124911017-lapsus-snh
DESCRIPTION
studyTRANSCRIPT
Laboratorium / SMF Ilmu Penyakit Syaraf Case Report
Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman
RSUD A.W.Sjahranie Samarinda
Stroke Non Hemoragik + DM + HT+ AKI susp.
Urolithiasis + Ensefalopati uremicum
OLEH
Amaliaturrahmah
06.55372.00315.09
PEMBIMBING
Dr. H.M.Luthfi W Sp. S
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Penyakit Syaraf
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit stroke sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang
utama baik di negara maju maupun di negara berkembang, karena disamping
menyebabkan angka kematian yang tinggi, stroke juga sebagai penyebab kecacatan
yang utama. Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia, bahkan di
banyak rumah sakit dunia stroke merupakan penyebab kematian nomor satu. Banyak
ahli kesehatan dunia juga yakin bahwa serangan stroke adalah penyebab kecacatan
nomor satu di dunia.
Stroke adalah penyebab kematian utama kedua setelah jantung. Tercatat lebih
dari 4,6 juta meninggal karena stroke di seluruh dunia, dua dari tiga kematian terjadi
di negara sedang berkembang (WHO, 2003). Menurut American Heart Association,
diperkirakan terdapat 3 juta penderita stroke pertahun di negara Amerika. Di
Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi
penderita stroke secara nasional.
Dari beberapa data penelitian yang minim pada populasi masyarakat
didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% dan
angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar 50/100.000 penduduk.
Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI,
menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di
Indonesia (Japardi, 2002). Angka kecacatan akibat stroke umumnya lebih tinggi dari
angka kematian, perbandingan antara cacat dan mati dari penderita stroke adalah
empat berbanding satu. Stroke paling banyak menyebabkan orang cacat pada
kelompok usia diatas 45 tahun. Banyak penderitanya yang menjadi cacat dan tidak
mampu lagi mencari nafkah seperti sedia kala.
Stroke merupakan keadaan yang emergency dan dapat menyebabkan
kerusakan neurologis yang permanen dan bahkan sampai kematian jika tidak segera
didiagnosa dan diterapi.4 Oleh karena itu penting bagi kita mengenali gejala stroke
secara dini sehingga diagnosa dan terapi dapat dilakukan secepat mungkin.
1.2 Tujuan
Penulisan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan serta mengkritisi
kasus bagi penulis dan pembaca mengenai Stroke non hemoragik.
BAB II
LAPORAN KASUS
Pasien MRS tanggal 1 April 2011, Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada
hari Sabtu 2 April 2011 di ruang perawatan penyakit saraf Angsoka RSUD AW.
Sjahranie Samarinda.
ANAMNESIS
Alloanamnesis dari suami pasien dan anak pasien.
Identitas Pasien
Nama : Ny. F
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bengalon I Rt. II
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Suku : Jawa
Agama : Islam
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang
pasien mengalami penurunan kesadaran, penurunan kesadaran ini dialami
pasien sejak pasien 7 hari SMRS AWS, sebelumnya pasien dirawat di RS Sangata
selama 10 hari. Menurut keluarga pasien, awalnya saat di rumah, 1 hari SMRS di
sangatta pasien mengeluhkan adanya kelemahan di bagian kiri tubuhnya, bicara
pasien juga tidak jelas, pasien juga sempat berkali-kali muntah (sisa makanan),
muntah tidak menyemprot, tidak ada kejang. Keluhan sakit kepala, pandangan kabur,
sesak napas dan nyeri dada menurut pengakuan keluarga pasien tidak ada, tetapi
sebelum serangan ini terjadi pasien kadang merasa sakit kepala, seperti tegang
dibagian tengkuknya. Selama pasien di rawat di RS sangatta keadaannya semakin
memburuk, terdapat penurunan kesadaran dan pasien gelisah, akhirnya pasien dirujuk
ke RS AWS, Serangan stroke ini merupakan yang pertama kali. Keluarga pasien
juga mengeluhkan adanya bengkak pada tubuh, keluhan ini dialami pasien sejak 3
hari sebelum mengalami stroke ini, bengkak yang dimulai dari wajah, kemudian
tangan dan kaki pasien, BAK pasien juga tidak lancar, warnanya kemerahan dan
menurut keluarga pasien 2 bulan SMRS pasien pernah kencing batu.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Hipertensi (+) 5 tahun dan tidak rutin dikontrol dengan OAH
2. Diabetes Mellitus (+) 10 tahun, dan pasien tidak rutin mengkonsumsi OAD
3. Stroke (-)
4. Riwayat penyakit jantung tidak diketahui
5. Riwayat batu ginjal ± 3 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan penyakit jantung pada keluarga
tidak ada. Riwayat penyakit stroke dalam keluarga tidak diketahui
Riwayat kebiasaan
Merokok (-), minum alkohol (-)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran : Delirium, GCS E1V2M5
Keadaan sakit : sakit berat
Tanda vital : - nadi 80 x/menit, reguler isi cukup, kuat angkat
- frekuensi nafas 24x/menit
- tekanan darah 220/130 mmHg
- temperatur 36,5oC
Kepala – leher
- konjungtiva anemis (-/-)
- Ikterik (-/-)
- Bibir sianosis (-/-)
- Pembesaran KGB (-/-)
- Deviasi trakea (-)
- Oedem palpebra dan wajah (+)
Thorax
- Paru : pergerakan simetris, tidak ada retraksi, fremitus raba sama kanan dan
kiri, perkusi sonor, wheezing (-), ronkhi (-).
- Jantung : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Flat, teraba lunak, turgor baik, nyeri tekan (-), ascites (+ minimal)
- H/L/G tidak teraba, flank area: ballotement ginjal(-), CVA(sukar dievaluasi)
Ekstremitas
- Akral hangat, sianosis (-), edema (+/+)
- Kekuatan otot dan sensorik tidak dapat dinilai (pasien tidak sadar)
- Refleks fisiologis extremitas atas (+)/(+)
- Extremitas bawah (+)/(+)
- Refleks patologis extremitas atas (-)/(-)
Extremitas bawah (-)/(-)
- Kernig (-)
- Brudzinki II (-)
1. Status Psychisus
- Cara berpikir dan tingkah laku : tidak dapat dinilai karena pasien tidak sadar
- Kecerdasan, perasaan hati, dan ingatan: tidak dapat dinilai karena pasien tidak
sadar
2. Status Neurologis
Kepala : Bentuk bulat, nyeri tekan tidak dapat dinilai
Leher : Kaku kuduk (-), Brudzinki I (-)
N I. Olfaktorius
Tidak dapat dinilai (pasien tidak sadar)
N II. Opticus
Tajam penglihatan, lapangan penglihatan maupun melihat warna tidak dapat
dinilai (pasien tidak sadar)
N III. Occulomotorius
Pergerakan bulbus tidak dapat dinilai
Strabismus (-)/(-)
Nystgmus (-)/(-)
Exophtalmus (-)/(-)
Pupil
Besar : 3 / 3 (mm)
Bentuk : bulat
Refleks cahaya : (+)/(+)
Diplopia
Tidak dapat dinilai (pasien tidak sadar)
N IV. Trochlearis
Pergerakan mata ke medioinferior dan mediosuperior, sikap bulbos dan diplopia
tidak dapat dinilai (pasien tidak sadar)
N V. Trigeminus
Membuka mulut, mengunyah, menggigit, sensibilitas muka tidak dapat dinilai
(pasien tidak sadar).
N VI. Abducens
Pergerakan mata ke lateral, sikap bulbus, maupun diplopia tidak dapat dinilai
(pasien tidak sadar)
N VII. Facialis
Mengerut dahi, menutup muka, memperlihatkan gigi, bersiul, perasaan lidah dan
bagian muka tidak dapat dinilai (pasien tidak sadar)
N VIII. Vestibulocochlearis
Detik arloji, suara berbisik, weber, rinne tidak dapat dinilai (pasien tidak sadar)
N IX. Glossopharyngeus
Perasaan lidah bagian belakang, sensibilitas faring tidak dapat dinilai (pasien
tidak sadar)
N X. Vagus
Arcus faring, bicara, menelan tidak dapat dinilai (pasien tidak sadar)
N XI. Accessorius
Mengangkat bahu, memalingkan kepala
N XII. Hypoglossus
Pergerakan lidah, tremor lidah, dan artikulasi tidak dapat dinilai (pasien tidak
sadar)
a. Badan dan Anggota gerak
Badan
Sensibilitas :
Taktil (raba) : tidak dapat dinilai
Nyeri : tidak dapat dinilai
Bagian tubuh Pemeriksaan Kanan Kiri
Ekstrimitas
superior
Pergerakan + (tidak
dapat
dinilai)
+ (tidak dapat
dinilai)
Tonus Normal Normal
Kekuatan
Humerus
Antebrachii
Tidak
dapat
Tidak dapat
dinilai
Manus dinilai
Refleks fisiologis
Refleks biceps
Refleks triceps
+
+
+
+
Refleks patologis
Hoffman
Tromner
-
-
-
-
Sensibilitas nyeri Tidak
dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Sensibilitas taktil Tidak
dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Ekstrimitas
inferior
Pergerakan + +
Tonus Normal Normal
Kekuatan
Femur
Cruris
Pedis
Tidak
dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Refleks fisiologis
Refleks patella
Refleks achilles
+
+
+
+
Refleks patologis
Refleks babinski
Refleks chaddok
Refleks oppenheim
Refleks gonda
Refleks gordon
Refleks Schaefer
Refleks Rosolimo
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sensibilitas nyeri
Tidak
dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Sensibilitas taktil
Tidak
dapat
dinilai
Tidak dapat
dinilai
Klonus patela Tidak diperiksa
Klonus kaki - -
RESUME ANAMNESA
Pasien perempuan usia 49 tahun dengan keluhan penurunan kesadaran yang
sebelumnya didahului kelemahan anggota gerak , disertai nausea, vomiting, nyeri
kepala (-), RPD: hipertensi >5 tahun tidak rutin berobat, ada riwayat DM 10 tahun,
ada riwayat batu ginjal sejak 3 tahun yang lalu.
RESUME PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
KU : Sakit berat
VS : nadi 80 x/menit, reguler isi cukup, kuat angkat, RR: 24x/menit TD: 220/130
mmHg, temperatur 36,5oC
K/L oedem wajah
Thorax tidak ada kelainan
Abdomen tidak ada kelainan
Ekstermitas oedem ekstrimitas atas dan bawah
b. Status Neurologis
- Kesadaran : GCS 8(E1V2M5)
- Kepala : Pupil isokor, Reflek cahaya +/+
- Nervus cranialis :
Sukar dievaluasi
- Leher : Kaku kuduk (-), Kernig (-), Brudzinski (-)
- Ekstremitas : Kekuatan otot dan sensorik tidak dapat dinilai (pasien tidak
sadar)
Refleks fisiologis Refleks Patologis
+ +
+ +
- -
- -
Trofi Tonus
Normal Normal
normal Normal
Klonus -/-
- Sensibilitas : tidak dapat dievaluasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
Parameter 31-3-2011 18/10/2010
Hb 11,4 gr/dl
Hct 34.4%
Leukosit 7.800
Eritrosit 4,06 juta
Trombosit 312.000
GDS 153 mg/dl
GDP 193 mg/l
Ureum 133,7 mg/dl 138,6
Creatinin 3,3 mg/dl 4,7
Na 144 mmol/L
K 3,8 mmol/L
Cl 115 mmol/L
Protein Total 5,7 mg/dl
Albumin 2,6 g/dl
Globulin 3,1g/dl
Cholesterol 260 mg/dl
Trigleserida 189 mg/dl
HDL-Cholesterol 37 mg/dl
LDL-Cholesterol 167 mg/dl
Urinalisa
Jenis pemeriksaan Hasil
Berat Jenis 1,015
Keton +1
Nitrit -
Hb/darah +
Warna merah
Kejernihan Keruh
Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
pH 5,0
Protein +3
Glukosa -
Bilirubin -
Urobilinogen -
Sel epitel +
Leukosit 8-13
Eritrosit penuh
Silinder -
Kristal -
Bakteri -
Jamur +
Lain-lain -
Radiologi
Rontgen Thorax
Gambaran lesi hipodense iskemik
CT Scan
DIAGNOSA
I. Diagnosa klinis: Penurunan kesadaran
Diagnosa topis : Hemisfer cerebri dextra et sinistra
Diagnosa etiologis: Stroke Non Hemorhagik
II. DM + HT+ AKI susp. Urolithiasis + Ensefalopati uremicum
PENATALAKSANAAN
Terapi:
1. Non farmakologis
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan, suplai oksigen
b. Bed rest, masuk rumah sakit dan istirahat di tempat tidur
c. Elevasi kepala 20-30o
d. Pemasangan Foley kateter
2. Terapi Farmakologis
Terapi Neuro
IV line : Ringer asetat10 tpm
Ringer asetat drip catapres 2 amp10 tpm
inj. Brainact 2x1 amp/hari
Neurotam infus 12 gram/hari
Clopidogrel 25 mg 1x1 tab
Captopril 3x25 mg
Terapi Penyakit dalam
Diet rendah Protein : 0,6 gr/hari
Asam folat 3x1
Nabic 3x1
Lasix 3x2 amp
Infus ganti NaCl
USG Abdomen
FOLLOW UP PASIEN
Perawatan S O A P
Hari I
Tgl 1/4/2011
Penurunan
kesadaran (+),
gelisah(+)
delirium
E1V2M5
TD : 220/120
mmHg
N : 64x/menit
RR : 25x/menit
T : 36,9 0 C
MMT : sukar
dievaluasi
Dx
klinis : hemiparese
sinistra
topis : hemisfer
dextra
etiologi :SNH+
+AKI
- IV line : Ringer
asetat10 tpm, Ringer
asetat drip catapres 2
amp10 tpm
- inj. Brainact 2x1
amp/hari
- Neurotam infus 12
gram/hari
- Clopidogrel 75 mg
1x1 tab
- Co. BS
- Raber IPD
Hari II
2/4/2011
Penurunan
kesadaran (+),
gelisah(+)munt
ah (-)
delirium
E1V2M5
TD : 220/130
mmHg
N : 70x/menit
RR : 25x/menit
T : 36,50 C
UT 24
jam=100cc
Oedem wajah
dan ekstrimitas
(+/+)
MMT : sukar
dievaluasi
Dx
klinis : hemiparese
sinistra
topis : hemisfer
dextra
etiologi
:SNH+Hidrosefalu
s+DM+HT+AKI
susp.
Urolithiasisis,
susp. Ensefalopati
uremicum
- IV line : Ringer
asetat10 tpm, Ringer
asetat drip catapres 2
amp10 tpm
- inj. Brainact 2x1
amp/hari
- Neurotam infus 12
gram/hari
- Clopidogrel 75 mg
1x1 tab
- Captopril 3x25 mg
Hari III
3/4/2011
Penurunan
kesadaran (+),
gelisah(+)munt
ah (-)
delirium
E1V2M5
TD : 180/120
mmHg
N : 78x/menit
RR : 26x/menit
T : 36,2 0 C
UT 24
jam=400cc
Oedem wajah
dan ekstrimitas
(+/+)
MMT : sukar
dievaluasi
Dx
klinis : hemiparese
sinistra
topis : hemisfer
dextra
etiologi
:SNH+Hidrosefalu
s+DM+HT+AKI
susp.
Urolithiasisis,
susp. Ensefalopati
uremicum
- IV line : Ringer
asetat10 tpm, Ringer
asetat drip catapres 2
amp10 tpm
- inj. Brainact 2x1
amp/hari
- Neurotam infus 12
gram/hari
- Clopidogrel 75 mg
1x1 tab
- Captopril 3x25 mg
Hari III
3/4/2011
Penurunan
kesadaran (+),
gelisah(+)munt
ah (-)
delirium
E1V2M5
TD : 180/120
mmHg
N : 80x/menit
RR : 28x/menit
T : 36,2 0 C
UT 24
jam=300cc
Oedem wajah
dan ekstrimitas
(+/+)
MMT : sukar
dievaluasi
Dx
klinis : hemiparese
sinistra
topis : hemisfer
dextra
etiologi
:SNH+Hidrosefalu
s+DM+HT+AKI
susp.
Urolithiasisis,
susp. Ensefalopati
uremicum
- IV line : Ringer
asetat10 tpm, Ringer
asetat drip catapres 2
amp10 tpm
- inj. Brainact 2x1
amp/hari
- Neurotam infus 12
gram/hari
- Clopidogrel 75 mg
1x1 tab
- Captopril 3x25 mg
Hari IV
4/4/2011
19.00
Penurunan
kesadaran (+),
gelisah(+)munt
ah (-)
Keluarga pasien
melaporkan
pasien tidak
gelisah seperti
biasanya
delirium
E1V2M5
TD : 180/120
mmHg
N : 88x/menit
RR : 36x/menit
T : 36,2 0 C
UT 16
jam=500cc
Oedem wajah
dan ekstrimitas
(+/+)
MMT : sukar
dievaluasi
TD: tidak
terukur, N:
tidak
teraba,apneu, Refleks cahaya
(-)/(-)
Pupil dilatasi
maximal
Dx
klinis : hemiparese
sinistra
topis : hemisfer
dextra
etiologi
:SNH+Hidrosefalu
s+DM+HT+AKI
susp.
Urolithiasisis,
susp. Ensefalopati
uremicum
pasien dinyatakan
meninggal oleh
dr.jaga
- IV line : Ringer
asetat10 tpm, Ringer
asetat drip catapres 2
amp10 tpm
- inj. Brainact 2x1
amp/hari
- Neurotam infus 12
gram/hari
- Clopidogrel 25 mg
1x1 tab
Tx PD:
- Diet rendah Protein :
0,6 gr/hari
- Asam folat 3x1
- Nabic 3x1
- Lasix 3x2 amp
- Infus ganti NaCl
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
3.1 Definisi Stroke
Kata stroke berasal dari bahasa inggris yang perarti “pukulan”. Stroke
merupakan kejadian tiba-tiba dari defisit neurologis oleh karena mekanisme vascular.
85% merupakan jenis iskemik, 15 % merupakan jenis perdarahan. 1
Definisi stroke
menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.
3.2 Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :2
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
- Berkurangnya untuk sementara waktu aliran darah otak < 24 jam
- Sembuh tanpa ada gejala sisa.
- Serangan ini sangat penting sebagai peringatan atau precursor infark
serebral.
2. Residual Ischemic Neurological Deficit (Rind)
- seperti TIA, tetapi > 24 jam
- sembuh sempurna dalam waktu 3 minggu
3. Completed Stroke
- defisit neurologi berat dan menetap
4. Progressive Stroke
- defisit neurologi fokal, terjadi bertahap dan mencapai puncaknya 24
– 48 jam (sistem carotis ) atau 96 jam ( sistem VB )
- penyembuhan tidak sempurna
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
3.3 Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya.
Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan
struktur otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan
sekitarnya. Peningkatan tekanan intracranial pada gilirannya akan menimbulkan
herniasi jaringan otak dan menekan batang otak.2
Etiologi dari Stroke Hemoragik :
1) Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke,
terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.3
Gejala klinis :
- Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan
dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis.
- Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan
dapat disertai kejang fokal / umum.
- Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan
bola mata menghilang dan deserebrasi
- Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.
2) Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.3
Gejala klinis :
- Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
- Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang.
- Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit
sampai beberapa jam.
- Dijumpai gejala-gejala rangsang meningeneal
- Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
- Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.2
3.4 Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik)
Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-
kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.2
Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher
dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang
terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik
sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan.
Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang
terkena.2
Secara klinis SNH terbagi menjadi7
1. Strok trombosis
- usia pertengahan / 50 th
- faktor resiko ( + ) , bisa pada usia muda
- mendadak ( istirahat / bangun tidur )
- kesadaran biasanya baik
- sakit kepala (-) , muntah (-)
- tekanan darah normal / sedikit meninggi
- defisit neurologi :
a. sistim karotis : hemiparese, paraestesi, disartria, monocular
blindnees
b. sistim VB : hemiparese, hipaestesia, alternan, tetraplegia,
vertigo, muntah, ataxia, disphagia, distonia, hemianopsia
homonim / bilateral.
2. Stroke Emboli
- usia dapat usia muda
- faktor resiko : penyakit katub jantung , MI, dsb.
- serangan sewaktu-waktu
- kesadaran sedikit menurun
- tekanan darah normal/sedikit menurun
- biasanya dengan bising jantung atau AF
- defisit neurologi fokal sama dengan stroke thrombosis
Gambar. Stroke Iskemik
Manifestasi Klinis Stroke
Gejala-gejala stroke dapat ditemukan sebagai berikut
o Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi
tubuh.
o Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
o Penglihatan ganda.
o Pusing.
o Bicara tidak jelas (rero).
o Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
o Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
o Pergerakan yang tidak biasa.
o Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
o Ketidakseimbangan dan terjatuh.
o Pingsan.
Secara spesifik, gejala stroke muncul berdasarkan daerah mana yang
mengalami kerusakan. Dapat dibagi dalam: 2
1. Sistem syaraf pusat
o Hemiplegi
o Numbness
o Sensoris menurun
2. Batang otak
o Gangguan penciuman, pengecapan, pendengaran, atau
penglihatan
o Ptosis
o Refleks menurun
o Penurunan sensasi dan kelemahan otot wajah
o Gangguan keseimbangan dan nistagmus
o Gangguan pernapasan dan denyut jantung
o Kelemahan otot sternocleidomastoid sehingga tidak dapat
menoleh ke satu sisi
o Lidah tidak dapat digerakkan dari satu sisi ke sisi yang lain
3. Kortek serebri
o Aphasia
o Apraxia
o Defek lapangan penglihatan
o Defisit memori
o Hemineglect
o Gangguan berpikir, bingung, hiperseksual
4. Serebellum
o Gangguan berjalan
o Vertigo
o Gangguan Keseimbangan
Gejala utama SNH akibat trombosis serebri ialah, timbulnya defisit
neurologik secara mendadak/sub akut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun, biasanya terjadi
pada usia lebih dari 50 tahun. Pada funsi lumbal, likuor serebrospinalis jernih,
tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Sedangkan SNH akibat emboli serebri
didapatkan pada usia yang lebih muda, mendadak dan pada waktu aktif. Sumber
emboli berasal dari berbagai tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang
terlepas. Kesadaran dapat menurun bila embolus cukup besar dan pemeriksaan likuor
serebrospinalis normal (Aliah dkk, 2007).
Patafisiologi Stroke Non Hemoragik
Strok non hemoragik sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik
dengan cara:
1 Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah
2 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
ateroma
3 Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
4 Menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek (Aliah dkk, 2007).
Diagnosa
Diagnosis stroke didasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis :
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.
Tanpa trauma kepala,
Adanya faktor risiko stroke.
Pemeriksaan fisik :
Ditemukan faktor risiko (hipertensi, kelainan jantung, dll) bising pada auskultasi
atau kelainan pembuluh darah lainnya.
Adanya defisit neurologik.
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit, LED), hitung Jenis dan bila perlu
gambaran darah.
Komponen kimia darah, gas, elektrolit
Doppler, EKG, Ekhokardiograf, dll.
CT scan untuk membedakan infark dengan perdarahan.
Angiografi serebral (karotis, atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang
jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas.
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitive dari CT scan dalam
mendeteksi infark serebri dni dan infark batang otak.
Pemeriksaan likuor serebrospinalis : serlngkall dapat membantu : membedakan
infark, perdorahan otak, baik PIS (perdarahan intraserebral) maupun PSA
(perdarahan subaraknoidal).
3.5 Penatalaksanaan
Terapi SNH dibedakan pada fase akut dan pasca fase akut.
1. Fase Akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang menderita jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah
menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu
dipelihara fungsi optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah darah dipertahankan
pada tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang tinggi tidak
diturunkan dengan derastis), bila gawat balans cairan, elektrolit, dan asam basa harus
terus dipantau.
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemik (ischemic penumbra), antara lain:
1 Anti-edema otak:
a. Gliserol 10% perinfus, 1gr/kgBB/hari dalam 6 jam
b. Kortikosteroid, yang banyak digunakan deksametason dengan bolus 10-
20mg i.v., diikuti 4-5 mg/6jam selama beberapa hari, lalu tapering off, dan
dihentikan setelah fase akut berlalu.
2 Anti-Agregasi trombosit
Asam asetil salisilat (ASA) seperti aspirin, aspilet dengan dosis rendah 80-300
mg/hari
3 Antikoagulansia, misalnya heparin
4 Lain-lain:
a Trombolisis (trombokinase) masih dalam uji coba
b Obat-obat baru dan Neuro Protectif: Citicoline, piracetam, nimodipine
(Aliah dkk, 2007; Harsono, 2008)).
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicar”, dan
psikoterapi.
Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke:
a Pengobatan hipertensi
b Mengobati diabetes melitus
c Menghindari rokok, obesitas, stres
d Berolahraga teratur (Aliah dkk, 2007).
3.6 Prognosa
1. Stroke hemorhagik (PIS dan PSA)
Sekitar 10% penderita PSA meninggal sebelum tiba di RS dan 40 %
meninggal tanpa sempat membaik sejak awitan. Tingkat mortalitas pada tahun
pertama sekitar 60%. Apabila tidak ada komplikasi pada 5 tahun pertama,
mortalitasnya sekitar 70%. Apabila tidak ada intervensi bedah, maka sekitar
30% penderita meninggal dalam 2 hari pertama, 50% dalam 2 minggu
pertama dan 60% dalam 2 bulan pertama2
2. Stroke non hemorhagik
Sebagian besar penderita pulih kembali, beberapa diantaranya pulih
secara sempurna. Sebagian lagi tetap mengalami defisit neurologis yang berat.
Kematian disebabkan oleh edema otak2.
B. GAGAL GINJAL AKUT
3.7 Definisi GGA
Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju
filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang
mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan kreatinin.
Peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dl dari nilai sebelumnya, penurunan CCT hitung
sampai 50% atau penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan kebutuhan akan
dialisis.
Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila
terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan
kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%.
The Acutr Dialysis Quality Initiations Group membuat RIFLE system yang
mengklasifikasikan GGA ke dalam tiga kategori menurut beratnya ( Risk Injury
Failure ) serta dua kategori akibat klinik ( Loss and End-stage renal disease). Pada
beberapa penyakit GGA tertentu diperlukan alat diagnostik yang canggih misalnya
immunohistochemistry(IHC) dan electronmicroscopic examination(EM) pada scrup
thypus di parenkim renal (3,6).
Tabel. Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group
Kriteria laju filtrasi glomerulus Kriteria jumlah urine
Risk
Injury
Failure
Loss
ESRD
Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali
Peningkatan serum kreatinin 2 kali
Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau
kreatinin 355 μmol/l
Gagal ginjal akut persisten, kerusakan total
fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu
Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan
< 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam
< 0,5 ml/kg/jam selama 12
jam
< 0,5 ml/kg/jam selama 24
jam
atau anuria selama 12 jam
3.8 Etiologi dan Klasifikasi Gagal Ginjal
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Pre-renal: akibat hipoperfusi ginjal (dehidrasi, perdarahan, penurunan curah
jantung, dan hipotensi oleh sebab lain)
2. Renal: akibat kerusakan akut parenkim ginjal (obat, zat kimia/toksin, iskemi
ginjal, penyakit glomerular)
3. Post-renal: akibat obstruksi akut traktus urinarius (batu saluran kemih,
hipertrofi prostat, keganasan ginekologis)
3.9 Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume
urine berkurang dalam bentuk anuria (produksi urin <100 ml/24 jam), oliguria
(produksi urin <400ml/ 24jam), poliuria (produksi urin >3.500 ml/24 jam) tetapi
kemampuan konsentrasi terganggu, dalam keadaan ini disebut high output renal
failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana BUN di atas 40 mmol/l, edema
paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan
manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor penyebabnya(1,14).
3.10 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GGA pre-renal, renal, dan
post-renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui saat
mulainya GGA serta faktor-faktor pencetus yang terjadi, tanyakan pula riwayat
penyakit dahulu. Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah status volume
pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, dan rectum, dan pemasangan kateter
untuk memonitor jumlah urine yang keluar selama pemberian terapi cairan.
Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin serum,
kalsium, fosfor, dan asam urat(1).
Pemeriksaan penunjang lain yang penting adalah pemeriksan USG ginjal
untuk menentukan ukuran ginjal dan untuk mengenali batu dan hidronefrosis, bila
perlu lakukan biopsy ginjal sebelum terapi akut dilakukan pada pasien dengan GGA
yang etiologinya tidak diketahui. Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan
vena) dilakukan jika diduga penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah.
Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI. Jika
pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka
dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya
pada nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada Angiografi,dengan menggunakan
medium kontras dapat menimbulkan komplikasi klinis yang ditandai dengan
peningkatan absolute konsentrasi kreatinin serum setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l)
atau dengan peningkatan relative setidaknya 25 % dari nilai dasar(1,16,17).
3.11 Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis
metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan
hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru,
yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal
seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan
sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena
asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti
jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun
akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap.
Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.
Komplikasi sistemik seperti (19): Jantung: Edema paru, aritmia dan efusi
pericardium, Gangguan elektrolit: Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis,
Neurologi: iritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,Gangguan kesadaran dan
kejang, Gastrointestinal: Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum, Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik, Infeksi: Pneumonia, septikemia, dan infeksi
nosokomial.
GGA berat yang berkepanjangan akan dapat berkembang menjadi sindrom
uremik.pasien tidak dapat mengeskresi produk limbah nitrogen dan cenderung
terkena syndrome uremik. Kecepatan dari perkembangan dan keparahan dari
komplikasi ini memperlihatkan derajat kerusakan ginjal dan keadaan katabolisme dari
pasien. ensefalopati uremik adalah gangguan otak organik. Keadaan ini berkembang
pada pasien dengan gagal ginjal kronis atau akut. Manifestasi sindrom ini bervariasi
dari gejala ringan (misalnya, keletihan, kelelahan) untuk gejala parah (misalnya,
kejang, koma). Keparahan dan perkembangan tergantung pada tingkat penurunan
fungsi ginjal, ensefalopati uremik memiliki patofisiologi yang kompleks, dan banyak
racun yang menumpuk pada gagal ginjal menjadi faktor kontributif pada keadaan ini,
berbagai racun uremik lainnya dapat menyebabkan ensefalopati uremik. Komplikasi
yang parah (misalnya, kejang, koma) dapat mengakibatkan kematian. Adanya
ensefalopati uremikum merupakan indikasi dilakukannya dialisis, sehingga
penatalaksanaan yang tepat pada ensefalopati dalam pengaturan fungsi ginjal
menurun sangat penting untuk mencegah morbiditas atau mortalitas.
3.12 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan
ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal
ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan
faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan pada pasien,
mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin,
mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi,
perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi,
dan pemberian obat sesuai dengan GFR.
Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan
berat badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan
kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan
diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan
dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang mengandung magnesium (laksatif dan
anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau
mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA, penderita
dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan
kalium(2,15).
Terapi khusus GGA
Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, Ensefalopati
uremikum, kelebihan volume, asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan
hipoinatremia.
GGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi
misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan
sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran
prostate(4).
Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut
Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler
Hiponatremia
Hiperkalemia
Asidosis metabolic
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Nutrisi
Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (< 1L/hari)
Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari infuse
larutan hipotonik.
Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari),
hindari diuretic hemat kalium
Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat
serum > 15 mmol/L, pH >7.2 )
Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat)
Kalsium karbonat; kalsium glukonat ( 10-20
ml larutan 10% )
Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari)
jika tidak dalam kondisi katabolic
Karbohidrat 100 g/hari
Nutrisi enteral atau parenteral, jika
perjalanan klinik lama atau katabolik
Indikasi hemodialisa pada gagal ginjal akut (1): GGT ( klirens kreatinin < 5
ml/m), GGA berkepanjangan ( > 5 hari), GGA dengan: keadaan umum yang burukm,
K serum > 6 mEq/L, BUN > 200 mg%, pH darah < 7,1, Fluid overload, Intoksikasi
obat yg gagal dg terapi konservatif
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien F, usia 49 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama
penurunan kesadaran. Penegakkan diagnosis pasien berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pasien memiliki beberapa faktor resiko stroke antara lain usianya yang sudah
tua, hipertensi, diabetes melitus yang tidak terkontrol, kurang aktivitas dan
hiperkolestrolemi, pasien juga riwayat batu ginjal sejak 3 tahun yang lalu. Gejala
yang dialami secara bertahap oleh pasien seperti kelemahan anggota gerak, mual,
muntah, bicara pelo, dan selanjutnya penurunan kesadaran dan semua ini mengarah
ke diagnosa stroke. Jika dihitung mengggunakan siriraj skor, maka nilai yang didapat
adalah -1, ini mengindikasikan adanya stroke jenis non hemoragik, tetapi jika
dikaitkan dengan gajah mada skor, adanya penurunan kesadaran mengindikasikan
adanya suatu perdarahan intraserebral.
Skor Gajah Mada
Siriraj Hospital Score6
pemeriksaan nervus cranialis pada pasien ini sukar dievaluasi, karena pasien
mengalami penurunan kesadaran pada tahap delirium, sehingga sukar dievaluasi
apakah pasien itu memiliki kelainan pada bagian motorik dan sensorik. Setelah
dilakukan CT scan ternyata didapatkan gambaran hipodense di hemisfer dextra
sinistra yang membuktikan bahwa pasien mengalami stroke iskemik.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa akhir
berupa penurunan kesadaran ec. SNH, DM + HT+ AKI susp. Urolithiasis +
Ensefalopati uremicum
Versi orisinal :
= (0.80 X kesadaran) + (0.66 X muntah) + (0.66 X sakit kepala) + (0.33
X tekanan darah diastolik - (0.99 X atheroma) - 3.71
Versi disederhanakan :
= (2.5 X kesadaran) + (2 X muntah) + (2 X sakit kepala) + (0.1 X tekanan
darah diastolik) - (3 X atheroma) -12
- Kesadaran : sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
- Muntah : tidak = 0; ya = 1
- Sakit kepala dalam 2 jam : tidak = 0; ya = 1
- Tanda-tanda ateroma : tidak ada = 0; 1 atau lebih tanda stemma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermiten) Tanda meningeal,
tanda Babinski, anamnesis hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit
jantung diberi skor 1
Skor > 1 perdarahan otak; skor < -1 infark otak :
Sensitivitas untuk perdarahan (skor> 1) : 89.3% (confidence interval 83.9 -
94.8%)
Sensitivitas untuk infark (skor < -1) : 93.2% (confidence interval 85.8 -
100.6%)
Ketepatan diagnostik : 90.3%
1. Anamnesa
KRITERIA
DIAGNOSA
PIS SAH TROMBOSIS EMBOLI PASIEN
Ny.F
UMUR > 40 th tak tentu 50 - 70 th semua umur
49 tahun
dpt 20 - 30 th
ONSET aktivitas Aktivitas bangun tidur tak tentu Bangun tidur
PERJALANAN cepat Cepat Bertahap Cepat Bertahap
GEJALA PENYERTA
Sakit kepala ++ +++ - - ??
Muntah ++ +++ - - ++
Vertigo - - + / - + / - ??
FAKTOR RESIKO
Hipertensi berat + / - + / - - +
Peny Jantung HHD - ASHD RhHD ?
Diabetes - - ++ - +
Dislipidemia - - ++ - +
Perokok + - + + -
KESADARAN ↓↓↓ / koma ↓↓ pelan N / ↓ N / ↓ ↓/delirium
KAKU KUDUK + /-D4 +++ - - -
KELUMPUHAN ↓↓↓ ↓↓ ↓↓ ↓↓ +
Hemiplegi hemiplegi +/- Hemiplegi Hemiplegi Hemiplegi
Kaki - tangan stl 3 - 5 hr tangan-kaki tangan-kaki tangan-kaki ?
AFASIA - - ++ / - ++ / - ?
LP DARAH + / - ++++ - - Tdk dilakukan
ARTHEROGRAFI Shift midline aneurisma + oklusi / stenosis Oklusi
Tdk dilakukan
CT SCAN Hiperdens ++ Normal/
hiperdens
Hipodens Hipodens
Hipodens
Intraserebral Ekstraserebral stl hr 4 – 7 stl hr 4 – 7
Dari anamnesa didapatkan juga bahwa pasien memiliki riwayat batu ginjal 3
tahun yang lalu, dan 2 minggu sebelum MRS keluarga pasien mengeluhkan BAK
pasien tidak normal, menjadi jarang dan berwarna merah.
2. Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
- Pemeriksaan fisik
K/L oedem wajah
Ekstermitas oedem ekstrimitas
atas dan bawah
Kesadaran : GCS 8(E1V2M5)
- Kepala : Pupil isokor, Reflek
cahaya +/+
- Nervus cranialis :
Sukar dievaluasi
- Leher : Kaku kuduk (-), Kernig
(-), Brudzinski (-)
- Ekstremitas : Kekuatan otot dan
sensorik tidak dapat dinilai
(pasien tidak sadar)
Refleks fisiologis
Ekstrimitas atas: (+/+)
Ekstrimitas bawah: (+/+)
Refleks Patologis
Ekstrimitas atas: (-/-)
Ekstrimitas bawah: (-/-)
Sensibilitas : tidak dapat dievaluasi
Oliguria (UT: < 400ml/24jam)
-
- Adanya defisit neurologis
- GGA: berkurangnya volume air
kemih dan air kemih berwarna
gelap karena mengandung darah.
anuria (produksi urin <100 ml/24
jam), oliguria (produksi urin
<400ml/ 24jam), poliuria
(produksi urin >3.500 ml/24 jam
- awalnya edema timbul sebagai
pembengkakan di wajah dan
kelopak mata, tetapi selanjutnya
lebih dominan di tungkai.
- gejala gastrointestinal seperti
muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi atau diare
- salah satu komplikasi GGA
adalah
ensefalopati uremik gangguan
otak organik. ]Manifestasnya
bervariasi: ringan (keletihan,
kelelahan) parah (misalnya,
kejang, koma).
3. Pemeriksaan Penunjang
Kimia darah
- GDS: 153 mg/l, GDP: 193 mg/dl
- Ureum: 138,6, Creatinin: 4,7 mg/dl
- Protein Total: 5,7 mg/dl, Albumin: 2,6 g/dl, Globulin: 3,1g/dl Cholesterol:
260 mg/dl
Urinalisa: Keton: +1, warna: merah, kejernihan: keruh, protein: +3, eritrosit:
penuh
CT scan: menunjukkan gambaran stroke non hemorhagik ditandai dengan adanya
area hipodens (infark) di hemisfer dextra dan sinistra.
4. Penatalaksanaan
Nonfarmakologis
1. Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
Memperbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Pemberian bantuan ventilasi pada pasien
dengan penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan gangguan
jalan nafas.
Pemberian suplai oksigen pada pasien hipoksia
2. Stabilisasi hemodinamik
Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena
Optimalisasi tekanan darah, bila TD sistolik < 120 mmHg dan cairan
cukup, dapat diberikan obat vasopressor seperti dopamin
Farmakologis
1. RL 10 tetes/menit untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien dan stabilisasi
hemodinamik.
2. Brainact®,
Citicolin inj 2 x 250 mg memperbaiki outcome fungsional dan
mengurangi defisit neurologis merupakan neuroprotektan untuk mencegah early
ischemic injury, mekanisme kerja citicolin adalah meningkatkan pembentukan
kolin dan menghambat kerusakan fosfatidilkolin (menghambat fosfolipase),
vasodilator perifer dan aktivator serebral, indikasi: gangguan kesadaran yang
menyertai kerusakan/cedera serebral, trauma serebral, operasi otak, dan infark
serebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegi.
dengan dosis optimal 500mg/hari yang diberikan dalam 24 jam setelah onset.
(dosis adekuat citicholin 250-1000 mg/hari IV terbagi dalam 2-3 kali/hari selama
2-14 hari.
3. Piracetam infus 12 gr/hari Nootropik dan neurotonik, Indikasi piracetam: stroke
iskemik akut dalam 7 jam pertama dari onset stroke, memperbaiki neurotransmisi,
memperbaiki fluiditas membran sel, meningkatkan aliran darah otak. dosis adekuat
piracetam infus 1x12 gram dalam 20 menit, dilanjutkan 3 g bolus IV per 6 jam
atau 12 g/24 jam dengan drip kontinyu sampai dengan hari ke 4. Hari ke 5 sampai
dengan akhir minggu ke 4 diberikan 3x4,8 g PO. Minggu ke 5-a2 diberi 2x2,4 g
PO2
).
4. Clopidogrel 75 mg 1x1 tab Anti-Agregasi trombosit, mencegah dan
mengurangi terbentuknya thrombus
5. catapres®
(clonidin hydrochloride) OAH untuk mencegah resiko perdarahan
otak yang dapat memperburuk kondisi pasien
(dosis adekuat clonidin
hydrochloride: 0,2 µg.kgBB/menit IV infus, tidak boleh melebihi
0,5µg.kgBB/menit, maksimum 0,15 mg per infus. Jika diperlukan dapat diberikan
1 ampul 4 kali/hari6).
6. Pemberian captopril merupakan Obat anti Hipertensi golongan ACE inhibitor,
berfungsi menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi (dosis adekuat 12,5-
25 mg 2 kali/hari dapat ditingkatkan sampai 50 mg 2 kali/hari6). Pada hari ke 2,
tekanan darah pasien 220/130 mmHg sehingga diberikan terapi tambahan
captopril.
7. Furosemide inj 3 x II ampul, pemberian diuretik bertujuan untuk mengurangi
kondisi edema yang dialami pasien.
8. Natrium bikarbonat ( upayakan bikarbonat serum > 15 mmol/L, pH >7.2 ) digunakan
untuk pengobatan asidosis metabolik
9. Batasi asupan protein (0,8-1 g/kgBB/hari) pada pasien GGA
Pada pasien dilakukan pemasangan kateter dengan baik dan urin keluar pada
bag urine diperkirakan < 400cc/ 24 jam, ini menunjukkan pasien mengalami oliguria.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemasangan NGT maupun oropharyngeal airway.
Pasien dengan penurunan kesadaran merupakan indikasi untuk dirawat di
Intensive Care Unit agar dapat dilakukan penanganan secara holistik dan intensif,
namun oleh karena keterbatasan tempat, pasien dimasukkan di ruangan.
Prognosis pasien menjadi lebih buruk karena pasien mengalami gagal ginjal
akut, pasien ini memiliki riwayat batu ginjal sejak 3 tahun yang lalu, dari bagian
penyakit dalam pasien ini didiagnosa AKI ec susp. Urolithiasis, hal ini ditandai
dengan adanya, Edema ditemukan di seluruh tubuh, baik itu periorbita, lengan, perut
(minimal), dan kedua tungkai (dari kaki sampai ke paha), berkurangnya volume air
kemih dan air kemih berwarna merah karena mengandung darah. salah satu
komplikasi dari gagal ginjal akut ini adalah Encephalopati uremicum. ensefalopati
uremik gangguan otak organik. Manifestasnya bervariasi: ringan (keletihan,
kelelahan) parah (misalnya, kejang, koma). Meninggalnya pasien ini kemungkinan
disebabkan oleh: Encephalopati uremicum.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada pasien ini maka diagnosa pada pasien ini adalah penurunan
kesadaran ec. SNH, DM + HT+ AKI susp. Urolithiasis + Ensefalopati uremicum
2. Pada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan tambahan lengkap yang membantu
melihat perkembangan penyakit.
3. Penatalaksanaan yang didapatkan pada pasien ini memenuhi standar terapi yang
sesuai dengan literatur, hanya saja ada beberapa penatalaksanaan yang belum
sempat dilaksanakan karena pasien meninggal.
DAFTAR PUSTAKA
Aliah, A., Kuswara, F. F., Limoa, R. A., & Wuysang, G. 2007. Gambaran Umum
Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). Dalam Harsono, Kapita
Selekta Neurologi (hal. 81-102). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
American Heart Association. Stroke. Online: (http://www.americanheart.org/, diakses
10 April 2010. Last modified 29 September 2007).
Anonymous. Know Stroke. Know the Signs. Act in Time. Online:
(http://www.ninds.nih.gov/, diakses 10 April 2010. Last modified 11
September 2007).
Eliawati, Hadibrata. Stroke. Kuliah Ilmu Penyakit Syaraf. Laboratorium Ilmu
Penyakit Syaraf PSKU. Samarinda. 2005.
FDA. Stroke. Online: (http://www.fda.gov/, diakses 10 April 2010. Last modified
Agustus 2005.
Free encyclopedia. Stroke. Online: (http://www.en.wikipedia.org/, diakses 20 10
April 2010. Last modified 19 September 2007).
Gilroy, John. Basic Neurology 3rd
edition. McGraw-Hill. USA. 2000. Hal 231-253.
Harborview Medical Centre. Stroke Definition and Term. Online:
(http://www.uwmedcine.org/, diakses 10 April 2010. Last modified 20
October 2006).
Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf
Indonesia bekerja sama dengan Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
2005. Hal 59-83.
Leduc, Marc. Stroke Prevention. Online: (http://www.healingdaily.com/, diakses 10
April 2010. Last modified 2002).
Misbach, Jusuf dan Kalim, Harmani. Stroke Mengancam Usia Produktif. Online:
(http://www.medicastore.com/stroke/, diakses 10 April 2010. Last modified
2006). .
Misbach, Jusuf dkk. Guideline Stroke 2004. PERDOSSI. Jakarta. 2004.
Siregar, Anggiat. Stroke, Bagaimana Mengenal dan Mencegahnya. Online:
(http://www.perdossi.or,id/, diakses tanggal 10 April 2010. Last modified
2007).