151788181-bab-ii-acc-fix
DESCRIPTION
ccsdTRANSCRIPT
`
BAB II
PRODUKSI ALAT DAN METODE ESTIMASI BIAYA
Optimisasi adalah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau
optimal (nilai efektif yang dapat dicapai). Pada bab ini akan diuraikan teori-
teori yang digunakan sebagai landasan untuk menganalisis mengenai produksi
alat muat dan alat angkut, serta upaya-upaya optimalisasi.
2.1 Waktu Edar (Cycle time)
Waktu edar adalah total waktu yang dibutuhkan suatu alat mekanis
untuk berproduksi dalam suatu aktifitas produksi.
2.1.1 Waktu Edar Alat Muat
Waktu edar alat muat adalah total waktu yang dibutuhkan alat muat
untuk pengisian bucket sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat
angkut dan kembali kosong. Siklus produksi alat muat adalah
(Prodjosumarto.P, 1993):
a. Waktu digging, dihitung mulai dari bucket menyentuh overburden lalu
menggali dan mengisi bucket hingga penuh sampai munjung (berbentuk
kerucut) kemudian pada posisi siap untuk melakukan swing isi.
b. Swing bucket isi, dihitung mulai dari posisi bucket melakukan swing isi
hingga pada posisi siap untuk melakukan dumping di atas dump truck.
c. Waktu delay, waktu tunda yang dihitung pada saat alat muat siap dumping
tetapi menunggu alat angkut yang belum siap untuk diisi.
5
`
d. Waktu dumping, dihitung mulai dari posisi bucket melakukan dumping di
atas bak dump truck hingga pada posisi siap untuk melakukan swing
bucket kosong.
e. Swing bucket kosong, dihitung mulai dari posisi melakukan swing kosong
hingga kembali pada posisi siap untuk digging dan mengisi bucket.
Gambar 2.1 Alat muat excavator Komatsu PC-400
2.1.2 Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut merupakan total waktu pada alat angkut yang
dimulai dari waktu mengambil posisi untuk dimuat, waktu diisi muatan, waktu
mengangkut muatan, waktu mengambil posisi untuk melakukan dumping,
waktu dumping, dan waktu kembali kosong. Siklus produksi alat angkut
adalah:
a. Waktu loading, dihitung mulai dari alat muat mengisi bak dari alat angkut
sampai penuh.
6
`
b. Waktu angkut isi, dihitung mulai dari berangkat untuk mengangkut muatan
hingga siap untuk melakukan manuver isi.
c. Manuver isi, dihitung mulai dari melakukan manuver hingga berhenti di
stockpile untuk bersiap untuk melakukan dumping.
d. Waktu dumping, dihitung mulai dari posisi melakukan penumpahan hingga
kembali pada posisi awal untuk kembali kosong.
e. Waktu kembali kosong, dihitung mulai dari waktu berangkat kosong
kembali menuju loading point hingga siap untuk melakukan posisi manuver
kosong dan mengambil muatan.
Gambar 2.2 Alat angkut dump truck Renault-380
2.2 Pemilihan Alat Mekanis
Pemilihan suatu alat mekanis hendaknya tidak hanya
mempertimbangkan atas besarnya produksi atau kapasitas produksi alat
tersebut tetapi juga mempertimbangkan ongkos/biaya termurah dari produksi
per satuan volume atau per ton.
7
`
Beberapa hal yang perlu diketahui dalam memilih suatu alat yang akan
digunakan adalah (Prodjosumarto.P, 1993):
a. Penggunaannya untuk tujuan tertentu
b. Nilai atau harga alat
c. Umur ekonomis alat
d. Berapa jumlah alat yang diperlukan.
2.3 Pola pemuatan
Pola pemuatan sangat berpengaruh dalam produksi alat-alat mekanis
yang digunakan secara teknis. Pada umumnya operasi penambangan dimulai
dari jenjang paling atas kemudian berurutan ke jenjang di bawahnya, dengan
maksud:
a. Memudahkan dalam mengontrol kemajuan operasi penambangan
b. Pelaksanaan penambangan dapat dilakukan dengan lebih mudah tanpa
ada pekerjaan lain yang terganggu.
Gambar 2.3 Proses pemuatan Batubara pada loading point
8
`
Pola pemuatan yang digunakan tergantung pada kondisi loading point
serta alat-alat mekanis yang digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat
angkut yang datang, bucket alat muat sudah terisi penuh dan siap
ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh segera keluar dan dilanjutkan
dengan alat angkut lainnya sehingga tidak terjadi waktu tunggu pada alat
angkut maupun pada alat muat. Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa
keadaan yang ditunjukkan alat muat dan alat angkut (Yanto, 2004) yaitu:
a. Pola pemuatan berdasarkan posisi backhoe terhadap alat angkut:
1. Top loading, yaitu backhoe melakukan pemuatan dengan menempatkan
dirinya di atas jenjang dan alat angkut berada di bawah alat muat
2. Bottom loading, yaitu backhoe melakukan pemuatan dengan
menempatkan dirinya di jenjang yang sama dengan posisi alat angkut
Gambar 2.4 Pola pemuatan top loading dan bottom loading (Yanto,
2004).
b. Pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan alat angkut:
1. Single side, yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada satu
tempat, sedangkan truck berikutnya menunggu truck pertama dimuati
sampai penuh, setelah truck pertama berangkat truck kedua
9
`
memposisikan diri untuk dimuati, sedangkan truck ketiga menunggu
dan begitu seterusnya.
2. Double side, yaitu truk memposisikan diri untuk dimuati pada dua
tempat, kemudian backhoe mengisi salah satu truck sampai penuh,
setelah itu mengisi truck kedua yang sudah memposisikan diri di sisi lain
sementara truck kedua di isi, truck ketiga memposisikan diri di tempat
yang sama dengan truck pertama dan seterusnya.
SINGLE SIDE DOUBLE SIDE
Gambar 2.5 Skema pola pemuatan (Yanto, 2004).
2.4 Kemampuan Produksi Alat Mekanis
Untuk mengetahui produksi suatu peralatan harus terlebih dahulu
dilakukan perhitungan produktivitas setiap alat, dimana perhitungan selalu
didasarkan pada pengoperasian peralatan sampai mencapai suatu produksi
yang maksimal. Produksi maksimal ini merupakan tujuan yang harus dicapai
oleh setiap pemakai peralatan agar target produksi yang direncanakan dapat
tercapai.
2.4.1 Kemampuan Produksi Alat Muat
10
BENCH
PERGI
MANUVER
TIBA
BENCH
PERGI
MANUVER
TIBA
`
Secara umum kemampuan produksi alat muat sangat dipengaruhi oleh
keterampilan operator untuk menyediakan material atau stock. Keterampilan
operator ini akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus
pemuatan. Pada proses pengisian bucket alat muat akan bervariasi sehingga
diperlukan adanya fill factor untuk tiap kali alat melakukan pemuatan.
Semakin kecil cycle time alat muat maka produksi akan semakin tinggi,
sedangkan semakin besar cycle time alat muat maka produksi akan semakin
rendah. Cycle time ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu (Prodjosumarto.P,
1993):
a. Tahanan gali material yang dimuat
b. Berat isi material yang dimuat
c. Fragmentasi material
d. Kedalaman galian dan ketinggian bench penggalian
e. Sudut swing
Untuk memenuhi target produksi yang telah ditentukan, perlu diketahui
kapasitas bucket rata-rata untuk setiap alat sehingga dapat ditentukan alat
muat mana yang akan digunakan. Terdapat tiga jenis ukuran bucket yang
harus diperhitungkan dalam pemilihan alat muat (Prodjosumarto.P, 1993),
yaitu:
a. Kapasitas batas muatan statis, yaitu kapasitas yang dapat membuat alat
muat terjungkit (static tipping load).
b. Kapasitas peres (struck capacity), yaitu kapasitas atau volume material
yang dapat mengisi bucket rata hingga batas bibir bucket.
c. Kapasitas munjung (heaped capacity), yaitu kapasitas atau volume alat
yang sesungguhnya ditambah dengan volume material yang menggunung
di atas bucket alat tersebut.
11
`
2.4.2 Kemampuan Produksi Alat Angkut
Setelah pekerjaan pemuatan selesai maka pekerjaan selanjutnya
adalah pengangkutan material dari loading point ke stockpile point. Pada
kegiatan pengangkutan material tanah penutup ini digunakan alat angkut
dump truck. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam siklus alat angkut di antara
lain (Prodjosumarto.P, 1993):
a. Kondisi loading point, yaitu kondisi dimana lokasi pemuatan diatur
sedemikian rupa sehingga alat angkut dapat secara efektif keluar masuk
dan mengambil posisi yang tepat untuk dimuat di lokasi pemuatan.
Gambar 2.6 Kondisi loading point
b. Kondisi jalur pengangkutan, yaitu kondisi jalan yang dilalui oleh alat
angkut mulai dari loading point hingga stockpile. Hal ini dipengaruhi oleh
geometri jalan, kemiringan jalan, kondisi jalan, jari-jari tikungan, konstruksi
jalan, dan K3.
12
`
Gambar 2.7 Kondisi jalan angkut tambang
c. Kondisi disposal area, yaitu kondisi area di titik terakhir pengangkutan atau
titik dumping. Disposal area mempengaruhi kecepatan manuver dan
dumping, sehingga perlu diperhatikan agar alat tidak amblas saat
dumping.
Gambar 2.8 Kondisi disposal area
2.5 Ketersediaan Alat Mekanis
Beberapa hal yang dapat menunjukkan ketersediaan alat mekanis dan
efisiensi penggunaannya antara lain (Prodjosumarto.P, 1993):
a. Mechanical availability index percent (MA)
13
`
Merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi alat mekanis yang
sesungguhnya dari alat yang digunakan. Besar kecilnya nilai dari MA
ditentukan oleh kondisi dari alat mekanis tersebut pada waktu
dioperasikan. Untuk menghitung MA menggunakan persamaan:
MA= WW+R
x100 % ( 2 .1 )
Dimana :
W = Waktu kerja
R = Waktu repair
b. Physical availability percent (PA)
Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang sedang
dipergunakan untuk menghitung PA dengan menggunakan persamaan:
PA= WW+S
x 100 % (2 .2 )
Dimana :
W = Waktu kerja
S = Waktu standby
c. Use of availability percent (UA)
Merupakan persen waktu yang digunakan oleh suatu alat untuk beroperasi.
Nilai persen tersebut dapat diketahui dengan persamaan:
UA= W+SW+R+S
x 100 % ( 2 . 3)
Dimana :
W = Waktu kerja
R = Waktu repair
S = Waktu standby
d. Effective utilization (EU)
14
`
Merupakan persen waktu yang digunakan oleh suatu alat untuk beroperasi
dalam suatu kegiatan kerja atau berproduksi. Hal ini dapat diketahui
dengan persamaan:
EU=WT
x 100 % ( 2. 4 )
Dimana :
W = Waktu kerja
T = Waktu terbuang
Tingkat efisiensi tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi alat, pengolahan dan
perawatan alat-alat mekanis ataupun operator alat-alat mekanis itu sendiri.
2.6 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja merupakan perbandingan antara waktu kerja efektif yang
digunakan untuk berproduksi dengan waktu kerja yang tersedia dalam satu
shift. Hal ini merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi besar
kecilnya produksi alat, semakin banyak waktu produktif yang digunakan untuk
alat, maka semakin besar nilai efisiensi kerja alat.
Tabel 2.1 Penilaian Efisiensi Kerja (Prodjosumarto.P, 1993)
KONDISI
KERJA
KONDISI MANAJEMEN
BAIK SEKALI BAIK SEDANG BURUK
BAIK SEKALI 0.84 0.81 0.76 0.70
BAIK 0.78 0.75 0.71 0.65
SEDANG 0.72 0.69 0.65 0.60
BURUK 0.63 0.61 0.57 0.52
15
`
Dalam perhitungan efisiensi kerja ada tiga komponen waktu yang harus
diperhatikan yaitu (Prodjosumarto.P, 1993):
a. Waktu repair (R) yaitu waktu perbaikan pada saat jam operasi
berlangsung.
b. Waktu standby (S) yaitu jam yang tidak terpakai padahal alat tidak rusak
sedang tambang dalam keadaan beroperasi
c. Waktu kerja (W) yaitu waktu yang digunakan alat untuk berproduksi
sampai akhir operasi. Dalam waktu produktif terdapat beberapa variable
waktu meliputi:
1. Waktu efektif (We) yaitu waktu yang digunakan oleh alat untuk
berproduksi.
2. Waktu delay (Wd) yaitu waktu kerja tetapi terdapat hambatan pada
waktu itu.
Tingkat efisiensi tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi alat,
perawatan alat, kondisi medan kerja dan operator sendiri. Untuk mengetahui
besarnya efisiensi kerja dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Efisiensi kerja =
Waktu EfektifWaktu tersedia
x 100 % ( 2 .5 )
Tabel 2.2 Data Hambatan Alat Mekanis (Prodjosumarto.P, 1993)
Jenis AlatWaktu Hambatan
(Wd)
Waktu Standby
(S)
Waktu Repair
(R)
Alat Muat - Terlambat mulai
kerja
- Istirahat terlalu
lama
- Keperluan operator
- Berhenti sebelum
ganti shift
- Isi BBM dan
pelumas
- Safety talk
- Waktu hujan
- Tidak ada
operator
- Menunggu alat
- Waktu perbaikan
- Menunggu untuk
perbaikan
- Menunggu suku
cadang
16
`
- Pindah tempat kerja
- Waktu pemanasan
mesin
- Waktu menunggu
alat kerja lain
angkut
- Persiapan
blasting/blasting
Alat Angkut
- Terlambat mulai
kerja
- Istirahat terlalu
lama
- Keperluan operator
- Berhenti sebelum
ganti shift
- Waktu pemanasan
mesin
- Isi BBM dan
pelumas
- Safety talk
- Waktu hujan
- Jalan licin
- Tidak ada driver
- Antri loading point
- Waktu perbaikan
- Menunggu untuk
perbaikan
- Menunggu suku
cadang
2.7 Produkstivitas Alat Mekanis
Produktivitas alat mekanis baik untuk Batubara, overburden maupun
material lainnya dibagi menjadi produktivitas teoritis dan produktivitas nyata.
Kemampuan produktivitas alat bergantung pada kapasitas dan waktu edar
alat.
2.7.1 Produksi Alat Muat
Merupakan kemampuan produksi berdasarkan kapasitas bucket yang
dimiliki alat muat. Secara teori untuk menghitung produksi alat muat adalah
dengan menggunakan persamaan (Prodjosumarto.P, 1993):
PM = Eff x KB x SF x FF x 60 menit / jam
CT (2 .6 )
Dimana :
Pm = Produksi alat muat ( ton/jam)
KB = Kapasitas bucket (ton)
SF = Swell Factor (%)
FF = Fill Factor (%)
Eff = Efisiensi kerja (%)
17
`
CT = Cycle Time (menit)
2.7.2 Produksi Alat Angkut
Kemampuan produksi alat angkut dump truck dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Pa =
KB x Eff x 60 menit / jamCT (menit )
(2 .7 )
Dimana :
Pa = Produksi alat angkut (ton/jam)
KB = Kapasitas bak (Kb x SF x FF) . n
n = Jumlah pengisian
Eff = Efisiensi kerja (%)
CT = Cycle time (menit)
2.8 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Alat
Dalam menilai kemampuan suatu alat, maka perlu diperhatikan
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Beberapa faktor dasar yang
mempengaruhi produksi dari alat mekanis yaitu (Prodjosumarto.P, 1993):
a. Jenis material
Material pada umumnya mempunyai sifat yang mengembang jika
telah digali dalam perhitungan produksi alat, sifat ini berpengaruh pada
waktu pengisian bucket. Perkiraan pengisian bucket untuk setiap alat muat
pada penambangan batubara ditentukan berdasarkan pengamatan di
lapangan untuk mengetahui persen pengisian yang harus diperhitungkan
18
`
faktor pengisian bucket alat muat. Sedangkan yang dimaksud faktor isian
adalah perbandingan antara kapasitas nyata bucket dengan kapasitas
teoritis bucket yang dinyatakan dengan persen.
b. Kondisi tempat kerja
Tempat kerja (front loading) yang luas akan memperkecil waktu edar
alat angkut karena ada cukup ruang gerak untuk berbagai pengambilan
posisi pada alat tersebut sehingga dengan kondisi tempat kerja yang luas
akan lebih mudah dalam pengaplikasian penggunaan double side loading.
Demikian juga jika kondisi tempat kerja yang baik (tidak becek)
persentase kerja alat akan meningkat dan secara otomatis produksi juga
akan meningkat sebaliknya jika tempat kerja becek akan memengaruhi
kerja alat dan produksi.
c. Kondisi fisik dan mekanis peralatan
Jika alat yang digunakan umurnya sudah tua dan sering mengalami
kerusakan maka kemampuan kerjanya/produksinya relatif kecil dan
membutuhkan perawatan yang lebih lama dibandingkan dengan alat baru
yang tenaganya masih relatif besar dan jarang mengalami kerusakan.
d. Keterampilan operator
Operator yang terampil dan terlatih akan mengetahui cara
mengoperasikan dan menempatkan alat pada posisi yang benar, sehingga
alat yang dioperasikan dapat bergerak dengan baik dan tidak mengganggu
alat lain yang sedang beroperasi. Peralatan mekanis akan menghasilkan
produksi yang tinggi apabila alat tersebut dioperasikan oleh operator yang
terampil dan lebih berpengalaman.
e. Faktor pengembangan (Swell Factor)
Faktor Pengembangan perlu diperhatikan karena akan berpengaruh
pada kapasitas alat muat dan alat angkut. Material yang terdapat di alam
19
`
adalah dalam keadaan padat dan terkonsolidasi dengan baik sehingga
hanya sebagian yang terisi udara di antara butir-butirnya, tetapi apabila
suatu material digali dari tempat aslinya atau dalam keadaan insitu, maka
akan terjadi penambahan volume (swell). Berdasarkan perubahan
tersebut, pengukuran volume atau bobot isi material dibedakan atas
(Prodjosumarto.P, 1993):
1. Keadaan asli (bank condition)
Keadaan material yang masih alami dan belum mengalami
ganguan teknologi, butiran-butiran material yang dikandungnya
masih terkonsolidasi dengan baik. Satuan volume material dalam
keadaan asli disebut meter kubik dalam keadaan asli (Bank Cubic
Meter/BCM).
2. Keadaan terberai (loose condition)
Material yang telah tergali dari tempat aslinya akan mengalami
perubahan volume yaitu mengembang. Hal ini disebabkan adanya
penambahan rongga udara di antara butiran-butiran material, dengan
demikian volumenya menjadi lebih besar. Satuan volume material
dalam keadaan terberai disebut meter kubik dalam keadaan terberai
(Loose Cubic Meter).
3. Keadaan padat (compact condition)
Keadaan padat akan dialami oleh material yang mengalami proses
pemadatan. Perubahan volume terjadi karena adanya penyusutan
rongga udara di antara butiran-butiran material tersebut, dengan
demikian volumenya akan berkurang tetapi beratnya akan tetap sama.
Faktor pengembangan suatu material dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
20
`
SF =
Volume InsituVolume Loose x 100 % (2.8)
Dimana:
SF (Swell Factor) = Faktor Pengembangan (%)
Volume Insitu = Volume material sebelum dibongkar
Volume Loose = Volume material setelah dibongkar
Tabel 2.3 Density dan Swell Factor Berbagai Material
(Prodjosumarto.P,1993)
Macam Material
Bobot Isi
(Density)
kg/m3
“ Swell factor “
(in-bank
correction
factor)
Bauksit
Tanah liat, kering
Tanah liat, basah
Batubara bituminous (bituminous coal)
Bijih Tembaga (Copper Ore)
Tanah biasa, kering
Tanah biasa, basah
Tanah biasa, bercampur pasir dan
kerikil
Bijih besi (iron ore), pecah-pecah
Batukapur, pecah-pecah
Lumpur
Lumpur, sudah ditekan (packed)
Pasir, kering
Pasir, basah
Serpih (shale)
2064.3-3306.7
1758.5
2140.8-2293.7
1542.7
2905.3
2140.8
2882.4
2370.1
2752.4-4205.1
1911.4-3211.1
1651.4-2270.7
2270.7-2683.6
1682-2484.8
2523-2752.4
2293.7
0,075 (75%)
0,85
0,82-0,80
0,74
0,74
0,85
0,85
0,90
(0,45)
0,60-0,57
0,83
0,83
0,89
0,88
0,75
f. Faktor Pengisian (Fill Factor)
Faktor pengisian merupakan perbandingan antara kapasitas nyata
suatu alat dengan kapasitas teoritis alat tersebut. Besarnya faktor
pengisian suatu alat sangat tergantung pada (Prodjosumarto.P, 1993):
21
`
1. Ukuran material
Semakin besar ukuran material, maka faktor pengisian akan semakin
kecil.
2. Kelengketan material
Untuk material yang melengket, faktor pengisiannya pada saat
pengisian dapat mencapai 100 %, tetapi pada saat pengosongan,
material yang terbuang akan lebih sedikit karena material tersebut
banyak yang melengket dalam bak sehingga faktor pengisiannya tidak
lagi mencapai 100 %.
3. Kandungan air
Semakin besar persentase kandungan air, maka faktor pengisiannya
akan semakin kecil.
Untuk menentukan besarnya nilai fill factor dihitung dengan 2 cara yaitu:
1. Metode Caterpillar
Metode caterpillar yaitu dengan cara pengamatan dan perbandingan
langsung pada saat pemuatan di lapangan dimana terlihat adanya
variasi pengisian bucket.
(Anonim, 2004).
Gambar 2.9 Bucket fill factor (Caterpillar, 2004)
22
`
2. Metode Perhitungan
Dalam metode perhitungan ini besarnya nilai fill factor dapat dicari
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Prodjosumarto.P,
1993):
FF =
KnKt
x100 %
(2.9)
Dimana :
FF = Fill Factor
Kn = Kapasitas nyata
Kt = Kapasitas teoritis (spesifikasi alat)
Tabel 2.4 Bucket Fill Factor (Caterpillar, 2004)
g. Keadaan Jalan
Jalan angkut (ramp) pada lokasi tambang sangat mempengaruhi
kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan
pengangkutan. Terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan
agar tidak menimbulkan gangguan atau hambatan yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pengangkutan, antara lain (Prodjosumarto.P,
1993):
1. Letak jalan
a) Arah jalan searah dengan pergerakan tambang.
23
Material Fill Factor Range
Moist loam or sandy clay
Sand and gravel
Hard, tough clay
Rock – well blasted
Rock – poorly blasted
A – 100-110 %
B – 95-110 %
C – 80-90 %
60-75 %
40-50 %
`
b) Topografi merupakan faktor penting. Pada umumnya letak jalan
berada pada topografi yang landai, karena akan sulit membuat
jalan pada daerah dengan topografi curam.
2. Lebar jalan
a) Tergantung pada lebar alat angkut, biasanya 3,5 – 4 kali lebar
dump truck terbesar.
b) Lebar jalan yang memadai memungkinkan lalu lintas dua arah,
ruangan untuk dump truck yang akan menyusul, serta untuk
tanggul pengaman dengan lebar tertentu.
3. Kemiringan jalan
Kemiringan jalan didasarkan pada kemampuan alat untuk
mengatasi kemiringan tertentu secara optimal.
4. Panjang jalan
a) Jika jalan yang dihasilkan dengan penimbunan lembah lebih
panjang dibandingkan dengan memotong bukit, dan volume
material yang dipotong sedikit, sehingga dalam pengerjaannya
tidak memakan waktu yang lama dibandingkan dengan
penimbunan lembah (valley), maka untuk kasus seperti ini, pilihan
pemotongan secara umum akan lebih baik digunakan.
b) Pembuatan jalan tetap memperhatikan faktor jarak tempuh dari
loading point ke stockpile, selain faktor waktu pembuatan dan
banyaknya material yang dipotong.
h. Iklim
Di Indonesia hanya dikenal dua musim, yaitu musim hujan dan
musim kering. Kondisi yang sering menghambat pekerjaan adalah pada
saat musim hujan, sehingga hari kerja menjadi lebih pendek. Jika hujan
sangat lebat, tanah kebanyakan menjadi becek dan lengket, sehingga
24
`
alat-alat tidak dapat bekerja dengan baik. Oleh karena itu diperlukan
sistem penyaliran (drainage) yang baik. Sebaliknya pada musim kering
(kemarau) akan timbul banyak debu yang dapat menghalangi
pandangan operator alat mekanis.
2.9 Keserasian Kerja Alat Mekanis
Untuk mencapai target produksi yang diinginkan maka keserasian kerja
antara alat muat dan alat angkut perlu mendapatkan perhatian sehingga
nantinya tidak terjadi kekurangan alat maupun kelebihan alat yang dapat
mengganggu aktivitas penambangan.
Keserasian kerja yang dimaksud adalah bagaimana pengaturan pola
kerja antara beberapa alat mekanis yang berbeda sehingga dapat kerja sama
dengan baik sehingga tercapai keserasian kerja alat. Besarnya harga faktor
keserasian kerja dari setiap sistem kombinasi kerja alat mekanis dapat
ditentukan berdasarkan data waktu edar dan jumlah alat muat yang
dikombinasikan dengan alat angkut
Untuk mengetahui faktor keserasian (match factor) dari suatu kombinasi
alat digunakan rumus sebagai rumus (Prodjosumarto.P, 1993):
MF =
nA x ctMnM x ctA
(2.10)
Dimana :
MF = Match factor
nA = Jumlah alat angkut
ctM = Cycle time alat muat
nM = Jumlah alat muat
ctA = Cycle time alat angkut
25
`
Ada tiga kriteria dari harga “Match Factor” yaitu:
a. MF < 1, berarti kerja alat muat kurang dari 100% dari faktor kerja alat
angkut 100%. Jadi kemampuan alat muat lebih besar daripada alat
angkutnya sehingga terdapat waktu menunggu bagi alat muat.
b. MF = 1, berarti faktor kerja alat muat dan alat angkut sama besarnya
(serasi) sehingga alat angkut tidak antri dan alat muat tidak menunggu.
c. MF > 1, berarti faktor kerja alat muat 100% dan faktor kerja alat angkut
kurang dari 100%. Kemampuan alat angkut lebih besar daripada alat muat
sehingga terdapat waktu menunggu bagi alat angkut.
2.10 Biaya Operasional
Biaya operasi adalah biaya yang diperlukan untuk melakukan kegiatan
pertambangan dan/atau pengolahan.
Biaya operasi dapat dikategorikan:
a. Biaya operasi peralatan
b. Biaya tenaga kerja
c. Biaya administrasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya operasional:
a. Membutuhkan konsiderasi terstruktur tiap komponen operasional alat
b. Perhitungan komponen merupakan kombinasi formula dan perbandingan
data.
c. Jika semua komponen operasional alat terkumpul, maka perhitungan
operating cost akan lebih baik.
2.11 Estimasi Biaya Operasional
26
`
Estimasi biaya adalah total biaya untuk suatu kegiatan operasional
penambangan yaitu pemuatan, pengangkutan, peledakan dan pengolahan.
Untuk memudahkan estimasi biaya, keseluruhan studi harus dibagi dalam cost
centers atau grup aktivitas (Westcott & Hall, 1993).
Skema 2.1 Penyusunan Data Base Biaya (Westcott & Hall, 1993)
2.12 Metode Estimasi Biaya Operasional
27
SUPPLY EQUIPMENT LABOUR MISC.
Tyres
Fuel
Power demand
Power energy
Explosives
Lube
Purchase Price
Spreed of Payment
Residual Value
Tax Catagory
Life
Excange Rate
Power & Fuel Use
Tyre Life
Depreciation
Operators
Maintenance number
Cost / year
Shift Configuration
Royalties
Freight
Processing
Revenue
COST DATA
`
Estimasi biaya operasional lebih sulit dibandingkan dengan estimasi
biaya kapital karena keunikan tiap kegiatan operasional (Gentry, 1984).
Metode – metode estimasi biaya operasional:
a. Similar project
b. Cost capacity relationship
c. Component cost
d. Detailed cost breakdown
2.12.1 Similar Project Method
Metode similar project dihitung berdasarkan asumsi bahwa kegiatan
penambangan sama dengan di perusahaan lain (Gentry, 1984).
Contohnya:
Tenaga kerja 50% - 55% total biaya operasional
Maintenance 50% - 55% total biaya operasional
Lain – lain 5% - 20% total biaya operasional
2.12.2 Cost-Capacity Relationship Method
Metode cost capacity relationship dihitung dari asumasi biaya
berdasar grafik dari literatur atau sumber lain, adapun kekurangan dari
metode ini adalah tingkat keakuratan rendah. Persamaan cost capacity
relationship (Gentry, 1984):
2.12.3 Component Cost Method
28
(2.11)
`
Metode component cost dihitung berdasarkan estimasi kasar
komponen biaya dari tiap aktivitas operasional (Gentry, 1984).
Dasar estimasi biaya component cost method
a. Basis unit biaya (contoh: $ per BCM atau Rp. per BCM)
b. Faktor biaya
1. Maintenance : 2-5 % biaya kapital
2. Asuransi : 2-3 % biaya kapital
3. Administrasi : 2 % penjualan
2.12.4 Detailed Cost Breakdown Method
Metode detailed cost breakdown memiliki tingkat keakuratan relatif
baik karena penjabarannya detail dan dilakukan check list detail pada tiap
jenis pekerjaan (Gentry, 1984).
Dalam metode ini hal yang diperhitungkan adalah nilai bersih yang
terdepresiasi, pajak dan asuransi, serta perhitungan detail terhadap biaya
pelaksanaan atau operational costs, antara lain:
a. Biaya pergantian ban adalah harga ban persatuan waktu atau umur ban
pada alat angkut.
b. Biaya solar adalah biaya penggunaan bahan bakar oleh alat muat dan alat
angkut untuk aktifitas produksi.
c. Biaya service adalah biaya maintenance alat berdasarkan faktor perbaikan
alat.
d. General service adalah biaya maintenace alat secara total berdasarkan
faktor perbaikan alat.
e. Upah operator adalah biaya honorarium operator alat angkut dan alat
muat.
29
`
2.13 Elemen untuk Menghitung Biaya Operasional
Dalam penentuan total biaya operasional ada beberapa hal yang
termasuk dalam elemen perhtungan biaya operasional antara lain:
a. Listrik
b. Bahan bakar
c. Pelumas
d. Ban
e. Spare parts
f. Operating supplies
g. Operating labour
h. Maintenance labour
i. Biaya maintenance
2.14 Biaya Maintenance
Biaya maintenance merupakan total biaya perawatan (maintenance
supplies) yang meliputi spare parts, bahan bakar dan pelumas, biaya
maintenance diasumsikan konstan tiap tahun.
30
`
Gambar 2.10 Biaya perawatan selama umur peralatan
2.15 Depresiasi
Depresiasi adalah penurunan dalam nilai fisik properti seiring dengan
waktu dan penggunaannya. Dalam konsep akuntansi, depresiasi adalah
pemotongan tahunan terhadap pendapatan sebelum pajak sehingga pengaruh
waktu dan penggunaan atas nilai aset dapat terwakili dalam laporan keuangan
suatu perusahaan. Depresiasi adalah biaya non-kas yang berpengaruh
terhadap pajak pendapatan (Gentry, 1984).
Properti yang dapat didepresiasi harus memenuhi ketentuan berikut:
a. Harus digunakan dalam usaha atau dipertahankan untuk menghasilkan
pendapatan.
b. Harus mempunyai umur manfaat tertentu, dan umurnya harus lebih lama
dari setahun.
c. Merupakan sesuatu yang digunakan sampai habis, mengalami peluruhan/
kehancuran, usang, atau mengalami pengurangan nilai dari nilai asalnya.
d. Bukan inventaris, persediaan atau stok penjualan, atau properti investasi.
31
`
Properti yang dapat didepresiasi dikelompokkan menjadi:
a. Nyata (tangible): dapat dilihat atau dipegang yang terdiri dari properti
personal (personal property) seperti mesin-mesin, kendaraan, peralatan,
furniture dan item-item yang sejenis; dan properti riil (real property)
seperti tanah dan segala sesuatu yang dikeluarkan dari atau tumbuh atau
berdiri di atas tanah tersebut
b. Tidak nyata (intangible) adalah aset pribadi, seperti hak cipta, paten atau
franchise.
Secara umum, metode perhitungan depresiasi yaitu (Gentry, 1984):
a. Unit of production method (UOP)
Metode depresiasi ini biasanya diasosiasikan hanya dengan industri
mineral dan ditentukan dengan membagi nilai dasar dalam aset dengan
jumlah total unit yang akan menghasilkan selama umur aset, Jika aset
diperkirakan memiliki masa manfaat setara kehidupan properti, maka nilai
dasar dibagi dengan perkiraan total cadangan tertambang dalam deposit akan
menghasilkan tingkat satuan depresiasi dolar per ton.
Dengan pendekatan UOP nilai sisa dikurangi dari perkiraan dasar sebelum
tingkat depresiasi unit diperkirakan, jika tingkat produksi tahunan konstan,
UOP dihasilkan akan dikurangi setara dengan depresiasi garis lurus.
b. Metode garis lurus (straight-line, SL)
Metode garis lurus mengasumsikan bahwa aset terdepresiasi secara
konstan setiap tahunnya selama umur manfaatnya.
32
`
Dimana: n = Umur manfaatB = Basis harga, termasuk penyesuaiandk = Pengurangan depresiasi pada tahun ke k (1 ≤ k ≤ n)BVk = Nilai buku pada akhir tahun ke kSVn = Perkiraan nilai sisa pada akhir tahun ke nd *
K = Depresiasi kumulatif selama tahun ke k
c. Metode declining balance (DB)
Metode declining balance disebut juga metode persentase konstan atau
formula Matheson, dengan asumsi bahwa biaya depresiasi tahunan adalah
suatu persentase yang tetap dari nilai buku awal tahun. Rasio depresiasi
tersebut dilambangkan dengan R (0 ≤ R ≤ 1), dimana R = 2/n (jika digunakan
200% DB) atau R = 1.5/n (jika digunakan 150% DB).
Persamaan- persamaan yang berlaku untuk metode DB:
d. Metode Sum-of-the-Years-Digits (SYD)
Digit yang digunakan pada metode SYD adalah sisa umur manfaat dari
aset. Faktor depresiasi adalah sisa umur aset dibagi dengan jumlah total digit.
Persamaan umum untuk mencari biaya depresiasi tahunan:
33
d1 = B(R)
dk = B(1-R)k 1(R)
d* k = B [(1-(1-R)k ]
BVk = B(1-R)k
BVn = B(1-R)n
2.19
2.20
2.21
`
Nilai buku pada akhir tahun ke-k:
Depresiasi kumulatif pada tahun ke-k:
D* k = B -BVk
e. Metode declining balance dengan peralihan ke garis lurus
Karena metode declining balance tidak bisa mencapai nilai buku (BV)
sama dengan nol dilakukan peralihan ke metode garis lurus untuk mencapai
nilai sisa nol (atau harga lain yang diinginkan). Peralihan terjadi pada tahun
dimana jumlah depresiasi dengan metode garis lurus lebih besar daripada
metode declining balance.
f. Metode Unit Produksi
Metode unit produksi digunakan karena pertimbangan bahwa
berkurangnya nilai aset terjadi terutama oleh fungsi pemakaiannya. Laju
depresiasi dihitung dengan:
Depresiasi per unit produksi =
B-SVn(Perkiraan umur dalam unit produksi )
2.16 Estimasi Biaya Tenaga Kerja
Estimasi biaya tenaga kerja adalah total pengeluaran kontrak tenaga
kerja berdasarkan nilai rata-rata
a. Biaya satuan tenaga kerja
b. Biaya satuan kerja operasional
c. Biaya tenaga kerja perawatan
d. Didasarkan pada sistem kontrak per jam
e. Tahapan penentuan
1. Tentukan upah standar
34
2.22
2.23
2.
24
`
2. Perkirakan overtime worked dan equivalent normal hours
3. Hitung rata-rata upah/minggu
4. Tentukan jumlah hari kerja dan tak kerja/tahun
5. Hitung overhead
6. Perkirakan other on cost
7. Hitung total upah tahunan
35