bab ii tinjauan pustaka 2.1 audit 2.1.1 pengertian audit setiap

33
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Audit 2.1.1 Pengertian Audit Setiap Perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa dan diteliti secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung jawab. Seiring berjalannya waktu masalah pada Perusahaan makin luas dan rumit. Tugas yang dipikul oleh manajemen makin besar, oleh karena itu manajemen memerlukan alat bantu yang dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit. Menurut Arens et al (2010:4) audit adalah: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.Menurut Mulyadi (2002) pengertian audit secara umum yaitu: “Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit dilaksanakan oleh orang yang kompeten dan independen dengan cara mengumpulkan bukti-bukti

Upload: trinhlien

Post on 12-Jan-2017

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Audit

2.1.1 Pengertian Audit

Setiap Perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba

disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua

tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa dan diteliti

secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung jawab. Seiring

berjalannya waktu masalah pada Perusahaan makin luas dan rumit. Tugas yang

dipikul oleh manajemen makin besar, oleh karena itu manajemen memerlukan alat

bantu yang dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama

manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit.

Menurut Arens et al (2010:4) audit adalah:

“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about

information to determine and report on the degree of correspondence

between the information and established criteria. Auditing should be done

by a competent, independent person.”

Menurut Mulyadi (2002) pengertian audit secara umum yaitu:

“Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan

mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pertanyaan-pertanyaan

tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan

tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria

yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai

yang berkepentingan.”

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa audit dilaksanakan oleh

orang yang kompeten dan independen dengan cara mengumpulkan bukti-bukti

9

yang ada serta mengevaluasi bahan bukti tersebut, yang bertujuan agar dapat

memberikan suatu pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan. Proses

pelaksanaan audit tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang, auditor harus

mempunyai latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang memadai

sehubungan dengan pelaksanaan audit. Selain itu seorang auditor harus dapat

bersikap independen, bertindak sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan menjalankan kode etik profesi.

2.1.2 Jenis-jenis Audit

Arens et al (2010:12-14) mengelompokkan jenis-jenis audit ke dalam tiga

tipe, yaitu:

1. Operational Audits

2. Compliance Audits

3. Financial Statement Audits

Penjelasan dari tiga tipe audit diatas dapat diartikan bahwa:

1. Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari prosedur dan

metode operasi suatu organisasi. Pada saat selesainya audit operasional,

biasanya manajemen mengharapkan rekomendasi auditor untuk

meningkatkan kegiatan operasinya.

2. Audit kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah klien telah

mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang tlah ditetapkan, seperti

pelaksanaan ketentuan upah minimum, pelaksanaan undang-undang

perpajakan, dan pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan oleh pimpinan

Perusahaan.

3. Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan

keuangan secara keseluruhan informasi yang diuji telah disajikan sesuai

10

dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada umumnya kriteria yang telah

ditetapkan tersebut adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum yaitu

Standar Akuntasi Keuangan (SAK).

Dari berbagai jenis audit yang dilakukan kecuali audit laporan keuangan,

keseluruhan audit memiliki tujuan yang (hampir) sama yaitu menilai bagaimana

manajemen mengoperasikan Perusahaan, mengelola sumber daya yang dimiliki,

meningkatkan efisiensi proses dalam mencapai tujuan Perusahaan sesuai dengan

Standar Akuntansi Keuangan (SAK).

2.2 Audit Internal

2.2.1 Pengertian Audit Internal

Audit Internal mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai

tujuan Perusahaan yang telah ditentukan. Perlunya konsep Audit Internal

dikarenakan bertambah luasnya ruang lingkup Perusahaan.

Profesi Audit Internal terus mengalami perkembangan sesuai dengan

tuntutan perkembangan dunia usaha. Semakin besar suatu Perusahaan maka

semakin luas pula rentang pengendalian yang dipikul pimpinan, sehingga

manajemen harus menciptakan suatu pengendalian intern yang efektif untuk

mencapai suatu pengelolaan yang optimal dengan mempertimbangkan manfaat

dan biayanya.

Audit Internal yang dilakukan dalam suatu Perusahaan merupakan

kegiatan penilaian dan verifikasi atas prosedur-prosedur, data yang tercatat

berdasarkan atas kebijakan dan rencana Perusahaan, sebagai salah satu fungsi

dalam upaya mengawasi aktivitasnya. Audit Internal juga merupakan aktivitas

pendukung utama untuk tercapainya tujuan pengendalian internal. Ketika

11

melaksanakan kegiatannya, Audit Internal harus bersifat objektif dan

kedudukannya dalam Perusahaan adalah independen.

Definisi Audit Internal menurut Standar Profesi Audit Internal (SPAI)

tahun 2004:

“Audit Internal adalah suatu aktivitas penilaian independen di dalam suatu

organisasi untuk penelitian kegiatan pembukuan, finansial, dan kegiatan

lainnya, sebagai dasar untuk membantu pimpinan Perusahaan.

Pemeriksaan itu mempunyai pengendalian manajerial yang berfungsi

dengan jalan mengukur dan menilai efektivitas sarana pengendalian.”

Sedangkan definisi Audit Internal menurut Tugiman (2006:11) adalah:

“Internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian

yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi

kegiatan organisasi yang dilaksanakan.”

Definisi Audit Internal menurut The Institute of Internal Auditors (2011:2)

adalah:

“Internal auditing is independent, objective assurance and consulting

activity designed to add value and improve an organization’s operations.

It helps an organization accomplish its objectives by bringin a systematic,

disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk

management, control, and governance process.”

Definisi Audit Internal yang telah disebutkan oleh IIA dapat diartikan

sebagai aktivitas independen yang memberikan jaminan objektif dan konsultasi

yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi.

Aktifitas ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa

pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan

efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola.

12

Perbandingan konsep inti Audit Internal terdapat pada tabel sebagai

berikut:

Tabel 2.1

Perbandingan Konsep Inti Audit Internal

Lama (1947) Baru (1999)

Internal Control Risk Management, Control, Governance

Process

1. Fungsi penilaian independen yang

dibentuk dalam suatu organisasi

1. Suatu aktivitas independen objektif

2. Fungsi penilaian 2. Aktivitas pemberian jaminan keyakinan

dan konsultasi

3. Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas

organisasi sebagai bentuk jasa yang

diberikan bagi organisasi

3. Dirancang untuk memberikan suatu nilai

tambah serta meningkatkan kegiatan

organisasi

4. Membantu agar para anggota

organisasi dapat menjalankan

tanggung jawabnya secara efektif

4. Membantu organisasi dalam usaha

mencapai tujuannya

5. Memberi hasil analisis, penilaian,

rekomendasi, konseling, dan

informasi yang berkaitan dengan

aktivitas yang dikaji dan

menciptakan pengendalian efektif

dengan biaya yang wajar

5. Memberikan suatu pendekatan disiplin

yang sistematis untuk mengevaluasi dan

meningkatkan keefektivan manajemen

risiko, pengendalian dan proses

pengaturan dan pengelolaan organisasi

Sumber: (Tugiman, 2008:19)

Dari beberapa definisi tentang Audit Internal di atas, dapat disimpulkan

beberapa poin penting yaitu:

1. Audit Internal merupakan suatu fungsi penilaian independen dalam suatu

organisasi. Hal Ini menunjukkan bahwa orang yang melakukan penilaian

tersebut adalah anggota dari organisasi tersebut.

2. Dalam pengukuran yang dilakukan auditor internal, independensi dan

objektivitas harus dipegang.

3. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk

mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko

pengendalian dan proses pengelolaan organisasi.

13

4. Auditor internal memeriksa dan mengevaluasi seluruh kegiatan baik

finansial maupun non finansial.

5. Menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan

dijalankan sesuai target dalam mencapai tujuan organisasi.

2.2.2 Fungsi, Tujuan, dan Tanggung Jawab Audit Internal

Fungsi Audit Internal adalah membantu manajemen memberi landasan

tindakan manajemen yang selanjutnya. Konsorium Organisasi Profesi Audit

Internal (2004:19) menyataan bahwa penanggung jawab fungsi Audit Internal

harus mengelola fungsi audit intenal secara efektif dan efisien untuk memastikan

bahwa kegiatan fungsi tersebut dapat disimpulkan, bahwa fungsi Audit Internal

adalah sebagai alat bantu bagi manajemen untuk menilai efisien dan keefektifan

pelaksanaan struktur pengendalian intern Perusahaan, kemudian memberikan hasil

yang serupa berupa saran atau rekomendasi dan memberi nilai tambah bagi

manajemen yang akan dijadikan landasan untuk mengambil keputusan atau

tindakan yang selanjutnya.

Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15) menyatakan

bahwa:

“Tujuan, wewenang, dan tanggung jawab fungsi Audit Internal harus

dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan

Standar Profesi Audit Internal dan mendapat persetujuan dari Pimpinan

dan Dewan Pengawas Organisasi.”

Selain memiliki fungsi, Audit Internal juga memiliki tujuan. Audit Internal

bertujuan untuk membantu seluruh anggota manajemen agar dapat melaksanakan

tanggung jawab secara efektif dengan jalan memberikan analisis, penilaian,

rekomendasi, saran, dan keterangan dari kegiatan operasional Perusahaan yang

diperiksanya.

14

Menurut Tugiman (2008:2) tujuan dari Audit Internal adalah:

“Membantu para anggota organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung

jawabnya secara efektif. Untuk tujuan tersebut, Audit Internal

menyediakan bagi mereka analisis, penilaian rekomendasi, nasihat, dan

informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa.”

Tujuan Audit Internal dapat tercapai apabila fungsi dari Audit Internal

berjalan dengan baik. Untuk itu, Audit Internal harus mengetahui tugas dan

tanggung jawabnya secara jelas.

Tanggung jawab seorang Audit Internal menurut Komite SPAP Ikatan

Akuntansi Indonesia dalam Standar Profesi Akuntan Publik (2001:322) yaitu:

“Auditor Internal bertanggungjawab untuk menyediakan jasa analisis dan

evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lain

kepada manajemen entitas dan bagian komisaris atau pihak lain yang

setara wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung

jawabnya tersebut Auditor Internal mempertahankan objektivitasnya yang

berkaitan dengan aktiivitas yang diauditnya.”

Tujuan akhir dan tanggung jawab Audit Internal adalah untuk melindungi

harta Perusahaan, menjamin bahwa laporan keuangan dan non keuangannya dapat

dipercaya, ditaatinya kebijakan dan prosedur serta menjamin apakah aktivitas di

Perusahaan sudah berjalan secara efektif dan efisien. Untuk itu ruang lingkup dan

tanggung jawab dari Audit Internal tidak boleh dibatasi pada akuntansi dan

keuangan saja, namun harus mencakup segala aspek Perusahaan.

2.2.3 Ruang Lingkup Audit Internal

Ruang lingkup Audit Internal mencakup bidang yang sangat luas dan

kompleks meliputi seluruh tingkatan manajemen, yaitu mencakup segala aspek

Perusahaan, meliputi finansial dan non-finansial. Audit Internal membantu

manajemen dalam mengawai berjalannya roda organisasi.

15

Menurut IIA dalam buku Standar & Guidelines For the Professional

Practices of Internal Auditing (1998:23) ruang lingkup Audit Internal adalah

sebagai berikut:

“The scope of internal auditing should encompass the examination and

evaluation of the adequacy and effectiveness if the organization’s system

of interna control and the quality of performance in carrying out assigned

responsibilities.”

Pendapat IIA di atas dapat diartikan bahwa ruang lingkup Audit Internal

harus mencakup pemeriksaan dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas

sistem organisasi pengendalian intern dan kualitas kinerja dalam melaksanakan

tanggung jawab yang diberikan.

Perkembangan terbaru berdasarkan standar 2100 kode etik profesional

audit internal mengenai nature of work menurut IIA (2011:29) yaitu:

“The internal audit activity must evaluate and contribute to the

improvement of governanc, risk management, and control processes using

a systematic disclipined approach.”

Pendapat tersebut artinya bahwa kegiatan audit internal harus

mengevaluasi dan memberikan kontribusi pada perbaikan tata kelola, manajemen

risiko, dan proses pengendalian menggunakan pendekatan disiplin ilmu yang

sistematis.

2.2.4 Standar dan Pedoman Praktik Audit Internal

Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal menerbitkan Standar Profesi

Audit Internal (SPAI). SPAI ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi auditor

internal dalam melaksanakan tugasnya.

Menurut Konsorium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:5) SPAI

terdiri dari 3 standar, yaitu:

16

1. Standar Atribut

Standar atribut berkenaan dengan karakteristik organisasi, individu, dan

pihak-pihak yang melakukan kegiatan Audit Internal.

2. Standar Kinerja

Standar kinerja menjelaskan sifat dan kegiatan Audit Internal dan

merupakan ukuran kualitas pekerjaan audit, juga memberikan praktik-

praktik terbaik pelaksanaan audit mulai dari perencanaan sampai dengan

pemantauan tindak lanjut.

3. Standar Implementasi

Standar implementasi hanya berlaku untuk satu penugasan tertentu.

Standar implementasi yang akan diterbitkan di masa mendatang adalah

standar implementasi untuk kegiatan assurance, standar implementasi

untuk kegiatan consulting, standar implementasi untuk kegiatan

investigasi, dan standar implementasi Control Self Assessment (CSA).

2.3 Auditor Internal

2.3.1 Pengertian Auditor Internal

Auditor internal ialah orang yang melaksanakan aktivitas pemeriksaan.

Seorang auditor internal berusaha untuk menyempurnakan dan melengkapi setiap

kegiatan dengan penialaian langsung atas setiap bentuk pengawasan untuk dapat

mengikuti perkembangan dunia usaha yang semakin kompleks.

Definisi auditor internal menurut Mulyadi (2010:29) auditor internal

adalah:

“Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam Perusahaan

(Perusahaan negara maupun Perusahaan swasta) yang tugas pokoknya

adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh

mnajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya

penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan

17

efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan

informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.”

Audit Internal membantu manajemen dalam merancang dan memelihara

kecukupan dan efektivitas struktur pengendalian intern. Audit Internal juga

bertanggungjawab untuk meningkatan operasi organisasi serta menilai kecukupan

dan keefektifan dari masing-masing sitem pengendalian yang memberikan

jaminan kualitas dari proses pelaporan keuangan.

2.3.2 Kompetensi Auditor Internal

Fungsi Audit Internal tidak hanya terbatas kepada masalah keuangan saja,

melainkan juga meliputi seluruh aspek dan aktivitas yang ada di dalam

Perusahaan. Dengan dasar ini, maka auditor internal dituntut untuk memiliki

kompetensi yang tinggi, yaitu dengan mengembangkan kemampuan

profesionalnya secara berkelanjutan.

Kompetensi menurut Tugiman (2006:18) adalah sebagai berikut:

“Kompetensi adalah kemampuan profesional yang merupakan tanggung

jawab dari bagian Audit Internal dan masing-masing pemeriksa internal.”

Kompetensi setiap auditor internal merupakan tanggung jawab dari bagian

Audit Internal. Pimpinan Audit Internal dalam setiap pemeriksaan harus

menugaskan orang-orang yang secara bersama atau keseluruhan memiliki

pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk

melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas.

Melihat banyak beban yang harus dipikul oleh tim Audit Internal, maka

dapat diidentifikasi kebutuhan yang sesuai akan kompetensi dasar (basic

competency) yang sama bagi para auditor. Menurut Valery G. Kumaat (2011: 25-

18

27) dijelaskan kompetensi Audit Internal mulai dari head of department hingga

para pelaksana sebagai berikut:

1. Soft Competency Audit Internal: Menentukan Sosok Audit yang Ideal

Kepribadian atau karakter positif yang kuat sekarang ini diakui

sebagai penentu keberhasilan seseorang dalam meniti karir, lebih dari

bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Sosok Audit Internal

yang ideal harus memiliki keunikan tersendiri, yaitu perpaduan karakter

yang jarang dijumpai pada posisi atau profesi lain. Karena harus

independen dalam mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan akar

masalah hingga mengeluarkan rekomendasi solusi, integritas menjadi hal

yang tidak dapat ditawar.

2. Hard Competency Audit Internal: Menentukan Bobot Auditor

Meskipun Soft Competency memegang peranan penting, auditor

juga dituntut memiliki tingkat berpikir, pengetahuan, dan keterampilan

(Hard Competency) di atas rata-rata, tepatnya sebuah kombinasi

kompetensi yang terdiri dari Analytical Thinking, Multi-Dimensional

Knowledge, dan Advisory Skill.

2.3.3 Standar Profesional Audit Internal

Menurut Hery (2010:73) standar profesional Audit Internal terbagi atas

empat macam diantaranya yaitu:

1. Independensi

2. Kemampuan Profesional

3. Lingkup Pekerjaan

4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeriksaan

19

Adapun penjelasan dari keempat standar profesional Audit Internal

tersebut adalah :

1. Independensi

Audit Internal harus mandiri dan objektif. Audit Internal harus

mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang diperiksa. Auditor

inernal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara

bebas dan objektif. Kemandirian Audit Internal sangat penting terutama

dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral). Hal ini hanya

dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif dari para audit

interrnal. Status organisasi Audit Internal harus dapat memberikan

keleluasaan bagi Audit Internal dalam menyelesaikan tanggung jawab

pemeriksaan secara maksimal.

2. Kemampuan Profesional

a. Pengetahuan dan Kemampuan

Kemampuan profesional wajib dimiliki oleh Audit Internal. Dalam

setiap pemeriksaan, pimpinan Audit Internal haruslah menugaskan

orang-orang yang secara bersama-sama atau keseluruhan memiliki

pengetahuan dan kemampuan dari berbagai disiplin ilmu, seperti

akuntansi, ekonomi, keuangan, statistik, pemrosesan data elektronik,

perpajakan, dan hukum yang memang diperlukan unutk melaksanakan

pemeriksaan secara tepat dan pantas.

20

b. Pengawasan

Pimpinan Audit Internal bertanggung jawab dalam melakukan

pengawasan terhadap segala aktivitas pemeriksaan yang dilakukan oleh

para stafnya. Pengawasan yang dilakukan sifatnya berkelanjutan, yang

dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan penyimpulan hasil

pemeriksaan yang dilakukan.

c. Ketelitian Profesional

Audit Internal harus dapat bekerja secara teliti dalam

melaksanakan pemeriksaan. Audit Internal harus mewaspadai berbagai

kemungkinan terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja,

kesalahan, kelalaian, ketidakefektifan, pemborosan (ketidakefesienan),

dan konflik kepentingan.

3. Lingkup Pekerjaan

a. Keandalan informasi

Audit Internal haruslah menguji sistem informasi tersebut, dan

menentukan apakah berbagai catatan, laporan finansial dan laporan

operasional Perusahaan mengandung informasi yang akurat, dapat

dibuktikan kebenarannya, tepat waktu, lengkap, dan berguna.

b. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan

perundang-undangan

Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan sistem, yang

dibuat dengan tujuan memastikan pemenuhan berbagai persyaratan,

seperti kebijakan, rencana, prosedur, dan peraturan perundang-

21

undangan. Audit Internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah

sistem tersebut telah cukup efektif dan apakah berbagai kegiatan yang

diperiksa telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan.

c. Perlindungan aktiva

Audit Internal harus meninjau berbagai alat atau cara yang

digunakan untuk melindungi aktiva Perusahaan terhadap berbagai jenis

kerugian, seperti kerugian yang diakibatkan oleh pencurian, dan

kegiatan yang ilegal. Pada saat memverifikasi keberadaan suatu aktiva,

Audit Internal harus menggunakan prosedur pemeriksaan yang sesuai

dan tepat.

d. Penggunaan sumber daya

Audit Internal harus dapat memastikan keekonomisan dan

keefesienan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh Perusahaan.

Audit Internal bertanggung jawab untuk menetapkan suatu standar

operasional untuk mengukur keekonomisan dan efesiensi. Standar

operasional tersebut harus dipahami dan dipenuhi agar berbagai

penyimpangan dari standar operasional yang telah diidentifikasi,

dianalisis, dan diberitahukan kepada berbagai pihak yang bertanggung

jawab untuk dilakukan tindakan perbaikan.

e. Pencapaian tujuan

Audit Internal harus dapat memberikan kepastian bahwa semua

pemeriksaan yang dilakukan sudah mengarah kepada pencapaian tujuan

dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahan.

22

4. Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan

a. Perencanaan kegiatan pemeriksaan

Audit Internal harus terlebih dahulu melakukan perencanaan

pemeriksaan dengan meliputi penetapan tujuan pemeriksaan dan

lingkup pekerjaan, memperoleh informasi dasar tentang objek yang

akan diperiksa lalu menentukan tenaga yang diperlukan untuk

melaksanakan pemeriksaan. Selanjutnya melakukan survei secara tepat

untuk lebih mengenali bidang atau area yang akan diperiksa untuk

penetapan program pemeriksaan.

b. Pengujian dan Pengevaluasian

Audit Internal harus melakukan pengujian dan pengevaluasian

terhadap semua informasi yang ada guna memastikan ketepatan dari

informasi tersebut. Informasi inilah yang nantinya akan digunakan

untuk pemeriksaan.

c. Pelaporan Hasil Pemeriksaan

Audit Internal harus melaporkan hasil pemeriksaan yang

dilakukannya. Laporan yang dibuat haruslah objektif, jelas, singkat,

konstruktif dan tepat waktu. Objektif adalah laporan yang faktual, tidak

berpihak, dan terbebas dari distorsi. Laporan yang jelas adalah laporan

yang mudah dimengerti dan logis. Laporan yang singkat adalah laporan

yang diringkas langsung membicarakan pokok permasalahan dan

menghindari berbagai perincian yang tidak diperlukan. Laporan yang

konstruktif adalah laporan yang berdasarkan isi dan sifatnya akan

23

membantu pihak yang diperiksa dan organisasi serta menghasilkan

berbagai perbaikan yang diperlukan. Laporan yanng tepat waktu adalah

laporan yang pemberitaanya tidak ditunda dan mempercepat

kemungkinan pelaksanaan berbagai tindakan yang koreksi dan efektif.

Audit Internal juga harus langsung melaporkan hasil pemeriksaannya

kepada pimpinan dan karyawan lain apabila membutuhkan.

d. Tindak lanjut pemeriksaan

Audit Internal harus secara terus menerus meninjau dan melakukan

tindak lanjut untuk memastikan apakah suatu tindakan perbaikan telah

dilakukan dan memberikan berbagai hasil yang diharapkan. Tindak

lanjut Audit Internal didefinisikan sebagai suatu proses untuk

menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai

tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan

pemeriksaan yang dilaporkan.

2.4 Kecurangan (Fraud)

Pada kenyataannya fraud hampir terdapat di setiap lini pada organisasi,

mulai dari jajaran manajemen sampai kepada jajaran pelaksana bahkan bisa

sampai ke pesuruh (office boy). Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan

oleh seorang pegawai yang tampaknya jujur sekalipun.

Dalam kehidupan sehari-hari fraud dapat diartikan dengan istilah

pencurian pemerasan, penggelapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan,

kelalaian, dan lain-lain. Umumnya terdapat dua tipe kesalahan, yaitu kekeliruan

maupun ketidakberesan. Kekeliruan adalah kesalahan yang timbul karena

kesalahan manusia yang dilakukan oleh manajemen, maupun karyawan yang

disebabkan karena kesalahan. Sedangkan ketidakberesan adalah kesalahan yang

24

timbul karena kesengajaan dari pihak-pihak tertentu dalam Perusahaan untuk

mendapatkan keuntungan.

2.4.1 Pengertian Fraud

Pengertian fraud menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:11) adalah sebagai

berikut:

“Dalam istilah sehari-hari, fraud dimaknai sebagai ketidakjujuran. Dalam

terminologi awam fraud lebih ditekankan pada aktivitas penyimpangan

perilaku yang berkaitan dengan konsekuensi hukum, seperti penggelapan,

pencurian dengan tipu muslihat, fraud pelaporan keuangan, korupsi,

kolusi, nepotisme, penyuapan, penyalahgunaan wewenang, dan lain-lain”.

Adapun kecurangan didefinisikan oleh Hiro Tugiman (2004:63) adalah

sebagai berikut:

“Fraud mencakup perbuatan melanggar hukum dan pelanggaran terhadap

peraturan dan perundang-undangan lainnya yang dilakukan dengan niat

untuk berbuat curang. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sengaja demi

keuntungan atau kerugian suatu organisasi oleh orang dalam atau juga oleh

orang luar di luar organisasi tersebut.”

Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan, kecurangan mengarah pada

ketidakwajaran dan suatu tindakan yang ilegal. Sebagian besar merupakan

penipuan yang disengaja dan dilakukan untuk manfaat atau kerugian organisasi.

Kecurangan ini pun bisa dilakukak oleh orang dalam atau luar organisasi.

Pada dasarnya fraud merupakan tindakan yang melanggar hukum dan bisa

merugikan berbagai pihak. Fraud merupakan suatu hal yang sangat sulit

diberantas, bahkan korupsi di Indonesia sudah dilakukan secara sistematis

sehingga perlu penanganan yang sistematis. Akan tetapi kita harus optimis bahwa

bisa dicegah atau paling sedikitnya bisa dikurangi dengan menerapkan

pengendalian anti fraud.

25

2.4.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Fraud

Menurut Tunggal (2001:11) ada beberapa faktor atau motif seseorang

melakukan kecurangan, yaitu:

“1. Egosentris

2. Ideologis

3. Psikotis”

Penjelasan mengenai motif tersebut adalah sebagai berikut:

1. Egosentris merupakan motif yang berasal dari fakta bahwa penipu

berusaha menunjukkan bahwa ia lebih tinggi daripada orang lain.

2. Ideologis yaitu memiliki motif yakni melakukan kecurangan untuk

memberikan protes yang kuat atas sesuatu yang akan terjadi.

3. Psikotis yaitu sebuah kebiasaan dimana melakukan kecurangan

mereka diluar kewajiban atau obsesi.

Menurut Arens et al (2008:340) terdapat tiga faktor seseorang melakukan

kecurangan yang dikenal sebagai fraud triangle, yang dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 2.1

Fraud Triangle

Opportunity

Pressure Rationalization

Sumber: Arens et al (2008:340)

26

Berikut penjelasan mengenai fraud triangle tersebut:

1. Pressure (tekanan)

Tekanan ekonomi merupakan salah satu faktor yang mendorong

seorang berani melakukan tindak kecurangan. Faktor ini berasal dari

idividu si pelaku di mana dia merasa bahwa tekanan kehidupan yang

begitu berat memaksa si pelaku melakukan kecurangan untuk keuntungan

pribadinya. Hal ini terjadi biasanya dikarenakan jaminan kesejahteraan

yang ditawarkan Perusahaan atau organisasi tempat dia bekerja kurang

atau pola hidup yang serba mewah sehingga si pelaku terus-menerus

merasa kekurangan.

2. Opportunity (kesempatan)

Merupakan faktor yang sepenuhnya berasal dari luar individu,

yakni berasal dari organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan.

Kesempatan melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan.

Dengan kedudukan yang dimiliki, si pelaku merasa memiliki kesempatan

untuk mengambil keuntungan. Ditambah lagi dengan sistem pengendalian

dari organisasi yang kurang memadai.

3. Rationalization (rasionalisasi)

Si pelaku merasa memiliki alasan yang kuat yang menjadi dasar

untuk mebenarkan apa yang dia lakukan. Serta mempengaruhi pihak lain

untuk menyetujui apa yang dia lakukan.

27

Fraud umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan

penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan yang ada dan adanya

pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut. Banyaknya fraud

yang terjadi mengakibatkan Perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar

sehingga Perusahaan dapat jatuh pada saat yang tidak tepat, misalnya kehilangan

uang atau saham.

2.4.3 Tanda-tanda kecurangan (Fraud)

Tanda-tanda fraud yang disebutkan oleh Tunggal (2001:61) antara lain

adalah:

1. Terdapat perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dengan

tahun-tahun sebelumnya

2. Tidak ada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas

3. Tidak ada rotasi pekerjaan karyawan

4. Pengendalian operasi yang tidak baik

5. Situasi karyawan yang sedang dalam tekanan.

Pernyataan itu memberikan penjelasan bahwa fraud dapat dideteksi dari

perbedaan angka laporan keuangan yang mencolok dari tahun-tahun sebelumnya.

Ini disebabkan karena laporan keuangan yang dimanipulasi untuk menutupi fraud

sehingga timbul perbedaan angka. Tidak adanya pembagian tugas dan tanggung

jawab yang jelas juga dapat menimbulkan fraud karena karyawan dapat bertindak

semena-mena tanpa memperdulikan tanggung jawabnya.

Karyawan harus dirotasi karena semakin lama karyawan ditempatkan di

bagian tertentu, mereka akan mengetahui banyak rahasia atau hal-hal penting yang

28

berkaitan dengan pekerjaannya. Selain itu, pengendalian operasi harus berjalan

dengan baik agar sumber daya efisien dan efektif.

Fraud biasanya muncul bersamaan dengan red flag. Red flag dapat

didefinisikan sebagai suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan

normal. Penjelasan lain, dapat dikatakan red flag adalah suatu indikasi akan

adanya sesuatu yang tidak biasa dan perlu penyidikan lebih lanjut.

Menurut Soejono Karni (2000:38) faktor pendorong atau indikasi

terjadinya kecurangan sebagai berikut:

1. Lemahnya pengendalian intern:

a. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan

b. Manajemen tidak menekankan perlunya peran intern control

c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal conflict interest

d. Internal auditor tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para

eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang besar.

2. Tekanan keuangan terhadap seseorang:

a. Banyak hutang

b. Pendapatan rendah

c. Gaya hidup mewah.

3. Tekanan non-financial

a. Tuntutan pimpinan diluar kemampuan bawahan

b. Direktur utama menetapkan suatu tujuan yang harus dicapai tanpa

dikonsultasikan dulu kepada bawahannya

c. Penurunan penjualan.

29

4. Indikasi lain:

a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai

b. Meremehkan integritas pribadi

c. Kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal.

Pada umumnya faktor pendorong seseorang melakukan tindakan fraud

adalah tekanan, baik itu tekanan finansial maupun non finansial yang didukung

dengan adanya kesempatan karena Perusahaan tidak menindak tegas pelaku fraud

sehingga tidak membuat efek jera bagi para pelaku fraud.

2.4.4 Jenis-jenis Kecurangan

Menurut Association of Certified Fraud Examination (ACFE) dalam

Tuanakotta (2007:96), kecurangan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Financial Statement)

Kecurangan laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai

kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk slaah saji

material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor.

Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non-financial

Kecurangan financial menggambarkan kecurangan dalam

menyusun laporan keuangan. Kecurangan ini berupa salah saji

(misstatements baik overstatements maupun understatements).

Kecurangan non-financial menggambarkan kecurangan dalam

menyusun laporan non-keuangan. Kecurangan ini berupa penyampaian

laporan non-keuangan yang menyesatkan lebih bagus dari keadaan yang

sebenarnya, dan seringkali merupakan pemalsuan dan pemutarbalikkan

30

fakta. Bisa tercantum dalam dokumen yang dipakai untuk kepentingan

intern maupun ekstern.

2. Penyalahgunaan Aset (Aset Misappropriation)

Asset Misappropriation atau “pengambilan” aset secara ilegal

dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun, dalam istilah hukum,

“mengambil” aset secara ilegal (tidak sah, atau melawan hukum) yang

dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau

mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan. Penyalahgunaan aset

dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas

persediaan dan aset lainnya, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara

curang (fraudulent disbursement).

3. Korupsi (Corruption)

Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut

ACFE. Korupsi di sini serupa tapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam

ketentuan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia. Korupsi menurut ACFE terbagi ke dalam empat bentuk, yaitu

pertentangan kepentingan (conflick of interest), suap (bribery), pemberian

ilegal (illegal grasatuities), dan pemerasan ekonomi (economic extortion).

2.4.5 Pendeteksian Kecurangan

Kecurangan merupakan tindakan yang sifatnya kontinyu dan memang sulit

dalam upaya menghapuskan tindakan tersebut, meski telah ada upaya internal

audit dalam suatu organisasi dikarenakan kecurangan itu sendiri telah membudaya

serta sifat manusia yang terkadang mempunyai sifat serakah yang akhirnya dapat

memicu hal tersebut. Meski demikian, internal audit tetap berupaya dalam

31

meminimalisir kecurangan dalam organisasi dengan mengupayakan pencegahan

dini, serta memberikan pembinaan-pembinaan dalam sebuah Perusahaan atau

organisasi.

Menurut Valery G. Kumaat (2011:156) mendeteksi kecurangan (Fraud

Detection) adalah sebagai berikut:

“Mendeteksi kecurangan adalah upaya untuk mendapatkan indikasi

awal yang cukup mengenai tindak kecurangan, sekaligus

mempersempit ruang gerak para pelaku kecurangan (yaitu ketika pelaku

menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk

berkelit).”

Sedangkan menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:45) pendeteksian fraud

oleh internal auditor merupakan:

“Pendeteksian fraud oleh internal auditor merupakan pengidentifikasian

indikator-indikator fraud yang mengarahkan perlu tidaknya dilakukan

pengujian.”

Dari beberapa definisi di atas sudah jelas bahwa pendeteksian fraud

merupakan suatu deteksi awal yang harus dilakukan agar tindak fraud dapat

dicegah untuk tidak dilakukan, dan untuk mengetahui perlu tidaknya dilakukan

pengujian.

Berbagai teknik dapat diterapkan untuk mendeteksi kecurangan, seperti

yang dikutip dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP, 2000),

yaitu:

1. Critical atau Key Point Auditing

Critical point auditing adalah suatu teknik dimana melalui pemeriksaan

atas catatan pembukuan, gejala suatu manipulasi dapat diidentifikasi.

Keberhasilan untuk dapat mendeteksi fraud tergantung pada tiga faktor:

32

a. Besarnya organisasi dan jumlah transaksi catatan yang tersedia untuk

diperiksa

b. Jumlah item yang diperiksa

c. Jumlah kecurangan yang terjadi

2. Analisis Kepekaan Pekerjaan

Setiap pekerjaan dalam suatu organisasi meiliki berbagai peluang atau

kesempatan untuk terjadinya fraud. Teknik analisis pekerjaan (job

sensitivity analysis) ini pada prinsipnya didasarkan pada asumsi jika

seseorang karyawan bekerja pada posisi tertentu, peluang atau tindakan

negatif (kecurangan) apa saja yang dapat dilakukan.

Dengan kata lain teknik ini merupakan analisa dengan memandang

“pelaku potensial”. Sehingga pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya fraud

dapat dilakukan misalnya dengan memperketat pemeriksaan intern pada posisi

yang rawan fraud.

Audit akan dapat berjalan secara efektif jika mampu dalam mendeteksi

kecurangan dan mengurangi kegagalan dalam pendeteksian kecurangan melalui

tindakan dan langkah-langkah seagai berikut (SAS No.99):

1. Seluruh anggota tim harus memahami apa yang disebut dengan

kecurangan dan tindakan-tindakan apa saja yang dapat dikategorikan

sebagai kecurangan

2. Mendiskusikan di antara anggota tim mengenai risiko salah saji material

yang disebabkan oleh kecurangan

33

3. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi risiko

salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan

4. Mengidentifikasi masing-masing risiko yang mungkin menyebabkan salah

saji material yang berasal dari tindakan kecurangan

5. Menilai risiko-risiko yang teridentifikasi serta mengevaluasi pengaruhnya

pada akun

6. Merespon hasil penilaian mengenai risiko kecurangan. Respon yang harus

diberikan oleh auditor adalah:

a. Respon bahwa risiko keuangan memiliki efek pada bagaimana audit

akan dilaksanakan

b. Respon yang meliputi penentuan sifat, saat dan lingkup prosedur audit

yang akan dilaksanakan

c. Respon dengan merencanakan prosedur-prosedur tertentu dengan

tujuan mendeteksi salah saji material akibat tindakan kecurangan

7. Mengevaluasi hasil audit. Audit harus mengevaluasi:

a. Penilaian risiko salah saji material yang disebabkan oleh kecurangan

selama pelaksanaan audit

b. Mengevaluasi prosedur analitis yang dilaksanakan dalam pengujian

substantif atau review keseluruhan tahap audit yang

mengidentifikasikan tidak ditemukan risiko salah saji material yang

berasal dari tindakan kecurangan

c. Mengevaluasi risiko salah saji material yang disebabkan kecurangan

saat audit hampir selesai dilaksanakan

34

8. Mengkomunikasikan mengenai kecurangan pada manajemen, komite audit

atau pihak lain

9. Mendokumentasikan pertimbangan yang digunakan oleh auditor mengenai

kecurangan. Dokumentasi itu dalam bentuk:

a. Dokumentasi mengenai diskusi antar anggota tim audit dalam

perencanaan audit dalam hubungannya dengan pendeteksian

kecurangan yang mungkin terjadi dalam laporan keuangan entitas.

b. Prosedur yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi yang

dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan menilai salah saji yang

disebabkan oleh tindakan kecurangan

c. Risiko khusus yang teridentifikasi dan menilai salah saji material dan

respon auditor atas hal tersebut

d. Alasan untuk tidak dilaksanakannya prosedur tambahan tertentu

e. Bentuk komunikasi mengenai kecurangan pada manajemen, komite

audit atau pihak lain.

Dengan melaksanakan langkah-langkah tersebut, maka auditor diharapkan

dapat lebih efektif dalam melaksanakan pengauditan yang sekaligus dapat lebih

efektif dalam mendeteksi adanya kecurangan di dalam laporan keuangan serta

menghindari tuntutan hukum dikemudian hari.

Upaya pendeteksian ini bisa berlangsung dalam waktu relatif cepat, tetapi

terkadang harus membutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan. Menurut Valery

G Kumaat (2011:156) menyimpulkan bahwa cepat atau lambatnya pendeteksian

bergantung pada:

35

1. Faktor di pihak pelaku, yaitu kemampuannya menyiasati sistem atau

menutup celah dari praktek fraud nya, sehingga menentukan tingkat

kerumitan suatu tindak fraud.

2. Faktor yang ditentukan oleh kapasitas auditor sendiri, yaitu

kemampuannya mengembangkan audit berbasis resiko (risk based audit)

dan membangun Jaringan Informan (Audit Intelligence) dengan tetap

bersikap hati-hati.

Adanya upaya pencegahan yang diterapkan oleh Perusahaan dapat

memperkecil peluang terjadinya fraud karena setiap tindakan fraud dapat

terdeteksi cepat dan diantisipasi dengan baik oleh Perusahaan. Setiap karyawan

tidak merasa tertekan lagi dan melakukan pembenaran terhadap tindakan fraud

yang dapat merugikan banyak pihak.

AICPA bersama dengan organisasi profesional, menerbitkan Management

Anti Fraud Program and Controls: Guidance to Prevent, Deter, and Detect

Fraud. Dalam pedoman tersebut, mengungkapkan tiga unsur untuk mencegah,

menghalangi, dan mendeteksi kecurangan: budaya jujur dan etika yang tinggi,

tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi resiko kecurangan, dan

pengawasan oleh komite audit.

Mencakup ketiga hal di atas, maka pengendalian internal merupakan cara

yang paling efektif dalam mencegah dan menghalangi kecurangan. Namun,

penciptaan lingkungan pengendalian yang efektif tidak luput dari adanya nilai

atau norma yang dianut dalam Perusahaan tersebut. Dengan adanya nilai dan

norma dapat membantu menciptakan budaya jujur dan etika yang tinggi.

36

Penciptaan budaya jujur dan etika yang tinggi menurut Tunggal (2012:220)

mencakup enam unsur:

1. Tone at the top.

Manajemen dan dewan direksi berada pada posisi atas. Dalam hal ini

manajemen dan dewan direksi selaku pemberi arahan terhadap

karyawannya serta tidak membiarkan karyawan yang tidak menanamkan

kejujuran dan perilaku etis.

2. Menciptakan lingkungan kerja positif.

Semangat karyawan akan semakin meningkat jika dalam Perusahaannya ia

merasa lebih santai, namun tetap memiliki dedikasi yang tinggi. Dengan

demikian, karyawan tidak merasa terabaikan dalam lingungannya,

misalnya seorang karyawan yang tidak mendapatkan tekanan berlebihan,

ancaman dan sebagainya.

3. Mempekerjakan dan mempromosikan pegawai yang tepat.

Perusahaan sebaiknya memprioritaskan karyawan untuk mendapat

promosi atau mempekerjakan berdasarkan tingkat kejujuranya agar

karyawan di dalamnya dapat lebih kompeten dan menanamkan

kejujurannya sehingga dapat membantu pencegahan terjadinya

kecurangan. Hal demikian dimaksudkan agar lebih mengefektifkan

pencegahan atau menghalangi kecurangan.

37

4. Pelatihan.

Pelatihan merupakan tool serta menjadi pegangan bagi karyawan dalam

Perusahaan agar mampu menerapkan perilaku etisnya. Pelatihan

merupakan bagian yang penting dalam pengendalian anti kecurangan ini.

5. Konfirmasi.

Adakalanya pegawai mengkonfirmasikan tanggung jawab serta perilaku

mereka selama bekerja tanpa melaporkan suatu tindakan yang melanggar.

Hal ini dapat mengokohkan kebijakan kode perilaku dan juga membantu

pegawai untuk tidak melakukan kecurangan.

6. Disiplin.

Setiap pegawai harus mengetahui bahwa mereka akan dimintai

pertanggungjawaban jika tidak mengikuti kode perilaku Perusahaannya

atau melanggar nilai dan norma, sehingga pegawai akan merasa enggan

untuk berbuat tidak etis yang merujuk pada kecurangan.

2.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

2.5.1 Kerangka Pemikiran

Audit Internal sebagai suatu cara yang digunakan untuk mencegah

kecurangan dalam suatu organisasi yang kegiatannya meliputi pengujian dan

penilaian efektivitas serta kecukupan sistem pengendalian internal organisasi.

Fungsi Audit Internal dapat berupa layanan informasi, sistem atau proyek. Tanpa

Audit Internal, kepala instansi tidak akan memiliki sumber informasi internal

yang bebas mengenai kinerja dalam organisasi.

Audit Internal sangat erat berkaitan dengan masalah pendeteksian

kecurangan di dalam Perusahaan. Adanya Audit Internal dalam suatu Perusahaan

38

diyakini bermanfaat dalam membantu mencegah terjadinya kecuranan. Namun

demikian, Audit Internal tidak bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan,

meskipun Audit Internal merupakan pihak yang memiliki kewajiban yang paling

besar dalam masalah pendeteksian kecurangan.

Audit Internal harus bisa memastikan apakah kecurangan tersebut memang

ada atau tidak. Untuk memastikannya, Audit Internal akan melakukan evaluasi

terhadap Sistem Pengendalian Intern yang dibuat manajemen dan aktivitas

karyawan Perusahaan berdasarkan kriteria yang tepat untuk merekomendasikan

suatu rangkaian tindakan kepada pihak manajemen. Disamping itu, Audit Internal

harus mempunyai alat pengendalian yang efektif sehingga setiap kecurangan

dapat dideteksi dan dicegah sedini mungkin.

Dengan demikian, jelas bahwa Audit Internal membantu manajemen

dalam memberikan saran dan nasehatnya sehubungan dengan Sistem

Pengendalian yang dibuat oleh manajemen. Bukan menindaknya tapi sekedar

menilai dan mengevaluasinya, karena tindakan lebih lanjut sepenuhnya ada

ditangan manajemen.

Menurut Valery G. Kumat (2011:35) mendefinisikan Audit Internal adalah

sebagai berikut:

“Audit Internal adalah agen yang paling “pas” untuk mewujudkan Internal

Control, Risk Management dan Good Corporate Governance yang

pastinya akan memberi Nilai Tambah bagi Sumber Daya dan Perusahaan.”

Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa Audit Internal merupakan

suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi guna menelaah atau

mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan Perusahaan untuk memberikan saran

kepada manajemen.

39

Menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:65) Audit Internal memainkan

peranan penting dalam memantau aktivitas untuk memastikan bahwa program dan

pengendalian anti fraud telah berjalan efektif. Aktivitas Audit Internal dapat

mencegah sekaligus mendeteksi fraud.

Pengertian Fraud berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga

menyebabkan informasi tidak benar, apabila suatu kesalahan adalah disengaja

maka kesalahan tersebut merupakan fraud (fraud ulent).

Adapun pengertian fraud menurut Amin Widjaja Tunggal (2012:2) adalah

sebagai berikut:

“Fraud, sebagaimana yang umumnya dimengerti dewasa ini, berarti

ketidakjujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu

kesalahan penyajian yang dikehendaki atas suatu fakta yang material.”

Penelitian yang dilakukan penulis mengenai pengaruh Audit Internal

terhadap pendeteksian fraud ini menyebutkan bahwa Audit Internal berfungsi

membantu manajemen dalam pendeteksian fraud yang terjadi di suatu organisasi.

Tindakan fraud dapat dicegah dengan cara menciptakan budaya kejujuran, sikap

keterbukaan dan meminimalisasi kesempatan untuk melakukan tindakan fraud.

Kasus fraud yang semakin marak terjadi membuat kerugian yang cukup

besar bagi Perusahaan. Apabila fraud tidak bisa dideteksi dan dihentikan, maka

akan berakibat fatal bagi Perusahaan. Untuk itu manajemen Perusahaan harus

mengambil tindakan yang tepat untuk mendeteksi dan mencegah terjadinya fraud.

Menurut Valery G Kumaat (2011:156) mendeteksi fraud (fraud detection)

adalah upaya untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai tindak

fraud, sekaligus mempersempit ruang gerak para pelaku fraud (yaitu ketika

pelaku menyadari prakteknya telah diketahui, maka sudah terlambat untuk

40

berkelit). Maka dengan adanya Audit Internal di dalam Perusahaan tindak fraud

dapat dicegah dan dideteksi karena setiap gerak-gerik karyawan terawasi dan

terbatasi untuk melakukan tindakan fraud.

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk

mengungkapkan symptom fraud yang berpotensi terjadi di lingkungan PDAM

Tirtawening Kota Bandung serta pengaruh Audit Internal terhadap pendeteksian

terjadinya fraud. Kerangka pemikiran tersebut adalah:

Gambar 2.2

Kerangka Pemikiran

2.5.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah disusun,

maka peneliti mengemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut:

Jika Audit Internal menjalankan perannya sebagai internal control dengan

baik maka akan berpengaruh dalam mendeteksi praktek kecurangan.

Audit Internal PDAM

Tirtawening Bandung

Fungsi Audit Internal

yang Memadai

Mendeteksi

Kecurangan