15 midia_kmp v1 n1 jan-april 2013.doc

10
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 1, Nomor 1, Januari 2013 120 Studi tentang Implementasi Program Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (StoPs) dalam Perspektif Deliberatif di Desa Ngampungan Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang Midia Juniar 1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga Abstract Poor sanitation and hygienic infant mortality, resulting in behavior the pain and malnutrition in children threatening great potential for human resources. The other side sanitary facilities safe and sound associated with economic growth. Poor people in the village have access to facilities low sanitary privy healthy, especially access and still use surface water sources to fulfill the contaminated water and sanitation. In addition, lack of access to healthy development of rural latrines are generally concerned with the challenge of behavior very closely with cultural practices. Therefore, the necessary cooperation between the Government and the community in order to be able to support the Total Sanitation Programme and marketing sanitation (SToPs) to reduce the numbers and being able to change the BABs mindset of society so that the switch to healthy life patterns.s research aims to describe about the influence factors of dialogue and participation in the implementation of the program SToPs at the village of Ngampungan Sub-district With Ticino. The study found that at the time of program implementation process SToPs not getting significant results and not the passage of dialogue and participation between the Government and the community, so that the purpose of the program SToPs not reached full potential. Keywords: programs, sanitation, dialogue and participation. Pendahuluan Sanitasi menjadi kajian penting karena di seluruh dunia sekurang-kurangnya lima juta anak-anak meninggal dunia akibat sulitnya mendapatkan fasilitas mandi, cuci, kaskus (MCK) yang memadai dan higienis. Water Sanitation Program (WSP) mengungkapkan 1,8 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya sebelum mereka merayakan ulang tahunnya yang kelima akibat penyakit diare. Dalam kurun 1990- 2004, kenaikan pelayanan sanitasi hanya mencapai 9%. Meskipun itu merupakan prestasi cukup baik untuk negara sebesar dan sepadat Indonesia. Namun pencapaian itu tetap lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam yang 25%, Thailand 19%, dan Filipina 15% (WSP,2008). Masyarakat miskin di wilayah pedesaan dan perkotaan memiliki akses yang rendah terhadap pemanfaatan sanitasi, sementara penggunaan sumber air permukaan yang tercemar masih terus berlanjut. Lebih dari 30 tahun, akses terhadap sanitasi di pedesaan tidak berubah. Berdasarkan Joint Monitoring Program WHO-UNICEF pada tahun 2007, akses terhadap sanitasi di pedesaan tetap pada angka 38%. Dengan laju perkembangan seperti ini Indonesia tidak akan berhasil mencapai target Millenium Development Goal (MDGS) untuk sanitasi. Dalam rangka mendorong peningkatan akses sanitasi dan peningkatan perilaku hygiene yang berkesinambungan untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan dan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat sesuai dengan Kepmenkes no 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah program sanitasi bersifat lintas sektor yang difokuskan pada masyarakat miskin untuk peningkatan akses sanitasi yang mengubah perilaku higienes dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan dan menjadi dasar pelaksanaan di Kabupaten yang kemudian dilanjutkan dengan regulasi- regulasi yang ada dibawahnya. Pada dasarnya Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ini adalah program pemberdayaan dan sama sekali tidak terkait dengan subsidi. Maksudnya adalah masyarakat diajak menjadi guru dan bukan membicarakan masalah subsidi sehingga diharapkan mampu mencapai target bebas BABS di tahun 2014. (http://stbm-indonesia.org diakses tanggal 10 April 2012). Pada tahun 2009 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ditetapkan sebagai program nasional juga merupakan salah satu sasaran utama Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 20102014 (Pedoman Umum STBM 3 April 2010 oleh Kementrian RI) dimana kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) ini mempunyai salah satu terobosan dalam kesehatan lingkungan yang terkait masalah jamban adalah adanya program StoPs (Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi). Program ini dilakasanakan karena adanya kegagalan pendekatan tradisional dalam penyediaan infrasruktur sanitasi di pedesaan, dimana sebelumnya dengan bantuan fisik dan tolak ukur sukses selalu dilihat pada pembangunan fisik membangun ribuan MCK, mendistribusikan 1. Korespondensi Midia Juniar, Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga, Jl Airlangga 4-6 Surabaya

Upload: vingky-agusto-bagas

Post on 30-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

120

Studi tentang Implementasi Program Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi(StoPs) dalam Perspektif Deliberatif di Desa Ngampungan Kecamatan Bareng

Kabupaten Jombang

Midia Juniar1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

Abstract

Poor sanitation and hygienic infant mortality, resulting in behavior the pain and malnutrition in children threatening great potentialfor human resources. The other side sanitary facilities safe and sound associated with economic growth. Poor people in the villagehave access to facilities low sanitary privy healthy, especially access and still use surface water sources to fulfill the contaminatedwater and sanitation. In addition, lack of access to healthy development of rural latrines are generally concerned with the challengeof behavior very closely with cultural practices. Therefore, the necessary cooperation between the Government and the community inorder to be able to support the Total Sanitation Programme and marketing sanitation (SToPs) to reduce the numbers and being ableto change the BABs mindset of society so that the switch to healthy life patterns.s research aims to describe about the influencefactors of dialogue and participation in the implementation of the program SToPs at the village of Ngampungan Sub-district WithTicino. The study found that at the time of program implementation process SToPs not getting significant results and not the passageof dialogue and participation between the Government and the community, so that the purpose of the program SToPs not reachedfull potential.

Keywords: programs, sanitation, dialogue and participation.

PendahuluanSanitasi menjadi kajian penting karena di

seluruh dunia sekurang-kurangnya lima juta anak-anakmeninggal dunia akibat sulitnya mendapatkan fasilitasmandi, cuci, kaskus (MCK) yang memadai danhigienis. Water Sanitation Program (WSP)mengungkapkan 1,8 juta anak meninggal dunia setiaptahunnya sebelum mereka merayakan ulang tahunnyayang kelima akibat penyakit diare. Dalam kurun 1990-2004, kenaikan pelayanan sanitasi hanya mencapai 9%.Meskipun itu merupakan prestasi cukup baik untuknegara sebesar dan sepadat Indonesia. Namunpencapaian itu tetap lebih rendah dibandingkan denganVietnam yang 25%, Thailand 19%, dan Filipina 15%(WSP,2008).

Masyarakat miskin di wilayah pedesaan danperkotaan memiliki akses yang rendah terhadappemanfaatan sanitasi, sementara penggunaan sumberair permukaan yang tercemar masih terus berlanjut.Lebih dari 30 tahun, akses terhadap sanitasi dipedesaan tidak berubah. Berdasarkan Joint MonitoringProgram WHO-UNICEF pada tahun 2007, aksesterhadap sanitasi di pedesaan tetap pada angka 38%.Dengan laju perkembangan seperti ini Indonesia tidakakan berhasil mencapai target Millenium DevelopmentGoal (MDGS) untuk sanitasi. Dalam rangkamendorong peningkatan akses sanitasi dan peningkatanperilaku hygiene yang berkesinambungan untukmencapai target Millenium Development Goals(MDGs) pada tahun 2015, Maka pemerintahmengeluarkan kebijakan dan Strategi Nasional SanitasiTotal Berbasis Masyarakat sesuai dengan Kepmenkes

no 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi NasionalSanitasi Total Berbasis Masyarakat. Program SanitasiTotal Berbasis Masyarakat adalah program sanitasibersifat lintas sektor yang difokuskan pada masyarakatmiskin untuk peningkatan akses sanitasi yangmengubah perilaku higienes dan sanitasi melaluipemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuandan menjadi dasar pelaksanaan di Kabupaten yangkemudian dilanjutkan dengan regulasi- regulasi yangada dibawahnya.

Pada dasarnya Sanitasi Total BerbasisMasyarakat (STBM) ini adalah program pemberdayaandan sama sekali tidak terkait dengan subsidi.Maksudnya adalah masyarakat diajak menjadi guru danbukan membicarakan masalah subsidi sehinggadiharapkan mampu mencapai target bebas BABS ditahun 2014. (http://stbm-indonesia.org diakses tanggal10 April 2012). Pada tahun 2009 Sanitasi TotalBerbasis Masyarakat (STBM) ditetapkan sebagaiprogram nasional juga merupakan salah satu sasaranutama Rancangan Pembangunan Jangka Menengah(RPJM) 2010–2014 (Pedoman Umum STBM 3 April2010 oleh Kementrian RI) dimana kebijakan SanitasiTotal Berbasis Masyarakat (STBM) ini mempunyaisalah satu terobosan dalam kesehatan lingkungan yangterkait masalah jamban adalah adanya program StoPs(Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi). Program inidilakasanakan karena adanya kegagalan pendekatantradisional dalam penyediaan infrasruktur sanitasi dipedesaan, dimana sebelumnya dengan bantuan fisikdan tolak ukur sukses selalu dilihat pada pembangunanfisik membangun ribuan MCK, mendistribusikan

1. Korespondensi Midia Juniar, Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga,Jl Airlangga 4-6 Surabaya

Page 2: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

121

jamban keluarga secara cuma- cuma dalam bentukpaket materi stimulan untuk konstruksi dan jugamemberikan pinjaman bergulir pada masyarakat.Ternyata tidak memberikan hasil yang maksimal.

Jawa Timur menduduki peringkat keduasetelah Provinsi Jawa Tengah yang memiliki angkaBABS yang tinggi yaitu sebesar 824.675 sedangkanJawa Timur sebesar 342.559. Hal ini membuktikanmasih rendahnya kesadaran masyarakat akan perilakuhidup bersih dan sehat. . Pada tahun 2010 di JawaTimur telah melakukan pemicuan pada 29 Kabupatendan 1 Kota yang meliputi 317 Kecamatan dan 2.521desa. Dari pemicuan tersebut diketahui penyakit diareadalah penyebab utama kematian bayi dan balita.( hasilriset kesehatan dasar/ riskesdas 2007 Depkes RI).

Salah satu daerah di Jawa Timur yangmenerapkan SToPS yaitu di Kabupaten Jombang. Padabulan Januari 2007 Pemerintah kabupaten Jombangmemulai program tersebut. Kabupaten Jombangmenduduki posisi empat tertinggi jumlah BABSsetelah Kabupaten Magetan, Trenggalek danBanyuwangi(stbm-indonesia.org). Maka dapatdikatakan bahwa pencapaian angka masih dibawahtarget sedangkan pada Tahun 2012 KabupatenJombang berhasil menjadi Kabupaten terbaik Se- JawaTimur. Tingginya angka BABS ini akan berdampakpada kualitas kesehatan masyarakat Jombangkhususnya yang sering terjadi adalah penyakit diare.

Wilayah yang memiliki angka terendah aksesjamban sehat di wilayah Jombang adalah kecamatanBareng. Dari hasil monitoring jamban sehat dikecamatan Bareng, desa Ngampungan merupakan desayang memiliki angka terendah dibandingkan dengandesa lain. Padahal pelaksanaan program SToPS sudahdilaksanakan sedemikian rupa yang melibatkanpemerintah selaku fasilitator dan masyarakat. Pihakfasilitator bahkan sudah mengadakan pemicuan sepertisosialiasi program SToPS terhadap masyarakat di desaNgampungan. Desa Ngampungan juga berdekatandengan bantaran sungai kecil yang memungkinkanmasyarakat memanfaatkan sungai tersebut untuk aksesjamban mereka. Dari segi ekonomi, masyarakat jugaberanggapan bahwa mendirikan sebuah jambanmembutuhkan biaya yang tidak murah padahalpenghasilannya hanya cukup untuk keperluan hidupnyasehari-hari.

Upaya yang dilakukan pemerintah dalammengurangi angka BABS dalam pelaksanaan programSToPS belum berjalan sebagaimana mestinya. Upayayang dilakukan pemerintah agar masyarakat maumembangun jamban sehat ini salah satunya denganadanya kegiatan arisan jamban. Dilihat dari kenyataanyang ada masyarakat di desa Ngampungan masihbanyak yang belum memiliki jamban sehat, inimembuktikan bahwa tingkat pencemaran lingkunganmasih tinggi dan penyebaran penyakit menular berbasistinja masih tinggi pula. Dengan adanya arisan jambanini diharapkan adanya partisipasi masyarakat untukpeduli terhadap lingkungan agar menjadi bersih dansehat. Arisan jamban ini diikuti oleh semua KepalaKeluarga baik yang sudah mempunyai jamban sehat

maupun belum mempunyai jamban sehat, denganprioritas yang belum memiliki jamban sehat dapatarisan duluan berupa paket jamban sehat (sebagaibentuk kepedulian) sedangkan yang sudah mempunyaijamban sehat dapat arisan berupa uang yang nantinyabisa digunakan untuk pengadaan atau perbaikansanitasi lainnya.

Permasalahan yang muncul di lapangankarena tingginya dinamika antara pemerintah danmasyarakat menjadi salah satu penghambat. Upaya-upaya dan tawaran dialog dari pemerintah dimentahkandan terkesan sulit dikarenakan rendahnya polapemahaman masyarakat tentang pentingnya memilikisebuah jamban.Permasalahan implementasi kebijakanbukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintahsemata melainkan suatu kebijakan merupakan abstraksidari seperangkat kepentingan publik yang harusdisepakati oleh stakeholders yang terkait dan mutlakmembutuhkan partisipasi penuh dari seluruh elemenkepentingan. Peran serta masyarakat mutlakdibutuhkan dalam upaya mengurangi BABS dan jugapenyelamatan kondisi lingkungan yang makin parah.Dalam Undang-undang RI No. 32 tahun 2009 tentangperlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupdisebutkan pada Bab XI pasal 70 terkait pola perlibatanmasyarakat. Masyarakat memiliki hak dan kesempatanyang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktifdalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup(pasal 70 (1). Perundang-undangan ini mencerminkanbetapa pentingnya sebuah pola perlibatan aktifmasyarakat dalam substansi kebijakan itu sendiri.Namun, peran serta pemerintah dan masyarakat akanmelemah seiring munculnya konflik antara keduanyadalam upaya mengimplementasikan program SToPS.

Penelitian ini dilakukan untukmenggambarkan pengaruh dari faktor dialog danpartisipaso dalam pelaksanaan program SToPS dikabupaten Jombang, sehingga mampu melibatanseluruh elemen kepentingan program. Dalam hal inielemen kepentingan yang dimaksud adalah pemerintah(stakeholders) maupun masyarakat pada umumnya.

Adapun penelitian terdahulu yang jugamemberikan pembahasan tentang implementasiprogram kesehatan adalah penelitian yang dilakukanoleh Supracayaningsih, Drg dengan judul“Implementasi Program Sanitasi Total Berbasis danPemasaran Sanitasi (SToPS) Dalam PembuatanJamban di Desa Sembung Kecamatan Perak KabupatenJombang”. Pada penelitian ini membahas tentangkeberhasilan implementasi program SToPS melaluipendekatan CLTS (Community Lead Total Sanitation)di Desa Sembung Kecamatan Perak KabupatenJombang yang dipengaruhi oleh faktor komunikasi,sumber daya, disposisi, struktur birokrasi, dandukungan kelompok sasaran, dimana pendekatanCLTS ternyata lebih berhasil dalam meningkatkanakses jamban sehat di masyarakat. Sedangkanpenelitian ini membahas tentang sejauh manaketerlibatan pemerintah dan masyarakat (deliberatifanalisis) dalam melaksanakan program SToPS sebagaiperwujudan kebijakan STBM dan mejelaskan faktor

Page 3: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

122

dialog dan partisipasi yang mempengaruhi pelaksanaanprogram SToPS di Kabupaten Jombang yangmerupakan suatu bentuk bagi pemenuhan kebutuhankesehatan dalam bentuk jamban agar mampumengurangi angka BABS. Permasalah yang ingindijawab adalah Bagaimanakah faktor Dialogmempengaruhi dalam pelaksanaan program SanitasiTotal dan Pemasaran Sanitasi (SToPS)?;Bagaimanakah faktor partisipasi mempengaruhi dalampelaksanaan program Sanitasi Total dan PemasaranSanitasi (SToPS)?

Sesuai dengan rumusan masalah yang telahdisebutkan sebelumnya maka tujuan dari penelitian iniadalah untuk menggambarkan bagaimana faktor dialogdan partisipasi mempengaruhi pelaksanaan programSToPS. Manfaat Akademis penelitian ini adalah dapatmemberikan informasi yang obyektif dan dapatdigunakan sebagai bahan pengembangan ilmuAdministrasi Negara serta bagi peneliti lainnya di masayang akan datang; Manfaat Praktis penelitian inidiharapkan dapat memberikan informasi dan feedbackuntuk merumuskan kebijakan yang lebih baik danmampu meningkatkan partisipasi masyarakat didalamproses perumusan dan juga mampu memberikanmasukan bagi pemerintah. Sehingga akan mewujudkansinergitas antara pemerintah dan masyarakat dalampelaksanaan kebijakan itu sendiri.

Kebijakan publikMenurut Dye (1992:328), sering kali

kebijakan publik tidak lebih dari pengertian mengenai “whatever government choose to do or not to do“. Lebihlanjut Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilihuntuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya(obyektifnya). Dan kebijakan Negara itu harus meliputisemua tindakan pemerintah. Jadi bukan semata- matamerupakan pernyataan keinginan pemerintah ataupejabat pemerintah saja. Di samping itu, sesuatu yangtidak dilaksanakan oleh pemerintah pun termasukkebijakan negara. Hal ini disebabkan karena “sesuatuyang tidak dilakukan” oleh pemerintah akanmempunyai pengaruh atau dampak yang samabesarnya dengan “sesuatu yang dilakukan” olehpemerintah.

Kemudian dalam menjelaskan definisitentang kebijakan publik irfan Islamy (2007:30) telahmengemukakan beberapa unsur penting tentangkebijakan publik, yaitu :

a. Kebijakan publik pada mulanya dalambentuk peraturan daerah berupa penetapantindakan-tindakan pemerintah.

b. Kebijakan publik tidak cukup hanyadinyatakan tetapi harus dilaksanakan dalambentuk yang nyata.

c. Kebijakan publik, baik untuk melakukansesuatu ataupun untuk tidak melakukansesuatu itu, mempunyai dan dilandasi olehmaksud dan tujuan tertentu.

d. Kebijakan publik harus senantiasaditujuakan bagi kepentingan seluruhanggota masyarakat.

Dari beberapa pendapat diatas dapatdisimpulkan bahwa kebijakan publik adalahsuatu tindakan pemerintah yangdirencanakan dan diarahkan untukkepentingan publik guna mencapai tujuantertentu.

Implementasi KebijakanMenurut Joko Widodo (2007:87) Implementasi

kebijakan publik merupakan salah satu tahapan dariproses kebijakan publik ( public policy process )sekaligus studi yang sangat krusial. Dikarenakan jikamenghendaki tujuan kebijakan dapat tercapai denganbaik, maka bukan hanya pada tahap implementasinyayang harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik,tetapi juga pada tahap perumusan atau pembuatankebijakan juga telah diantisipasi untuk dapatdiimplementasikan.

Hal ini sependapat dengan Daniel A.Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983:4) yangmenjelaskan makna implementasi dengan mengatakanbahwa:

“Melaksanakan sebuah keputusankebijakan, biasanya dikaitkan dengan sebuahperundang-undangan, disusun oleh pemerintahbaik eksekutif maupun keputusan peradilan.”(Joko Widodo 2007:87)Dalam pandangan Mazmanian dan Sabatier,

proses implementasi kebijakan negara dengan lebihrinci ialah :

“Implementation is the carrying out of abasic policy decision, usually incorporated in astatute but which can also take the form ofimportant executive orders or court decision.Ideally, that decision identifies the problem(s) tobe addressed, stipulates the objective(s) yo bepursued, and a variety of ways, “structures” theimplementation process. The process normallyruns through a number of stages beginning withthe passage of the basic statute, followed by thepolicy outputs (decision) of the implementingagencies, the the complience of target groupswith those decision, the actual impacts – bothintended and unintended --- of those outputs, theperceived impacts of agency decision, and,finally, important revisions (or attemptedrevisions) in the basic statute”. (implementasiadalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,biasanya dalam bentuk undang-undang, namundapat pula berbentuk perintah-perintah ataukeputusan-keputusan eksekutif yang pentingatau keputusan badan peradilan. Lazimnya,keputusan tersebut mengidentifikasikan masalahyang ingin diatasi, menyebutkan secara tegastujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagaicara untuk menstrukturkan/mengatur prosesimplementasinya. (Leo Agustino,2006:68)

Secara garis besar fungsi implementasiadalah untuk membentuk suatu hubungan yangmemungkinkan bagi tujuan atau sasaran kebijakandapat terwujud sebagai hasil akhir dari kegiatan yangdilakukan oleh pemerintah. Fungsi implementasi juga

Page 4: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

123

menyangkut “policy delivery system” atau sistempenyampaian kebijakan yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sasaran-sasaran tertentu yang didesain secarakhusus serta diarahkan untuk mencapai tujuan atausasaran kebijakan.

Model Implementasi KebijakanDalam pendekatan top down, implementasi

kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulaidari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun di ambildari tingkat pusat. Pada pendekatan top down titik tolaktedapat pada prespektif yang menyatakan bahwakeputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telahditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakanoleh para birokrat yang terdapat pada level bawah. Jadi,inti dari pendekatan top down adalah sejauhmanatindakan para pelaksana sesuai dengan prosedur dantujuan yang telah digariskan oleh para pembuatkebijakan di tingkat pusat.pendekatan top down dapatdisebut sebagai pendekatan yang mendominasi awalperkembangan studi implementasi. Sedangkan bottomup ialah pendekatan yang dimunculkan olehpendekatan top down atas dasar perbedaan-perbedaanyang terdapat dalam pendekatan top down walaupunpada dasarnya mereka bertitik tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangkaanalisis tentang studi implementasi.(LeoAgustino,2006:140)

Untuk menganalisis bagaimana prosesimplementasi kebijakan itu berlangsung maka dapatdilihat dari berbagai model implementasi kebijakan,antara lain:

Model implementasi menurut Mazmanian danSabatier.

Model yang ditawarkan oleh Mazmanian danSabatier disebut dengan A framework for policyImplementation Analysis. Mereka mengklarifikasikanproses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel(wahab 2008: 82), yaitu:Mudah tidaknya masalah yang akan digarap(independen), meliputi :

• Kesukaran-kesukaran teknis• Keberagaman perilaku yang diatur• Persentase totalitas penduduk yang tercakup

dalam kelompok sasaran• Tingkat ruang lingkup perubahan perilaku

yang dikehendaki

Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkanproses implementasi (intervening), meliputi :

• Kecermatan dan kejelasan penjenjangantujuan-tujuan resmi yang akan dicapai

• Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan• Ketetapan alokasi sumber dana• Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan

diantara lembaga-lembaga atau instansi-instansi pelaksana

• Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana

• Kesepakatan para pejabat terhadap tujuanyang termaktub dalam undang-undang

• Akses formal pihak-pihak luar

• Variabel di luar kebijaksanaan yangmempengaruhi proses (dependen):

• Kondisi sosial ekonomi dan teknologi.• Dukungan publik.• Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki

kelompok sasaran.• Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan

para pejabat pelaksana.

Dalam pandangan Mazmanian tersebut peranpenting analisis implementasi adalah mengidentifikasivariabel yang berusaha mencapai tujuan, kemudiandalam proses menyeluruh. Selain itu pemikiranMazmanian dan Sabatier menganggap bahwa suatuimplementasi akan berjalan efektif apabila dalampelaksanaannya birokrasi dapat memenuhi apa yangtelah diatur dalam peraturan. Disamping ituimplementasi kebijakan dapat berjalan secara mekanisdan linier, maka pelaksanannya terpusat padakoordinasi dan kontrol efektif yang mengabaikanmanusia sebagai target group dan juga peran dari aktorlain.

Analisis DeliberatifDengan adanya berbagai perubahan sosial dan

politik yang terjadi belakangan ini, terutama dengankemunculan kata governance yang menggantikan katagovernment, maka sekali lagi diungkapkan bahwaberbagai konsekuensi dan tuntutan bermunculan. Salahsatunya menurut Hajer Dan Wagenaar (2003:124)adalah munculnya pertanyaan : what kind of policyanalysis might be relevant to understandinggovernance in the emerging of network society?Keduanya menyatakan bahwa sebuah pendekatanterhadap analisis kebijakan yang intepretatif dandeliberatif sangatlah relevan dalam hal ini.

Akar dari deliberatif sebenarnya adalahperbincangan dan komunikasi. Ini dari policymakingadalah adanya sebuah dialog autentik (autenticdialogue). Untuk mencapai kolaborasi antar pemaindengan beragam kepentingan dan mempunyai sejarahkonflik, dialog yang dilaksanakan harus autentik,daripada hanya sekedar bersifat retrorika atau ritual(Isaac, 1999 dalam Hajer dan Wageenar,2003). Untukmenjadi autentik, sebuah dialog harus memenuhi syaratkondisi tertentu yang telah diuraikan Habermas sebagailandasan bagi rasionalitas komunikatif (communicativerationality). Masing-masing pembicara harusmempunyai legitimasi dalam mewakili kepentinganuntuk siapa dirinya bicara, masing-masing harusberkata jujur, membuat pertanyataan yang dapatdimengerti oleh lainnya dan harus kuat. Dialog yangautentik juga tergantung pada kelompok yang dapatmengikuti diskusi yang diarahkan daripada secarabuatan (artficial) diabatasi oleh aturan-aturan tentangapa yang boleh didiskusikan atau apa yang tidak bolehdirubah (Hajer dan Wageenar,2003:145).

Page 5: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

124

Dialog TerbukaInnes dan Booher (2003:67) menjelaskan

bahwa dialog yang autentik cukup untuk menciptakankesepakatan dan pendekatan-pendekatan baru, tetapitanpa adanya keragaman (diversity) dan keterkaitan/ketergantungan (interdependence) diantara stakeholder,keuntungan-keuntungan nyata yang sesungguhnya daridialog kolaboratif tidak akan tercapai.

Dalam analisis kebijakan deliberatif yangmerupakan analisis kebijakan publik model“musyawarah” ini menurut Nugroho (2007:144) jauhberbeda dengan model-model teknokratik karena perananalis kebijakan hanya sebagai fasilitator agarmasyarakat menemukan sendiri keputusan kebijakanatas dirinya sendiri. Peran pemerintah di sini lebihsebagai legislator kehendak publik. Sementara perananalis kebijakan adalah sebagai prosesor proses dialogpublik agar menghasilkan keputusan publik untukdijadikan kebijakan publik. Koreksi terbesar darianalisis kebijakan model deliberatif adalah bagaimanaanalisis kebijakan yang dikenal dan digunakan secaraluas selama ini dikembangkan menjadi model hibridayang mengadopsi partisipasi publik. Peran publiksangat penting dalam proses kebijakan, sehinggapelibatan dalam kebijakan sangat diperlukan karenatanpa publik proses kebijakan akan kering dan berbauteknokratis.

Publik merupakan komponen penting yangharus dilibatkan dalam proses kebijakan. Publik jugamerupakan sebuah komunitas interdependen atausaling tergantung satu dengan yang lain. Dalam teorikebijakan, publik merupakan stakeholder yang jugamerupakan subjek serta objek kebijakan. Adanya grup,organisasi dan juga forum-forum yang muncul atasdasar suatu kepentingan juga masuk dalam definisimasyarakat itu sendiri. Dalam pola dialog,perseorangan yang menyampaikan ide danpendapatnya harus memiliki legitimasi darimana sertaatas dasar apa ide yang dia sampaikan itu. Hal inimerupakan pola keterwakilan untuk menghindaripelebaran fokus masalah dan kepentingan diluar forum.

PartisipasiDalam setiap kebijakan, partisipasi merupakan

sebuah bahasan wajib yang tidak bisa ditawar lagi.Partisipasi muncul sebagai sebuah prasyarat berlakunyasebuah kebijakan, serta menjadi ukuran berhasil atautidaknya sebuah program. Diana Conyers dalam bukuterjemahan Drs. Susetiawan,”Perencanaan Sosial didunia Ketiga” (innes dan boher, 2003:147)menyebutkan bahwa urgensi dari sebuah partisipasiadalah:

• Merupakan alat guna memperoleh informasitentang kondisi, kebutuhan, sikap masyarakatsetempat, yang tanpa kehadirannya programpembangunan akan gagal.

• Masyarakat akan lebih percaya sebuahprogram jika merasa dilibatkan dalam prosespersiapan, karena tahu seluk beluk dan punyarasa memiliki.

• Mendorong partisipasi umum di banyaknegara karena adanya anggapan bahwamerupakan hak demokrasi bila masyarakatdilibatkan dalam pembangunan merekasendiri.Sehingga jelas didapati bahwa partisipasi

bukan Sedangkan Innes dan Booher mendefinisikanpartisipasi ditunjukkan dengan adanya keinginan untukmemberikan masukan aktif dalam forum dialog danjuga menjaga hasil-hasil ide bersama ini diwujudkan.Upaya untuk ikut membuat skenario strategi sertasegala konsekuensinya. Bukan hanya partisipasi yangbersifat formalitas dan ritual saja.

Program Sanitasi Total dan Sanitasi Pemasaran(SToPS)

Menurut hogwood dan gunn, program diartikansebagai:

“suatu lingkup kegiatan pemerintah yangrelatif khusu dan jelas batas-batasnya,mencakup serangkaian kegiatan yangmenyangkut pengesahan atau legitimasi,pengorganisasian dan pengarahan ataupenyediaan sumber-sumber yangdiperlukan”.(Wahab,2008:17)Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal

yang dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapimerupakan kegiatan yang berkseinambungan karenamelaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, sebuahprogram dapat berlangsung dalam kurun waktu relatiflama. Pengertian program adalah suatu unit ataukesatuan kegiatan maka program sebuah sistem, yaiturangkaian kegiatan yang dilakukan bukan hanya satukali tetapi berkesinambungan. Pelaksanaan programselalu terjadi dalam sebuah organisasi yang artinyaharus melibatkan sekelompok orang.

Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) dalambukunya Administration of development programs andproject, some mayor issues, mengemukakan rumusankonseptual mengenai program.

“Program adalah aktivitas sosial yangterorganisasi dengan tujuan tertentu dalam ruang danwaktu yang terbatas, yang terdiri dari berbagai proyekdan biasanya terbatas pada satu atau lebih organisasiatau aktivitas”. (Bintoro Tjokroamidjoyo,1990:195-196)

Pada dasarnya, kebijakan dan program sulitdibedakan. Perbedaan antara kebijakan dan programdinyatakan secara tidak langsung bahwa implementasikebijakan adalah suatu fungsi dari implementasiprogram dan tergantung pada hasilnya. Selain ituprogram didesain sedemikian rupa sebagai suatu carauntuk mencapai tujuan kebijakan lebihluas.(Ekowati,2009:26)

Dari berbagai definisi diatas dapat diartikanbahwa sebuah program merupakan bentuk operasionaldari kebijakan. Dimana suatu program harus disusunsecara jelas dan jika masih bersifat umum, programtersebut harus diterjemahkan terlebih dahulu secaraoperasional menjadi sebuah proyek. Kejelasan inidiperlukan karena hanya dengan itulah diperolahkriteria untuk memeriksa dan mengevaluasi tindakan

Page 6: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

125

administratif yang dilakukan birokrasi yang bergunauntuk mentransformasikan kebijakan menjadi nyata.Sebab sebuah program dipandang sebagai sarana untukmewujudkan berbagai tujuan yang ingin dicapai olehpemerintah.

Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (SToPS)merupakan program pertama di Indonesia yangmenterjemahkan dalam skala luas strategi barupemerintah Indonesia mengenai sanitasi berbasismasyarakat. Program SToPS merupakan programkemitraan antara pemerintah Indonesia, Water andSanitation Program (WSP) dan Bill and Melinda GatesFoundation. Sanitasi total akan dicapai bila seluruhrumah tangga dalam suatu komunitas telah :

• Mengelola dan menyimpan air minum danmakanan yang aman

• Mempunyai akses dan menggunakan jambanyang sehat

• Mencuci tangan dengan sabun yang benarpada lima waktu (sebelum makan, setelahbuang air besar, sebelum memegang bayi,setelah menceboki anak, dan sebelummeyiapkan makanan)

• Mengelola limbah rumah tangga (cair danpadat yang benar).

Di dalam program SToPS ini memiliki tiga komponenyang terdiri atas, yaitu :

• Meningkatkan kebutuhan (demand) penggunasarana sanitasi pada rumah tangga danmasyarakat melalui perubahan perilaku

• Meningkatkan supply yang mencukupi dantepat guna dalam bentuk beragam produk danlayanan sanitasi

• Meningkatkan kemampuan pemerintah pusatdan juga daerah dalam menciptakan danmelaksanakan kebijakan yang dapatmenunjanng kesinambungan, efektifitas danefesiensi program sanitasi pedesaan.

Pada dasarnya program ini adalah bagaimanacaranya agar masyarakat yang semula menggunakanjamban di lingkungan terbuka menajdi sadar betapapentingnya memiliki jamban sendiri. Adapun tujuandalam tahapan ini adalah :

• Meningkatkan kemandirian masyarakat secaratotal untuk mengelola lingkungan agar lebihsehat sehingga tercapai kualitas hidup yangoptimal

• Meningkatnya kewaspadaan dini melalauimonitoring dan evaluasi ketat terhadap unsurlingkungan yang ada di dapat mencegahdampak negatif akibat lingkungan yangkurang sehat

Dalam proses pembuatan suatu program, programtersebut tidak berakhir setelah program ditentukan ataudisetujui namun program tersebut akandiimplementasikan sesuai dengan tujuan-tujuan yangtelah ditetapkan. Implementasi tersebut dimaksudkanuntuk memahami apa yang terjadi setelah suatuprogram dirumuskan, serta apa yang timbul dariprogram tersebut.

Metode PenelitianPenelitian ini mkenggunakan metode penelitian

kualitatif. Tipe penelitian dengan menggunakan tipedeskriptif kualitatif, karena penelitian ini berupayauntuk memberikan gambaran mengenai suatufenomena secara terperinci dan memusatkan perhatianpada masalah yang bersifat aktual, yang pada akhirnyamemberikan pemahaman yang lebih jelas mengenaifenomena yang diteliti. Lokasi penelitian ini dilakukandi Desa Ngampungan Kecamatan Bareng KabupatenJombang. Selain itu, penelitian juga dilakukan diDinas Kesehatan Kabupatern Jombang. Teknikpenentuan informan menggunakan Purposive Samplingdilanjutkan dengan Snowball Sampling yaitu daripihak pemerintah dan pihak masyarakat penerimaprogram SToPs. Dari pihak pemerintah informanberasal dari Dinas Kesehatan dan puskesmas Bareng 4orang.Sedangkan, dari masyarakat penerima programStoPs sebanyak 8orang. Teknik pengumpulan datamelalui dokumen, wawancara dan observasi. Teknikanalisis data digunakan dengan reduksi data, penyajiandata dan penarikan kesimpulan. Teknik pemeriksaankeabsahan data dengan membandingkan hasilwawancara dengan isi dokumen, membandingkanpendapat satu orang dengan orang lain.

Implementasi SToPsTahapan awal implementasi SToPs yaitu

dengan sosialisasi program dengan bekerja samadengan pihak puskesmas Bareng, dilanjutkan denganpembentukan kader di Desa Ngampungan. Hal inidilaksanakan karena adanya peran Dinas Kesehatansebagai fasilitator.

Di dalam sosialisasi Desa Ngampungan yangmemiliki peran terbesar adalah Puskesmas, karenapuskesmas lah yang mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Puskesmasselanjutnya bekerja sama dengan bidan, tokoh-tokohmasyarakat, dan kader kesehatan. Pemberdayaanmasyarakat menurut pendapat Sumodiningrat dalamSulistiyani bahwa: “Pemberdayaan tidak bersifatselamanya, melainkan sampai target masyarakatmampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untukmandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuhlagi”.(A.T.Sulistyani,2004:82) Pelaksanaan programSToPs di desa Ngampungan dalam pembangunanjamban sehat dilakukan dengan bekerjasama dengankader, bidan dan masyarakat kelompok binaan yaitukelompok ibu-ibu PKK. Proses pelatihan dansosialisasi dalam pembangunan jamban sehatberlangsung secara bertahap yang sesuai denganpendapat Sulistiyani dapat dijelaskan bahwa:

“Proses pelatihan dalam implementasiprogram SToPs secara bertahap, yaitu: (1)tahap perkenalan dan penyampaian tujuan,menyampaikan maksud dan tujuanpenyuluhan bukan memberi bantuan, (2) binasuasana, untuk menghilangkan jarak antarafasilitator dan masyarakat,(3) tahap analisapartisipatif dan pemicuan, memulai pemicuan

Page 7: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

126

di masyarakat, (4) Tindak lanjut olehmasyarakat, jika masyarakat sudah mulaiterpicu dan kelihatan ingin berubah, (5)monitoring, lebih kepada memberikan energike masyarakat yang sedang dalam masaperubahan.”

Dialog terbuka dan partisipasi dalam mudahtidaknya masalah yang akan digarap meliputisosialisasi dan pemicuan masyarakat dalampembangunan akses jamban sehat dengan dilakukandialog terbuka seperti musyawarah masyarakat desa(MMD). Sosialisasi dan pemicuan bertujuan agarmasyarakat dengan bimbingan Bidan dan kadermampu memberi pemahaman kepada masyarakatpentingnya membangun akses jamban sehat di setiaprumah. Pemahaman atau pemberian wawasan inibiasanya dilakukan di acara atau kegiatan desa sepertiPKK, posyandu, dan juga pengajian. Dialog terbuka iniberguna mengidentifikasi setiap masalah yang ada diDesa Ngampungan seperti Masih banyaknyamasyarakat yang BABS di sungai, kesadaranmudahnya tekena penyakit lingkungan semacam diarerendah, dan juga kurangnya pengetahuan tentang polahidup sehat. Melalui adanya dialog terbuka dalammusyawarah diharapkan masyarakat akan mudahmenyampaikan masalah atau hambatan yang dialami,sehingga memudahkan para fasilitator dalammemberikan solusi atau tindakan secara langsung.Untuk memudahkan para fasilitator dalam memberikanpemahaman pada masyarakat, fasilitator memberikanmateri melalui leaflet agar masyarakat tahu dan tertarikmemahami program tersebut.

Dialog terbuka dan partisipasi dalam kemampuankebijaksanaan untuk menstrukturkan prosesimplementasi

berupa kejelasan dari tujuan program yangingin dicapai oleh fasilitator. Pada tahapan kali inidirancang untuk memberikan kesempatan padamasyarakat untuk membahas harapan dankekhawtiran mereka sebagai upaya penambahanpengetahuan dan peningkatan kualitas diri. Sedangaknyang dimaksud dengan kekhawatiran masyarakatbiasanya berupa kekhawatiran akan proses yangkurang disukai, waktu yang tidak mencukupi dansebagainya. Tahapan ini penting dilakukan sebagaibahan masukan bagi tim fasilitator untuk bisamenindaklanjuti harapan dan kekhawatiran apa yangdapat di akomodir oleh tim fasilitator. Informasi iniberguna sebagai indikator evaluasi akhir pemcuan dansosialisasi dengan melihat harapan dan kekhawatiranmasyarakat, apa yang ingin dicapai dan apa yangtidak.

Dialog terbuka dan partisipasi dalam variabeldiluar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses

masyarakat mau berencana membangunjamban sehat. Dengan memperoleh dukungan darimasyarakat, akan memudahkan para fasilitator untukmelakukan kegiatan pemicuan yang selanjutnya akanada kesepakatan antara fasilitator yang meliputi

petugas puskesmas, kader, bidan, kepala desa danmasyarakat agar proses pelaksanaan efektif. Denganadanya kesepakatan yang sudah dibentuk antaramasyarakat dan fasilitator semakin menyadarkanmasyarakat untuk beralih ke pola hidup sehat.Padatahap ini masyarakat hanya dapat memberikanpartisispasi pada tingkat yang rendah, yaitu sekedarmenjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belummampu menjadi subyek dalam pembangunan.

Pelaksanaan program StoPs dalam tahapdialog terbuka yang mempunyai arti interaksi secaralangsung dalam sebuah forum diskusi ataumusyawarah. . Dalam kegiatannya membicarakantentang pentingnya membangun sebuah jamban sehatdengan ara sosialisasi dan pemicuan yang dilakukanoleh bidan dan kader. Pada tahap ini para kader danBidan memberikan wawasan tentang penyakit menulardan bahaya penyakit tersebut pada ibu-ibu PKKsebagai kelompok binaannya untuk selanjutnya ibu-ibuPKK yang akan memberikan informasi padamasyarakat desa. Selain itu kegiatan ini juga dilakukandi pengajian muslimat dan sekolah-sekolah dasar yangada di Desa Ngampungan, agar masyarakat lebihmenyadari maksud dan tujuan program tersebut.Kegiatan ini menurut sebagian besar memiliki sedikitkekurangan yaitu waktu yang diberikan penyelenggarakurang sehingga hanya sebagian masyarakat yangmengetahui tentang pembinaan ini. Upaya agarmasyarakat memahami program ini dilakukan denganmemberikan leaflet, dan poster-poster di pinggir jalan.

Masyarakat kebanyakan sudah sadarpentingnya memiliki sebuah jamban, namunkebanyakan terkendala permasalahan ekonomisehingga sulit untuk mampu mengikuti anjuran yangdiberikan pemerintah atau fasilitator. Program StoPsadalah sebuah program pemberdayaan agar masyarakatmandiri dengan peningkatan kemampuan meliputipeningkatan intelektualitas, kecakapan, danketerampilan yang diperlukan, supaya mereka dapatmembentuk kemampuan kemandirian. Kemandiriantersebut akan ditandai oleh kemampuan masyarakat didalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi,dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungan.Apabila masyarakat telah mencapai ketiga tahap inimaka masyarakat dapat secara mandiri melakukanpembangunan kesehatan ibu dan anak di DesaNgampungan.

Permasalahan pembangunan jamban sehat diDesa Ngampungan ini disebabkan oleh masihminimnya kesadaran warga untuk mau ikut sertaterlibat dalam pembangunan jamban sehat dikarenakanekonomi lemah dan juga karena faktor kebiasaan.Disini menuntut peran fasilitator desa yang palingutama yaitu puskesmas Bareng dimana fasilitator harusmampu mengajak masyarakat untuk mau memahami.Agar masyarakat mampu memahami pentingnyamembangun sebuah jamban fasilitator harusmemulainya dengan tahap perkenalan. Perkenalanmeruapakan proses yang sangat penting dalam suatupelatihan. Tugas utama fasilitator adalah mendukungsuasana para peserta untuk saling mengenal satu samalain, termasuk fasilitator sendiri sehingga tercipta

Page 8: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

127

suasana akrab dan dinamika positif mulai terbangun.Pada saat perkenalan ini tidak saja saling berkenalantetapi dapat mencairkan suasana sehingga menciptakankondisi belajar yang mendukung masyarakat dapatdengan leluasa mengungkapkan ide,gagasan,sertapengalamannya.

Kenyataannya pada proses dialog terbuka yangtelah dilakukan oleh para fasilitator masih banyakditemui warga yang kurang paham bahkan tidakmengetahui apa itu SToPs. Kurangnya meratanyainformasi yang diterima Dengan adanya kegiatantersebut diharapkan mampu menumbuhkan kesadaranmasyarakat dan merubah pola pikir masyarakat. Darikegiatan tersebut mampu diselipkan pesan-pesansecara tidak langsung dengan cara berinteraksilangsung dengan masyarakatnya. Kondisi perilakusanitasi masyarakat tentunya berbeda satu dengan yanglainnya, kondisi ini sangat mempengaruhi upayaintervensi maupun capaian perubahan perilakunya.Tercapainya kondisi semua masyarakat telah BAB kejamban sehat, dapat dusebut bahwa masyarakat tesebuttelah mencapai status ODF( Open Defecation Free).Diperlukan langkah verifikasi terhadap pencapaianstatus ODF oleh suatu komunitas dan dilakukanberdasarkan kriteria ODF pada pedoman aspekmanajemen. Evaluasi status ODF satu komunitas olehtim verifikasi kecamatan dengan menggunakan formatyang tersedia dalam panduan pemantauan STBM.

Usaha atau upaya yang dilakukan olehfasilitator masih saja menemui hambatan baik itu darimasyarakatnya maupun fasilitator sendiri. dari hasilpemantauan yang peneliti lakukan, fasilitator kurangtanggap terhadap masalah yang ada di Desangampungan. Kebanyakan dilakukan oleh kader danjug bidan desa. Kesulitan mencapai kesepakatan antaramasyarakat dan para fasilitator karena masyarakatsendiri juga sulit merubah kebiasaan dan pola pikirbahwa pembangunan sebuah jamban membutuhkandana yang besar.

Adanya pemicuan dan sosialisasi yang terusmenerus diharapkan akan mendorong masyarakat desaNgampungan menjadi lebih sadar pentingnya memilikisebuah jamban sehat. Remaja yang ada di Desatersebut juga ikut berpengaruh dalam mengurangiangka BABS. Remaja tersebut akan membantu parafasilitator menyadarkan kedua orang tuanya sehinggamemiliki rasa malu dan jijik apabila masihmenggunakan kali sebagai sarana BAB. Dengandemikian, mau tidak mau masyarakat akan terdorongdalam pembuatan jamban sehat. Fasilitator menyadaribahwa kendala yang paling besar yaitu dari seggiekonomi. Namun bukan berarti tidak bisa membangunjamban,Ada beberapa masyarakat yang bisa dikatakanmemiliki ekonomi yang cukup namun tidak maumendirikan sebuah jamban.

Penekanan untuk dialog terbuka sangatdianjurkan dalam kebijakan deliberatif. Dengan adanyadialog terbuka ini meminimalkan terjadinya konflikantar kepentingan. Dialog terbuka ini menuntut tiappartisipasinya memiliki kepentingan yang berbeda dansaling terkait. Harus ada fasilitator yang berfungsi

mengatur diskusi sehingga partisipan merasa nyamandan aman untuk menyampaikan apapun yang ada dibenak mereka bahkan ketika ada orang lain yang tidakmenyukainya. Forum dialog sendiri merupakan inisiatifdari tiap grup yang kemudian bersepakat untukmenentukan peraturan dan juga tujuan forum tersebut,bukan sebagai bentukan otoritas diluar grupkepentingan.

Proses dialog dalam implementasi program

SToPs di Desa Ngampungan sudah ada sosialisasi dari

pihak fasilitator. Para remaja juga sudah sadar dan

mempunyai rasa malu apabila buang air sembarangan.

Para fasilitator juga sudah memberikan timbal balik

dengan memberikan pancingan-pancingan pertanyaan

agar masyarakat mau ikut terlibat dalam pembangunan

jamban sehat.Pada saat pemerintah melakukan

legalisasi keputusan musyawarah, analisis kebijakan

dilibatkan kembali untuk verivikasi dan akuntabilisasi

kebijakan.

Publik merupakan komponen penting yangharus dilibatkan dalam proses kebijakan. Publik jugamerupakan sebuah komunitas interdependen atausaling tergantung satu dengan yang lain. Dalam teorikebijakan, publik merupakan stakeholder yang jugamerupakan subjek serta objek kebijakan. Adanya grup,organisasi dan juga forum-forum yang muncul atasdasar suatu kepentingan juga masuk dalam definisimasyarakat itu sendiri. Dalam melihat beberapakepentingan yang terjadi dimasyarakat, pendekatanyang digunakan oleh fasilitator juga merujuk kesekolah-sekolah guna melakukan sosialisasi padamasyarakat khususnya anak-anak yang ebih mudahterserang diare.

Beberapa warga senang dengan adanya dialog

yang dilakukan pada saat acara kemasyarakatan,

namun ada beberapa pihak yang tidak mengindahkan

program tersebut karena dianggap beban bagi mereka.

Sayangnya upaya yang dilakukan fasilitator hanya

sebatas penyuluhan dan tidak ada simulasi langsung

sehingga masyarakat merasa kurang jelas dan tidak

tertarik. Beberapa masyarakat menganggap kegiatan ini

tidak ada manfaatnya dan sia-sia karena tidak ada

bantuan berupa dana dari pemerintah.

Dalam pola dialog, perseorangan yangmenyampaikan ide dan pendapatnya harus memilikilegitimasi darimana serta atas dasar apa ide yang diasampaikan itu. Hal ini merupakan pola keterwakilanuntuk menghindari pelebaran fokus masalah dankepentingan diluar forum. Sedangkan peran kepaladesa hanya sebagai motivator dan penyukses programSToPs di Desa Ngampungan. Dengan demikian DinasKesehatan besar peranannya dalam pelaksanaanprogram SToPs karena instansi inilah yang mengetahuisecara pasti kondisi masyarakat dan strategi-strategiapa yang harus dipraktekkan sehingga masyarakat ini

Page 9: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

128

mau ikut terlibat dan berperan aktif dalam pelaksanaanprogram.

Partisipasi masyarakat dalam penyusunankebijakan daerah dalam bentuk peraturan daerah dapatdilaksanakan melalui berbagai cara. Dalampelaksanaan program SToPs partisipasi atau ketrlibatanmasyarakat mutlak diperlukan Cara-cara yang dapatdigunakan untuk mewujudkan partisipasi masyarakatyaitu :

• masyarakat hanya menerima informasi,masyarakat hanya sampai diberi informasi(melalui pengumuman) dan bagaimanainformasi itu diberikan ditentukan oleh sipemberi informasi

• masyarakat mulai diajak untuk berundingpada level ini sudah ada komunikasi 2 arah,dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusiatau berunding. Dalam tahap ini meskipunsudah dilibatkan dalam suatu perundingan,pembuatan keputusan adalah orang luar atauorang-orang tertentu.

• Membuat keputusan secar bersama-samaantara masyarakat dan fasilitator

• Masyarakat mulai mendapatkan wewenangkontrol sumber daya dan keputusan.Pihak fasilitator sudah berupaya keras dalam

meningkatkan kemampuan masyarakat namunnyatanya faktor-faktor yang menghambat sangat sulituntuk dipecahkan. Kurangnya partisipasi masyarakatdalam kegiatan pembangunan jamban di DesaNgampungan dapat diketahui dari hasil evaluasikegiatan yang hanya dicapai oleh sebagian kecilmasyarakat yang memiliki kesadaran akan pentingnyamemiliki sebuah jamban sehat di lingkunganrumahnya. Masyarakat masih menggantungkan kepadapara tetangga yang aktif mengikuti kegiatanperkumpulan-perkumpulan sehingga angkaketergantungan tinggi. Hal ini sepenuhnya bukankarena faktor masyarakatnya, masyarakat akan semakinsadar apabila fasilitator rajin melakukan sosialisasi danpemicuan berulang-ulang sehingga mampu membentukpola pikir masyarakat. Pelibatan masyarakat melaluidialog terbuka dalam kegiatan PKK, posyandu, danpengajian juga masih minim karena pola pikir yangterbentuk yaitu sudah merasa diwakili oleh warga lainsehingga dapat menghambat kinerja fasilitator.

Pelaksanaan program SToPs dalampembangunan jamban sehat di Desa Ngampunganbelum mampu mencapai peningkatan intelektualitas,dan keterampilan dalam pembentukan kemandirianmasyarakat terkait masalah Buang Air Sembarangan(BABs) yang ditandai dengan masih banyaknyamasyarakat yang menggunakan sungai sebagai saranaBuang Air Besar dan tergantung pada fasilitatorpemberdaya dalam masalah sanitasi dan kurangnyapartisipasi dari masyarakat yang diakibatkan faktorsosial budaya, ekonomi dan agama sehingga kesadaranmasyarakat tentang pentingnya membangun sebuahjamban sulit dibentuk di Desa Ngampungan Selain itumasyarakat juga tidak memiliki inisiatif dan melakukaninovasi-inovasi dalam menghadapi masalahkepemilikan jamban di Desa Ngampungan. Hannya

sebagian kecil masyarakat yang memiliki kesadarandan mampu mendorong terciptanya upaya kesehatanbersumberdaya masyarakat sehingga program StoPsdalam pengunan jamban sehat ini hanya dapatdirasakanoleh sebagian kecil masyarakat desaNgampungan.

Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil penelitian dan analisa serta

pembahasan, dengan ini dapat ditarik kesimpulansebagai berikut Analisis Partisipasi dalamimplementasi program StoPs. Pelaksanaan programSToPS yang ditujukan untuk memberdayakanmasyarakat agar mampu menggunakan pola hidupsehat dengan cara membangun akses jamban sehattelah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yangterdapat dalam pelaksanaan program SToPs melaluibeberapa tahapan sosialisasi,pemicuan,monitoring danevaluasi. Pelaksanaan program belum dilaksanakansecara sempurna sehingga masih memerlukan adanyaperbaikan dan dukungan dari aparat pelaksana untukmencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tahap prosesimplementasi program SToPs terutama yang ditujukankepada masyarakat desa Ngampungan ,belumdilaksanakan secara efektif, karena partisipasimengenai adanya jamban sehat belum secaramenyeluruh kepada masyarakat sehingga masihterdapat masyarakat yang belum memahamipentingnya memiliki jamban sehat dan bahkan masihmenggunakan kali untuk BABS. Prosedur pelaksanaankebijakan program SToPs secara umum dapatditerapkan sesuai dengan aturan yang telahdiberlakukan, namun terdapat sedikit hambatan olehaparat pelaksana karena kurang tanggapnya terhadappermasalahan yang ada di desa Ngampungan.

Analisis Dialog dalam implementasi programStoPs. Kurangnya pemahaman masyarakat terhadapmaksud dan tujuan jamban sehat membuat masihtingginya angka BABS. Fasilitator pelaksana programSToPs yang merupakan koordinasi dari beberapabagian yang mempunyai kelemahan terutama padaaparat pelaksana di tingkat bawah dimana bagiantersebut bertanggung jawab kepada atasannya langsungserta kepada koordinator pelaksana. Dalampelaksanaan program SToPs dengan adanya pemicuansampai monitoring dan evaluasi tidak memberikanhasil yang siginifikan. Nyatanya masyarakat masihbanyak yang memilih tetap tidak membangun jambansehat bukan hanya dari segi ekonomi dan kebiasaantapi mereka kurang paham apa saja manfaat yangdiperoleh jika mempunyai jamban sendiri. Hal inimembuktikan bahwa program SToPs yangdilaksanakan di desa Ngampungan tidak berjalan danproses dialog dan partisipasi antara pemerintah danmasyarakat dapat diakatakan kurang berhasil.

Saran dari hasil penelitian ini pertamaSosialisasi kebijakan sebaiknya dilakukan lebih luasdan jauh hari sebelum dilaksanakannya program SToPslebih banyak mengetahui berbagai hal tentangkebijakan program SToPs. Oleh karena itu sosialisasibukan hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi jugadilakukan masyarakat luas sehingga masyarakat dapat

Page 10: 15 Midia_KMP V1 N1 Jan-April 2013.Doc

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 1, Nomor 1, Januari 2013

129

saling mengingatkan. Semakin banyak masyarakatyang memahami pentingnya program SToPs, angkaBABs menurun. Kedua Dialog dan Partisipasi antarapemerintah dan masyarakat perlu dibenahi terutamasehingga masyarakat benar-benar memahamipentingnya memiliki sebuah jamban sehat. KetigaPerlunya untuk meningkatkan peran masyarakat dalamimplementasi program SToPs sehingga masyarakatdapat berperan aktif tidak hanya sat kegiatan melainkansaat formulasi kebijakan pun ikut dilibatkan. KeempatSikap pelaksana seharusnya sejalan dengan maksuddan tujuan serta prinsip dasar dan filosofi yangmendasari pelaksanaan program StoPs.

Daftar Pustaka

Abdul Wahab, Solichin. 2008, Analisis Kebijakan:Dari Formulasi ke ImplementasiKebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Agustino, Leo.2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik.Bandung : Alfabeta

Dye, Thomas R. 2005, Understanding Public Policy,Prince-Hall, Inc., Englewood Cliffs.

Ekowati, Mas Roro Lilik.2005. Perencanaan,Impementasi dan Evaluasi Kebijakan atauProgram, Edisi Revisi. Bandung : PTRosdakarya.

Hajer, Maarten and Hendrik Wagenaar (eds).2003.Deliberative Policy Analysis, UnderstandingGovernance in The Network Society.Cambridge University Press.

Innes, Judith E. Dan Davied E. Booher. 2003.Collaborative policy making: governancethrough dialogue in Marteen Hajer andHendrik Wagenaar (Eds) Deliberative PolicyAnalysis, Understanding Governance in thenetwork society. Cambridge University Press.

Islami, Irfan . 2007, Prinsip-prinsip KebijakanNegara, Bumi Aksara, Jakarta.

Moleong, J. Lexy. 2002, Metode Penelitian Kualitatif,Rosda , Bandung.

Nugroho, Riant, D. 2004, Kebijakan Publik,Formulasi, Implementasi dan Evaluasi,PT.Elex Media Komputindo Gramedia,Jakarta.

Parsons, Wayne. 2006, Publik Policy:Pengantar Teoridan Praktis Analisis Kebijakan, Kencana,Jakarta.

Soetrisno, Loekman. 1995, Menuju MasyarakatPartisipatif, Kanisius, Yogyakarta.

Sulistiyani, A.T.2004.Kemitraan dan Model-ModelPemberdayaan.Yogyakarta:Gava Media.

Tjokroamidjoyo, Bintoro. 1988, Kebijaksanaan danAdministrasi Pembangunan PerkembanganTeori dan Penerapan, LP3ES, Jakarta.

Widodo, Djoko. 2007 Analisis Kebijakan Publik :Konsep dan Aplikasi, Analisis Proses,Kebijakan Publik, Bayu Media, Malang.

Supracayaningsih,2010. Implementasi ProgramSanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (SToPs)

dalam Pembuatan Jamban di Desa SembungKecamatan Perak Kabupaten Jombang, Thesis,Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga,Surabaya.

metrotvnews.com diakses tanggal 11 september 2012http://stbm-indonesia.org diakses tanggal 10April 2012