12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Pengertian Audit
Audit adalah suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi
bukti secara obyektif yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan
dan kejadian-kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan tingkat
kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Audit
adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara
independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan informasi
pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintahan (APIP, 2013)
Secara Teoritis Pengertian Auditing menurut Komite Konsep Audit Dasar
(Committe on Basic Auditing Concepts) adalah : “Suatu proses sistematis
mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan
asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian
antara asersi-asersi tersebut dan menetapkan kriteria serta mengkomunikasikan
hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
Berdasarkan beberapa definisi yang diatas dapat disimpulkan bahwa audit
adalah suatu proses pemeriksaan yang sistematis yang dilakukan oleh pihak yang
memiliki kompetensi, keahlian, independen terhadap laporan keuangan dengan
menghimpun dan mengevaluasi bukti secara objektif yang bertujuan untuk
13
memberikan opini dan menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
2.1.2 Jenis Audit
Standar audit sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit APIP
mengatur dua jenis audit, yaitu :
1) Audit Kinerja
Audit Kinerja adalah audit atas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi
pemerintahan yang terdiri audit aspek ekonomi, efisiensi, dan audit aspek
efektivitas, serta ketaatan pada peraturan.
2) Audit Investigatif
Audit investigatif merupakan proses mencari, menemukan, dan
mengumpulkan barang bukti secara sistematis yang bertujuan
mengungkapkan terjadi atau tidaknya suatu perbuatan dan pelakunya guna
dilakukan tindakan hukum selanjutnya.
2.1.3 Manfaat Audit
Manfaat audit dari sisi pengawasan adalah sebagai berikut :
1) Preventif Control
Tenaga akuntansi akan bekerja lebih berhati-hati dan akurat bila mereka
menyadari akan audit.
14
2) Detective Control
Suatu penyimpangan atau kesalahan yang terjadi lazimnya akan dapat
diketahui dan dikoreksi melalui suatu proses audit.
3) Reporting Control
Setiap kesalahan perhitungan, penyajian, atau pengungkapan, yang tidak
dikoreksi dalam keuangan akan disebutkan dalam laporan pemeriksaan.
Dengan demikian pembaca laporan keuangan terhindar dari informasi yang
keliru atau menyesatkan.
2.1.4 Pengertian dan Jenis Auditor
Auditor merupakan jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas,
tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada
instansi pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang di dalamnya terdapat
kepentingan Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang diduduki
oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara
penuh oleh pejabat yang berwenang.
Pengertian auditor sebagaimana dimaksud di atas mecakup Jabatan
Fungsional Auditor (JFA) dan Jabatan Pengawasan Penyelenggara Urusan
Pemerintah di Daerah (JFP2UPD) yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis
fungsional bidang pengawasan di lingkungan Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP, 2013). Adapun jenis-jenis auditor, yaitu:
15
1) Auditor Independen
Auditor Independen adalah auditor professional yang menyediakan jasanya
kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan
yang dibuat oleh kliennya. Syarat berpraktik, seseorang harus memenuhi
persyaratan pendidikan dan pengalaman kerja tertentu ( lulus jurusan akuntansi
fakultas ekonomi atau mempunyai ijazah yang disamakan, telah mendapat gelar
akuntan dari Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan, dan mendapat
izin praktik dari Menteri Keuangan).
2) Auditor Internal
Auditor Internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (negara
maupun swasta), tugasnya menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya
penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas
prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang
dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. Internal auditing adalah suatu
penilaian, yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai
ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi, dan kegunaan catatan-catatan
(akutansi) perusahaan, serta pengendalian intern yang terdapat dalam
perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan
(manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan
analisa, penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang di audit.
16
2) Auditor Pemerintah
Auditor Pemerintah adalah auditor professional yang bekerja di instansi
pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban
keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Yang
dimaksud adalah auditor yang bekerja di: BPKP (Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan) dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), serta instansi pajak
BPKP adalah instansi pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada
presiden RI dalam bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah.
2.1.5 Pengertian Kerugian Daerah
1) Kerugian Menurut Hukum Administrasi Negara
Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara (Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004) memberikan definisi tentang “kerugian” dalam konteks kerugian
Negara/daerah. Pasal 1 ayat (22) undang-undang ini berbunyi:
Kerugian Negara / daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang,
yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai.
Keuangan Negara/daerah yang timbul karena keadaan di luar kemampuan
manusia (force majeure) tidak dapat dituntut. Kerugian Negara/daerah sebagai
akibat perbuatan melawan hukum, dapat dituntut. Paham yang dikemukakan
dalam Pasal 1365 KUHPer tercermin dalam Kerugian Negara/Daerah yang dapat
17
dituntut.
Para praktisi menafsirkan “nyata dan pasti” sebagai sesuatu yang benar-
benar dikeluarkan atau terjadi. Dalam lingkup Undang-Undang Perbendaharaan
Negara, penafsiran ini tepat. Misalnya dalam hal kekurangan uang, surat berharga,
dan barang. Mudah bagi yang diperiksa dan yang memeriksa (auditee-auditor)
mencapai kesepakatan tentang “kekurangan yang nyata dan pasti jumlahnya”.
Ukurannya objektif atau hampir tidak ada unsur penafsiran yang subjektif.
2) Kerugian dalam Praktik Hukum Administrasi Negara
Praktik kerugian antara lain dapat dilihat dari petunjuk yang diterbitkan
BPK. Makna kerugian dalam arti Kerugian Negara menurut Petunjuk BPK:
a) Kerugian Negara/Daerah
Kerugian Negara adalah berkurangnya kekayaan Negara yang disebabkan
oleh sesuatu tindakan melanggar hukum/kelalaian seseorang dan/atau
disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan di luar kemampuan manusia
(force majeure).
b) Besarnya Jumlah Kerugian Negara
Dalam masalah kerugian Negara pertama-tama perlu diteliti dan
dikumpulkan bahan bukti untuk menetapkan besarnya kerugian yang
diderita oleh Negara. Dalam penelitian ini perlu diperhatikan bahwa tidak
diperkenankan melakukan tuntutan ganti rugi untuk jumlah yang lebih besar
daripada kerugian sesungguhnya diderita. Karena itu pada dasarnya
besarnya kerugian Negara tidak boleh ditetapkan dengan dikira-kira atau
18
ditaksir.
2.1.6 Terjadinya Kerugian Daerah
Menurut Husein (2013), ada beberapa cara terjadinya kerugian daerah, yaitu
kerugian daerah yang terkait dengan berbagai transaksi: transaksi barang dan jasa,
transaksi yang terkait dengan utang-piutang, dan transaksi yang terkait dengan
biaya dan pendapatan. Tiga kemungkinan terjadinya kerugian daerah tersebut
menimbulkan beberapa kemungkinan peristiwa yang dapat merugikan keuangan
daerah atau perekonomian daerah.
Pertama, terdapat pengadaan barang dengan harga yang tidak wajar karena
jauh di atas harga pasar, sehingga dapat merugikan keuangan daerah sebesar
selisih harga pembelian dengan harga pasar atau harga yang wajar. Korupsi di
dalam proses pengadaan barang dan jasa inilah yang paling banyak terjadi di
Indonesia. Sering kali proses pengadaan barang dan jasa diikuti dengan adanya
suap atau kickback dari peserta tender kepada pejabat negara.
Kedua, harga pengadaan barang dan jasa wajar. Wajar tetapi tidak sesuai
dengan spesifikasi barang dan jasa yang dipersyaratkan. Kalau harga barang dan
jasa murah, tetapi kualitas barang dan jasa itu kurang baik, maka dapat dikatakan
juga merugikan keuangan daerah.
Ketiga, terdapat transaksi yang memperbesar utang daerah secara tidak
wajar, sehingga dapat dikatakan merugikan keuangan negara karena kewajiban
negara untuk membayar hutang semakin besar. Misalnya pada waktu yang lalu
pernah terjadi sebuah bank swasta yang saham mayoritasnya.
Keempat, piutang negara berkurang secara tidak wajar dapat juga dikatakan
19
merugikan keuangan negara.
Kelima, kerugian negara dapat terjadi kalau aset negara berkurang karena
dijual dengan harga yang murah atau dihibahkan kepada pihak lain atau ditukar
dengan pihak swasta atau perorangan (ruilslag). Dapat juga terjadi aset daerah
yang tidak boleh dijual, tetapi kemudian dijual setelah mengubah kelas aset
negara yang akan dijual tersebut menjadi kelas yang lebih rendah, seperti yang
pernah terjadi pada salah satu instansi pemerintah beberapa waktu yang lalu.
Keenam, memperbesar biaya instansi atau perusahaan. Hal ini dapat terjadi
baik karena pemborosan maupun dengan cara lain, seperti membuat biaya fiktif.
Dengan biaya yang diperbesar, keuntungan perusahaan yang menjadi objek pajak
semakin kecil, sehingga negara tidak menerima pemasukan pajak atau menerima
pemasukan yang lebih kecil dari yang seharusnya.
Di samping itu, kerugian negara dapat juga timbul dengan cara lain , yaitu
hasil penjualan suatu perusahaan dilaporkan lebih kecil dari penjualan sebenarnya,
sehingga mengurangi penerimaan resmi perusahaan tersebut. Misalnya dengan
melakukan transfer picing, di mana perusahaan menjual barang secara murah
kepada perusahaan lain di luar negeri yang masih ada kaitan dengan perusahaan
penjual. Akibatnya, penerimaan perusahaan lebih kecil dari seharusnya, sehingga
objek pajaknya tidak ada sama sekali atau semakin kecil.
Menurut Masrizal (2010), kerugian daerah dapat ditelaah dari waktu yang
disediakan melakukan audit, banyak kegiatan yang diaudit, banyak temuan yang
diperoleh, nilai temuan kerugian yang diperoleh, dan penyebab penyimpangan
yang dilakukan. Hal-hal tersebut merupakan dasar pertimbangan oleh auditor
20
untuk menyatakan kerugian yang dialami.
2.1.7 Pengalaman Audit
Kusumastuti (2008:56) menyatakan bahwa pengalaman adalah keseluruhan
perjalanan yang di petik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang di alami
dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman berdasarkan lama bekerja merupakan
pengalaman auditor yang dihitung berdasarkan suatu waktu atau tahun. Sehingga
auditor yang telah lama bekerja sebagai auditor dapat dikatakan berpengalaman.
Karena semakin lama bekerja menjadi auditor, maka akan dapat menambah dan
memperluas pengetahuan auditor dibidang akuntansi dan dibidang auditing.
Menurut pendapat Tubbs (1992) dalam Noviani dan Bandi (2002: 483) jika
seorang auditor berpengalaman, maka (1) auditor menjadi sadar terhadap lebih
banyak kekeliruan, (2) auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit
tentang kekeliruan, (3) auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak
lazim, dan (4) hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan, departemen
tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal
menjadi relatif lebih menonjol.
Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan
perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non
formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada
suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga mencakup
perubahaan yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman,
pemahaman dan praktek. (Asih, 2006:12). Kenyataan menunjukkan bahwa
21
semakin lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman yang dimiliki
pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja berarti semakin sedikit
pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja memiliki keahlian dan
keterampilan kerja yang cukup namun sebaliknya, keterbatasan kerja
mengakibatkan tingkat keterampilan dan keahlian yang dimiliki semakin rendah.
Kebiasaan untuk melakukan tugas dan pekerjaan sejenis merupakan sarana positif
untuk meningkatkan keahlian tenaga kerja.
Menurut Taufik (2008:72), memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih
banyak pengalaman dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang
tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang
baik mengenai peristiwa-peristiwa. Maka dengan adanya pengalaman kerja yang
semakin lama diharapkan auditor dapat semakin baik dalam mengindikasi
kecurangan yang terjadi. Dengan bertambahnya pengalaman auditing, jumlah
kecurangan yang diketahui oleh auditor diharapkan akan bertambah. Pada saat
yang sama, hal ini menjadi lebih mudah untuk membedakan hal-hal yang
termasuk dalam kategori yang berbeda. Bertambahnya pengalaman menghasilkan
struktur kategori yang lebih tepat (akurat) dan lebih komplek. Oleh karena itu,
konsep kecurangan yang dimiliki auditor kemungkinan menjadi lebih dapat
ditegaskan dan kemampuan untuk menentukan apakah kecurangan tertentu yang
terjadi pada suatu siklus transaksi tertentu kemungkinan akan meningkat dengan
bertambahnya pengalaman.
Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah
dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk
22
melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang,
semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan
sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengalaman
kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering
seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat
dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang
dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan
memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjutak, 2005:26).
Pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih (Asih,
2006:56). Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai pengetahuan yang
dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak
mempunyai pengetahuan cukup akan tugasnya. Kenyataan menunjukkan semakin
lama seseorang bekerja maka, semakin banyak pengalaman kerja yang dimiliki
oleh pekerja tersebut. Sebaliknya, semakin singkat masa kerja seseorang biasanya
semakin sedikit pula pengalaman yang diperolehnya. Pengalaman bekerja
memberikan keahlian dan ketrampilan dalam kerja sedangkan, keterbatasan
pengalaman kerja mengakibatkan tingkat ketrampilan dan keahlian yang dimiliki
semakin rendah. Ini biasanya terbukti dari kesalahan yang dilakukan dalam
bekerja dan hasil kerja yang belum maksimal.
Menurut Masrizal (2010) pengalaman auditor dapat dilihat dari , lama
bertugas sebagai auditor, banyaknya melakukan audit, frekuensi melakukan tugas
audit sejenis, jenis-jenis audit yang pernah dilakukan, lama waktu menyelesaikan
audit. Asih (2006:22) memberikan bukti empiris bahwa dampak auditor akan
23
signifikan ketika kompleksitas tugas dipertimbangkan. Pengalaman akan
berpengaruh signifikan ketika tugas yang dilakukan semakin kompleks. Seorang
yang memiliki pengetahuan tentang kompleksitas tugas akan lebih ahli dalam
melaksanakan tugas-tugas pemeriksaan, sehingga memperkecil tingkat kesalahan,
kekeliruan, ketidakberesan, dan pelanggaran dalam melaksanakan tugas. Tentang
dampak pengalaman dalam kompleksitas tugas, tugas spesifik dan gaya
pengambilan keputusan, memberikan kesimpulan bahwa kompleksitas tugas
merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pertambahan
pengalaman. Auditor junior biasanya memperoleh pengetahuan dan
pengalamannya terbatas dari buku teks sedangkan auditor senior mengembangkan
pengetahuan dan pengalaman lewat pelatihan dan pengembangan lebih lanjut dari
kesalahan-kesalahan yang dilakukan (Asih, 2006:22).
2.1.8 Skeptisme Profesional
Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan pengujian secara kritis bukti audit. Karena bukti
audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, sehingga skeptisme
profesional harus digunakan selama proses tersebut (Internal Audit Charter,
2012). Penggunaan kecermatan profesional menuntut auditor untuk melaksanakan
skeptisme profesional. Auditor tidak menganggap bahwa manajemen tidak jujur,
namun juga tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan
lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, auditor tidak harus puas dengan
24
bukti yang kurang persuasif karena keyakinannya bahwa manajemen adalah jujur
(APIP, 2013).
Skeptisme profesional di pengaruhi oleh fraud risk assessment (penaksiran
risiko kecurangan) yang di berikan oleh atasan auditor sebagai pedoman dalam
melakukan audit di lapangan ( Payne dan Ramsay, 2005). Salah satu penyebab
kegagalan auditor dalam mengindikasi kecurangan adalah rendahnya tingkat
skeptisme profesional audit (Noviyanti, 2008). Auditor dengan pengalaman yang
banyak akan menunjukan tingkat skeptisme profesional yang tinggi (Anugrah
dkk, 2011).
Skeptisme Profesional didefinisikan sebagai suatu sikap yang mencakup
suatu pikiran yang mempertanyakan, yang peka terhadap kondisi yang
mengindikasikan kemungkinan salah saji yang disebabkan oleh kesalahan atau
kecurangan, dan sautu penilaian atas bukti secara kritis. Di dalam Internal Audit
Charter dinyatakan bahwa seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit di
lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti proses audit yang tertera
dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap skeptisme
profesional. Skeptisme profesional perlu dimiliki oleh auditor terutama pada saat
memperoleh dan mengevaluasi bukti audit. Skeptisme profesional dapat diartikan
sebagai sikap yang tidak mudah percaya akan bukti audit yang disajikan. Sikap
skeptisme profesional sangat penting untuk dimiliki oleh auditor guna
mendapatkan informasi yang kuat, yang akan dijadikan dasar bukti audit yang
relevan yang dapat mendukung pemberian opini atas kewajaran laporan keuangan.
25
Ketidakmampuan auditor dalam mengindikasi kesalahan dan kecurangan
merupakan cerminan dari rendahnya skeptisme profesional yang dimiliki oleh
auditor. Sehingga dalam proses audit penggunaan kecermatan profesional
menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional (Internal Audit
Charter, 2012). Auditor yang memiliki sikap skeptisme akan memiliki pola pikir
yang skeptis, seperti bertanya-tanya, meragukan pendapat orang lain, dan
keinginan untuk mengkonfirmasi argument orang lain. Akan tetapi pola pikir
skeptisme tersebut hanya akan diketahui oleh auditor itu sendiri (Chen dkk, 2009).
Menurut (Louwers, 2011), skeptisme profesional adalah kecenderungan auditor
untuk tidak menyetujui asersi manajemen tanpa bukti yang menguatkan, atau
kecenderungan untuk meminta manajemen memberikan fakta atas asersinya
(disertai bukti).
2.1.9 Pengetahuan Audit
Pengetahuan adalah suatu fakta atau kondisi mengenai sesuatu dengan baik
yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Auditor wajib memiliki
pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi,
prosedur, dan teknik (APIP, 2013). Pengetahuan menurut ruang lingkup audit
adalah kemampuan penguasaan auditor atau akuntan pemeriksa terhadap medan
audit (penganalisisan terhadap laporan keuangan perusahaan). Pengetahuan audit
diartikan dengan tingkat pemahaman auditor terhadap sebuah pekerjaan, secara
konseptual atau teoritis. Menurut Brown dan Stanner (1983) dalam Mardisar dan
Sari (2007:8), perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh
terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut dijelaskan
26
bahwa seorang auditor akan bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efektif
jika didukung dengan pengetahuan yang dimilikinya. Kesalahan diartikan dengan
seberapa banyak perbedaan (deviasi) antara kebijakan-kebijakan perusahaan
tentang pencatatan akuntansi dengan kriteria yang telah distandarkan.
Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi seorang audior melakukan
pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan seseorang yang melakukan
pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil
yang lebih baik dari pada mereka yang tidak memiliki pengethauan yang cukup
memadai akan tugasnya.
Dalam mengindikasi sebuah kesalahan, seorang auditor harus didukung
dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan tersebut terjadi. Secara
umum seorang auditor harus memiliki pengetahuan-pengetahuan mengenai
General auditing, Functional Area, computer auditing, Accounting Issue, Specific
Industri, General World knowledge (pengetahuan umum), dan Problem solving
knowledge (Bedard&Michelene 1993) dalam Mardisar dan Sari (2007:8).
Pengetahuan auditor digunakan sebagai salah satu kunci kefektifan kerja.
Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan
dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting unutk membuat
perencanaan audit yang efektif (Noviyani, 2002). Seorang auditor yang memiliki
banyak pengetahuan tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksankan
tugasnya terutama dengan pengungkapan kekeliruan.
Cloyd (1997) menemukan bahwa besarnya usaha (proksi dari variabel
akuntabilitas) yang dicurahkan seseorang untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan
27
berbeda-beda sesuai dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki. Cloyd (1997) juga
menemukan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dapat meningkatkan kualitas
hasil kerja.Spilker (1995) dalam Mardisar dan Sari (2007:8) mengungkapkan
bahwa karakteristik sebuah pekerjaan seperti tingkat kerumitan dan jumlah
informasi yang disajikan/tersedia mempengaruhi hubungan pengetahuan,
akuntabilitas dan kualitas hasil kerja. Pada pekerjaan yang lebih sederhana faktor
usaha dapat menggantikan tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang (bersifat
subsitusi) dan pengetahuan memiliki hubungan yang positif terhadap kualitas
hasil kerja.
Penelitian Cloyd (1997) juga membuktikan bahwa akuntabilitas dapat
meningkatkan kualitas hasil kerja auditor jika didukung oleh pengetahuan audit
yang tinggi. Tan dan Alison (1999) melakukan penelitian yang sama dengan
Cloyd (1997) dan membutikan bahwa pengetahuan dapat memperkuat hubungan
akuntabilitas dengan kualitas hasil kerja jika kompleksitas pekerjaan yang
dihadapi sedang/menengah. Untuk pekerjaan dengan kompleksitas rendah
akuntabilitas dan pengetahuan serta interaksinya tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas hasil kerja. Sedangkan untuk kompleksitas pekerjaan
tinggi, akuntabilitas dapat meningkatkan kualitas hasil kerja jika didukung oleh
pengetahuan dan kemampuan pemecahan masalah yang tinggi.
Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian
dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Auditor harus memiliki dan
meningkatkan pengetahuan mengenai metode dan teknik audit serta segala hal
yang menyangkut pemerintahan seperti organisasi, fungsi, program, dan kegiatan
28
pemerintahan. Keahlian auditor dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan
yang berkelanjutan serta pengalaman yang memadai dalam melaksanakan audit.
2.1.10 Penelitian Terdahulu
Noviyanti dan Bandi (2002) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh
Pengalaman dan PelatihanTerhadap Struktur Pengetahuan”. Penelitian ini
menggunakan tiga variabel yakni variabel bebas yaitu Pengalaman (X1),
Pelatihan (X2), dan variabel terikat struktur pengetahuan auditor (Y). Hasil
Penelitian menunjukan bahwa pengalaman berpengaruh positif terhadap
pengetahuan auditor tentang jenis-jenis kekeliruan yang berbeda yang
diketahuinya.
Jordan Matondang (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh
Pengalaman Audit, Independensi dan Keahlian Propesi Terhadap Pencegahan dan
Pendeteksian Kecurangan Penyajian Laporan Keuangan”. Penelitian ini
menggunakan empat variabel, variabel bebas : Pengalaman audit (X1),
Independensi (X2), Keahlian profesi (X3). Variabel terikat Pencegahan dan
Pendeteksian Kecurangan (Y). Hasil penelitian ini menunjukan Pengalaman audit,
Independensi dan Keahlian profesional memiliki pengaruh yang signifikan dan
memiliki hubungan positif terhadap pencegahan dan pendeteksian kecurangan
penyajian lapoan keuangan.
Masrizal (2010) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengalaman
Dan Pengetahuan Audit Terhadap Pendeteksian Temuan Kerugian Daerah (Studi
Pada Auditor Inspektorat Aceh)”. Penelitian ini menggunakan tiga variabel.
29
Variabel bebas yaitu Pengalaman (X1), Pengetahuan (X2) dan variabel terikat
Pendeteksian Temuan Kerugian Daerah (Y). Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pengalaman dan pengetahuan audit berpengaruh signifikan terhadap
pendeteksian temuan kerugian daerah.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Pengalaman Audit Pada Indikasi Temuan Kerugian Daerah
Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat,
auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang yang ahli dalam bidang
akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan
formalnya yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman.
Menurut pendapat Tubbs (1992) dalam Noviani dan Bandi (2002: 483) jika
seorang auditor berpengalaman, maka (1) auditor menjadi sadar terhadap lebih
banyak kekeliruan, (2) auditor memiliki salah pengertian yang lebih sedikit
tentang kekeliruan, (3) auditor menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak
lazim, dan (4) hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan, departemen
tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal
menjadi relatif lebih menonjol.
Sukriah et al. (2009:4) menyimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman
kerja seorang auditor maka semakin meningkat kualitas hasil pemeriksaan yang
dilakukan. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja
maka, semakin banyak pengalaman yang dimiliki pekerja tersebut. Sebaliknya,
semakin singkat masa kerja berarti semakin sedikit pengalaman yang
30
diperolehnya.
Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja.
Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan
semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam
pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas,
dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjutak, 2005:26).
Berdasarkan uraian tersebut penulis menduga bahwa pengalaman sangat
mempengaruhi kemampuan auditor dalam melakukan audit. Pengalaman sebagai
salah satu variabel dalam penelitian ini dianggap sangat mendukung atau
berpengaruh terhadap kualitas kerja auditor, karena auditor senantiasa
menggunakan pengalamannya untuk mengindikasi permasalahan-permasalahan
yang terjadi sebagai temuan, khususnya kerugian daerah. Adapun hipotesis dari
penelitian ini adalah :
H1 : Pengalaman audit berpengaruh positif pada indikasi temuan kerugian
daerah.
2.2.2Pengaruh Skeptisme Profesional Pada Indikasi Temuan Kerugian
Daerah
Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan pengujian secara kritis bukti audit. Karena bukti
audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, sehingga skeptisme
profesional harus digunakan selama proses tersebut (Internal Audit Charter,
2012). Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu
mempertanyakan dan melakukan pengujian secara kritis bukti. Penggunaan
31
kecermatan profesional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme
profesional. Auditor tidak menganggap bahwa manajemen tidak jujur, namun juga
tidak menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan lagi. Dalam
menggunakan skeptisme profesional, auditor tidak harus puas dengan bukti yang
kurang persuasif karena keyakinannya bahwa manajemen adalah jujur (APIP,
2013).
Skeptisme profesional di pengaruhi oleh fraud risk assessment (penaksiran
risiko kecurangan) yang di berikan oleh atasan auditor sebagai pedoman dalam
melakukan audit di lapangan ( Payne dan Ramsay, 2005). Salah satu penyebab
kegagalan auditor dalam mengindikasi kecurangan adalah rendahnya tingkat
skeptisme profesional audit (Noviyanti, 2008).
Penerapan tingkat skeptisme dalam audit sangatlah penting karena dapat
mempengaruhi efektivitas dan efisiensi audit. Dalam melaksanakan audit, auditor
seharusnya tidak serta-merta membuat pola pikir bahwa dalam informasi
keuangan yang disediakan manajemen terdapat salah saji material atau
kecurangan yang disengaja. Auditor dengan pengalaman yang banyak akan
menunjukan tingkat skeptisme profesional yang tinggi (Anugrah dkk, 2011).
Berdasarkan uraian tersebut maka menunjukan bahwa skeptisme profesional
berpengaruh positif terhadap kualitas audit, maka hipotesis mengenai hubungan
skeptisme profesional pada indikasi temuan kerugian daerah adalah :
H2: Skeptisme profesional berpengaruh positif pada indikasi temuan
kerugian daerah
32
2.2.3 Pengaruh Pengetahuan Audit Pada Indikasi Temuan Kerugian Daerah
Pengetahuan adalah suatu fakta atau kondisi mengenai sesuatu dengan baik
yang didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Auditor wajib memiliki
pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam standar, metodologi,
prosedur, dan teknik (APIP, 2013). Harhinto (2004) menemukan bahwa
pengetahuan akan mempengaruhi keahlian audit yang pada gilirannya akan
menentukan kualitas audit. Menurut Brown dan Stanner (1983) dalam Mardisar
dan Sari (2007:8), pengetahuan adalah kemampuan atau tingkat pemahaman
auditor terhadap sebuah pekerjaan baik secara konseptual maupun teoritis.
Perbedaan pengetahuan di antara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor
menyelesaikan sebuah pekerjaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang auditor
akan bisa menyelesaikan sebuah pekerjaan secara efektif jika didukung dengan
pengetahuan yang dimilikinya. Kesalahan diartikan dengan seberapa banyak
perbedaan (deviasi) antara kebijakan-kebijakan perusahaan tentang pencatatan
akuntansi dengan kriteria yang telah distandarkan.
Pengetahuan auditor digunakan sebagai salah satu kunci kefektifan kerja.
Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan
dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting unutk membuat
perencanaan audit yang efektif (Noviyani, 2002).
Pengetahuan auditor tentang audit akan semakin berkembang dengan
bertambahnya pengalaman bekerja. Standar Akuntansi Pemerintahan butir 5.20
menyatakan “Standar auditing yang diterbitkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mengharuskan: Auditor harus
33
memiliki pengertian yang cukup mengenai sistem pengendalian interen untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, waktu dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan”. Auditor juga harus memenuhi persyaratan keahlian staf dalam
melaksanakan audit yang meliputi:
a) Pengetahuan tentang metode dan teknik yang berlaku dalam audit
pemerintahan, serta pendidikan ketrampilan dan pengalaman untuk
menerapkan pengetahuan tersebut dalam audit yang dilaksanakan.
b) Pengetahuan tentang organisasi program, kegiatan dan fungsi di bidang
pemerintahan.
c) Ketrampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan
maupun tulisan.
d) Ketrampilan yang memadai untuk pekerjaan audit yang dilaksanakan,
yaitu persyaratan keahlian untuk pelaksanaan audit keuangan dengan
tujuan untuk menyampaikan opini, adalah akuntan terdaftar yang memiliki
keahlian yang memadai tentang standar audit pemerintahan.
Berdasarkan uraian tersebut penulis menduga bahwa pengetahuan sebagai
variabel dalam penelitian ini sangat mendukung atau berpengaruh terhadap
kualitas kerja auditor. Auditor senantiasa menggunakan pengetahuannya untuk
mendeteksi permasalahan-permasalahan yang terjadi sebagai temuan, khususnya
kerugian daerah. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah:
H3: Pengetahuan audit berpengaruh positif pada indikasi temuan kerugian
daerah.