31.peran beta blocker dan ace inhibitor pada gagal jantung

10
1 Peran Beta Blocker dan ACE Inhibitor pada Gagal Jantung Lukman H.Makmun Div.Kardiologi Dept.I.Peny.Dalam FKUI/RSCM Pendahuluan Definisi Gagal Jantung (GJ) lebih merupakan suatu sindrom klinik daripada suatu diagnosis penyakit (disease entity). Dengan membaiknya pengobatan pada PJK, hipertensi, mereka bertahan hidup selama 20 tahun, tetapi di hari tuanya kemudian, ada kemungkinan mereka akan mengalami Gagal Jantung. Di Amerika didapat 5 juta penderita Gagal Jantung dan setiap tahun timbul 400,000 kasus baru. GJ jarang pada usia dibawah 45 tahun, tetapi menanjak secara tajam pada usia 7584 tahun. Gagal Jantung merupakan penyebab utama terjadinya penyakit kronik dan menurunkan kwalitas hidup, dimana sering masuk rumah sakit. Sekarang ini ada tambahan klasifikasi baru Gagal Jantung yaitu: Gagal Jantung Sistolik Gagal Jantung Diastolik. + Disfungsi Diastolik adalah terganggunya relaksasi, filling dynamics dan distensibility dari LV. EF (Ejection Fraction) bisa normal atau rendah dan bisa simtomatik atau asimtomatik. + Gagal Jantung diastolik adalah dimana fungsi diastolik abnormal, secara klinis terdapat gambaran gagal jantung, tetapi EF normal. + Gagal Jantung sistolik dengan manifestasi klinik gagal jantung, EF rendah dan fungsi sistolik abnormal. Diastolic Heart Failure (DHF) lebih banyak pada usia lanjut, dikaitkan dengan komorbid lain. Penegakan diagnosis pada DHF lebih sulit dibanding dengan GJ sistolik. Menurut guidelines Heart Failure Society 2006, penegakan diagnosis adalah dengan gejala dan tanda klinis CHF, dengan EF yang masih normal atau sedikit rendah dengan batasan berkisar 4050%. Selain itu perlu ditanyakan tentang komorbid yang sering menyertai DHF, yaitu hipertensi, AF, DM, CAD. Pemeriksaan penunjang DHF adalah Ekokardiografi Doppler dapat mengukur fungsi diastolik, yang menunjukkan kekhasan pattern.

Upload: hutomorezky

Post on 27-Nov-2015

190 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ipd

TRANSCRIPT

Page 1: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  1

Peran Beta Blocker dan ACE Inhibitor pada Gagal Jantung 

Lukman H.Makmun 

Div.Kardiologi Dept.I.Peny.Dalam FKUI/RSCM 

 

Pendahuluan 

Definisi  Gagal  Jantung  (GJ)  lebih merupakan  suatu  sindrom  klinik  daripada  suatu  diagnosis  penyakit 

(disease entity). Dengan membaiknya pengobatan pada PJK, hipertensi, mereka bertahan hidup  selama 

20 tahun, tetapi di hari tuanya kemudian, ada kemungkinan mereka akan mengalami Gagal Jantung. Di 

Amerika didapat 5 juta penderita Gagal Jantung dan setiap tahun timbul  400,000 kasus baru. GJ jarang 

pada  usia  dibawah  45  tahun,  tetapi menanjak  secara  tajam  pada  usia  75‐84  tahun.  Gagal  Jantung 

merupakan penyebab utama terjadinya penyakit kronik dan menurunkan kwalitas hidup, dimana sering 

masuk rumah sakit.  

Sekarang ini ada tambahan klasifikasi baru Gagal Jantung yaitu: 

‐ Gagal Jantung Sistolik 

‐ Gagal Jantung Diastolik. 

+ Disfungsi Diastolik adalah terganggunya relaksasi, filling dynamics dan distensibility dari LV. 

   EF (Ejection Fraction) bisa normal atau rendah dan bisa simtomatik atau asimtomatik. 

+ Gagal Jantung diastolik adalah dimana fungsi diastolik abnormal, secara klinis terdapat gambaran     

   gagal jantung, tetapi EF normal. 

+ Gagal Jantung sistolik  dengan manifestasi klinik gagal jantung,  EF rendah dan fungsi sistolik     

   abnormal. 

Diastolic Heart Failure (DHF)  lebih banyak pada usia  lanjut, dikaitkan dengan komorbid  lain. Penegakan 

diagnosis pada DHF  lebih  sulit dibanding dengan GJ  sistolik. Menurut guidelines Heart  Failure  Society 

2006, penegakan diagnosis adalah dengan gejala dan  tanda klinis CHF, dengan EF yang masih normal 

atau sedikit rendah dengan batasan berkisar 40‐50%.  Selain itu perlu ditanyakan tentang komorbid yang 

sering menyertai DHF, yaitu hipertensi, AF, DM, CAD.  

Pemeriksaan  penunjang  DHF  adalah  Ekokardiografi  Doppler  dapat mengukur  fungsi    diastolik,  yang 

menunjukkan kekhasan pattern. 

 

 

 

Page 2: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  2

Angiotensin II (ATII) 

Angiotensin  II  (A  II)  adalah  peptida  aktif  hasil  dari  proses  proteolitik  dua  langkah    prekursor 

angiotensinogen. Langkah pertama adalah renin yang memecah angiotensinogen menjadi angiotensin I 

(A  I)  suatu  deka  peptida  yang  tidak  aktif.    Kemudian  oleh  peptidyl  dipeptidase,  ACE  (Angiotensin 

Converting Enzyme), A I diubah menjadi bentuk aktif yaitu A II.  

Renin diproduksi oleh ginjal, masuk kedalam darah,  sedangkan angiotensinogen di  sekresi oleh hepar 

dan reaksi enzym dengan substrat ini terjadi di dalam sirkulasi darah. 

A  I   dikonversi oleh ACE pada permukaan  sel endotel atau oleh ACE plasma yang dilepas oleh  sel‐sel 

tersebut. Pembentukan A II selain melalui mediasi ACE, dapat juga terjadi langsung dari angiotensinogen 

dengan mediator kalikrein, cathepsin G dan  lain‐lain, atau dari A  I dengan mediator chymase dan  lain‐

lain.  Chymase  di  jantung  diproduksi  oleh mast  cell,  sel  endothelial  dan  sel  interstitial.  Produksi  A  II 

melalui  chymase  berbeda  pada  berbagai  organ,  tetapi  di  jantung  ternyata  75%  oleh  chymase,  15% 

melalui jalur ACE dan  sisanya 10 ‐ 15% oleh mediator lain.  

A II mengaktivasi reseptor spesifik dari berbagai target organ. Reseptor ini terdiri atas beberapa isoform, 

yaitu:  AT‐1,  AT‐2,  AT‐4.    Pada membran  AT‐1  terikat  dengan  proteinG,  sedangkan  AT‐2  tidak  terikat 

dengan protein G, dan  AT‐4 belum diketahui. 

A  II  bersifat  negative  feed  back  terhadap  produksi  Renin,  tetapi  positif  terhadap  ekspresi 

angiotensinogen.  

RAA system jaringan sesudah lahir bersifat tidak aktif, tetapi di reaktivasi sebagai respons terhadap luka 

jaringan. RAA  jaringan  ini didapat di   organ‐organ major seperti  jantung, otak, pembuluh darah, ginjal, 

adrenal dan lain‐lain. 

RAA  sirkulasi  berpengaruh  secara  short  term  seperti  vasokonstriksi  akut,  efek  kronotropik  atau 

reabsorpsi akut garam dan air oleh ginjal. Sedangkan RAA jaringan bersifat jangka panjang berupa proses 

remodelling jantung, pembuluh darah dan perubahan fungsi ginjal. 

Efek  AII  pada  current  Na  yaitu  terjadinya  penurunan  ambang  rangsang  (threshold)  aksi  potensial 

sehingga memudahkan terjadinya reentrant arrhtymia. Karena itu pada pasien gagal jantung (GJ) kronik 

mudah terjadi aritmia. 

 

 

 

 

Page 3: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  3

Remodeling vaskular dan miokard 

Terjadinya hypertrofi miokard karena respons terhadap pressure‐volume overload dihubungkan dengan 

munculnya kembali (reexpression) ‐myosin heavy chain, yaitu suatu fetal contractile protein dan skletal 

 chain. 

Ekspresi    gen  ‐myosin  heavy  chain  ini  dapat  langsung  di  induksi  akibat  pressure  overload  yang 

meningkat.  Peningkatan  beban mekanis  sudah  dapat menginduksi  RNA  sehingga  terjadi  peningkatan 

sintesis  protein  pada  cardiocyte mammalia  dewasa.  Ada  penelitian menyebutkan  bahwa  peregangan 

papillaris akan mempercepat  sintesis protein. Deformation‐dependent  sodium  influx kedalam myocyte 

dapat merupakan suatu signal awal sebagai  respons terhadap stimulus mekanik sehingga nantinya akan 

terjadi hipertrofi miokard.  Efek AII terhadap hipertrofi secara in vitro, ada hubungannya dengan aktivasi 

proto‐oncogen seperti c‐fos dan c‐jun dan  growth factor seperti PDGF (Platelet‐Derived Growth Factor). 

Induksi c‐fos  ini  tergantung dari mobilisasi Ca  intraseluler dan aktivasi Protein Kinase C  (PKC). Melalui 

aktivasi protein kinase C terjadi fosforilase protein nukleus sel otot polos vaskular.  

Selain  itu  second messenger  yang  teraktivasi  oleh  regangan mekanis  pada  sel  otot  jantung  adalah: 

phosphatidylinositol, Raf‐1 kinase dan MAP kinase yang ada hubungannya dengan reekspresi sejumlah 

gen, termasuk atrial natriutic peptide. 

Jadi AII meng  induksi hipertrofi kardiomiosit melalui kaskade PKC, Raf‐1 kinase dan MAP kinase. Selain 

itu AII melalui signal‐signal, menginduksi proliferasi fibroblast. 

Stretch (regangan)  menstimulasi sekresi ET‐1 (Endothelin) selain AII dari myosit jantung, yang kemudian 

mengaktivasi   kaskade protein kinase dari fosforylase sehingga nantinya akan menyebabkan terjadinya 

hipertrofi jantung. ET‐1 dan AII secara sinergis mengaktivasi Raf‐1 kinase dan MAP kinase dalam sel otot 

jantung sehingga terjadi peningkatan sintesis protein.  

Jadi   secara bersama‐sama Na/H exchanger dan peptide vasoaktif AII dan ET‐1 akan mengaktivasi MAP 

kinase dan menyebabkan hipertrofi kardiak.  

 

Reseptor AT‐1 dan AT‐2: 

Reseptor ini ter distribusi secara heterogen di jaringan perifer dan otak. Dari AT‐1 terdapat isoform AT1a 

dan AT1b. Reseptor AT1a predominant terdapat dalam sel otot polos vaskular,  jantung, paru, ovarium 

dan hypothalamus. AT1a ini sangat berperan sebagai vasokonstriktor pada pembuluh darah. 

Reseptor AT1 ber interaksi dengan berbagai protein G dan bergabung dengan salah satu heteromeric G‐

protein yaitu Gq atau G1. Setelah AII terikat pada reseptor AT‐1, terjadilah aktivasi secara berurutan 

Page 4: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  4

phospholipase C, D, dan A2 melalui Gq atau  inhibisi adenilat  siklase melalui Gi. Aktivasi  fosfolipase C 

menghasilkan pembentukan 1,4,5‐triposphate dan diacylglycerol, menyebabkan aktivasi protein kinase C 

dan  peningkatan  kadar  Ca  intraseluler  melalui  kanal  kalsium  tipe  L.  Peningkatan  Ca  intraseluler 

berhubungan dengan vasokonstriksi dan sekresi aldosterone. 

Untuk terjadi hipertrofi cardiomyocyte dan cardiac fibrosis diperlukan kedua reseptor AT1 dan AT2.                

                                                                                 

Gagal jantung: RAA system 

Pada  gagal  jantung  (GJ)  terjadi  peningkatan  RAA  system  (Renin‐Angiotensin‐Aldosterone)  disamping 

sistem saraf simpatis. Pasien dengan disfungsi LV minimal, efek RAA system tak sejelas efek sistem saraf 

simpatis,  tetapi  Renin  sirkulasi,  A  II  dan  Aldosterone  akan  meningkat  banyak  pada  GJ  yang  makin 

progresif. Sistem RAA jaringan berperan besar  dalam remodeling miokard dan vaskular. 

Faktor‐faktor yang menyebabkan peningkatan pelepasan Renin adalah: 

‐ Aktivitas baroreseptor arteri renalis 

‐ Hipoperfusi renalis 

‐ Hiponatremic perfusate ke macula densa 

‐ Volume cairan berkurang karena diuretik dan restriksi garam 

‐ Stimulasi reseptor beta adrenergik di ginjal. 

 

Regulator penting dalam pelepasan renin adalah pengaruh dari faktor fisiologis dan farmakologis. 

Faktor fisiologis yang menstimulasi pelepasan renin adalah: 

‐   tekanan darah menurun         ‐volume cairan menurun          ‐ asupan K yang tinggi. 

Faktor farmakologis terdiri atas stimulator dan penekan pelepasan renin. 

Stimulator pelepasan renin adalah: 

‐ blokade RAAS 

‐ diuretik 

‐ vasodilator 

 Penekan pelepasan renin adalah: 

‐ beta blocker 

‐ Anti hipertensi central. 

Page 5: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  5

A  II  adalah  vasokontriktor  kuat  dan  menstimulasi  corteks  adrenal  untuk  melepaskan:  aldosterone 

sehingga  terjadi  retensi  Na.  Susunan  saraf  simpatis  dan  RAA  yang  berlebihan  akan  menyebabkan 

remodeling miokard dan vaskular dan kemudian menjadi gagal jantung. 

A  II  juga  dapat menginduksi  proliferasi  sel,  sehingga  dapat merubah  struktur  pada  berbagai  organ 

termasuk kardiovaskular, seperti LV hipertrofi dan fibrosis, hipertrofi media vaskular, dan pembentukan 

neointima.  

Pada  gagal  jantung  reseptor  AT2  meningkat.  Efek  setelah  stimulasi  AT‐2  reseptor,  adalah:  

‐     vasodilatasi 

‐ natriuresis 

‐ stimulasi bradykinin‐nitric oxide‐cyclic GMP vasodilatasi. 

‐ stimulasi konversi prostaglandin E2 ke PGF2a 

Sistem  RAA  baik  sirkulasi maupun  jaringan mempunyai  peran  besar  terhadap  terjadinya  perubahan 

struktur jaringan kardiovaskular. 

Efek A II terhadap sistem kardiovaskular adalah: 

‐ vasokonstriktor 

‐ inotrop positif 

‐ aktivasi neurohormonal 

‐ stimulasi pertumbuhan sel: 

+   otot jantung (hipertrofi ventrikel) 

+    otot polos vaskular (resiten perifer, disfungsi endotel) 

+    fibroblast ( ventrikel kaku) 

Supaya timbul efek AII  diperlukan reseptor AT‐1 dan AT‐2. 

AII selain diproduksi melalui mediator ACE , juga melalui mediator chymase dan produksinya jauh lebih 

banyak. 

Karena  itu  penggunaan  reseptor  AII  antagonist  yaitu  blokade  pada  reseptor  AT1,  pada  kelainan 

kardiovaskular, akan bermanfaat untuk mengatasi efek hipertrofi dan fibrosis jaringan. 

 

Patofisiologi Gagal jantung: (GJ) 

Sesuai dengan definisinya adalah kegagalan jantung untuk memompakan darah dengan  cardiac output 

yang adekwat. Disini yang berperan utama adalah lapisan miokard, yang terdiri dari miosit. Pada miosit 

terjadi hipertrofi, apoptosis sel miosit . 

Page 6: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  6

 Terjadi  perubahan  pada  matrix  ekstra  seluler  berupa  penambahan  jaringan  kolagen,  berkurangnya 

jaringan elastin.   

Mekanisme  terjadinya  gagal  jantung  adalah  cardiac  remodelling  dan  aktivasi  simpato‐neuro‐endokrin 

berupa aktivasi adrenergik dan sistem RAAS. Cardiac remodelling dan abnormalitas sistem RAAS   dapat 

dihambat oleh ACEI. 

Aktivasi  simpato‐adrenal  adalah  bentuk  kompensasi  jantung  untuk mempertahankan  cardiac  output 

berupa  peningkatan  heart  rate  (denyut  nadi)  sehubungan  dengan  penurunan  stroke  volume  (SV). 

Penurunan  stroke  volume  ini  terjadi  karena  tekanan  pompa  yang  dihasilkan  jantung  menurun  dan 

sebagai  pengimbangnya  adalah  resistance menaik.  Kenaikan  resistance  vascular  ke  perifer  ini  adalah 

merupakan efek vasokonstriksi. Baik peningkatan heart rate maupun vasokonstriksi adalah hasil aktivasi 

sistem  simpato‐adrenal. Karena peningkatan heart  rate akan mengakibatkan peningkatan demand  sel 

miokard,  sedangkan  supply darah  sudah berkurang akibat cardiac output yang  sudah  sangat  terbatas, 

maka akan memperburuk fungsi jantung. Karena itu system simpato‐ adrenal seharusnya diinhibisi, yaitu 

antara lain obat penyekat beta. 

 

Penatalaksanaan Gagal Jantung:  

Tujuan  utama  pengobatan  adalah  untuk  memperbaiki  kwalitas  hidup,  mengurangi  kemungkinan 

kambuh,  dan  memperpanjang  survival.  Mencapai  kemungkinan  terbesar  dari  pasien  supaya  dapat 

mencapai hasil yang optimal, dalam fungsi, fisik, kognitif, emosional dan kegiatan social. 

Kedua adalah untuk meningkatkan semaksimal mungkin kebebasan gerak dan kapasitas exercise. Usaha 

untuk mencapainya adalah: 

‐ 1. Koreksi sejauh mungkin penyakit dasarnya, misal revaskularisasi pada PJK berat  

          atau Aortic replacement pada AS berat.  

‐ 2. Perhatian pada nonfarmaka dan rehabilitasi medik.  

‐ 3. Pertimbangan obat‐obatan. 

 

Sebagai  obat  pilihan  utama  pengobatan  gagal  jantung  adalah  ACEI.  Banyak  trial  besar  dengan  ACE 

Inhibitor pada GJ selain memperbaiki simtom, tetapi juga menurunkan morbiditas dan mortalitas, yaitu 

16% pada derajat ringan dan sedang, sedangkan 31% pada GJ berat. 

 

 

Page 7: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  7

 

 

ACE Inhibitor 

Asal mula ACE Inhibitor berawal dari penemuan teprotide yaitu satu salah satu peptida yang didapat dari 

bisa ular Brazilia. Kemudian di tahun 1975  pertama kali diproduksi captopril oleh Squibb dengan nama 

capoten.   

Semula ditujukan untuk obat hipertensi. Cara kerjanya yang mula‐mula diketahui adalah   menghambat 

kerja ACE (Angiotensin Converting Enzyme). Enzym  ini semula diketahui hanya diproduksi oleh jaringan 

paru  dan  kerjanya  mengkatalysis  Angiotensin  I  menjadi  Angiotensin  II.  Kemudian  ternyata  ACE  ini 

diproduksi oleh jaringan‐jaringan lain, seperti vaskular, jantung, ginjal dan lain‐lain. 

Penelitian  lebih  lanjut  ternyata  ACEI  mempunyai  efek  terhadap  pencegahan  terjadinya  remodelling 

miokard.  ACEI  saat  ini  selain  untuk  pengobatan  hipertensi,  tetapi  juga  menjadi  pilihan  pertama 

pengobatan gagal jantung. 

Jenis‐jenis ACEI: 

ACEI ini dibagi menjadi dua golongan utama, yaitu:  

‐ kerja pendek : Captopril 

‐ kerja panjang: Lisinopril, fosinopril, perindopril, quinapril, ramipril dll. 

Masing‐masing mempunyai kekhasan berbeda‐beda, misalnya : 

          ‐    Daya afinitas didalam plasma dan jaringan 

‐ Efek first dose hypotension yaitu dapat menurunkan tekanan darah segera pada saat di awal 

pemberian obat.  

‐ Pengeluaran melalui ginjal atau di metabolisme di hati. 

 

Obat penyekat beta: 

Terdiri atas bermacam  jenis,  tetapi yang paling banyak dipakai adalah golongan bisoprolol yang  telah 

banyak trialnya. 

 

Pengobatan farmaka:  

Obat‐obatan untuk GJ sistolik, adalah: 

‐ ACE Inhibitor 

‐ Digoxin 

Page 8: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  8

‐ Penyekat beta 

‐ Diuretik 

‐ Nitrat. 

ACEI:    signifikant menurunkan angka mortalitas,  readmission hospital, memperbaiki  toleransi exercise 

dan menaikkan kwalitas hidup.  

ACEI  merupakan  first  line  therapy  pada  disfungsi  sistolik  baik  dengan/tanpa  GJ.    Bila  tak  tolerans 

terhadap ACEI, dapat diberikan AIIRA. 

Digoxin: bila terdapat takhikardia, terutama AF rapid respons 

Penyekat beta: meng antagonist sympathetic nervous system. Kontra indikasi: GJ berat, asma bronchial, 

bronchospastik, bradikardia  < 50/menit, tensi systole < 90‐100 mmHg, AV block. 

Diuretik:  loop diuretic memperbaiki edem paru dan edem perifer,   karena  itu efeknya bersifat paliatif 

pada GJ. 

Spironolacton  (Aldosterone  antagonist): meng  inaktivasi  juga  Angiotensin  II,  sehingga  dapat  dipakai 

untuk pengobatan GJ. 

.GJ  dengan  difungsi  sistolik  LV  meningkatkan  risiko  tromboemboli,  sehingga  diperlukan    obat 

antitrombotik untuk mencegahnya. Terutama diberikan pada pasca IMA, UAP, PTCA atau CABG. 

 

Beberapa trial pengobatan pada Gagal jantung: 

‐ Meta analysis mengenai efek penyekat beta terhadap GJ dengan melibatkan juga usia   

 > 60 tahun, menunjukkan angka survival  yang bermakna.  

‐  Begitu juga dengan CIBIS II dan MERIT HF, US Caverdilol HF Study yang meneliti tentang obat penyekat 

beta.. 

‐  RESOLVD: Candesartan mempunyai efek yang sama dengan enalapril dan bila digabung efeknya lebih 

baik. 

‐  CONSENSUS I menunjukkan hasil yang baik dengan enalapril. Begitu juga ATLAS  

Menurut  Charm‐Preserved  study  menunjukkan  bahwa  dengan  penggunaan  candesartan  dapat 

mencegah perburukan terjadinya CHF pada pasien DHF, tetapi bukan sebagai single agent.   

Penggunaan statin untuk mengambil efek pleiotropik, berkaitan dengan pengurangan atau pencegahan 

terjadi fibrosis miokard. 

Page 9: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  9

Pada  PEP‐CHF  study  dengan menggunakan  peridonpril,  pada  usia  <  75  tahun,  dan  EF  >45%  dengan 

parameter  echo  untuk  disfungsi  diastolic,  dapat  memperbaiki  jarak  6’  walk,  tetapi  belum  jelas 

bagaimana perannya dalam mengobati kelainan ini. 

Perkembangan terbaru mengenai obat‐obatan pada GJ, adalah antara lain:‐ target kontraktilitas seperti 

cardiac  myosin  activator,  ANP;‐  metabolic  modulator  yang  akan  mengotimalkan  ustilisasi  energy 

miokard.   

Masih  dalam  penelitian  obat  baru    yang  dapat memperbaiki  compliance  LV  yaitu  ALT‐711  ,  derivate 

thiazolium  dengan memecah  protein  dari  AGE,    sehingga  dapat  dicegah  penumpukan  AGE.  Dengan 

demikian compliance arterial lebih baik dan memperbaiki fungsi jantung.  

 

Kesimpulan: 

‐ Yang sangat berperan terjadinya Gagal Jantung adalah ATII yang termasuk dalam system RAAS. 

‐ Sebagai kompensasi adalah efek system simpato‐adrenal. 

‐  ACE  Inhibitor  adalah  obat  pertama  untuk  gagal  jantung  karena  menginhibisi  ACE  sehingga  dapat 

menginhibisi AT II.  

‐ ARB dapat dipergunakan juga sebagai pengganti ACEI atau boleh juga kombinasi. 

‐ Sebagai obat penunjang adalah obat penyekat beta untuk menghambat efek system simpato adrenal 

yang diberikan sebagai on top therapy. 

‐ Aldosteron antagonist juga menghambat efek AT II sehingga dapat bermanfaat untuk GJ. 

‐ Diuretik dan Digitalis masih dapat diberikan sesuai kondisi. 

 

Daftar pustaka: 

1. Ichihara S et al.Angiotensin II type 2 receptor  is essential for LVH and cardiac fibrosis  in chronic Angiotensin II‐  induced 

hypertension. Circulation.2001;July 17:346‐351. 

2. Willenbrock R.,Philipp S.,Mitrovic V.,Dietz R. Neurohumoral blockade in CHF management.J.of the RAAS.2000 Sept.;vol.1 

(suppl.1):24‐30 

3. Mc Murray J.Why we need new strategies in CHF management. J.of the RAAS.2000 Sept.;vol.1 (suppl.1): 12‐16. 

4. Yamazaki T., Yazaki Y.Role of tissue AII in myocardial remodelling induced by mechanical stress. J.of human Hypertension. 

1999 Jan.;13(suppl.1):S43‐47. 

5. Chung  O.,Csikos  T.,Unger  T.AII  recepor  pharmacology  and  AT‐1  receptor  blockers.  J.of  human  Hypertension.  1999 

Jan.;13(suppl.1): S11‐20. 

6. Roberts R.Molecular Basis of cardilogy.1996.Blackwell WSc.publ. Boston. 

Page 10: 31.Peran Beta Blocker Dan ACE Inhibitor Pada Gagal Jantung

  10

7. Francis GS.Pathophysiology of the heart failure clinical syndrome. In: Textbook of cardiovascular medicine.Editor:.Topol 

EJ..Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.2002;2nd.ed.:pg.1793‐4. 

8.  Mc.Gorisk GM, Treasure CB. Endothelial dysfunction in CHD. Curr.Opin.Card.1996 Jul,11;4:341‐50. 

9.  Swinne C. Heart Failure.In:Evas JG,et al.Oxford Textbook. 

10. Fox KM,Henderson JR,Bertrand ME dkk. The European trial on reduction of cardiac events with perindopril in stable CAD 

(EUROPA). Eur.Heart J..1998;19suppl.J:J52‐5 

11. Pfeffer MA et al.Prevention of events with ACEI (the PEACE study design). Am.J.Card.1998;82: 25H‐30H. 

12. Packer  M.,Cohn  JN(Eds).  Concensus  Recommendations  for  the  management  of  Chronic  Heart 

Failure.Am.J.Card.1999;100:2312‐8. 

13. Remme  WJ.  Hypotension  after  first‐  dose  ACEI  administration  in  Heart  Failure  ‐  Should  doctors  stop  worrying? 

Card.vascular Drugs and Therapy 2001;15:475‐477.