2. skripsii full bismillah baru
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada
masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan,
tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran
kehidupan modern pada masakini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan,
pelayanan kesehatan, dan kemudahan - kemudahan lainnya yang tersedia pada
jaman modern.
Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju,
seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di
penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul
di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja
pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah,
sehingga kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di
permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti
prostitusi, kriminalitas, pengangguran. Amerika Serikat sebagai negara maju juga
dihadapi masalah kemiskinan, terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi
tahun 1930-an. Pada tahun 1960-an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adi
daya dan terkaya di dunia. Sebagian besar penduduknya hidup dalam
kecukupan. Bahkan Amerika Serikat telah banyak memberi bantuan kepada
negaranegara lain. Namun, di balik keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang
atau seperenam dari jumlah penduduknya tergolong miskin.
2
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya
mempunyai 49,5 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin (Survai Sosial
Ekonomi Nasional / Susenas, 1998). Jumlah penduduk miskin tersebut terdiri dari
17,6 juta jiwa di perkotaan dan 31,9 juta jiwa di perdesaan. Angka tersebut lebih
dari dua kali lipat banyaknya dibanding angka tahun 1996 (sebelum krisis
ekonomi) yang hanya mencatat jumlah penduduk miskin sebanyak 7,2 juta jiwa
di Perkotaan dan 15,3 juta jiwa perdesaan. Akibat krisis jumlah penduduk miskin
diperkirakan makin bertambah.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni
kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain
akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan
bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada
di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai
sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap
miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan
pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.
Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak dari
berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama
akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi
akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar
rendah, tabungan nihil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi
terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan,
dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas
dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.
3
Di Indonesia program-program penanggulangan kemiskinan sudah banyak
pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa tertinggal, perbaikan kampung,
gerakan terpadu pengentasan kemiskinan. Sekarang pemerintah menangani
program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter dan ekonomi
yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, melalui program-
program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut
terlibat dalam berbagai kegiatan. Salah satu tujuan pembangunan nasional
adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan
kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya
akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran
pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan
merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan
atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan
permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu,
upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup
berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (Nasir,
dkk 2008).
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak
mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai
kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Dalam arti proper, kemiskinan
dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin
kelangsungan hidup. Dalam arti luas, Chambers (dalam Chriswardani, 2005)
mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu intergrated concept yang memiliki
lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3)
kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan
4
(dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun
sosiologis. Menurut BPS (2010), seseorang masuk dalam kriteria miskin jika
pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan.
1.1.1Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Strategi penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Di Jepang, solusi yang diterapkan adalah dengan menerapkan pajak
langsung yang progresif atas tanah dan terbatas pada rumah tangga petani pada
lapisan pendapatan yang tinggi, sedangkan Cina melakukannya melalui
pembentukan kerangka kelembagaan perdesaan dengan kerja sama kelompok
dan brigades di tingkat daerah yang paling rendah (communes). Di sisi lain,
solusi pemberantasan kemiskinan di Taiwan melalui mobilisasi sumber daya dari
sektor pertanian dengan mengandalkan mekanisme pasar.
Selain strategi di atas, ada juga Model Pertumbuhan Berbasis Teknologi
atau Rural-Led Development yang menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan
dalam sector pertanian yang dibuka dengan kemajuan teknologi dan
kemungkinan sektor pertanian menjadi sektor yang memimpin. Di Indonesia,
salah satu strategi penanggulangan kemiskinan ditempuh melalui pemberdayaan
partisipatif masyarakat melalui P2KP. Sasaran dari program ini adalah kaum
miskin perkotaan yang sangat rentan terhadap krisis dibandingkan dengan
masyarakat perdesaan. Menurut BPS (2011), seseorang masuk dalam kriteria
miskin jika pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan.
5
Grafik 1.1. Tingkat Kemiskinan di Sulawesi Selatan Tahun 1999-2010
(ribuan jiwa)
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 20100
200
400
600
800
1000
1200
447.2341.4199999999
99
177.26176.95173.4 177.8 182 167.8 182
1112
963.6913.43
Tingkat Kemiskinan
Sumber : BPS Sulawesi Selatan
Tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan pada periode tahun 1999 hingga
tahun 2001 mengalami kecenderungan yang menurun, seperti terlihat pada
Grafik 1.1. Pada periode tahun 2001 sampai 2007 tingkat kemiskinan turun dari
sebesar 177,2 ribu jiwa pada tahun 2001 menjadi 167,8 pada tahun 2007.
Namun di tahun 2008 kenaikan tingkat kemiskinan sangat meningkat menjadi
1.1112 ribu jiwa yang dikarenakan harga barang-barang kebutuhan pokok
selama periode tersebut naik tinggi serta faktor krisis di Amerika yang berdampak
pada dunia salah termasuk Indonesia, yang digambarkan oleh inflasi umum
sebesar 17,95 persen, akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun
penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser
posisinya menjadi miskin. Terjadi penurunan tingkat kemiskinan yang cukup
pada periode tahun 2009 hingga 2010, dari 963,6 ribu jiwa di tahun 2009
menjadi 913,43 ribu jiwa persen di tahun 2010. (BPS, 2011).
6
Usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah
serius, bahkan merupakan salah satu program prioritas, termasuk bagi
pemerintah provinsi Sulawesi Selatan. Upaya penanggulangan kemiskinan di
Sulawesi Selatan dilaksanakan melalui lima pilar yang disebut “Grand Strategy”.
Pertama, perluasan kesempatan kerja, ditujukan untuk menciptakan kondisi dan
lingkungan ekonomi, politik, dan sosial yang memungkinkan masyarakat miskin
dapat memperoleh kesempatan dalam pemenuhan hak-hak dasar dan
peningkatan taraf hidup secara berkelanjutan. Kedua, pemberdayaan
masyarakat, dilakukan untuk mempercepat kelembagaan sosial, politik, ekonomi,
dan budaya masyarakat dan memperluas partisipasi masyarakat miskin dalam
pengambilan keputusan kebijakan publik yang menjamin kehormatan,
perlindungan, dan pemenuhan hak-hak dasar. Ketiga, peningkatan kapasitas,
dilakukan untuk pengembangan kemampuan dasar dan kemampuan berusaha
masyarakat miskin agar dapat memanfaatkan perkembangan lingkungan.
Keempat, perlindungan sosial, dilakukan untuk memberikan perlindungan dan
rasa aman bagi kelomnpok rentan dan masyarakat miskin baik laki-laki maupun
perempuan yang disebabkan antara lain oleh bencana alam, dampak negatif
krisis ekonomi, dan konflik sosial. Kelima, kemitraan regional, dilakukan untuk
pengembangan dan menata ulang hubungan dan kerjasama lokal, regional,
nasional, dan internasional guna mendukung pelaksanaan ke empat strategi
diatas (Bappeda Sul-Sel, 2011).
Proses pembangunan memerlukan pendapatan nasional yang tinggi dan
pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi
terciptanya penurunan kemiskinan yang tetap adalah pertumbuhan ekonomi .
pertumbuhan ekonomi memang tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan
7
tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi merupakan sesuatu yang dibutuhkan,
walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan
berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan pemerataan
pendapatan (Wongdesmiwati, 2009).
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan
pembangunan dan merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi
pengurangan tingkat kemiskinan. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa
pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat kemiskinan.
Artinya, pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar disetiap golongan
pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin. Secara langsung, hal ini
berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk
miskin bekerja yaitu sektor pertanian atau sektor yang padat karja. Adapun
secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang yang cukup efektif
mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor
modern seperti jasa yang padat modal (Siregar dan Wahyuniarti, 2008).
Penelitian yang dilakukan Wongdesmiwati menemukan bahwa terdapat
hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kemiskinan.
Untuk menurunkan tingkat kemiskinan maka pertumbuhan ekonomi harus
ditingkatkan. Kebijakan upah minimum juga berpengaruh terhadap tingkat
kemiskinan. Gagasan upah minimum yang sudah dimulai dan dikembangkan
sejak awal tahun 1970-an bertujuan untuk mengusahakan agar dalam jangka
panjang besarnya upah minimum paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan
hidup minimum (KHM), sehingga diharapkan dapat menjamin tenaga kerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarga dan sekaligus dapat mendorong
peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan buruh (Sumarsono, 2003).
8
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999,
Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok
termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu
jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya,
yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu.
Kebijakan penetapan upah minimum oleh pemerintah adalah kebijakan
yang diterapkan dengan tujuan sebagai jaring pengaman terhadap pekerja atau
buruh agar tidak diekspolitasi dalam bekerja dan mendapat upah yang dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM). Jika kebutuhan hidaup minimum
dapat terpenuhi, maka kesejahteraan pekerja meningkatkan dan terbebas dari
masalah kemiskinan.
Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah
terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital)
dan mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas
manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan
akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan
dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan
meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya.
Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan
memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga
perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang
bersangkutan. Di sektor informal seperti pertanian, peningkatan ketrampilan dan
keahlian tenaga kerja akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga
kerja yang terampil mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang
9
memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih
baik, yang diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.
Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses
mereka untuk memperoleh pendidikan (Sitepu dan Sinaga, 2004).
Undang-Undang Dasar RI 1945 Pasal 31 ayat 2 menyebutkan bahwa
setiap warga Negara wajib mengikuti pendidkan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia
7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan
bahwa pemerintah pusat dan daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar
minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan
dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab
negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah pusat,
daerah, dan masyarakat. Konsekuensinya, pemerintah pusat dan daerah wajib
memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat
pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat,
agar mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan
memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan
keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya
martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai
masa depan. Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan
upaya mencerdaskan bangsa (Suryawati, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti
menemukan bahwa pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat
10
kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting dalam
menurunkan tingkat kemiskinan. Pembangunan bidang pendidikan di Takalar
selama ini telah dilakukan melalui upaya pengembangan dan relevansi
pendidikan sesuai dengan tujuan perkembangan iptek dan kebutuhan pasar
kerja, dengan memperhatikan sistem pendidikan nasional yang berjalan dan juga
sasaran komitmen-komitmen Internasional di bidang pendidikan. Faktor lain yang
juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan adalah pengangguran. Salah satu
unsur yang menentukan kemakmuran suatu masyarakat adalah tingkat
pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud.
Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan
masyarakat, dan itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah tercapai.
Semakin turunya tingkat kemakmuran akan menimbulkan masalah lain yaitu
kemiskinan (Sukirno, 2003). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian serta membahas masalah tersebut melalui
penelitian penulisan skripsi dengan judul penelitian : “Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Kab.Takalar 1999-2010".
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka masalah
pokok yang dikemukakan adalah :
1. Seberapa besar pengaruh pendidikan, upah minimum, pertumbuhan
ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Takalar 1999-2010 secara
langsung?
11
2. Seberapa besar pengaruh pendidikan, upah minimum, pertumbuhan
ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Takalar 1999-2010 secara tidak
langsung melalui pengangguran?
3. Seberapa besar pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh
pendidikan, upah, dan pertumbuhan ekonomi secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kemiskinan di Kabupaten Takalar 1999-2010 melalui
pengangguran.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Konsep Kemiskinan
Untuk merumuskan suatu definisi tentang kemiskinan dari sejumlah
pandangan dan pendekatan yang dinamis memang tidak mudah ,karena
formulasi dari para ahli dan penelitian dipengaruhi oleh focus kajian masing –
masing. Specker (1993) menyatakan bahwa kemiskinan mencakup (1)
kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal, (2) gangguan dan
tingginya resiko kesehatan ,(3) resiko keamanan dan kerawanan kehidupan
social ekonomi dan lingkungannya, (4) kekurangan pendapatan yang
mengakibatkan tidak bisa hidup layak, dan (5) kekurangan dalam kehidupan
social yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan social ,ketersisihan dalam
proses politik, dan kualitas pendidik yang rendah (dalam Wikipedia
ensiklopedia bebas, n.d.).
Konferensi Dunia untuk pembangunan social telah mendefinisikan
kemiskinan sebagai berikut: kemiskinan memiliki wujud yang majemuk,
termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang
menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi;
rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses kepada
pendidikan dan layanan – layanan pokok lainnya, kondisi tak wajar dan
kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan yang
bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak
aman; serta diskriminasi dan keterasingan social. Kemiskinan juga dapat
13
dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan
keputusan dalam kehidupan sipil, social dan budaya.
Maxwell (2007) menggunakan istilah kemiskinan untuk
menggambarkan keterbatasan pendapatan dan konsumsi ,keterbelakangan
derajat dan martabat manusia, ketersingkiran social, keadaan yang
menderita karena sakit ,kurangnya kemampuan dan ketidakberfungsian fisik
untuk bekerja, kerentanan (dalam menghadapi perubahan politik dan
ekonomi), tiadanya kelanjutan sumber kehidupan, tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relative (relative deprivation)
Agussalim (2000) dalam bukunya “mereduksi kemiskinan”
menjelaskan bahwa kemiskinan dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa aspek, seperti tingkat keparahan dan penyebab. Berdasarkan
tingkat keparahan kemiskinan dapat dibedakan atas kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila
tingkat pendapatannya lebih rendah daripada garis kemiskinan absolut.
Dengan kata lain jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup minimum yang dicerminkan oleh garis kemiskinan absolut
tersebut.
Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang
dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat
kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum,
kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan dalam
menentukan jalan hidupnya sendiri (Suryawati, 2005). Kemiskinan dibagi
dalam empat bentuk, yaitu:
14
a. Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan
di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan, dan
pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja.
b. Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat,
sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
c. Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak
kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
d. Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya
akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial
budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan
kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam
dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.
b. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi
atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak mendapat
menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada
secara merata.
Menurut Nasikun (dalam Suryawati 2005), beberapa sumber dan proses
penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:
15
a. Policy induces processes, yaitu proses pemiskinan yang dilestarikan,
direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan, diantaranya adalah
kebijakan anti kemiskinan, tetapi relitanya justru melestarikan.
b. Socio-economic dualism, negara bekas koloni mengalami kemiskinan
karena poal produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena
tanah yang paling subur dikuasai petani sekala besar dan berorientasi
ekspor.
c. Population growth, prespektif yang didasari oleh teori Malthus , bahwa
pertambahan penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan
pangan seperti deraet hitung.
d. Resaurces management and the environment, adalah unsur
mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti
manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan
produktivitas.
e. Natural cycle and processes, kemiskinan terjadi karena siklus alam.
Misalnya tinggal dilahan kritis, dimana lahan itu jika turun hujan akan
terjadi banjir, akan tetapi jika musim kemarau kekurangan air,
sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-
menerus.
f. The marginalization of woman, peminggiran kaum perempuan karena
masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan
penghargaan hasil kerja yang lebih rendah dari laki-laki.
g. Cultural and ethnic factors, bekerjanya faktor budaya dan etnik yang
memelihara kemiskinan. Misalnya pada pola konsumtif pda petani dan
16
nelayan ketika panenj raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat
upacara adat atau keagamaan.
h. Exploatif inetrmediation, keberadaan penolong yang menjadi
penodong, seperti rentenir.
i. Inetrnal political fragmentation and civil stratfe, suatu kebijakan yang
diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat
menjadi penyebab kemiskinan.
j. Interbational processe, bekerjanya sistem internasional (kolonialisme
dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi miskin.
2.1.2 Ukuran Kemiskinan
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat kemiskinan didasarkan
pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per
hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk
yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis
komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara
wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku
untuk semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat
badan, serta perkiraan status fisiologis penduduk, ukuran ini sering disebut
dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis
kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin.
Menurut Salim (1984), orang miskin memiliki lima ciri. Pertama, mereka
umumnya tidak mempunyai faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup,
modal maupun keterampilan, sehingga kemampuan memperoleh pendapatan
menjadi sangat terbatas. Kedua, tidak memiliki kemungkinan memperoleh aset
17
produksi dengan kekuatan sendiri, kemungkinan untuk dapat digunakan
sebagai agunan. Ketiga, tingkat pendidikan yang rendah karena waktunya
habis dipakai untuk bekerja mencari penghasilan. Pada usia sekolah, mereka
itu harus membantu orangtua disawah atau menjadi buruh tani. Keempat,
kebanyakan tinggal dipedesaan yang serba terbatas fasilitasnya atau desa
tempat tinggalnya terisolir. Kelima, mereka yang tinggal dikota tidak
mempunyai tempat tinggal yang layak dan juga tidak memiliki keterampilan,
sehingga bekerja apa adanya.
Menurut Sayogyo, tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah
pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram
konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan
perkotaan.
Daerah pedesaan:
a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 320 kg nilai tukar
beras per orang per tahun.
b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 240 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 180 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
Daerah perkotaan:
a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 480 kg nilai tukar
beras per orang per tahun.
b. Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 380 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
18
c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 270 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan
seseorang. Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari US$ 1 per hari
masuk dalam kategori miskin. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria (Suryawati, 2005),
yaitu:
a) Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga yang tidak
mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan
baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel
pakaian perorang per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80%, dan
berobat ke Puskesmas bila sakit.
b) Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) yaitu keluarga yang tidak
berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik,
minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian
satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter per segi per
anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60 tahun
yang buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun
bersekolah, satu dari anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin
atau tetap, dan tidak ada yang sakit selama tiga bulan.
Menurut Samuelson dan Nordhous (1997) bahwa penyebab dan terjadinya
penduduk miskin dinegara yang berpenghasilan rendah adalah karena dua
hal pokok yaitu rendahnya tingkat kesehatan dan gizi, dan lambatnya
perbaikan mutu pendidikan.
19
2.2 Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang
dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi
kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-
penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap
berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznetz dalam Todaro, 2004).
Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu
proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti
barang-barang modal (gedung-gedung, peralatan dan material) yang rusak.
Namun untuk menumbuhkan perekonomian diperlukan investasi-investasi baru
sebagai tambahan stok modal. Jika dianggap ada hubungan ekonomis secara
langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), maka setiap
tambahan bersih terhadap stok modal akan mengakibatkan kenaikan output total
sesuai dengan rasio output modal tersebut.
Menurut teori pertumbuhan Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung
pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja,
dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
Menurut Tarigan (2004) pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu
kenaikan seluruh nilai tambah (value added) yang terjadi di wilayah tersebut.
Menurut pandangan kaum historis, diantaranya Friedrich List dan Rostow,
pertumbuhan ekonomi merupakan tahapan proses tumbuhnya perekonomian
mulai dari perekonomian bersifat tradisional yang bergerak di sektor pertanian
dimana produksi bersifat subsisten, hingga akhirnya menuju perekonomian
modern yang didominasi oleh sektor industri manufaktur. Menurut pandangan
20
ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John
Straurt Mill, maupun ekonom neo klasik, Robert Solow dan Trevor Swan,
mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal,
(3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang
apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada
masa sebelumnya (Kuncoro, 2003).
Sedangkan menurut Schumpeter, faktor utama yang menyebabkan
perkembangan ekonomi adalah proses inovasi, dan pelakunya adalah inovator
atau wiraswasta (entrepreneur). Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya
bisa diterapkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreneur.
Menurut Boediono, pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output
per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan
kenaikan output per kapita dimana ada dua sisi yang perlu diperhatikan, yaitu sisi
output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Output per kapita adalah
output total dibagi dengan jumlah penduduk.
Menurut Nafziger, pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan
produksi suatu negara atau kenaikan pendapatan per kapita suatu negara,
sedangkan menurut Kuznets (Todaro, 2003), pertumbuhan ekonomi adalah
kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk
menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan
kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau
penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis
terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.
21
Menurut Todaro (2003), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan
ekonomi, yaitu Akumulasi Modal, Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja,
Kemajuan Teknologi :
1. Akumulasi modal termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah
(lahan), peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (human resources).
Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan
sekarang di tabung yang kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan
untuk memperbesar output di masa-masa mendatang. Investasi juga
harus disertai dengan investasi infrastruktur, yakni berupa jalan, listrik, air
bersih, fasilitas sanitasi, fasilitas komunikasi, demi menunjang aktivitas
ekonomi produktif. Investasi dalam pembinaan sumber daya manusia
bermuara pada peningkatan kualitas modal manusia, yang pada akhirnya
dapat berdampak positif terhadap angka produksi.
2. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja. Pertumbuhan penduduk
dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angka kerja
(labor force) secara tradisional telah dianggap sebagai faktor yang positif
dalam merangsang pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak
angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin
banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya.
3. Kemajuan Teknologi. Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi
cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaan tradisional. Ada 3 klasifikasi kemajuan teknologi,
yakni Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output
yang dicapai lebih tinggi pada kuantitas dan kombinasi-kombinasi input
yang sama, kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labor
22
saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih
tinggi bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau input modal yang
sama, dan kemajuan teknologi yang meningkatkan modal, terjadi jika
penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan
barang modal yang ada secara lebih produktif.
Menurut Nugraheni, pengukuran akan kemajuan sebuah perekonomian
memerlukan alat ukur yang tepat, beberapa alat pengukur pertumbuhan ekonomi
antara lain yaitu :
a. Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB), atau di
tingkat regional disebut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
merupakan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Baik
PDB atau PDRB merupakan ukuran yang global sifatnya, dan bukan
merupakan alat ukur pertumbuhan ekonomi yang tepat, karena belum
dapat mencerminkan kesejahteraan penduduk yang sesungguhnya,
padahal sesungguhnya kesejahteraan harus dinikmati oleh setiap
penduduk di negara atau daerah yang bersangkutan.
b. Produk Domestik Bruto Per kapita/Pendapatan Per kapita Produk
domestik bruto per kapita atau produk domestik regional bruto per kapita
pada skala daerah dapat digunakan sebagai pengukur pertumbuhan
ekonomi yang lebih baik karena lebih tepat mencerminkan kesejahteraan
penduduk suatu negara daripada nilai PDB atau PDRB saja. Produk
domestic bruto per kapita baik di tingkat nasional maupun di daerah
adalah jumlah PDB nasional atau PRDB suatu daerah dibagi dengan
23
jumlah penduduk di Negara maupun di daerah yang bersangkutan, atau
dapat disebut juga sebagai PDB atau PDRB rata-rata.
Bank Dunia menggunakan Produk Nasional Bruto (PNB), bukan
PDB sebagai alat ukur perkembangan ekonomi suatu Negara yaitu
dengan memperhitungkan pendapatan bersih dan faktor produksi milik
orang asing. Walaupun PDB atau PNB per kapita merupakan alat
pengukur yang lebih baik. namun tetap belum mencerminkan
kesejahteraan penduduk secara tepat, karena PDB rata-rata tidak
mencerminkan kesejahteraan ekonomi yang sesungguhnya dirasakan
oleh setiap orang di suatu negara.
Dapat saja angka-angka rata-rata tersebut tinggi, namun
sesungguhnya ada penduduk atau sekolompok penduduk yang tidak
menerima pendapatan sama sekali. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan
unsur distribusi pendapatan di antara penduduk suatu negara. Dengan
memperhatikan unsur distribusi pendapatan itu, maka PDB atau PNB per
kapita yang tinggi disertai distribusi pendapatan yang lebih merata akan
mencerminkan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik daripada bila
pendapatan per kapitanya tinggi namun ada distribusi pendapatan yang
tidak merata. Meskipun demikian, demi sederhananya pengukuran,
pendapatan per kapita tetap merupakan alat pengukur yang unggul
dibanding dengan alat-alat pengukur yang lain.
2.3 Konsep Upah
Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang,
oleh karenanya upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan
24
keluarganya dengan wajar. Sebagai imbalan terhadap tenaga dan pikiran yang
diberikan pekerja kepada pengusaha, maka pengusaha akan memberikan
kepada pekerja dalam bentuk upah. Upah adalah suatu penerimaan sebagai
imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang
telah atau dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang
ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan
serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan
karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk
keluarganya. Jadi upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang
diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. Upah dibayar oleh pengusaha
sesuai atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada
pengusaha (Sumarsono, 2003).
Upah adalah sebuah kontrofersi , bagi yang mendukung kebijakan tersebut
mengemukakan bahwa upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pekerja agar sampai pada tingkat pendapatan "living wage", yang berarti bahwa
orang yang bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidupnya.
Upah dapat mencegah pekerja dalam pasar monopsoni dari eksploitasi tenaga
kerja terutama yang low skilled. Upah dapat meningkatkan produktifitas tenaga
kerja dan mengurangi konsekuensi pengangguran seperti yang diperkirakan teori
ekonomi konverisional (Kusnaini, 1998).
Upah merupakan salah satu unsur untuk menentukan harga pokok dalam
perusahaan, karena ketidaktepatan dalam menentukan besarnya upah akan
sangat merugikan perusahaan. Oleh karenanya ada beberapa faktor penting
yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah yaitu sebagai berikut :
25
1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi dan jumlah
tenaga kerjanya langka, maka upah cenderung tinggi, sedangkan
untuk jabatan - jabatan yang mempunyai penawaran yang melimpah,
upahnya cenderung turun.
2. Organisasi Buruh
Ada tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh
akan mempengaruhi tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat
akan meningkatkan tingkat upah demikian pula sebaliknya.
3. Kemampuan untuk Membayar
Pemberian upah tergantung pada kemampuan membayar dari
perusahaan. Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu
komponen biaya produksi, tingginya upah akan mengakibatkan
tingginya biaya produksi, yang pada akhirnya akan mengurangi
keuntungan.
4. Produktivitas Kerja
Upah sebenarnya merupakan imbalan atas prestasi kerja karyawan.
Semakin tinggi prestasi kerja karyawan, maka semakin besar upah
yang mereka terima. Prestasi kerja ini dinyatakan sebagai
produktivitas kerja.
5. Biaya Hidup
Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung tinggi.
Biaya hidup juga merupakan batas penerimaan upah dari karyawan.
6. Pemerintah
26
Pemerintah dengan peraturan-peraturannya mempengaruhi tinggi
rendahnya upah. Peraturan tentang upah umumnya merupakan batas
bawah dari tingkat upah yang harus dibayarkan.
Dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk menetapkan
besarnya upah yang harus dibayarkan perusahaan pada pekerjanya.
Undang-undang upah minimum menetapkan harga terendah tenaga
kerja yang harus dibayarkan (Mankiw, 2006).
Menurut Kaufman (2000), tujuan utama ditetapkannya upah minimum
adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan
kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat
penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin.
Menurut Rachman (2005), Tujuan penetapan upah minimum dapat
dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro tujuan penetapan upah
minimum yaitu (a) sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot, (b)
mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan, dan
(c) meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah. Sedangkan
secara makro, penetapan upah minimum bertujuan untuk (a) pemerataan
pendapatan, (b) peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja,
(c) perubahan struktur biaya industri sektoral, (d) peningkatan produktivitas kerja
nasional, (d) peningkatan etos dan disiplin kerja, dan (e) memperlancar
komunikasi pekerja dan pengusaha dalam rangka hubungan bipartite.
Pada awalnya upah minimum ditentukan secara terpusat oleh
Departemen Tenaga Kerja untuk region atau wilayah-wilayah di seluruh
Indonesia. Dalam perkembangan otonomi daerah, kemudian mulai tahun 2001
27
upah minimum ditetapkan oleh masing-masing provinsi. Upah Minimum ini dapat
dibedakan menjadi upah minimum regional dan upah minimum sektoral.
1. Upah Minimum Regional
Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang
terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap bagi seorang pekerja
tingkat paling bawah dan bermasa kerja kurang dari satu tahun
yang berlaku di suatu daerah tertentu.
2. Upah Minimum Sektoral
Upah minimum sektoral adalah upah yang berlaku dalam suatu
provinsi berdasarkan kemampuan sektor.
2.4 Konsep Pendidikan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sisitem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
berakhlakmulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Jalur pendidikan:
1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersetruktur dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan
tinggi.jenjang pendidikan formal:
28
a. Pendidikan dasar, merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar
berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk
lain yang sederajat.
b. Pendidikan menengah, merupakan lanjutan pendidikan dasar.
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan
menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
c. Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan tinggi
dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut,
atau universitas.
2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara tersetruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan ini meliputi
29
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, dan lain-lain.
3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluargadan lingkungan
yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan
formal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah
peserta didik lulus ujian sesuai dengan setandar nasional pendidikan.
Dalam upaya mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
(sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan yang sangat
strategis khususnya dalam mendorong akumulasi modal yang dapat
mendukung proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Secara definisi,
seperti yang dilansir dalam World Commision on Environmental and
Development, 1997 dalam McKeown (dalam Dian Satria, 2008), bahwa
sustainable development adalah: “Sustainable development is development
that meets the needs of the present without comprimising the ability of future
generations to meet their own needs.” Dalam konteks ini, pendidikan dianggap
sebagai alat untuk mencapai target yang berkelanjutan, karena dengan
pendidikan aktivitas pembangunan dapat tercapai, sehingga peluang untuk
meningkatkan kualitas hidup di masa depan akan lebih baik. Di sisi lain,
dengan pendidikan, usaha pembangunan yang lebih hijau (greener
development) dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan juga mudah
tercapai.
30
2.4.1Pembangunan Modal Manusia Melalui Pendidikan
Analisis atas investasi dalam bidang pendidikan menyatu dalam
pendekatan modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah
yang sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan
kapasitas manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal
tersebut ditingkatkan. Pendidikan memainkan kunci dalam membentuk
kemampuan sebuah negara untuk menyerap teknologi moderen dan untuk
mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan
yang berkelanjutan (Todaro, 2004).
Pembangunan modal manusia diyakini tidak hanya dapat meningkatkan
produktivitas dan pertumbuhan, namun juga berperan sentral mempengaruhi
distribusi pendapatan di suatu perekonomian. (Becker, 1964; Schultz, 1981
dalam Dian Satria, 2008). Logika ini jugalah yang mendorong strategi
pengentasan kemiskinan yang bersentral pada pentingnya pembangunan
modal manusia (human capital). Romer, 1986; Lucas, 1988 menjelaskan
bahwa modal manusia tidak hanya diidentifikasi sebagai kontributor kunci
dalam pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan, namun juga mendorong
tujuan pembangunan untuk meningkatkan human freedom secara umum.
Selain itu, fokus perkembangan global saat ini yang dicatat dalam millennium
development goals juga telah memposisikan perbaikkan kualitas modal
manusia dalam prioritas yang utama.
2.5 Konsep Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan
kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah
31
tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sukirno,
1999). Jenis-jenis pengangguran:
1) Jenis-Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya:
a. Pengangguran Alamiah
Pengangguran yang berlaku pada tingkat kesempatan kerja penuh.
Kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana sekitar 95 persen
dari angkatan kerja dalam suatu waktu sepenuhnya bekerja.
Pengangguran sebanyak lima persen inilah yang dinamakan
sebagai pengangguran alamiah.
b. Pengangguran Friksional
Suatu jenis pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang
pekerja untuk meninggalkan pekerjaannya dan mencari kerja yang
lebih baik atau lebih sesuai dengan keinginannya.
c. Pengangguran Struktural
Pengangguran yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi. Tiga
sumber utama yang menjadi penyebab berlakunya pengangguran
sturtural adalah:
a) Perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang
semakin maju membuat permintaan barang dari industri yang
memproduksi barang-barang yang kuno menurun dan akhirnya
tutup dan pekerja di industri ini akan menganggur.
Pengangguran ini disebut juga sebagai pengangguran teknologi.
b) Kemunduran yang disebabkan oleh adanya persaingan dari luar
negeri atau daerah lain. Persaingan dari luar negeri yang
mampu menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih murah
32
akan membuat permintaan akan barang lokal menurun. Industri
local yang tidak mampu bersaing akan bangkrut sehingga timbul
pengangguran.
c) Kemunduran perkembangan ekonomi suatu kawasan sebagai
akibat dari pertumbuhan yang pesat dikawasan lain.
d. Pengangguran Konjungtur
Penganguran yang melebihi pengangguran alamiah. Pada
umumnya pengguran konjungtur berlaku sebagai akibat
pengurangan dalam permintaan agregat. Penurunan permintaaan
agregat mengakibatkan perusahaan mengurangi jumlah pekerja
atau gulung tikar, sehingga muncul pengangguran konjungtur.
2) Jenis-Jenis Pengangguran Berdasarkan Cirinya:
a. Pengangguran Terbuka
Pengguran ini tercipta sebagai akibat penambahan pertumbuhan
kesempatan kerja yang lebih rendah daripada pertumbuhan tenaga
kerja, akibatnya banyak tenaga kerja yang tidak memperoleh
pekerjaan. Menurut Badan Pusat Stsatistik (BPS), pengangguran
terbuka adalah adalah penduduk yang telah masuk dalam angkatan
kerja tetapi tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan,
mempersiapkan usaha, serta sudah memiliki pekerjaan tetapi belum
mulai bekerja.
b. Pengangguran tersembunyi
Keadaan dimana suatu jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh
tenaga kerja yang jumlahnya melebihi dari yang diperlukan.
33
c. Pengangguran Musiman
Keadaan pengangguran pada masa-masa tertentu dlam satu tahun.
Penganguran ini biasanya terjadi di sektor pertanian. Petani akan
mengganggur saat menunggu masa tanam dan saat jeda antara
musim tanam dan musim panen.
d. Setengah Menganggur
Keadaan dimana seseorang bekerja dibawah jam kerja normal.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia jam kerja normal
adalah 35 jam seminggu, jadi pekerja yang bekerja di bawah 35 jam
seminggu masuk dalam golongan setengah menganggur.
2.5.1Dampak Pengangguran
Salah satu faktor penting yang mementukan kemakmuran suatu
masyarakayat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai
maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat tercapai.
Penganguran berdampak mengurangi pendapatan masyarakat, sehingga
akan menurunkan tingkat kemakmuran yang mereka capai. Ditinjau dari sudut
individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial
kepada yang mengalaminya. Keadaan pendapatan menyebabkan para
penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya.
Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik
dan social selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada
kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka
panjang Sukirno (2004).
34
2.6 Hubungan Antar Variable Secara Langsung
2.6.1 Pendidikan Terhadap Tingkat Kemiskinan
Menurut McKeown bahwa sustainable development adalah: “Sustainable
development is development that meets the needs of the present without
comprimising the ability of future generations to meet their own needs.” Dalam
konteks ini, pendidikan dianggap sebagai alat untuk mencapai target yang
berkelanjutan, karena dengan pendidikan aktivitas pembangunan dapat tercapai,
sehingga peluang untuk meningkatkan kualitas hidup di masa depan akan lebih
baik.
Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah
terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital)
dan mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas
manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan
akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan
dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan
meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya.
Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan
memperkerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga
perusahaan juga akan bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang
bersangkutan. Di sector informal seperti pertanian, peningkatan ketrampilan dan
keahlian tenaga kerja akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga
kerja yang terampil mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang
memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih
baik, yang diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.
35
Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses
mereka untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004).
Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan
memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan
keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya
martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai
masa depan.
Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya
mencerdaskan bangsa. Siregar dan Wahyuniarti (2008), di dalam penelitiannya
menemukan bahwa pendidikan yang diukur dengan jumlah penduduk yang lulus
pendidikan SMP, SMA, dan diploma memiliki berpengaruh besar dan signifikan
terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Ini mencerminkan bahwa
pembangunan modal manusia (human capital) melalui pendidikan merupakan
determinan penting untuk menurunkan jumlah penduduk miskin.
2.6.2 Upah Minimum Terhadap Tingkat Kemiskinan
Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar
hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja.
Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk
berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Semakin meningkat tingkat
upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga
kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman
2000).
Penetapan tingkat upah yang dilakukan pemerintah pada suatu negara
akan memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat pengangguran yang ada.
36
Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah, maka hal
tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada negara
tersebut (Kaufman dan Hotckiss, 1999).
2.6.3 Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan
Mengenai hubungan antara pertumbuhan dan ketimpangan, awalnya dipicu
oleh sebuah hipotesis yang dikemukakan oleh Kuznets (1955) - dikenal dengan
Kuznets Hypothesis, yang menyatakan bahwa keterkaitan antara pertumbuhan
dan ketimpangan seperti U-shaped terbalik: pada tahap awal pembangunan
ekonomi, distribusi pendapatan cenderung buruk dan tidak akan meningkat
sampai negara tersebut mencapai status berpendapatan menengah (middle-
income). Namun sesudah fase tersebut, distribusi pendapatan akan terus
membaik atau ketimpangan akan terus menurun. Implikasi lain dari temuan ini,
menurut Adams (2003), adalah bahwa pada tahap awal proses pembangunan,
tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan butuh waktu beberapa tahun untuk
menjadi berkurang di negara-negara berkembang.
Siregar (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan
syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan. Adapun
syarat kecukupannya (necessary condition) ialah bahwa pertumbuhan tersebut
efektif dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan tersebut menyebar
di setiap golongan pendapatan ,termasuk digolongan penduduk miskin (growth
with equity).
Kraay (2002) mengatakan bahwa pertumbuhan akan memberikan manfaat
yang jauh lebih besar bagi si-miskin jika pertumbuhan tersebut disertai dengan
berbagai kebijakan seperti penegakan hukum, disiplin fiskal, keterbukaan dalam
37
perdagangan internasional, dan strategi pengentasan kemiskinan. Pendapat ini
nampaknya mempertegas pendapat Bigsten dan Levin (2000) sebelumnya yang
menyatakan bahwa negara-negara yang berhasil dalam pertumbuhan
kemungkinan besar juga akan berhasil dalam menurunkan kemiskinan, apalagi
jika terdapat dukungan kebijakan dan lingkungan kelembagaan (institutional
environment) yang tepat.
Penelitian yang dilakukan Wongdesmiwati (2009), menemukan bahwa
terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat
kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat
kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan
ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
2.7 Hubungan Antar Variable Secara Tidak Langsung
2.7.1 Hubungan Pendidikan Terhadap Pengangguran
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar harapannya
pada jenis pekerjaan yang aman. Golongan ini menilai bahwa tingkat pekerjaan
yang stabil daripada pekerjaan yang beresiko tinggi sehingga lebih suka bekerja
pada perusahaan besar daripada membuka usaha sendiri. Gejala meningkatnya
pengangguran tenaga kerja terdidik diantaranya disebabkan adanya keinginan
memilih pekerjaan yang memiliki resiko terkecil atau aman. Dengan demikian
angkatan kerja terdidiklah suka memilih menganggur daripada menerima
pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka (Tobing, 2003).
Asumsi dasar dalam teori human capital adalah bahwa seseorang dapat
meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Hubungan
pendidiakn dan produktivitas kerja dapat tercermin dalam tingkat penghasilan
38
yang diperoleh. Aspek lain adalah perbaikan gizi dan kesehatan yang dapat
dilakukan dengan ketersiediaan makanan yang cukup bergizi sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Pendidikan dan kesehatan tersebut sangat penting dalam
peningkatan produktivitas, yang akhirnya dapat meningkatkan penghasilan
(Simanjuntak, 1985).
2.7.2 Hubungan Upah Terhadap Pengangguran
Menurut Robert Solow, membuktikan bahwa adanya hubungan negative
antara laju pertumbuhan inflasi dan laju pertumbuhan pengangguran (Tingkat
Pengangguran). Berdasarkan kurva philips juga menunjukkan hubungan
negative antara persentase perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran
dimana antara tingkat inflasi dan tingkat upah pekerja yang dibuktikan dengan
kenaikan tingkat yang tinggi mengakibatkan menurunnya tingkat pengangguran
begitupun sebaliknya tingkat pengangguran yang tinggi akan disertai dengan
menurunnya tingkat upah. Hal ini menunjukkan adanya hal negative antara
tingkat upah dan pengangguran (A.W Philips).
2.7.3 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran
Dengan menggunakan analisis lintas Negara menunjukkan bahwa
kemiskinan disuatu Negara akan semakin rendah jika laju pertumbuhan
ekonominya pada tahun sebelum – sebelumnya tinggi, dan semakin tinggi laju
pertumbuhan ekonomi semakin cepat turunnya tingkat kemiskinan (Mills dan
Perna, 1993).
39
2.8 Hubungan Pengangguran Dengan Tingkat Kemiskinan
Menurut Sukirno (2004), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi
pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran
yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat
karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak
dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di
suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan
menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan
prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
Menurut Lincolin Arsyad (1997) yang menyatakan bahwa salah jika
beranggapan setiap orang yangtidak mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedang yang
bekerja secara penuhadalah orang kaya. Hal ini karena kadangkala ada pekerja di
perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang
lebih baik yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak
pekerjaan yang merekarasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian karena
mereka mempunyai sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan mereka.
2.9 Tinjauan Empiris
Wongdesmiwati (2009) dalam jurnal “Pertumbuhan Ekonomi Dan
Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Ekonometrika”, menggunakan
metode analisis regresi berganda dari tahun1990 hingga tahun 2004. Hasil dari
penelitian ini adalah variabel jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin.Variabel pertumbuhan ekonomi dan variabel
angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk
40
miskin. Variabel angka harapan hidup, penggunaan listrik, dan konsumsi
makanan tidak signifikan berpengaruh terhadap penduduk miskin.
Adit Agus Prastyo (2010), yang berjudul “ Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah)”
dimana variabel-variabel yang digunakan adalah pertumbuhan ekonomi,
pendidikan dan pengangguran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah panel data dengan pendekatan efek tetap (fixed effect model), dan
menggunakan jenis data sekunder. Variabel yang digunakan memiliki signifikansi
sebesar 0.982677% terhadap kemiskinan yang ada di jawa tengah pada periode
2003-2007.
Rasidin K. Sitepu dan Bonar M. Sinaga (2005), dalam junal “Dampak
Investasi Sumberdaya Manusia Terhadap Petumbuhan Ekonomi Dan
Kemiskinan Di Indonesia: Pendekatan Model Computable General Equilibrium”,
menggunakan metode Computable General Equilibrium (CGE), dan Foster-
Greer-Thorbecke method. Variabel yang digunakan adalah tingkat kemiskinan,
petumbuhan ekonomi, investasi pendidikan, dan investasi kesehatan. Hasil dari
penelitian ini adalah investasi sumberdaya manusia berdampak langsung pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Investasi kesehatan dan investasi
pendidikan sama-sama dapat mengurangi kemiskinan, namun investasi
kesehatan memiliki persentase yang lebih besar.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini tidak sepenuhnya sama
dengan variabel yang digunakan dalam penelitian terdahulu. Variabel yang sama
adalah variabel pertumbuhan ekonomi dan variabel pendidikan., sedangkan
variabel upah minimum dan pengangguran diperoleh dari teori.
41
Variabel upah minimum dan pengangguran merupakan variabel baru yang
tidak ada pada penelitian terdahulu. Pada penelitian terdahulu terdapat beberapa
variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan, tetapi tidak digunakan
dalam penelitian ini dengan alasan keterbatasan data dan beberapa variabel
sudah terwakili oleh variabel yang lain.
2.10 Kerangka Pikir
Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk
memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka
pemikiran yang skematis:
(-) (-)
(-)
(-) (+)
(-)
(-)
Keterangan :
: Secara Tidak Langsung, Melalui Pengangguran
: Secara Langsung
Bahwa pertumbuhan ekonomi adalah indikator yang lazim digunakan untuk
melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan
Tingkat Kemiskinan
(Z)
Pertumbuhan Ekonomi (X3)
Pengangguran (Y)
Upah (X2)
Pendidikan (X1)
42
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada
suatu periode tertentu. Tambahan pendapatan dari aktivitas ekonomi akan
berpengaruh terhadap kemiskinan jika mampu menyebar di setiap golongan
pendapatan, termasuk golongan miskin.
Semakin banyak golongan miskin memperoleh manfaat dari pertumbuhan
ekonomi maka kesejahteraannya akan meningkat dan lepas dari kemiskinan.
Tujuan utama penetapan upah minimum adalah meningkatkan kesejahteraan
dan melindungi pekerja. Upah minimum mencerminkan pendapatan yang
diterima pekerja, adanya kenaikan tingkat upah minimum akan meningkatkan
pendapatan masyarakat. Penetapan upah minimum yang pantas dan tepat
diharapkan mendorong penduduk yang berada dibawah kemiskinan mampu
hidup layak sehingga tingkat kemiskinan akan turun.
Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan
memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan
keterampilan yang akan meningkatkan produktifitas. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, maka pengetahuan dan keahliannya akan meningkat, sehingga akan
mendorong produktivitas kerjanya. Pada akhirnya seseorang yang memiliki
produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang
diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.
Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan social
kepada yang mengalaminya. Kondisi menganggur menyebabkan seseorang
tidak memiliki pendapatan, akibatnya kesejahteraan yang telah dicapai akan
semakin merosot. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena
menganggur tentunya akan meningkatkan peluang terjebak dalam kemiskinan.
43
2.11 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk
menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya
masih harus diuji secara empiris. Hipotesis yang dimaksud merupakan dugaan
yang mungkin benar atau mengkin salah.
Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan
berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian
dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Diduga secara langsung pendidikan, upah minimum dan pertumbuhan
ekonomi berpengaruh negatif (-) terhadap kemiskinan di Kabupaten
Takalar periode tahun 1999-2010.
2. Diduga secara tidak langsung upah, pertumbuhan ekonomi dan tingkat
pendidikan berpengaruh negatif (-) terhadap kemiskinan di Kabupaten
Takalar periode tahun 1999-2010 melalui pengangguran.
3. Di duga secara langsung pengangguran berhubungan positif (+)
terhadap kemiskinan di Kabupaten Takalar 1999-2010.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian klausal, dimana desain
klausal berguna untuk mengukur hubungan-hubungan antar variable riset atau
berguna untuk menganalisis bagaimana satu variabel, mempengaruhi variabel
lain (Umar, 2003).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi, upah
minimum, pendidikan, tingkat pengangguran sebagai variabel bebas terhadap
tingkat kemiskinan sebagai variabel terikat.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Sumber Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh bersumber
dari : Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu
data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, misalnya
diambil dari Badan Statistik, dokumen - dokumen perusahaan atau organisasi,
surat kabar dan majalah, ataupun publikasi lainnya (Marzuki, 2005). Contoh jenis
data seperti Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Takalar, Tingkat
Pengangguran, Jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang lulus
pendidikan terakhir SMA keatas, Upah minimum dan Pertumbuhan ekonomi.
Data sekunder yang digunakan adalah data deret waktu (time-series data) untuk
kurun waktu tahun 1999 -2010. Secara umum data-data dalam penelitian ini
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Takalar Dan Makassar (Sulawesi Selatan).
45
Informasi lain bersumber dari studi kepustakaan lain berupa jurnal ilmiah dan
buku-buku teks.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperoleh untuk penelitian ini diperoleh dari hasil studi pustaka
dan teknik dokumentasi. Studi pustaka merupakan teknik analisa untuk
mendapatkan informasi melalui catatan, literatur, dan lain-lain yang masih
relevan, dan teknik dokumentasi dilakukan dengan menelusuri dan
mendokumentasikan data-data dan informasi yang berkaitan dengan obyek
studi.
3.4 Metode Analisis Data
Adapun metode analisis yang digunakan untuk menguji adalah metode
regresi 2SLS atau metode regresi dua tahap. Metode ini untuk mengetahui
apakah variabel independen (pendidikan, upah, dan pertumbuhan ekonomi)
secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen (kemiskinan), namun
melalui variabel perantara (pengangguran). Adapun Pengaruh variabel
independen (pendidikan, upah, dan pertumbuhan ekonomi) secara individu
berpengaruh terhadap variabel perantara (pengangguran) dirumuskan sebagai
berikut:
Y = ƒ (X1, X2, X3)
℮Y1 = α0 X1α1 X2
α2 ℮ α3x3 + µ1
Y = Ln α0 + α1 Ln X1 + α2 Ln X2 + α3 X3 + µ1 ………….…(1)
46
Pengaruh langsung variabel independen (pendidikan, upah, dan
pertumbuhan ekonomi) dan variable perantara (pengangguran) terhadap
variabel dependen (kemiskinan) dirumuskan sebagai berikut:
Z = ƒ (Y, X1, X2, X3 )
Z = β0 X1β1
X2β2
℮ β3 X3 + β4 Y + µ1
Ln Z = Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 X3 + β4 Y +µ2 …………(2)
Untuk melihat pengaruh total Tingkat pendidikan ,Upah minimum ,dan
pertumbuhan ekonomi melalui variable perantara (Pengangguran) terhadap
Tingkat kemisikinan maka Subsitusi persamaan (1) ke dalam persamaan (2)
sehingga persamaannya menjadi:
Ln Z = Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 X3 + β4 (Ln α0 + α1 Ln X1 +
α2 Ln X2 + α3 X3 + µ1) + µ2
= Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 X3 + β4 Ln α0 + β4 α1 Ln X1
+ β4 α2 Ln X2 + β4α3 X3 + β4µ1 + µ2
= Ln β0 + β4 Ln α0 + β1 Ln X1 + β4 α1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β4 α2
Ln X2 + β3 X3 + β4α3 X3 + β4µ1 + µ2
= (Ln β0 + β4 Ln α0) + (β1 + β4 α1) Ln X1 + (β2 + β4 α2) Ln X2 +
(β3 + β4 α3) X3 + (µ2 + β4 µ1) ………………………… (3)
Maka dapat disederhanakan menjadi :
Ln Z = δ0 + δ1 Ln X1 + δ2 Ln X2 + δ3 X3 + µ3 ………………. (4)
47
dimana :
Z = Kemiskinan
Y = Pengangguran
X1 = Pendidikan
X2 = Upah
X3 = Pertumbuhan Ekonomi
δ0 = Ln β0 + β4 Ln α0 = Total konstanta
δ1 = (β1 + β4 α1) = Total pengaruh pendidikan terhadap
kemiskinan secara langsung maupun tidak
langsung melalui perngangguran
δ2 = (β2 + β4 α2) = Total pengaruh upah minimum terhadap
kemiskinan secara langsung maupun tidak
langsung melalui pengangguran.
δ3 = (β3 + β4 α3) = Total pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap kemiskinan secara langsung
maupun tidak langsung melalui
pengangguran.
3.4.1 Analisis koefisien determinasi (R2)
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui besarnya proporsi sumbangan
pengaruh dari variable bebas terhadap variabel terikat. Semakin besar R2 maka
semakin kuat pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
48
3.4.2 Analisis koefisien Korelasi (R)
Analisis koefisien Korelasi digunakan untuk menunjukkan keeratan
hubungan antara variabel bebas terhadap dan terhadap variabel terikat
(Pertumbuhan Ekonomi).
3.4.3 Uji Statistik t
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
bebas secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap
variabel terikat. Dengan kata lain, untuk mengetahui apakah masing-masing
variabel independen dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel
dependent secara nyata. Dimana jika thitung > ttabel Hi diterima (signifikan) dan jika
thitung < ttabel Ho diterima (tidak signifikan). Uji t digunakan untuk membuat
keputusan apakah hipotesis terbukti atau tidak, dimana tingkat signifikan yang
digunakan yaitu 5%.
3.4.4 Uji Statistik F
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independent
secara signifikan terhadap variabel dependen. Dimana jika Fhitung < Ftabel, maka
Ho diterima atau variabel independen secara bersama-sama tidak memiliki
pengaruh terhadap variabel dependen (tidak signifikan) dengan kata lain
perubahan yang terjadi pada variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh
perubahan variabel independen,dimana tingkat signifikansi yang digunakan
yaitu 5 %.
49
3.4 Definisi Operasional Variabel
Untuk lebih mengarahkan dalam pembahasan, maka penulis memberikan
batasan variabel yang meliputi:
Z = Tingkat Kemiskinan
Tingkat kemiskinan (K) adalah persentase penduduk yang berada di
bawah garis kemiskian di kabupaten/kota di Takalar 1999 – 2010
(dalam satuan persen).
Y = Pengangguran
persentase penduduk dalam angkatan kerja yang tidak memiliki
pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan di kabupaten/kota di
Takalar 1999-2010 yang diukur dalam satuan persen.
X1 = Pendidikan
Dinyatakan sebagai jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang
lulus pendidikan terakhir SMA keatas di kabupaten/kota di Takalar
1999 - 2010, yang diukur dalam satuan jiwa.
X2 = Upah Minimum
Upah minimum yang berlaku di kabupaten/kota di Takalar 1999-2010
yang diukur dalam satuan rupiah.
X3 = Pertumbuhan Ekonomi
Dinyatakan sebagai perubahan PDRB atas dasar harga konstan di
kabupaten/kota di Takalar 1999-2010 (dalam satuan persen).
50
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Tentang Kemiskinan Di Kabupaten Takalar
Kabupaten Takalar berada antara 5.3 - 5.33 derajat Lintang Selatan dan
antara 119.22-118.39 derajat Bujur Timur. Kabupaten Takalar dengan ibukota
Pattalasang terletak 29 km arah selatan dari Kota Makassar ibukota Provinsi
Sulawesi Selatan. Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah sekitar 566,51 km2.
Bagian Utara Kabupaten Takalar berbatasan dengan Kota Makassar dan
Kabupaten Gowa, bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto dan
Kabupaten Gowa, bagian Selatan dibatasi oleh Laut Flores, sementara bagian
Barat dibatasi oleh Selat Makassar.
Jumlah penduduk miskin di Takalar mengalami penurunan setiap
tahunnya. Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah Kabupaten Takalar mengklaim
berhasil menurunkan persentase kemiskinan hingga empat persen. Namun,
Badan Pusat Statistik Takalar punya data berbeda. Lembaga riset ini
menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Takalar terus meningkat dari tahun ke
tahun. Versi Pemkab Takalar, dari 37.015 jiwa yang hidup dibawah garis
kemiskinan atau sekira 14,48 persen pada tahun 2007 silam, hingga 2011 lalu
angka kemiskinan menurun hingga 10,7 persen atau tersisa 29.118 jiwa. "Target
penurunan angka kemiskinan sesuai dengan program pemerintah. Untuk tahun
2012, angka kemiskinan diharapkan dapat berkurang hingga di bawah sepuluh
persen," kata Kasubid Litbang Bappeda Takalar, Jamaruddin.
51
Meski angka kemiskinan menurun, pemkab rupanya masih menyiapkan
anggaran penanggulangan kemiskinan lebih banyak lagi untuk tahun ini. Tahun
2011 lalu, anggaran yang dialokasikan untuk penanggulangan kemiskinan di
Takalar mencapai Rp209 miliar lebih. Tahun ini, estimasi anggaran mencapai
Rp210 miliar lebih. Menurut Jamaruddin, anggaran tersebut tidak hanya berasal
dari APBD Takalar. Ada tambahan dana dari APBD provinsi dan APBN. Selain
itu, seluruh anggaran tersebut terbagi menjadi dua peruntukan, yakni
penanggulangan kemiskinan secara langsung dan tidak langsung. Alokasi
anggaran secara tidak langsung lebih banyak menyerap anggaran hingga 80
persen.
Versi Badan Pusat Statistik (BPS) Takalar, angka kemiskinan di Takalar
justru merangkak naik dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan banyaknya
penduduk yang berdomisili di pesisir pantai menjalani kehidupan yang tergolong
miskin. Pada tahun 2009, terdapat 28.333 jiwa atau sekira 11,06 persen. Tahun
2010 meningkat menjadi 30.100 jiwa atau 11,16 persen. Penduduk miskin naik
0,1 persen pada tahun 2010. "Data penduduk miskin pada 2011 belum rampung.
Namun dari data yang ada setiap tahunnya, penduduk miskin dipastikan selalu
bertambah," papar Kasi Statistik Sosial BPS Takalar, Abdul Kadir.
52
4.2 Deskripsi Data
Tabel 4.1
Data Penelitian Tahun 1999 - 2010 (dalam Persen)
Tahun Pendidikan(X1)
Upah(X2)
Pertumbuhan Ekonomi
(X3)
Pengangguran(Y)
Kemiskinan(Z)
1999 8.86 5.58 4.57 3.19 9.072000 9.18 5.71 5.07 3.31 9.372001 9.84 5.88 5.09 3.65 10.092002 10.28 6.17 5.13 3.93 13.772003 10.49 6.39 5.32 4.08 14.092004 10.09 6.54 5.44 9.15 13.992005 10.21 6.68 5.58 8.97 12.432006 10.49 6.76 5.91 10.09 14.092007 10.23 6.75 6.04 12.37 13.82008 10.09 6.81 6.19 9.76 12.682009 10.41 6.91 6.58 9.24 12.442010 10.42 7.05 6.85 9.87 12.05
Pada tabel 4.1
Dapat dilihat perkembangan tingkat kemiskinan di Kabupaten Takalar (Z)
dari tahun 2000 – 2003. Pada tahun 2000 sampai 2004 terus mengalami
peningkatan yang signifikan dimana jumlah tingkat kemiskinan pada tahun 2000
sebesar 9.37 % dan mengalami peningkatan pada tahun 2003 sebesar 14,09 %.
Pada tahun 2004 mengalami penurunan yang cukup signifikan dimana pada
tahun 2004 turun menjadi 13,99 % dan pada tahun 2007 sebesar 13,8 %. Pada
tahun 2008 sampai 2010 cenderung mengalami kestabilan sebesar 12.68 % dan
pada tahun 2010 sebesar 12.05 %.
53
Perkembangan pengangguran dari tahun 2000 – 2007 mengalami
peningkatan. Dimana pada tahun 2000 sebesar 3.11 % dan mengalami
peningkatan yang sangat signifikan pada tahun 2007 sebesar 12.37 %, dan pada
tahun 2008 – 2010 mengalami penurunan yang stabil pada tahun 2008 sebesar
9.76 % dan pada tahun 2010 sebesar 9.87 %.
Perkembangan pendidikan dari tahun 2000 – 2010 mengalami
peningkatan yang signifikan ,hal itu disebabkan karena penduduk yang berada
dukabupaten Takalar mulai menyadari pentingnya sebuah pendidikan untuk
kepentingan mereka dimasa yang akan datang terbukti pada tahun 2000 sebesar
9.18 % dan mengalami peningkatan terus – menerus sampai tahun 2010
sebesar 10.42 %.
Perkembangan upah dari tahun 2000 – 2010 juga mengalami
peningkatan dikarenakan pemerintah menyadari bahwa dengan pemberian upah
yang sesuai dengan hasil kerja mereka akan meningkatkan kesejahteraan bagi
mereka sendiri selain itu masyarakat juga akan lebih bertanggung jawab dengan
pekerjaan yang mereka geluti terjadi pada tahun 2000 sebesar 5.71% dan
meningkat terus menerus sampai tahun 2010 sebesar 7.05 %.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi dari tahun 2000 – 2010 juga
mengalami peningkatan yang signifikan hal ini bisa dilihat dari data yang
diperoleh yaitu pada tahun 2000 sebesar 5.07 % dan mengalami peningkatan
sampai tahun 2010 yaitu sebesar 6.85 %.
54
4.3 Analisis Data
Hasil penelitian dan pembahasan merupakan penggambaran tentang
hasil yang diperoleh dalam penelitian yang terdiri atas variable Independen,
variable Dependen dan variable Perantara.
Pada Bab ini, akan membahas hasil pengujian model atau persamaan
structural berdasarkan analisa secara statistic yang dilakukan dengan beberapa
uji statistik untuk mengetahui signifikan variable persamaan, meliputi Uji F
statistic dan Uji T statistic. Sedangkan analisa secara ekonomi yang secara
langsung akan dilakukan dengan melihat konsistensi variable terikat terhadap
variable bebas dan secara tidak langsung dengan melihat konsistensi variable
terikat terhadap variable bebas melalui variable perantara.
Analisis data yang dilakukan menggunakan metode TSLS (Two Stage
Least Square) dengan menggunakan program bantuan EViews.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Hasil Estimasi
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa metode analisis yang
digunakan untuk menguji hipotesa adalah metode regresi 2SLS atau metode
regresi dua tahap. Metode ini untuk mengetahui apakah variabel independen
(pendidikan, upah, dan pertumbuhan ekonomi) secara individu berpengaruh
terhadap variabel dependen (kemiskinan), namun melalui variabel perantara
(pengangguran). Pengolahan data dengan menggunakan software EViews versi
3. Melalui penggunaan software EViews dapat dilihat hasil yang menunjukkan
hubungan secara langsung dan tidak langsung variabel independen terhadap
55
variabel dependen. Hasil estimasi berdasarkan data yang diolah pada penelitian
ini dapat diketahui pada tabel berikut.
Dependent Variable: ZMethod: Least SquaresDate: 11/07/12 Time: 07:33Sample: 1999 2010Included observations: 12
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -17.56468 6.167605 -2.847892 0.0248Y 0.174005 0.199179 0.873611 0.4113
X1 2.857588 1.189009 2.403337 0.0472X2 2.098001 2.946233 0.712096 0.4994X3 -2.408494 1.029664 -2.339106 0.0519
R-squared 0.883705 Mean dependent var 12.32250Adjusted R-squared 0.817251 S.D. dependent var 1.854097S.E. of regression 0.792612 Akaike info criterion 2.667370Sum squared resid 4.397633 Schwarz criterion 2.869415Log likelihood -11.00422 F-statistic 13.29792Durbin-Watson stat 2.575605 Prob(F-statistic) 0.002195
Dependent Variable: YMethod: Least SquaresDate: 11/07/12 Time: 07:34Sample: 1999 2010Included observations: 12
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -19.12640 8.609743 -2.221483 0.0570X1 -3.894375 1.599585 -2.434616 0.0409X2 11.85700 3.126729 3.792144 0.0053X3 -1.903009 1.699366 -1.119835 0.2953
R-squared 0.872274 Mean dependent var 7.300833Adjusted R-squared 0.824376 S.D. dependent var 3.357224S.E. of regression 1.406929 Akaike info criterion 3.781897Sum squared resid 15.83559 Schwarz criterion 3.943533Log likelihood -18.69138 F-statistic 18.21128Durbin-Watson stat 1.858354 Prob(F-statistic) 0.000621
Dependent Variable: Z
56
Method: Least SquaresDate: 11/08/12 Time: 00:18Sample(adjusted): 2000 2010Included observations: 10Excluded observations: 1 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -18.39498 6.504424 -2.828073 0.0222Y 4.620180 1.159744 3.983791 0.0040
R-squared 0.664860 Mean dependent var 7.381000Adjusted R-squared 0.622967 S.D. dependent var 3.431117S.E. of regression 2.106809 Akaike info criterion 4.505083Sum squared resid 35.50916 Schwarz criterion 4.565600Log likelihood -20.52541 F-statistic 15.87059Durbin-Watson stat 1.414878 Prob(F-statistic) 0.004040
Jadi berdasarkan hasil estimasi melalui program EViews maka dapat di
lihat pengaruh total variable independen terhadap dependen melalui variable
perantara dapat dirumuskan sebagai berikut :
LnY = -19,126 – 3,894 LnX1 + 11,857 LnX2 – 1,903 X3………………...(1)
LnZ = -17,564 + 2,857 LnX1 + 2,098 LnX2 – 2,408 X3 + 0,174 Y……...(2)
Subtitusi persamaan 1 ke persamaan 2 :
LnZ = -17,564 + 2,857 LnX1 + 2,098 LnX2 – 2,408 X3 + 0,174 (-19,126 – 3,894
LnX1 + 11,857 LnX2 – 1,903 X3)
LnZ = -17,564 + 2,857 LnX1 + 2,098 LnX2 – 2,408X3 – 3,327 – 0,677 LnX1 +
2,063 LnX2 – 0,331 X3
LnZ = -20,891 + 2,181 LnX1 + 4,161 LnX2 – 2,739 X3
Secara tidak langsung variable fungsi Pendidikan (X1) dan Upah (X2)
berpengaruh secara signifikan terhadap Pengangguran (Y), sedangkan variable
57
Pertumbuhan Ekonomi (X3) tidak berpengaruh siginifikan terhadap
Pengangguran (Y).
Sementara itu, secara langsung variabel independen yang berpengaruh
secara signifikan terhadap Kemiskinan (Z) antara lain Pendidikan (X1) dan
Pertumbuhan Ekonomi (X3). Sedangkan variable Upah (X2) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Kemiskinan (Z) melalui Pengangguran (Y).
Persamaan regresi untuk Estimasi secara tidak langsung sebagai berikut :
LnY = -19,126 – 3,894 LnX1 + 11,857 LnX2 – 1,903 X3
t = (-19,126) (-3,894) (11,857) (-1,903)
R2 = 0,872 R = 0,824 n = 12
Berdasarkan hasil pengujian diatas nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0.872 atau 87,2% artinya dalam model tersebut variable bebas
pendidikan ,upah dan pertumbuhan ekonomi menjelaskan variable
pengangguran sebesar 87,2%. Nilai adjusted R-squared sebesar 0,824
menunjukkan bahwa semakin banyak variable independen yang dimasukkan
kedalam persamaan, akan semakin memperkecil nilai R-squared sebesar 0,824.
LnZ = -17,564 + 2,857 LnX1 + 2,098 LnX2 – 2,408 X3 + 0,174 Y
t = (-17,564) (2,857) (2,098) (-2,408) (0,174)
R2 = 0.883 R = 0,817 n = 12
Berdasarkan hasil pengujian diatas nilai koefisien determinasi (R2)
sebesar 0.883 atau 88,3% artinya dalam model tersebut variable bebas
58
pendidikan ,upah dan pertumbuhan ekonomi menjelaskan variable
pengangguran sebesar 88,3%. Nilai adjusted R-squared sebesar 0,817
menunjukkan bahwa semakin banyak variable independen yang dimasukkan
kedalam persamaan, akan semakin memperkecil nilai R-squared sebesar 0,817.
4.4.2 Hubungan Pendidikan (X1) terhadap Kemiskinan (Z)
Variable Pendidikan (X1) dalam penelitian ini, secara langsung memilki
efek langsung (direct effect) sebesar 2,857 dan effect tidak langsung (indirect
effect) sebesar -3,894. Hal ini menunjukkan bahwa secara langsung pendidikan
memiliki hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.
Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai koefisien variable pendidikan sebesar
2,857 artinya apabila terjadi kenaikan terhadap pendidikan (apresiasi) sebesar 1
% maka akan mengakibatkan kemiskinan naik sebesar 2,857%.
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan secara langsung
pendidikan berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Dimana diketahui bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat di suatu daerah maka kemiskinan
disuatu daerah akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena apabila tingkat
pendidikan seseorang tinggi maka akan semakin besar pula peluang untuk
memperoleh pekerjaan yang lebih layak yang akan mempengaruhi pendapatan
orang tersebut sehingga apabila pendapatan meningkat maka dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar
karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat
penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran
akan pentingnya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan
59
berarti menggapai masa depan. Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk
terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa. (Siregar dan Wahyuniarti 2008)
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa secara langsung
Pendidikan berhubungan positif dan signifikan terhadap Kemiskinan. Menurut
penulis, hal ini terjadi karena sektor terbesar yang mendukung perekonomian
dikabupaten Takalar adalah sektor pertanian, dimana pada sektor pertanian
buruh yang bertugas untuk mengelolah persawahan tidak berpatok pada tingkat
pendidikan karena pada umumnya justru buru yang bekerja disektor pertanian
adalah mereka tidak mempunyai pendidikan yang tinggi bahkan ada buru yang
sama sekali tidak pernah merasakan bangku sekolah, sehingga dapat diketahui
bahwa berdasarkan penelitian diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
maka akan semakin tinggi pula tingkat kemiskinan yang ada di Kabupaten
Takalar.
Secara tidak langsung melalui variable pengangguran, pendidikan
memiliki efek langsung (direct effect) sebesar 2,857 dan efek tidak langsung
(indirect effect) -3,894. Hal ini menunjukan bahwa secara tidak langsung
pendidikan memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap
pengangguran.
Berdasarkan hasil pengolahan data nilai koefisien variable pendidikan sebesar -
3,894, apabila meningkat sebesar 1 % maka akan mengakibatkan kemiskinan
turun sebesar 3,894%.
60
untuk variable pendidikan itu dimana diketahui apabila semakin tinggi
pendidikan seseorang maka memberikan kemampuan untuk berkembang lewat
penguasaan ilmu dan keterampilan.
Menurut penulis, hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa
pendidikan berpengaruh negative dan signifikan terhadap pengangguran.
4.4.3 Hubungan Upah (X2) terhadap Kemiskinan (Z)
Variabel Upah dalam penelitian ini, secara langsung memiliki efek
langsung (direct effect) sebesar 2,098 dan efek tidak langsung (indirect effect)
sebesar 11,857. Hal ini menunjukkan bahwa secara langsung Upah memiliki
hubungan positif dan berpengaruh tidak signifikan terhadap kemiskinan.
Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai koefisien variable upah sebesar 2,098
artinya apabila upah meningkat sebesar 1% maka akan mengakibatkan
Kemiskinan naik sebesar 2,098%.
Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa secara
langsung upah berpengaruh negative terhadap kemiskinan. Semakin meningkat
tingkat upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga
kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman
2000).
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa secara langsung Upah
berhubungan positif dan signifikan terhadap Kemiskinan. Menurut penulis, hal ini
terjadi karena sektor terbesar yang mendukung perekonomian dikabupaten
Takalar adalah sektor pertanian, dimana pada sektor pertanian pemberian upah
61
minimum yang diperoleh oleh buru yang bertugas untuk mengelolah persawahan
tidak sesuai dengan upah minimum regional (UMR) karena pada umumnya
masyarakat yang ada di kabupaten takalar berprofesi sebagai petani, sehingga
dapat diketahui bahwa berdasarkan penelitian diketahui bahwa semakin tinggi
tingkat upah maka akan semakin tinggi pula tingkat kemiskinan yang ada di
Kabupaten Takalar.
Secara tidak langsung ke variable pengangguran, upah memiliki efek
langsung (direct effect) sebesar 2,098 dan efek tidak langsung (indirect effect)
11,857. Hal ini menunjukan bahwa upah berpengaruh secara tidak langsung
memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap pengangguran.
Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai koofisien variable upah sebesar
11,857. Artinya, apabila tingkat upah naik sebesar 1% maka kemiskinan akan
naik sebesar 11,857% ke variabel pengangguran. Hal ini tidak sesuai dengan
hipotesis yang menyatakan bahwa secara tidak langsung, upah berpengaruh
negatif terhadap variabel pengangguran.
Menurut Penulis, hal ini bisa terjadi jika dilihat dari sisi penawaran
terhadap tenaga kerja dimana upah memiliki hubungan yang kuat dengan
kenaikan pada jumlah pengangguran yang ada, dimana hubungan searah ini
disebabkan ketika pemerintah menaikkan upah minimum, maka kenaikan
penawaran tenaga kerja pun meningkat, akan tetapi perusahaan lebih memilih
mengurangi biaya produksi dengan mengurangi jumlah pekerja agar tidak terjadi
kebangkrutan dan defisit anggaran, sehingga jumlah pengangguran pun
meningkat seiring kenaikan upah yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga
62
dapat diketahui bahwa secara tidak langsung upah berpengaruh positif dan
signifika terhadap kemiskinan melalui variabel pengangguran.
4.4.4 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi (X3) terhadap Kemiskinan (Z)
Variable Pertumbuhan Ekonomi (X3) dalam penelitian ini, secara
langsung memilki efek langsung (direct effect) sebesar -2,408 dan effect tidak
langsung (indirect effect) sebesar -1,903. Hal ini menunjukkan bahwa secara
langsung pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan negatif dan signifikan
terhadap kemiskinan. Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai koefisien variable
pertumbuhan ekonomi sebesar -2,408. Artinya apabila terjadi peningkatan
terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1% maka akan mengakibatkan
kemiskinan menurun sebesar 2,408%. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang
menyatakan bahwa secara langsung pertumbuhan ekonomi berpengaruh
negative dan signifikan terhadap kemiskinan.
Sesuai dengan Penelitian yang dilakukan Wongdesmiwati (2009),
menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan
ekonomi dan tingkat kemiskinan. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan
menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya
mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
Secara tidak langsung melalui variable pengangguran, pertumbuhan
ekonomi memiliki efek langsung (direct effect) sebesar -2,408 dan efek tidak
langsung (indirect effect) -1,903. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan
ekonomi berpengaruh secara tidak langsung memiliki hubungan yang negatif dan
tidak signifikan terhadap variabel pengangguran.
63
Berdasarkan hasil pengolahan data, nilai koofisien variable pertumbuhan
ekonomi sebesa -1,903 Artinya, apabila tingkat pertumbuhan ekonomi meningkat
1% maka pengangguran akan menurun sebesar 1,903% melalui variabel
pertumbuhan ekonomi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis pada yang
menyatakan bahwa secara tidak langsung, pertumbuhan ekonomi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap variable pengangguran.
Berdasarkan hasil dari penelitian bahwa pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pengagguran yang ada di
Kabupaten Takalar dimana diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan
ekonomi yang ada disuatu daerah atau wilayah maka akan semakin kecil tingkat
pengangguran yang ada disuatu daerah tersebut.
4.4.5 Hubungan Pengangguran (Y) terhadap Kemiskinan (Z)
Variabel pengangguran dalam penelitian ini bertanda positif dan signifikan
terhadap kemiskinan. Dengan efek langsung (direct effect) sebesar 4,620 dan
efek tidak langsung (indirect effect) tidak ada. Dimana kenaikan tingkat
pengangguran terbuka sebanyak 1% maka akan menaikkan tingkat kemiskinan
sebesar 4,620%. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang menjadi
menyatakan bahwa pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kemiskinan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa pengangguran berpengaruh
positif terhadap kemiskinan dimana sesuai dengan teori Menurut Sukirno (2004),
efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang
pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang.
64
Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan
meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki
pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan
politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada
kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka
panjang.
4.5 Pengujian Hipotesis
4.5.1 Uji t- Statik
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini yaitu dengan pengujian satu sisi (one
side) atau satu ujung (one tail), hal ini dilakukan karena pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat sudah ditetapkan. Tingkat keyakinan yang digunakan
sebesar 95% atau residu sebesar 5% (α = 5%). Pengujian hipotesis dilakukan
dengan criteria thitung > ttabel H0 ditolak dan H1 diterima.
Hasil perhitungan Estimasi secara tidak langsung bahwa variabel
pendidikan berpengaruh negative dan tidak signifikan, variable upah
berpengaruh positif dan signifikan serta variable pertumbuhan ekonomi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variable pengangguran.
Tabel 4.2
Pengujian T-Statistik
Degree of freedom (Df* = (n – k)
Significance Level
T-tabel
7 0,05 (5%) 2,200985
Sumber: Damodar Gujarati, Basic Econometrics
65
Berdasarkan tabel 4.2, hasil estimasi menunjukkan variabel independen
pendidikan, upah dan pertumbuhan ekonomi dengan nilai thitung 2,221 > ttabel
2,200985 menunjukkan signifikansi antara variabel independen pendidikan, upah
dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran.
Hipotesis H0 diterima, H1 ditolak artinya secara parsial variabel bebas
mempengaruhi variabel pembiayaan secara signifikan dengan tingkat
kepercayaan 95%.
Hasil perhitungan Estimasi secara langsung bahwa variabel pendidikan
berpengaruh positif dan signifikan, variable upah berpengaruh positif dan
signifikan serta variable pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap variable kemiskinan.
Tabel 4.3
Pengujian T-Statistik
Degree of freedom (Df* = (n – k)
Significance Level
T-tabel
7 0,05 (5%) 2,200985
Sumber: Damodar Gujarati, Basic Econometrics
Berdasarkan tabel 4.2, hasil estimasi menunjukkan variabel independen
pendidikan, upah dan pertumbuhan ekonomi dengan nilai thitung 374,77 > ttabel
2,200985 menunjukkan signifikansi antara variabel independen pendidikan, upah
dan pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran.
66
Hipotesis H0 ditolak, H1 diterima artinya secara parsial variabel bebas
mempengaruhi variabel pembiayaan secara signifikan dengan tingkat
kepercayaan 95%.
4.5.2 Uji F-Statistik
Pengujian F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi dari semua
variabel bebas sebagai suatu kesatuan atau mengukur pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama.
Dengan demikian hasil uji F yang signifikan akan menunjukkan bahwa
variabel bebas secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel tidak
bebasnya. Uji F-stat ini merupakan uji signifikansi satu arah (one tail
significance).
Hipotesisnya adalah :
Ho = Tidak ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y
H1 = Ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y
t-hit > t.tabel : Ho ditolak, H1 diterima
t-hit < t-tabel : Ho diterima, H1 ditolak
Pada hasil Estimasi persamaan secara tidak langsung didapat nilai F-Static
sebagai berikut:
Tabel 4.4
Pengujian F-Statistik
Df (k-1,n-k) Significance F-tabel
67
= (5-1,12-5) LevelF (4,7) 0,05 (5%) 4,12
Sumber: Damodar Gujarati, Basic Econometrics
Dari hasil perhitungan diperoleh: Fhitung (18,211) > F-tabel (4,12)
Hipotesis H0 ditolak, H1 diterima artinya variabel bebas mempengaruhi variabel
tidak bebasnya dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95%. Dengan
kata lain, variabel pendidikan dan upah signifikan mempengaruhi
pengangguran pada tingkat kepercayaan 95%.
Pada hasil Estimasi persamaan secara langsung didapat nilai F-Static sebagai
berikut:
Tabel 4.5
Pengujian F-Statistik
Df (k-1,n-k)= (5-1,12-5)
Significance Level
F-tabel
F (4,7) 0,05 (5%) 4,12
Sumber: Damodar Gujarati, Basic Econometrics
Dari hasil perhitungan diperoleh: Fhitung (13,297) > F-tabel (4,12)
Hipotesis H0 ditolak, H1 diterima artinya variabel bebas mempengaruhi variabel
tidak bebasnya dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95%. Dengan
kata lain, variabel pendidikan dan pertumbuhan ekonomi signifikan
mempengaruhi kemiskinan pada tingkat kepercayaan 95%.
4.5.3 Koofisien Determinasi Majemuk (R2)
68
Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau prosentase
dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regresi.
Dari hasil perhitungan Estimasi secara tidak langsung diperoleh nilai R2 sebesar
0,872 atau 87,2%, dimana terletak antara 0 dan 1. Ini berarti variabel
pengangguran dipengaruhi oleh variable pendidikan, upah dan pertumbuhan
ekonomi dan sisanya 12,8 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau prosentase
dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regresi.
Dari hasil perhitungan Estimasi secara langsung diperoleh nilai R2 sebesar 0,883
atau 88,3%, dimana terletak antara 0 dan 1. Ini berarti variabel kemiskinan
dipengaruhi oleh variable pendidikan, upah dan pertumbuhan ekonomi dan
sisanya 11,7 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software EViews,
menunjukkan bahwa :
a. Baik secara langsung, hanya variabel pendidikan dan pertumbuhan
ekonomi yang berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di
Kabupaten Takalar.
b. Baik secara tidak langsung melalui variabel pengangguran, variabel
pendidikan dan upah yang berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan
di Kabupaten Takalar
c. Baik secara langsung, hanya variabel upah yang berpengaruh tidak
signifikan terhadap kemiskinan di Kabupaten Takalar.
d. Baik secara tidak langsung melalui variabel pengangguran, variabel
pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh tidak signifikan terhadap
kemiskinan di Kabupaten Takalar.
70
e. Secara langsung pengangguran berpengaruh signifikan terhadap
Kemiskinan.
2. Secara langsung maupun tidak langsung, dari ketiga variabel independen
yaitu variabel pendidikan, upah dan pertumbuhan ekonomi terdapat dua
variabel independen yanitu variabel pendidikan dan upah berdasarkan hasil
penelitian dan pengolahan data memiliki hasil yang tidak sesuai dengan
hipotesis penulis.
71
5.2. Saran
Ada beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian
ini, yaitu :
1. Berdarkan kesimpulan diketahui bahwa variabel pendidikan memiliki hasil
yang tidak sesuai dengan hipotesis penulis namun untuk menurunkan
tingkat kemiskinan yang ada di kabupaten Takalar sebaiknya pemerintah
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang layak bagi
masyarakat disamping itu pemerintah juga sebaiknya memberikan
kesempatan untuk masyarakat yang mempunyai pendidikan yang cukup
tinggi untuk bisa memajukan sektor pertanian yang ada di daerah
tersebut dengan memberikan semacam modal untuk mereka yang
memiliki pendidikan dan wawasan yang lebih tinggi untuk mengelola dan
menggunakan sumberdaya serta teknologi yang telah ada untuk
meningkatkan hasil pertanian di daerah tersebut dimana sesuai dengan
terapan ilmu yang pernah mereka dapatkan dibangku sekolah.
2. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan dari kesimpulan yang
ada diketahui bahwa variabel pendidikan dan upah memiliki hasil yang
tidak sesuai hipotesis penulis, namun untuk menurunkan tingkat
kemiskinan yang ada didaerah tersebut , bahwa seharusnya dalam
72
penentuan upah harus di musyawarahkan antara seseorang yang
memiliki usaha dan pegawai atau buruh yang bekerja di ditempat
tersebut. upah yang baik adalah di mana pekerja menerima upah yang
lebih jika perusahaan mendapat keuntungan untuk meningkatkan
kesejahteraan pekerja, dengan meningkatnya kesejahteraan pekerja,
maka produktivitas pun akan meningkat, hal ini dapat meningkatkan
produksi dan menguntungkan perusahaan.
3. Pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan yang cukup kuat dengan
pengangguran dan juga kemiskinan, maka untuk menekan angka
pengangguran, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Takalar seharusnya
berorientasi pada padat karya, sektor-sektor yang dominan seperti sektor
industri diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi, agar tenaga
kerja dapat terserap banyak, sehingga angka pengangguran pun dapat
berkurang dan angka kemiskinanpun juga akan mengalami penurunan.