bab ii kajian pustaka dan hipotesis penelitian 2.1 ...ii+ kajian... · 10 bab ii kajian pustaka dan...
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Gambaran Umum Mengenai Perpajakan
2.1.1.1 Pengertian Pajak
Ada bermacam-macam definisi tentang pajak menurut para ahli
(Waluyo,2008:2) sebagai berikut:
a) Prof.Dr.P.J.A. Adriani (2009).
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubungan tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan .
b) Sommerfeld Ray M. Anderson Herschel M. & Brock Horace R (1981).
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan yang
langsung dan proposional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya
untuk menjalankan pemerintahan.
Jadi kesimpulanya dari beberapa definisi diatas yaitu pajak merupakan
iuran pokok atau iuran wajib berupa uang bukan barang yang dikenakan kepada
rakyat yang sudah mempunyai penghasilan tanpa ada imbalan berdasarkan
undang-undang dan dibayarkan kepada pemerintah sehingga pemerintah dapat
11
menggunakan iuran tersebut untuk membiayai pengeluaran negara, yaitu
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat untuk masyarakat luas.
2.1.1.2 Unsur-unsur pajak
Unsur-unsur pajak meliputi;
a) Subjek pajak, adalah orang atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukana kewajiban
perpajakan.
b) Objek pajak, adalah sesuatu yang menjadi sasaran pajak
c) Tarif pajak, merupakan besarnya pajak yang ditetapkan dengan tetap
mempertimbangkan faktor keadilan. Macam-macam tarif pajak yaitu tarif
pajak tetap, tarif proporsional, tarif progresif, dan tarif degresif.
2.1.1.3 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran
pembangunan. Ada dua fungsi pajak yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur
(regulerend).
Fungsi budgetair adalah pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya, sedangkan fungsi mengatur dapat di
artikan pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang sosial dan eknomi (Mardiasmo,2009:2).
Beberapa fungsi pajak juga dapat di jelaskan sebagai berikut :
a) Fungsi anggaran (budgetair/financial)
12
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak juga berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini yang
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus di tingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat terutama diharapkan di
sektor pajak.
b) Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa di gunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik
dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan
pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan
bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Jadi kesimpulannya adalah fungsi pajak yaitu sebagai sumber dana bagi
pemerintah yang berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
dan mengatur kebijaksanaan pajak untuk mencapai tujuan pemerintah.
13
2.1.1.4 Jenis-jenis pajak
Pemerintah telah menetapkan bagi hasil pajak antara pajak pusat dan pajak
daerah, bagi hasil tersebut dalam APBD dapat diketahui dari jenis-jenis pajak
pusat yang pemungutanya dibagi dengan daerah, diantaranya sebagai berikut :
a) Pajak pusat/pajak negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada
pada pemerintah pusat yang pelaksanaanya dilakukann oleh Departemen
Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak Suandy,(2008:38). Yang tergolong
jenis pajak ini adalah : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPn BM), Bea Materai
(Mardiasmo,2009:11)
b) Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah
(Mardiasmo,2009:12).
Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian (Mardiasmo,2009:13), yaitu :
1) Pajak Propinsi, terdiri dari :
a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air.
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air.
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan.
14
2) Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri dari :
a) Pajak Hotel.
b) Pajak Restoran.
c) Pajak Hiburan.
d) Pajak Reklame.
e) Pajak Penerangan Jalan.
f) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.
g) Pajak Parkir.
h) Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)
i) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
2.1.1.5 Sistem Pemungutan Pajak
sistem pemungutan pajak yang dikenal di indonesia (Suandy,2008:130),
yaitu :
1) Official Assesment System,
Official Assesment System adalah sistem pemungutan pajak dimana jumlah
pajak yang harus dilunasi atau terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan
oleh Fiskus/aparat pajak. Maka, dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif
sedangkan Fiskus bersifat aktif. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan
ajaran timbulnya utang pajak, maka Official Assesment System sesuai dengan
timbulnya utang pajak menurut ajaran formil, artinya utang pajak timbul apabila
sudah ada ketetapan pajak dari Fiskus.
Ciri-cirinya :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Fiskus
15
b) Wajib pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2) Full Self Assessment System
Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak, dimana Wajib
Pajak harus menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan jumlah
pajak yang terutang. Untuk mensukseskan sistem Self Assessment System ini
dibutuhkan beberapa persyaratan dari Wajib Pajak, antara lain kesadaran Wajib
Pajak (Tax Consciousness), kejujuran Wajib Pajak, kemauan membayar pajak dari
Wajib Pajak (Tax mindedness), dan kedisiplinan Wajib Pajak (Tax Disciplin).
Ciri-cirinya :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib
pajak sendiri.
b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) Withholding System
Withholding system adalah sistem pemungutan pajak dimana besarnya pajak
terhutang dihitung dan dipotong oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud
antara lain pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah.
Ciri-cirinya : Wewenang menentukan besarnya pajak yang terhutang ada pihak
ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.
16
4) Semi Self Assesment System,
Semi Self Assesment System adalah wewenang untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh seseorang berada pada kedua belah pihak, yaitu WP dan
Fiskus. Mekanisme pelaksanaan dalam sistem ini berdasarkan suatu anggapan
bahwa WP pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak yang harus
dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya pajak terutang yang
sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus
2.1.1.6 Tata Cara Pemungutan Pajak
Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa
dilakukan (Suandy,2008:40), yaitu :
1) Asas Domisili (Tempat Tinggal)
Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal
Wajib Pajak dalam suatu negara. Negara dimana Wajib Pajak bertempat tinggal
berhak memungut pajak terhadap Wajib Pajak tanpa melihat dari mana
pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun
luar negeri dan melihat kebangsaan atau kewarganergaraan Wajib Pajak tersebut.
2) Asas Sumber
Pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan/penghasilan dalam
suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan/
penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memperhatikan domisili dan
kewarganegaraan Wajib Pajak.
17
3) Asas kebangsaan (Nationaliteit).
Pemungutan pajak di dasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari
wajib pajak, tanpa melihat darimana sumber pendapatan/ penghasilan tersebut
maupun di negara mana tinggal (domisili) dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
2.1.2 Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan
2.1.2.1Definisi Wajib Pajak
Definisi Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi,
pembayaran pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
(suandy,2008:107). Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan
kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
(Undang-Undang No.16 Tahun 2000 Pasal 1 angka 1 tentang ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan).
Berdasarkan definisi Wajib Pajak diatas dapat disimpulkan bahwa Wajib
Pajak adalah orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya yang meliputi pemungut pajak, pemotong pajak dan
pembayar pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
2.1.2.2 Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
Kewajiban wajib pajak (Mardiasmo, 2009:54) antara lain sebagai berikut :
1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.
18
3) Melaporkan usahanya untuk di kukuhkan sebagai PKP.
4) Menyelenggarakan pembukuan / pencatatan.
5) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri) dan memasukkan ke
Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan
6) Jika diperiksa wajib :
a) Memperlihatkan dan meminjamkan buku atau catatan, dokumen
yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak atau objek yang terutang pajak.
b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran
pemeriksaan.
7) Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau
dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu
kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan
itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemerikasaan.
Berikut ini adalah Hak Wajib Pajak (Mardiasmo,2009:55).
1) Mengajukan keberatan dan surat banding.
2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.
3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.
4) Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT.
5) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pemabayaran
pajak.
19
6) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam
surat ketetapan pajak
7) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak
8) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta
pembetulan surat ketetapan pajak yang salah
9) Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya
10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak
11) Mengajukan keberatan dan banding
2.1.2.3 Definisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Definisi Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya (Mardiasmo, 2009:23). Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
yang berfungsi untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan (Waluyo,2008:24).
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam adminitrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya (Suandy, 2008:108). Berdasarkan beberapa definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang di
20
berikan kepada Wajib Pajak sebagai identitas Wajib Pajak atau tanda pengenal
diri yang digunakan untuk sarana administrasi perpajakan.
2.1.2.4 Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Fungsi dari NPWP yaitu sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib
Pajak dan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam
pengawasan administrasi perpajakan (Waluyo, 2008:24). NPWP wajib dipunyai
oleh semua wajib pajak, tetapi untuk satu wajib pajak hanya mempunyai satu
NPWP, walaupun mempunyai dari satu penghasilan. Fungsi dari NPWP (Suandy,
2008:111) adalah sebagai berikut :
1) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah suatu sarana dalam admnistrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas
Wajib Pajak, oleh karena itu kepada setiap wajib pajak hanya diberikan
satu Nomor Pokok Wajib Pajak.
2) Nornor Pokok Wajib Pajak juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban
dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan Wajib Pajak
diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya.
2.1.2.5. Cara Memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Setiap wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak
untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus kepadanya diberikan NPWP.
Kewajiban mendaftarkan ini berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan
21
pajak secara terpisah berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendaftarkan NPWP
dapat pula WP memperoleh secara jabatan yaitu apabila berdasarkan data ternyata
orang pribadi atau badan mempenuhi syarat untuk diberikan NPWP. Oleh karena
itu, Wajib Pajak atau yang diberi kuasa khusus untuk mendaftarkan diri untuk
memperoleh wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan formulir
pendaftaran ke Kantor Pelayanan Pajak.
Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keterangan
Terdaftar dengan jangka waktu paling lama pada hari kerja berikutnya setelah
permohonan pendaftaran serta persyaratannya diterima secara lengkap. Wajib
Pajak yang telah terdaftar yaitu Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan telah diberikan NPWP yang terdiri dari 15
(lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode Wajib Pajak
dan 6 (enam) dikit berikutnya merupakan kode administrasi pajak diberikan kartu
NPWP ini diterbitkan oleh KPP (Waluyo 2008:25).
2.1.2.6. Wajib Pajak Yang Wajib Mendaftarkan dan Mendapatkan NPWP
Berikut ini adalah wajib pajak yang wajib mendaftarkan dan mendapatkan
NPWP (Suandy, 2008:112) :
a) Badan
b) Perorangan, yang mempunyai penghasilan di atas PTKP (jika hanya
bekerja pada satu pemberi kerja tidak wajib).
22
2.1.3. Pajak Bumi dan Bangunan.
2.1.3.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa,
tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia . (Mardiasmo, 2009:311).
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan atau perairan. (Mardiasmo, 2009:311).
Yang dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak
yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh
keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Undang-Undang Nomor 12
tahun 1994 dan telah di ubah ke Undang-Undang No.28 Tahun 2009. Pajak dan
Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi
dan / atau bangunan (Setiawan dan Hardi, 2006:125). Sedangkan menurut
(Waluyo, 2010:196) Pajak Bumi dan Bangunan adalah Pajak yang bersifat
kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan Objek
Pajak yaitu Bumi dan Bangunan, keadaan Subjek (siapa yang membayar) tidak
ikut menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pajak Bumi dan
Bangunan adalah pungutan pajak yang dikenakan terhadap bumi yang meliputi
tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut
wilayah Republik Indonesia dan atau bangunan yang meliputi konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.
23
2.1.3.2 Dasar Hukum
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang
No.12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.12 tahun
1994 (Mardiasmo, 2009:20). Dalam hal ini perkembangan PBB sektor pedesaan
dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang No.28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77 sampai
Pasal 84 mulai Tahun 2010.
2.1.3.3 Termasuk Dalam Pengertian Bangunan
Berikut ini yang termasuk dalam pengertian bangunan baik pendirian
untuk perumahan tempat tinggal, tempat usaha, dan tempat yang diusahakan
lainnya menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 adalah :
a) Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan.
b) Jalan tol, galangan kapal, dermaga.
c) Tempat olahraga, kolam renang.
d) Pagar mewah, taman mewah.
e) Tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, pipa minyak.
f) Fasilltas lain yang memberikan manfaat.
2.1.3.4 Asas Pajak Bumi dan Bangunan
Berikut ini adalah asas-asas Pajak Bumi dan Bangunan (Mardiasmo,
2009:311) :
a) Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
b) Adanya kepastian hukum
c) Mudah dimengerti dan adil
24
d) Menghindari pajak berganda
e) Termasuk Dalam Pengertian Bangunan
2.1.3.5. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dari/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (Suandy, 2008:157).
2.1.3.6 Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT)
SPPT adalah surat yang digunakan oleh pemerintah untuk
memberitahukan besarnya pajak yang terhutang kepada wajib pajak. Surat
pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP). Pajak yang terhutang harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak.
2.1.3.7 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi juat beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi
jual beli. Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan
objek lain yang sejenis, atau Nilai Objek Pajak Pengganti (Mardiasmo, 2009:312).
Yang dimaksud dengan :
a) Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, adalah suatu pendekatan/
metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkan
dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya berdekatan dan fungsinya
sama dan telah diketahui harga jualnya.
25
b) Nilai Perolehan Baru adalah suatu cara pendekatan/ metode penentuan nilai
jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan,
yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut.
c) Nilai Jual Pengganti adalah suatu pendekatan/ metode penentuan nilai jual
suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut.
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :
1) Objek pajak sektor pedesaan
2) Objek pajak sektor perkebunan.
3) Objek pajak sektor kehutanaa atas hak pengusaha hutan, hak pengusaha hasil
hutan, izin pemanfaatan kayu serta izin sah lainnya selain hak pengusaha
hutan tanaman industri.
4) Objek pajak sektor kehutanan atas hak pengusahaan hutan tanaman iundustri.
5) Objek pajak sektor pertambangan minyak dan gas bumi.
6) Objek pajak sektor pertambangan energi panas bumi
7) Objek pajak sektor pertambangan non migas selain penambangan energi panas
bumi dan galian C.
8) Objek pajak sektor pertambangan non migas galian C
9) Objek pajak sektor pertambangan yang dikelola berdasarkan karya atau
kontrak kerjasama.
10) Objek pajak bidang usaha perikanan laut
11) Objek pajak bidang usaha perikanan darat.
12) Objek pajak yang bersifat khusus.
26
2.1.3.8 Subjek Pajak
Berikut ini yang menjadi subjek pajak (Mardiasmo, 2009:316) yaitu :
a) Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan
atau memiliki, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan
demikian tanda pembayaran pelunasan pajak bukan merupakan bukti
kepemilikan hak.
b) Subjek pajak sebagamiana dimaksud dalam no 1 yang dikenakan kewajiban
membayar pajak menjadi wajib pajak.
c) Dalam hal atas suatu objek behan jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam
no.1 sebagai wajib pajak.
d) Subjek pajak yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam no 3 dapat
memberikan keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa
ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud.
e) Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no.4 disetujui, maka
Direktorat Jenderal Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak
sebagaimana dalam no.3 dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya
surat keterangan dimaksud.
f) Bila keterangan yang diajukan itu tidak disetujui, maka Direktur Jenderal
Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-
alasannya.
27
g) Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
sebagaimana dalam no.4 Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan
keputusan, maka keterangan yang diajukan itu dianggap disetujui.
2.1.3.9 Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak PBB adalah bumi dan atau bangunan.
Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan
menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman, serta untuk memudahkan
perhitungan pajak yang terutang (Mardiasmo, 2009.313).
Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut :
a) Letak
b) Peruntukan
c) Pemanfaatan
d) Kondisi lingkungan dan lain-lain
Dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut :
a) Bahan yang digunakan
b) Rekayasa
c) Letak
d) Kondisi lingkungan dan lain-lain
Pada dasarnya semua tanah dan bangunan yang berada di wilayah negara
kita ini bisa dimasukkan sebagai “Objek Pajak” Namun terhadap tanah dan
28
bangunan tertentu dapat dikecualikan atau tidak dikenakan pungutan Pajak Bumi
dan Bangunan.
Objek pajak atau tanah dan bangunan yang dikecualikan/tidak dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan (Mardiasmo, 2009:314) adalah sebagai berikut :
1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak untuk
mencari keuntungan, antara lain :
a) Dibidang ibadah, contoh : masjid, gereja, vihara, pura.
b) Dibidang sosial, contoh : panti asuhan, tanah wakaf.
c) Di bidang kesehatan, contoh : rumah sakit pemerintah.
d) Di bidang pendidikan, contoh : sekolah/ madrasah, pesantren.
e) Di bidang kebudayaan nasional, contoh : museum, candi.
2) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu.
a) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belumdibebani suatu hak dan lain-lain.
b) Tanah atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau
konsultat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. Artinya bila
tanah/gedung perwakilan RI dinegara tertentu tidak dikenai PBB, hal yag
sama kita perlakukan terhadap tanah/gedung negara tersebut yang ada
disini.
c) Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
29
3) Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
4) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan
untuk masing-masing kabupaten/ kota dengan besar paling rendah Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak, mengandung
maksud bahwa apabila ada Daerah Tingkat II atau Kabupaten / Kota yang
ingin menetapkan NJOPTKP nya disesuaikan dengan kondisi lingkungan
ekonomi. NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya paling
rendah, sedangkan objek pajak lainnya tetap dikenakan secara penuh tanpa
dikurangi NJOPTKP.
2.1.3.10 Tarif Pajak
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1985 jo. UU No. 12 Tahun 1994
dan telah diubah menjadi UU No.28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2). PBB
sepenuhnya menjadi Pajak Daerah tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak
adalah paling tinggi sebesar 0,3%.
2.1.3.11 Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. Besarnya
Nilal jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun Mentri Keuangan
dengan mempertimbangkan pendapat Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah
Daerah) setempat kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai
pekerbangan daerahnya. Penentuan NJOP ini dilakukan dengan melakukan
penilaian terhadap objek pajak baik yang dilakukan secara masal atau individual.
30
2.1.3.12 Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Rumus penghitungan PBB perdesaan dan perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJOP-NJOPTKP
= Max 0,3% x (NJOP-NJOPTKP)
2.1.3.13 Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang
Berikut ini adalah Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Yang Menentukan Pajak
Terutang (Mardiasmo, 2009:318).
1) Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. Jangka waktu
satu tahun takwim adalah 1 Januari sampai 31 Desember.
2) Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan
objek pajak pada 1 Januari.
3) Tempat pajak yang terutang :
- Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
- Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten/Kota.
- Tempat pajak yang terutang untuk Batam, di wilayah Propinsi
Riau.
2.1.3.14 Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Berikut ini adalah Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat
Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
(Mardiasmo, 2009:319).
a) Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya
dengan mengisi SPOP.
31
b) SPOP harus diisi dengan jelas, benar dan tepat waktu serta ditandatangani dan
disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek
selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek
pajak.
c) Ditjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya.
d) Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal
sebagai berikut :
1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah pajak yang terutang seharusnya lebih besar dari jumlah pajak yang
dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.
e) Jumlah pajak yang terutang dalam SKP sebagaimana dimaksud dalam no.4
huruf a adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25%
dihitung dari pokok pajak.
f) Jumlah pajak uang terutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam no.4
huruf b, adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain dengan pajak yang terutang yang dihitung berdasarkan SPOP
ditambah denda administrasi sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.
2.1.3.15 Keberatan/Pengurangan
1) Keberatan
Apabila dalam SPPT tersebut terdapat kesalahan data maka wajib pajak
dapat mengajukan keberatan.Syarat pengajuan keberatan,
32
a) Diajukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia dan dijelaskan alasan-
alasannya bagaimana seharusnya,
b) Melampirkan photo copy SPPT yang bersangkutan serta surat-surat bukti
resmi lain yang memperkuat,
c) Dikirimkan selambat-lambatnya 3 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT,
d) Satu surat keberatan hanya untuk satu SPPT dan untuk satu tahun pajak,
e) Pengajuan keberatan tidak menunda pembayaran
2) Pengurangan
Wajib pajak diperbolehkan mengajukan permohonan pengurangan apabila:
a) Obyek pajaknya terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
b) Karena kondisi tertentu dimana obyek pajaknya terletak dilokasi yang nilai
jualnya tinggi sedang mata pencahariannya hanya didapat dari satu tempat dan
tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya.
(1) Syarat Pengajuan Pengurangan
(a) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dijelaskan alasan-
alasannya.
(b) Melampirkan photo copy SPPT yang bersangkutan dan bukti-bukti lain
yang memperkuat.
(c) Surat pengajuan pengurangan hanya untuk 1 (satu) tahun pajak dan satu
obyek yang ditempati.
(d) Dikirim selambat-lambatnya 60 hari sejak tanggal diterimanya SPPT oleh
wajib pajak.
33
2.1.3.16 Pembagian Hasil Penerimaan PBB
Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 Pasal 80 ayat (1) dan (2)
Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahwa hasil penerimaan Pajak Bumi
dan Bangunan 100% untuk daerah kabupaten / kota.
2.1.3.17Pelaksanaan Penagihan Paksa/Penyitaan
1) Sistem Dan Prosedur Pelaksanaan Penagihan Paksa
Sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Surat Tagihan Pajak (STP), akan
dilaksanakan penagihan paksa dengan mengeluarkan Surat Tagihan Paksa
Sesudah lewat jatuh tempo STP yaitu 1 (satu) bulan ditunggu 7 hari untuk
diterbitkan Surat Tegoran. Surat Tegoran akan diterbitkan 3x terbit selama 21
hari berarti 7 hari belum dilinasi diterbitkan Surat Penagihan Paksa. Surat
Tagihan Paksa adalah surat perintah dengan paksa kepada wajib
pajak/penanggung pajak untuk melunasi pajaknya.
Surat Tagihan Paksa dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan sesuai surat Keputusan Menteri Keuangan No. 158638/J.N
tanggal 26 Agustus 1967.
2) Sistem Dan Prosedur Pelaksanaan Penagihan Penyitaan/Sita
Penagihan Sita merupakan kelanjutan dari surat paksa. Jika dalam tempo
1 x 24 jam wajib pajak/penanggung pajak belum melunasi pajaknya akan
diterbitkan Surat Sita. Surat Sita adalah surat perintah untuk menyita
harta/kekayaan wajib pajak karena tidak melunasi pajaknya.
Surat perintah melakukan penyitaan ini dikeluarkan oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap
34
barang-barang wajib pajak/penanggung pajak perlu mempelajari data mengenai
harta kekayaan/aktiva yang akan disita.
3) Barang Yang Disita
(a) Barang bergerak
(b) Jika barang bergerak tidak cukup dan ditambah barang yang tidak
bergerak
4) Klasifikasi, Penggolongan, Dan Ketentuan Nilai Jual Bumi
(Sesuai Dengan Kep. Men. Nomor 174/Kmk.04/1995),
KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) KETENTUAN NILAI JUAL
BUMI (Rp./M2)
1 > 3.000.000 s/d 3.200.000 3.100.000
2 > 2.850.000 s/d 3.000.000 2.925.000
3 > 2.708.000 s/d 2.850.000 2.779.000
4 > 2.573.000 s/d 2..708.000 2.640.000
5 > 2.444.000 s/d 2.573.000 2.508.000
6 > 2.261.000 s/d 2.444.000 2.352.000
7 > 2.091.000 s/d 2.261.000 2.176.000
8 > 1.934.000 s/d 2.091.000 2.013.000
9 > 1.789.000 s/d 1.934.000 1.862.000
10 > 1.655.000 s/d 1.789.000 1.722.000
11 > 1.490.000 s/d 1.655.000 1.573.000
12 > 1.341.000 s/d 1.490.000 1.416.000
13 > 1.207.000 s/d 1.341.000 1.274.000
14 > 1.086.000 s/d 1.207.000 1.147.000
35
KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) KETENTUAN NILAI JUAL
BUMI (Rp./M2)
15 > 977.000 s/d 1.086.000 1.032.000
16 > 855.000 s/d 977.000 916.000
17 > 748.000 s/d 855.000 802.000
18 > 655.000 s/d 748.000 702.000
19 > 573.000 s/d 655.000 614.000
20 > 501.000 s/d 573.000 537.000
21 > 426.000 s/d 501.000 464.000
22 > 362.000 s/d 426.000 394.000
23 > 308.000 s/d 362.000 335.000
24 > 262.000 s/d 308.000 285.000
25 > 223.000 s/d 262.000 243.000
26 > 178.000 s/d 223.000 200.000
27 > 142.000 s/d 178.000 160.000
28 > 114.000 s/d 142.000 128.000
29 > 91.000 s/d 114.000 103.000
30 > 73.000 s/d 91.000 82.000
31 > 55.000 s/d 73.000 64.000
32 > 41.000 s/d 55.000 48.000
33 > 31.000 s/d 41.000 36.000
34 > 23.000 s/d 31.000 27.000
35 > 17.000 s/d 23.000 20.000
36 > 12.000 s/d 17.000 14.000
37 > 8.400 s/d 12.000 10.000
36
KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BUMI (Rp./M2) KETENTUAN NILAI JUAL
BUMI (Rp./M2)
38 > 5.900 s/d 8.400 7.150
39 > 4.100 s/d 5.900 5.000
40 > 2.900 s/d 4.100 3.500
41 > 2.000 s/d 2.900 2.450
42 > 1.400 s/d 2.000 1.700
43 > 1.050 s/d 1.400 1.200
44 > 760 s/d 1.050 910
45 > 550 s/d 760 660
46 > 410 s/d 550 480
47 > 310 s/d 410 350
48 > 240 s/d 310 270
49 > 170 s/d 240 200
50 <= 170 140
Sumber :www.pajak.go.id./93KMK04_174.htm
KLASIFIKASI, PENGGOLONGAN, DAN KETENTUAN NILAI JUAL BANGUNAN
(SESUAI DENGAN KEP. MEN. NOMOR 174/KMK.04/1995)
KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BANGUNAN
(Rp./M2)
KETENTUAN NILAI JUAL
BANGUNAN (Rp./M2)
1 > 1.034.000 s/d 1.366.000 1.200.000
2 > 902.000 s/d 1.034.000 968.000
3 > 744.000 s/d 902.000 823.000
4 > 656.000 s/d 744.000 700.000
5 > 534.000 s/d 656.000 595.000
37
KELAS PENGGOLONGAN NILAI JUAL BANGUNAN
(Rp./M2)
KETENTUAN NILAI JUAL
BANGUNAN (Rp./M2)
6 > 476.000 s/d 534.000 505.000
7 > 382.000 s/d 476.000 429.000
8 > 348.000 s/d 382.000 365.000
9 > 272.000 s/d 348.000 310.000
10 > 256.000 s/d 272.000 264.000
11 > 194.000 s/d 256.000 225.000
12 > 188.000 s/d 194.000 191.000
13 > 136.000 s/d 188.000 162.000
14 > 128.000 s/d 136.000 132.000
15 > 104.000 s/d 128.000 116.000
16 > 92.000 s/d 104.000 98.000
17 > 74.000 s/d 92.000 83.000
18 > 68.000 s/d 74.000 71.000
19 > 52.000 s/d 68.000 60.000
20 < = 52.000 50.000
Sumber : www.pajak.go.id./93KMK04_174.htm
2.2 Rumusan Hipotesis
2.2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya:
Menurut Kautsar Riza Salman dan Mochmamad Farid (2007), dalam
penelitian yang berjudul Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan di Surabaya menyatakan bahwa
sikap wajib pajak berpengaruh secara positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
38
Hanya indikator sikap wajib pajak terhadap kebijakan pajak yang tidak mampu
membentuk konstruk dengan baik, sedangkan ketiga indikator lainnya yaitu sikap
wajib pajak terhadap peraturan pajak, sikap wajib pajak terhadap administrasi
pajak, dan sikap wajib pajak terhadap pelayanan pajak mampu membentuk
konstruk sikap wajib pajak dengan baik.
Arief Rachman, dkk (2008) menyimpulkan dalam penelitiannya yang
bertema Pengaruh Pemahaman, Kesadaran, Serta Kepatuhan Wajib Pajak Bumi
dan Bangunan terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di
Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep bahwa faktor yang telah terbukti
berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di Kecamatan Kota Sumenep Kabupaten Sumenep adalah kesadaran
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan, sedangkan faktor pemahaman Wajib Pajak
Bumi dan Bangunan dan kepatuhan Wajb Pajak Bumi dan Bangunan tidak
terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan di Kecamatan Kota Sumenep Kabupaten Sumenep.
Astuti (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor – Faktor
yang melekat pada Wajib Pajak Bumi dan Bangunan dan pengaruhnya terhadap
kesadaran perpajakan menyatakan bahwa adanya pengaruh faktor-faktor yang
melekat pada Wajib Pajak Bumi dan Bangunan terhadap kesadaran perpajakan
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang ada dalam diri wajib pajak ini turut
mempengaruhi sikap wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
Tidak adanya pengaruh pendidikan wajib pajak terhadap kesadaran perpajakan
dikarenakan kurangnya pendidikan perpajakan informal dan formal yang
39
ditanamkan sejak dini pada masyarakat, serta kurangnya sosialisasi Pajak Bumi
dan Bangunan kepada masyarakat. Faktor lama tinggal wajib pajak di lokasi objek
Pajak Bumi dan Bangunan juga tidak mempengaruhi kesadaran perpajakan dapat
disebabkan oleh pandangan masyarakat terhadap pajak sebagai suatu beban
kuantitatif yang harus ditunaikan tanpa memandang baik buruknya pelayanan
KPP maupun aparat pemda setempat.
Sedangkan faktor penghasilan wajib pajak yang terbukti mempengaruhi
kesadaran perpajakan adalah disebabkan oleh penghasilan wajib pajak untuk
membayar Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak objektif yang besarannya
naik tiap tahun tanpa memperhatikan keadaan ekonomis subjek pajaknya,
sementara belum tentu penghasilan wajib pajak selalu meningkat. Sehingga
penghasilan wajib pajak dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam
membayar pajak.
Sama halnya dengan penghasilan wajib pajak, persepsi wajib pajak tentang
pelaksanaan sanksi denda Pajak Bumi dan Bangunan juga berpengaruh secara
signifikan terhadap kesadaran perpajakan. Hal ini dikarenakan wajib pajak Pajak
Bumi dan Bangunan memandang bahwa pelaksanaan sanksi denda Pajak Bumi
dan Bangunan dilaksanakan secara tegas, konsisten dan adil kepada semua wajib
Pajak Bumi dan Bangunan yang melanggar.
2.2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.2.1. Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Indrawijaya mendefinisikan sikap (attitude) dapat didefinisikan sebagai
suatu cara bereaksi terhadap suatu rangsangan yang tinggi dari seseorang atau dari
40
suatu situasi (Indrawijaya, 2000:40). Sikap wajib pajak merupakan pernyataan
atau pertimbangan evaluatif dari wajib pajak, baik yang menguntungkan atau tak
menguntungkan mengenai obyek, orang atau peristiwa (Hardika, 2006:77).
Selanjutnya Allport menjelaskan mengenai pengertian sikap adalah
sebagai semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara
tertentu. Agaknya tidak begitu bisa menafsirkan kesiapan dalam definisi ini
sebagai suatu kecenderungan potensi untuk bereaksi apabila individu dihadapkan
pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon.
(Azwar, 1998:3). Apabila wajib pajak dengan merasa bahwa keadilan
pajak telah diterapkan kepada semua wajib pajak dengan tidak membedakan
perlakuan antara wajib pajak badan dengan perorangan, wajib pajak besar dengan
wajib pajak kecil dalam artian bahwa semua wajib pajak diperlakukan secara adil
maka setiap wajib pajak cenderung untuk menjalankan kewajiban pajaknya
dengan baik atau dengan kata lain menimbulkan kepatuhan dalam diri wajib
pajak. Adanya pengaruh yang signifikan dari sikap wajib pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak. Sikap wajib pajak terhadap peraturan pajak, kebijakan
pajak, dan administrasi pajak dapat mempengaruhi bagaimana kepatuhan wajib
pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Mengacu kepada pengertian yang dijelaskan menurut Robbin, sikap adalah
“Pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak mengenai objek, orang
atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan mengenai
sesuatu” (Robbin, 1999:169),
41
Berdasarkan penelitian Kautzar Riza Salman dan Mochammad Farid
dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Sikap dan Moral Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Pada Industri Perbankan di Surabaya menyatakan bahwa
sikap wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Hanya
indikator sikap wajib pajak terhadap kebijakan pajak yang tidak mampu
membentuk kontak dengan baik.
H1 : Sikap wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan wajib
pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
2.2.2.2.Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Kesadaran perpajakan adalah kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk
rela memberikan konstribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pemerintah dengan
cara membayar kewajiban pajaknya. Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis
untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak memberikan kontribusi dana untuk
pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara membayar kewajiban pajaknya secara
tepat waktu (Tarjo dan Sawarjuwono, 2005:126).
Berdasarkan penelitian Arief Rachman dkk., kesadaran wajib pajak
merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, konatif, yang berinteraksi
dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak.
Kesadaran perpajakan berkonsekuensi logis untuk para wajib pajak agar mereka
rela memberikan konstribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan
cara membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu. Kesadaran perpajakan
wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan penerimaan PBB.
42
H2 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan
wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
2.2.2.3. Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak dalam
mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak yang akan mereka
bayar, maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka.Semua
wajib pajak tanpa tergantung dengan latar belakang pendidikan, mereka setuju
bahwa pendidikan pajak membantu meningkatkan kepatuhan pajak (Noormala,
2008:6).
Seseorang yang berpendidikan pajak akan mempunyai pengetahuan
tentang perpajakan, baik itu soal tarif pajak yang akan merekabayar, maupun
manfaat pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka. Dengan adanya
pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak sehingga tingkat kepatuhan akan meningkat.
Berdasarkan penelitian Nur Imaniyah dan Bestari Dwi Handayani
pengetahuan perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kelurahan Tegalrejo Kota
Pekalongan.Wajib pajak dapat diukur dengan pendidikan terakhir wajib pajak,
pendidikan pajak formal, pengetahuan tentang PBB, pengetahuan tentang aturan
PBB, pengetahuan tentang manfaat pajak, pengetahuan tentang dan sanksi
perpajakan.
H3 : Pengetahuan perpajakan berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan
wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.