2011 okt v15 n2 8 abraham read only
DESCRIPTION
wdTRANSCRIPT
Abraham//Paradigma, Vol. 15 No .2, Oktober 2011, hlm. 125-132 125
TELAAH KOMPONEN-KOMPONEN MINYAK AKAR WANGI TUMBUHAN Vetiveria zizanioides LIAR ASAL BONE
SECARA KROMATOGRAFI GAS-SPEKTROMETRI MASSA
Abraham1 1) Jurusan PMIPA, Program Studi Kimia, FKIP Universitas Haluoleo Kendari 93231
ABSTRAK
Telah dilakukan telaah komponen-komponen minyak akar wangi liar asal Bone secara KG-SM dengan uji banding minyak akar wangi asal Garut yang merupakan komoditi ekspor. Berdasarkan referensi data base spektrum massa dari puncak-puncak dengan pola kromatogram yang bersesuaian menunjukkan komponen kimia yang sama. Perbedaan ditunjukkan dengan adanya satu puncak pada minyak asal Bone, dan diduga sebagai suatu isokaryophyllen.
Kata-kata Kunci : Minyak Akar Wangi, Vetiveria zizanioides, Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM).
ABSTRACT
Research on the compounds of wild root fragrant from Bone has been carried out with GC-MS method and using vetiver oil as eksport commodity from Garut for comparison study. According to the reference of data base mass spectrum, the peaks with similar chromatogram structure indicated of the similarity of its chemical compound. The difference is shown by the presence of peak in chromatogram of oil Bone presumable as isocaryophyllene.
Keywords: Vetiver Oil, Vetiveria zizanioides, Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)
Diterima: 1 Juni 2011 Disetujui untuk dipublikasikan: 1 Agustus 2011
1. PENDAHULUAN
Minyak akar wangi (vetiver oil) diperoleh dari destilasi uap akar tumbuhan akar
wangi (Vetiveria zizanioides), merupakan cairan kental yang baunya tahan lama beraroma
khas (woody) sehingga minyak atsiri ini dipergunakan sebagai fixative (bahan campuran
agar bau wewangian parfum dapat tahan lebih lama) alami dalam industri parfum,
kosmetik, dan sabun-sabun wangi [5].
Minyak akar wangi merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia, daerah
penghasil utama minyak akar wangi di Indonesia adalah Kabupaten Garut Jawa Barat.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, volume ekspor minyak akar wangi Indonesia dalam
Telaah Komponen Minyak Akar Wangi 126
tahun 1990–1999 sebesar 411781 kg. dengan negara tujuan ekspor terbesar pada tahun
1999 adalah Singapura yaitu sebesar 20917 kg. senilai US$ 325664 (Agusta A., 2000).
Di Kabupaten Bone Sulawesi Selatan, banyak ditemukan tumbuhan akar wangi yang
tumbuh secara liar. Oleh masyarakat setempat, tumbuhan ini hanya dimanfaatkan untuk
konservasi tanah bagi pematang sawah dan akarnya sering pula digunakan sebagai bahan
kosmetik (bedak) untuk memperhalus dan memutihkan kulit.
Penelitian [1], terhadap minyak akar wangi liar asal Bone dengan menggunakan
minyak akar wangi asal Garut yang dibudidaya sebagai pembanding menyimpulkan bahwa
kedua minyak akar wangi tersebut memenuhi spesifikasi kualitas sesuai persyaratan DSN,
namun warna dan bau antara kedua minyak akar wangi tersebut tidak persis sama.
Bau kewangian minyak akar wangi dipengaruhi oleh komponen-komponen senyawa
yang terkandung didalamnya, secara kimia komponen-komponen dari minyak akar wangi
dapat dibagi kedalam tiga bagian yaitu : bagian hidrokarbon sesquiterpen (terpen) atau titik
didih rendah, bagian pertengahan yang umumnya mengandung turunan-turunan terpen
oksigenasi dan bagian yang mengandung komponen senyawa mayor pada vetiver oil yang
dinamakan sebagai bagian terpen oksigenasi yang kaya alkohol (vetiverol) [4].
Komponen-komponen senyawa yang terkandung didalam minyak atsiri dapat
dipisahkan dengan menggunakan metode kromatografi gas, dari kromatogram gas dapat
diperoleh informasi mengenai jumlah minimal komponen kimia yang terdapat dalam
minyak atsiri berikut kuantitasnya. Penggunaan kromatografi gas untuk identifikasi
komponen minyak atsiri dapat dipadukan dengan spektometri massa untuk mendeteksi
masing-masing komponen molekul [2].
Berdasarkan uraian diatas, maka pada penelitian ini dilakukan identifikasi dengan
membandingkan pola kromatogram gas minyak akar wangi liar asal Bone dan asal Garut
yang dibudidaya untuk menentukan kuantitas komponen minyak akar wangi dan
spektrometri massa untuk menentukan struktur komponen senyawa minyak akar wangi
tersebut.
Abraham//Paradigma, Vol. 15 No .2, Oktober 2011, hlm. 125-132 127
2. METODE PENELITIAN
Sampel
Sampel tumbuhan akar wangi (Vetiveria zizanioides) dari Kabupaten Bone Sulawesi
Selatan diambil secara acak tanpa memperhatikan tempat tumbuh dan umur, sementara dari
Kabupaten Garut Jawa Barat diambil dari tempat yang sama dan umur yang seragam.
Ekstraksi
Akar tumbuhan akar wangi dicuci dan dibersihkan kemudian dikeringkan pada suhu
kamar, dipotong-potong/dirajang lalu digiling hingga berbentuk serbuk kemudian
didestilasi uap. Minyak yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan penambahan natrium
sulfat anhydrous.
Identifikasi
Minyak akar wangi selanjutnya dianalisis secara kromatografi gas-spektrometri
massa, dengan kondisi operasional sebagai berikut : volume injeksi 1 µL, suhu injektor
1500C, suhu interfase 2500C, gas pembawa He, kolom yang digunakan DB-17, panjang
kolom 30 m, diameter kolom 0,25 mm, ketebalan fasa diam 0,25 µm, suhu awal kolom
1000C, suhu akhir kolom 2500C, split ratio 20, total flow 16,1 mL/menit, detektor 1,20 KV.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kromatogram minyak akar wangi liar asal Bone menunjukkan 185 puncak
sedangkan minyak akar wangi asal Garut 178 puncak. Komponen volatil dalam minyak
atsiri tidak tetap, tergantung pada kondisi iklim dan tanah serta tingkat perkembangan
tanamannya. Varietas yang sama, lingkungan yang berbeda akan berpengaruh terhadap
rendemen dan komponen kimia volatil minyak juga akan berbeda [6].
Di daerah Garut tanaman akar wangi ditanam pada daerah kemiringan di atas 150
dengan ketinggian 1000 – 1400 m di atas permukaan laut, jenis tanahnya Andosol yang
bertekstur kasar dengan kadar pasir dan debu lebih dari 60% [3].
Telaah Komponen Minyak Akar Wangi 128
a. Kromatogram gas minyak akar wangi liar asal Bone
b. Kromatogram gas minyak akar wangi asal Garut
Gambar 1. Kromatogram gas minyak akar wangi asal Bone dan asal Garut
Abraham//Paradigma, Vol. 15 No .2, Oktober 2011, hlm. 125-132 129
Sementara kondisi umum Kabupaten Bone dapat digambarkan sebagai berikut :
� Ketinggian 11 – 1984 m diatas permukaan laut (Kantor Statistik Kabupaten Bone,
1997).
� Jenis tanah : Gleihumus (5,07%), Alluvial (6,66%), Litosol (1,95%), Regosol (0,9%),
Grumosol (4,31%), Komplek Ransial dan Litosol (9,03%), Mediteran
(63,55%), Andosol (8,4%) (B P N. Kabupaten Bone, 1997).
� Jumlah curah hujan 1000 – 2000 mm tiap tahun, suhu udara 26 – 43 0C (Dinas PU
Pengairan Watampone, 1997).
Akan tetapi kedua minyak tersebut menunjukkan adanya kesamaan pola
kromatogram. Dari analisis pola kromatogram nampak bahwa, nomor puncak 2 sampai
nomor puncak 21 pada minyak akar wangi liar asal Bone masing-masing bersesuaian
dengan nomor puncak 1 sampai nomor puncak 20 pada minyak akar wangi asal Garut.
Puncak-puncak dengan pola kromatogram yang serupa, diduga sebagai komponen-
komponen yang sama.
Untuk menguatkan dugaan, maka puncak-puncak yang bersesuaian waktu
retensinya dengan intensitas tinggi dianalisis secara spektrometri massa. Dugaan
komponen volatil akar wangi berdasarkan referensi data base (library data) spektrum
massa ditabulasikan pada Tabel 1.
Dari penelusuran referensi data base spektrum massa Tabel 1. di atas, nampak
bahwa puncak-puncak dengan pola kromatogram serupa dan bersesuaian waktu retensinya
menunjukkan dugaan komponen yang sama, kuat dugaan bahwa komposisi komponen
volatil minyak akar wangi liar asal Bone dan asal Garut yang dibudidayakan adalah sama.
Perbedaan terlihat dengan adanya satu komponen yang hanya terdapat
pada minyak akar wangi liar asal Bone yaitu nomor puncak 1 dengan waktu retensi 11.300.
Berdasarkan data base puncak tersebut diduga sebagai suatu isokaryophyllen, yang
menunjukkan bahwa minyak asal Bone lebih kaya akan komponen hidrokarbon dibanding
minyak asal Garut.
Telaah Komponen Minyak Akar Wangi 130
Tabel 1. Komponen Minyak Akar Wangi Asal Bone dan Asal Garut
Asal Bone
No Rt***) (menit)
Luas Rel. (%)
SI**) (%)
BM Formula Molekul
Dugaan Komponen *)
1. 11.300 0.65 60 204 C15H24 Isokaryophyllen 2. 12.367 0.62 70 204 C15H24 Karyophyllen 3. 12.433 0.58 74 204 C15H24 Napthallen 4. 13.050 0.93 75 204 C15H24 α-Amorphen 5. 13.142 0.69 72 204 C15H24 α-Karyophyllen 6. 13.617 0.75 68 202 C15H22 Kuparen 7. 13.708 0.65 68 204 C15H24 Kloven
8. 14.033 0.63 73 204 C15H24 1,3,5-Siklononatrien
9. 14.642 0.69 66 202 C15H22 Dehidroaromadendren
10. 15.233 1.58 78 202 C15H22 1H-Siklopropa [a] Napthallen
11. 17.967 1.78 78 220 C15H24O β-Kopaen 12. 18.058 1.88 77 220 C15H24O Santalol 13. 18.217 1.10 75 204 C15H24 Aromadendren 14. 18.825 2.12 72 222 C15H26O Ledol 15. 19.067 1.18 78 218 C15H22O Azulenon 16. 19.850 1.98 81 220 C15H24O Cedrenol 17. 20.725 5.82 80 220 C15H24O Spathulenol 18. 21.583 3.28 74 220 C15H24O β-kopaen-4-α-ol
19. 22.483 5.82 70 234 C15H22O2 Trisiklo oktan-5-asam karboksil
20. 22.775 2.27 78 218 C15H22O 3,7-Siklo decadien-1-on
21. 23.442 2.74 70 218 C15H22O 2(3H)-Naphthalenon
Abraham//Paradigma, Vol. 15 No .2, Oktober 2011, hlm. 125-132 131
Asal Garut
No Rt***) (menit)
Luas Rel. (%)
SI**) (%)
BM Formula Molekul
Dugaan Komponen *)
- - - - - - - 1. 12.375 1.33 81 204 C15H24 Karyophyllen 2. 12.442 1.02 79 204 C15H24 Napthallen 3. 13.042 1.05 79 204 C15H24 α-Amorphen 4. 13.150 0.69 72 204 C15H24 α-Karyophyllen 5. 13.617 1.63 70 202 C15H22 Kuparen 6. 13.717 0.49 68 204 C15H24 Kloven
7. 14.050 1.46 80 204 C15H24 1,3,5-Siklononatrien
8. 14.650 0.46 65 202 C15H22 Dehidroaromadendren
9. 15.250 3.63 81 202 C15H22 1H-Siklopropa [a] Napthallen
10 17.967 2.56 81 220 C15H24O β-Kopaen 11 18.058 2.70 78 220 C15H24O Santalol 12 18.225 0.93 73 204 C15H24 Aromadendren 13 18.833 1.77 70 222 C15H26O Ledol 14 19.075 1.23 79 218 C15H22O Azulenon 15 19.858 2.10 81 220 C15H24O Cedrenol 16 20.750 9.18 81 220 C15H24O Spathulenol 17 21.617 6.54 79 220 C15H24O β-kopaen-4-α-ol
18 22.458 3.93 68 234 C15H22O2 Trisiklo oktan-5-asam karboksil
19 22.783 3.50 79 218 C15H22O 3,7-Siklo decadien-1-on
20 23.458 5.62 72 218 C15H22O 2(3H)-Naphthalenon
*) Berdasarkan referensi data base : NIST62, NIST12, WILEY229, dan PESTICD **) Kemiripan ***) Waktu Retensi
5. KESIMPULAN
Pola kromatogram dan referensi data base spektrum massa terhadap puncak-
puncak yang bersesuaian antara minyak akar wangi liar asal Bone dan asal Garut yang
dibudidayakan menunjukkan komponen yang sama. Perbedaan ditunjukkan oleh adanya
satu puncak pada minyak asal Bone dan diduga sebagai suatu isokaryophyllen.
Telaah Komponen Minyak Akar Wangi 132
DAFTAR PUSTAKA
[1] [2] [3] [4] [5] [6]
Abraham, (2007), Studi Sifat-Sifat Fisika-Kimia Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) Liar Asal Bone, J. Aplikasi Sains, Vol. 9 No. 2, 90-92.
Agusta A., (2000), Minyak atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia, Penerbit ITB., Bandung, 29-37.
Dedi S. E., Rosman R., dan Pandji L. M., (1990), Budidaya Akar Wangi, Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor, 1068-1074.
Dethier M., Sakubu S., Ciza A., & Cordier Y., (1997), Aromatic Plants of Tropical Central Africa. XXVIII. Influence of Cultural Treatment and Harvest Time on Vetiver Oil Quality in Burundi, J. Essent. Oil Res., Vol. 9, No. 4, 447-451.
Edouard P. Demole, Gunther W. Holzner, and M. Joseph Youssefi., (1995), Malodor Formation in Alcoholic Perfumes Containing Vetiveryl Acetate and Vetiver Oil., Perfumer & Flavorist., Vol. 20, 35-40.
Lemberg S., Hale R.B., Sawyer B., Inc., Keyport, NJ., (1978), Vetiver oils of different geographical origins., Perfumer