107-113-peran-faktor-ekobiologi-terhadap-syahrir-pakki_2.pdf

7
Prosiding Seminar Ilmiah d an Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daer ah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010 107 PERAN FAKTOR EKOBIOLOGI TERHADAP DINAMIKA POPULASI VEKTOR DAN PENYAKIT TUNGRO Syahrir Pakki Loka Penelitian Penyakit Tungro ABSTRAK Penelitian peran faktor ekobiologi terhadap dinamka populasi vektor dan penyakit tungro, dilakukan di daerah endemik tungro , dan penanaman dilakukan setiap 4-5 bulan, mengikuti pola/waktu tanam yang dilakukan oleh petani, pada luas plot 3 x 4 meter, jarak tanam 25 x 25 Cm, menggunakan rancangan kelompok, sebanyak 3 ulangan. Perlakuan menggunakan 5 varietas padi unggul baru yaitu inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 (pembanding tahan ) dan varietas sebagai pembanding peka (IR 64). Varibel pengamatan yaitu sebagai berikut :(a) Populasi vektor wereng hijau (b) Intensitas tungro (c) Uji infektivitas vektor (d) (e) Curah hujan, kelembaban (f) jumlah anakan dan tinggi tanaman (g) Produksi t/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dua musim tanam, tidak ditemukan adanya pergeseran dominasi spesies vektor wereng hijau. Vektor dominan adalah Nephotetix virescens.  Populasi serangga penular N virescens  dipengaruhi oleh faktor curah hujan, semakin tinggi curah hujan juga diikuti oleh tingginya populasi vektor dan intensitas serangan penyakit tungro. Kombinasi keadaan suhu pada kisaran 30,0 32,3 dan curah hujan yang tergolong sangat rendah sekitar 0 – 2,7 mm, atau dominan tidak ada hari hujan pada setiap minggunya menyebabkan tidak ditemukannya vektor we reng hij au N virescens  dan serangan penyakit tungro pada semua varietas yang diuji. Kata kunci: Ekobiologi, dinamika populasi, vector, penyakit tungro PENDAHULUAN Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang rice tungro bacilliform viirus  (RTBV) dan virus bentuk bulat rice tungro spherical virus  (RTSV (Hibino et al ., 1978; Omura et al ., 1983. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau secara semipersisten dan tidak terjadi multiplikasi virus di dalam tubuh vektor serta tidak terbawa pada keturunannya (Hibino and Cabunagan, 1986). Terdapat lima spesies wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro yaitu Nephotettix virescens , N. nigropictus, N. malayanus, N. parvus  dan Recilia dorsalis  (Rivera et al ., 1968; Dahal et al ., 1990). Ledakan penyakit tungro dilapangan umumnya melalui proses yang berawal dari sumber inokulum dari sisa pertanaman sebelumnya dan biasan ya tungro juga be rkembang dari pola tanam yang tidak seragam. Tungro yang berkembang pada wilayah tersebut menjadi sumber inokulum awal untuk daerah pertanaman di sekitar nya. Wilayah sumb er inokulum dem ikian menjadi media b erkembangny a vektor  yang infektif, yang kemud ian berpindah ketanaman yang leb ih muda atau di pesemaian dan memindahkan virus tungro. Pakki et al ., 2009 mela porkan bahwa bila tah apan fase penulara n didukung oleh faktor lingkungan yang sesuai maka akan terjadi ledakan tungro. Faktor-faktor pendukung yang mempe-ngaruhi biasanya bersifat spesifik pada lokasi tertentu. Upaya pengendalian adalah bersam aan waktu tanam pada populasi vektor dan sumber inkulum yang rendah, ataupun pada keadaan vektor tinggi fase pertumbuhan tanaman sudah memasuk i fase generatif.

Upload: tri-andika

Post on 09-Oct-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 107-113-PERAN-FAKTOR-EKOBIOLOGI-TERHADAP-SYAHRIR-PAKKI_2.pdf

    1/7

    Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

    107

    PERAN FAKTOR EKOBIOLOGI TERHADAP DINAMIKA POPULASI VEKTOR

    DAN PENYAKIT TUNGRO

    Syahrir Pakki

    Loka Penelitian Penyakit Tungro

    ABSTRAK

    Penelitian peran faktor ekobiologi terhadap dinamka populasi vektor dan penyakit tungro, dilakukan di

    daerah endemik tungro , dan penanaman dilakukan setiap 4-5 bulan, mengikuti pola/waktu tanam yang

    dilakukan oleh petani, pada luas plot 3 x 4 meter, jarak tanam 25 x 25 Cm, menggunakan rancangan

    kelompok, sebanyak 3 ulangan. Perlakuan menggunakan 5 varietas padi unggul baru yaitu inpari 1,Inpari 2, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 (pembanding tahan ) dan varietas sebagai pembanding

    peka (IR 64). Varibel pengamatan yaitu sebagai berikut :(a) Populasi vektor wereng hijau (b)

    Intensitas tungro (c) Uji infektivitas vektor (d) (e) Curah hujan, kelembaban (f) jumlah anakan dan

    tinggi tanaman (g) Produksi t/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dua musim tanam, tidak

    ditemukan adanya pergeseran dominasi spesies vektor wereng hijau. Vektor dominan adalah

    Nephotetix virescens. Populasi serangga penular N virescens dipengaruhi oleh faktor curah hujan,

    semakin tinggi curah hujan juga diikuti oleh tingginya populasi vektor dan intensitas serangan

    penyakit tungro. Kombinasi keadaan suhu pada kisaran 30,0 32,3 dan curah hujan yang tergolong

    sangat rendah sekitar 0 2,7 mm, atau dominan tidak ada hari hujan pada setiap minggunya

    menyebabkan tidak ditemukannya vektor wereng hijau N virescens dan serangan penyakit tungro

    pada semua varietas yang diuji.

    Kata kunci: Ekobiologi, dinamika populasi, vector, penyakit tungro

    PENDAHULUAN

    Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang rice tungro

    bacilliform viirus(RTBV) dan virus bentuk bulat rice tungro spherical virus(RTSV (Hibino et al., 1978;

    Omura et al., 1983. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau secara semipersisten dan tidak

    terjadi multiplikasi virus di dalam tubuh vektor serta tidak terbawa pada keturunannya (Hibino and

    Cabunagan, 1986). Terdapat lima spesies wereng hijau yang dapat menularkan virus tungro yaitu

    Nephotettix virescens, N. nigropictus, N. malayanus, N. parvusdan Recilia dorsalis(Rivera et al., 1968;

    Dahal et al., 1990).Ledakan penyakit tungro dilapangan umumnya melalui proses yang berawal dari sumber inokulum

    dari sisa pertanaman sebelumnya dan biasanya tungro juga berkembang dari pola tanam yang tidak

    seragam. Tungro yang berkembang pada wilayah tersebut menjadi sumber inokulum awal untuk daerah

    pertanaman di sekitarnya. Wilayah sumber inokulum demikian menjadi media berkembangnya vektor

    yang infektif, yang kemudian berpindah ketanaman yang lebih muda atau di pesemaian dan memindahkan

    virus tungro. Pakki et al., 2009 melaporkan bahwa bila tahapan fase penularan didukung oleh faktor

    lingkungan yang sesuai maka akan terjadi ledakan tungro.

    Faktor-faktor pendukung yang mempe-ngaruhi biasanya bersifat spesifik pada lokasi tertentu.

    Upaya pengendalian adalah bersamaan waktu tanam pada populasi vektor dan sumber inkulum yang

    rendah, ataupun pada keadaan vektor tinggi fase pertumbuhan tanaman sudah memasuki fase generatif.

  • 5/19/2018 107-113-PERAN-FAKTOR-EKOBIOLOGI-TERHADAP-SYAHRIR-PAKKI_2.pdf

    2/7

    Syahrir Pakki :Peran Faktor Ekobiologi Terhadap Dinamika Populasi Vektor Dan Penyakit Tungro.

    108

    Faktor lain yang berpengaruh nyata terhadap dinamikan penyakit tungro dilapang adalah respon genetik

    dari varietas yang diusahakan oleh petani (Pakki et al., 2009).

    Pengendalian tungro harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan berbagai

    aspek seperti penyebaran virus tungro, fluktuasi populasi wereng hijau, perubahan kondisi lingkungan

    dan sosial ekonomi petani (Hasanuddin et al., 2001). Berbagai usaha pengendalian tungro telah dilakukan,

    diantaranya dengan penanaman varietas tahan, waktu tanam tepat, tanam serempak, pergiliran varietas,

    tanam dengan sistem tanam benih langsung, manipulasi faktor lingkungan dan penggunaan insektisida

    pada kondisi tertentu (Muis et al., 1990). Pengendalian terpadu yang mengintegrasikan berbagai

    komponen pengendalian secara sistematik dan harmonis dalam satu paket teknologi pengendalian tungro

    diharapkan dapat diterapkan pada segala kondisi lingkungan dan sosial ekonomi petani. Olehnya itu

    diperlukan identifikasi faktor ekobiologi yang berpengaruh terhadap perkembangannya, kecenderungan

    adanya perubahan iklim akan menggeser waktu-waktu puncak populasi dan pergeseran spesies.

    Informasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai strategi untuk pengelolaan pengendalian lebih dini

    penyakit tungro.

    METODE PENELITIAN

    Pemilihan lokasi yaitupada daerah endemik tungro, dan penanaman dilakukan setiap 4-5 bulan,

    mengikuti pola/waktu tanam yang dilakukan oleh petani, pada luas plot 3 x 4 meter, jarak tanam 25 x 25

    Cm, menggunakan rancangan kelompok, sebanyak 3 ulangan. Perlakuan menggunakan 5 varietas padi

    unggul baru yaitu inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 (pembanding tahan ) dan

    varietas sebagai pembanding peka (IR 64). Pemupukan yaitu Urea 300 kg/ha, KcL 150 kg/ha dan SP 36,

    100 kg/ha. Seluruh KCl dan SP 36 diberikan pada saat tanam, 1/3 diberikan dosis Urea pada umur 1

    minggu setelah tanam, sisanya masing-masing 1/3 pada umur tiga minggu dan 6 minggu setelah tanam.

    Varibel pengamatan yaitu sebagai berikut :(a) Populasi vektor wereng hijau (b) Intensitas

    tungro (c) Uji infektivitas vektor (d) (e) Curah hujan, dan kelembaban (f) jumlah anakan dan tinggi

    tanaman (g) Produksi t/ha.

    Uraian pelaksanaan pengumpulan data pengamatan yaitu (a) Populasi vektor wereng hijau

    dilakukan dengan sepuluh kali ayunan ganda pada semua petak perlakuan dalam 20 dan 30 hari setelah

    tanam (b) Persentase serangan tungro dihitung jumlah tanaman terinfeksi tungro dari setiap populasi

    tanaman perlakuan (c) Uji infektivitas vektor dilakukan dengan mengoleksi vektor dari setiap plot

    perlakuan kemudian diinokulasikan di rumah kaca pada varietas yang sama yang ditanam di lapang

    kemudian dihitung infektivitasnya dengan menghitung jumlah tanaman yang terinfeksi tungro (e) Curah

    hujan, kelembaban harian diperoleh dari stasiun klimatologi terdekat, kebun Loka Penelitian penyakit

    Tungro (f) Jumlah anakan dan tinggi tanaman dihitung pada saat menjelang panen dan (g) produktivitas

    diperoleh dari jumlah hasil per plot perlakuan.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil pengamatan populasi vektor tungro wereng hijau menunjukkan bahwa pada dua kali

    penanaman di daerah endemis tungro dalam pengamatan 20 dan 30 hari setelah tanam (HST) dan dari

    setiap waktu tanam, ditemukan adanya variasi perbedaan populasi vektor wereng hijau Nephotetix

    virencens (Tabel 1). Penanaman Musim Tanam I (MT I), didapati jumlah hari hujan yang rendah, suhu

    berkisar 31-32 0C dan kelembaban berkisar 85- 89 %, (Tabel 2). Kondisi tersebut memungkinkan

    rendahnya populasi vektor, sehingga pada umur 20 sampai 30 HST, tidak ditemukan adanya N

    virencens di semua petakan perlakuan (Tabel 1).

    Vektor N virescens, ditemukan setelah tanaman berumur 40 hari, dalam jumlah yang rendah,

    berkisar 1-1,25 ekor per sepuluh kali ayunan ganda. Berbeda dengan keadaan populasi vektor pada

    penanaman bulan Oktober (MT II). Vektor dari spesies N. virescensdominan dan merata pada semua

  • 5/19/2018 107-113-PERAN-FAKTOR-EKOBIOLOGI-TERHADAP-SYAHRIR-PAKKI_2.pdf

    3/7

    Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

    109

    perlakuan, Ini menunjukkan bahwa populasi serangga penular N. virescens dipengaruhi oleh keadaan

    curah hujan, semakin tinggi hari dan curah hujan semakin tinggi pula populasi vektor. Hal yang sama juga

    dilaporkan oleh (Muis, et al.,1990; Hasanuddin 2002) bahwa populasi vektor cendrung mengikuti pola

    curah hujan.

    Berkaitan dengan data tersebut di atas maka usaha menghindari serangan tungro adalah

    sebaiknya menanam sebelum terjadi kepadatan populasi yang tinggi. Hal tersebut dapat dikombinasikan

    dengan waktu tanam yang tepat, serempak pada luasan area tertentu, sehingga dapat memperpendek

    etersediaan sumber inokulum dan membatasi perkembangan vektor wereng hijau N virencenssebagai

    kibat dari cekaman iklim yang tidak ideal untuk perkembangannya.

    k

    a

    Tabel 1. Populasi vektor wereng hijau N. virencenspada beberapa varietas unggul baru,

    dalam penanaman bulan Mei (MK), dan November (MH) Lanrang. 2009

    Populasi vektor N. virencens

    Perlakuan 20 HST 30 HST 40 HST

    MT I MT II MT I MT II MT I MT IIInpari 1 0 5,0 a 0 4,3 ab 1,03 a 6,6 ab

    Inpari 2 0 3,0 ab 0 6,3 ac 1,04 a 7,6 a

    Inpari 3 0 5,7 a 0 6,6 a 1,04 a 8,0 a

    Inpari 4 0 3,7 a 0 3,6 ab 1,03 a 7,6 a

    Inpari 7 0 2,0 ab 0 2,3 b 1,01 a 3,0 b

    Inpari 9 (Cek tahan) 0 1,0 b 0 1,0 b 1,00 a 1,3 b

    Inpari 10 0 5,7 a 0 9,0 c 1,06 a 8,6 a

    IR 64 (Cek Peka) 0 12,0 c 0 15,0 d*) 1,25 b 26,3 c

    Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

    uji BNJ taraf 5 %.

    *) MT I = Penanaman bulan Mei (MK), dan MT II = Penanaman bln Oktober (MH). Lanrang.

    *) Pembanding peka T(N)-1

    Pergeseran dominasi spesies belum ditemukan di lapangan, spesies dominan adalah N. virescens

    atau belum ditemukan spesies lainnya seperti N.Nigropictus. Wereng hijau menularkan virus tungro

    dengan efisiensi yang berbeda-beda dan N. virescensmerupakan vektor terpenting karena efisiensi

    penularannya paling tinggi (Sogawa, 1976; Siwi dan Suzuki, 1991).

    Populasi vektor N. virescens nyata lebih tinggi ditemukan pada pembanding peka IR 64 (Tabel

    1), pada 40 HST sebanyak 26,3 ekor per sepuluh kali ayunan ganda. Beberapa individu yang ditemukan

    pada varietas peka adalah dalam fase nimpa, sedang pada perlakuan varietas lainnya ditemukanserangga yang sudah dewasa. Keberadaan vektor dalam fase nimpa pada varietas yang peka memberi

    bukti bahwa vektor lebih tertarik meletakkan telur dan berkembang biak pada varietas yang

    disenanginya. Hal tersebut masih perlu dikaji, karena diduga pada varietas tahan, vektor tidak tertarik

    memperoleh makanan dibanding varietas yang peka, sehingga terhindar dari infeksi tungro.

    Hasil uji infektivitas dari serangga vektor yang dikoleksi pada umur 40 hari setelah tanam

    (Tabel 3), memperlihatkan bahwa semakin tinggi persentase tanaman terinfeksi dilapangan, semakin

    tinggi pula persentase infektivitas vektor N. virescens, Penanaman pada MT II, bulan Oktober, dari

    varietas yang peka mencapai 26,33 % (Tabel 3). Implikasi dari uraian data tersebut di atas yaitu

    ditemukannya vektor lebih dominan dan persentase vektor infektif lebih tinggi dari varietas peka

    dibanding yang dari varietas tahan adalah bahwa pengelolaan tungro ke depan dapat dilakukan melalui

  • 5/19/2018 107-113-PERAN-FAKTOR-EKOBIOLOGI-TERHADAP-SYAHRIR-PAKKI_2.pdf

    4/7

    Syahrir Pakki :Peran Faktor Ekobiologi Terhadap Dinamika Populasi Vektor Dan Penyakit Tungro.

    110

    pengurangan kemampuan perolehan vektor N. virescens untuk menularkan virus dengan penanaman

    varietas-varietas tahan di wilayah endemi tungro.

    Tabel 4, menunjukkan bahwa keberadan vektor yang rendah pada pertanaman di bulan Mei, juga

    diikuti oleh intensitas serangan yang rendah, demikian pula pada pertanaman bulan Oktober semakin

    tinggi populasi vektor, semakin tinggi pula intensitas serangan. Intensitasnya mencapai 10,11 % pada

    varietas pembanding yang peka IR 64. Ketersediaan sumber inokulum dan peluang hidup vektor yang

    lebih ideal karena dukungan curah hujan yang merata pada setiap minggu diduga menjadi penyebab

    serangan tungro tetap ada pada penanaman bulan Oktober.

    Tabel 2. Keadaan curah hujan, temperatur, dan kelembababan selama Pertanaman, dalam

    penanaman bulan Mei (MK), dan Oktober (MH) Lanrang. 2009

    HH( mm) Suhu maksimun Suhu Minimun Kelembaban (%)Umur

    Tnm MT I MT II MT I MT II MT I MT II MT I MT II

    7 HST 1,5(10,5) 2.1 32,3 26,8 26,9 88 87

    14HST - 2 31,3 32,3 26,3 26,7 88 90

    21HST - 1 31,6 31,4 25,6 26,8 90 90

    28HST 4,6(0,7) 1 30,5 30,2 26,0 27,3 87 86

    35HST 4,2(0,3) 3,1 30,5 31,9 26,3 27,8 87 90

    42HST 4,0(4,4) 2,2 31,9 30,1 26,2 26,2 85 88

    49HST - 4,5 31,2 30,2 26,2 26,3 87 90

    56HST - 3,2 31,6 30,2 25,1 25,3 89 89

    63HST - 2,1 31,9 30,4 26,4 26,4 82 90

    70HST - 4,3 31,9 31,2 26,3 26,4 83 80

    Sumber : Stasiun klimatologi Lanrang,Loka Penelitian Penyakit TungroHST = Hari Setelah tanam - = Tidak ada hujan, HH = Hari Hujan

    Tabel 3. Infektivitas vektor N. virencens(%)dari beberapa varietas unggul baru dalam

    penanaman bulan Mei (MK), dan Oktober (MH) Lanrang 2009

    Infektivitas tungro dari gejala pada 40 HSTPerlakuan

    MT I*) MT II*)

    Inpari 1 1,06 a 15,00 a

    Inpari 2 1,18 a 8,33 a

    Inpari 3 1,18 b 11,66 a

    Inpari 4 1,00 a 15,00 aInpari 7 1,00 a 6,67 b

    Inpari 9 (Cek Tahan) 1,00 a 5,00 b

    Inpari 10 1,06 a 8,67 a

    IR 64( Cek Peka) 1,34 c 26,33 c*)

    Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata

    uji BNJ taraf 5 %.

    *)MT I = Penanaman bulan Mei (MK), dan MT II = Penanaman bulan pada

    bulan Oktober (MH). Lanrang.

    Hal yang menarik dikemukakan adalah bahwa dari dua kali penanaman dengan tujuh varietasunggul baru, ditemukan populasi vektor dan intensitas serangan tungro yang bervariasi. Pada varietas

  • 5/19/2018 107-113-PERAN-FAKTOR-EKOBIOLOGI-TERHADAP-SYAHRIR-PAKKI_2.pdf

    5/7

    Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

    111

    yang lebih peka, jumlah vektor dan intensitas tungro nyata lebih tinggi dibanding dengan varietas yang

    tahan. Ini menandakan bahwa varietas yang lebih tahan mempunyai peran lebih besar untuk

    pengendalian tungro. Implikasi temuan penelitian ini adalah pemanfaatan varietas unggul baru yaitu

    Inpari 3, 4, 7 dan 9 yang mempunyai tingkat serangan yang lebih rendah dibanding Inpari 2 dan 10 dan

    pembanding peka (Tabel 4, MT II), dapat dijadikan sebagai varietas-varietas anjuran untuk wilayah-

    wilayah endemis tungro. Hasanuddin (2002), mengemukakan bahwa peningkatan proporsi penanaman

    varietas yang lebih tahan disuatu hamparan berpengaruh nyata dalam mengurangi serangan tungro.

    Parameter jumlah anakan produktif Inpari 3, 4, 7 dan 9 per rumpun pada intensitas serangan

    tungro yang lebih tinggi, dalam MT II, berkisar 18,50 20,83 per rumpun, dengan rerata tinggi

    tanaman berkisar 79,90- 83,40 dan produktivitas 5,6-6,6 ton/ha (Tabel 5, 6 dan 7) memberi sinyal

    bahwa varietas-varietas tersebut mempunyai potensi hasil tinggi bila dibandingkan dengan beberapa

    varietas-varietas unggul nasional lainnya dan dapat dikembangkan pada wilayah-wilayah endemis tungro.

    Tabel 4. Intensitas serangan tungro (%) dari beberapa varietas unggul dalam

    penanaman bulan Mei (MK), dan Oktober (MH) Lanrang. 2009

    Intensitas tungro pada 40 HSTPerlakuan

    MT I*) MT II*)

    Inpari 1 0,040a 2,99 ab

    Inpari 2 0,024 a 3,33 a

    Inpari 3 0,002 b 2,22 ab

    Inpari 4 0,011 a 1,67 b

    Inpari 7 0,015 a 0,78 b

    Inpari 9 (Cek Tahan) 0,001 b 0,33 b

    Inpari 10 0,013 a 3,67 a

    IR 64( Cek Peka) 0,037 c 10,11 c

    Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata uji BNJ taraf 5 %.

    *) MT I = Penanaman bulan Mei (MK), dan MT II = Penanaman bulan Oktober (MH). Lanrang.

    Tabel 5. Rerata Jumlah anakan produktif dari beberapa varietas unggul Baru dalam

    penanaman bulan Mei (MK), dan Oktober (MH) Lanrang. 2009

    Rerata anakan produktif per rumpunPerlakuan

    MT I*) MT II*)

    Inpari 1 20,10 a 20,83a

    Inpari 2 18,70 ab 16,83 cd

    Inpari 3 18,00 ab 19,20 ab

    Inpari 4 20,10 a 18,83 abc

    Inpari 7 17,90 a 17,40 bcd

    Inpari 9 (Cek Tahan) 19,55 a 18,50 abc

    Inpari 10 18,30 ab 17,80 bcd

    IR 64( Cek Peka) 16,60 b 16,46 d

    Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata uji BNJ taraf 5 %.

    *) MT I = Penanaman bulan Mei (MK), dan MT II = Penanaman bulan Oktober (MH). Lanrang. 2009.

  • 5/19/2018 107-113-PERAN-FAKTOR-EKOBIOLOGI-TERHADAP-SYAHRIR-PAKKI_2.pdf

    6/7

    Syahrir Pakki :Peran Faktor Ekobiologi Terhadap Dinamika Populasi Vektor Dan Penyakit Tungro.

    112

    Tabel 6. Rerata tinggi tanaman dari beberapa varietas unggul baru dalam penanaman

    bulan Mei (MK), dan Oktober (MH) Lanrang. 2009

    Rerata tinggi TanamanPerlakuan

    MT I*) MT II*)Inpari 1 86,50 a 83,84 a

    Inpari 2 73,76 b 72,56 b

    Inpari 3 81,46 ab 79,20 b

    Inpari 4 79,50 ab 79,30 b

    Inpari 7 79,13 ab 79,90 b

    Inpari 9 (Cek Tahan) 85,56 a 88,72 c

    Inpari 10 80,06 a 82,50 a

    IR 64( Cek Peka) 64,80 c 68,63 d

    Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata uji BNJ taraf 5 %.

    *) MT I = Penanaman bulan Mei (MK), dan MT II = Penanaman bulan Oktober (MH). Lanrang. 2009.

    Tabel 7. Produktivitas ton/ha dari beberapa varietas unggul baru dalam penanaman

    bulan Mei (MK), dan Oktober (MH) Lanrang. 2009

    Rerata produksi ton/haPerlakuan

    MT I*) MT II*)

    Inpari 1 6,34 a 6,13 a

    Inpari 2 5,83 a 5,00 b

    Inpari 3 6,36 a 5,16 ab

    Inpari 4 4,90 a 4,66 b

    Inpari 7 6,33 a 5,56 abInpari 9 (Cek Tahan) 6,83 a 6,16 a

    Inpari 10 6,10 a 4,60 b

    IR 64( Cek Peka) 4,73 b 1,46 c

    Angka pada baris dan kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata uji BNJ taraf 5 %.

    *) MT I = Penanaman bulan Mei (MK), dan MT II = Penanaman bulan Oktober (MH). Lanrang. 2009.

    Varietas Inpari-9 dan Inpari-7 mempunyai prospek dikembangkan pada wilayah-wilayah endemis

    tungro, sifat tahan terhadap tungro, jumlah gabah isi per malai sekitar 6,3 dan 6,83 t/ha), memberi

    indikasi bahwa produktivitas dari kedua varietas tersebut tidak dipengaruhi oleh penyakit tungro. dan

    berpotensi hasil yang mendekati produksi beberapa varietas unggul nasional lainnya seperti Ciherang

    yang mempunyai potensi hasil sekitar 6 ton per ha gabah kering giling ( Balitpa, 2007).

    KESIMPULAN

    Pada dua musim tanam, tidak ditemukan adanya pergeseran dominasi spesies vektor wereng

    hijau, vektor dominan adalah Nephotetix virescens.Populasi serangga penular N virescensdipengaruhi

    oleh faktor curah hujan . Semakin tinggi curah hujan juga diikuti oleh tingginya populasi vektor dan

    intensitas serangan penyakit tungro. Kombinasi keadaan suhu pada kisaran 30,0 32,3 dan curah

    hujan yang tergolong sangat rendah sekitar 0 2,7 mm, atau dominan tidak ada hari hujan pada setiap

    inggunya menyebabkan tidak ditemukannya vektor wereng hijauN virescensdan serangan penyakit

    ungro pada semua varietas yang diuji.

    m

    t

  • 5/19/2018 107-113-PERAN-FAKTOR-EKOBIOLOGI-TERHADAP-SYAHRIR-PAKKI_2.pdf

    7/7

    Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010

    113

    SARAN-SARAN

    Varietas Inpari-9 dan Inpari-7 mempunyai prospek dikembangkan pada wilayah-wilayah endemis

    tungro, sifat tahan terhadap tungro, dengan prduksi sekitar 6,3 dan 6,83 t/ha.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Ucapan terima kasih diucapkan kepada sdr Hasanuddin (staff teknis pada Loka Penelitian

    Penyakit Tungro) yang telah membantu pelaksanan penelitian, dalam hal membantu penanaman,

    ngamatan, dan pemeliharaan selama di lapangan, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan

    ik.

    pe

    ba

    DAFTAR PUSTAKA

    Dahal, G., H. Hibino and R.C. Saxena. 1990. Association of leafhopper feeding behavior with

    transmission of rice tungro to susceptible and resistant rice cultivar. Phytopathology. 80:659-

    665.Hasanuddin, A., I.N. Widiarta dan M. Muhsin. 2001. Penelitian teknik eliminasi sumber inokulum RTSV:

    Suatu strategi pengendalian tungro. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV. Kantor Menristek dan

    DRN

    Hasanuddin, A. 2002. Pengendalian Penyakit Tungro Terpadu : Strategi dan Implementasi. Orasi

    pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian.

    Hibino, H., Roechan, M and Sudarisman, S. 1978. Association of two types of virus particles with

    penyakit habang (tungro disease) of rice in Indonesia. Phytopathology, 68:1412-6.

    Hibino, H. and R.C. Cabunagan. 1986. Rice tungro associated viruses and their relation to host plants

    and vector leafhopper. Trop. Agr. Res. Ser. 19:173-182.Muis, A., M. Yasin Said dan A. Hasanuddin. 1990. Epidemiologi penyakit tungro, pergiliran varietas dan

    waktu tanam. Hasil Penelitian Padi, Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros, 1990(1):47-52.

    Omura, T., Y. Saito, T. Usugi and H. Hibino. 1983. Purification and serology of rice tungro spherical and

    rice tungro bacilliform viruses. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 49:73-76.

    Rivera, C.T., S.H. Ou and D.M. Tantera. 1968. Tungro disease of rice in Indonesia. Plant Disease,

    52:122-124.

    Siwi, S.S. and Y. Zusuki. 1991. The green leafhopper (Nephotettix spp.): vector of rice tungro virus

    disease in Southeast Asia, particularly in Indonesia and its management. Indonesian

    Agricultural Research and Development. Journal. 13(1 dan 2):8-15.Pakki, S, Ketut, Muis A.2009. Reaksi galur-galur padi uji lanjutan (Filial 7 terhadap penyakit tungro.

    Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Inovasi Teknologi Pertanian yang Berkelanjutan

    Mendukung Pengembangan Agribisnis dan agro Industri di Pedesaan. Balai Besar Pengkajian dan

    Pengembangan Teknologi Pertanian. hal 141-146

    Pakki, S, Ketut, Muis A. 2009. Pennampilan galur-galur padi tahan tungro di daerah endemis Sulawesi

    Tengah. Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Inovasi Teknologi Pertanian yang

    Berkelanjutan Mendukung Pengembangan Agribisnis dan agro Industri di Pedesaan. Balai Besar

    Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. hal 135-140.

    Sogawa, K. 1976. Rice tungro virus and its vectors in tropical Asia. Rev. Plant Protec. (9):25-46