![Page 1: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/1.jpg)
NASKAH LAPORAN NARATIFPELENG NGARI: BEASISWA DARI DESA UNTUK DESA,
KABUPATEN ACEH TENGGARATim Peneliti: Tarmiji, Ika Kasturi Munandar, Shilahuddin Fahmi
RINGKASAN
Di era modern dan globalisasi saat ini persaingan untuk mendapatkan kehidupan yang
layak semakin ketat. Untuk mengimbangi tantangan zaman tersebut salah satunya adalah
dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan itu bisa tercapai melalui pendidikan.
Hal itu yang agaknya telah disadari oleh Masyarakat Desa Lubantua. Desa Lubantua
merupakan sebuah perkampungan kecil di Kecamatan Babul Rahma, yang terletak di
pedalaman kaki gunung Leusur. Mayoritas masyarakat bekerja sebagai petani
berpenghasilan rendah. Pendapatan mereka hanya mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan sehari-hari saja dan membiayai pendidikan anak-anak mereka sampai enjang
Sekolah Menengah Atas. Ini berbenturan dengan keinginan anak-anak masyarakat Desa
Lubantua untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Di sisi lain biaya untuk
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi semakin mahal dan tidak terjangkau oleh
masyarakat.
Dilatarbelakangi oleh kondisi ini Ketua Adat Desa Lubantua membentuk Peleng
Ngari. Peleng Ngari merupakan bahasa lokal masyarakat Lubantua yang berarti bantu-
membantu atau swadaya. Tujuan dari Peleng Ngari adalah membantu biaya pendidikan bagi
masyarakat kurang mampu yang anaknya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi.
Peleng Ngari dipimpin oleh Ketua Adat--dibantu kepala desa--yang bertugas
menghimpun bantuan dari sumbangan masyarakat. Ketua adat juga berperan sebagai
seseorang yang mengingatkan apabila masyarakat lupa memberikan sumbangan.
Ssumbangan itu tidak ditentukan besaran atau jumlahnya melainkan diberikan secara
sukarela. Masyarakat mengantarkan sendiri bantuan ke rumah Ketua Adat baik dalam bentuk
uang tunai maupun barang dari hasil usaha pertanian atau peternakan. Rata-rata sumbangan
yang diberikan nilainya mencapai Rp. 500 ribu sampai Rp. 1.000.000.
Pengelolaan uang dan barang yang disumbangkan masyarakat dilakukan secara
transparan. Ketua Adat selalu mengumumkan kepada penduduk desa setiap ada masyarakat
yang memberikan bantuan sehingga masyarakat tidak khawatir sumbangan diselewengkan
oleh Ketua Adat. Bantuan dibagikan secara adil dan merata kepada masyarakat yang anaknya
sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Setelah 14 tahun gagasan ini di terapkan
![Page 2: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/2.jpg)
di Desa Lubantua, masyarakat telah merasakan sendiri manfaat dan perubahannya. Kini
kehidupan masyarakat disana sudah semakin baik jika dibandingkan sebelum adanya gagasan
ini. Hal itu di tandai dengan semakin banyaknya masyarakat disana yang menamatkan
pendidikan di perguruan tinggi.
I. Latar Belakang
Desa Lumban Tua merupakan sebuah perkampungan kecil di Kecamatan Babul
Rahma, Kabupaten Aceh Tenggara yang letaknya di pedalaman kaki gunung Leusur. Jika
menempuh jalur darat melalui Kutacane, kira-kira memakan waktu selama dua jam. Sebagai
perkampungan yang terpencil, akses menuju desa tersebut seperti infrastruktur jalan masih
kurang memadai. Desa Lubantua dipimpin oleh seorang pengulu atau kepala desa (keuchik,
bahasa Aceh) yang bernama Togar Saroko Panjaitan. Desa ini dihuni 25 KK/ 90 orang
penduduk. Sebagian masyarakat Lubantua bekerja sebagai petani jagung dan padi. Sebagian
yang lain bekerja sebagai peternak babi, kambing dan sapi. Meski tinggal di perkampungan
kecil dan pedalaman namun pemikiran masyarakatnya sudah tergolong maju. Bagi penduduk
Desa Lumban Tua pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Mereka meyakini bahwa
dengan pendidikan akan mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Sayangnya mereka
tidak mampu membayar biaya pendidikan di perguruan tinggi sehingga mereka hanya
menyekolahkan anak sampai ke tingkat SMA saja. Melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi membutuhkan biaya yang mahal
Hal ini yang agaknya sangat sukar bagi masyarakat Desa Lumban Tua yang hanya
berpencaharian sebagai petani dan peternak. Pendapatan mereka dari usaha tersebut ternyata
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja dan tidak untuk membiayai
sekolah anak-anak mereka ke perguruan tinggi. Kenyataan ini berbenturan dengan keinginan
remaja lubantua untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
II INISIASI
Pada tahun 1998, Barkat Saniapar Panjaitan, ketua adat Lumban Tua saat itu, beserta
aparatur desa menginisiasi gagasan Peleng Ngari. Peleng Ngari merupakan bahasa lokal
masyarakat Lumban Tua. Peleng Ngari awalnya sebutan untuk petani yang saling bahu
membahu saat musim cocok tanam dan musim panen tiba untuk membantu masyarakat yang
memiliki anak yang sedang menjalankan pendidikan di perguruan tinggi. Ide ini muncul
setelah ketua adat melihat keresahan masyarakat dalam membiayai pendidikan anak mereka
di perguruan tinggi. Seperti yang disebutkan di atas, masyarakat Lubantua umumnya hanya
![Page 3: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/3.jpg)
berprofesi sebagai petani dan peternak biasa. Rata-rata pendapatan rumah tangga hanya
sekitar 750 ribu rupiah/bulan. Pendapatan ini seringkali tidak mencukupi untuk menutupi
kebutuhan rumah tangga sehari-hari.
Sistem tradisional masyarakat Lubantua sangat tergantung pada sosok ketua adat.
Peran kedua adat penting dan sangat mempengaruhi sistem sosial masyarakat Lumban Tua
secara keseluruhan sehingga pengaruh kepala desa menjadi berkurang. Kepala desa hanya
mengurus administrasi dan birokrasi yang berhubungan dengan pemerintah. Hal lain yang
mempengaruhi sistem sosial mereka adalah pendidikan. Pendidikan penduduk Desa Lumban
Tua rata-rata hanya tamat SMP (sekolah menengah pertama) sehingga rendahnya derajat
pendidikan ini menjadi masalah utama yang dihadapi masyarakat.
Melihat kondisi ini Barkat Saniapar Panjaitan sebagai ketua adat dan Togar Saroko
sebagai kepala desa merasa dan kemudian berusaha untuk mencari solusi yang terbaik agar
masyarakat bisa dan mampu membiayai pendidikan tinggi anak-anaknya. Dari hasil
musyawarah dan mufakat dengan masyarakat disepakati bahwa apabila terdapat anak Desa
Lumban Tua yang sedang bersekolah di perguruan tinggi maka akan diberikan beasiswa
dalam bentuk barang dan atau uang dari hasil panen.
Untuk mensosialisasikan inisiasi ini, Barkat Saniapar Panjaitan dan aparatur desa
lainnya berinisiatif membuat pertemuan dengan seluruh masyarakat Lumban Tua. Kebetulan
rencana mengadakan sosialisasi inisiasi ini bertepatan dengan pagelaran adat palu gondang
pitu. Palu gondang pitu merupakan pagelaran adat yang dilaksanakan setiap musim panen
tiba sebagai wujud rasa syukur masyarakat Lumban Tua kepada Tuhan dan alam semesta.
Dalam acara adat palu gondang pitu kemudian dibicarakan pula mengenai inisiasi Peleng
Ngari. Masyarakat tidak serta merta menerima gagasan ini sehingga proses konsolidasi
gagasan berlangsung alot dan disertai pro-kontra. Masyarakat yang setuju menganggap
gagasan ini sangat positif dan nantinya bisa meringankan beban dalam membiayai pendidikan
di perguruan tinggi. Sementara yang tidak setuju mempersoalkan gagasan ini.
Menurut kepala Desa Togar Saroko Panjaitan ada beberapa alasan yang menyebakan
masyarakat menolak inisiasi. Pertama, mereka beranggapan hal ini akan merugikan bagi
keluarga (pasangan) muda yang anaknya masih kecil atau pasangan suami isteri yang belum
punya anak. Kedua, masyarakat yang tidak setuju mengkhawatirkan warga yang telah
diberikan beasiswa tidak mau membantu kembali atau melupakan jasa yang telah diberikan
dikemudian hari. Temuan ini diperkuat dari hasil wawancara dengan dua masyarakat yang
menolak dan berpendapat bahwa Peleng Ngari memberatkan dan menambah beban baru bagi
![Page 4: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/4.jpg)
keluarga muda yang baru menikah.1 Untuk mengatasi hal ini ketua adat dan kepala desa saat
itu berusaha meyakinkan mereka bahwa inisiasi Peleng Ngari merupakan solusi untuk
meringankan beban orang tua dalam membiayai pendidikan anak nya di perguruan tinggi.
Dan inisiasi ini merupakan untuk kepentingan desa di masa yang akan datang.
Struktur sosial masyarakat desa Lumban Tua yang masih sangat dipengaruhi oleh
kharisma seorang ketua adat. Setiap permasalahan yang muncul bisa diselesaikan langsung
ketua adat dengan menawarkan jalan keluar dan solusi terkait dengan inisiasi Peleng Ngari.
Terkait dengan penolakan inisiasi, ketua adat kemudian menawarkan solusi dimana keluarga
dengan pendapatan rendah, keluarga baru menikah dan petani yang gagal panen tidak
diwajibkan memberikan sumbangan namun mereka boleh menyumbangkan atas dasar
sukarela. Kebijakan yang diambil perangkat desa ini kemudian diterima semua penduduk
dan Peleng Ngari bisa dijalankan dan kuat dukungan masyarakat memudahkan pelaksanaan
peleng Ngari. Dukungan ini penting sebagai wujud konsolidasi internal masyarakat desa
Lumban Tua dan akan berpengaruh pada keberlanjutan Peleng Ngari.2
II. Implementasi
Pelaksanaan program beasisswa dari desa untuk desa ini memiliki corak tersendiri.
Ketua adat masyarakat desa Lumban Tua berfungsi sebagai pengatur administrasi dalam
penerimaan kontribusi sumberdaya dan pemberi dana bagi keluarga yang mempunyai anak
yang sedang dalam pendidikan di perguruan tinggi. Setelah panen baik palawija ataupun
ternak, masyarakat langsung menyisihkan kepada ketua adat sebagai sumbagan Pelang Ngari.
Ketua adat kemudian akan melanjutkan beasiswa tersebut kepada penerima yang
notebenenya adalah pemuda desa yang sedang menempuh pendidikan tinggi itu baik dalam
bentuk barang ataupun dalam bentuk uang. Dana yang diberika untuk Pele Ngari sangat
beragam dan bervariasi jumlahnya. Nilainya bisa mencapai Rp. 300 ribu sampai 4 juta rupiah
per keluarga. Akan tetapi, jika diberikan selama musim paceklik angka itu bisa lebih rendah,
berkisar antara 100 ribu sampai 1 juta rupiah per keluarga. Jika hasil panen melimpah dana
yang terkumpul ke ketua adat bisa mencapai 25 juta rupiah3.
Lebih lanjut, Peleng Ngari bekerja seperti siklus. Setiap pemuda yang sudah sukses
dalam pendidikanya bertanggung jawab untuk memberikan kontribusinya pada desa dalam
1 Hasil wancara dengan Tato dan Dianta Ceasar, masyarakat Lubantua yang menolak inisiasi Peleng Ngari2 Hasil wawancara dengan ketua adat Barkat Saniapar Panjaitan tanggal 14 Agustus 20123 Hasil wawancara dengan ketua adat tanggal 14 Agustus 2012
![Page 5: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/5.jpg)
bentuk bantuan beasiswa ataupun lainnya sehingga ini menciptakan hubungan timbal balik
dan siklus saling memberikan mamfaat dalam masyarakat. Dari sisi kelembagaan, struktur
Peleng Ngari disesuaikan dan bekerja dalam struktur masyarakat adat Lumban Tua. Sebagai
ketua adat, Barkat Saniapar Panjaitan tetap berperan sebagai pengumpul sekaligus pengawas
jalannya inisiasi ini. Kepala desa, Togar Saroko Panjaitan hanya mengurusi administrasi lain
di desa dan kecamatan. Meski secara struktural inisiasi ini berpusat pada sosok Barkat
Saniapar Panjaitan namun masyarakat juga ikut serta dalam mengawal jalannya inisiasi,
masyarakat bisa langsung berpatisipasi mengawasi dan juga memonitor proses
pelaksanaannya.
Dalam proses pemberian kontribusi, masyarakat desa Lumban Tua harus menjual
hasil panen kemudian diserahkan kepada ketua adat dalam bentuk uang kecuali komoditas
primer seperti beras dan telur. Karena sifatnya yang primer atau penting dalam kebutuhan
sehari-hari masyarakat, beras dan telur dapat disumbangkan langsung ke anak yang sedang
melanjutkan pendidikan tinggi dengan pemberitahuan kepada ketua adat. Dana beasiswa
yang terkumpul tidak disimpan pada bank tertentu tetapi disimpan di rumah ketua adat atas
dasar kepercayaan masyarakat.
Jumlah beasiswa Peleng Ngari yang diberikan kepada penerima beasiswa bisa
mencapai Rp 1.200.000. Sementara pemberian oaring tua biasanya tak lebih dari Rp
750.000.4 Pemberian beasiswa itu dilaksanakan dalam masa panen dan tidak bersifat regular
atau bulanan.Pengumpulan bantuan beasiswa dilakukan pada musim panen. Barang atau
panenan yang diserahkan kepada perwakilan penerima Peleng Ngari dalam hal ini ketua adat
adalah hasil dari sumber daya alam yang diolah masyarakat untuk kebutuhannya sebagai
sumber utama anggaran beasiswa.
Dalam proses pelaksanaan Peleng Ngari peran ketua adat, Barkat Saniapar Panjaitan,
sebagai tokoh kharismatik sangat sentral. Ketua adat merupakan penanggungjawab
keseluruhan pelaksanaan program dari proses penerimaan dari masyarakat sampai dengan
pemberian kepada penerima mamfaat. Pada sisi lain, ketua adat juga menjadi pengontrol
sekaligus mengawasi proses implementasinya pada setiap tahapan. Ketua adat juga ikut
berperan dalam proses evaluasi. Sistem evaluasi yang digunakan merupakan terjemahan dari
sistem tradisional masyarakat Lubantua itu sendiri. Ketua adat menjadi sosok yang akan
langsung menegur dan memberi sanksi setiap kesalahan yang terjadi misalnya jika ada
sebagian warga tidak dan menolak memberikan kontribusi3. Ketua adat lebih lanjut akan
4 Hasil wawancara dengan orang tua penerima beasiswa tanggal 14 Agustus 2012
![Page 6: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/6.jpg)
melihat dan mempelajari kondisi dari warganya yang tidak membayar. Jika terdapat keluarga
yang tidak sanggup membayar akibat kerugian dan hasil panen yang sedikit maka orang
tersebut dibolehkan untuk tidak membayar. Akan tetapi jika tidak membayar padahal hasil
panennya melimpah maka sang ketua adat langsung menegurnya dan akan dikenakan sanksi
adat. Hal ini juga berlaku pada setiap penerimaan beasiswa. Ketua adat sendiri yang akan
mengawasi dan meminta keterangan penerima yang sedang menuntut ilmu di perguruan
tinggi apakah mereka sudah menerima beasiswa atau tidak dan bagaimana beasiswa
digunakan.
Gambar 1.1 Usaha pertanian Masyarakat Lubantua
![Page 7: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/7.jpg)
Gambar 1.2Aktivitas pertanian Masyarakat Lubantua
Gambar 1.3Panenan yang dikumpul untuk Peleng Ngari
IV Dampak Substantif
Selama 14 tahun inisiasi ini berjalan kini dampaknya telah dirasakan sendiri oleh
masyarakat Lumban Tua. Sampai penelitian ini di lakukan (14/8/2012), menurut Barkat
Saniapar Panjaitan saat ini terdapat 25 orang yang sedang menempuh pendidikan di
perguruan tinggi. Umumnya mereka tersebar di berbagai universitas dan akademi yang ada di
Sumatera Utara seperti, Universitas Negeri Medan, Universitas Sumatera Utara, dan
Akademi Artha. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 20 orang.
Sampai sejauh ini 17 orang sarjana yang telah lulus karena kebijakan Peleng Ngari ini dan
telah bekerja di instansi pemerintah dan swasta di kabupaten Aceh Tenggara. Ke tujuh belas
sarjana beasiswa Peleng Ngari tersebut adalah sebagai berikut :
No Nama Lulusan Pekerjaan Status
1 Guntara P. Kedokteran Umum Universitas
Sumatera Utara, Medan
Dokter RSUD Kuta Cane,
Aceh Tenggara
Tenaga
Kontrak
![Page 8: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/8.jpg)
2 Dianta Caisar FKIP Bahasa Inggris Universitas
Negeri Medan
Guru SMA Negeri Perisai,
Kuta Cane
PNS
3 Jilene Akademi Kebidanan Artha Kabanjahe Bidan di PUSTU Kec.
Leuser
Honorer
4 Sudarman Ekonomi Pembangunan Universitas
Medan Area
Banker BRI Kuta Cane Tenaga
Kontrak
5 Lintoro Keperawatan, Akedemi Keperawatan
Artha Kabanjahe
Perawat RSUD Kuta Cane PNS
6 Arman
Marpaung
Perikanan, USU Medan Dinas Perikanan PNS
7 Hazar
Sukareksi
FKIP Matematika Universitas Medan
Area
Guru SMP Negeri Lawe
Sigala-gala
PNS
8 Hartato
Marpaung
Farmasi Politekes Medan Apoteker Wiraswasta
9 Arpina Harnita Farmasi Politekes Medan Apoteker RSUD Kuta Cane PNS
10 Mike Adrian Keperawatan Akademi Keperawatan
Artha Kabanjahe
Perawat Puskesmas Kuta
Cane
PNS
11 Babar Siahaan Pertanian, USU Medan UPT Pertanian Kec. Bambel PNS
12 Aprilia Hukum, Universitas Harapan Medan Kantor Kejaksaan PNS
13 Cikita
Peranginan
FKIP Bahasa Indonesia Unimed Guru SMA Negeri 4 Kota
Cane
PNS
14 John Johanes Akuntansi, Universitas Katolik,
Medan
Show room Yamaha Kuta
Cane
Pegawai
Swasta
15 Budiman
Rambe
Hukum, Universitas Harapan Dinas Sosial Kuta Cane PNS
16 Trinanda P. FKIP Matematika, Unimed Guru SMA Negeri 1 Badar PNS
17 Ariel Tripan FKIP Kimia USU Guru SMA Negeri 1 sigala-
gala
Honorer
Bagi lulusan yang telah bekerja dan mapan secara sadar dan sukarela akan
menyisihkan sebagian dari gajinya untuk diberikan kepada ketua adat atau langsung di
![Page 9: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/9.jpg)
berikan untuk membantu keluarga yang sedang menguliahkan anak nya di perguruan tinggi.
Ini yang membuktikan bahwa sistem balas budi dikalangan masyarakat Lubantua masih
mengakar dengan kuat. Selain itu rasa solidaritas dan gotong royong masyarakat masih
sangat kental.
Dilihat dari sisi kelembagaan, struktur Peleng Ngari disesuaikan dengan struktur
masyarakat adat Lumban Tua. Sebagai ketua adat, Barkat Saniapar Panjaitan tetap berperan
sebagai pengumpul, pengontrol sekaligus yang mengawasi jalannya inisiasi ini. Sementara
kepala desa, Togar Saroko Panjaitan hanya mengurusi persoalan administrasi desa pada
tingkat desa dan kecamatan. Meski secara structural hanya berpusat Peleng Ngari berpusat
pada sosok Barkat Saniapar Panjaitan namun masyarakat juga ikut serta dalam mengawal
jalannya inisiasi selain sebagai penyumbang bantuan sehingga proses pelaksanaan peleng
Ngari mejadi lebih baik seiring dengan bertambahnya kesadaran dan kesukarelaan
masyarakat. Masyarakat agaknnya sudah semakin sadar akan pentingnya sumbangan yang
mereka berikan.
Pada sisi lain, semakin baiknya tingkat pendidikan masyarakat juga berpengaruh
terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Lumbantua. Misalnya masyarakat tidak lagi
merasa khawatir ketika punya keinginan menguliahkan anaknya di perguruan tinggi karena
eksistensi beasiswa Peleng Ngari. Padahal dalam masa-masa tahun 1990-an sebelum ada
inisiasi Peleng Ngari masyarakat merasa khawatir ketika anaknya ingin melanjutkan
pendidikan di perguruan tinggi. Mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan di
perguruan tinggi dianggap sebagai sesuatu yang tidak patut dan tidak sesuai dengan adat
kebisaan. Alasan ini yang kerap kali digunakan oleh orang tua masyarakat Lumban Tua yang
tidak memiliki cukup uang untuk membiayai pendidikan anaknya di perguruan tinggi. Di
masa ini pula jumlah pernikahan usia muda meningkat. Karena rata-rata setelah selesai tamat
sekolah menengah pertama (SMP) atau sekolah menengah atas (SMA) mereka tidak
melanjutkan pendidikannya dan langsung menikah.
Peleng Ngari secara tidak langsung juga menjadi mekanisme penyadaran masyarakat
tentang pendidikan itu sendiri. Dengan adanya kesadaran terhadap pendidikan dan timbul nya
kemauan untuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi secara tidak langsung akan juga
berpengaruh secara sistemik pada perubahan perilaku masyarakat, termasuk menekan angka
penduduk yang menikah muda. Dalam jangka panjang hal ini akan membawa kesejahteraan
bagi penduduk desa Lumbantua dan berdampak pada pembangunan, perubahan mental serta
karakter sosial masyarakat.
![Page 10: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/10.jpg)
Perubahan perilaku misalnya bisa dilihat juga dari meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap nilai komunalitas. Masyarakat sudah semakin sadar pentingnya
sumbangan yang mereka berikan. Terbukti dari pemberian sumbangan dari masyarakat setiap
pasca panen tiba dan jika hasilnya banyak maka sebagian langsung diberikan sebagai bantuan
biaya pendidikan. Berbeda ketika inisiasi Peleng Ngari baru di implementasikan, kesediaan
dan kesukarelaan masyarakat untuk memberikan bantuan masih sedikit. Masyarakat harus di
tegur terlebih dahulu oleh Barkat Saniapar Panjaitan untuk memberikan bantuan.
V Institusionalisasi dan Tantangan
Setelah inisiasi Peleng Ngari berjalan selama14 tahun tentunya harus ada beberapa
terobosan agar inisiasi Peleng Ngari bisa tetap berlanjut dan berkembang karena tidak mudah
mempertahankan gagasan yang muncul atas dasar budaya dan kerifan lokal dan tidak
dikelola dalam sebuah system managemen modern. Untuk itu Barkat Saniapar Panjaitan
merancang beberapa strategi. Pertama, penguatan struktur Peleng Ngari. Upaya ini dilakukan
dengan menyusun kembali pembagian kerja secara lebih spesifik. Sebelumnya struktur hanya
berpusat pada sosok Barkat Saniapar Panjaitan yang berperan sebagai pengumpul, penyalur
sekaligus yang mengawasi jalannya inisiasi. Namun sistem ini pelan-pelan terus diubah
dengan mengangkat beberapa masyarakat yang khusus menangani pengumpulan, dan
penyaluran bantuan.
Meski beberapa terobosan dilakukan untuk pembenahan kelembagaan agar lebih baik
namun tantangan tetap dan selalu ada. Menurut Barkat Saniapar Panjaitan tantangan bisa
terjadi dari dalam atau luar masyarakat. Hambatan dari dalam terhadap Peleng Ngari adalah,
pertama, belum adanya tenaga yang profesional dalam mengelola inisiasi pele ngari. Tenaga
profesional sangat diperlukan karena sistem yang digunakan oleh desa setempat masih
berbasis tradisional. Untuk pengembanganya perlu tenaga yang dapat memproses program
desa tersebut ke arah yang lebih baik. Tantangan ini misalnya dapat dijawab oleh masyarakat
Lumban Tua penerima beasiswa tersebut. Mereka diharuskan untuk memberikan kontribusi
dan sumbangan pikirannya sebagai bentuk kontribusi timbal balik dari mantan penerima
beasiswa.
Kedua, sumber daya alam . Desa Lumban Tua memiliki sumber daya alam pertanian dan
perternakan yang baik. Alam menjadi faktor utama yang menentukan penghasilan desa
tersebut. Ini secara langsung ikut mempengaruhi kehidupan desa Lumban Tua. Penghasilan
![Page 11: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/11.jpg)
utama dan ketenagakerjaan terfokus pada sektor pertanian dan perternakan. Ketergantungan
pada alam pada sisi lain juga ikut berpengaruh pada pendapatan penduduk. Pada saat alam
kurang kondusif maka akan mempengaruhi penghasilan masyarakat desa dan ini membawa
tantangan juga pada program beasiswa Peleng Ngari ini. Jika ini terjadi, maka penghasilan
utama masyarakat desa menurun dan akan mempengaruhi penurunan jumlah patungan
masyarakat untuk beasiswa.
Ketiga, sistem tata kelola Pelen nNari . Peleng ngari tidak memiliki sistem baku dan formal
serta tidak ada mekanisme pencatatan secara khusus dan rapi. Sistem ini lahir dari kearifan
lokal masyarakat sendiri dan hanya diikat oleh kesadaran komunalitas semata. Program
tersebut patut diapresiasi dan telah terbukti berhasil merobah pola pikir masyarakat, akan
tetapi seiring kemajuan teknologi modern dan meningkatnya kapasitas intelektual manusia
dan tanpa ada penguatan sistem tradisional dengan sistem yang lebih sistematis
dikhawatirkan kebijakan tersebut lambat laun semakin menjadi tidak populis dan terkesan
kuno. Hal ini tentu sangat mempengaruhi keberlanjutan program terutama ketika tidak
adanya regenarasi terhadap tokoh adat yang berkarakter kharismatik.
Persoalan lain dari inisiasi Peleng Ngari ini adalah tidak adanya kriteria spesifik
terhadap pemberian penghasilan untuk peleng ngari/ beasiswa desa mengingat hasil panen
tidak bisa dipastikan banyak sedikitnya. Bagi keluarga yang memiliki lahan sedikit maka sulit
untuk memberikan dan menyisihkan hasil kerjanya. Demikian juga bagi pasangan yang baru
menikah sangat sulit untuk menyisihkan sebagian pendapatan untuk beasiswa ini,
Permasalahan ini biasanya muncul pada musim paceklik atau musim pancaroba dan hasil
pertanian dan perternakan menurun sehingga berpengaruh pada menurunnya jumlah anggaran
untuk Peleng Ngari.
VI Lesson learned
Dari inisiasi Peleng Ngari pada masyarakat desa Lumbantua, kecamatan Babul Rahma
kabupaten Aceh Tenggara dapat dipetik beberapa pelajaran yang memungkinkan diterapkan
di daerah-daerah lain nya di Indonesia, antara lain:
1. Pentingnya bantuan swadaya dari masyarakat. Inisiasi Peleng Ngari adalah salah
satu upaya yang sangat baik dari masyarakata Lumban Tua dalam mengatasi
persoalan kesulitan dana membiayai kuliah di perguruan tinggi. Berawal dari
kesulitan masyarakat dalam hal membiayai pendidikan anak-anaknya yang ingin
![Page 12: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/12.jpg)
melanjutkan pendidikan tinggi, Peleng ngari kini telah banyak memberikan manfaat
kepada masyarakat. Anak-anak desa Lubantua mereka telah menjadi sarjana dan kini
telah bekerja di berbagai instansi pemerintah dan swasta di kabupaten Aceh Tenggara.
Partisipasi swadaya masyarakat Lumban Tua ternyata sangat efektif dalam menjawab
persoalan-persoalan masyarakat dalam hal pembiayaan pendidikan. Selain itu, Peleng
Ngari juga menguatkan solidaritas dan budaya gotong royong dalam masyarakat.
Sesuatu yang tentunya mulai langka dijumpai dalam masyarakat modern Indonesia.
2. Partisipasi Masyarakat. Pencapaian utama dalam program beasiswa ini adalah
adanya partisipasi masyarakat yang besar terhadap lingkungan sosialnya. Walaupun
peran kharismatik seorang ketua adat sangat mempengaruhi kehidupan sosial di
masyarakat, namun partisipasi antar elemen masyarakat sangat mempengaruhi jalanya
program ini secara keseluruhan. Didapati bahwa masyarakat setempat sangat antusias
untuk maju dalam upaya peningkatan SDM. Adanya kesadaran dan keinginan untuk
maju ini mendorong partisipasi masyarakat Lumban Tua untuk memberikan solusi
kepada setiap anggota keluarga yang anaknya melanjutkan perguruan tinggi melalui
pemberian beasiswa. Masyarakat Lumban Tua mendukung program tersebut dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat penting dalam upaya mengurangi beban
orang tua yang menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi.
3. Pentingnya penguatan struktur kelembagaan. Pada tahapan implementasi, tanpa
struktur dan sistem kelembagaan yang baik sangat mustahil Peleng Ngari bisa
bertahan sampai saat ini. Sistem kelembagaan Peleng Ngari menguat dalam struktur
adat masyarakat Lumbantua dan ini agaknya menjadi kunci kekuatan sekaligus
kelemahan praktik ini. Masyarakat Lumbantua yang berkarakter rural masih sangat
memegang teguh nilai-nilai dan norma-norma sehingga partisipasi mereka menguat
karena alasan budaya yang berbasis pada tokoh minoritas dominan seperti ketua adat.
Persoalan kelembagaan dan keberlanjutan program akan muncul ketika misalnya
ketua adat meninggal dan tidak berjalannya subtitusi nilai karismatik pada ketua adat
yang baru.
4. Pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana. Transparansi berkaitan dengan
pengelolaan dana yang terkumpul dari masyarakat. Dana yang ada seluruhnya
dipegang oleh ketua adat namun untuk menghindari kecurigaan akan penyelewengan
![Page 13: 32. Beasiswa Dari Desa Untuk Desa. Aceh Tenggara Revised(1)](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082323/557211a3497959fc0b8f4618/html5/thumbnails/13.jpg)
setiap kali selesai tahap pengumpulan selanjutnya dana itu harus diumumkan ke
masyarakat jumlah keseluruhan dana yang terkumpul.
VII Peluang replikasi
Meskipun program ini tidak memiliki dokumentasi yang baik sebagai sarana
desiminasi dan sosialisasi, inisiasi Peleng Ngari sangat mungkin direplikasikan oleh
masyarakat di daerah lain. Unsur-unsur yang dibutuhkan ialah ketersediaan seluruh
komponen dan perangkat desa seperti, kepala desa, ketua adat dan tentunya masyarakat.
Unsur ini penting diperhatikan karena aktor-aktor inilah yang akan menjalankan inisiasi.
Selain itu perlu adanya rasa solidaritas dan semangat gotong royong yang tinggi dalam suatu
masyarakat. Prinsip-prinsip kejujuran dan tanggungjawab perlu dikedepankan karena Peleng
Ngari lebih sebagai bentuk kerjasama sukarela dan diikat oleh semangat komunalitas.
Dalam kasus masyarakat Lumban Tua sokongan dana hanya berasal dari hasil
pertanian dan peternakan namun dengan rasa solidaritas dan semangat gotong royong sangat
tinggi inisiasi bisa berlanjut sampai saat ini. Namun tentunya sokongan dana yang hanya
berasal dari sumber pertanian dan peternakan menjadi tantangan tersendiri. Sering kali hasil
panen mengalami penurunan karena berbagai faktor alam, begitu juga dengan ternak. Hal ini
mempengaruhi jumlah bantuan dari masyarakat. Jauhnya teknologi informatika membuat
tidak terekposnya program ini secara baik dan ikut berpengaruh pada sulitnya replikasi
program ini. Menurut pemamparan ketua adat sejauh ini belum ada desa lain di aceh tenggara
yang mencoba mempelajari dan mereplikasi praktik pelang Ngari ini.
NARASUMBER
1. Togar saroko panjaitan, kepala desa Lubantua,
2. Barkat saniapar panjaitan, tokoh dan ketuan desa Lubantua
3. dr.Guntara panjaitan, alumni penerima beasiswa Peleng Ngari
4. Tian boru parbaungan, orang tua penerima beasiswa Peleng Ngari
5. Toto, masyarakat pemberi beasiswa
6. Dianta Ceasar, Masyarakat Pemberi beasiswa