11 kajian teori dan hipotesis -...
TRANSCRIPT
11
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Anggaran Sektor Publik
Untuk melaksanakan hak dan kewajibannya serta untuk melaksanakan
tugas yang dibebaankan oleh rakyat, pemerintah harus mempunyai suatu rencana
yang matang untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan. Rencana-rencana
tersebut disusun secara matang yang nantinya dipakai sebagai pedoman dalam
setiap langkah pelaksanaan tugas Negara. Oleh karena itu, maka rencana- rencana
pemerintah untuk melaksanakan keuangan Negara/daerah perlu dibuat rencana
dan dituangkan dalam bentuk anggaran (Halim, 2007: 142).
Lebih lanjut Halim (2007: 142) menjelaskan pengertian anggaran
berdasarkan profesi. Bagi seorang akuntan anggaran dipandang sebagai sebuah
cara untuk menelusuri keuangan pemerintah, karena dari uraian yang terdapat
dalam anggaran terlihat secara jelas penggunaan dari uang Negara sehingga dapat
ditelusuri apa saja dan berapa banyak barang-barang yang dimiliki Negara
sebagai kekayaan Negara, akibat adanya investasi pemerintah dalam anggaran
Negara. Sedangkan bagi ahli ekonomi anggaran adalah suatu alat untuk
memperlancar atau menghambat terhadap produksi barang dan jasa. Menurut
pandangan ahli ekonomi bahwa peranan anggaran sangat menentukan bagi
berkembangnya suatu organisasi perusahaan, yang berarti dapat meningkatkan
keuntungan bagi pemiliknya. Lain halnya menurut ilmu administrasi Negara,
11
12
anggaran Negara merupakan cara pengelolaan sumber-sumber pendapatan Negara
untuk membiayai program-program Negara, berbeda dari sudut pandang ahli
ekonomi yang berorientasi dengan keuntungan, para administrasi negara
memandang bahwa dengan anggaran maka program-program pemerintah akan
berjalan, demikian pula besar kecilnya anggaran mempengaruhi keberhasilan
program-program pemerintah.
Mahsun dkk (2006: 81) menjelaskan anggaran merupakan pernyataan
mengenai estimasi kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode
tertentu yang dinyatakan dalam ukuran moneter. Dalam organisasi sektor publik
anggaran merupakan instrument akuntabilitas atas pengelolaan dana public dan
pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Penganggaran
dalam organisasi sektor public merupakan aktivitas yang penting karena berkaitan
dengan proses penentuan alokasi dan untuk setiap program maupun aktivitas.
Penganggaran merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan suatu
anggaran (Mardiasmo, 2004: 61). Dalam penyusunan anggaran diperlukan
komunikasi antara atasan dan bawahan untuk saling memberikan informasi
terutama yang bersifat informasi lokal karena bawahan lebih mengetahui kondisi
langsung pada bagiannya. Bagi organisasi yang besar dan telah matang (mature)
dengan tingkat operasional yang relatif stabil dalam jangka panjang, anggaran
merupakan dokumen formal yang sangat terperinci. Lebih jelas lagi Munandar
(2001) dalam Lubis (2009), mengungkapkan pengertian anggaran adalah “Suatu
rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan, yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk
13
jangka waktu (periode) tertentu yang akan datang. Anggaran adalah suatu rencana
kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter
standar dan satuan yang lain, yang mencakup jangka waktu satu tahun (Mursyidi,
2009: 14).
2.1.2 Anggaran Berbasis Kinerja
2.1.2.1 Pengertian anggaran Berbasis Kinerja
Sebelum berlakunya sistem anggaran berbasis kinerja, metode
penganggaran yang digunakan adalah metoda tradisional atau item line budget.
Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan
yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih
dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem pertanggung
jawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan
secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan
dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun jika
anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal.
Dalam perkembangannya, muncullah sistematika anggaran kinerja yang diartikan
sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan dengan
hasil dari pelayanan.( http://www.anggaran.depkeu.go.id).
Anggaran berbasis kinerja adalah merupakan metode penganggaran bagi
manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-
kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut (Halim, 2007: 177). Ulum (2009)
mengemukakan bahwa anggaran berbasis kinerja pada dasarnya merupakan
14
sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja
sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Anggaran kinerja
didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh sebab itu anggaran digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Anggaran kinerja adalah sistem anggaran
yang mengutamakan kepada upaya penciptaan hasil kinerja atau output dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan (Mardiasmo, 2004: 84).
Deputi IV BPKP (2005) mendefinisikan anggaran berbasis kinerja sebagai
berikut: Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi
manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-
kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan
dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu
dicapai, dituangkan dalam program, diikuti dengan pembiayaan pada setiap
tingkat pencapaian tujuan.
Kusnadi (2002:44) dalam Setya (2010) menyatakan bahwa dalam
anggaran berbasis kinerja orientasi tidak semata-mata pada objek pengeluaran
akan tetapi sudah mengarah pada berbagai rencana kegiatan, proyek apa yang
hendak digarap, apa saja yang harus dilakukan, serta berapa jumlah dana yang
diperlukan, dan bagaimana pula cara mengalokasikan dana agar dana yang
ditetapkan dapat dipakai secara efektif dan efisien. Bastian (2006) performance
budgeting adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada “output” organisasi
yang berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi.
Performance budgeting (anggaran yang berorientasi pada kinerja)
15
mengalokasikan sumber daya pada program, bukan pada unit organisasi semata
dan memakai output measurement (hasil pengukuran) sebagai indikator kinerja
organisasi.
Bappenas (2008) menjelaskan bahwa pengertian anggaran berbasis kinerja
(performance Based Budgeting) adalah penyusunan anggaran yang didasarkan
atas perencanaan kinerja, yang terdiri dari program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan serta indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran
(budget entity). Dengan kata lain anggaran harus memuat keterangan tentang
sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang
diharapkan dan perkiraan biaya suatu komponen kegiatan yang bersangkutan,
serta persentase dari jumlah pendapatan yang membiayai belanja administrasi
umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/pembangunan.
Syarat anggaran berbasis kinerja sebagai berikut:
1. Kejelasan sasaran strategis,
2. Pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja (specific, measurable,
attainable or achievable, result oriented, and timebound : SMART)
3. Keterkaitan yang jelas antara sasaran strategis dan indikator kinerja.
4. Kejelasan akuntabilitas kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja yang lebih
menekankan pada outcome.
5. Perlu perencanaan lebih awal guna mencapai consensus,
6. Leadership untuk mempromosikan perubahan, dan
7. Kehati-hatian dalam implementasi.
16
Kondisi yang diperlukan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah
orientasi yang sama pada hasil, penerapan rencana kerja tahunan, pengembangan
indikator kinerja, dan sistem pengumpulan data. Fungsi anggaran yaitu sebagai
alat alokasi sumber daya publik, alat distribusi, dan stabilisasi, maka akuntansi
manajemen merupakan alat yang vital untuk proses pengalokasian dan
mendistribusikan sumber dana publik secara efektif, efisien, ekonomis, adil, dan
merata. (Mardiasmo,2004: 84).
2.1.2.2 Proses Penganggaran Anggaran Berbasis Kinerja
Menurut Akhmad Solikin (2006) dalam Setya (2010)
mengimplementasikan anggaran berbasis kinerja harus melibatkan empat tahap
yaitu :
1. Tahap persiapan
2. Tahap Ratifikasi (penetapan)
3. Tahap Implementasi
4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi
Berkaitan dengan proses penyusunan, anggaran pendapatan akan disusun
oleh unit kerja berdasarkan pada sasaran, target dan biaya yang rasional obyektif
serta sesuai dengan jenis dan fungsi alokasinya. Sasaran dan target merupakan
tolak ukur keberhasilan kinerja harus dipertanggungjawabkan kepada publik.
Besarnya biaya dan alokasi belanja untuk menilai apakah sasaran dan target dapat
dicapai secara optimal atau tidak. Dalam pengalokasian anggaran, apakah belanja
tersebut manfaatnya lebih banyak diterima oleh aparatur pemerintah atau oleh
17
masyarakat, dan apakah alokasi tersebut ditujukan untuk administrasi umum
ataukah untuk belanja modal.
Semua kegiatan penyusunan rencana anggaran menjadi tanggung jawab
unit kerja, yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk rencana anggaran satuan
kerja (RASK). Berkaitan dengan pertanggungjawaban publik, APBD tersebut
secara etis harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan secara legal
kepada stakeholder.
Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun orientasi output.
Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset
kita harus focus pada “apa yang ingin dicapai” Jika fokus ke “Output”, berarti
pemikiran tentang’ “tujuan” kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah kita
menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan
sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Dengan
membangun suatu system penganggaran yang dapat memudahkan perencanaan
kinerja dengan anggaran tahunan akan terlibat adanya keterkaitan antara dana
yang tersedia dengan hasil yang diharapkan.
Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus
disusun perencanaan strategic (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan secara
obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada. Agar system dapat berjalan
dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang sangat menentukan yaitu standar
harga, tolak ukur kinerja dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pengukuran kinerja (tolak ukur) yang
digunakan utnuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
18
kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang ditetapkan
dalam mewujudkan visi dan misi suatu organisasi.
Menurut Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasisi Kinerja (Deputi IV
BPKP), kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan
implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu :
1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.
2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.
3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut
(uang,waktu dan orang).
4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.
5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.
Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian dan pengungkapan masalah
implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan kualitas
kinerja, baik dari sisi efisiensi dan efektifitas dari suatu program/kegiatan. Cara
pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil terhadap
target (dari sisi efektivitas) dan realisasi terhadap pemanfaatan sumber daya
(dilihat dari sisi efisiensi). Hasil dari evaluasi kinerja merupakan umpan balik
(feed back) bagi suatu organisasi untuk memperbaiki kinerjanya.
Kurniawan (2011) yang dikutip dari Mahmudi (2010) mengatakan bahwa
proses perencanaan dan pengendalian anggaran berbasis kinerja didahului dengan
tujuan (objective) oleh manajemen puncak dan penetapan strategi untuk
mencapainya. Tujuan merupakan hasil yang diinginkan untuk mencapai
sedangkan strategi adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun proses
19
penganggaran berbasis kinerja (pelaporan keuangan daerah) menurut Mahmudi
(2010) dalam Kurniawan (2011) terdiri dari beberapa tahap, yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Perumusan Strategi
Tahap perumusan strategi merupakan tahap penting dalam proses
pengendalian organisasi, karena kesalahan dalam merumuskan strategi akan
berakibat kesalahan arah organisasi. Penentuan arah dan tujuan dasar
organisasi merupakan bentuk perumusan strategi. Dalam perumusan strategi,
organisasi merumuskan misi, visi, dan tujuan organisasi. Perumusan strategi
merupakan kegiatan untuk merancang atau menciptakan masa depan (creating
the future). Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan
pada akhir periode perencanaan. Visi berkaitan dengan pandangan ke depan
menyangkut kemna instansi pemerintah harus dibawa dan di arahkan agar
dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, antisipatif, inovatif, serta
produkif. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan
dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Misi adalah sesuatu yang harus diemban
atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah, sebagai penjabaran visi yang
telah ditetapkan. Dengan pernyataan misi diharapkan seleruh anggota
organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal
keberadaan dan peran instansi pemerintah dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara.
20
2. Perencanaan Strategik
Perencanaan strategik adalah proses penentan program-program, aktivitas,
atau proyek yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi dan penentuan
jumlah alokasi sumber daya yang akan dibutuhkan. Perbedaan dengan
perumusan strategi adalah perumusan strategi merupakan proses untuk
menentukan strategi, sedangkan perencanaan strategik adalah proses
menentukan bagaimana mengimplementasikan strategi tersebut. Hasil dari
perencanaan srategik berupa rencana-rencana strategik (strategic plan).
Perencanaan strategik merupakan proses yang sistematik yang memiliki
prosedur dan skedul yang jelas. Organisasai yang tidak memiliki atau tidak
melakukan perencanaan strategik akan mengalami masalah dalam
penganggaran, misalnya terjadi beban kerja anggaran (budget workload) yang
terlalu berat, alokasi sumberdaya yang tidak tepat sasaran, dan dilakukannya
pilihan strategi yang salah.
3. Penyusunan Program
Tahap pembuatan program merupakan tahap yang dilakukan setelah
perencanaan strategik. Rencana-rencana strategik, sasaran-sasaran strategik,
dan insentif strategik merupakan konseptual yang harus dijabarkan dalam
bentuk program-program. Program merupakan rencana kegiatan dan aktivitas
yang dipilih untuk mewujudkan sasaran strategik tertentu beserta sumberdaya
yang dibutuhkan untuk melaksanakannya.
21
4. Penganggaran
Program-program yang telah ditetapkan harus dikaitkan dengan biaya. Biaya
program tersebut merupakan gabungan dari biaya aktivitas untuk
melaksanakan program. Secara seluruh program tersebut akan diringkas dalam
bentuk anggaran. Secara agregatif biaya seluruh program tersebut akan
diringkas dalam bentuk anggaran. Selain anggaran biaya, juga dibuat anggaran
pendapatan dan anggaran investasi (modal) untuk pelaksanaan program.
5. Implementasi.
Selama tahap implementasi, pimpinan instansi bertanggungjawab untuk
memonitor pelaksanaan kegiatan dan bagian akuntansi melakukan pencatatan
atas penggunaan anggaran (input) dan output-nya dalam sistem akuntansi
keuangan. Pimpinan instansi dalam hal ini bertanggung jawab untuk
menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan
dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan dapat
diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem
akuntansi yang baik meliputi pula dibuatnya pengendalian intern yang
memadai.
6. Pelaporan Kinerja
Pada tahap implementasi, bagian akuntansi melakukan proses pencatatan,
penganalisaan, pengklasifikasian, peringkasan, dan pelaporan transaksi atau
kejadian ekonomi berkaitan dengan keuangan. Informasi akuntansi tersebut
akan disajikan dalam bentuk laporan keuangan, yang merupakan salah satu
bentuk pelaporan kinerja sektor publik, terutama kinerja finansial. Pelaporan
22
kinerja keuangan yang dihasilkan dari sistem informasi akuntansi harus
dilengkapi dengan informasi mengenai kinerja non-keuangan.
7. Evaluasi Kinerja
Pelaporan kinerja organisasi harus memiliki dua manfaat utama yaitu bagi
pihak internal dan eksternal. Bagi pihak internal, laporan kinerja digunakan
sebagai alat pengendalian manajemen untuk menilai kinerja manajer dan staf.
Laporan kinerja, bagi manajer memungkinkan untuk membandingkan antara
input dan output yang direncanakan dengan realisasinya. Bagi pihak eksternal,
laporan kinerja berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban organisasi.
Laporan kinerja, bagi pemimpin instansi memungkinkan untuk
membandingkan antara input dan output yang direncanakan dengan
realisasinya. Jika terdapat penyimpangan yang signifikan, pimpinan instansi
dapat melakukan tindakan koreksi sebagai umpan balik.
8. Umpan Balik
Tahap terakhir setelah evaluasi kinerja adalah pemberian umpan balik
(feedback). Tahap ini dilakukan sebagai sarana untuk melakukan tindak lanjut
(follow up) atas prestasi yang dicapai. Apabila berdasarkan penilaian kinerja
dinyatakan organisasi belum berhasil mencapai misi, visi, dan tujuan
organisasi yang ditetapkan, maka kemungkinan perlu dilakukan penetapan
ulang atas perumusan strategi organisasi.
23
2.1.3 Kinerja Keuangan
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi orhanisasi yang tertuang dalam stragic planning suatu
organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat
keberhasilan individu maupun kelompok individu, (Mahsun, 2006: 145)
Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003) Kinerja adalah gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisas. menurut Mulyadi (2001),
ukuran kinerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu Ukuran kinerja keuangan dan
ukuran kinerja non-keuangan. Kinerja keuangan biasanya diukur berdasarkan
pada anggaran yang telah dibuat, yaitu dengan menganalisis varians (selisih atau
perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Sedangkan kinerja
non-keuangan dapat dilihat dari kualitas pelayanan, kedisiplinan, kepuasan
pelanggan dan sebagainya. Mulyadi (2001) mengungkapkan bahwa pengukuran
kinerja keuangan merupakan penentuan secara periodik efektivitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran,
standar, dan kriteria sebelumnya.
Akhmad Solikin (2006) menyatakan bahwa kinerja keuangan yaitu kinerja
kegiatan operasional yang berdimensi keuangan. Berdasarkan definisi-definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan adalah ukuran keberhasilan suatu
organisasi mencapai target-target yang telah ditetapkan dalam anggarannya guna
mewujudkan visi dan misi perusahaan. Anggaran dan laporan keuangan
24
merupakan sumber informasi dalam menilai kinerja keuangan suatu organisasi.
Dalam mengukur kinerja keuangan, Weston (2007) dalam Setya (2009)
mengklasifikasikan ukuran kinerja keuangan kedalam tiga kelompok yaitu: (1)
ukuran kinerja, (2) ukuran efisiensi operasi, (3) ukuran kebijakan keuangan.
Ukuran-ukuran kinerja mencerminkan keputusan-keputusan strategis, operasi, dan
pembiayaan. Ukuran efisiensi operasi mencerminkan pengelolaan penggunaan
berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya.
Sedangkan ukuran keuangan mengukur kemampuan organisasi dalam memenuhi
kewajibannya dan mengukur sebatas mana total aktiva dibiayai oleh modal sendiri
dibandingkan dengan pembiayaan oleh kreditor.
Kinerja keuangan instansi pemerintah harus dinilai dari sisi output, input,
dan outcome secara bersama-sama. Agar dalam menilai kinerja keuangan instansi
pemerintah dapat dilakukan secara objektif, maka diperlukan indikator kinerja.
Menurut Mardiasmo (2002:127) “Value for money merupakan inti pengukuran
kinerja keuangan pada instansi pemerintah. Kinerja keuangan instansi pemerintah
harus dinilai dari sisi output, input, dan outcome secara bersama-sama.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik suatu pemahaman
bahwa penggunaan indikator kinerja keuangan sangat penting untuk mengetahui
apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif,
karena indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe
pelayanan yang dihasilkan (Mardiasmo, 2002: 125).
Sehubungan dengan pengukuran kinerja tersebut menurut Mardiasmo
(2002: 130), bahwa pengembangan indikator kinerja keuangan sebaiknya
25
memusatkan perhatian pada pelaksanaan konsep Value for money yang didasarkan
pada tiga elemen utama, yaitu: Ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan
alokasi sumber daya, Efisien (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya
dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan, serta
Efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran.
Menurut Mardiasmo (2002: 131), ekonomi adalah hubungan antara pasar
dan masukan (cost of input). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian
barang dan jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang
dimungkinkan (spending less). Pengertian ekonomi (hemat / tepat guna) sering
disebut kehematan yang mencakup juga pengelolaan secara hati-hati atau cermat
(prudency) dan tidak ada pemborosan. Suatu kegiatan operasional dikatakan
ekonomis bila dapat menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu.
Dengan demikian, pada hakekatnya ada pengertian yang sama antara efisiensi
dengan ekonomi, karena kedua-duanya menghendaki penghapusan atau
penurunan biaya (cost reduction). Terjadinya peningkatan biaya mestinya terkait
dengan peningkatan manfaat yang lebih besar.
Efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input
tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu.
Efisiensi merupakan perbandingan output / input yang dikaitkan dengan standar
kinerja atau target yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2002: 133),.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan
antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output).
Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau
26
hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang
serendah-rendahnya (spending well). Efisiensi diukur dengan menggunakan ratio
efisiensi yaitu antara output dengan input, semakin besar output dibanding input
maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
Sedangkan efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan
target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan
outcome dengan output, yaitu yang diukur dengan menggunakan ratio efektivitas.
Pada dasarnya pengertian efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan atau
target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran
dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan
efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan
(spending wisely), Mardiasmo (2002: 134).
Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak
(outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program.
Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau
sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi.
Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan
tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih
besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan.
Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2002: 134).
27
2.1.4 Keterkaitan antara anggaran berbasis kinerja dengan kinerja
keuangan pemerintah daerah
Anggaran berbasis kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja, oleh
karena itu anggaran berbasis kinerja digunakan sebagai alat pencapaian tujuan dan
pengendalian yang didasarkan pada efektivitas anggaran. Dengan anggaran
berbasis kinerja akan terlihat hubungan yang jelas antara input, output dan
outcome yang akan mendukung terciptanya sistem pemerintahan yang baik.
Dengan pendekatan kinerja akan terwujud tanggungjawab (akuntability) dan
keterbukaan (transparancy) dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat.
Halim (2007) mengatakan penganggaran berbasis kinerja merupakan
metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang
dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan
termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan
hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Dengan kata
lain, Halim (2007) mengatakan intergritas dari rencana kerja tahunan (Renja
SKPD) yang merupakan rencana operasional dari renstra dan anggaran tahunan
merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja. Mardiasmo (2002)
menjelaskan anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada
konsep ekonomis, efisien, efektif, dan pengawasan atas kinerja output, dan
mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta
pendekatan yang sistematis dan rasional dalam proses pengambilan keputusan.
Senada dengan pernyataan diatas, Kusnadi (2002:44) menyatakan bahwa
dalam anggaran berbasis kinerja orientasi tidak semata-mata pada objek
28
pengeluaran akan tetapi sudah mengarah pada berbagai rencana kegiatan, proyek
apa yang hendak digarap, apa saja yang harus dilakukan, serta berapa jumlah dana
yang diperlukan, dan bagaimana pula cara mengalokasikan dana agar dana yang
ditetapkan dapat dipakai secara efektif dan efisien. Anggaran berbasis kinerja
pada dasarnya merupakan sistem penganggaran yang mengkaitkan kinerja dengan
alokasi anggaran, yang terdiri dari berbagai indikator dan mekanisme kegiatan
pengelolaan keuangan publik yang mencakup kegiatan penyusunan anggaran
berdasarkan klasifikasi aktivitas dan ukuran kinerja.
2.2 Penelitian Terdahulu
Adapun Penelitian terdahulu yang menjadi acuan penulis dapat dilihat dari
tabel di bawah ini:
Tabel 2: Mapping Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Variabel Penelitan Hasil penelitian 1. Julianto
(2009) Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi.
Anggaran Berbasis Kinerja dan Kinerja SKPD
Ada pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja SKPD di Pemko Tebing Tinggi.
2 Putra (2010)
Pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
penerapan anggaran berbasis kinerja, sistem informasi pengelolaan keuangan daerah dan kinerja SKPD
Penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik secara simultan maupun secara parsial penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
3 Lubis (2009)
Analisis pengaruh pemberlakuan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten Deli Serdang
Pemberlakuan anggaran berbasis kinerja, kinerja keuangan pemda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemberlakuan Anggaran Berbasis Kinerja berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang
4 Agustini (2009)
Pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian pada dinas pendidikan kabupaten sukabumi
Anggaran Berbasis Kinerja dan efektivitas pengendalian
Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah dapat diterapkan dengan baik dan efektivitas pengendalian pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah berjalan baik serta dapat disimpulkan bahwa anngaran berbasis kinerja berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pengendalian
29
5 Kurniawan, Kiki. 2011
Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Daerah Di Wilayah Iv Priangan. Skripsi UPI.
Penganggaran Berbasis Kinerja dan Akuntabilitas Kinerja
Hasil penelitian menunjukan bahwa penganggaran berbasis kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dengan persamaan regresi Y= 4,945 + 0,697X. Kata Kunci: Penganggaran berbasis kinerja, akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
2.3 Kerangka pemikiran
Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini
menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam
pengelolaan pemerintahan termasuk peningkatan kinerja dibidang pengelolaan
keuangan negara. Pada organisasi pemerintahan, pengukuran kinerja keuangan
sangat penting untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah, memperbaiki
pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, serta untuk memfasilitasi
terwujudnya akuntabilitas publik oleh organisasi dalam menghasilkan pelayanan
publik yang lebih baik.
Seiring dengan adanya reformasi pengelolaan sektor publik yang ditandai
dengan munculnya era New Public Management (NPM), telah mendorong adanya
usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam
penganggaran sektor publik. Penganggaran berbasis kinerja merupakan suatu
pendekatan dalam penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau
prestasi kerja yang ingin dicapai. Penganggaran berbasis kinerja dapat dikatakan
merupakan hal baru karena pusat perhatian diarahkan pada outcome dan mencoba
untuk menghubungkan alokasi sumber daya secara eksplisit dengan outcome
yang ingin dicapai.
30
Anggaran kinerja menghubungkan pengeluaran dengan hasil. Anggaran
berbasis kinerja mengalokasikan sumber daya didasarkan pada pencapaian
outcome yang dapat diukur secara spesifik. Outcome didefinisikan melalui proses
perencanaan strategis yang mempertimbangkan isu kritis yang dihadapi lembaga,
kapabilitas lembaga, dan masukan dari stakeholder.
Mardiasmo (2002) Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat
menekankan pada konsep ekonomis, efisien, efektif, dan pengawasan atas kinerja
output, dan mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan
serta pendekatan yang sistematis dan rasional dalam proses pengambilan
keputusan. Senada dengan pernyataan diatas, Kusnadi (2002:44) dalam
Kurniawan (2010) menyatakan bahwa dalam anggaran berbasis kinerja orientasi
tidak semata-mata pada objek pengeluaran akan tetapi sudah mengarah pada
berbagai rencana kegiatan, proyek apa yang hendak digarap, apa saja yang harus
dilakukan, serta berapa jumlah dana yang diperlukan, dan bagaimana pula cara
mengalokasikan dana agar dana yang ditetapkan dapat dipakai secara efektif dan
efisien.
Anggaran berbasis kinerja pada dasarnya merupakan sistem penganggaran
yang mengkaitkan kinerja dengan alokasi anggaran, yang terdiri dari berbagai
indikator dan mekanisme kegiatan pengelolaan keuangan publik yang mencakup
kegiatan penyusunan anggaran berdasarkan klasifikasi aktivitas dan ukuran
kinerja. Dengan memperhatikan klasifikasi aktivitas dari berbagai unit operasi
yang melakukan fungsi atau tanggung jawab bersama, dan memperhatikan ukuran
kinerja, selain mendorong organisasi sektor publik untuk menggunakan dana
31
secara ekonomis, juga dituntut untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan
secara efisien dan efektif, atau dengan kata lain dapat mendorong tercapainya
kinerja keuangan yang optimal.
Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa Inti pengukuran kinerja keuangan
lembaga pemerintah adalah pengukuran Value for money, yaitu pengukuran
kinerja yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yang terdiri atas ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas. Kinerja keuangan harus diukur dari sisi input, output,
dan outcome. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik
mampu meminimalisir input sumber daya yang digunakan dengan menghindari
pengeluaran yang tidak produktif. Efisiensi menunjukkan pencapaian output yang
maksimum dengan input tertentu, atau penggunaan input yang terendah untuk
mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output dengan input.
Sedangkan efektivitas menunjukkan tingkat pencapaian hasil dengan target yang
ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output. Input
merupakan sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu program.
Output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program. Outcome adalah
dampak yang ditimbulkan dari suatu program atau aktivitas tertentu.
Tujuan pengukuran kinerja keuangan dengan konsep Value for money
yaitu untuk mengukur tingkat keekonomisan dalam alokasi sumber daya, efisiensi
dalam penggunaan sumber daya dengan hasil yang optimal, serta efektivitas
dalam penggunaan sumber daya. Dalam hal ini, instansi pemerintah dituntut untuk
lebih ekonomis, efisien, dan efektif dalam menjalankan aktivitasnya.
32
Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1: Kerangka Pikir
Dasar Teori:
A. Anggaran Berbasis Kinerja
1. Halim (2007), Anggaran berbasis kinerja adalah merupakan metode
penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan
yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil
yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan
keluaran tersebut.
2. Ihyaul Ulum (2004) mengemukakan bahwa anggaran berbasis kinerja
pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan
program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai
tujuan dan sasaran program.
B. Kinerja Keuangan
1. Mulyadi (2001) mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja
keuangan merupakan penentuan secara periodik efektivitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan
sasaran, standar, dan kriteria sebelumnya.
2. Akhmad Solikin (2006) menyatakan bahwa kinerja keuangan yaitu
kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan.
Penelitian Terdahulu:
1. Julianto (2010) Pengaruh
Penerapan Anggaran Berbasis
Kinerja terhadap Kinerja SKPD
di Pemko Tebing Tinggi
2. Putra (2010) Pengaruh
penerapan anggaran berbasis
kinerja dan sistem informasi
pengelolaan keuangan daerah
berpengaruh terhadap kinerja
SKPD di lingkungan
Pemerintah Kabupaten
Simalungun.
3. Lubis (2009) Analisis pengaruh
pemberlakuan anggaran
berbasis kinerja terhadap
kinerja keuangan pemerintah
daerah kabupaten Deli Serdang
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Diduga Berpengaruh Terhadap Kinerja Keuangan Pemda Kabupaten Gorontalo Utra
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
Kinerja Keuangan
Mardiasmo (2002) menjelaskan anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep ekonomis, efisien, efektif, dan pengawasan atas kinerja output, dan mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematis dan rasional dalam proses pengambilan keputusan.
33
2.4 Hipotesis
Berdasarkan pengertian tersebut maka hipotesis yang penulis rumuskan
untuk penelitian ini adalah “Penerapan anggaran berbasis kinerja diduga
berpengaruh terhadap Kinerja keuangan pemda” .