sisprod assembly bab ii acc

Upload: fairus-tin-08

Post on 18-Jul-2015

110 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II LANDASAN TEORIWaktu yang diijinkan untuk menyelesaikan elemen pekerjaan itu ditentukan oleh kecepatan lintas perakitan. Semua stasiun kerja sedapat mungkin harus memiliki waktu silkus yang sama. Bila suatu stasiun kerja memiliki waktu di bawah siklus idealnya, maka stasiun tersebut akan memiliki waktu menganggur . Kegiatan perakitan adalah kegiatan penggabungan dua part atau lebih sehingga membentuk produk jadi. Dalam kegiatan perakitan terdapat sejumlah pekerjaan perakitan dikelompokkan ke dalam beberapa pusat-pusat kerja, yang disebut dengan stasiun kerja. Maka dari itu keseimbangan antara setiap lintasan perakitan sangatlah harus diperhatikan (Toha dkk, 2005). Proses produksi adalah transformasi input menjadi output dengan adanya nilai tambah (value added). Aktivitas produksi berdasarkan jenis operasinya terbagi dua, yaitu operasi manufaktur dan operasi proses 2.1 Masalah yang Timbul dalam Sistem Perakitan Beberapa permasalahan yang sering timbul dalam proses produksi perakitan diantaranya adalah sebagai berikut : a. Antrian dan Waiting Time Hal ini disebabkan oleh adanya waktu siklus stasiun kerja yang lebih cepat daripada stasiun kerja lainnya, sehingga material yang telah selesai dikerjakan pada salah satu stasiun harus menunggu. b. Ketidakseimbangan Lintasan Perakitan Hal ini disebabkan oleh tidak meratanya beban kerja pada masing-masing stasiun kerja. Cara penyelesaiannya adalah dengan cara membagi elemen pekerjaan pada stasiun kerja itu untuk dilimpahkan pada stasiun lain yang bebannya lebih kecil. c. Aliran Data dan Material yang Terhambat Hal ini dapat terjadi bila peran dan fungsi kedua sistem (sistem pengendalian produksi dan sistem fisik) pada kegiatan produksi ini tidak

II - 1

berjalan sebagaimana mestinya, sehingga yang dibutuhkan adalah suatu supervisi yang dilakukan sistem pengendalian produksi. d. Cacat Produksi Cacat produksi dapat terjadi apabila inspeksi dilakukan pada stasiun kerja terakhir. Performansi suatu sistem produksi perakitan dapat diukur berdasarkan performansi sistem perencanaan dan pengendalian atau performansi sistem fisiknya (Alfadhlani, 2005). 1. Performansi Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi Pengukuran dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut : a. b. c. Tingkat kemungkinan untuk dilaksanakan Tingkat kemudahan dalam melakukan aktivitas pengendalian Tingkat keseimbangan pembagian kerja 2. Performansi Sistem Fisiknya Performansi sistem fisik diukur berdasarkan : a. Pencapaian Target Produksi (Volume dan Waktu) Seberapa jauh target produksi tercapai. Alat ukur yang dipergunakan pada umumnya adalah nilai persentase. = b. Kualitas Produksi Seberapa jauh hasil produksi memenuhi spesifikasi. Alat ukur produksi adalah : = c. Biaya Produksi Apakah sistem produksi telah bekerja dengan biaya minimum? d. Kepuasan Kerja Tenaga Kerja Ukuran terhadap cara kerja dan suasana kerja yang dirasakan oleh para pekerja dalam memenuhi tugasnya. Jumlah Produk Gagal Jumlah Produk Keseluruha n Tingkat Produksi per Satuan Wak tu Target Produksi per Satuan Wak tu

II - 2

2.2

Sistem Produksi Manufaktur Sistem produksi manufaktur dapat ditinjau dari beberapa klasifikasi dasar,

yaitu (Kramer,1994): 1. Level Struktur Produk a. Operasi Pembentukan Operasi pembentukan pada umumnya tidak mengalami penambahan material maupun komponen tetapi mengalami penambahan energi, seperti energi panas untuk merubah bentuk, ukuran dan lain sebagainya. b. Operasi Perakitan Pada operasi perakitan, produk mengalami penambahan atau penggabungan dua komponen atau lebih sehingga menjadi sebuah produk jadi atau setengah jadi. 2. Volume dan Laju produksi a. Mass Production Laju produksi umumnya tinggi bahkan mendekati produksi terus menerus. Demand tinggi dengan peralatan yang memiliki fungsi khusus. Investasi pada mesin relatif tinggi dengan tingkat kemampuan operator rendah sebagai efek dari mesin yang dirancang khusus. b. Batch Production Ukuran lot produksi umumnya medium untuk periode produksi tertentu. Tujuan utama dilakukan produksi batch adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen terhadap produk-produk yang diperlukan secara kontinyu. Mesin yang digunakan memiliki fungsi umum tetapi dirancang untuk kapasitas tinggi. c. Job Shop Production Tingkat produksi rendah, bahkan untuk ukuran lot 1 unit karena produksi berdasarkan pesanan konsumen yang menyebabkan terjadinya variasi tinggi. Mesin yang dipergunakan memiliki fungsi umum dengan operator yang memiliki tingkat keahlian tinggi. 2. Tata Letak Pabrik

II - 3

Sistem operasi diatas memiliki konsekuensi pada tipe tata letak yang dipilih. Tipe tata letak dasar adalah sebagai berikut: (Elsayed, 1994) 1. Tata Letak Proses (Process Layout) Tata letak berdasarkan proses, sering dikenal dengan process atau functional layout, adalah metode pengaturan dan penempatan stasiun kerja berdasarkan kesamaan tipe atau fungsinya. Mesin-mesin yang digunakan tata letak proses berfungsi umum (general purpose). Tata letak proses umumnya digunakan untuk industri manufaktur yang bekerja dengan volume produksi yang relatif kecil dan jenis produk yang tidak standar (Wignjosoebroto, 2000). Keuntungan dari penggunaan tata letak proses yaitu: Total investasi yang rendah untuk pembelian mesin dan peralatan produksi lainnya. a. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup mengerjakan berbagai macam jenis dan model produk. b. Kemungkinan adanya aktivitas pengawasan yang lebih baik dan efisien melalui spesialisasi pekerjaan. c. Pengendalian dan pengawasan lebih mudah dan baik terutama untuk pekerjaan yang sukar dan butuh ketelitian tinggi. d. Mudah untuk mengatasi breakdown dari mesin, yaitu dengan cara memindahkan prosesnya ke mesin lain tanpa banyak menimbukan hambatan yang signifikan, Keterbatasan dari tata letak proses. e. Ketidakefisienan backtracking. f. Adanya kesulitan dalam menyeimbangkan kerja dari setiap fasilitas produksi yang akan memerlukan penambahan ruang untuk work-inprocess storage. g. Adanya kesulitan dalm perencanaan dan pengendalian produksi. h. Operator harus memiliki keahlian yang tinggi untuk menangani berbagai macam aktivitas produksi. dalam proses disebabkan oleh adanya

II - 4

i. Produkstivitas yang rendah disebabkan setiap pekerjaan yang berbeda, masing-masing memerlukan setup dan pelatihan operator yang berbeda, Berikut akan diberikan gambar pengilustasian. 2. Tata Letak Produk (Product Layout) Tata letak berdasarkan produk, sering dikenal dengan product layout atau production line layout, adalah metode pengaturan dan penempatan stasiun kerja berdasarkan urutan operasi dari sebuah produk. Sistem ini dirancang untuk memproduksi produk-produk dengan variasi yang rendah dan volume yang tinggi (mass production). Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberikan produktifitas tinggi dengan ongkos yang rendah (Kramer,1994). Keuntungan tata letak produk ini yaitu: a. Aliran pemindahan material berlangsung lancar, sederhana, logis, dan OMH-nya rendah. b. Work-in-process jarang terjadi karena lintasan produksi sudah diseimbangkan. c. Total waktu yang digunakan untuk produksi relatif singkat. d. Kemudahan dalam perencanaan dan pengendalian proses produksi. e. Memudahkan pekerjaan, sehingga memungkinkan operator yang belum ahli untuk mempelajari dan memahami pekerjaan. Keterbatasan dari tata letak produk yaitu: a. Kurangnya fleksibilitas dari tata letak untuk membuat produk yang berbeda. b. Stasiun kerja yang paling lambat akan menjadi hambatan (bottleneck) bagi aliran produksi. c. Adanya investasi dalam jumlah besar untuk pengadaan mesin, baik dari segi jumlah maupun akibat spesialisasi fungsi yang harus dimilikinya. d. Kelelahan operator: operator mudah menjadi bosan disebabkan pengulangan tanpa henti dari pekerjaan yang sama.

II - 5

e. Ketergantungan dari seluruh proses terhadap setiap part: kerusakan pada suatu mesin atau kekurangan operator untuk mengendalikan stasiun kerja bias menghentikan keseluruhan hasil produksi pada satu line produk. 3. Tata Letak Posisi Tetap (Fix Potition Layout) Tata letak posisi tetap, sering dikenal dengan fixed material location atau fixed position layout, adalah metode pengaturan dan penempatan satsiun kerja dimana material atau komponen utama akan tetap pada posisi/lokasinya, sedangkan fasilitas produksi seperti tools, mesin, manusia, serta komponen lainnya bergerak menuju lokas komponen Keuntungan dari tata letak posisi tetap yaitu: a. Karena banyak bergerak adalah fasilitas produksi maka perpindahan material bisa dikurangi. b. Bila pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan produksi, maka kontinyuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa tercapai dengan sebaik-baiknya. c. Kesempatan untuk melakukan pengkayaan kerja (job enrichment) dengan mudah bisa diberikan, selain itu juga dapat meningkatkan kebanggaan dan kualitas kerja karena dimungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan secara penuh (do the whole job). d. Fleksibilitas kerja tinggi Keterbatasan tata letak posisi tetap yaitu: e. Besarnya frekuensi perpindahan fasilitas produksi, operator, dan komponen pendukung pada saat operasi kerja berlangsung. f. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas supervisi yang lebih umum dan intensif. g. Adanya duplikasi peralatan kerja yang menyebabkan dibutuhkannya lokasi untuk work-in process. h. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya dalam penjadwalan produksi.

II - 6

4. Tata Letak Teknologi Kelompok (Group Technology Layout) Henry C.Co mendefinisikkan tata letak teknologi kelompok (group technology layout) sebagai teknik untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan bersama komponen-komponen yang sama atau berhubungan dalam proses produksi untuk mengoptimalkan aliran produksi. Dalam konsep manufaktur, teknologi kelompok didefinisikan sebagai suatu filosofi manajemen yang melakukan pengidentifikasian dan pengelompokkan part berdasarkan kemiripan dalam perancangan dan proses manufaktur. Teknologi kelompok dimaksudkan untuk memperoleh efisiensi yang tinggi pada tata letak produk dan fleksibilitas yang tinggi. Penelitian tentang teknologi kelompok untuk sistem manufaktur pertama kali dimulai akhir tahun 1950. Pada saat itu para peneliti mulai menyadari bahwa beberapa part memiliki pendekatan manufaktur yang sama secara umum. Selanjutnya mereka menyimpulkan bahwa part tersebut bisa dikelompokkan dan diproses bersama, serupa dengan mass production. Berdasarkan kesimpulan ini, mareka kemudian membuat kelompok-kelompok part yang sama dan kemudian menggunakan kelompok mesin dan tools tertentu untuk memproduksinya, dengan tujuan untuk mengurangi setup. Peneliti utama yang dikenal dengan teori ini adalah S.P Mitronov, seorang peneliti asal USSR. Dalam tahun-tahun berikutnya, mulai berkembang beberapa klasifikasi dan sistem koding (coding system) untuk menyusun part family. Pada awal tahun 1960 konsep teknologi kelompok mulai diterapkan pada perusahaan untuk pertama kalinya, dan sejak saat itulah konsep teknologi kelompok mulai diterima secara menyeluruh. Beberapa persoalan muncul yang dalam penyusunan tata letak teknologi kelompok adalah pengidentifikasian part family, pengidentifikasian machine cell dan pengalokasian part family atau machine cell (atau sebaliknya).

Disamping itu juga terdapat beberapa tujuan dan konstrain yang penting dalam penyusunan teknologi kelompok, antara lain:

II - 7

a. Cell independence Yang menjadi tujuan utama dari formasi sel dalam teknologi kelompok adalah kebebasan antar sel, dimana tidak ada lagi ketergantungan antar sel. b. Cell flexibility Fleksibilitas berhubungan dengan kemampuan untuk memproses part oleh mesin-mesin di dalam sel (internal routing flexibility), kemampuan untuk mengirimkan part ke sel lain (external routing flexibility), dan kemampuan sel untuk mengakomodasi part baru (process fleksibility). c. Cell system layout Saat tujuan utama, cell independence, tidak tercapai, maka akan terjadi perpindahan antar sel. Oleh karena itu, pengaturan tata letak sel harus optimal karena akan mempengaruhi jarak perpindahan dan pola aliran material. d. Cell layout Tata letak mesin didalam sel merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi jarak perpindahan, pola aliran material. e. Cell size Ukuran dari sel merupakan jumlah dari mesin/tipe proses yang disediakan dalam suatu sel. Ini merupakan variabel yang perlu dikontrol. Contohnya, ukuran sel tidak boleh terlalu besar karena dapat menghambat lingkungan sosial (sociological environment) dalam sel dan menghambat pengawasan. f. Additional investment Dengan adanya pengelompokkan mesin ke dalam sel untuk mengerjakan part family tentunya akan ada investasi tambahan untuk mesin. Hal ini merupakan konstrain utama bagi perusahaan dalam menyusun tata letak produksinya Beberapa keuntungan dari tata letak teknologi kelompok dibandingkan dengan tata letak yang lain adalah sebagai berikut :

II - 8

a. Pengurangan waktu setup. Suatu sel manufaktur dirancang untuk mengerjakan part-part yang memiliki kesamaan bentuk ataupun proses. Pada sel tersebut, partpart dapat dikerjakan dengan menggunakan alat bantu (fixture) yang sama, sehingga waktu untuk mengganti alat bantu maupun peralatan lainnya dapat dikurangi. b. Pengurangan ukuran lot. Jika waktu setup dapat dikurangi, maka ukuran lot yang kecil menjadi mungkin dan ekonomis. Ukuran lot yang kecil juga dapat membuat aliran produksi lebih lancar. c. Pengurangan work-in-process (WIP) dan persediaan barang jadi. Jika waktu setup dan ukuran lot menjadi kecil maka jumlah WIP dapat dikurangi. Part-part dapat diproduksi menggunakan konsep just-in-time (JIT) dengan ukuran lot yang kecil sehingga waktu penyelesaiannya lebih cepat. d. Pengurangan waktu dan ongkos material handling (OMH). Pada tata letak seluler, tiap part diproses seluruhnya dalam satu sel (jika dimungkinkan). Oleh karena itu, waktu dan jarak perpindahan part antar sel lain menjadi minimal. e. Perbaikan kualitas produk. Oleh karena part-part berpindah dari stasiun kerja satu ke stasiun kerja yang lainnya dalam unit yang tunggal dan diproses dalam area yang relatif kecil, maka penjadwalan dan pengendalian job akan lebih mudah. Masukan terhadap perbaikan akan lebih cepat dan proses dapat dihentikan jika terjadi kesalahan. Masing-masing jenis sistem produksi memiliki tujuan, kelemahan maupun kelebihan, disesuaikan dengan produksi yang diperlukan. Kegiatan perakitan adalah kegiatan penggabungan dua part atau lebih sehingga membentuk produk jadi. Kegiatan perakitan umumnya memerlukan metode tata letak berdasarkan produk

II - 9

dengan tingkat produksi batch atau massal. Suatu sistem produksi perakitan pada dasarnya terdiri dari dua kelompok, yaitu : a. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi Sistem ini memerlukan informasi sebagai input, antara lain order, sumbersumber yang ada dan energi yang tersedia. Efisiensi akan ditentukan oleh konsistensi, kualitas keputusan dan kehandalan komunikasi informasi. Peran utama sistem ini adalah pengambilan keputusan sehingga sistem ini memerlukan informasi, baik yang berhubungan dengan sistem fisik maupun yang menyangkut eksternal. Sistem PPC dalam perakitan ini akan memberikan perintah kepada supervisor untuk melaksanakan perakitan dalam suatu shift tertentu. Selain dari pada itu, PPC juga memberikan pembagian elemen-elemen kerja pada stasiun kerja yang ada. b. Sistem Fisik Merupakan unit manufaktur yang memiliki fungsi utama melakukan aktivitas perakitan. Input sistem ini adalah material dan komponen yang dirakit menjadi produk fisik. Sistem fisik terdiri dari orang mesin, peralatan, dan lingkungannya. Sistem fisik dapat menghadapi masalah dalam pencapaian tujuannya. Berdasarkan kedua sistem tersebut, aliran dalam sistem produksi akan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Aliran Material Aliran material adalah aliran dari bahan, part, komponen, produk atau peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan proses transformasi, baik berupa proses produksinya maupun aliran yang mendukung transformasi tersebut (peralatannya). 2. Aliran Data atau Informasi Aliran data adalah mekanisme keputusan (order production) dan mekanisme informasi, tentang apa yang harus dibuat, jumlahnya, kapan serta status informasi (proses), part atau produk dan status resource-nya 2.3 Data Waktu Baku

II - 10

Penelitian waktu dapat dilaksanakan baik dengan cara langsung maupun tidak langsung, salah satu yang termasuk pada cara tidak langsung adalah data yang akan dibahas pada bab ini. Penelitian dengan data waktu baku mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan penelitian langsung, terutama dalam segi ongkos dan kecepatan. Pada prinsipnya data waktu baku berisi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diteliti (diukur) pada waktu yang lain. Dengan demikian bila pekerjaan tersebut diulang, waktu yang pantas untuk menyelesaikan sudah diketahui. Cara ini mendatangkan keuntungan bila pekerjaan tersebut dilakukan terus menerus yaitu (Arieh dkk,1994): 1. Dengan adanya waktu baku, pengukur dapat menggunakan waktu mengukur dengan lebih hemat. Untuk hal ini Maynard mengemukakan bahwa bagi pekerjaan yang cukup kecil pengukur hanya memerlukan 1 sampai 4 jam sedangkan untuk pekerjaan yang cukup besar lama untuk pengukuran mungkin diperlukan sampai 100 jam. Hal itu terjadi bila pengukurannya dilakukan dengan cara langsung, sedangkan bila pengukuranya dilakukan dengan data waktu baku, waktu yang diperlukan hanya berkisar 1 sampai 15 menit, tergantung dari tingkat kesulitan pekerjaan dan kelengkapan informasi yang terkandung oleh data waktu baku tersebut. 2. Dengan adanya penghematan di atas, untuk keperluan pekerjaan yang cukup banyak, pengukur yang diperlukan tidak sebanyak jumlah pengukur dengan cara langsung. Selain itu tingkat keahlian dari pengukuran tidak perlu begitu tinggi. Hal ini akan menguntungkan bagi tempat kerja yang hanya mempunyai sedikit tenaga ahli. 3. Dengan adanya data waktu baku, pengukur dengan mudah dapat menaksir berapa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Hal ini akan dapat dipakai sebagai landasan untuk perhitungan ongkos, penjadwalan, dan keputusankeputusan lain yang akan diambil sehubungan dengan pekerjaan tersebut.

II - 11

4. Penentuan berapa lamanya waktu penyelesaian untuk pekerjaan yang bersangkutan dapat dilakukan tanpa harus berada ditempat pekerjaan akan berlangsung. Tentunya untuk ini harus diketahui terlebih dahulu elemenelemen pekerjaan yang membentuk pekerjaan tersebut. Inilah ciri utama data baku yang tidak langsung, Cara penelitian data waktu baku sering disebut sebagai cara sintesa, karena pada umumnya pekerjaan yang diteliti bila diuraikan terdiri dari beberapa elemen pekerjaan yang lebih kecil atau terdiri dari beberapa kegiatan. Sebagai contoh lihatlah kegiatankegiatan yang dilakukan pada pekerjaan di mesin bubut. Disini paling tidak akan terjadi kegiatankegiatan mengambil bahan, memasang bahan pada mesin, dan menjalankan mesin. Waktu dari kegiatan inilah yang dibakukan dan biasanya ditabelkan. Waktu penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan diperoleh dengan cara menjumlahkan waktu dari kegiatan-kegiatan yang membentuknya (mensintesanya). Dalam pembentukan data waktu baku, untuk setiap elemen pekerjaan diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sebagai contoh, waktu untuk elemen mengambil bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak, berat dan bentuk bahan. Karena faktor-faktor yang mempengaruhi biasanya tidak hanya satu dan karena itu cara mempengaruhinya berbeda-beda secara sendiri-sendiri maupun dalam interaksi-interaksi diantaranya maka sehubungan yang tepat antara pengaruh faktorfaktor ini dengan waktu harus dicari dengan sebaik-baiknya. Salah satu cara yang dapat menunjukkan ini dengan pasti adalah menyusun persamaan matematisnya. Waktu merupakan variabel yang tidak bebas dan faktor-faktor yang mempengaruhinya berlaku sebagai variabel bebas (Arieh dkk,1994). Sebelum melakukan perancangan terhadap susunan unsur fisik dari suatu industri manufaktur, maka perlu diketahui terlebih dahulu proses operasi dari produk yang akan dihasilkan. Suatu urutan operasi yang saling berkaitan yang mengahasilkan output tertentu disebut dengan proses. Assembly Chart merupakan gambaran grafis yang menunjukkan urutan-urutan aliran komponen dan rakitan bagian ke dalam rakitan suatu produk. Sedangkan untuk mengetahui secara mendetail proses operasi dari suatu produk digunakan Operation Process Chart.

II - 12

Standar pengerjaan (Apple,1990, hal 139) : 1.

dari Assembly Chart adalah

sebagai

berikut

Dengan menggunakan senarai komponen dan

dokumen barang atau yang sejenis dan lintasan produksi bagi proses perakitan, tentukan operasi terakhir dalam produksi atau dalam rakitan produk. Operasi terakhir yang menunjukkan rakitan suatu produk digambarkan dengan lingkaran berdiameter 12 mm dan harus dituliskan operasi tersebut di sebelah kanan dari lingkaran tersebut. 2. Gambar garis mendatar dari lingkaran ke arah kiri, tempatkan lingkaran berdiameter 6 mm pada bagian ujungnya, tunjukkan setiap komponen (nama, nomor komponen, jumlah, dsb ) yang dirakit pada proses tersebut. 3. Jika yang dihadapi adalah rakitan bagian, maka buat garis tadi sebagian dan akhiri dengan lingkaran yang berdiameter 9 mm, garis yang menunjukkan komponen mandiri harus ditarik sebelah kiri dan di akhiri dengan lingkaran berdiameter 6 mm. 4. Jika operasi rakitan terakhir dan komponenkomponenya selesai dicatat gambarkan garis tegak pendek dari lingkaran 9 mm ke atas, masuki lingkaran 12 mm yang menunjukkan operasi rakitan sebelum operasi rakitan yang telah digambarkan pada langkah 2 dan langkah 3. 5. Periksa kembali peta tersebut untuk menyakinkan bahwa seluruh komponen telah tercantum. Masukan nomornomor operasi rakitan dan rakitan bagian ke dalam lingkaran (jika perlu), komponen yang terdaftar di sebelah kiri diberi nomor urut dari atas ke bawah, bagian sub-assembly. Assembly Chart (peta rakitan) belum menjelaskan lebih terperinci mengenai urutan produksi yang dilalui oleh suatu produk. Oleh karena itu perlu dibuat dengan menggunakan Operation Process Chart (OPC) di mana peta ini memperluas peta rakitan dengan menambah setiap operasi ke dalam gambaran grafis dari pola aliran pertama yang telah dikembangkan. Standar pengerjaan dari

II - 13

OPC adalah sebagai berikut (Apple, 1990, hal.141) : 1. Pilih komponen pertama yang digambarkan, jika peta yang akan digunakan sebagai dasar bagi sebuah jalur rakitan bagian yang mempunyai komponen paling banyak sebaiknya dipilih pertama kali, mulai dari sudut kanan kertas, catat operasi rakitan. 2. Jika semua operasi rakitan dan pemeriksaan pada bagian pertama sudah masuk, lanjutkan ke operasi pabrikasi, dalam urutan terbalik, gambarkan garis mendatar pada bagian kanan atas peta ke kanan, untuk menuliskan bahan baku, uraikan tentang bahan langsung dicatat pada garis tersebut yang dapat dibuat selengkap-lengkapnya. 3. 4. Kesebelah kanan dari lambang operasi, buat uraian operasi, Cirikan komponen terakhir pada operasi tersebut. Gambar waktu penyelesaian pekerjaan dan lain-lain. garis mendatar jauh ke kiri, tunjukkan dengan lingkaran 12 mm, untuk operasi dan segi empat untuk pemeriksaan dalam urutan terbalik ke arah atas. Masukan nomor oporasi dari lintasan produksi tersebut. 5. dalam peta. 6. 7. Rakitan bagian digambarkan sedemikian rupa seperti cara Periksa peta dengan dokumen barang dan lintasan produksi pada peta rakitan. untuk menjamin agar tidak ada bagian atau operasi yang lnput. Dalam pembentukan data waktu baku, untuk setiap elemen pekerjaan diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sebagai contoh, waktu untuk elemen mengambil bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak, berat dan bentuk bahan. Karena faktor-faktor yang mempengaruhi biasanya tidak hanya satu dan karena itu cara mempengaruhinya berbeda-beda secara sendiri-sendiri maupun dalam interaksi-interaksi diantaranya maka sehubungan yang tepat antara pengaruh faktorfaktor ini dengan waktu harus dicari dengan sebaik-baiknya. Salah satu cara yang dapat menunjukkan ini dengan pasti. Lanjutkan sampai semua komponen terselesaikan dipetakan, baik komponen yang dibuat dan yang dibeli harus tercantum di

II - 14

Dalam membuat Assembly Chart dan Operation Process Chart pratikan diwajibkan menampilkannya secara kreatif dalam bentuk dua dimensi dengan ketentuan : 1. Menggunakan kalkir, kertas berwarna atau yang sejenisnya. Standar ukuran kertas, minimal A3. 2. Setiap nomor operasi, dan simbol lainnya harus dapat menunjukkan arti yang sesuai dan dibedakan bentuk penggambaranya serta penulisannya. 2.4 Perhitungan Efisiensi Lintasan Dan Produktifitas Banyak hal-hal yang telah dilakukan manusia dalam usahanya untuk meningkatkan produktifitas kerja. Kemajuan teknologi akhirnya banyak mengakibatkan bergesarnya tenaga manusia untuk kemudian digantikan dengan mesin atau peralatan lainnya. Pada negara-negara berkembang pengertian mengenai produktifitas akan selalu dikaitkan dan diarahkan pada segala usaha yang dilakukan dengan menggunakan sumber daya manusia yang ada. Dengan demikian semua gagasan dan kebijakan yang diambil untuk usaha meningkatkan produktifitas tanpa dikaitkan dengan penanaman modal atau kapital seperti halnya penerapan proses mekanisme/otomatisasi semua fasilitas produksi dengan tingkat teknologi yang lebih canggih (Alfadhlani, 2005). Hal ini perlu ditekankan benar-benar, meskipun juga disadari bahwa penanaman modal untuk perbaikan dan pengembangan fasilitas produksi yang bertanggung jawab adalah cara lain untuk meningkatkan produktifitas secara spektakuler. Produktifitas pada dasarnya akan berkaitan erat pengertiannya dengan sistem produksi, yaitu sistem di mana faktor-faktor semacam : a. Tenaga kerja (Direct atau Indirect Labor) b. Modal/kapital berupa mesin, peralatan kerja, baha baku, bangunan pabrik, dan lain-lain. Dikelola dalam suatu acara yang teroganisir untuk mewujudkan barang (Finished Goods Product) atau jasa (Service) secara efektif dan efisien. Penghayatan akan arti produktifitas secara mendalam akan menyadarkan kita tentang kemampuan serta segala kelemahan yang dipunyai.

II - 15

Bertitik-tolak dari hal tersebut, maka kita akan selalu berusaha memanfatkan semua sumber daya tersebut untuk mewujudkan sesuatu secara maksimal dengan memadukan sumber dan hasil dalam bentuk yang optimal. Tenaga kerja manusia-disamping modal dan sumber produksi lainnya adalah sumber daya yang harus dimanfaatkan secara penuh dan terarah. Dalam usaha untuk meningkatkan produktifitas memang tidak bisa dikatakan bahwa faktor manusia ini adalah satu-satunya faktor yang harus diamati, diteliti, dianalisa dan diperbaiki. Signifikan daripada faktor-faktor lain kemungkinan juga berpengaruh terhadap usaha peningkatan produktifitas tetap juga harus dipertimbangkan. Untuk memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan strategi peningkatan produktifitas di sektor industri secara lebih baik tajam lagi terhadap kondisi-kondisi kerja tidak produktif, maka terlebih dahulu dijelaskan tentang apa yang dimaksudkan dengan proses produksi maupun produktifitas itu sendiri. Proses produksi dapat dinyatakan sebagai serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk mengolah ataupun merubah sekumpulan masukan (input) menjadi sejumlah keluaran (output) yang memiliki nilai tambah (added value). Pengolahan ataupun perubahan yang terjadi disini bisa secara fisik ataupun nu\on fisik, di mana perubahan tersebut bisa terjadi terhadap bentuk, dimensi maupun sifat-sifatnya. Mengenai nilai tambah yang dimaksudkan di sini adalah nilai dari keluaran yang bertambah dalam pengertian nilai fungsional (kegunaan) dan atau ekonomisnya. Selanjutnya berbicara tentang produkivitas, maka hal ini secara sederhana dapat didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) antara output perinputnya. Dengan diketahuinya nilai (indeks) produktivitas, maka akan diketahui pula seberapa efisien pula sumber-sumber input telah berhasil dihemat. Upaya peningkatan produktivitas secara terus menerus dan menyeluruh merupakan suatu hal yang penting tidak saja berlaku bagi setiap individu pekerja, melainkan juga bagi perusahaan/industri. Dengan peningkatan produktifitas maka tanggung jawab manajemen akan terpusat pada segala upaya dan daya untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam kegiatan produksi, khususnya yang bersangkut paut dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber input. Agar supaya produktivitas bisa meningkat, perlu diupayakan proses produksi bisa memberikan

II - 16

kontribusi sepenuhnya terhadap kegiatan-kegiatan produktif yang berkaitan dengan nilai tambah. Produktifitas seringkali diidentifikasi dengan efisiensi dalam arti suatu rasio antara keluaran (Output) dan masukan (Input). Rasio masukan dan keluaran ini dapat juga dipakai untuk menghampiri usaha yang dilakukan oleh manusia. Sebagai ukuran efisiensi/produktivitas kerja manusia, maka rasio tersebut umumnya berbenmtuk keluaran yang dihasilkan oleh aktivitas kerja dibagi dengan jam kerja (Manhours) yang dikontribusikan sebagai sumber masukan dengan rupiah atau unit produksi lainya sebagai dimensi tolak ukur. Dalam hal ini ukuran nilai masukan atau keluaran tersebut bisa di konversikan ke dalam bentuk nilai mata uang. Faktor ini dikenal sebagai masukan bayangan (Invisible Input) yang antara lain meliputi : a. Tingkat pengetahuan (degree of knowledge) b. Kemampuan teknis (technical skill) c. Metodologi kerja dan pengaturan organisasi (managerial skill) d. Motivasi kerja Berdasarkan hal-hal tersebut produktivitas scara umum akan dapat di formulasikan sebagai berikut : Produktifitas = Output Input ( Measurable) + Input ( Invisible)

Dari formulasi ini orang dapat mengukur penambahan atau pengurangan produktivitas dengan jalan menghitung rasio indeks keluaran dengan indeks masukannya. Produktifitas akan bertambah apabila ada penambahan secara proporsional dari nilai keluaran per masukan. Bilamana masukan dalam keadaan konstan sedangkan keluaran terus bertambah, maka hal ini akan menunjukan bahwa sumber-sumber produksi telah berhasil dilaksanakan, dioperasikan, dimanfaatkan dan dikelola secara efektif dan efisien. Umumnya keluaran dari suatu industri sulit diukur secara kuantitatif. Dalam pengukuran produktivitas biasanya selalu dihubungkan dengan keluaran secara fisik, yaitu produksi akhir yang dihasilkan. Produk dapat terdiri dari bermacam-

II - 17

macam type dan ukuran, teristimewa dijumpai dalam suatu industri yang bersifat job order. Demikian pula proses yang dipakai dalam industri umumnya terdiri dari bermacam-macam proses produksi yang berbeda satu dengan lainya. Suatu produk mungkin memerlukan lebih dari proses pengerjaan dan umumnya akan dijumpai suatu industri yang membuat lebih dari satu macam produk. Adanya macam, ukuran dan tahapan proses yang berbeda akan mendatangkan kesulitan dalam menetapkan keluaran yang bisa dihasilkan suatu proses produksi. Selanjutnya bisa dinyatakan bahwa seseorang telah bekerja dengan produktif kalau ia telah menunjukan output kerja yang paling tidak telah tercapai suatu ketentuan minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya keluaran yang dihasilkan secara normal dan diselesaikan dalam jangka waktu yang layak pula. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa ada dua unsur yang bisa dimasukan sebagai kriteria produktifitas, yaitu : a. Besar/kecilnya keluaran yang dihasilkan b. Waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan Waktu kerja adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus diketahui guna melaksanakan penelitian dan penilaian mengenai produktivitas kerja. 2.5 Hubungan Antara Produktifitas dan Kualitas Hasil Kerja Penambahan tingkat produktivitas haruslah tetap dengan pengendalian kualitas (quality control) dari produk atau keluaran yang dihasilkan. Perbaikan dalam produktivitas semata-mata tidak harus melalui penambahan kecepatan bekerja, yaitu jam kerja sebagai faktor masukan yang diperkecil/dipersingkat nilai waktunya dengan cara meninggikan performansi kerja manusianya (Ariehdkk,1994).

Dalam beberapa operasi kerja tertentu yang menggunakan kecepatan tinggi sesungguhnya akan menghasilkan kesalahan-kesalahan belaka dari produk yang dihasilkan. Pengurangan daripada kesalahan ini dapat dicapai dengan suatu analisa metode kerja yang lebih baik, pelatihan (training) untuk mempertinggi kecepatan

II - 18

operator, penggunaan peralatan kerja/mesin yang lebih akuran, penetapan kecepatan kerja yang menghasilkan waktu kerja yang optimal, dan lain-lain. Pada hakikatnya produktivitas kerja akan banyak ditentukan oleh dua faktor utama yaitu : 1. Faktor Teknis Faktor yang berhubungan dengan pemakaian dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau penggunaan bahan baku yang lebih ekonomis. 2. Faktor Manusia Faktor yang mempunyai pengaruh terhadap usaha-usaha yang dilakukan manusia dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Ada dua hal pokok yang menentukan, yaitu kemampuan kerja (ability) dari pekerja tersebut dan yang lain adalah motivasi kerja yang merupakan pendorong ke arah kemajuan dan peningkatan prestasi kerja atas seseorang. Pada industri-industri yang lebih banyak menghasilkan proses mekanisasi dan atau otomatisasi untuk fasilitas-fasilitas produksinya. Maka faktor teknis akan memberikan pengaruh yang besar terhadap usaha peningkatan produktifitas akan lebih banyak dititik beratkan pada aspek pengembangan teknologi dari pada aspek pengembangan manusianya. Sebaliknya untuk usaha-usaha yang mempengaruhi pengembangan kemampuan teknis relatif kecil sedangkan faktor manusia sebagai unsur dalam sistem produksi jauh lebih menonjol, maka usaha untuk peningkatan produktivitas akan lebih diarahkan pada segi manusia daripada segi teknologinya. Banyak usaha telah dikembangkan justru kearah yang lain, yaitu ke arah manusia sebagai pelaksana kerja. Penekanan pada faktor manusia sebagai unsur penentu untuk kenaikan produktivitas dalam kondisi tertentu haruslah mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dibandingkan faktor-faktor teknis. Harus diusahakan untuk mengeleminir pemakaian dan penerapan teknologi yang lebih berorientasi pada proses mekanisasi atau otomatisasi yang tanpa batas, yang mana untuk itu haruslah kita lebih berpandai-pandai mengelola dan memanfaatkan segala sumber daya dan potensi manusia pekerja yang ada dengan sebaik-baiknya.

II - 19

Upaya peningkatan produktivitas secara terus menerus dan menyeluruh merupakan suatu hal yang penting tidak saja berlaku bagi setiap individu pekerja, melainkan juga bagi perusahaan/industri. Dengan peningkatan produktifitas maka tanggung jawab manajemen akan terpusat pada segala upaya dan daya untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam kegiatan produksi, khususnya yang bersangkut paut dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber input. Agar supaya produktivitas bisa meningkat, perlu diupayakan proses produksi bisa memberikan kontribusi sepenuhnya terhadap kegiatan-kegiatan produktif yang berkaitan dengan nilai tambah (Arieh dkk,1994). Banyak hal-hal yang dilakukan manusia dalam usahanya untuk meningkatkan produktifitas. Kemajuan teknologi akhirnya banyak mengakibatkan tergesernya tenaga manusia untuk diganti dengan mesin. Perbaikan dan kemajuan teknologi memang akan banyak mendorong usaha peningkatan produktifitas yang diharapkan naik justru turun. Mekanisasi dan atau otomatisasi adalah suatu ancaman yang harus dipertimbangkan baik-baik sebab dengan ini pekerja akan selalu dibayangi ketakutan akan kehilangan pekerjaannya untuk kemudian digantikan oleh mesin. Jelas disadari bahwa usaha-usaha untuk meningkatkan produktifitas tidaklah selalu harus dilaksanakan lewat pengembangan ataupun dari perbaikan teknologi daripada mesin atau fasilitas produksi lainnya. Banyak usaha telah dikembangkan justru kearah yang lain, yaitu ke arah manusia sebagai pelaksana kerja. Penekanan pada faktor manusia sebagai unsur penentu untuk kenaikan produktivitas dalam kondisi tertentu haruslah mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dibandingkan faktor-faktor teknis. Harus diusahakan untuk mengeleminir pemakaian dan penerapan teknologi yang lebih berorientasi pada proses mekanisasi atau otomatisasi yang tanpa batas, yang mana untuk itu haruslah kita lebih berpandaipandai mengelola dan memanfaatkan segala sumber daya dan potensi manusia pekerja yang ada dengan sebaik-baiknya. Untuk memenuhi maksud dan tujuan tersebut, maka selain itu perlu segera memiliki data dan pengetahuan lengkap tentang operasi teknis dari segala fasilitas produksi yang ada, keharusan untuk juga memiliki data tentang kemampuan dari

II - 20

sumber daya manusianya perlu juga segera diselenggarakan. Data yang terkumpul ini merupakan bahan yang berguna untuk menganalisa dan bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyusun standar kerja manusia atas pekerjaan yang dilakukannya. 2.6 Kanban Proses Produksi Kanban adalah suatu lembar perintah yang berupa informasi mengenai halhal yang harus dilakukan atau disediakan pada suatu proses produksi. Kanban produksi bertujuan untuk mempermudah jalannya suatu proses produksi karena dengan adanya kanban proses produksi langkah kerja dan komponen yang dibutuhkan dalam proses produksi sudah diketahui (Alfadhlani, 2005). Kanban terbagi atas beberapa jenis, yaitu : 1.Kanban Permintaan Komponen Secara garis besar kanban permintaan komponen berisi informasi mengenai nama rakitan yang akan dirakit dan komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proses perakitan tersebut pada stasiun kerja tertentu. 2.Kanban Perintah Produksi Secara garis besar kanban perintah produksi berisi informasi mengenai nama perakitan yang akan dirakit maupun yangsudah dirakit serta tujuan stasiun kerja yang akan menerima kanban perintah produksi tersebut. 3.Kanban Pengiriman Kanban pengiriman biasanya digunakan untuk informasi pengiriman produk yang telah jadi ke tempat penyimpanan barang jadi. Secara garis besar kanban pengiriman berisi informasi mengenai nama rakitan yang telah selesai dirakit dan stasuin yang mengirim produk tersebut. 2.7 Metode Kanban Dalam sistem kanban dikenal kanban tarik dan kanban produksi. Kanban tarik bergerak antara pusat-pusat kerja dan digunakan sebagai.alat yang sah untuk memindahkan material dari satu pusat kerja ke pusat kerja lainnya. Sistem kanban tarik mengikuti aliran material dari satu proses ke proses lain dan menspesifikasikan nomor part dan tingkat revisi, lot size dan proses routing. Kanban tarik harus

II - 21

menunjukkan nama proses sebelumnya, lokasinya dan proses sesudahnya Kanban tarik berfungsi untuk mengambil material atau part, sedangkan kanban produksi berfungsi sebagai alat yang sah untuk mengeluarkan pesanan produksi kepada proses sebelumnya agar membuat atau memproduksi part lagi. Peraturan dasar yang ada dalam kanban adalah sebagai berikut : 1. Pemindahan suatu kanban boleh dilakukan hanya apabila lot itu akan dipergunakan. 2. Tidak boleh ada penarikan part tanpa disertai dengan kanban. 3. Banyak part yang dikeluarkan atau dikirim ke proses berikut harus tepat sama dengan yang dispesifikasikan oleh kanban. 4. Suatu kanban harus selalu dilampirkan pada produk-produk fisik. 5. Proses sebelum harus selalu memproduksi part dalam kuantitas sama yang ditarik oleh proses sesudah. 6. Part yang cacat harus tidak boleh dikirm ke proses sesudah. Proses kanban dalam setiap pusatnya dilakukan dengan susunan atau urutan tibanya kanban itu di pusat kerja.

II - 22