tipe penyakit yang diderita. Untuk penyakit diabetes tipe 2, maka penderita dapat menjaga pola makan, menurunkan berat badan, dan berolahraga agar kadar gula darah senantiasa terkontrol menjadi normal atau mendekati normal dan mengurangi risiko komplikasi pada penyakit diabetes. (Tidy, 2013). Sedangkan pengobatan untuk diabetes gestasional menyerupai pengobatan diabetes tipe 2 dengan tambahan memonitor keadaan fetus secara berkala untuk mengetahui dengan segera bila fetus membutuhkan penanganan medis tertentu (Healthwise, 2012). Diabetes tipe 1 tidak dapat disembuhkan namun penanganan terhadap diabetes tipe 1 dapat dilakukan dengan terapi insulin, diet sehat, olahraga teratur, tidak merokok, dan lain sebagainya (Healthwise, 2012).

B. Glucagon Salah satu penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 adalah mengontrol kadar gula darah dengan obat-obatan. Menurut Joslin (2005), hyperglycemia pada diabetes melitus terjadi karena selain hormon insulin yang tidak dapat melakukan tugasnya, namun juga karena hormon glukagon yang memproduksi glukosa terdapat secara berlebihan sehingga terjadi penumpukan glukosa dalam aliran darah. Maka salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menurunkan level gula darah adalah dengan menghambat kinerja glukagon. Menghambat kinerja glukagon dapat dilakukan dengan mengurangi kadar glukagon dalam darah atau dengan mengantagonis glukagon sehingga tidak dapat memproduksi glukosa. Cara pertama dapat dilakukan dengan menghambat produksi glukagon pada sel alfa pankreas, atau dengan menetralisir glukagon yang berada di aliran darah. Cara kedua adalah dengan memberikan antagonis reseptor glukagon yang efektif. Fungsi senyawa antagonis adalah memblokir aksi yang dilakukan oleh suatu senyawa agonis. Maka karena itu, senyawa antagonis bekerja secara berlawanan dengan senyawa agonis yaitu senyawa yang menghasilkan suatu aksi di dalam tubuh. Terdapat 2 cara untuk senyawa antagonis dapat bekerja yaitu direct-acting antagonist dan indirect acting antagonist. Direct-acting antagonist bekerja dengan menghalangi suatu lokasi pada reseptor yang sepatutnya ditempati oleh senyawa agonis. Sedangkan indirect-acting antagonist bekerja dengan menghambat produksi suatu senyawa yang bersifat agonis. Namun, kedua cara senyawa antagonis bekerja tersebut memiliki akibat langsung yang sama yaitu pengurangan atau penekanan suatu reaksi di dalam tubuh (Agonist vs. Antagonist, n.d.). Menurut Qureshi et al. (2004), glukagon adalah polipeptida yang terdiri dari 29 asam amino yang diproduksi di sel alfa pankreas dan diproduksi sebagai respon atas menurunnya level gula darah saat masa puasa.

Gambar 2. Struktur glukagonSumber: http://img.guidechem.com/casimg/16941-32-5.gif

Urutan asam amino yang dimiliki oleh glukagon adalah NH2 -His Ser Gln Gly Thr Phe Thr Ser Asp Tyr Ser Lys Tyr Leu Asp Ser Arg Arg Ala Gln Asp Phe Val Gln Trp Leu Met Asn Thr -COOH. Glukagon memiliki rumus kimia C153H225N43O29S dan massa molekul glukagon adalah 3482,75 dalton. Glukagon berhasil diisolasi untuk pertama kali pada tahun 1953 (Glucagon(1-29)(Human), n.d.). Glukagon memiliki peranan penting, dimana glukagon meningkatkan produksi glukosa dengan menginduksi glikogenolisis, atau pemecahan glikogen dan glukoneogenesis, atau pembentukan glukosa baru di hati. Menurut Orskov et al. (1987), glukagon dihasilkan melalui pembelahan proglukagon dengan menggunakan enzim proprotein convertase 2 pada sel alfa pankreas. Enzim proprotein konvertase adalah enzim yang dapat memutuskan ikatan peptida pada protein dan membentuk senyawa protein yang lebih sederhana (Seidah, 2011). Enzim proprotein konvertase 2 bekerja secara spesifik untuk membentuk senyawa glukagon dari proglukagon. Menurut Joslin (2005), reseptor glukagon termasuk dalam grup IV dari reseptor terkopel protein-G tipe B. Karakteristik umum dari reseptor glukagon dan tipe serupa lainnya adalah teraktivasinya adenilil siklase karena berpasangannya reseptor dengan protein G dan menyebabkan pembuatan cAMP selular. Reseptor glukagon terdapat pada jaringan hati, ginjal, adiposa, otot, jantung, paru-paru, otak, usus, kelenjar adrenal, limpa, ovarium, tiroid, dan pada sel-sel pulau Langerhans (sel alfa, beta, dan delta).1. GPCR (G Protein Coupled Receptor)Menurut Kobilika (2007) yang merupakan peraih hadiah Nobel bidang Kimia pada tahun 2012 atas penelitiannya mengenai topik ini, reseptor terkopel protein G/G protein coupled receptors (GPCR) merepresentasikan kelas protein membran terbesar pada genom manusia. Hingga tahun 2007, 800 jenis GPCR telah ditemukan. Struktur yang dimiliki oleh seluruh GPCR adalah tujuh segmen molekul transmembran yang bersifat hidrofobik sehingga GPCR juga sering disebut reseptor 7-transmembrane (7TM), dengan ujung ekstraselular amina, dan ujung intraselular karboksil.Ujung ekstraselular amina merupakan salah satu pembeda antara berbagai jenis GPCR lainnya. Selain itu, masing-masing GPCR juga mempunyai perbedaan yang sangat luas pada ligan yang dimiliki. Ligan yang dimiliki GPCR dapat berkisar dari partikel subatomik (foton), ion (H+, Ca2+), molekul organik kecil, ataupun molekul peptida dan protein.

Gambar 3. Struktur GPCRSumber: http://themedicalbiochemistrypage.org/images/gpcr.png

GPCR bekerja dengan bantuan protein G, atau protein yang berikatan dengan molekul kaya energi GTP. Cara kerja dari GPCR adalah protein G bekerja sebagai saklar molekul yang berada dalam keadaan aktif atau inaktif. Kondisi protein G tergantung dari nukleotida guanin yang terikat. Jika berikatan dengan GDP (Guanosine diphosphate) maka protein G berada dalam fase inaktif, sedangkan bila berikatan dengan GTP (Guanosine triphosphate) maka protein G akan berada dalam keadaan aktif. Reseptor dan protein G juga bekerja dengan bantuan protein lain, yang biasanya berupa enzim. Jika molekul sinyal yang sesuai berikatan dengan sisi ekstraseluler reseptor, sisi intraseluler akan mengikat protein G dan mengaktifkannya. Protein G yang teraktivasi terlepas dari reseptor, berdifusi di sepanjang membran, dan kemudian berikatan dengan suatu enzim, sehingga mengubah bentuk dan aktivitas enzim tersebut. Saat teraktivasi, enzim dapat memicu langkah berikutnya pada jalur yang berujung pada respon selular. Namun, perubahan pada enzim dan protein G hanya sementara. Protein G juga berfungsi sebagai GTPase yang dapat menghidrolisis GTP menjadi GDP dan mengembalikan protein G ke fase nonaktif. Fungsi protein G sebagai GTPase memungkinkan jalur dipadamkan dengan cepat saat molekul sinyal tidak lagi ada (Reece, et al., 2011).

Gambar 4. Cara kerja GPCR Sumber: http://www.nature.com/scitable/content/ne0000/ne0000/ne0000/ne0000/14707107/U4CP2-2_ActivatedGPCR_ksm.jpg

2. Reseptor glucagon antagonistsSuatu direct-acting antagonists bekerja dengan cara berikatan pada reseptor, namun berefek meniadakan efikasi. Konsep efikasi, yang bervariasi dari nilai nol hingga suatu nilai positif, adalah efek dari reaksi suatu senyawa terhadap suatu reseptor, yaitu nol pada antagonis, dan memberikan nilai positif pada agonis. Antagonis berkompetisi dengan agonis dengan cara memblok reseptor dan menghambat agonis berikatan dengan reseptor (Stephenson, 1997). Maka dalam kasus ini antagonis reseptor glukagon bertugas untuk meniadakan reaksi yang terjadi akibat glukagon berikatan dengan reseptor yaitu glikogenolisis dan glukaneogenesis. Konsep antagonis reseptor glukagon sebagai obat untuk diabetes melitus tipe 2 bukanlah merupakan konsep baru karena industri farmasi telah berusaha mengembangkan konsep tersebut selama lebih dari 2 dekade lamanya. Dasar dari konsep tersebut adalah metabolisme dan homeostasis glukosa yang dikontrol bukan hanya oleh insulin saja namun juga oleh hormon pankreas lainnya yaitu glukagon (Xiao & Jia, 2007). Penelitian oleh Johnson et al. (1982) merupakan salah satu penelitian awal mengenai antagonis reseptor glukagon. Penelitiannya menggunakan senyawa analog glukagon THG ([1-N alpha-trinitrophenylhistidine, 12-homoarginine]-glucagon), yaitu senyawa yang memiliki struktur yang hampir serupa dengan glukagon untuk menurunkan level gula darah. Penggunaan THG dapat menurunkan level gula darah sebanyak 30 hingga 65 persen. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa antagonis reseptor glukagon dapat menurunkan level gula darah secara substansial pada penderita diabetes tanpa tambahan insulin. Antagonis reseptor glukagon lainnya, yaitu des-His1-[Glu9]glucagon amide dikembangkan beberapa tahun setelah penelitian THG. Antagonis ini juga berhasil menurunkan level gula darah pada tikus secara in vivo, atau di dalam tubuh tikus. Namun, walaupun antagonis tersebut merupakan obat potensial bagi penanganan diabetes melitus tipe 2, namun karena bersifat peptida, atau molekul protein, maka antagonis tersebut tidak dapat dikonsumsi secara oral (Xiao & Jia, 2007). Penelitian pada senyawa antagonis reseptor glukagon yang bersifat non-peptida telah meningkat dengan pesat pada beberapa tahun terakhir. Pada 1998, antagonis reseptor glukagon non-peptida pertama dikembangkan oleh Madsen dan rekannya di Departments of Medicinal Chemistry di Denmark. Senyawa tersebut adalah NNC 92-1687 [2-(benzimidazol-2-ylthio)-1-(3,4-dihydroxyphenyl)-1-ethan one]. Jenis antagonis ini merupakan direct-acting antagonists yang bersaing secara kompetitif dengan senyawa glukagon untuk berikatan dengan reseptor glukagon (Madsen, Knudsen, Wiberg, & Carr, 1998). Selain itu, senyawa alkylidene hydrazides telah diidentifikasi sebagai antagonis reseptor glukagon untuk menghentikan produksi cAMP dan metabolisme glukosa (Ling, et al., 2001). Senyawa cAMP merupakan senyawa pembawa sinyal dalam sel untuk mendorong pemecahan senyawa glikogen menjadi glukosa dan mendorong ekskresi glukagon dari sel alfa pankreas (Xiao & Jia, 2007).Senyawa yang dapat berperan sebagai antagonis reseptor glukagon dalam tubuh manusia salah satunya adalah Biaryl antagonists. Struktur umum dari obat tipe ini adalah derivat dari senyawa yang memiliki gabungan dari cincin aromatik yang mempunyai hambatan sterik. Hambatan sterik adalah hambatan bagi senyawa untuk bereaksi karena gugus yang diharapkan untuk dapat bereaksi terhalang oleh gugus lainnya. Struktur (+)-1 merupakan inhibitor kompetitif bagi hormon glukagon untuk mengikat pada reseptor glukagon. Studi untuk membuktikan struktur (+)-1 yang diujicobakan pada tikus mengindikasikan bahwa struktur tersebut harus berikatan pada 50-60% reseptor agar dapat bekerja secara efektif dalam mengurangi hyperglycemia (DeMong, Miller, & Lachowicz, 2008). Selain itu, struktur yang analog dengan (+)-1 seperti struktur 2 yang melibatkan unsur N pada cincin aromatik dan juga perubahan pada gugus selain biaryl juga menunjukkan hal yang sama, walaupun hasil yang diperoleh tidak sebaik struktur (+)-1. Struktur 3 yang merupakan modifikasi lebih lanjut dari struktur 2, yaitu perubahan posisi gugus hidroksil secara 3 dimensi menunjukkan hasil yang lebih meningkat dalam menjalankan aktivitasnya (DeMong, Miller, & Lachowicz, 2008).

Gambar 5. Senyawa Biaryl antagonistsSumber: DeMong, Miller, & Lachowicz, 2008

Struktur (+)-1 biaryl antagonists merupakan obat yang telah lama diteliti sebagai obat diabeter melitus tipe 2 yaitu obat Bay 27-9955. Obat tersebut memiliki rumus molekul C23H31FO dan memiliki massa molekul 342,490043 g/mol (Bay 27-9955, n.d.). Penelitian oleh Petersen dan Sullivan (2001) dari Yale University School of Medicine dengan menggunakan obat Bay 27-9955 adalah dengan metode double blind placebo-controlled crossover human study yaitu studi dilakukan pada manusia dengan menggunakan plasebo. Obat tersebut diberikan dalam 2 dosis, yaitu dosis rendah (70 mg), dan dosis tinggi (200 mg) beserta dengan campuran zat lain, yaitu somatostatin, insulin, dan glukagon. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada pemberian dosis tinggi, glukagon tidak memberikan reaksi. Sedangkan pada dosis rendah, terdapat penurunan efek Bay 27-9955 secara proporsional. Maka kesimpulan dari percobaan tersebut ialah Bay 27-9955 merupakan obat yang efektif dan aman bagi manusia. Selain struktur biaryl antagonists, struktur lain yang merupakan fokus penelitian antagonis reseptor glukagon adalah pada senyawa yang mengandung atom C-terminal grup -alanin. Salah satu senyawa antagonis yang mengandung atom C-terminal grup -alanin dan telah melalui proses penelitian adalah MK-0893 yang dikembangkan oleh Merck. Obat tersebut dicoba pada 342 pasien penderita diabetes melitus tipe 2 dengan 4 dosis yang berbeda. Setelah 12 minggu, pengguna obat MK-0893 mengalami penurunan level gula darah sebanyak 32 hingga 63 mg/dL. Setelah itu, percobaan kembali dilakukan terhadap 146 pasien dengan mengombinasikan 40 mg MK-0893 dengan 2000 mg metformin atau 100 mg sitagliptin atau kombinasi dari metformin dan sitagliptin. Hasil percoaan menunjukkan bahwa MK-0893 dikombinasikan dengan metformin jauh lebih efektif dalam menurunkan glukosa dibandingkan 2 percobaan lainnya (New First in Class Glucagon Antagonists Show Promise for Diabetes, 2011). Studi untuk melihat keefektifan dan keamanan dari MK-0893 dengan dikombinasikan dengan obat lain untuk mengobati diabetes melitus tipe 2 telah diselesaikan di oleh perusahaan Merck Sharp & Dohme Corporation. Studi dilakukan sejak Februari 2008 hingga Januari 2009 (A Study to Test the Effectiveness and Safety of MK0893 in Combination With Other Drugs Used to Treat Type 2 Diabetes (0893-015)(COMPLETED), 2012).C-terminal grup -alanin

Gambar 6. Struktur MK-0893Sumber: http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/image/imagefly.cgi?cid=11570626&width=500&height=500 dengan modifikasi

Secara teoritis, obat tersebut dapat berpotensial mengakibatkan hypoglycemia, atau gula darah rendah dan hyperglucagonemia, atau glukagon yang terlalu berlebihan dalam tubuh. Selain itu, penyakit hyperglucagonemia yang terjadi karena sel alfa pankreas memproduksi terlalu banyak hormon glukagon dapat mengakibatkan tumor pankreas menurut penelitian. Maka, dalam penggunaannya, obat ini dapat berisiko mengakibatkan penyakit lain sehingga dosisnya perlu diperhatikan (New First in Class Glucagon Antagonists Show Promise for Diabetes, 2011).Namun, studi pada tikus menunjukkan bahwa antagonis reseptor glukagon hanya menurunkan level gula darah dalam batas yang wajar. Hal ini menyebabkan prospek penggunaan antagonis reseptor glukagon sangat menjanjikan karena dengan pemberian dosis yang wajar, antagonis reseptor glukagon tidak dapat menyebabkan hypoglycemia seperti yang terjadi pada overdosis insulin (Xiao & Jia, 2007).

KESIMPULANDiabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit metabolisme yang disebabkan gangguan pada kerja hormon insulin. Pengobatan diabetes melitus tipe 2 dapat dilakukan dengan menggunakan antagonis reseptor glukagon. Fungsi obat antagonis adalah untuk memblokir aksi dari agonis dengan meniadakan efikasi. Pada penelitian awal, peneliti menggunakan senyawa peptida yang merupakan analog glukagon. Pada penelitian selanjutnya hingga saat ini, peneliti memfokuskan pada penelitian senyawa non-peptida untuk menjadi antagonis reseptor glukagon. Senyawa yang telah diteliti adalah Bay 27-9955 dan MK-0893. Obat jenis antagonis reseptor glukagon berpotensi menyebabkan hypoglycemia, namun penelitian pada tikus menunjukkan bahwa penurunan level gula darah tidaklah signifikan untuk menyebabkan hypoglycemia.

DAFTAR PUSTAKAA Study to Test the Effectiveness and Safety of MK0893 in Combination With Other Drugs Used to Treat Type 2 Diabetes (0893-015)(COMPLETED). (2012, Januari 14). Retrieved November 12, 2014, from ClinicalTrials.gov: http://clinicaltrials.gov/show/NCT00631488Agonist vs. Antagonist. (n.d.). Retrieved November 3, 2014, from New Health Guide: http://www.newhealthguide.org/Agonist-Vs-Antagonist.htmlAmerican Diabetes Association. (2004, January). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Retrieved September 3, 2014, from Diabetes Care: http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.fullBay 27-9955. (n.d.). Retrieved November 13, 2014, from PubChem Open Chemistry Database: http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5311277?from=summary#section=Computed-PropertiesCollazo-Clavell, M., Davidson, N. K., & Moreland, P. (2013, January 31). Diabetes Complications - Diabetes and Conditions - Mayo Clinic. Retrieved April 18, 2014, from Mayo Clinic: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetes/basics/complications/con-20033091DeMong, D. E., Miller, M. W., & Lachowicz, J. E. (2008). Glucagon Receptor Antagonists for Type II Diabetes. Annual Reports in Medicinal Chemistry, 43, 119-137.Diabetes Mellitus Treatment. (n.d.). Retrieved October 2, 2014, from UCSF Medical Center: http://www.ucsfhealth.org/conditions/diabetes_mellitus/treatment.htmlGlucagon(1-29)(Human). (n.d.). Retrieved from Guidechem: http://www.guidechem.com/trade/pdetail3079374.htmlHealthwise. (2012, December 28). Gestational Diabetes Treatments: Diet, Insulin, & More. Retrieved April 15, 2014, from WebMD: http://www.webmd.com/baby/tc/gestational-diabetes-treatment-overviewHealthwise. (2012, December 28). Type 1 Diabetes-Treatment Overview. Retrieved April 17, 2014, from WebMD: http://www.webmd.com/diabetes/guide/type-1-diabetes-treatment-overviewJohnson, D. G., Goebel, C. U., Hruby, V. J., Bregman, M. D., & Trivedi, D. (1982, February 26). Hyperglycemia of Diabetic Rats Decreased by a Glucagon Receptor Antagonist. Science, 215(4536), 1115-1116.Joslin, E. P. (2005). Joslin's Diabetes Mellitus (14 ed.). (C. R. Kahn, G. C. Weir, G. L. King, A. M. Jacobson, A. C. Moses, & R. J. Smith, Eds.) Boston: Lippincott Williams & Wilkins.Kobilka, B. K. (2007, April). G Protein Coupled Receptor Structure and Activation. Biochimica et Biophysica Acta (BBA) - Biomembranes, 1768(4), 794807.Ling, A., Hong, Y., Gonzalez, J., Gregor, V., Polinsky, A., Kuki, A., . . . Lau, J. (2001, September 13). Identification of Alkylidene Hydrazides as Glucagon Receptor Antagonists. Journal of Medicinal Chemistry, 44(19), 3141-3149.Madsen, P., Knudsen, L. B., Wiberg, F. C., & Carr, R. D. (1998, February 17). Discovery and Structure-Activity Relationship of the First Non-Peptide Competitive Human Glucagon Receptor Antagonists. Journal of Medicinal Chemistry, 41(26), 5150-7.New First in Class Glucagon Antagonists Show Promise for Diabetes. (2011, September 23). Retrieved October 10, 2014, from Diabetes In Control: http://www.diabetesincontrol.com/articles/diabetes-news/11507-new-first-in-class-glucagon-antagonists-show-promise-for-diabetesOrskov, C., Holst, J., Poulsen, S., & Kirkegaard, P. (1987, November). Pancreatic and intestinal processing of proglucagon in man. Diabetologia, 30(11), 874-81.Parker, S. (2010). Ensiklopedia Tubuh Manusia. (Winardini, Trans.) Jakarta: Penerbit Erlangga.Petersen, K. F., & Sullivan, J. T. (2001, November). Effects of a novel glucagon receptor antagonist (Bay 27-9955) on glucagon-stimulated glucose production in humans. Diabetologia, 2018-2024.Polyuria - Frequent Urination Symptoms and Causes. (n.d.). Retrieved April 27, 2014, from Diabetes.co.uk: http://www.diabetes.co.uk/symptoms/polyuria.htmlQureshi, S. A., Candelore, M. R., Xie, D., Yang, X., Tota, L. M., Ding, V. D.-H., . . . Zhang, B. B. (2004). A Novel Glucagon Receptor Antagonist Inhibits Glucagon-Mediated Biological Effects. Diabetes, 3267-3273.Reece, J. A., Urry, L. A., Cain, M. L., Wasserman, S. A., Minorsky, P. V., & Jackson, R. B. (2011). Campbell Biology. San Fransisco: Pearson Benjamin Cummings.Seidah, N. G. (2011). The proprotein convertases, 20 years later. Methods in Molecular Biology, 23-57.Stephenson, R. P. (1997, February). A Modification of Receptor Theory. British Journal of Pharmacology, 106-120.Tidy, C. (2013, June 26). Treatment for Type 2 Diabetes. (J. Cox, Editor) Retrieved April 6, 2014, from patient.co.uk: http://www.patient.co.uk/health/treatments-for-type-2-diabetesTiredness and Diabetes. (n.d.). Retrieved April 27, 2014, from Diabetes.co.uk: http://www.diabetes.co.uk/tiredness-and-diabetes.htmlTripathy, B., & Tripathy, D. (2012). Pathogenesis of Type 2 Diabetes. In B. Tripathy, & H. Chandalia, RSSDI Textbook of Diabetes Mellitus (pp. 223-250). New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.Xiao, C. L., & Jia, L. Z. (2007, August). Targeting Glucagon Receptor Signalling in Treating Metabolic Syndrome and Renal Injury in Type 2 Diabetes: Theory versus Promise. Clinical Science, 113(4), 183-193.

Kimia-Makromolekul

15

JURNAL KONSULTASINama Guru : Ms. Mydear Queen Ranti, B.Sc., S.Pd.Hari, Tanggal Konsultasi : Jumat, 29 Agustus 2014Jenis Konsultasi : Konsultasi Mindmap,

Tanda Tangan :

Nama Guru : Ms. Mydear Queen Ranti, B.Sc., S.Pd.Hari, Tanggal Konsultasi : Rabu, 15 Oktober 2014Jenis Konsultasi : Konsultasi First draft ( 800 kata),

Tanda Tangan :

Nama Guru : Ms. Mydear Queen Ranti, B.Sc., S.Pd.Hari, Tanggal Konsultasi : Rabu, 29 Oktober 2014Jenis Konsultasi : Konsultasi draft essay kedua ( 1450 kata)

Tanda Tangan :

Nama Guru : Ms. Mydear Queen Ranti, B.Sc., S.Pd.Hari, Tanggal Konsultasi : Selasa, 4 November 2014Jenis Konsultasi : Konsultasi draft essay ketiga ( 2000 kata)

Tanda Tangan :

Nama Guru : Ms. Mydear Queen Ranti, B.Sc., S.Pd.Hari, Tanggal Konsultasi : Rabu, 12 November 2014Jenis Konsultasi : Konsultasi format essay ( 2500 kata)

Tanda Tangan :

LEMBAR BIODATAi. Judul Naskah/Esai: 3D Structure of Key Drug Target for Diabetesii. Nama Penulis: Filbert Kurnia Liwangiii. Tempat, Tanggal Lahir: Ujung Pandang, 9 Mei 1997iv. Nama Sekolah: Sekolah Dian Harapan Makassarv. Nama Kelas: XII IPA 2vi. Domisili: Makassarvii. Alamat Email: [email protected]. Telepon Ponsel: 082189909802