32. beasiswa dari desa untuk desa. aceh tenggara revised(1)

20
NASKAH LAPORAN NARATIF PELENG NGARI: BEASISWA DARI DESA UNTUK DESA, KABUPATEN ACEH TENGGARA Tim Peneliti: Tarmiji, Ika Kasturi Munandar, Shilahuddin Fahmi RINGKASAN Di era modern dan globalisasi saat ini persaingan untuk mendapatkan kehidupan yang layak semakin ketat. Untuk mengimbangi tantangan zaman tersebut salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan itu bisa tercapai melalui pendidikan. Hal itu yang agaknya telah disadari oleh Masyarakat Desa Lubantua. Desa Lubantua merupakan sebuah perkampungan kecil di Kecamatan Babul Rahma, yang terletak di pedalaman kaki gunung Leusur. Mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani berpenghasilan rendah. Pendapatan mereka hanya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari saja dan membiayai pendidikan anak-anak mereka sampai enjang Sekolah Menengah Atas. Ini berbenturan dengan keinginan anak-anak masyarakat Desa Lubantua untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Di sisi lain biaya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi semakin mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat. Dilatarbelakangi oleh kondisi ini Ketua Adat Desa Lubantua membentuk Peleng Ngari. Peleng Ngari merupakan bahasa lokal masyarakat Lubantua yang berarti bantu-membantu atau swadaya. Tujuan dari Peleng Ngari adalah membantu biaya pendidikan bagi masyarakat kurang mampu yang anaknya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Peleng Ngari dipimpin oleh Ketua Adat--dibantu kepala desa--yang bertugas menghimpun bantuan dari sumbangan

Upload: riski-nandadeacnesepak-tunjang

Post on 05-Aug-2015

52 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

NASKAH LAPORAN NARATIFPELENG NGARI: BEASISWA DARI DESA UNTUK DESA,

KABUPATEN ACEH TENGGARATim Peneliti: Tarmiji, Ika Kasturi Munandar, Shilahuddin Fahmi

RINGKASAN

Di era modern dan globalisasi saat ini persaingan untuk mendapatkan kehidupan yang

layak semakin ketat. Untuk mengimbangi tantangan zaman tersebut salah satunya adalah

dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan itu bisa tercapai melalui pendidikan.

Hal itu yang agaknya telah disadari oleh Masyarakat Desa Lubantua. Desa Lubantua

merupakan sebuah perkampungan kecil di Kecamatan Babul Rahma, yang terletak di

pedalaman kaki gunung Leusur. Mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani

berpenghasilan rendah. Pendapatan mereka hanya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan

kehidupan sehari-hari saja dan membiayai pendidikan anak-anak mereka sampai enjang

Sekolah Menengah Atas. Ini berbenturan dengan keinginan anak-anak masyarakat Desa

Lubantua untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Di sisi lain biaya untuk

melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi semakin mahal dan tidak terjangkau oleh

masyarakat.

Dilatarbelakangi oleh kondisi ini Ketua Adat Desa Lubantua membentuk Peleng

Ngari. Peleng Ngari merupakan bahasa lokal masyarakat Lubantua yang berarti bantu-

membantu atau swadaya. Tujuan dari Peleng Ngari adalah membantu biaya pendidikan bagi

masyarakat kurang mampu yang anaknya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi.

Peleng Ngari dipimpin oleh Ketua Adat--dibantu kepala desa--yang bertugas

menghimpun bantuan dari sumbangan masyarakat. Ketua adat juga berperan sebagai

seseorang yang mengingatkan apabila masyarakat lupa memberikan sumbangan.

Ssumbangan itu tidak ditentukan besaran atau jumlahnya melainkan diberikan secara

sukarela. Masyarakat mengantarkan sendiri bantuan ke rumah Ketua Adat baik dalam bentuk

uang tunai maupun barang dari hasil usaha pertanian atau peternakan. Rata-rata sumbangan

yang diberikan nilainya mencapai Rp. 500 ribu sampai Rp. 1.000.000.

Pengelolaan uang dan barang yang disumbangkan masyarakat dilakukan secara

transparan. Ketua Adat selalu mengumumkan kepada penduduk desa setiap ada masyarakat

yang memberikan bantuan sehingga masyarakat tidak khawatir sumbangan diselewengkan

oleh Ketua Adat. Bantuan dibagikan secara adil dan merata kepada masyarakat yang anaknya

sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Setelah 14 tahun gagasan ini di terapkan

Page 2: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

di Desa Lubantua, masyarakat telah merasakan sendiri manfaat dan perubahannya. Kini

kehidupan masyarakat disana sudah semakin baik jika dibandingkan sebelum adanya gagasan

ini. Hal itu di tandai dengan semakin banyaknya masyarakat disana yang menamatkan

pendidikan di perguruan tinggi.

I. Latar Belakang

Desa Lumban Tua merupakan sebuah perkampungan kecil di Kecamatan Babul

Rahma, Kabupaten Aceh Tenggara yang letaknya di pedalaman kaki gunung Leusur. Jika

menempuh jalur darat melalui Kutacane, kira-kira memakan waktu selama dua jam. Sebagai

perkampungan yang terpencil, akses menuju desa tersebut seperti infrastruktur jalan masih

kurang memadai. Desa Lubantua dipimpin oleh seorang pengulu atau kepala desa (keuchik,

bahasa Aceh) yang bernama Togar Saroko Panjaitan. Desa ini dihuni 25 KK/ 90 orang

penduduk. Sebagian masyarakat Lubantua bekerja sebagai petani jagung dan padi. Sebagian

yang lain bekerja sebagai peternak babi, kambing dan sapi. Meski tinggal di perkampungan

kecil dan pedalaman namun pemikiran masyarakatnya sudah tergolong maju. Bagi penduduk

Desa Lumban Tua pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Mereka meyakini bahwa

dengan pendidikan akan mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Sayangnya mereka

tidak mampu membayar biaya pendidikan di perguruan tinggi sehingga mereka hanya

menyekolahkan anak sampai ke tingkat SMA saja. Melanjutkan pendidikan ke perguruan

tinggi membutuhkan biaya yang mahal

Hal ini yang agaknya sangat sukar bagi masyarakat Desa Lumban Tua yang hanya

berpencaharian sebagai petani dan peternak. Pendapatan mereka dari usaha tersebut ternyata

hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja dan tidak untuk membiayai

sekolah anak-anak mereka ke perguruan tinggi. Kenyataan ini berbenturan dengan keinginan

remaja lubantua untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

II INISIASI

Pada tahun 1998, Barkat Saniapar Panjaitan, ketua adat Lumban Tua saat itu, beserta

aparatur desa menginisiasi gagasan Peleng Ngari. Peleng Ngari merupakan bahasa lokal

masyarakat Lumban Tua. Peleng Ngari awalnya sebutan untuk petani yang saling bahu

membahu saat musim cocok tanam dan musim panen tiba untuk membantu masyarakat yang

memiliki anak yang sedang menjalankan pendidikan di perguruan tinggi. Ide ini muncul

setelah ketua adat melihat keresahan masyarakat dalam membiayai pendidikan anak mereka

di perguruan tinggi. Seperti yang disebutkan di atas, masyarakat Lubantua umumnya hanya

Page 3: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

berprofesi sebagai petani dan peternak biasa. Rata-rata pendapatan rumah tangga hanya

sekitar 750 ribu rupiah/bulan. Pendapatan ini seringkali tidak mencukupi untuk menutupi

kebutuhan rumah tangga sehari-hari.

Sistem tradisional masyarakat Lubantua sangat tergantung pada sosok ketua adat.

Peran kedua adat penting dan sangat mempengaruhi sistem sosial masyarakat Lumban Tua

secara keseluruhan sehingga pengaruh kepala desa menjadi berkurang. Kepala desa hanya

mengurus administrasi dan birokrasi yang berhubungan dengan pemerintah. Hal lain yang

mempengaruhi sistem sosial mereka adalah pendidikan. Pendidikan penduduk Desa Lumban

Tua rata-rata hanya tamat SMP (sekolah menengah pertama) sehingga rendahnya derajat

pendidikan ini menjadi masalah utama yang dihadapi masyarakat.

Melihat kondisi ini Barkat Saniapar Panjaitan sebagai ketua adat dan Togar Saroko

sebagai kepala desa merasa dan kemudian berusaha untuk mencari solusi yang terbaik agar

masyarakat bisa dan mampu membiayai pendidikan tinggi anak-anaknya. Dari hasil

musyawarah dan mufakat dengan masyarakat disepakati bahwa apabila terdapat anak Desa

Lumban Tua yang sedang bersekolah di perguruan tinggi maka akan diberikan beasiswa

dalam bentuk barang dan atau uang dari hasil panen.

Untuk mensosialisasikan inisiasi ini, Barkat Saniapar Panjaitan dan aparatur desa

lainnya berinisiatif membuat pertemuan dengan seluruh masyarakat Lumban Tua. Kebetulan

rencana mengadakan sosialisasi inisiasi ini bertepatan dengan pagelaran adat palu gondang

pitu. Palu gondang pitu merupakan pagelaran adat yang dilaksanakan setiap musim panen

tiba sebagai wujud rasa syukur masyarakat Lumban Tua kepada Tuhan dan alam semesta.

Dalam acara adat palu gondang pitu kemudian dibicarakan pula mengenai inisiasi Peleng

Ngari. Masyarakat tidak serta merta menerima gagasan ini sehingga proses konsolidasi

gagasan berlangsung alot dan disertai pro-kontra. Masyarakat yang setuju menganggap

gagasan ini sangat positif dan nantinya bisa meringankan beban dalam membiayai pendidikan

di perguruan tinggi. Sementara yang tidak setuju mempersoalkan gagasan ini.

Menurut kepala Desa Togar Saroko Panjaitan ada beberapa alasan yang menyebakan

masyarakat menolak inisiasi. Pertama, mereka beranggapan hal ini akan merugikan bagi

keluarga (pasangan) muda yang anaknya masih kecil atau pasangan suami isteri yang belum

punya anak. Kedua, masyarakat yang tidak setuju mengkhawatirkan warga yang telah

diberikan beasiswa tidak mau membantu kembali atau melupakan jasa yang telah diberikan

dikemudian hari. Temuan ini diperkuat dari hasil wawancara dengan dua masyarakat yang

menolak dan berpendapat bahwa Peleng Ngari memberatkan dan menambah beban baru bagi

Page 4: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

keluarga muda yang baru menikah.1 Untuk mengatasi hal ini ketua adat dan kepala desa saat

itu berusaha meyakinkan mereka bahwa inisiasi Peleng Ngari merupakan solusi untuk

meringankan beban orang tua dalam membiayai pendidikan anak nya di perguruan tinggi.

Dan inisiasi ini merupakan untuk kepentingan desa di masa yang akan datang.

Struktur sosial masyarakat desa Lumban Tua yang masih sangat dipengaruhi oleh

kharisma seorang ketua adat. Setiap permasalahan yang muncul bisa diselesaikan langsung

ketua adat dengan menawarkan jalan keluar dan solusi terkait dengan inisiasi Peleng Ngari.

Terkait dengan penolakan inisiasi, ketua adat kemudian menawarkan solusi dimana keluarga

dengan pendapatan rendah, keluarga baru menikah dan petani yang gagal panen tidak

diwajibkan memberikan sumbangan namun mereka boleh menyumbangkan atas dasar

sukarela. Kebijakan yang diambil perangkat desa ini kemudian diterima semua penduduk

dan Peleng Ngari bisa dijalankan dan kuat dukungan masyarakat memudahkan pelaksanaan

peleng Ngari. Dukungan ini penting sebagai wujud konsolidasi internal masyarakat desa

Lumban Tua dan akan berpengaruh pada keberlanjutan Peleng Ngari.2

II. Implementasi

Pelaksanaan program beasisswa dari desa untuk desa ini memiliki corak tersendiri.

Ketua adat masyarakat desa Lumban Tua berfungsi sebagai pengatur administrasi dalam

penerimaan kontribusi sumberdaya dan pemberi dana bagi keluarga yang mempunyai anak

yang sedang dalam pendidikan di perguruan tinggi. Setelah panen baik palawija ataupun

ternak, masyarakat langsung menyisihkan kepada ketua adat sebagai sumbagan Pelang Ngari.

Ketua adat kemudian akan melanjutkan beasiswa tersebut kepada penerima yang

notebenenya adalah pemuda desa yang sedang menempuh pendidikan tinggi itu baik dalam

bentuk barang ataupun dalam bentuk uang. Dana yang diberika untuk Pele Ngari sangat

beragam dan bervariasi jumlahnya. Nilainya bisa mencapai Rp. 300 ribu sampai 4 juta rupiah

per keluarga. Akan tetapi, jika diberikan selama musim paceklik angka itu bisa lebih rendah,

berkisar antara 100 ribu sampai 1 juta rupiah per keluarga. Jika hasil panen melimpah dana

yang terkumpul ke ketua adat bisa mencapai 25 juta rupiah3.

Lebih lanjut, Peleng Ngari bekerja seperti siklus. Setiap pemuda yang sudah sukses

dalam pendidikanya bertanggung jawab untuk memberikan kontribusinya pada desa dalam

1 Hasil wancara dengan Tato dan Dianta Ceasar, masyarakat Lubantua yang menolak inisiasi Peleng Ngari2 Hasil wawancara dengan ketua adat Barkat Saniapar Panjaitan tanggal 14 Agustus 20123 Hasil wawancara dengan ketua adat tanggal 14 Agustus 2012

Page 5: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

bentuk bantuan beasiswa ataupun lainnya sehingga ini menciptakan hubungan timbal balik

dan siklus saling memberikan mamfaat dalam masyarakat. Dari sisi kelembagaan, struktur

Peleng Ngari disesuaikan dan bekerja dalam struktur masyarakat adat Lumban Tua. Sebagai

ketua adat, Barkat Saniapar Panjaitan tetap berperan sebagai pengumpul sekaligus pengawas

jalannya inisiasi ini. Kepala desa, Togar Saroko Panjaitan hanya mengurusi administrasi lain

di desa dan kecamatan. Meski secara struktural inisiasi ini berpusat pada sosok Barkat

Saniapar Panjaitan namun masyarakat juga ikut serta dalam mengawal jalannya inisiasi,

masyarakat bisa langsung berpatisipasi mengawasi dan juga memonitor proses

pelaksanaannya.

Dalam proses pemberian kontribusi, masyarakat desa Lumban Tua harus menjual

hasil panen kemudian diserahkan kepada ketua adat dalam bentuk uang kecuali komoditas

primer seperti beras dan telur. Karena sifatnya yang primer atau penting dalam kebutuhan

sehari-hari masyarakat, beras dan telur dapat disumbangkan langsung ke anak yang sedang

melanjutkan pendidikan tinggi dengan pemberitahuan kepada ketua adat. Dana beasiswa

yang terkumpul tidak disimpan pada bank tertentu tetapi disimpan di rumah ketua adat atas

dasar kepercayaan masyarakat.

Jumlah beasiswa Peleng Ngari yang diberikan kepada penerima beasiswa bisa

mencapai Rp 1.200.000. Sementara pemberian oaring tua biasanya tak lebih dari Rp

750.000.4 Pemberian beasiswa itu dilaksanakan dalam masa panen dan tidak bersifat regular

atau bulanan.Pengumpulan bantuan beasiswa dilakukan pada musim panen. Barang atau

panenan yang diserahkan kepada perwakilan penerima Peleng Ngari dalam hal ini ketua adat

adalah hasil dari sumber daya alam yang diolah masyarakat untuk kebutuhannya sebagai

sumber utama anggaran beasiswa.

Dalam proses pelaksanaan Peleng Ngari peran ketua adat, Barkat Saniapar Panjaitan,

sebagai tokoh kharismatik sangat sentral. Ketua adat merupakan penanggungjawab

keseluruhan pelaksanaan program dari proses penerimaan dari masyarakat sampai dengan

pemberian kepada penerima mamfaat. Pada sisi lain, ketua adat juga menjadi pengontrol

sekaligus mengawasi proses implementasinya pada setiap tahapan. Ketua adat juga ikut

berperan dalam proses evaluasi. Sistem evaluasi yang digunakan merupakan terjemahan dari

sistem tradisional masyarakat Lubantua itu sendiri. Ketua adat menjadi sosok yang akan

langsung menegur dan memberi sanksi setiap kesalahan yang terjadi misalnya jika ada

sebagian warga tidak dan menolak memberikan kontribusi3. Ketua adat lebih lanjut akan

4 Hasil wawancara dengan orang tua penerima beasiswa tanggal 14 Agustus 2012

Page 6: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

melihat dan mempelajari kondisi dari warganya yang tidak membayar. Jika terdapat keluarga

yang tidak sanggup membayar akibat kerugian dan hasil panen yang sedikit maka orang

tersebut dibolehkan untuk tidak membayar. Akan tetapi jika tidak membayar padahal hasil

panennya melimpah maka sang ketua adat langsung menegurnya dan akan dikenakan sanksi

adat. Hal ini juga berlaku pada setiap penerimaan beasiswa. Ketua adat sendiri yang akan

mengawasi dan meminta keterangan penerima yang sedang menuntut ilmu di perguruan

tinggi apakah mereka sudah menerima beasiswa atau tidak dan bagaimana beasiswa

digunakan.

Gambar 1.1 Usaha pertanian Masyarakat Lubantua

Page 7: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

Gambar 1.2Aktivitas pertanian Masyarakat Lubantua

Gambar 1.3Panenan yang dikumpul untuk Peleng Ngari

IV Dampak Substantif

Selama 14 tahun inisiasi ini berjalan kini dampaknya telah dirasakan sendiri oleh

masyarakat Lumban Tua. Sampai penelitian ini di lakukan (14/8/2012), menurut Barkat

Saniapar Panjaitan saat ini terdapat 25 orang yang sedang menempuh pendidikan di

perguruan tinggi. Umumnya mereka tersebar di berbagai universitas dan akademi yang ada di

Sumatera Utara seperti, Universitas Negeri Medan, Universitas Sumatera Utara, dan

Akademi Artha. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 20 orang.

Sampai sejauh ini 17 orang sarjana yang telah lulus karena kebijakan Peleng Ngari ini dan

telah bekerja di instansi pemerintah dan swasta di kabupaten Aceh Tenggara. Ke tujuh belas

sarjana beasiswa Peleng Ngari tersebut adalah sebagai berikut :

No Nama Lulusan Pekerjaan Status

1 Guntara P. Kedokteran Umum Universitas

Sumatera Utara, Medan

Dokter RSUD Kuta Cane,

Aceh Tenggara

Tenaga

Kontrak

Page 8: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

2 Dianta Caisar FKIP Bahasa Inggris Universitas

Negeri Medan

Guru SMA Negeri Perisai,

Kuta Cane

PNS

3 Jilene Akademi Kebidanan Artha Kabanjahe Bidan di PUSTU Kec.

Leuser

Honorer

4 Sudarman Ekonomi Pembangunan Universitas

Medan Area

Banker BRI Kuta Cane Tenaga

Kontrak

5 Lintoro Keperawatan, Akedemi Keperawatan

Artha Kabanjahe

Perawat RSUD Kuta Cane PNS

6 Arman

Marpaung

Perikanan, USU Medan Dinas Perikanan PNS

7 Hazar

Sukareksi

FKIP Matematika Universitas Medan

Area

Guru SMP Negeri Lawe

Sigala-gala

PNS

8 Hartato

Marpaung

Farmasi Politekes Medan Apoteker Wiraswasta

9 Arpina Harnita Farmasi Politekes Medan Apoteker RSUD Kuta Cane PNS

10 Mike Adrian Keperawatan Akademi Keperawatan

Artha Kabanjahe

Perawat Puskesmas Kuta

Cane

PNS

11 Babar Siahaan Pertanian, USU Medan UPT Pertanian Kec. Bambel PNS

12 Aprilia Hukum, Universitas Harapan Medan Kantor Kejaksaan PNS

13 Cikita

Peranginan

FKIP Bahasa Indonesia Unimed Guru SMA Negeri 4 Kota

Cane

PNS

14 John Johanes Akuntansi, Universitas Katolik,

Medan

Show room Yamaha Kuta

Cane

Pegawai

Swasta

15 Budiman

Rambe

Hukum, Universitas Harapan Dinas Sosial Kuta Cane PNS

16 Trinanda P. FKIP Matematika, Unimed Guru SMA Negeri 1 Badar PNS

17 Ariel Tripan FKIP Kimia USU Guru SMA Negeri 1 sigala-

gala

Honorer

Bagi lulusan yang telah bekerja dan mapan secara sadar dan sukarela akan

menyisihkan sebagian dari gajinya untuk diberikan kepada ketua adat atau langsung di

Page 9: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

berikan untuk membantu keluarga yang sedang menguliahkan anak nya di perguruan tinggi.

Ini yang membuktikan bahwa sistem balas budi dikalangan masyarakat Lubantua masih

mengakar dengan kuat. Selain itu rasa solidaritas dan gotong royong masyarakat masih

sangat kental.

Dilihat dari sisi kelembagaan, struktur Peleng Ngari disesuaikan dengan struktur

masyarakat adat Lumban Tua. Sebagai ketua adat, Barkat Saniapar Panjaitan tetap berperan

sebagai pengumpul, pengontrol sekaligus yang mengawasi jalannya inisiasi ini. Sementara

kepala desa, Togar Saroko Panjaitan hanya mengurusi persoalan administrasi desa pada

tingkat desa dan kecamatan. Meski secara structural hanya berpusat Peleng Ngari berpusat

pada sosok Barkat Saniapar Panjaitan namun masyarakat juga ikut serta dalam mengawal

jalannya inisiasi selain sebagai penyumbang bantuan sehingga proses pelaksanaan peleng

Ngari mejadi lebih baik seiring dengan bertambahnya kesadaran dan kesukarelaan

masyarakat. Masyarakat agaknnya sudah semakin sadar akan pentingnya sumbangan yang

mereka berikan.

Pada sisi lain, semakin baiknya tingkat pendidikan masyarakat juga berpengaruh

terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Lumbantua. Misalnya masyarakat tidak lagi

merasa khawatir ketika punya keinginan menguliahkan anaknya di perguruan tinggi karena

eksistensi beasiswa Peleng Ngari. Padahal dalam masa-masa tahun 1990-an sebelum ada

inisiasi Peleng Ngari masyarakat merasa khawatir ketika anaknya ingin melanjutkan

pendidikan di perguruan tinggi. Mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan di

perguruan tinggi dianggap sebagai sesuatu yang tidak patut dan tidak sesuai dengan adat

kebisaan. Alasan ini yang kerap kali digunakan oleh orang tua masyarakat Lumban Tua yang

tidak memiliki cukup uang untuk membiayai pendidikan anaknya di perguruan tinggi. Di

masa ini pula jumlah pernikahan usia muda meningkat. Karena rata-rata setelah selesai tamat

sekolah menengah pertama (SMP) atau sekolah menengah atas (SMA) mereka tidak

melanjutkan pendidikannya dan langsung menikah.

Peleng Ngari secara tidak langsung juga menjadi mekanisme penyadaran masyarakat

tentang pendidikan itu sendiri. Dengan adanya kesadaran terhadap pendidikan dan timbul nya

kemauan untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi secara tidak langsung akan juga

berpengaruh secara sistemik pada perubahan perilaku masyarakat, termasuk menekan angka

penduduk yang menikah muda. Dalam jangka panjang hal ini akan membawa kesejahteraan

bagi penduduk desa Lumbantua dan berdampak pada pembangunan, perubahan mental serta

karakter sosial masyarakat.

Page 10: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

Perubahan perilaku misalnya bisa dilihat juga dari meningkatnya kesadaran

masyarakat terhadap nilai komunalitas. Masyarakat sudah semakin sadar pentingnya

sumbangan yang mereka berikan. Terbukti dari pemberian sumbangan dari masyarakat setiap

pasca panen tiba dan jika hasilnya banyak maka sebagian langsung diberikan sebagai bantuan

biaya pendidikan. Berbeda ketika inisiasi Peleng Ngari baru di implementasikan, kesediaan

dan kesukarelaan masyarakat untuk memberikan bantuan masih sedikit. Masyarakat harus di

tegur terlebih dahulu oleh Barkat Saniapar Panjaitan untuk memberikan bantuan.

V Institusionalisasi dan Tantangan

Setelah inisiasi Peleng Ngari berjalan selama14 tahun tentunya harus ada beberapa

terobosan agar inisiasi Peleng Ngari bisa tetap berlanjut dan berkembang karena tidak mudah

mempertahankan gagasan yang muncul atas dasar budaya dan kerifan lokal dan tidak

dikelola dalam sebuah system managemen modern. Untuk itu Barkat Saniapar Panjaitan

merancang beberapa strategi. Pertama, penguatan struktur Peleng Ngari. Upaya ini dilakukan

dengan menyusun kembali pembagian kerja secara lebih spesifik. Sebelumnya struktur hanya

berpusat pada sosok Barkat Saniapar Panjaitan yang berperan sebagai pengumpul, penyalur

sekaligus yang mengawasi jalannya inisiasi. Namun sistem ini pelan-pelan terus diubah

dengan mengangkat beberapa masyarakat yang khusus menangani pengumpulan, dan

penyaluran bantuan.

Meski beberapa terobosan dilakukan untuk pembenahan kelembagaan agar lebih baik

namun tantangan tetap dan selalu ada. Menurut Barkat Saniapar Panjaitan tantangan bisa

terjadi dari dalam atau luar masyarakat. Hambatan dari dalam terhadap Peleng Ngari adalah,

pertama, belum adanya tenaga yang profesional dalam mengelola inisiasi pele ngari. Tenaga

profesional sangat diperlukan karena sistem yang digunakan oleh desa setempat masih

berbasis tradisional. Untuk pengembanganya perlu tenaga yang dapat memproses program

desa tersebut ke arah yang lebih baik. Tantangan ini misalnya dapat dijawab oleh masyarakat

Lumban Tua penerima beasiswa tersebut. Mereka diharuskan untuk memberikan kontribusi

dan sumbangan pikirannya sebagai bentuk kontribusi timbal balik dari mantan penerima

beasiswa.

Kedua, sumber daya alam . Desa Lumban Tua memiliki sumber daya alam pertanian dan

perternakan yang baik. Alam menjadi faktor utama yang menentukan penghasilan desa

tersebut. Ini secara langsung ikut mempengaruhi kehidupan desa Lumban Tua. Penghasilan

Page 11: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

utama dan ketenagakerjaan terfokus pada sektor pertanian dan perternakan. Ketergantungan

pada alam pada sisi lain juga ikut berpengaruh pada pendapatan penduduk. Pada saat alam

kurang kondusif maka akan mempengaruhi penghasilan masyarakat desa dan ini membawa

tantangan juga pada program beasiswa Peleng Ngari ini. Jika ini terjadi, maka penghasilan

utama masyarakat desa menurun dan akan mempengaruhi penurunan jumlah patungan

masyarakat untuk beasiswa.

Ketiga, sistem tata kelola Pelen nNari . Peleng ngari tidak memiliki sistem baku dan formal

serta tidak ada mekanisme pencatatan secara khusus dan rapi. Sistem ini lahir dari kearifan

lokal masyarakat sendiri dan hanya diikat oleh kesadaran komunalitas semata. Program

tersebut patut diapresiasi dan telah terbukti berhasil merobah pola pikir masyarakat, akan

tetapi seiring kemajuan teknologi modern dan meningkatnya kapasitas intelektual manusia

dan tanpa ada penguatan sistem tradisional dengan sistem yang lebih sistematis

dikhawatirkan kebijakan tersebut lambat laun semakin menjadi tidak populis dan terkesan

kuno. Hal ini tentu sangat mempengaruhi keberlanjutan program terutama ketika tidak

adanya regenarasi terhadap tokoh adat yang berkarakter kharismatik.

Persoalan lain dari inisiasi Peleng Ngari ini adalah tidak adanya kriteria spesifik

terhadap pemberian penghasilan untuk peleng ngari/ beasiswa desa mengingat hasil panen

tidak bisa dipastikan banyak sedikitnya. Bagi keluarga yang memiliki lahan sedikit maka sulit

untuk memberikan dan menyisihkan hasil kerjanya. Demikian juga bagi pasangan yang baru

menikah sangat sulit untuk menyisihkan sebagian pendapatan untuk beasiswa ini,

Permasalahan ini biasanya muncul pada musim paceklik atau musim pancaroba dan hasil

pertanian dan perternakan menurun sehingga berpengaruh pada menurunnya jumlah anggaran

untuk Peleng Ngari.

VI Lesson learned

Dari inisiasi Peleng Ngari pada masyarakat desa Lumbantua, kecamatan Babul Rahma

kabupaten Aceh Tenggara dapat dipetik beberapa pelajaran yang memungkinkan diterapkan

di daerah-daerah lain nya di Indonesia, antara lain:

1. Pentingnya bantuan swadaya dari masyarakat. Inisiasi Peleng Ngari adalah salah

satu upaya yang sangat baik dari masyarakata Lumban Tua dalam mengatasi

persoalan kesulitan dana membiayai kuliah di perguruan tinggi. Berawal dari

kesulitan masyarakat dalam hal membiayai pendidikan anak-anaknya yang ingin

Page 12: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

melanjutkan pendidikan tinggi, Peleng ngari kini telah banyak memberikan manfaat

kepada masyarakat. Anak-anak desa Lubantua mereka telah menjadi sarjana dan kini

telah bekerja di berbagai instansi pemerintah dan swasta di kabupaten Aceh Tenggara.

Partisipasi swadaya masyarakat Lumban Tua ternyata sangat efektif dalam menjawab

persoalan-persoalan masyarakat dalam hal pembiayaan pendidikan. Selain itu, Peleng

Ngari juga menguatkan solidaritas dan budaya gotong royong dalam masyarakat.

Sesuatu yang tentunya mulai langka dijumpai dalam masyarakat modern Indonesia.

2. Partisipasi Masyarakat. Pencapaian utama dalam program beasiswa ini adalah

adanya partisipasi masyarakat yang besar terhadap lingkungan sosialnya. Walaupun

peran kharismatik seorang ketua adat sangat mempengaruhi kehidupan sosial di

masyarakat, namun partisipasi antar elemen masyarakat sangat mempengaruhi jalanya

program ini secara keseluruhan. Didapati bahwa masyarakat setempat sangat antusias

untuk maju dalam upaya peningkatan SDM. Adanya kesadaran dan keinginan untuk

maju ini mendorong partisipasi masyarakat Lumban Tua untuk memberikan solusi

kepada setiap anggota keluarga yang anaknya melanjutkan perguruan tinggi melalui

pemberian beasiswa. Masyarakat Lumban Tua mendukung program tersebut dan

menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat penting dalam upaya mengurangi beban

orang tua yang menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi.

3. Pentingnya penguatan struktur kelembagaan. Pada tahapan implementasi, tanpa

struktur dan sistem kelembagaan yang baik sangat mustahil Peleng Ngari bisa

bertahan sampai saat ini. Sistem kelembagaan Peleng Ngari menguat dalam struktur

adat masyarakat Lumbantua dan ini agaknya menjadi kunci kekuatan sekaligus

kelemahan praktik ini. Masyarakat Lumbantua yang berkarakter rural masih sangat

memegang teguh nilai-nilai dan norma-norma sehingga partisipasi mereka menguat

karena alasan budaya yang berbasis pada tokoh minoritas dominan seperti ketua adat.

Persoalan kelembagaan dan keberlanjutan program akan muncul ketika misalnya

ketua adat meninggal dan tidak berjalannya subtitusi nilai karismatik pada ketua adat

yang baru.

4. Pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana. Transparansi berkaitan dengan

pengelolaan dana yang terkumpul dari masyarakat. Dana yang ada seluruhnya

dipegang oleh ketua adat namun untuk menghindari kecurigaan akan penyelewengan

Page 13: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)

setiap kali selesai tahap pengumpulan selanjutnya dana itu harus diumumkan ke

masyarakat jumlah keseluruhan dana yang terkumpul.

VII Peluang replikasi

Meskipun program ini tidak memiliki dokumentasi yang baik sebagai sarana

desiminasi dan sosialisasi, inisiasi Peleng Ngari sangat mungkin direplikasikan oleh

masyarakat di daerah lain. Unsur-unsur yang dibutuhkan ialah ketersediaan seluruh

komponen dan perangkat desa seperti, kepala desa, ketua adat dan tentunya masyarakat.

Unsur ini penting diperhatikan karena aktor-aktor inilah yang akan menjalankan inisiasi.

Selain itu perlu adanya rasa solidaritas dan semangat gotong royong yang tinggi dalam suatu

masyarakat. Prinsip-prinsip kejujuran dan tanggungjawab perlu dikedepankan karena Peleng

Ngari lebih sebagai bentuk kerjasama sukarela dan diikat oleh semangat komunalitas.

Dalam kasus masyarakat Lumban Tua sokongan dana hanya berasal dari hasil

pertanian dan peternakan namun dengan rasa solidaritas dan semangat gotong royong sangat

tinggi inisiasi bisa berlanjut sampai saat ini. Namun tentunya sokongan dana yang hanya

berasal dari sumber pertanian dan peternakan menjadi tantangan tersendiri. Sering kali hasil

panen mengalami penurunan karena berbagai faktor alam, begitu juga dengan ternak. Hal ini

mempengaruhi jumlah bantuan dari masyarakat. Jauhnya teknologi informatika membuat

tidak terekposnya program ini secara baik dan ikut berpengaruh pada sulitnya replikasi

program ini. Menurut pemamparan ketua adat sejauh ini belum ada desa lain di aceh tenggara

yang mencoba mempelajari dan mereplikasi praktik pelang Ngari ini.

NARASUMBER

1. Togar saroko panjaitan, kepala desa Lubantua,

2. Barkat saniapar panjaitan, tokoh dan ketuan desa Lubantua

3. dr.Guntara panjaitan, alumni penerima beasiswa Peleng Ngari

4. Tian boru parbaungan, orang tua penerima beasiswa Peleng Ngari

5. Toto, masyarakat pemberi beasiswa

6. Dianta Ceasar, Masyarakat Pemberi beasiswa