bab ii kajian pustaka dan hipotesis penelitian 2.1 ... ii.pdf · kajian pustaka dan hipotesis...

22
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Pengertian Audit Audit adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara obyektif yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Audit adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintahan (APIP, 2013) Secara Teoritis Pengertian Auditing menurut Komite Konsep Audit Dasar (Committe on Basic Auditing Concepts) adalah : Suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dan menetapkan kriteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”. Berdasarkan beberapa definisi yang diatas dapat disimpulkan bahwa audit adalah suatu proses pemeriksaan yang sistematis yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kompetensi, keahlian, independen terhadap laporan keuangan dengan menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif yang bertujuan untuk

Upload: vodieu

Post on 08-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Pengertian Audit

Audit adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi

bukti secara obyektif yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan

dan kejadian-kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan tingkat

kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan

mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Audit

adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara

independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai

kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi

pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintahan (APIP, 2013)

Secara Teoritis Pengertian Auditing menurut Komite Konsep Audit Dasar

(Committe on Basic Auditing Concepts) adalah : “Suatu proses sistematis

mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan

asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian

antara asersi-asersi tersebut dan menetapkan kriteria serta mengkomunikasikan

hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.

Berdasarkan beberapa definisi yang diatas dapat disimpulkan bahwa audit

adalah suatu proses pemeriksaan yang sistematis yang dilakukan oleh pihak yang

memiliki kompetensi, keahlian, independen terhadap laporan keuangan dengan

menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif yang bertujuan untuk

13

memberikan opini dan menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

2.1.2 Jenis Audit

Standar audit sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit APIP

mengatur dua jenis audit, yaitu :

1) Audit Kinerja

Audit Kinerja adalah audit atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi

pemerintahan yang terdiri audit aspek ekonomi, efisiensi, dan audit aspek

efektivitas, serta ketaatan pada peraturan.

2) Audit Investigatif

Audit investigatif merupakan proses mencari, menemukan, dan

mengumpulkan barang bukti secara sistematis yang bertujuan

mengungkapkan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan dan pelakunya guna

dilakukan tindakan hukum selanjutnya.

2.1.3 Manfaat Audit

Manfaat audit dari sisi pengawasan adalah sebagai berikut :

1) Preventif Control

Tenaga akuntansi akan bekerja lebih berhati-hati dan akurat bila mereka

menyadari akan audit.

14

2) Detective Control

Suatu penyimpangan atau kesalahan yang terjadi lazimnya akan dapat

diketahui dan dikoreksi melalui suatu proses audit.

3) Reporting Control

Setiap kesalahan perhitungan, penyajian, atau pengungkapan, yang tidak

dikoreksi dalam keuangan akan disebutkan dalam laporan pemeriksaan.

Dengan demikian pembaca laporan keuangan terhindar dari informasi yang

keliru atau menyesatkan.

2.1.4 Pengertian dan Jenis Auditor

Auditor merupakan jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas,

tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada

instansi pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang di dalamnya terdapat

kepentingan Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang diduduki

oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara

penuh oleh pejabat yang berwenang.

Pengertian auditor sebagaimana dimaksud di atas mecakup Jabatan

Fungsional Auditor (JFA) dan Jabatan Pengawasan Penyelenggara Urusan

Pemerintah di Daerah (JFP2UPD) yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis

fungsional bidang pengawasan di lingkungan Aparat Pengawasan Intern

Pemerintah (APIP, 2013). Adapun jenis-jenis auditor, yaitu:

15

1) Auditor Independen

Auditor Independen adalah auditor professional yang menyediakan jasanya

kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan

yang dibuat oleh kliennya. Syarat berpraktik, seseorang harus memenuhi

persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja tertentu ( lulus jurusan akuntansi

fakultas ekonomi atau mempunyai ijazah yang disamakan, telah mendapat gelar

akuntan dari Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat

izin praktik dari Menteri Keuangan).

2) Auditor Internal

Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (negara

maupun swasta), tugasnya menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang

ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya

penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas

prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang

dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. Internal auditing adalah suatu

penilaian, yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai

ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi, dan kegunaan catatan-catatan

(akutansi) perusahaan, serta pengendalian intern yang terdapat dalam

perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan

(manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan

analisa, penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang di audit.

16

2) Auditor Pemerintah

Auditor Pemerintah adalah auditor professional yang bekerja di instansi

pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban

keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau

pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Yang

dimaksud adalah auditor yang bekerja di: BPKP (Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan) dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), serta instansi pajak

BPKP adalah instansi pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada

presiden RI dalam bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang

dilaksanakan oleh pemerintah.

2.1.5 Pengertian Kerugian Daerah

1) Kerugian Menurut Hukum Administrasi Negara

Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara (Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2004) memberikan definisi tentang “kerugian” dalam konteks kerugian

Negara/daerah. Pasal 1 ayat (22) undang-undang ini berbunyi:

Kerugian Negara / daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang,

yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik

sengaja maupun lalai.

Keuangan Negara/daerah yang timbul karena keadaan di luar kemampuan

manusia (force majeure) tidak dapat dituntut. Kerugian Negara/daerah sebagai

akibat perbuatan melawan hukum, dapat dituntut. Paham yang dikemukakan

dalam Pasal 1365 KUHPer tercermin dalam Kerugian Negara/Daerah yang dapat

17

dituntut.

Para praktisi menafsirkan “nyata dan pasti” sebagai sesuatu yang benar-

benar dikeluarkan atau terjadi. Dalam lingkup Undang-Undang Perbendaharaan

Negara, penafsiran ini tepat. Misalnya dalam hal kekurangan uang, surat berharga,

dan barang. Mudah bagi yang diperiksa dan yang memeriksa (auditee-auditor)

mencapai kesepakatan tentang “kekurangan yang nyata dan pasti jumlahnya”.

Ukurannya objektif atau hampir tidak ada unsur penafsiran yang subjektif.

2) Kerugian dalam Praktik Hukum Administrasi Negara

Praktik kerugian antara lain dapat dilihat dari petunjuk yang diterbitkan

BPK. Makna kerugian dalam arti Kerugian Negara menurut Petunjuk BPK:

a) Kerugian Negara/Daerah

Kerugian Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan

oleh sesuatu tindakan melanggar hukum/kelalaian seseorang dan/atau

disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan di luar kemampuan manusia

(force majeure).

b) Besarnya Jumlah Kerugian Negara

Dalam masalah kerugian Negara pertama-tama perlu diteliti dan

dikumpulkan bahan bukti untuk menetapkan besarnya kerugian yang

diderita oleh Negara. Dalam penelitian ini perlu diperhatikan bahwa tidak

diperkenankan melakukan tuntutan ganti rugi untuk jumlah yang lebih besar

daripada kerugian sesungguhnya diderita. Karena itu pada dasarnya

besarnya kerugian Negara tidak boleh ditetapkan dengan dikira-kira atau

18

ditaksir.

2.1.6 Terjadinya Kerugian Daerah

Menurut Husein (2013), ada beberapa cara terjadinya kerugian daerah, yaitu

kerugian daerah yang terkait dengan berbagai transaksi: transaksi barang dan jasa,

transaksi yang terkait dengan utang-piutang, dan transaksi yang terkait dengan

biaya dan pendapatan. Tiga kemungkinan terjadinya kerugian daerah tersebut

menimbulkan beberapa kemungkinan peristiwa yang dapat merugikan keuangan

daerah atau perekonomian daerah.

Pertama, terdapat pengadaan barang dengan harga yang tidak wajar karena

jauh di atas harga pasar, sehingga dapat merugikan keuangan daerah sebesar

selisih harga pembelian dengan harga pasar atau harga yang wajar. Korupsi di

dalam proses pengadaan barang dan jasa inilah yang paling banyak terjadi di

Indonesia. Sering kali proses pengadaan barang dan jasa diikuti dengan adanya

suap atau kickback dari peserta tender kepada pejabat negara.

Kedua, harga pengadaan barang dan jasa wajar. Wajar tetapi tidak sesuai

dengan spesifikasi barang dan jasa yang dipersyaratkan. Kalau harga barang dan

jasa murah, tetapi kualitas barang dan jasa itu kurang baik, maka dapat dikatakan

juga merugikan keuangan daerah.

Ketiga, terdapat transaksi yang memperbesar utang daerah secara tidak

wajar, sehingga dapat dikatakan merugikan keuangan negara karena kewajiban

negara untuk membayar hutang semakin besar. Misalnya pada waktu yang lalu

pernah terjadi sebuah bank swasta yang saham mayoritasnya.

Keempat, piutang negara berkurang secara tidak wajar dapat juga dikatakan

19

merugikan keuangan negara.

Kelima, kerugian negara dapat terjadi kalau aset negara berkurang karena

dijual dengan harga yang murah atau dihibahkan kepada pihak lain atau ditukar

dengan pihak swasta atau perorangan (ruilslag). Dapat juga terjadi aset daerah

yang tidak boleh dijual, tetapi kemudian dijual setelah mengubah kelas aset

negara yang akan dijual tersebut menjadi kelas yang lebih rendah, seperti yang

pernah terjadi pada salah satu instansi pemerintah beberapa waktu yang lalu.

Keenam, memperbesar biaya instansi atau perusahaan. Hal ini dapat terjadi

baik karena pemborosan maupun dengan cara lain, seperti membuat biaya fiktif.

Dengan biaya yang diperbesar, keuntungan perusahaan yang menjadi objek pajak

semakin kecil, sehingga negara tidak menerima pemasukan pajak atau menerima

pemasukan yang lebih kecil dari yang seharusnya.

Di samping itu, kerugian negara dapat juga timbul dengan cara lain , yaitu

hasil penjualan suatu perusahaan dilaporkan lebih kecil dari penjualan sebenarnya,

sehingga mengurangi penerimaan resmi perusahaan tersebut. Misalnya dengan

melakukan transfer picing, di mana perusahaan menjual barang secara murah

kepada perusahaan lain di luar negeri yang masih ada kaitan dengan perusahaan

penjual. Akibatnya, penerimaan perusahaan lebih kecil dari seharusnya, sehingga

objek pajaknya tidak ada sama sekali atau semakin kecil.

Menurut Masrizal (2010), kerugian daerah dapat ditelaah dari waktu yang

disediakan melakukan audit, banyak kegiatan yang diaudit, banyak temuan yang

diperoleh, nilai temuan kerugian yang diperoleh, dan penyebab penyimpangan

yang dilakukan. Hal-hal tersebut merupakan dasar pertimbangan oleh auditor

20

untuk menyatakan kerugian yang dialami.

2.1.7 Pengalaman Audit

Kusumastuti (2008:56) menyatakan bahwa pengalaman adalah keseluruhan

perjalanan yang di petik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang di alami

dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman berdasarkan lama bekerja merupakan

pengalaman auditor yang dihitung berdasarkan suatu waktu atau tahun. Sehingga

auditor yang telah lama bekerja sebagai auditor dapat dikatakan berpengalaman.

Karena semakin lama bekerja menjadi auditor, maka akan dapat menambah dan

memperluas pengetahuan auditor dibidang akuntansi dan dibidang auditing.

Menurut pendapat Tubbs (1992) dalam Noviani dan Bandi (2002: 483) jika

seorang auditor berpengalaman, maka (1) auditor menjadi sadar terhadap lebih

banyak kekeliruan, (2) auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit

tentang kekeliruan, (3) auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak

lazim, dan (4) hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan, departemen

tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal

menjadi relatif lebih menonjol.

Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan

perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non

formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada

suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup

perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman,

pemahaman dan praktek. (Asih, 2006:12). Kenyataan menunjukkan bahwa

21

semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman yang dimiliki

pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja berarti semakin sedikit

pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memiliki keahlian dan

keterampilan kerja yang cukup namun sebaliknya, keterbatasan kerja

mengakibatkan tingkat keterampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah.

Kebiasaan untuk melakukan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif

untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja.

Menurut Taufik (2008:72), memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih

banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang

tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang

baik mengenai peristiwa-peristiwa. Maka dengan adanya pengalaman kerja yang

semakin lama diharapkan auditor dapat semakin baik dalam mengindikasi

kecurangan yang terjadi. Dengan bertambahnya pengalaman auditing, jumlah

kecurangan yang diketahui oleh auditor diharapkan akan bertambah. Pada saat

yang sama, hal ini menjadi lebih mudah untuk membedakan hal-hal yang

termasuk dalam kategori yang berbeda. Bertambahnya pengalaman menghasilkan

struktur kategori yang lebih tepat (akurat) dan lebih komplek. Oleh karena itu,

konsep kecurangan yang dimiliki auditor kemungkinan menjadi lebih dapat

ditegaskan dan kemampuan untuk menentukan apakah kecurangan tertentu yang

terjadi pada suatu siklus transaksi tertentu kemungkinan akan meningkat dengan

bertambahnya pengalaman.

Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah

dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk

22

melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang,

semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan

sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengalaman

kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering

seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat

dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang

dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan

memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjutak, 2005:26).

Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Asih,

2006:56). Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai pengetahuan yang

dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak

mempunyai pengetahuan cukup akan tugasnya. Kenyataan menunjukkan semakin

lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki

oleh pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja seseorang biasanya

semakin sedikit pula pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja

memberikan keahlian dan ketrampilan dalam kerja sedangkan, keterbatasan

pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki

semakin rendah. Ini biasanya terbukti dari kesalahan yang dilakukan dalam

bekerja dan hasil kerja yang belum maksimal.

Menurut Masrizal (2010) pengalaman auditor dapat dilihat dari , lama

bertugas sebagai auditor, banyaknya melakukan audit, frekuensi melakukan tugas

audit sejenis, jenis-jenis audit yang pernah dilakukan, lama waktu menyelesaikan

audit. Asih (2006:22) memberikan bukti empiris bahwa dampak auditor akan

23

signifikan ketika kompleksitas tugas dipertimbangkan. Pengalaman akan

berpengaruh signifikan ketika tugas yang dilakukan semakin kompleks. Seorang

yang memiliki pengetahuan tentang kompleksitas tugas akan lebih ahli dalam

melaksanakan tugas-tugas pemeriksaan, sehingga memperkecil tingkat kesalahan,

kekeliruan, ketidakberesan, dan pelanggaran dalam melaksanakan tugas. Tentang

dampak pengalaman dalam kompleksitas tugas, tugas spesifik dan gaya

pengambilan keputusan, memberikan kesimpulan bahwa kompleksitas tugas

merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pertambahan

pengalaman. Auditor junior biasanya memperoleh pengetahuan dan

pengalamannya terbatas dari buku teks sedangkan auditor senior mengembangkan

pengetahuan dan pengalaman lewat pelatihan dan pengembangan lebih lanjut dari

kesalahan-kesalahan yang dilakukan (Asih, 2006:22).

2.1.8 Skeptisme Profesional

Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu

mempertanyakan dan melakukan pengujian secara kritis bukti audit. Karena bukti

audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, sehingga skeptisme

profesional harus digunakan selama proses tersebut (Internal Audit Charter,

2012). Penggunaan kecermatan profesional menuntut auditor untuk melaksanakan

skeptisme profesional. Auditor tidak menganggap bahwa manajemen tidak jujur,

namun juga tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan

lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, auditor tidak harus puas dengan

24

bukti yang kurang persuasif karena keyakinannya bahwa manajemen adalah jujur

(APIP, 2013).

Skeptisme profesional di pengaruhi oleh fraud risk assessment (penaksiran

risiko kecurangan) yang di berikan oleh atasan auditor sebagai pedoman dalam

melakukan audit di lapangan ( Payne dan Ramsay, 2005). Salah satu penyebab

kegagalan auditor dalam mengindikasi kecurangan adalah rendahnya tingkat

skeptisme profesional audit (Noviyanti, 2008). Auditor dengan pengalaman yang

banyak akan menunjukan tingkat skeptisme profesional yang tinggi (Anugrah

dkk, 2011).

Skeptisme Profesional didefinisikan sebagai suatu sikap yang mencakup

suatu pikiran yang mempertanyakan, yang peka terhadap kondisi yang

mengindikasikan kemungkinan salah saji yang disebabkan oleh kesalahan atau

kecurangan, dan sautu penilaian atas bukti secara kritis. Di dalam Internal Audit

Charter dinyatakan bahwa seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di

lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti proses audit yang tertera

dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme

profesional. Skeptisme profesional perlu dimiliki oleh auditor terutama pada saat

memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Skeptisme profesional dapat diartikan

sebagai sikap yang tidak mudah percaya akan bukti audit yang disajikan. Sikap

skeptisme profesional sangat penting untuk dimiliki oleh auditor guna

mendapatkan informasi yang kuat, yang akan dijadikan dasar bukti audit yang

relevan yang dapat mendukung pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan.

25

Ketidakmampuan auditor dalam mengindikasi kesalahan dan kecurangan

merupakan cerminan dari rendahnya skeptisme profesional yang dimiliki oleh

auditor. Sehingga dalam proses audit penggunaan kecermatan profesional

menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional (Internal Audit

Charter, 2012). Auditor yang memiliki sikap skeptisme akan memiliki pola pikir

yang skeptis, seperti bertanya-tanya, meragukan pendapat orang lain, dan

keinginan untuk mengkonfirmasi argument orang lain. Akan tetapi pola pikir

skeptisme tersebut hanya akan diketahui oleh auditor itu sendiri (Chen dkk, 2009).

Menurut (Louwers, 2011), skeptisme profesional adalah kecenderungan auditor

untuk tidak menyetujui asersi manajemen tanpa bukti yang menguatkan, atau

kecenderungan untuk meminta manajemen memberikan fakta atas asersinya

(disertai bukti).

2.1.9 Pengetahuan Audit

Pengetahuan adalah suatu fakta atau kondisi mengenai sesuatu dengan baik

yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Auditor wajib memiliki

pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi,

prosedur, dan teknik (APIP, 2013). Pengetahuan menurut ruang lingkup audit

adalah kemampuan penguasaan auditor atau akuntan pemeriksa terhadap medan

audit (penganalisisan terhadap laporan keuangan perusahaan). Pengetahuan audit

diartikan dengan tingkat pemahaman auditor terhadap sebuah pekerjaan, secara

konseptual atau teoritis. Menurut Brown dan Stanner (1983) dalam Mardisar dan

Sari (2007:8), perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh

terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut dijelaskan

26

bahwa seorang auditor akan bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efektif

jika didukung dengan pengetahuan yang dimilikinya. Kesalahan diartikan dengan

seberapa banyak perbedaan (deviasi) antara kebijakan-kebijakan perusahaan

tentang pencatatan akuntansi dengan kriteria yang telah distandarkan.

Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi seorang audior melakukan

pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan seseorang yang melakukan

pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil

yang lebih baik dari pada mereka yang tidak memiliki pengethauan yang cukup

memadai akan tugasnya.

Dalam mengindikasi sebuah kesalahan, seorang auditor harus didukung

dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan tersebut terjadi. Secara

umum seorang auditor harus memiliki pengetahuan-pengetahuan mengenai

General auditing, Functional Area, computer auditing, Accounting Issue, Specific

Industri, General World knowledge (pengetahuan umum), dan Problem solving

knowledge (Bedard&Michelene 1993) dalam Mardisar dan Sari (2007:8).

Pengetahuan auditor digunakan sebagai salah satu kunci kefektifan kerja.

Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan

dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting unutk membuat

perencanaan audit yang efektif (Noviyani, 2002). Seorang auditor yang memiliki

banyak pengetahuan tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksankan

tugasnya terutama dengan pengungkapan kekeliruan.

Cloyd (1997) menemukan bahwa besarnya usaha (proksi dari variabel

akuntabilitas) yang dicurahkan seseorang untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan

27

berbeda-beda sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki. Cloyd (1997) juga

menemukan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat meningkatkan kualitas

hasil kerja.Spilker (1995) dalam Mardisar dan Sari (2007:8) mengungkapkan

bahwa karakteristik sebuah pekerjaan seperti tingkat kerumitan dan jumlah

informasi yang disajikan/tersedia mempengaruhi hubungan pengetahuan,

akuntabilitas dan kualitas hasil kerja. Pada pekerjaan yang lebih sederhana faktor

usaha dapat menggantikan tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang (bersifat

subsitusi) dan pengetahuan memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas

hasil kerja.

Penelitian Cloyd (1997) juga membuktikan bahwa akuntabilitas dapat

meningkatkan kualitas hasil kerja auditor jika didukung oleh pengetahuan audit

yang tinggi. Tan dan Alison (1999) melakukan penelitian yang sama dengan

Cloyd (1997) dan membutikan bahwa pengetahuan dapat memperkuat hubungan

akuntabilitas dengan kualitas hasil kerja jika kompleksitas pekerjaan yang

dihadapi sedang/menengah. Untuk pekerjaan dengan kompleksitas rendah

akuntabilitas dan pengetahuan serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap kualitas hasil kerja. Sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan

tinggi, akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja jika didukung oleh

pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah yang tinggi.

Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian

dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Auditor harus memiliki dan

meningkatkan pengetahuan mengenai metode dan teknik audit serta segala hal

yang menyangkut pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan

28

pemerintahan. Keahlian auditor dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan

yang berkelanjutan serta pengalaman yang memadai dalam melaksanakan audit.

2.1.10 Penelitian Terdahulu

Noviyanti dan Bandi (2002) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh

Pengalaman dan PelatihanTerhadap Struktur Pengetahuan”. Penelitian ini

menggunakan tiga variabel yakni variabel bebas yaitu Pengalaman (X1),

Pelatihan (X2), dan variabel terikat struktur pengetahuan auditor (Y). Hasil

Penelitian menunjukan bahwa pengalaman berpengaruh positif terhadap

pengetahuan auditor tentang jenis-jenis kekeliruan yang berbeda yang

diketahuinya.

Jordan Matondang (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh

Pengalaman Audit, Independensi dan Keahlian Propesi Terhadap Pencegahan dan

Pendeteksian Kecurangan Penyajian Laporan Keuangan”. Penelitian ini

menggunakan empat variabel, variabel bebas : Pengalaman audit (X1),

Independensi (X2), Keahlian profesi (X3). Variabel terikat Pencegahan dan

Pendeteksian Kecurangan (Y). Hasil penelitian ini menunjukan Pengalaman audit,

Independensi dan Keahlian profesional memiliki pengaruh yang signifikan dan

memiliki hubungan positif terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan

penyajian lapoan keuangan.

Masrizal (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengalaman

Dan Pengetahuan Audit Terhadap Pendeteksian Temuan Kerugian Daerah (Studi

Pada Auditor Inspektorat Aceh)”. Penelitian ini menggunakan tiga variabel.

29

Variabel bebas yaitu Pengalaman (X1), Pengetahuan (X2) dan variabel terikat

Pendeteksian Temuan Kerugian Daerah (Y). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa pengalaman dan pengetahuan audit berpengaruh signifikan terhadap

pendeteksian temuan kerugian daerah.

2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Pengalaman Audit Pada Indikasi Temuan Kerugian Daerah

Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat,

auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang yang ahli dalam bidang

akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan

formalnya yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman.

Menurut pendapat Tubbs (1992) dalam Noviani dan Bandi (2002: 483) jika

seorang auditor berpengalaman, maka (1) auditor menjadi sadar terhadap lebih

banyak kekeliruan, (2) auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit

tentang kekeliruan, (3) auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak

lazim, dan (4) hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan, departemen

tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal

menjadi relatif lebih menonjol.

Sukriah et al. (2009:4) menyimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman

kerja seorang auditor maka semakin meningkat kualitas hasil pemeriksaan yang

dilakukan. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja

maka, semakin banyak pengalaman yang dimiliki pekerja tersebut. Sebaliknya,

semakin singkat masa kerja berarti semakin sedikit pengalaman yang

30

diperolehnya.

Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja.

Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan

semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam

pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas,

dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjutak, 2005:26).

Berdasarkan uraian tersebut penulis menduga bahwa pengalaman sangat

mempengaruhi kemampuan auditor dalam melakukan audit. Pengalaman sebagai

salah satu variabel dalam penelitian ini dianggap sangat mendukung atau

berpengaruh terhadap kualitas kerja auditor, karena auditor senantiasa

menggunakan pengalamannya untuk mengindikasi permasalahan-permasalahan

yang terjadi sebagai temuan, khususnya kerugian daerah. Adapun hipotesis dari

penelitian ini adalah :

H1 : Pengalaman audit berpengaruh positif pada indikasi temuan kerugian

daerah.

2.2.2Pengaruh Skeptisme Profesional Pada Indikasi Temuan Kerugian

Daerah

Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu

mempertanyakan dan melakukan pengujian secara kritis bukti audit. Karena bukti

audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, sehingga skeptisme

profesional harus digunakan selama proses tersebut (Internal Audit Charter,

2012). Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu

mempertanyakan dan melakukan pengujian secara kritis bukti. Penggunaan

31

kecermatan profesional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme

profesional. Auditor tidak menganggap bahwa manajemen tidak jujur, namun juga

tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan lagi. Dalam

menggunakan skeptisme profesional, auditor tidak harus puas dengan bukti yang

kurang persuasif karena keyakinannya bahwa manajemen adalah jujur (APIP,

2013).

Skeptisme profesional di pengaruhi oleh fraud risk assessment (penaksiran

risiko kecurangan) yang di berikan oleh atasan auditor sebagai pedoman dalam

melakukan audit di lapangan ( Payne dan Ramsay, 2005). Salah satu penyebab

kegagalan auditor dalam mengindikasi kecurangan adalah rendahnya tingkat

skeptisme profesional audit (Noviyanti, 2008).

Penerapan tingkat skeptisme dalam audit sangatlah penting karena dapat

mempengaruhi efektivitas dan efisiensi audit. Dalam melaksanakan audit, auditor

seharusnya tidak serta-merta membuat pola pikir bahwa dalam informasi

keuangan yang disediakan manajemen terdapat salah saji material atau

kecurangan yang disengaja. Auditor dengan pengalaman yang banyak akan

menunjukan tingkat skeptisme profesional yang tinggi (Anugrah dkk, 2011).

Berdasarkan uraian tersebut maka menunjukan bahwa skeptisme profesional

berpengaruh positif terhadap kualitas audit, maka hipotesis mengenai hubungan

skeptisme profesional pada indikasi temuan kerugian daerah adalah :

H2: Skeptisme profesional berpengaruh positif pada indikasi temuan

kerugian daerah

32

2.2.3 Pengaruh Pengetahuan Audit Pada Indikasi Temuan Kerugian Daerah

Pengetahuan adalah suatu fakta atau kondisi mengenai sesuatu dengan baik

yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Auditor wajib memiliki

pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi,

prosedur, dan teknik (APIP, 2013). Harhinto (2004) menemukan bahwa

pengetahuan akan mempengaruhi keahlian audit yang pada gilirannya akan

menentukan kualitas audit. Menurut Brown dan Stanner (1983) dalam Mardisar

dan Sari (2007:8), pengetahuan adalah kemampuan atau tingkat pemahaman

auditor terhadap sebuah pekerjaan baik secara konseptual maupun teoritis.

Perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor

menyelesaikan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang auditor

akan bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efektif jika didukung dengan

pengetahuan yang dimilikinya. Kesalahan diartikan dengan seberapa banyak

perbedaan (deviasi) antara kebijakan-kebijakan perusahaan tentang pencatatan

akuntansi dengan kriteria yang telah distandarkan.

Pengetahuan auditor digunakan sebagai salah satu kunci kefektifan kerja.

Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan

dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting unutk membuat

perencanaan audit yang efektif (Noviyani, 2002).

Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang dengan

bertambahnya pengalaman bekerja. Standar Akuntansi Pemerintahan butir 5.20

menyatakan “Standar auditing yang diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mengharuskan: Auditor harus

33

memiliki pengertian yang cukup mengenai sistem pengendalian interen untuk

merencanakan audit dan menentukan sifat, waktu dan lingkup pengujian yang

akan dilakukan”. Auditor juga harus memenuhi persyaratan keahlian staf dalam

melaksanakan audit yang meliputi:

a) Pengetahuan tentang metode dan teknik yang berlaku dalam audit

pemerintahan, serta pendidikan ketrampilan dan pengalaman untuk

menerapkan pengetahuan tersebut dalam audit yang dilaksanakan.

b) Pengetahuan tentang organisasi program, kegiatan dan fungsi di bidang

pemerintahan.

c) Ketrampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan

maupun tulisan.

d) Ketrampilan yang memadai untuk pekerjaan audit yang dilaksanakan,

yaitu persyaratan keahlian untuk pelaksanaan audit keuangan dengan

tujuan untuk menyampaikan opini, adalah akuntan terdaftar yang memiliki

keahlian yang memadai tentang standar audit pemerintahan.

Berdasarkan uraian tersebut penulis menduga bahwa pengetahuan sebagai

variabel dalam penelitian ini sangat mendukung atau berpengaruh terhadap

kualitas kerja auditor. Auditor senantiasa menggunakan pengetahuannya untuk

mendeteksi permasalahan-permasalahan yang terjadi sebagai temuan, khususnya

kerugian daerah. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:

H3: Pengetahuan audit berpengaruh positif pada indikasi temuan kerugian

daerah.