2. teori penunjang 2.1. family financial socialization · indikator terbentuknya family interaction...
TRANSCRIPT
8 Universitas Kristen Petra
2. TEORI PENUNJANG
2.1. Family Financial Socialization
Financial socialization adalah proses pembelajaran untuk memperoleh
pengetahuan mengenai keuangan, cara mengelola keuangan, serta
mengembangkan pengetahuan tersebut pada beberapa aspek keuangan seperti
banking, budgeting, saving, insurance, dan credit use (Bowen, 2002). Bowen
(2002) mengatakan bahwa keluarga memiliki peranan kunci dalam pembentukan
perilaku financial dalam financial socialization.
Gudmunson & Danes (2011) mengemukakan bahwa sosialisasi keuangan
keluarga mempengaruhi pertumbuhan family financial socialization seseorang
seperti menumbuhkan kemampuan seseorang untuk menabung. Mugenda et al.
(1990), telah menunjukkan bagaimana karakteristik dalam keluarga
mempengaruhi pola komunikasi mengenai keuangan dan dapat mengarah pada
perilaku keuangan agar menjadi lebih baik.
2.1.1. Family Interaction and Relationship
Interaksi yang optimal antara keluarga sejak masa kanak-kanak
menimbulkan anak yang lebih interaktif dan orangtua yang lebih mengerti
cara untuk merespon tingkah laku anaknya (Fitzpatrick & Vangelisti,
1995). Respon yang diberikan oleh orangtua merupakan komunikasi yang
dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya. Respon tersebut dapat
mengembangkan kognitif seorang anak, sosial, maupun bahasanya. Pada
penelitian ini, interaksi yang dimaksud adalah interaksi antar orangtua dan
anak yang mendidik dan mengajarkan nilai-nilai keuangan pada seorang
anak semasa kecilnya hingga anak bertumbuh dewasa.
Dalam bukunya, Fitzpatrick & Vangelisti (1995) juga menjelaskan
tahapan selanjutnya dalam interaksi seorang anak adalah dengan melihat,
tersenyum, menangis, bersuara yang merupakan signal bagi orangtua
untuk memberikan perhatiannya dan orangtua harus dapat merespon signal
ini dengan positif. Selanjutnya melalui interaksi seorang anak dapat
9 Universitas Kristen Petra
membedakan ibu dan ayahnya dengan menggunakan indra penciumannya,
dan mengidentifikasi orangtuanya melalui suaranya. Meskipun otak dan
pikiran seorang anak masih jauh dari kedewasaan, tetapi seorang anak juga
dapat menjadi kompeten dan skillful berdasarkan interaksi yang diberikan.
Sebuah teori mengatakan bahwa pentingnya perilaku orangtua sangat
berhubungan erat dengan perilaku anak yang datang dari berbagai sumber.
Dinamika yang terjadi dalam keluarga dapat dilihat berdasarkan
hubungan antar anggota keluarga dan kualitas interaksi yang ada dalam
keluarga tersebut (Dewi, 2014). Komunikasi antar anak dan orangtua
menjadi hasil dari adaptasi yang sedang dijalani oleh orangtua dan
anaknya. Interaksi antara orangtua-anak juga menjadi konteks dalam
interaksi dalam keluarga. Seiring bertambahnya usia, seorang anak akan
menjadi lebih besar dan mengerti lebih banyak hal. Bertumbuhnya seorang
anak menjadi dewasa tidak dapat dihindari, mempengaruhi tipe hubungan
dalam keluarga yang dimiliki masing-masing anak dan pengalaman apa
saja yang telah dilalui seorang anak hingga mengalami hubungan yang
baik atau buruk dalam keluarga.
Menurut Weiss & Jacobs (2017), ada beberapa hal yang menjadi
indikator terbentuknya family interaction and relationship yang baik
dalam sebuah keluarga, yaitu dengan menggunakan analisa APGAR
keluarga, yaitu sebagai berikut:
1. Adaptation
Kemampuan keluarga untuk menggunakan dan membagi sumber
daya yang melekat dengan anggota keluarga itu sendiri atau dengan
keluarga lain.
2. Partnership
Saling berbagi dalam membuat keputusan. Hal ini mengukur
pencapainan dalam memcahkan permasalahan dengan komunikasi.
3. Growth
Hal ini mewakili pertumbuhan fisik dan emosional. Hal ini
mengukur kepuasan penyediaan kebebasan untuk berubah.
10 Universitas Kristen Petra
4. Affection
Pembagian emosi seperti cinta, marah, dan benci antara anggota
keluarga. Hal ini mengukur tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
keintiman dan reaksi emosional yang ada dalam keluarga.
5. Resolve
Mewakili pembagian waktu, ruang, dan keuangan dalam sebuah
keluarga. Hal ini mengukur kepuasan anggota keluarga dengan
komitmen yang di buat oleh anggota keluarga lainnya.
2.1.2 Purposive Financial Socialization
Purposive financial socialization merupakan usaha yang dilakukan
dengan sengaja oleh sebuah keluarga yang berguna untuk dapat
mensosialisasikan kebiasaan-kebiasaan finansial pada anggota keluarganya
(Gudmunson & Danes, 2011). Purposive financial socialization dapat
dilakukan dimana saja, bukan hanya dalam lingkungan keluarga.
Purposive financial socialization juga dapat berasal dari mana saja
terutama lingkungan sekitar orang tersebut seperti anggota keluarga
khususnya orangtua, teman dekat, maupun lembaga keuangan profesional
sekalipun (Copur, 2016).
Jonathan & Bartholomae (2000) berpendapat bahwa purposive
financial socialization merupakan kesempatan agar seorang anak bisa
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan finansial di masa depan.
Dalam perkembangan dan pertumbuhan sorang anak pasti memerlukan
peran penting dari orangtuanya. Seseorang bisa belajar banyak tentang
pengetahuan keuangan dan tidak jarang meniru apa yang dilakukan oleh
orangtuanya. Seorang anak yang telah dibelaki oleh orangtuanya tentang
finansial akan cenderung lebih memahami tentang aspek-aspek keuangan
dibandingkan dengan anak seusianya yang tidak mendapatkan pengajaran
keuangan apapun dari orangtuanya.
Menurut Gudmunson & Danes (1994), orangtua memiliki peranan
yang sangat penting dalam memberikan pengetahuan keuangan secara
nyata atau realistis. Disinilah peran orangtua sangat di perlukan untuk
11 Universitas Kristen Petra
perkembangan pengetahuan dan tingkah laku seorang anak. Walaupun
anak mendapatkan pendidikan di sekolah, tetapi hal tersebut tidaklah
cukup. Pengaruh keluarga lebih besar bagi pertumbuhan anak
dibandingkan apa yang didapatkannya di sekolah. Jika bekal pengetahuan
yang diberikan oleh keluarga baik, maka seseorang akan lebih berani
dalam pengambilan keputusan keuangannya kelak. Tetapi keputusan
tersebut bukanlah keputusan yang sembarangan, tetapi keputusan yang
berbekal pada pengajaran yang didapatkannya dari pengalaman orangtua
maupun pengajaran orangtuanya.
Studi pada financial attitude, belief, dan behavior menunjukan
bahwa 69% responden yang diteliti memiliki perilaku dan cara pandang
yang dipengaruhi oleh orangtuanya (Hira, 1997). Hal ini menunjukan
bahwa orangtua memiliki peran yang lebih penting, bukan hanya untuk
mengajarkan tentang keuangan kepada anaknya, tetapi juga harus mampu
memberikan contoh yang baik bagi anak. Penelitian yang dilakukan Hira
juga sesuai dengan penelitian terdahulu yang mengatakan bahwa orangtua
memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan sikap dan
perilaku keuangan seorang anak.
Pengukuran purposive financial socialization diukur dengan
menggunakan beberapa indikator, yaitu belajar dari orangtua tentang
keuangan, adanya pengajaran secara langsung dari orangtua, serta adanya
pengaruh dari orangtua tentang manajemen uang (Jorgensen & Savla,
2010).
2.1.3 Financial Attitude
Financial Attitude adalah sikap yang mengacu pada perasaan
seseorang tentang masalah keuangan pribadi, yang diukur dengan
tanggapan atas sebuah pernyataan atau opini (Marsh, 2006). Pankow
(2003), mendefinisikan financial attitudes sebagai keadaan pikiran,
pendapat serta penilaian tentang keuangan. Hayhoe, Leach, Turner (1999),
menyatakan bahwa ada suatu hubungan antara financial attitudes dan
tingkat masalah keuangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap
12 Universitas Kristen Petra
keuangan seseorang juga berpengaruh terhadap cara seseorang mengatur
perilaku keuangannya. Lim dan Teo (1997) serta Madern, Tamaran, &
Van Der (2012) menyatakan sejumlah financial attitudes juga terkait
dengan kesulitan keuangan yang seringkali dihadapi oleh anak muda.
Menurut Furnham (1984), financial attitudes seseorang dapat dilihat
dengan indikator sebagai berikut, yaitu:
1. Obsession, yaitu: pola pikir seseorang tentang uang dan
persepsinya tentang masa depan untuk mengelola uang dengan
baik.
2. Power, yaitu: seseorang yang menggunakan uang sebagai alat
untuk mengendalikan orang lain dan beranggapan bahwa uang
dapat menyelesaikan masalah.
3. Effort, yaitu seseorang yang merasa pantas memiliki uang dari apa
yang sudah dikerjakannya.
4. Security, yaitu mengacu pada apa yang disebut "pendekatan kuno
terhadap uang" seperti melindungi uang yang dimiliki dengan cara
yang berlebihan seperti takut membuat keputusan atau mengambil
risiko yang besar terhadap uang yang dimiliki.
5. Inadequacy, yaitu seseorang yang selalu merasa tidak cukup
dengan uang yang dimilikinya.
6. Retention, yaitu seseorang yang memiliki kecenderungan mampu
menahan diri untuk tidak menghabiskan uang.
2.1.4 Financial Knowledge
Kemampuan untuk mengatur keuangan personal sangat penting
untuk dipelajari dewasa ini (Chen & Volpe, 1998). Pengetahuan mengacu
pada apa yang diketahui individu tentang masalah keuangan pribadi,
yang diukur dengan tingkat pengetahuannya berkaitan dengan
berbagai konsep keuangan pribadi (Marsh, 2006). Financial knowledge,
adalah penguasaan seseorang atas berbagai hal tentang dunia keuangan
(Naila & Iramani, 2013). Pemuda belajar tentang uang sebagian besar dari
sekolah dan orangtua, dengan penekanan pada penghematan (Chowa, et
13 Universitas Kristen Petra
al., 2015). Pada perkembangannya, pengetahuan mengenai keuangan
mulai diperkenalkan di berbagai jenjang pendidikan. Menurut Chen and
Volpe (1998) terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur pengetahuan keuangan seseorang, yaitu meliputi:
1. General Knowledge
Pengetahuan umum dalam bidang keuangan merupakan
pemahaman terhadap hal-hal yang terdapat dalam bidang keuangan.
Menurut Chen and Volpe (1998), pengetahuan umum yang dimaksud
meliputi pengetahuan tentang keuangan pribadi, likuiditas aset,
spending, perpajakan, pengaturan keuangan pribadi, checking account
reconciliation, leasing, dan sebagainya.
2. Savings and Borrowing
Saving adalah jumlah yang tersisa ketika biaya pengeluaran
seseorang dikurangkan dari jumlah pendapatan yang diperolehnya
dalam jangka waktu tertentu. Bagi mereka yang berhati-hati secara
finansial, jumlah uang yang tersisa setelah pengeluaran pribadi
terpenuhi bisa positif; bagi mereka yang cenderung mengandalkan
kredit dan pinjaman untuk memenuhi kebutuhan, tidak ada uang tersisa
untuk tabungan. Aspek ini merupakan pengukuran individu terhadap
pengetahuan yang berkaitan dengan tabungan dan pinjaman seperti
penggunaan kartu kredit.Savings adalah bagian dari pendapatan
seseorang yang tidak digunakan untuk konsumsi. Aspek ini meliputi
pengetahuan mengenai tingkat suku bunga, pengetahuan mengenai time
value of money, dan kartu kredit.
3. Investment
Investasi adalah aset atau barang yang dibeli dengan harapan akan
menghasilkan pendapatan atau akan diapresiasi di masa depan. Secara
ekonomi, investasi adalah pembelian barang yang tidak dikonsumsi saat
ini namun digunakan di masa depan untuk menciptakan kekayaan. Di
bidang keuangan, investasi adalah aset moneter yang dibeli dengan
gagasan bahwa aset tersebut akan menghasilkan pendapatan di masa
14 Universitas Kristen Petra
depan atau akan dijual dengan harga yang lebih tinggi untuk
mendapatkan keuntungan.
4. Insurance
Asuransi merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk
mengurangi risiko keuangan. Terdapat berbagai jenis asuransi
berdasarkan kebutuhannya, meliputi asuransi jiwa, asuransi kesehata,
asuransi tempat tinggal, dan asuransi tempat tinggal. Seseorang dapat
memilih sesuai dengan kebutuhan hidup yang dijalaninya sekarang.
Asuransi dapat mengalihkan risiko kerugian keuangan yang akan di
derita agar seseorang yang telah memiliki asuransi tidak harus
mengeluarkan uang lebih banyak lagi ketika sedang sakit, atau
mengalami kecelakaan, dan sebagainya. Oleh karena itu, pengetahuan
asuransi seseorang sangatlah penting dalam financial knowledge.
2.1.5 Financial Behavior
Financial Behavior biasa dikembangkan untuk menjelaskan
tingkah laku investor atau anomali pasar ketika hal tersebut tidak dapat
dijelaskan secara rasional (Glaser & Weber, 2004). Menurut Jahanzeb,
Muneer, (2012) Financial Behavior adalah ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia dalam menyikapi dan bereaksi atas informasi keuangan
dalam upaya untuk mengambil keputusan yang tepat dan mendapatkat
hasil yang optimal.
Financial behavior dibangun oleh berbagai asumsi dan ide dari
perilaku ekonomi, keterlibatan emosi, sifat, kesukaan dan berbagai macam
hal yang melekat dalam diri manusia sebagai makhluk intelektual dan
sosial yang berinteraksi terkait keputusan yang dibuat (Ricciardi, 2000).
Indikator yang dapat digunakan untuk mengukur financial
behavior menurut Perry & Morris (2005) adalah sebagai berikut :
1. Mengontrol Pengeluaran
Menurut Perry & Morris (2005), Financial behavior kerap kali
dikaitkan dengan kontrol seseorang atas pengeluaran yang
15 Universitas Kristen Petra
dilakukannya. Pengeluaran dapat dikontrol dengan tidak melakukan
konsumsi secara berlebihan. Konsumsi dilakukan setiap saat untuk
memenuhi kebutuhan maupun keinginannya. Namuk konsumsi yang
tidak dapat di kontrol akan menyebabkan seseorang memiliki perilaku
yang konsumtif. Perilaku mengontrol keuangan dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk memonitor konsumsi, emosi, dan keputusan untuk
mempertahankan tujuan awal atau rencana (Haws, 2007). Sehingga
tanpa pertimbangan emosi yang matang, seseorang akan dengan mudah
melakukan konsumsi untuk memenuhi keinginan yang kurang sesuai
dengan kebutuhan yang dibutuhkan sebenarnya.
2. Membayar Tagihan Tepat Waktu
Membayar tagihan tepat pada waktunya dapat menjadi salah satu
tolak ukur seseorang memiliki financial behavior yang baik atau tidak.
Seseorang yang membayar tagihan tepat waktu akan lebih teliti dalam
memperhatikan keuangan pribadinya. Hal ini disebabkan karena
individu tersebut sangat memahami risiko yang akan didapatnya kelak
ketika tidak membayar tagihan tepat pada waktunya. Hutang
merupakan sejumlah uang yang diterima dari pihak lain berdasarkan
persetujuan kewajiban untuk melunasi (Sina,20 nb14). Oleh karena itu,
manajemen hutang merupakan sikap untuk dapat memanfaatkan hutang
agar dapat meningkatkan kesejahteraan pribadi.
3. Merencanakan Keuangan Masa Depan
Merencanakan keuangan untuk masa depan merupakan hal yang
penting dilakukan karena tidak ada seorangpun yang mengetahui apa
yang akan terjadi dimasa depan. Sehingga setiap orang harus
merencanakan dari sekarang agar risiko terburuk yang dapat terjadi di
masa depan sudah di antisipasi sejak dini. Merencanakan keuangan
dimasa depan dapat dilakukan dengan investasi. Investasi merupakan
komitmen atas sejumlah dana yang dimiliki pada saat ini dengan tujuan
untuk memperoleh jumlah keuntungan dimasa yang akan datang
(Tandelilin, 2010). Konsumsi dan investasi merupakan hal yang saling
berhubungan. Penundaan konsumsi yang dilakukan pada saat ini dapat
16 Universitas Kristen Petra
diartikan sebagai investasi untuk konsumsi di masa depan (Hartono,
2000).
Selain berinvestasi, hal lainnya yang dapat dilakukan untuk
keuangan dimasa depan adalah menggunakan produk-produk asuransi.
Dengan menggunakan asuransi, seseorang berarti memindahkan risiko
yang mungkin didapatkannya dimasa depan kepada pihak asuransi atau
penanggung. Dengan risiko yang semakin kecil, kemungkinan kerugian
keuangan yang akan ditanggung seseorang di masa depan akan dapat
diminimalisir.
Selanjutnya dengan menggunakan dana pensiun. Seseorang
membutuhkan dana pensiun ketika sudah tidak bekerja dan tidak
memiliki penghasilan lagi. Menurut Undang-Undang no 11 tahun 1992,
pengertian dana pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan
menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun, yang
memiliki stiap program pesiun untuk mengupayakan manfaat pensiun.
Perencanaan dana pensiun sayngat penting untuk keungkinan masa
hidup di hari tua yang membutuhkan cukup biaya baik untuk kehidupan
sehari-hari maupun kesehatan.
4. Menyimpan Uang (Menabung)
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 tentang
perbankan atas pasal 1 ayat 9 mengungkapkan bahwa, menabung
merupakan simpanan yang pada penarikannya hanya dapat dilakukan
menurut syarat tertentu yang telah disepakati, namun tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Menurut Fisher & Anong (2013), kebiasaan keluarga dalam
menabung dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu selalu menabung, tidak
selalu menabung, dan tidak menabung. Selalu menabung yang
dimaksudkan di sini adalah menabung dengan jumlah yang sama tiap
bulannya dan selalu menabung dengan dana tabungan yang berasal dari
pendapatan salah satu anggota keluarga, namun pendapatan yang
lainnya digunakan untuk memenuhi beban pengeluaran. Tidak selalu
menabung berarti menabung dengan tidak rutin atau hanya jika masih
17 Universitas Kristen Petra
ada sisa pendapatan saja, biaya-biaya pengeluaran dibiayai dengan
pendapatan perbulan dan baru menabung jika memiliki uang berlebih
atau ada penghasilan lainnya. Selanjutnya adalah tidak menabung sama
sekali yang bisa disebabkan karena pengeluaran lebih besar dari
pendapatan atau besarnya pengeluaran sama dengan besarnya
pemasukan.
5. Menyediakan Kebutuhan untuk Diri Sendiri dan Keluarga
Menyediakan kebutuhan untuk diri sendiri dan keluarga dapat
tercermin melalui investasi yang dilakukan seseorang. Ketika seseorang
telah melakukan investasi sejak dini, hal tersebut menunjukan bahwa
seseorang tersebut memiliki sikap yang berjaga-jaga untuk masa
depannya agar kebutuhan dimasa depan tetap terpenuhi dengan baik.
Kebutuhan seseorang dapat terbagi menjadi 3 yaitu kebutuhan sandang,
pangan, dan papan. Tiga kebutuhan ini dianggap sebagai kebutuhan
pook yang utama guna memenuhi kebutuhan jasmani dan kelangsungan
hidup dari tingkat pendapatan yang diperoleh (Badan Pusat Statistik,
2014).
Kebutuhan seseorang dapat juga disesuaikan dengan gaya hidup
orang tersebut seperti pekerjaan, hobi, belanja, hiburan, dan minat
seseorang berdasarkan keinginan pribadinya (Fadillah,2013). Gaya
hidup seseorang dapat menjadi tolak ukur atas keadaan status sosial dari
orang tersebut. Gaya hidup adalah gambaran diri seseorang yang dapat
menggambarkan seberapa besar nilai moral orang tersebut dalam
bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya (Kaparang, 2013).
2.1.6 Financial Well-Being
Financial well-being dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
saat seseorang dapat memenuhi kewajiban keuangannya saat ini dan dapat
memenuhi kebutuhan dalam kehidupan yang sedang berlangsung.
Seseorang dapat merasa aman terhadap masalah keuangan di masa depan,
dan mampu membuat pilihan terbaik bagi kenyamanan masa depannya
(Consumer Financial Protection Bureau, 2015). Menurut wawancara yang
18 Universitas Kristen Petra
dilakukan oleh Consumer Financial Protection Bureau, 2015
mengungkapkan ada 4 indikator penentu keberhasilan financial well-being
seseorang, yaitu:
1. Memiliki kontrol keuangan per hari dan per bulan.
Seseorang yang memiliki financial well-being yang baik mampu
mengkontrol keuangan pribadi setiap hari atau setiap bulan. Individu
yang memiliki tingkat kesejahteraan finansial yang relatif tinggi akan
mengendalikan kehidupan keuangannya, bukan uang yang mengelola
mengelolanya. Orang-orang seperti itu mampu menutupi biaya dan
membayar tagihan tepat waktu, dan tidak perlu khawatir untuk
mendapatkan cukup uang.
2. Memiliki kapasitas untuk menyerap financial shock.
Individu yang memiliki tingkat kesejahteraan finansial yang relatif
tinggi juga memiliki kemampuan untuk menyerap financial shock.
Karena orang tersebut memiliki faktor-faktor seperti sistem pendukung
keuangan yang berasal dari keluarga dan teman, memiliki tabungan
pribadi, dan memegang asuransi dari berbagai jenis. Kehidupan tidak
akan berakhir jika mobil atau rumah memerlukan perbaikan darurat
atau jika orang tersebut diberhentikan sementara dari pekerjaannya.
Seseorang mampu mengatasi tantangan finansial dari kejadian
kehidupan yang tak terduga.
3. Berada dalam jalur untuk mewujudkan financial goals.
Individu yang mengalami kesejahteraan finansial juga
mengungkapkan bahwa memiliki rencana keuangan formal atau
informal, dan mereka secara aktif bekerja untuk memenuhi tujuan
seperti menabung untuk membeli mobil atau rumah, melunasi pinjaman
mahasiswa, atau menabung untuk masa pensiun.
4. Memiliki financial freedom yang dapat memberikan seseorang
kebebasan untuk menikmati hidup
Akhirnya, individu yang mengalami kesejahteraan finansial akan
merasa bahwa dirinya mampu membuat pilihan untuk menikmati hidup.
Kesejahteraan ini dapat dilihat dari tingkah laku seseorang seperti bisa
19 Universitas Kristen Petra
berbelanja secara royal sesekali, mampu memenuhi keinginginan,
seperti bisa pergi makan malam atau berlibur, selain memenuhi
kebutuhannya, dan orang tersebut dapat membuat pilihan untuk
memberikan bantuan terhadap teman, keluarga dan masyarakat di
sekelilingnya. Unsur keempat ini muncul dengan sangat kuat dalam
wawancara yang dilalukan oleh Consumer Financial Protection
Bureau. Misalnya, kebebasan finansial bisa berarti bermurah hati
dengan keluarga, teman dan masyarakat; atau memiliki kemampuan
untuk kembali ke sekolah atau meninggalkan satu pekerjaan untuk
mencari pekerjaan yang lebih baik; atau pergi makan malam atau
berlibur; atau bekerja lebih sedikit untuk menghabiskan waktu bersama
keluarga. Walaupun aspek seperti pendapatan atau kekayaan bersih juga
penting, jangan sampai aspek ini sepenuhnya menangkap konsep
kesejahteraan finansial.
2.2. Hubungan Antar Konsep
2.2.1. Pengaruh Family Interaction and Relationship terhadap Financial
Attitude
Moschis (1985) mengatakaan bahwa orang tua tidak hanya
memberikan dampak dari pengajaran yang dilakukan sehari-hari, tetapi lebih
dalam lagi berdasarkan interaksi dan hubungan serta kedekatan yang baik
dalam keluarga dapat mempengaruhi financial attitude seorang anak.
Demgam memiliki hubungan yang baik, orang tua akan semakin memiliki
peluang untuk mengatur sikap dan tingkah laku seorang anak serta lebih
memperhatikan sikap anak dalam kemampuan anak untuk menabung dan
pentingnya seorang anak untuk mulai menabung (Mugenda et al., 1990).
Interaksi dan hubungan yang baik dalam sebuah anggota keluarga juga
mampu menciptakan rasa nyaman dan aman untuk saling berbagi setiap
permasalahan yang ada. (Beutler & Dickson, 2008). Diharapkan dengan
adanya keterbukaan dalam keluarga, anggota keluarga dapat menciptakan
rasa aman untuk menceritakan masalah keuangannya.
20 Universitas Kristen Petra
Edward, et.al (2007) juga mengemukakan bahwa adanya hubungan
yang positif dan kuat antara perilaku manusia dengan kebiasaan seperti
interaksi dan hubungan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Gudmunson & Danes (2011) menyatakan bahwa adanya hubungan terhadap
kedua variabel ini sehingga dari penelitian dan fakta yang ada, dapat
disimpulkan bahwa peran orang tua dalam melakukan interaksi dan hubungan
keuangan terhadap anak berperan penting demi meningkatkan financial
attitude seorang anak.
2.2.2. Pengaruh Family Interaction and Relationship terhadap Financial
Knowledge
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gudmunson & Danes
(2011), mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara family interaction
and relationship terhadap financial knowledge. Dalam penelitian ini juga
mengatakan bahwa tidak hanya watak dari setiap keluarga yang dapat
mempengaruhi tingkat financial knowledge pada sebuah keluarga, tetapi
tingkat frekuensi terjadinya interaksi tersebut juga dapat mempengaruhi
financial knowledge, dimana seorang anak akan mampu menentukan pilihan
yang baik atau buruk tentang keuangannya kelak di masa depan. Semakin
sering interaksi dan hubungan yang dekat terjadi dalam keluarga, seorang
anak akan menjadi lebih mudah mengerti dan memahami apapun yang
diajarkan oleh orang tuanya dan akan berdampak pada pengetahuannya kelak
(Jorgensen & Savla, 2010).
2.2.3. Pengaruh Purposive Financial Socialization terhadap Financial
Attitude
Menurut Gudmunson & Danes (2011), hubungan antara purposive
financial socialization dapat diukur dengan menggunakan financial attitude.
Sebuah keluarga harus mampu melakukan financial socialization dengan
baik. Ketika sebuah keluarga dapat mengajarkan dengan baik tentang
permasalahan keuangan yang terjadi, hal-hal kecil tentang keuangan seperti
menabung di bank, berinvestasi, memberikan pengarahan yang tepat untuk
setiap tindakan keuangan yang dilakukan, maka hal-hal ini akan mengubah
21 Universitas Kristen Petra
pola pikir dan cara pandang anggota tersebut untuk menyikapi setiap kejadian
keuangan yang terjadi.
Jorgensen (2007) juga mengemukakan bahwa keikutsertaan
orangtua dalam mensosialisasikan tentang finansial akan menyebabkan
financial attitude yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hira (1997) bahwa sebagian besar anak memiliki sikap dan
cara pandang tentang keuangan yang dipengaruhi dan tidak jauh berbeda
dengan orangtua. Diharapkan orang tua mampu menyadari pentingnya
mensosialisasikan hal yang berhubungan tentang finansial sedini mungkin.
2.2.4. Pengaruh Purposive Financial Socialization terhadap Financial
Knowledge
Purposive financial socialization dapat dilihat dengan keadaan
financial knowledge seseorang (Gudmunson & Danes, 2011). Sebuah
keluarga yang dengan sengaja memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang
finansial dalam keluarganya akan menciptakan seseorang yang pandai tentang
masalah keuangan. Hal tersebut terjadi karena orang tersebut telah terbiasa di
dalam lingkungan keluarganya untuk membicarakan masalah finansial, untuk
mendengarkan istilah-istilah finansial, dan semakin banyak mengetahui
tentang keuangan dibandingkan dengan orang yang di rumah tidak dibiasakan
mendengarkan hal-hal finansial, melakukan tindakan-tindakan finansial, atau
bahkan tidak diajarkan sama sekali oleh orangtuanya tentang aspek-aspek
finansial yang penting untuk diketahui. Oleh karena itu, penting bagi setiap
anggota dalam keluarga melakukan purposive financial socialization agar
dapat meningkatkan financial knowledge setiap individu dalam keluarga.
Social learning theory mengungkapkan bahwa pengetahuan seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat orang tersebut berasal (Bandura,
1986). Dalam penelitian ini lingkungan sekitar yang memberikan pengaruh
dalam hal keuangan adalah keluarga.
Menurut Solheim et al (2011) yang mengatakan bahwa pengetahuan
tentang savings dan cara mengelola uang termasuk menggunakan credit
diperoleh dari orangtua. Hal ini menyebabkan orangtua harus bisa
22 Universitas Kristen Petra
memberikan dan mengajarkan financial knowledge agar pengembangan ilmu
keuangan anak dapat terbentuk dengan baik.
2.2.5. Pengaruh Financial Attitude terhadap Financial Behavior
Financial attitude merupakan sikap yang mengacu pada perasaan
tentang keuangan pribadi seseorang yang dapat diukur dengan memberikan
tanggapan atas pertanyaan atau opini (Marsh, 2006). Financial behavior
mengacu pada perilaku seseorang dan kaitannya dengan keuangan pribadi
yang dapat diukur dengan tindakan keuangan orang tersebut.
Menurut Furnham (1984), financial attitude akan dapat dilihat dari
cara seseorang menghabiskan, menyimpan, dan melakukan pemborosan
uangnya. Ketika seseorang merasa nyaman dengan sikapnya sehari-hari,
orang tersebut akan semakin mudah untuk mengambil keputusan dengan
tindakan yang baik juga karena orang tersebut telah terbiasa memiliki sikap
yang baik (Gudmunson & Danes, 2011). Ketika seseorang dihadapkan
dengan sebuah masalah keuangan dan dipaksa untuk membuat keputusan
keuangan yang penting bagi masa depannya, orang tersebut membutuhkan
sikap yang baik untuk memikirkan keputusan terbaik yang harus di ambil
dalam menyelesaikan masalah tesebut. Saat keputusan telah dipikirkan
dengan matang hingga menemukan jalan keluar yang terbaik, orang tersebut
telah memiliki sikap keuangan yang baik hingga perilaku yang dihasilkan
menjadi baik juga (Thaler & Sunstein, 2008).
2.2.6. Pengaruh Financial Attitude terhadap Financial Well-Being
Pada penelitian yang dilakukan oleh Consumer Financial Protection
Bureau (2015), mengatakan bahwa tingkah laku, kebiasaan, dan sikap
finansial yang diajarkan sejak dini dapat sangat kuat mempengaruhi financial
well-being. Seseorang yang memiliki financial attitude yang baik berarti
memiliki pola pandang yang baik terhadap keuangan. Dewasa dalam
menyikapi masalah-masalah keuangan serta pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab untuk setiap keputusan keuangan yang dilakukannya.
Dewasa dalam membedakan kebutuhan yang sangat mendesak atau hal
tersebut hanya merupakan keinginan saja. Selain itu, seseorang harus
memiliki kepercayaan diri bahwa keputusan keuangan yang dilakukannya
23 Universitas Kristen Petra
merupakan hal yang berguna bagi keadaan keuangannya di masa depan, serta
merasa nyaman karena mengerti dengan baik cara untuk melakukan tindakan
keuangan secara efektif demi meningkatkan kesejahteraan finansialnya di
masa depan.
2.2.7. Pengaruh Financial Knowledge terhadap Financial Behavior
Menurut Hogarth (2006), sebagian besar penelitian menemukan
bahwa banyaknya informasi keuangan yang diperoleh seseorang, maka akan
mengubah financial behavior orang tersebut. Semakin banyak financial
knowledge yang didapatkan maka akan semakin mempengaruhi financial
behavior seseorang secara positif. Financial knowledge tidak hanya mampu
membuat seseorang menggunakan uang secara lebih bijak, tetapi juga mampu
memberi manfaat pada perekonomian orang tersebut. Dengan kata lain,
seseorang yang memiliki financial knowledge yang baik, akan mampu
membuat orang tersebut mengelola keuangannya dengan baik dan pada
akhirnya akan memiliki financial behavior yang baik juga berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lundberg & Mulaj (2014).
Lundberg & Mulaj (2014) menemukan bahwa orang yang memiliki financial
knowledge yang rendah akan cenderung lebih buruk dalam hal melakukan
saving, credit, investment, serta perencanaan pendanaan hari tuanya.
Seseorang yang memiliki financial knowledge rendah akan memiliki financial
behavior yang negative juga seperti meminjam dengan suku bunga yang
tinggi dan meminjam di sumber manapun tanpa memikiran risiko yang di
hadapi. Hal yang diperhatikan hanyalah mendapatkan pinjaman untuk
mendanai kebutuhannya.
2.2.8. Pengaruh Financial Knowledge terhadap Financial Well-Being
Menurut Woodyard & Robb (2012), financial knowledge merupakan
hal yang paling penting dalam mengukur financial well-being seseorang.
Menurut consumer financial protection bureau (2015), Financial knowledge
merupakan pengetahuan yang berdasarkan pengetahuan faktual tentang
konsep keuangan tertentu atau sebagai tingkat numerik tertentu. Menurut
Lundberg & Mulaj (2014), pada era krisis ekonomi tahun 2008, seseorang
24 Universitas Kristen Petra
yang memiliki tingkat financial knowledge yang rendah akan mempengaruhi
financial well-being orang tersebut.
Seseorang yang memiliki financial knowledge tinggi akan lebih
pandai dalam menentukan keputusan-keputusan ekonominya. Ketika
seseorang pandai menentukan keputusan keuangan dengan pengetahuan
keuangan yang dimilikinya, maka peluang seseorang untuk merasakan
financial well-being akan lebih besar. Seperti contoh pada krisis 2008, fakta
membuktikan bahwa seseoramg dengan tingkat financial knowledge yang
lebih tinggi akan lebih mampu mempertahankan keadaan finansialnya dan
lebih mampu mengembalikan keadaan perekonomiannya seperti semula
dibandingkan dengan seseorang yang memiliki financial knowledge yang
rendah (Lundberg & Mulaj, 2014).
2.2.9. Pengaruh Financial Behavior terhadap Financial Well-Being
Financial behavior dapat menjadi prediktor tingkat financial well-
being seseorang secara objektif (Gudmunson & Danes, 2011). Contoh
indikator objektif yang dimaksud adalah tingkat pendapatan dan tabungan,
selain itu kepemilikan aset, rasio finansial, dan laporan peminjaman juga dapat
menjadi indikator objektif. Seberapa besar pendapatan yang diperoleh
responden, serta berapa banyak tabungan yang dimilikinya (Gudmunson &
Danes, 2011).
Ketika seseorang memiliki financial behavior yang baik, maka orang
tersebut akan mampu merencanakan keuangan pribadinya dengan baik,
membayar tagihan tepat waktu agar terhindar dari denda atau bunga bank, serta
menabung dan berinvestasi sejak dini, maka orang tersebut akan menjadi lebih
sejahtera dibandingkan dengan orang yang tidak mampu merencanakan
keuangannya dan memiliki hutang dimana-mana (Gutter & Copur, 2011).
25 Universitas Kristen Petra
2.3. Kerangka Berpikir
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
Sumber : Gudmunson & Danes (2011)
Dengan Berbagai Modifikasi
2.4. Hipotesa
H1: Family Interaction and Relationship berpengaruh signifikan terhadap
Financial Attitude.
H2: Family Interaction and Relationship berpengaruh signifikan terhadap
Financial Knowledge.
H3: Purposive Financial Socialization berpengaruh signifikan terhadap Financial
Attitudes.
H4: Purposive Financial Socialization berpengaruh signifikan terhadap Financial
Knowledge.
H5: Financial Attitudes berpengaruh signifikan terhadap Financial Behavior.
H6: Financial Attitudes berpengaruh signifikan terhadap Financial Well-Being.
H7: Financial Knowledge berpengaruh signifikan terhadap Financial Behavior.
H8: Financial Knowledge berpengaruh signifikan terhadap Financial Well-Being.
H9: Financial Behavior berpengaruh signifikan terhadap Financial Well-Being.
Purposive
Financial
Socialization
Family
Interaction and
relationship Financial
Attitude
Financial
Behavior
Financial
Well-Being
Financial
Knowledge