102838504-marasmus-kwshiorkor

65
LAPORAN PRESENTASI KASUS “GIZI BURUK” Oleh: Laeli Puspita Sari 105103003419 Pembimbing: Dr. Gunawan Sugiarto, SpA MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER 0

Upload: yunita-amelia

Post on 06-Nov-2015

213 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

M

TRANSCRIPT

LAPORAN PRESENTASI KASUS

GIZI BURUK

Oleh:

Laeli Puspita Sari

105103003419

Pembimbing:

Dr. Gunawan Sugiarto, SpA

MODUL KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 MBAB I

PENDAHULUAN

Anak usia dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang energi protein (KEP) adalah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam Repelita VI, pemerintah dan masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%. Namun saat ini di Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berdampak juga pada status gizi balita, dan diasumsi kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan bertambah.1Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data susenas menunjukkan bahwa jumlah kasus gizi buruk sejak tahun 1989 meningkat dari 6,3% menjadi 7,2% tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995. Upaya Pemerintah antara lain melalui Pemberian Makanan Tambahan dalam Jaring Pengaman Sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi melalui pelatihan-pelatihan Tatalaksana Gizi Buruk kepada tenaga kesehatan berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada tahun 1998; 8,1% tahun 1999 dan 6,3% tahun 2001. Namun pada tahun 2001 terjadi peningkatan kembali menjadi 8%. Kenyataaan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan gejala klinis marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Tuberkulosis serta penyakit infeksi lainnya. Data dari WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5% malaria, dan 32% penyebab lain.1

Pada laporan kasus, penyaji akan menyampaikan masalah gizi buruk yang terjadi pada seorang anak laki-laki berusia 12 tahun 8 bulan.

BAB II

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. AA

No. Rekam Medik: 988497

Umur

: 13 tahun 8 bulan

Jenis kelamin: Laki-laki

Alamat

: Cilandak, Jakarta Selatan

Agama

: Islam

Pendidikan

: kelas 6 SD

Masuk IGD RSF: 26 April 2010

Masuk rawat inap: 27 April2010

II. IDENTITAS ORANG TUA

AYAHIBU

Nama Tn. KNy. L

AgamaIslamIslam

AlamatCilandak, Jakarta SelatanCilandak, Jakarta Selatan

Pendidikan terakhirSMASMP

Pekerjaan Buruh Ibu rumah tangga

PenghasilanRp. 500.000,--

Pernikahan ke-1 (27 tahun)2 (22 tahun)

Penyakit --

III. ANAMNESIS

Keluhan utama:

Batuk yang semakin memberat sejak 2 minggu SMRS.

Keluhan tambahan:

Demam naik turun, agak sesak, nafsu makan yang semakin menurun, mencret

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan batuk yang semakin memberat sejak 2 minggu SMRS. Batuk berdahak, warna putih agak kekuningan, tidak bercampur darah dan berjumlah 1 sendok makan. Pertama kali batuk dirasakan sejak 9 bulan yang lalu. Semakin lama semakin memberat. Selain itu, pasien juga mengalami demam yang naik turun dengan suhu tidak terlalu tinggi. Keringat pada malam hari (+), sesak (), nafsu makan yang berkurang. Pasien sudah berobat ke puskesmas sebanyak 10 kali dan diberi obat batuk serta antibiotik, saat itu pasien dikatakan hanya mengalami batuk pilek biasa. Setelah minum obat-obat tersebut, pasien tidak mengalami perbaikan.

Sejak 2 minggu SMRS, pasien mulai sangat lemah, nafsu makan sangat menurun, sesak semakin berat, tidak berubah dengan perubahan posisi dan batuk berdahak semakin sering. Pasien hanya mau makan 2-3 sendok bubur dan susu kental manis cair 3 gelas/hari. Demam (+) tidak terlalu tinggi (tidak diukur dengan termometer), mual (+), muntah (-), BAK (+), BAB 3 kali/hari, warna kuning, seperti bubur, jumlah gelas aqua, ampas (+). Saat itu, pasien dibawa berobat ke puskesmas dan disarankan untuk berobat ke dokter spesialis anak. Namun, karena keterbatasan biaya, pasien tidak dibawa ke dokter spesialis anak.

Adapun penurunan berat badan yang dialami oleh pasien adalah sebagai berikut (diukur setiap berobat ke puskesmas): sebelum sakit = 40 kg, 2 bulan setelah sakit = 37 kg, 4 bulan setelah sakit = 35 kg, 6 bulan setelah sakit = 33 kg, 8 bulan setelah sakit = 30 kg, sekarang = 28 kg.

Riwayat Penyakit Dahulu:

TB sebelumnya (-), asma (-), alergi (-), campak (-). Pasien belum pernah dirawat.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:

Ibu pasien menikah dua kali, dengan suami pertama mendapatkan 1 anak dan dengan suami kedua ini mendapatkan 4 orang anak. Pasien merupakan anak ke 4. Selama kehamilan ibu jarang kontrol ke bidan, tidak mendapat imunisasi tetanus toksoid, tidak minum vitamin, ataupun obat-obatan lainnya. Pasien lahir di bidan. Usia kehamilan 9 bulan, berat lahir 4000 gram, panjang lahir 50 cm, langsung menangis, tidak biru dan tidak kuning.

Riwayat Nutrisi:

Pasien tidak minum ASI sejak lahir dan hanya minum susu formula, karena ASI ibu tidak keluar. Mulai diberi bubur nestle sejak usia 4 bulan hingga usia 12 bulan. Kemudian, pasien makan nasi dengan lauk pauk tempe, tahu dan sayur. Sebelum sakit, pasien makan tiga kali per hari; setiap kali makan nasi dua centong, sayur satu sendok sayur, tempe atau tahu satu potong, telur kadang-kadang ikan. Susu formula tidak diberikan. Setelah sakit, nafsu makan pasien makan pasien berkurang. Pasien hanya makan nasi satu centong ditambah sayur dan ikan kembung. Dua minggu SMRS, pasien hanya mau makan 2-3 sendok makan bubur ditambah susu 3 gelas/hari. Minum seperti biasa.

Riwayat Imunisasi:

BCG

: 1 kali

DPT

: 5 kali

Hepatitis B: 3 kali

Polio

: 6 kali

Campak : 1 kali

Kesan

: Imunisasi dasar tidak lengkap (campak hanya 1 kali).

Riwayat Tumbuh Kembang:

Tengkurap: 3 bulan

Duduk

: 6 bulan

Berjalan: 12 bulan

Berhitung : 6 tahun

Menulis dan membaca: 7 tahun

Saat ini, pasien duduk di kelas 6 dan tidak pernah tinggal kelas. Namun, semenjak sakit 9 bulan yang lalu, pasien sudah tidak lagi pergi ke sekolahKesan

: perkembangan masih dalam batas normal

Riwayat Penyakit Keluarga:

Kakek pasien mempunyai riwayat batuk lama dan sekrang sudah meninggal, di rumah dan sekitarnya saat ini tidak ada yang sedang batuk lama, alergi (+) ayah, asma (-).

Riwayat Sosioekonomi :

Pasien merupakan anak keempat, pasien tinggal satu rumah dengan orangtua serta 2 orang kakak dan 1 orang adik. Ayah pasien sekarang hanya bekerja sebagai buruh serabutan dengan penghasilan Rp 500.000,00/bulan sedangkan ibu pasien tidak bekerja.

Data Perumahan dan Sanitasi:

Pasien merupakan anak keempat, pasien tinggal satu rumah dengan orangtua serta 2 orang kakak dan 1 orang adik. Ukuran rumah pasien 6x6 meter dengan ventilasi dan pancahayaan yang buruk serta berada di lingkungan padat penduduk.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum: Tampak sakit sedang, sianosis (-), tampak kurus

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital:

Frekuensi nadi: 110 kali/menit, regular, isi cukup

Tekanan darah: 100/60 mmHg

Frekuensi napas: 32 kali/menit

Suhu

: 36,3 oC (axilla)

Status gizi:

Berat badan: 28 kg

Panjang badan: 138 cm

Lingkar kepala: 53 cm

Lingkar lengan atas : 13,5 cm

Penilaian klinis:

a. Penampilan wajah dismorfik, seperti orang tua

b. Terlihat sangat kurus

c. Kulit kering

d. Lemak subkutan tipis

e. Iga gambang (+)

f. Wasting (+)

g. Oedem di kedua punggung kaki

Data antropometri : (berdasarkan kurva CDC) a. BB/U : 28/50 x 100% = 56%

b. TB/U : 138/163 x 100% = 84,7%

c. BB/TB : 28/32 x 100% = 87,5%d. LILA/U: 13,5/24,7x100%=54,7%

Status generalis:

Kepala

: Normosefali, LK = 53 cm, deformitas (-), rambut tidak jarang, berwarna hitam dan tidak tipis

Mata

: Konjungtiva anemis +/+, bercak bitot -/-, sklera ikterik -/-, air mata +/+, cekung -/-

Telinga

: Serumen +/+, nyeri tekan tragus -/-

Hidung

: Napas cuping hidung -/-, sekret -/-

Tenggorokan: Mukosa mulut lembab, sianosis (-), faring hiperemis -/-, T1-T1, oral hygiene buruk

Leher

: KGB jugular chain kanan dan kiri teraba membesar, kanan berukuran 1x1 cm dan kiri 1,5x1,5 cm, soliter, kenyal mudah digerakan dan nyeri tekan (-).

Jantung

:

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi: Iktus cordis teraba di sela iga IV sebelah medial linea midklavikula sinistra

Perkusi

: Batas kanan jantung : sela iga IV linea sternalis dextra

Batas kiri jantung : sela iga V, 1 cm medial linea midklavikula sinistra

Batas pinggang jantung : sela iga III, linea parasternalis sinistra

Auskultasi: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Paru

:

Inspeksi: Tampak simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal (-), retraksi sela iga (+), iga gambang (+)

Palpasi: Vokal fremitus sama di kedua lapang paru

Perkusi

: Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi: Suara napas vesikuler, rhonki basah kasar di kedua lapang paru, wheezing -/-

Abdomen

:

Inspeksi

: datar

Palpasi: Supel, lemas, nyeri tekan (+) di ulu hati, hati dan limpa tidak teraba membesar, turgor kulit cukup

Perkusi

: Timpani

Auskultasi: Bising Usus (+) normal

Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2, edema ringan pada punggung kaki +/+, wasting (+), baggy pants -/-

Kulit

: Crazy pavement dermatosis (-), kulit tampak kering (+)

Status Dehidrasi

KU

: baik

Ks

: CM

Mata

: cekung (-), produksi air mata (+)

Mukosa: lembab

Turgor: cukup

Rasa haus: normal

BAK

: jumlah cukup

Kesan: tanpa dehidrasi

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Hasil pemeriksaan laboratoriumTanggal26/04/1027/02/1029/04/1003/05/10Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin7.4 g/dl6.9 g/dL8.2 g/dL13.2-17.3 g/dL

Hematokrit23 %21 %25 %33-45 %

Leukosit6500/uL5300/uL6700/uL6.0-17 ribu/uL

Trombosit314.000/uL305.000/uL198.000/uL150-440 ribu/uL

Eritrosit 3.06 juta/uL2.77 juta/uL3.09 juta/uL4.40-5.90 juta/uL

LED0-10 mm/jam

VER/HER/

KHER/RDW

VER73.9 fl75.1 fl80.6 fl80.0-100.0 fl

HER24.2 pg24.9 pg26.5 pg26.0-34.0 pg

KHER32,7 g/dl33.2 g/dl32.9 g/dl32.0-36.0 g/dl

RDW16.2 g/dl18.1 g/dl14.3 g/dl11.5-14.5 g/dl

Hitung jenis

Basofil0 %0-1%

Eosinofil1 %1-3%

Netrofil90 %82 %87%50-70 %

Limfosit7 %13 %5%20-40 %

Monosit3 %4 %8%2-8 %

Retikulosit1.5 %0.2-2.8%

Kimia klinik

Fungsi hati

SGOT47 u/l0-34 u/l

SGPT33 u/l0-40 u/l

Protein total4.87 g/dl6.00-8.00 g/dl

Albumin1.79 g/dl3.40-4.80 g/dl

Globulin3.08 g/dl2.50-3.00 g/dl

Fungsi ginjal

Ureum12 mg/dL20-40 mg/dL

Kreatinin0.3 mg/dL0.6-1.5 mg/dL

GDS100 mg/dL70-140 mg/dl

Kolesterol

Kolesterol total< 200 mg/dl

Trigliserida< 150 mg/dl

Elektrolit

Natrium123 mmol/L128 mmol/L127 mmol/L135-147 mmol/L

Kalium 2.51 mmol/L3.19 mmol/L3.29 mmol/L3.10-5.10 mmol/L

Klorida 92 mmol/L97 mmol/L98 mmol/L95-108 mmol/L

Urinalisa

Urobilinogen0.1 u/dl5g/kgBB/hari selama 3 hari berturut turut atau kenaikan sekitar >50g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut Sudah berada di kondisi gizi kurang(BB/TB > -3SD dan tidak ada gejala gizi burukPasien dipulangkan setelah 11 hari perawatan namun kriteria pemualangan anak gizi buruk tidak terpenuhi yaitu pasien belum mempunyai nafsu makan yang baik, berat badan belum naik, edema masih ada walaupun minimal. Pasien ini dipulangkan karena setelah pemeriksaan pasien merupakan pasien TB paru aktif (BTA sputum (+)) sehingga membutuhkan perwatan di ruang isolasi. Namun, pada saat bersamaan ruang isolasi anak RS Fatmawati penuh sehingga diputuskan agar pasien pulang lebih awal.

Jika anak dipulangkan lebih awal, buatlah rencana untuk tindak lanjut sampai anak sembuh :

Hubungi unit rawat jalan, pusat rehabilitasi gizi, klinik kesehatan lokal untuk melakukan supervise dan pendampingan

Anak harus ditimbang secara teratur setiap minggu. Jika ada kegagalan kenaikan berat badan dalam waktu 2 minggu berturut-turut atau terjadi penurunan berat badan, anak harus dirujuk kembali ke rumah sakit.

Prognosis ad vitam pasien dipilih dubia ad bonam, dilihat dari tanda-tanda vital pasien yang mengalami perbaikan selama perawatan. Prognosis ad fungsionam pasien dipilih dubia ad bonam karena gizi buruk pasien ini terjadi setelah pasien berusia 13 tahun dan bukan terjadi pada saat usia 2 tahun, ketika masih terjadi proliferasi, mielinisasi, dan migrasi sel otak. Serta diharapkan dengan pengobatan dan pamantauan yang baik, gizi buruk pasien dapat teratasi dengan baik. Prognosis ad sanactionam pasien dubia ad malam karena dilihat dari ekonomi keluarga pasien yang kurang dan higienis pasien. Diharapkan setelah edukasi yang baik, gizi buruk dan penyakit penyerta pasien dapat mengalami perbaikan. Namun hal ini juga sangat dipengaruhi oleh kepribadian pasien dan keluarganya itu sendiri.BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Gizi buruk merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada masa anak terutama pada negara-negara berkembang seperti di Indonesia.1 Di negara berkembang, dimana terdapat banyak anak yang kurang mendapatkan gizi yang cukup/sering lapar mengakibatkan anak-anak tersebut cenderung untuk medapat masalah kesehatan seperti penurunan berat badan l, sakit kepala, dan infeksi.2 Lebih dari 90% anak di dunia lahir hidup di negara berkembang setiap tahun dan 35.000 dari mereka mati setiap hari karena problem yang umum seperti masalah gizi.1Gizi buruk dapat terjadi akibat masukan makanan yang tidak sesuai atau tidak cukup, atau akibat penyerapan makanan yang tidak benar. Masukan makanan yang kurang dapat diakibatkan oleh kurangnya penyediaan makanan, kurangnya sumber makanan, faktor-faktor emosi, dan kebiasaan makan yang tidak teratur. Kebutuhan nutrien pokok dapat bertambah selama stres atau sakit serta selama pemberian antibiotik.1

Evaluasi status nutrisi yang tepat sangat sukar. Gangguan berat lebih mudah kita tentukan, tapi gangguan ringan dapat terabaikan. Diagnosis gizi buruk berdasar pada pemeriksaan fisik, data antropometri, dan riwayat makanan.1

Arti malnutrisi sebenarnya adalah gizi salah, yang mencakup gizi kurang maupun gizi lebih. Di Indonesia, dengan masih tingginya angka kejadian gizi kurang, istilah malnutrisi lazim dipakai untuk kejadian ini. Secara umum, gizi kurang disebabkan oleh kekurangan energi atau protein. Namun, keadaan di lapangan menunjukkan bahwa jarang dijumpai kasus yang menderita defisiensi energi murni ataupun yang menderita defisiensi protein murni. Anak dengan defisiensi protein murni biasanya disertai pula dengan defisiensi energi atau nutrien lainnya. Karena itu istilah yang lazim dipakai adalah Kurang Energi Protein (KEP) atau Kekurangan Kalori Protein (KKP).3

KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)

BATASAN

KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain.4PATOFISIOLOGI

KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. 4Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi. 4Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/decompensated malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). 4Dengan demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim. 4GEJALA KLINIS

Kekurangan Energi Protein merupakan salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun serta ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan Susenas 2002, 26% balita menderita gizi kurang dan gizi buruk.5

Pada KEP ditemukan berbagai macam keadaan patologis, terutama pada berat ringannya kelainan. Berdasarkan lama dan jumlah kekurangan energi protein , KEP diklasifikasikan menjadi KEP ringan(gizi kurang) dan KEP berat (gizi buruk)5. KEP berat dibagi menjadi Marasmus, Kwashiorkor, Marasmus-Kwashiorkor. System Welcome Trust Working Party membedakan berat badan dan oedema sebagai berikut:3

1. Kwashiorkor ( BB lebih dari 60% dari BB baku disertai oedema

2. Marasmus-Kwashiorkor (BB kurang dari 60% dari BB baku disertai oedema

3. Marasmus ( BB kurang dari 60% dari BB baku tanpa disertai oedema

Undernutrition dipakai untuk keadaan defisiensi berbagai nutrisi yang lebih khusus ditujukan kepada defisiensi energi yang sifatnya ringan. Underweight hanya dipakai untuk keadaan dengan berat badan yang lebih rendah dari berat badan baku.3

Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :

1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.42. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.43. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.4FAKTOR PENYEBAB

Malnutrisi energi protein merupakan masalah gizi yang multifaktorial. Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidensi dan menurunkan angka kematian. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut antara lain:

a. Pola makan4Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang sangat diperlukan untuk mencegah KEP karena banyak orang tua yang tidak tahu dan mengabaikan pentingnya keseimbangan gizi.

b. Faktor Ekonomi4Kemiskinan penduduk membuat mereka sulit untuk mendapatkan gizi yang baik dan berkualitas.

c. Faktor Infeksi4Telah lama diketahui adanya sinergi antara KEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun memperburuk status gizi. KEP walaupun derajat ringan menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi terutama pada anak-anak di bawah 5 tahun apalagi disertai infeksi tuberculosis.

Dari penelitian Endy P. Prawirohartono yang membahas Faktor-faktor yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada balita selama masa krisis ekonomi di Yogyakarta, dapat disimpulkan bahwa faktor resiko yang potensial yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada anak dibawah 5 tahun yaitu status asupan ASI, status higiene anak, tuberkulosis.6

KEP ringan/ sedang Istilah lain adalah gizi kurang atau undernutrition. Keadaan ini seringkali pada masa menyusui berkisar umur 9 bulan dan 2 tahun. Gambaran yang mencolok adalah adanya terkena infeksi, adanya anemia, berkurangnya aktivitas jasmani, serta hambatan perkembangan mental dan psikomotor sedangkan perubahan rambut dan kulit jarang ditemukan.3

a. Infeksi

Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadinya infeksi, khususnya gastroenteritis, campak dan pneumonia. Penyebab lain seringnya terjadi dan rentannya terhadap infeksi pada anak dengan gizi kurang adalah karena berkurangnya cadangan metabolisme.3b. Anemia

Jenis makanan yang mengakibatkan kurang gizi umumnya kurang mengandung besi, asam folat dan berbagai vitamin, sehingga pada kebanyakan anak dengan gizi kurang disertai oleh adanya anemia ringan sampai sedang. Gambaran sumsum tulang menunjukkan adanya hipoplasia dan pada kebanyakan kasus juga gambaran defisiensi dan anemia megaloblastik.3c. Aktivitas Jasmani

Berkurangnya aktivitas tampak pada kebanyakan kasus KEP. Anak tampak lesu dan tidak bergairah dan pada anak yang lebih tua terjadi penurunan produktivitas kerja.3d. Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor

Keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor merupakan karakteristik KEP. Kemampuan bicara dan berjalan umumnya lebih lambat dari anak normal. Kelainan ini umumnya segera pulih pada terapi nutrisi yang adekuat.3e. Perubahan warna kulit dan rambut

Umumnya terjadi pada kasus yang berat. Kadang terdapat rambat yang kasar, disamping ukuran antropometri yang berkurang di beberapa daerah berkembang.3KEP Berata. Kwashiorkor

Agar tercapai keseimbangan nitrogen yang positif, bayi dan anak dalam masa pertumbuhan memerlukan protein lebih banyak dibandingkan dengan orang dewasa. Keseimbangan nitrogen yang postif pada orang dewasa tidak diperlukan, karena kebutuhan protein sudah terpenuhi bila keseimbangan tersebut dapat dipertahankan. Pada anak bila keseimbangan nitrogen yang positif tidak terpenuhi, maka setelah beberapa saat ia akan menderita malnutrisi protein yang mungkin berlanjut dengan kwashiorkor. Meskipun sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein, tetapi karena bahan makanan yang dimakan kurang mengandung nutrien lainnya ditambah dengan konsumsi setempat yang berlainan, maka akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di beberapa negara. Umumnya defisiensi protein disertai pula oleh defisiensi energi, sehingga pada seorang kasus terdapat gejala kwashiorkor maupun marasmus.3 Etiologi

Selain oleh pengaruh negatif faktor sosio-ekonomi-budaya yang berperan terhadap kejadian malnutrisi umumnya, keseimbangan nitrogen yang negatif dapat pula disebabkan oleh diare kronik, malabsorpsi kronik, hilangnya protein melalui air kemih (sindrom nefrotik), infeksi menahun, luka bakar, dan penyakit hati.3 Patofisiologi

Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jariangan otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini yang menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar, yang kemudian berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein sehingga transport lemak dari hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbuna lemak dalam hati.3 Gejala Klinis3 Anak nampak sembab, cengeng,mudah terangsang

Gejala yang terpenting: Pertumbuhan terhambat

Berat dan tinggi badan lebih rendah dibandingkan BB baku. Penurunan BB ini tidak mencolok atau mungkin tersamar dengan edema anasarka

Edema anasarka (ringan atau berat)

Jaringan otot mengecil dengan tonus yang menurun

Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare

Rambut berwarna pirang, kasar dan kaku, mudah dicabut

Anak mudah terinfeksi terjangkit infeksi akibat defisiensi imunologik

b. Marasmus-Kwashiorkor

Menunjukkan gejala klinis campuran antara marasmus dan kwashiorkor. Gejala yang umum adalah gagal tumbuh kembang. Di samping itu terdapat satu atau lebih gejala kwashiorkor seperti edema, dermatosis, perubahan rambut, hepatomegali,perubahan mental, hipotrofi otot, jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil, anemia, defisiensi vitamin. Berat badan dengan edema kurang dari 60% nilai berat badan terhadap umur pada standar yang baku.3Penyakit penyerta yang sering ditemukan antara lain ISPA ,Bronkopneumoni, Koch Pulmonum, ISK, penyakit parasit dan diare. Tidak jarang penyakit ini menjadi faktor penyebab utama marasmus-kwashiorkor, misal diare menahun atau Tuberkulosis. Oleh karena itu penyakit penyerta tersebut harus diobati secara tuntas.3Penatalaksanaan marasmus kwashiorkor dalam garis besarnya terdiri dari terapi nutrisi, pengobatan penyakit penyerta dan penyuluhan gizi terhadap keluarga.3c. Marasmus

Gejala Klinis4 Penampilan wajah seperti orang tua

Rambut kering, tipis dan mudah rontok

Kurus kering,kulit kering, dingin, dan mengendor

Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang

Otot atrofi hingga tulang terlihat jelas

Rewel, cengeng walaupun telah diberi minum

Sering terbangun waktu malam hari

Nafsu makan menghilang

Sering diare atau konstipasi

DIAGNOSIS

1. Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)

2. Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin

3. Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)

4. Analisis diet

Klasifikasi :

1. KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)

2. KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)

3. KEP berat : ( 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)

DIAGNOSIS BANDING

Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan :

Sindroma nefrotik

Sirosis hepatis

Payah jantung kongestif

PENATALAKSANAAN

Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :

I. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)

1.1. Penanganan hipoglikemi

1.2. Penanganan hipotermi

1.3. Penanganan dehidrasi

1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit

1.5. Pengobatan infeksi

1.6. Pemberian makanan

1.7. Fasilitasi tumbuh kejar

1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro

1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental

1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh

1) Atasi hipoglikemia7,8Jika Anak sadar

a. Makanan saring/ cair 2-3 jam sekali

b. Tidak dapat makan( air gula

Penurunan kesadaran( glukosa IV, rujuk RS

2) Atasi Hipotermia7,8Penatalaksanaanya :

- Hangatkan anak dengan selimut tebal

- Pantau suhu setiap setengah jam sekali

3) Atasi Dehidrasi7,8Jika masih menyusui, maka teruskan ASI setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika masih dapat minum, lakukan rehidrasi oral 50 ml ( 3 sendok makan) /30 menit dengan ReSoMal. Bila ReSomal tidak ada, maka oralit diencerkan 2 kali. Jika tidak dapat minum rehidrasi IV dengan RL atau D5% dan NaCl dengan perbandingan 1:1.

4) Pemulihan gangguan elektrolit7,8Ketidakseimbangan elektrolit dapat memicu edema, namun jangan atasi edema dengan diuretik. Tatalaksana: diet rendah garam dan rehidrasi dengan oralit 1 ltr diencerkan 2 kali + 4 gr KCl + 50 gr gula .

5) Pengobatan dan pencegahan infeksi7,8Berikan antibiotik spektrum luas. Biasanya KEP disertai diare. Akan berkurang dengan pemberian makanan. Tatalaksana dengan metronidazol 7,5 mg/kgBB 3x/hari. Bila diare berlanjut rujuk ke RS.

6) Pemberian makanan balita7,8Pemberian makanan dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa. (fase stabilisasi : 1-2 hari). Pemberian Formula WHO 75/modifikasi/ Modisco . Pantau dan catat :

- Jumlah yang diberikan dan sisanya

- Banyaknya muntah

- Frekuensi BAB dan konsistensinya

- Berat badan (harian)7) Perhatikan masa tumbuh kejar balita7,8Fase Transisi (minggu ke dua): formula WHO 75 menjadi Formula WHO 100 atau pengganti. Fase Rehabilitasi (minggu ke 3-7) :formula WHO 135 (atau pengganti).

Kebutuhan zat gizi anak gizi buruk menurut fase pemberian makan

Zat GiziStabilisasi Transisi Rehabilitasi

Energi 80-100 kcal/KgBB/hari100-150 kcal/KgBB/hari150-220 kcal/KgBB/hari

Protein 1-1,5 gr/KgBB/hari2-3 gr/KgBB/hari4-6 gr/KgBB/hari

Cairan 130 ml/KgBB/hari atau 100 ml/KgBB/hari bila oedem berat150 ml/KgBB/hari150-200 ml/KgBB/hari

8) Penanggulangan zat gizi mikro7,8Pemberian Fe dimulai setalah nafsu makan anak membaik dan BB mulai naik.

9) Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional7 Kasih sayang

Lingkungan yg ceria

Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit

Kerlibatan ibu (memberi makan,bermain,memandikan, dan lainnya)

Aktivitas fisik segera setelah sembuh

10) Persiapan tindak lanjut di rumah7Kriteria pemulangan anak :

1. Selera makan sudah bagus,

2. Ada perbaikan kondisi mental

3. Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan, sesuai dengan umurnya

4.Suhu tubuh berkisar 36,5-37,5 c

5.Tidak ada muntah atau diare

6.Tidak ada edema

7.Terdapat kenaikan berat badan >5g/kgBB/hari selama 3 hari berturut turut atau kenaikan sekitar >50g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

8. Sudah berada di kondisi gizi kurang(BB/TB > -3SD dan tidakada gejala gizi buruk)

II. Pengobatan penyakit penyerta

1. Defisiensi vitamin A

Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :

* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali

* umur 6 12 bulan : 100.000 SI/kali

* umur 0 5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan :

Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari

Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari

Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali2. Dermatosis

Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.

Tatalaksana :

1. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit

2. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)

3. usahakan agar daerah perineum tetap kering

4. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral

3. Parasit/cacing

Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.

4. Diare melanjut

Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.

5. Tuberkulosis

Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali anergi) dan Rontgen foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.

III. Tindakan kegawatan

1. Syok (renjatan)

Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja.

Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.Pedoman pemberian cairan :

Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.

Evaluasi setelah 1 jam :

Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi ( syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).

Bila tidak ada perbaikan klinis ( anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)

2. Anemia berat

Transfusi darah diperlukan bila :

Hb < 4 g/dl

Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung

Transfusi darah :

Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.

Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah yang sama.

Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.

Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

PROGNOSISDengan pengobatan yang adekuat, umumnya penderita dapat ditolong walaupun diperlukan waktu sekitar 2-3 bulan untuk tercapainya berat badan yang lumayan. Pada tahap penyembuhan yang sempurna, biasanya pertumbuhan fisis hanya terpaut sedikit dibandingkan dengan anak sebayanya. Namun perkembangan intelektualnya akan mengalami kelambatan yang menetap, khususnya kelainan mental dan defisiensi persepsi. Retardasi perkembangan akan lebih nyata lagi bila penyakit ini diderita sebelum anak berumur 2 tahun, ketika masih terjadi proliferasi, mielinisasi, dan migrasi sel otak.3DAFTAR PUSTAKA

1. Barness, Lewis A. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 1. Hal 211-214. Jakarta: Penerbit EGC.2000.

2. Casey H. ,Patrick .Arch Pediatr Adolesc dalam Children in Food Insufficient Low Income Families.2001.

3. Markum. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta: FKUI, 1991; 163-171.

4. Boerhan Hidajat, Roedi Irawan, Siti Nurul Hidajati. Kurang Energi Protein. Dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Anak RSU Dr. Soetomo. Surabay; 2006.

5. Ariani, Ani. Standar Pelayanan Medik Kesehatan Anak. Hal 217-220. Jakarta: Badan Penebit IDAI.2005.

6. Prawirohartono, Endy P. Berkala Ilmu Kedokteran Vol 34 no 1 dalam Faktor-faktor yang berhubungan dengan malnutrisi berat pada balita selama masa krisis ekonomi di Yogyakarta.2002.

7. Hidayat ,B dkk. Kurang Energi Protein. Pedoman Diagnosis dan Terapi.FK Unair.2006.

8. Anonim.Pedoman tatalaksana kurang energi protein pada anak di puskesmas dan rumah tangga-Jakarta.Depkes.1998 .

0