05.40.0049_dwitya_ratna_k

136
Coping Stres Istri - Istri yang Ditinggal “ Kabur “ Suami SKRIPSI Dwitya Ratna Kumala 05.40.0049 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2009

Upload: izzahtul

Post on 30-Sep-2015

4 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

free

TRANSCRIPT

  • Coping Stres Istri - Istri yang

    Ditinggal Kabur Suami

    SKRIPSI

    Dwitya Ratna Kumala

    05.40.0049

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

    SEMARANG

    2009

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Manusia diciptakan oleh Tuhan terdiri dari seorang laki laki dan

    perempuan. Dengan berbagai macam keunikan dan pada dasarnya manusia

    memiliki berbagai macam kebutuhan. Salah satu kebutuhan manusia yaitu

    melangsungkan eksistensinya dengan cara mengikatkan diri dalam satu

    ikatan tali perkawinan. Selain itu tugas perkembangan pada masa dewasa

    awal laki laki dan perempuan antara lain mulai bekerja, memilih

    pasangan, mempersiapkan diri untuk hidup berkeluarga yaitu mulai

    membentuk kehidupan bersama antara pria dan wanita dalam ikatan

    perkawinan.

    Perkawinan merupakan bersatunya dua pribadi yang berbeda yaitu

    antara seorang pria dan wanita sebagai sepasang suami istri yang

    mempunyai tujuan untuk membentuk suatu mahligai keluarga yang kekal,

    bahagia dan sejahtera baik lahir dan batin. Menurut Kartono (1992,h.207)

    perkawinan merupakan suatu peristiwa, dimana sepasang mempelai atau

    sepasang calon suami istri dipertemukan di hadapan penghulu atau kepala

    agama tertentu untuk, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian

    disyahkan secara resmi sebagai suami istri dengan upacara dan ritual

    ritual tertentu.

    Setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial memiliki dorongan

    untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain begitu juga hubungan

    antara suami dan istri. Hubungan tersebut menimbulkan

  • 2

    kesalingtergantungan. Hubungan suami istri di dalam perkawinan

    merupakan salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat

    ketergantungannya. Pernikahan dipandang sebagai komitmen hubungan

    fisik yang intim yang tidak dapat dipisahkan selama hayat mereka untuk

    tujuan kebahagiaan (Wheat, 1999,h.13,22-29).

    Pemaparan tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya setiap orang

    menginginkan agar tidak terpisahkan dari pasangan hidupnya sampai ajal

    memisahkan. Pada kenyataannya banyak pasangan yang mengkhianati

    pasangan hidupnya dengan pergi meninggalkan pasangannya dengan

    berbagai alasan. Fenomena tersebut di kalangan masyarakat banyak

    dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Kepergian suami dengan bermacam

    macam alasan tersebut dapat menimbulkan tekanan yang begitu berat bagi

    sang istri.

    Data Badilag MA 2007 (Nursobah, 2008) menunjukkan,

    meninggalkan kewajiban menjadi penyebab retaknya biduk rumah tangga

    merupakan penyebab yang tertinggi (77.528 kasus). Selanjutnya, terus-

    menerus berselisih pada urutan kedua (65.818 kasus). Sedang alasan moral

    termasuk poligami tidak sehat alias perselingkuhan berada urutan ketiga

    (10.090 kasus).

    Menurut AlQuran seorang suami dikatakan kabur adalah jika

    suami tersebut pergi meninggalkan istri selama lebih dari empat bulan (Al-

    Fatawa Al-Jamiah Lil Maratil Muslimah, 2008, h. 111-112 ). Sedangkan

    menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 9 Tahun 1975

    tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

    Perkawinan Pasal 19 ayat b, dikatakan bahwa seseorang dapat bercerai jika

  • 3

    salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

    turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

    diluar kemampuannya.

    Tekanan tersebut dapat muncul dari berbagai pihak selain karena

    faktor kepergian suami, seperti keluarga dan lingkungan tempat tinggal.

    Tekanan tekanan tersebut dapat memicu munculnya stres. Helmi ( Ancok,

    2000, h.43) mengatakan stres ialah peristiwa yang menekan sehingga

    seseorang dalam keadaan tidak berdaya biasanya menimbulkan dampak

    negatif, misalnya pusing, tekanan darah tinggi, mudah marah, sulit

    berkonsentrasi, nafsu makan bertambah, tidak bisa tidur ataupun merokok

    terus. Dalam hal ini peristiwa yang menekan tersebut adalah perginya sang

    suami tanpa izin dari istrinya.

    Stres yang muncul dapat juga dikarenakan faktor lingkungan baik

    lingkungan keluarga, teman atau tetangga. Lingkungan yang dianggap

    mengancam kesejahteraannya dapat juga memicu stres, seperti tetangga

    yang menghina atau menggunjingkan. Sesuai dengan pendapat Lazarus

    (Brecht, 2000, h.8) stres yang bersifat psikologis yaitu sebuah hubungan

    khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dianggap melampaui

    kemampuannya dan membahayakan kesejahteraannya. Stres yang biasanya

    dialami oleh janda adalah kesulitan perekonomian, gosip, status sosial yang

    dilabelkan lingkungan dan kesepian ( Manik, 2008 ).

    Sumber stres yang sama pada individu yang berbeda akan

    menimbulkan reaksi yang berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh persepsi

    seseorang terhadap peristiwa yang dialaminya atau cognitive appraisal.

    Penilaian kognitif (cognitive appraisal) istri yang ditinggal kabur suami

  • 4

    sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif.

    Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan

    muncul (Selye,1956). Penilaian kognitif akan berbeda beda pada tiap

    individu. Jadi peristiwa perginya suami tanpa pamit dapat menimbulkan

    reaksi yang berbeda pada tiap istri.

    Stres dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari bahkan kondisi fisik

    dan psikologis. Reaksi stres yang dapat terjadi terdiri dari gangguan

    emosional, kognitif, dan fisiologis ( Crider, dkk, 1983, h.489-491). Usaha

    seseorang untuk menghadapi masalah serta mengatasinya merupakan proses

    yang dikenal dengan istilah Coping. Lazarus dan Folkman (Smet, 1994,

    h.143) menggambarkan coping terhadap stres sebagai suatu proses dimana

    individu akan berusaha untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan

    tuntutan ( baik itu tuntutan yang berasal dari individu, maupun tuntutan

    yang berasal dari lingkungan ) dengan sumber - sumber daya yang mereka

    gunakan dalam menghadapi situasi yang penuh dengan stres.

    Untuk menghadapi stres tersebut, dilakukan berbagai jenis coping

    stres. Lazarus dan Folkman (1984, h.284) menyatakan bahwa dalam

    menghadapi stressor ada dua jenis coping yang digunakan, yaitu Problem

    focused coping serta Emotion focused coping. Dijelaskan lebih lanjut bahwa

    Problem focused coping merupakan usaha secara langsung untuk

    melakukan sesuatu secara teratur (konstruktif ) terhadap kondisi yang

    menyebabkan individu merasa takut, kondisi menyeramkan atau kondisi

    yang menuntut adanya perubahan. Sedangkan Emotion focused coping

    merupakan usaha secara langsung untuk mengatasi emosi. Keduanya

    memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing.

  • 5

    Usaha yang dilakukan para istri yang ditinggal kabur suaminya

    untuk mengatasi stres ada yang melakukan Problem focused coping (

    misalnya dengan meminta bantuan orang lain yaitu keluarga dan teman

    dekat untuk membantu mencarikan kabar dari suaminya ) dan juga Emotion

    focused coping ( misalnya dengan terbuka kepada orang lain yaitu dengan

    mengungkapkan perasaan hati dan pikiran dan juga berpikiran positif).

    Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi

    atau beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil,

    seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.

    Individu cenderung menggunakan peran emosi dalam menyelesaikan

    masalahnya. Begitu juga dengan istri yang ditinggal kabur suami.

    Penyelesaian masalah dengan menggunakan emosi hanya bersifat

    sementara saja jika tidak diikuti dengan penyelesaian masalah yang

    dilakukan dengan perbuatan. Efektivitas coping memiliki kedudukan sangat

    penting dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap

    gangguan maupun serangan penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika

    individu menggunakan coping yang tepat untuk mengatasi masalahnya

    maka tidak akan mengganggu kesehatannya baik fisik maupun psikis.

    Namun sebaliknya jika individu melakukan coping yang tidak tepat maka

    akan mempengaruhi kesehatannya. Dengan mengetahui coping yang

    digunakan oleh orang lain dapat membantu memberikan informasi dan

    pengalaman kepada orang lain apakah coping tersebut tepat atau tidak.

    Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut

    permasalahan apa saja yang timbul dan coping apa yang digunakan oleh

    para istri yang ditinggal kabur suaminya?

  • 6

    B. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali secara

    mendalam permasalahan yang timbul dan coping stres yang dilakukan oleh

    istri yang ditinggal kabur suami.

    C. Manfaat Penelitian

    Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dapat dikemukakan

    sebagai berikut :

    Manfaat Teoritis

    Bagi bidang Psikologi, khususnya Kesehatan Mental yang berkaitan

    dengan stres dan cara mengatasinya.

    Manfaat Praktis

    Penelitian ini diharapkan menjadi acuan alternatif coping bagi istri yang

    ditinggal kabur suami sehingga menjadi bahan pertimbangan ketika

    mengatasi stres.

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Stres

    1. Pengertian Stres

    Menurut Lazarus (Brecht, 2000, h.8) stres yang bersifat

    psikologis yaitu sebuah hubungan khusus antara seseorang dengan

    lingkungannya yang dianggap melampaui kemampuannya dan

    membahayakan kesejahteraannya. Sedangkan Hardjana ( 1994, h.14)

    mengatakan stres adalah keadaan atau kondisi yang tercipta bila

    transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang dianggap

    mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat

    ketidaksepadanan, nyata atau tidak nyata. Helmi (Ancok, 2000,h.43)

    mengatakan stres ialah peristiwa yang menekan sehingga seseorang

    dalam keadaan tidak berdaya biasanya menimbulkan dampak negatif,

    misalnya pusing, tekanan darah tinggi, mudah marah,sulit

    berkonsentrasi, nafsu makan bertambah, tidak bisa tidur ataupun

    merokok terus.

    Pervin (Doelhadi, 1997, h.379) berpendapat bahwa stres

    merupakan persepsi seseorang terhadap keadaan yang dianggap

    melebihi kemampuannya atau sumber-sumber yang dianggap

    membahayakan yang mengancam kesejahteraan dirinya. Menurut Noi

    dan Smith (dalam Doelhadi, 1997, h.379) stres adalah reaksi yang

    dirasakan oleh manusia bila mendapat tekanan dari luar ataupun oleh

    sesuatu sebab yang tidak bisa diharapkan.

  • 8

    Atkinson (1991, h.553) mengatakan stres merupakan suatu

    keadaan yang terjadi ketika seseorang mengalami perisiwa-peristiwa

    yang dirasakan sebagai keadaan yang mengancam baik fisik maupun

    psikologis dan ketidakyakinan akan kemampuannya dalam mengatasi

    peristiwa - peristiwa yang dialaminya. Menurut Bruno (1989, h.419)

    stres adalah sistem tekanan dari dalam tubuh, organik atau psikologis

    yang cenderung menjadikan fisik lemah.

    Menurut Kartono dan Gulo (1987, h.488) stres adalah suatu

    ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan, konflik yaitu sejenis

    kekuatan yang diterapkan pada tubuh dan pada pribadi, merupakan

    suatu kondisi ketegangan fisik atau psikis yang disebabkan oleh karena

    adanya persepsi ketakutan dan kecemasan. Stres menurut

    Prawirohusodo (dalam Sulasmi,dkk, 1991, h.55) adalah suatu

    pengalaman hidup dan kemampuan penyesuaian individu, stres juga

    menuntut penyesuaian psikologis dan sosial individu hingga

    menganggu kehidupan rutinnya.

    Dari pendapat pendapat dapat disimpulkan pengertian stres

    adalah keadaan atau kondisi antara seeorang dengan lingkungannya

    yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang

    dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan

    melihat ketidaksepadanan, nyata atau tidak nyata.

  • 9

    2. Gejala Stres

    Individu yang mengalami stres akan mengalami gangguan yang

    berhubungan dengan lingkungan. Reaksi stres yang terjadi terdiri dari

    gangguan emosional, kognitif, dan fisiologis ( Crider, dkk, 1983, h.489-

    491).

    a. Gangguan Emosional

    Gangguan emosional yang berwujud keluhan-keluhan seperti

    tegang, kuatir, marah, tertekan, perasaan bersalah. Semua hal

    tersebut diatas merupakan emosi stres yang tidak menyenangkan

    atau emosi negatif, sebagai lawan, emosi positif seperti senang,

    bahagia dan cinta. Stres yang paling sering timbul adalah

    kecemasan. Kecemasan biasanya dialami individu dalam

    mengantisipasi situasi yang penuh stres, seperti akan

    diwawancarai, hendak ujian dan sebelum pertandingan olah raga.

    b. Gangguan Kognitif

    Fungsi kognitif adalah faktor kedua dari aktifitas psikologis yang

    mengalami gangguan akibat reaksi stres. Gangguan ini tampak

    dalam beberapa fungsi kognitif seperti berpikir, konsentrasi dan

    ingatan. Berpikir dalam kondisi normal berciri rasional, logis dan

    fleksibel. Dalam keadaan stres ciri tersebut akan hilang karena

    dipengaruhi oleh kekhawatiran akan akibat yang terjadi dan

    mempunyai evaluasi diri yang negatif. Konsentrasi diartikan

    sebagai kemampuan melakukan perhatian secara selektif dengan

    kata lain memusatkan pada suatu stimulus yang spesifik dan

    tidak mempedulikan stimulus lain yang tidak berhubungan.

  • 10

    Individu yang mengalami stres kemampuan konsentrasi akan

    menurun.

    Ingatan atau memori pada individu yang mengalami stres akan

    terganggu dalam bentuk sering lupa dan binggung. Hal ini

    disebabkan karena terhambatnya kemampuan memisahkan dan

    menggabungkan ingatan - ingatan jangka pendek dengan ingatan

    - ingatan jangka panjang.

    c. Gangguan fisiologis

    Gangguan fisiologis merupakan komponen ketiga reaksi

    terhadap stres adalah terganggunya pola - pola normal aktivitas

    fisiologis yang ada. Gejala - gejala yang timbul biasanya nyeri

    otot, cepat lelah, dan mual serta masih banyak lagi.

    Menurut Hardjana ( 1994, h.24-26 ) ada beberapa gejala stres :

    a. Gejala fisikal : sakit kepala, pusing, pening, tidur tidak teratur,

    sakit punggung, mencret mencret, sulit buang air besar,

    terganggu pencernaan, tekanan darah tinggi, berkeringat,

    berubah selera makan, lelah, banyak melakukan kesalahan dalam

    kerja dan hidup.

    b. Gejala emosional : gelisah atau cemas, sedih, depresi, mudah

    menangis, mood berubah cepat, mudah marah, gugup, harga diri

    menurun, merasa tidak aman, mudah tersinggung, gampang

    menyerang orang dan bermusuhan.

    c. Gejala intelektual : susah berkonsentrasi atau memusatkan

    pikiran, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau,

  • 11

    daya ingat menurun, melamun, produktivitas kerja menurun dan

    mutu kerja rendah.

    d. Gejala interpersonal : kehilangan kepercayaan pada orang,

    mudah mempersalahkan orang, mudah membatalkan janji, suka

    mencari kesalahan orang dan menyerang dengan kata - kata.

    Anoraga (1992, h.108-110) menggolongkan reaksi - reaksi stres

    menjadi reaksi jasmaniah (biologis atau fisiologis) dan reaksi rohaniah.

    Anoraga juga membagi tanda - tanda stres menjadi dua yaitu gejala

    berat dan gejala ringan.

    a. Gejala Berat

    Gejala berat akibat stres sudah tentu kematian, gila (psikosis)

    dan hilangnya kontak sama sekali dengan lingkungan sosial.

    b. Gejala Ringan

    Gejala ringan sampai sedang meliputi gejala badan, gejala

    emosional dan gejala sosial. Gejala badan misalnya sakit kepala,

    sakit maag, mudah kaget ( berdebar debar ), banyak keluar

    keringat dingin, lesu letih, kaku pada leher belakang sampai

    punggung, mual dan sejumlah gejala lainnya. Anoraga (1992,

    h.109) juga mengatakan bahwa stres emosional mempengaruhi

    otak, yang kemudian melakukan sistem neurohormonal

    menyebabkan gejala - gejala badaniah yang dipengaruhi oleh

    hormon ( adrenalin ) dan sistem saraf otonom.

    Gejala emosional antara lain pelupa, sukar berkonsentrasi, sukar

    mengambil keputusan, cemas, kuatir, murung, mudah marah atau

    jengkel, mudah menangis, gelisah, perasaan putus asa dan

  • 12

    sebagainya. Sedangkan gejala sosial salah satunya mudah

    bertengkar dengan orang lain.

    Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan gejala - gejala

    stres meliputi:

    a. Gangguan emosional yang berwujud keluhan - keluhan seperti

    tegang, kuatir, marah, tertekan perasaan bersalah.

    b. Gangguan kognitif, yang berwujud keluhan - keluhan seperti

    fungsi berpikir, yaitu kekhawatiran akan akibat yang terjadi,

    terganggunya konsentrasi yaitu kemampuan konsentrasi akan

    menurun dan terganggunya ingatan yaitu dalam bentuk sering

    lupa atau binggung.

    c. Gangguan fisiologis, yang berwujud keluhan - keluhan nyeri

    otot, sakit perut mual dan maag, cepat lelah, kaku pada leher,

    sakit kepala, kesulitan tidur, denyut jantung makin cepat.

    d. Gangguan sosial, gangguan ini meliputi gangguan tingkah laku

    dan gangguan lain dalam berinteraksi dengan orang lain dan

    sebagainya.

    3. Sumber Sumber Stres

    Sarafino (dalam Smet, 1994, h.115) membedakan sumber

    sumber stres dalam beberapa kategori, yaitu :

    a. Sumber stres yang berasal dari dalam diri individu

    Sumber stres yang muncul dalam diri individu tergantung pada

    rasa sakit yang dirasakan individu serta umur individu. Stres juga

    dapat muncul bila seorang individu mengalami konflik baik

  • 13

    konflik di dalam diri maupun akibat adanya konflik yang terjadi

    dengan orang lain.

    b. Sumber stres yang berasal dari keluarga

    Sumber stres yang terjadi di dalam keluarga dapat bersumber

    dari interaksi yang kurang harmonis diantara para anggota

    keluarga. Hal tersebut dapat mengakibatkan perselisihan dalam

    masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan

    tujuan yang saling berbeda, dll.

    c. Sumber stres yang berasal dari komunitas dan lingkungan

    Interaksi subyek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber

    sumber stres. Pada pengalaman stres orang yang lebih dewasa

    bersumber pada pekerjaan dan lingkungan yang stressfull.

    Hardjana (1994, h.26 -35) menyatakan bahwa sumber stres

    terbagi atas dua kategori yaitu :

    a. Sumber Internal

    Stres dapat bersumber pada orang yang mengalami stres lewat

    penyakit ( Illness ) dan pertentangan ( conflict ). Menderita

    penyakit membawa tuntutan fisik dan psikologis pada orang

    yang menderitanya. Tinggi rendah dan berat ringannya tuntutan

    tergantung dari macam penyakit dan umur orang yang

    menderita.

    Konflik terjadi karena ada dua kekuatan motivasi yang berbeda

    bahklan berlawanan. Ada pertentangan antara mendekati dan

    mendekati (approach approach conflict) yaitu konflik yang

    terjadi apabila dihadapkan dengan dua pilihan yang sama sama

  • 14

    baik. Bentuk lain adalah menjauh menjauh ( avoidance

    avoidance conflict ) yaitu pilihan antara dua hal yang sama

    sama tidak diinginkan. Bentuk ketiga adalah mendekati

    menjauh (approach avoidance conflict ) yaitu pilihan antara

    yang baik dan yang tidak baik.

    b. Sumber Eksternal

    Stres dapat bersumber dari keluarga dan lingkungan. Keluarga

    menjadi salah satu sumber stres karena didalamnya setiap

    anggota keluarga memiliki perilaku, kebutuhan dan kepribadian

    yang berbeda beda. Sumber stres yang berasal dari lingkungan

    dapat dibagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja dan lingkungan

    hidup.

    Sumber stres dapat berubah - ubah, sejalan dengan

    perkembangan manusia, tetapi kondisi stres juga dapat terjadi di setiap

    saat sepanjang kehidupan. Sarafino ( Smet,1994,h.115 ) membedakan

    sumber-sumber stres yaitu dalam diri individu, keluarga, dalam

    komunitas dan lingkungan, serta dalam masyarakat.

    Wilkinson (1989,h.8) mengemukakan bahwa sumber stres bisa

    berasal dari lingkungan fisik maupun mental. Tingkat penyesuaian

    berbeda satu dan lain, tergantung cara kita menerapkan dan

    memberikan reaksi emosional. Lingkungan yang dimaksud di sini

    adalah lingkungan fisik, seperti kebisingan, suhu yang terlalu panas,

    kesesakan dan angin badai ( Smet, 1994, h.121 ).

    Dari pendapat pendapat tersebut maka dapat ditarik

    kesimpulan bahwa sumber stres dapat berasal dari sumber internal

  • 15

    (internal source ) dan sumber eksternal ( external source ) yang terdiri

    dari keluarga, komunitas dan lingkungan.

    4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres

    Lazarus (dalam Gardner dan Sern, 1996, h.224) adalah orang

    pertama yang mengungkapkan teori Psychological Stress tahun 1960,

    kemudian dikembangkan oleh Folkman, Glais, Singer dan Cohen.

    Menurut mereka teori stres adalah suatu teori kunci dalam psikologi

    kesehatan dan psikologi lingkungan menyediakan sebuah kerangka

    kerja yaitu kerangka untuk mengerti bagaimana orang bereaksi terhadap

    begitu luas macam ancaman dan tantangan. Stressor lingkungan berasal

    dari lingkungan yang tidak nyaman dan mengancam kesejahteraan

    manusia dalam berbagai jalan. Lazarus dkk juga mengidentifikasikan

    empat tipe utama stressor, yaitu:

    a. Cataclysmic events (banjir dan gempa bumi)

    b. Stressfull life events (perceraian, kematian orang terdekat)

    c. Daily Hassles (tekanan sekolah atau kerja)

    d. Ambient Stressor (kebisingan, kesesakan, polusi udara)

    Faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap stres menurut

    Hardjana (1997, h.20-21) adalah :

    a. Seseorang yang mengalami keadaan atau peristiwa dalam

    tuntutan yang berat dan kondisi mendesak.

    b. Keadaan yang berhubungan dengan perubahan hidup, antara

    lain: mulai masuk kerja, menikah, menjadi orang tua sebab

    kelahiran anak pertama, pensiun, kematian pasangan, peristiwa

    lain yang terlalu cepat atau lambat, pensiun dipercepat.

  • 16

    c. Ketidakjelasan dalam situasi, misalnya di tempat kerja fungsi

    dan tugas pekerjaan tidak jelas, ukuran penilaian kerja tidak ada.

    d. Tingkat yang diinginkan mengenai suatu hal (desirability),

    seperti mendapat pekerjaan akan kurang mendatangkan stres

    dibandingkan saat di-PHK.

    e. Kemampuan orang untuk mengendalikan hal yang membawa

    stres. Individu yang lebih mampu mengendalikan pada umumnya

    memiliki kematangan emosi, sehingga lebih tahan terhadap hal

    atau keadaan yang dapat membawa dampak penuh stres

    (Hardjana,1997,h.17). Seseorang dapat memiliki kematangan

    emosi jika memiliki kecerdasan emosional yang baik

    (Goleman,1999, h.403).

    Stres dapat terjadi setiap saat dalam kehidupan sehari-hari. Stres

    berlangsung secara cepat, mendadak dan kadang-kadang individu tidak

    dapat menghindarinya. Untuk mengurangi dan menghilangkan stres

    individu yang satu dengan yang lainnya perlu diketahui beberapa

    kondisi - kondisi atau faktor - faktor yang mempengaruhi terjadinya

    stres ( Warastuti, 1998, h.23 25 ) antara lain :

    a. Konflik

    Kartono ( dalam Warastuti,1998 ) berpendapat bahwa konflik

    merupakan sumber utama terjadinya stres. Konflik timbul karena

    ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan orang

    lain atau suatu keadaan mental yang merupakan hasil impuls -

    impuls, hasrat, keinginan dan sebagainya yang saling

    bertentangan namun bekerja pada saat yang bersamaan.

  • 17

    b. Organobiologik

    Hardiman ( dalam Warastuti, 1998 ) mengutarakan bahwa

    organobiologik adalah suatu keadaan yang membuat seseorang

    merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang disebabkan

    oleh adanya gangguan dalam organ tubuh seperti pusing, infeksi,

    kelelahan fisik dan lain-lain, sehingga dapat menggangu aktifitas

    seseorang.

    c. Perasaan rendah diri

    Berbagai kondisi mengakibatkan sikap atau perasaan redah diri,

    sehingga individu benar - benar merasa dirinya terpukul.

    Misalnya : kegagalan, akan terasa sekali bahwa cita-cita yang

    diidamkan tidak tercapai sehingga merasa rendah diri.

    d. Sosio-kultural

    Kehidupan modern menempatkan tiap individu dalam suatu

    kancah stres sosiokultural yang cukup besar. Perubahan -

    perubahan sosio atau ekonomi dan sosial budaya berdatangan

    secara bertubi - tubi, individu yang tidak dapat menyesuaikan

    diri akan mengalami stres.

    e. Perubahan sosial yang cepat

    Perubahan yang cepat tidak senantiasa berakibat buruk, bila

    disertai dengan penyesuaian yang memadai di bidang etika dan

    moral konvensional. Bila kesejajaran ini tidak harmonis, maka

  • 18

    pola kehidupan konvensional akan senantiasa merasa terancam

    dengan berbagai atribut yang tidak diharapkan.

    f. Lingkungan fisik

    Evans ( dalam Warastuti,1998 ) mengutarakan bahwa

    lingkungan fisik sangat mempengaruhi perasaan dan interaksi

    sosial. Stres dapat timbul karena lingkungan fisik kurang

    mendukung seperti lingkungan yang menimbulkan kebisingan,

    panas, polusi udara dan lain-lain.

    Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan oleh para tokoh

    dapat diambil kesimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi stres

    adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal atau dalam

    diri individu yang dapat berupa konflik, organobiologik, perasaan

    rendah diri dan kematangan atau kecerdasan emosional. Sedangkan

    faktor eksternal atau di luar diri individu yang bersumber dari dalam

    keluarga, masyarakat dan lingkungan.

    5. Stres pada Istri yang Ditinggal Kabur Suami

    Helmi ( Ancok,2000, h.43 ) mengatakan stres ialah peristiwa

    yang menekan sehingga seseorang dalam keadaan tidak berdaya

    biasanya menimbulkan dampak negatif, misalnya pusing, tekanan darah

    tinggi, mudah marah,sulit berkonsentrasi, nafsu makan bertambah,

    tidak bisa tidur ataupun merokok terus. Istri yang hidup tanpa suami

    juga mengalami dampak dampak negatif tersebut.

    Hal hal negatif yang biasanya dialami oleh para janda (Manik,

    2008) antara lain :

  • 19

    a. Kesulitan Perekonomian

    Kondisi perekonomian keluarga yang krisis karena suami tidak

    ada menuntut istri harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan

    dirinya dan anak anaknya. Memikirkan perekonomian keluarga

    seperti mencari pekerjaan demi mendapatkan penghasilan untuk

    membiayai keluarga sekaligus mengurus dan membimbing anak

    memerluakan pemikiran dan usaha yang besar. Hal ini dapat

    membuat Overload atau tidak mampu memnuhi stimulasi atau

    tuntutan dari lingkungan karena berada diluar jangkauannya.

    b. Gosip

    Gosip merupakan hal yang kecil namun membawa dampak yang

    buruk bagi subyek gosip tersebut. Gunjingan gunjingan dari

    para tetangga menyebabkan stres dan tak jarang disertai dengan

    rasa frustasi dan kecewa yang dapat ditandai dengan

    menurunnya kondisi fisik seperti imunitas tubuh yang lemah

    terhadap penyakit.

    c. Status Sosial yang Dilabelkan Lingkungan

    Status sosial mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak

    langsung kepada relasi lingkungan terhadap janda dan relasi

    janda terhadap lingkungan. Seorang janda yang tidak lagi

    memiliki suami harus berhati hati menjaga sikapnya dalam

    pergaulan. Tidak jarang seorang janda didiskriminasi karena

    status sosialnya tersebut.

  • 20

    d. Kesepian

    Kesepian adalah suatu deprivasi emosional yang merupakan

    salah satu contoh dari stres yang disebabkan oleh faktor

    psikososial deprivasi, dan biasanya muncul bersaman dengan

    perasaan jemu atau kebosanan karena rutinitas yang sama setiap

    harinya.

    Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stres

    yang dialami oleh janda adalah kesulitan perekonomian, gosip, status

    sosial yang dilabelkan lingkungan dan kesepian.

    B. Coping Stres

    1. Pengertian Coping Stres

    Setiap individu tidak pernah lepas dari masalah dan seringkali

    masalah-masalah tersebut menyebabkan individu mengalami stres.

    Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antar

    individu dengan lingkungan yang menimbulkan adanya persepsi jarak

    antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang menekan dengan

    sumber-sumber daya sistem biologis dan sosial dari individu ( Sarafino

    dalam Smet, 1994, h.112). Individu akan memberikan reaksi yang

    berbeda - beda dalam mengatasi setiap permasalahannya. Cara individu

    mengatasi masalahnya disebut Coping. Coping stres dapat juga

    diartikan sebagai respon terhadap stres, yaitu apa yang dirasakan,

    dipikirkan dan dilakukan oleh individu untuk mengontrol, mentolerir

    dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi (Fleming

    dkk,1984, h.221).

  • 21

    Lazarus dan Folkman (Smet,1994,h.143) menggambarkan

    coping stres sebagai suatu proses dimana individu akan berusaha untuk

    mengelola jarak yang ada antara tuntutan tuntutan (baik itu tuntutan

    yang berasal dari individu, maupun tuntutan yang berasal dari

    lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam

    menghadapi situasi yang penuh dengan stres.

    Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

    coping stres merupakan respon dan strategi yang dilakukan individu

    terhadap stres untuk mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi

    yang dihadapi dengan mengelola jarak antara tuntutan-tuntutan dalam

    hidup, baik tuntutan yang berasal dari dalam maupun dari luar diri

    individu dengan kemampuan atau sumber - sumber daya yang dimiliki

    untuk memenuhi tuntutan tersebut.

    2. Jenis Jenis Coping Stres

    Lazarus dan Folkman (1984, h.284) menyatakan bahwa dalam

    menghadapi stressor ada dua jenis coping yang digunakan, yaitu

    Problem focused coping serta Emotion focused coping. Dijelaskan

    lebih lanjut bahwa Problem focused coping merupakan usaha secara

    langsung untuk melakukan sesuatu secara teratur ( konstruktif )

    terhadap kondisi yang menyebabkan individu merasa takut, kondisi

    menyeramkan atau kondisi yang menuntut adanya perubahan.

    Sedangkan Emotion focused coping merupakan usaha secara langsung

    untuk mengatasi emosi.

    Coping stres menurut Carven (1989, h.268) dibagi dalam dua

    bagian yaitu memfokuskan pada pemecahan masalah dan memfokuskan

  • 22

    pada emosi. Jenis jenis coping stres yang memfokuskan pada

    pemecahan masalah, terdiri dari :

    a. Keaktifan diri, adalah suatu tindakan yang mencoba

    menghilangkan atau mengelabuhi penyebab stres atau untuk

    memperbaiki akibat yang ditimbulkan, dengan kata lain

    bertambahnya usaha seseorang untuk melakukan coping, antara

    lain dengan bertindak langsung.

    b. Perencanaan, adalah memikirkan tentang bagaimana mengatasi

    penyebab stres, contohnya dengan membuat strategi untuk

    bertindak, memikirkan tentang langkah apa yang perlu diambil

    dalam mengatasi suatu masalah.

    c. Kontrol diri, adalah individu membatasi keterlibatanya dalam

    aktifitas kompetisi atau persaingan dan tidak bertindak terburu-

    buru menunggu sehingga layak untuk melakukan suatu tindakan

    dengan mencari alternatif lain.

    d. Mencari dukungan, adalah mencari nasehat, pertolongan,

    informasi, dukungan moral, empati dan pengertian

    Sedangkan coping stres yang memfokuskan pada emosi, yaitu :

    a. Mengingkari, adalah suatu penghindaran atau pengingkaran

    terhadap suatu masalah.

    b. Penerimaan diri, adalah suatu situasi yang penuh dengan tekanan

    sehingga keadaan ini memaksanya untuk mengatasi masalah

    tersebut.

    c. Religiusitas, adalah sikap individu untuk menenangkan dan

    menyelesaikan masalah - masalah secara keagamaan.

  • 23

    Pembagian coping stres yang dikemukakan oleh Aldwin dan

    Revenson (1987, h.324), dengan menguraikan dalam dua bagian utama

    yaitu coping stres yang berpusat pada pemecahan masalah dan berpusat

    pada emosi. Coping stres yang berpusat pada pemecahan masalah yaitu:

    a. Kehati-hatian, yaitu merencanakan dengan baik sebelum

    bertindak atau melakukan sesuatu.

    b. Tindakan instrumental, yaitu usaha yang secara langsung

    dilakukan untuk memecahkan suatu masalah.

    c. Negosiasi, yaitu usaha yang memusatkan perhatian pada taktik

    untuk memecahkan masalah secara langsung dengan orang lain.

    Sedangkan coping stres yang berpusat pada emosi yaitu :

    a. Pelarian diri dari masalah, yaitu suatu usaha dari individu untuk

    meninggalkan masalah dengan membayangkan hal - hal yang

    baik.

    b. Pengurangan beban masalah, yaitu usaha untuk mengurangi,

    merenungkan suatu masalah dan bertindak seolah tidak terjadi

    apa - apa.

    c. Penyalahan diri, yaitu suatu tindakan pasif yang berlangsung

    dalam batin, kemudian baru pada masalah yang diahadapinya

    dengan jalan menganggap bahwa masalah itu terjadi karena

    kesalahannya.

    d. Pencarian arti, yaitu usaha untuk mencoba menemukan

    kepercayaan baru atau sesuatu yang penting dari kehidupan.

  • 24

    e. Apathy or inaction, Lazarus mengungkapkan bentuk apatis

    berupa sikap pasrah atau menyerah ( dalam Murdaningrum,

    2006, h.13).

    Dari pengertian mengenai jenis-jenis coping stres dapat

    disimpulkan bahwa coping stres terbagi dalam dua bagian besar, yaitu

    Problem focused coping (berfokus pada pemecahan masalah),

    terdiri dari keaktifan diri, perencanaan, kontrol diri, mencari

    dukungan, mencari informasi, kehati - hatian, tindakan instrumental,

    dan negosiasi. Emotion focused coping, terdiri dari mengingkari,

    penerimaan diri, religiusitas, pelarian diri dari masalah, pengurangan

    beban masalah, penyalahan diri, pencarian arti dan apathy.

    3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Coping Stres

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi coping stres,yaitu :

    a. Dukungan sosial, merupakan sumber daya yang potensial dari

    luar individu baik berupa moril maupun materiil, selain itu

    dukungan sosial berhubungan dengan efektifitas coping.

    b. Usia, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

    coping. Berhubungan dengan kemampuan individu untuk

    memperhatikan tuntutan hidup yang semakin bertambah sesuai

    dengan tingkat usia.

    c. Jenis kelamin, secara teoritis pria dan wanita mempunyai cara

    yang berbeda dalam menghadapi masalah, wanita lebih

    meperhatikan reaksi secara emosional dibanding pria. Pria dalam

    masalah akan mengutamakan tindakannya secara langsung (Trac

    dan Robin dalam Hamilton dan Fogot, 1988, h.819).

  • 25

    d. Karakteristik kepribadian, adalah suatu ciri-ciri atau sifat-sifat

    tertentu pada saat menghadapi masalah akan mempunyai cara

    atau metode tertentu pula.

    e. Tingkat pendidikan, Menaghan (dalam Hidajati, 1995, h.13)

    mengatakan bahwa pendidikan berpengaruh pada pemilihan

    coping. Selanjutnya dikatakan pula bahwa perkembangan

    kognitifnya dan semakin kompleks, sehingga semakin

    mempunyai penilaian yang realistis dan copingnya akan lebih

    baik.

    f. Status sosial ekonomi, menurut Watson dkk (1984, h.371) status

    sosial ekonomi yang rendah akan mempunyai tingkat stres yang

    tinggi terutama dalam masalah ekonomi, jika dibandingkan

    dengan mereka yang mempunyai status sosial ekonomi yang

    lebih tinggi.

    Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

    coping stres dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu dukungan sosial,

    usia , jenis kelamin, tingkat pendidikan , karakteristik kepribadian, dan

    status sosial ekonomi.

    4. Tahapan Berduka Menurut Kubler Ross ( Subianto, 2008)

    a. Denial ( Penolakan)

    Denial merupakan defense mekanisme ( pertahanan diri )

    terhadap rasa cemas.

    Individu mencoba untuk melupakan atau menutupi kenyataan.

  • 26

    Pengalaman yang diterima berdampak shock dan tidakpercaya.

    Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan kematian, tetapi berbeda dengan tingkat

    emosi.

    b. Anger ( Berontak dan Marah )

    Berontak , merasa Tuhan tidak adil atau tidak berperasaan terhadap kenyataan harus dihadapi.

    Marah kepada Sang Pencipta. Merupakan tahap tersulit yang dilalui keluarga. Kadang - kadang individu mengkritik orang yang

    berhubungan

    Timbul berbagai pertanyaan : mengapa harus saya ? apa dosa saya? .

    c. Bergaining ( Tawar Menawar )

    Menuju tahap menerima. Individu tawar menawar untuk berbuat baik jika diperpanjang hidupnya.

    Individu menangis dan menyesal. d. Depresi

    Individu sadar bahwa kematian tidak dapat ditolak. Bila depresi meningkat, individu menjadi semakin lemah,

    kurus atau terjadi gangguan tanda-tanda vital.

    Individu merasa sepi ,merasa bahwa semua orang meninggalkannya.

    Merasa tidak berguna.

  • 27

    Tidak menolak faktor yang harus dihadapi. Fokus pikiran pada orang yang dicintai.Apa yang akan

    terjadi dengan istri dan anak saya., bila saya sudah tiada?

    e. Acceptance ( Menerima )

    Masa depresi sudah berlalu. Takut ditinggal sendiri. Kadang ingin ditemani.

    C. Coping Stres Istri Istri Yang Ditinggal Kabur Suami

    Berbagai peristiwa yang dialami dalam hidup seseorang

    menghasilkan pengalaman - pengalaman yang berdampak secara mental

    maupun fisik. Pada tiap orang pengalaman - pengalaman ini dipandang dari

    sudut pandang yang bermacam - macam dan penerimaan yang berbeda -

    beda pula.

    Begitu halnya dengan perkawinan. Pernikahan merupakan bersatunya

    dua orang yang kemudian disebut sebagai suami dan istri. Menurut Tim

    Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Istri adalah

    wanita ( perempuan ) yang telah menikah atau bersuami (1999, h.390)

    sedangkan suami adalah pria yang menjadi pasangan resmi seorang wanita

    (1999,h.965).

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2005, h.98 ) suami adalah

    pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita ( istri ). Daryanto

    (1997) mengatakan suami adalah teman hidup istri yang sah.

    Perkawinan merupakan penyatuan antara pria dan wanita, yang

    masing masing memiliki perbedaan baik berasal dari diri sendiri maupun

  • 28

    pengaruh lingkungan sekitar. Banyaknya perbedaan antara suami dan istri

    tersebut menimbulkan beragam masalah selama pernikahan mereka.

    Masalah tersebut muncul karena kedua individu yang telah menikah

    tersebut memiliki latar belakang yang berbeda, seperti nilai - nilai, sifat -

    sifat, karakter atau kepribadian, agama, budaya, suku bangsa, kelebihan dan

    kelemahan. Ketidakmampuan individu untuk mengelola perbedaan akan

    menimbulkan konflik, pertengkaran atau percekcokan.

    Beragamnya masalah yang dihadapi dalam pernikahan dapat

    menimbulkan gejolak - gejolak dalam pernikahan. Mulai dari masalah

    ekonomi hingga masalah munculnya orang ketiga. Ikatan pernikahan antara

    suami dan istri dapat goyah karena permasalahan - permasalahan tersebut.

    Hingga pada akhirnya sang suami dapat meninggalkan istrinya tanpa pamit

    dengan berbagai alasan.

    Menurut AlQuran seorang suami dikatakan kabur adalah jika

    suami tersebut pergi meninggalkan istri selama lebih dari empat bulan (Al-

    Fatawa Al-Jamiah Lil Maratil Muslimah, 2008, h. 111-112 ). Sedangkan

    menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 9 Tahun 1975

    tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

    Perkawinan Pasal 19 ayat b, dikatakan bahwa seseorang dapat bercerai jika

    salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-

    turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

    diluar kemampuannya. Jadi istri yang ditinggal kabur suami adalah

    seorang wanita yang telah menikah yang ditinggal pergi oleh teman

    hidupnya selama lebih dari empat bulan.

  • 29

    Tekanan tekanan yang dialami sang istri dapat muncul dari berbagai

    pihak selain karena ditinggal pergi oleh suaminya. Seperti tekanan dari

    pihak keluarga dan rasa malu terhadap lingkungan karena ditinggalkan oleh

    suaminya. Sumber stres secara umum dapat berasal dari sumber internal

    (internal source) yang berasal dari dalam diri dan sumber eksternal

    (eksternal source) yang berasal dari keluarga dan lingkungan. Stres dapat

    dilihat dari gejala gejalanya berdasarkan pendapat Hardjana (1994, h.24-

    26 ) antara lain gejala fisikal, gejala emosional, gejala intelektual dan gejala

    interpersonal.

    Hardjana ( 1994, h.14) mengatakan stres adalah keadaan atau kondisi

    yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang

    dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat

    ketidaksepadanan, nyata atau tidak nyata. Stres yang biasanya dialami oleh

    janda adalah kesulitan perekonomian, gosip, status sosial yang dilabelkan

    lingkungan dan kesepian ( Manik, 2008 ).

    Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada

    dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan

    mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan

    dengan suatu sumber stres ( stressor ) tidak selalu mengakibatkan gangguan

    secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu,

    tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor

    kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan

    kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi

    yang dihadapi ( Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres

  • 30

    dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu

    peristiwa.

    Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat

    sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa

    yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif ( cognitive appraisa l)

    individu dalam hal ini sangat menentukan apakah stressor itu dapat

    berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat

    berpengaruh terhadap respon yang akan muncul(Selye,1956).

    Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah

    berbeda pada masing - masing individu. Perbedaan individu tersebut

    meliputi tingkat usia, jenis kelamin, pendidikan, kesehatan fisik,

    kepribadian, harga diri, toleransi terhadap kedwiartian, dan lain lain

    (Siswanto, 2007, h. 52). Penilaian kognitif itu bisa mengubah cara pandang

    akan stres. Demikian halnya dengan istri yang ditinggalkan suaminya.

    Penilaian kognitif terhadap kepergian suami mempengaruhi tekanan bagi

    istrinya. Jika istri tersebut dapat mengatasi masalah yang timbul setelah

    kepergian suami maka stres akan ringan sebaliknya jika istri tersebut tidak

    mampu menghadapi masalah yang timbul maka akan mengalami tekanan

    stres berat.

    Apabila seseorang berada pada suatu tekanan keadaan atau situasi

    yang menekan dan membahayakan diri sendiri sementara tidak bisa

    memberikan suatu reaksi secara otomatis, maka harus dibatasi dengan tepat

    salah satunya melakukan coping .Coping adalah suatu proses seseorang

    mencoba untuk mengelola perasaan ketidakcocokan antara tuntutan-

  • 31

    tuntutan dan kemampuan yang ada dalam situasi penuh stres

    (Sarafino,1998,h.133).

    Coping stres merupakan respon terhadap stres, yaitu apa yang

    dirasakan, dipikirkan dan dilakukan oleh individu untuk mengontrol,

    mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi dengan

    mengelola jarak antara tuntutan dalam hidup, baik tuntutan yang berasal

    dari dalam ataupun dari luar diri individu dengan kemampuan atau sumber

    sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi tuntutan tersebut.

    Selye ( Siswanto, 2007, h.53) berpendapat bahwa reaksi pertahanan

    fisiologis yang dilakukan oleh tubuh ketika menghadapi stressor

    merupakan pola pola reaksi yang universal atau sama pada setiap orang.

    Lebih lanjut reaksi individu terhadap stres terdapat pada Teori Sindrom

    Adaptasi Umum yang diperkenalkan oleh Selye. Reaksi tubuh terhadap

    stres dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah fase ketika tubuh

    memberikan reaksi mula mula ketika terkena stres. Pada tahap awal

    terjadinya stres ini tubuh mengalami perubahan perubahan fisiologis

    sehingga tingkat resistensinya menurun dibawah tingkat normal. Akibatnya

    individu merasakan gejala gejala seperti degup jantung yang semakin

    cepat, napas yang memburu, keringat dingin dan sebagainya. Tahap awal

    ini disebut sebagai fase alarm. Fase kedua adalah fase resistensi, pada tahap

    ini tanda tanda kebutuhan ( alarm ) pada tubuh menghilang karena

    individu sudah berhasil melakukan adaptasi terhadap stressor. Fase

    terakhir adalah fase kelelahan, pada fase ini tanda tanda ketubuhan seperti

    pada fase alarm mulai muncul kembali tetapi energi yang digunakan sudah

    habis, tubuh tidak dapat lagi melakukan adaptasi.

  • 32

    Jika istri yang telah ditinggal kabur oleh suami tersebut dapat

    mengelola konflik yang dihadapinya dengan baik maka individu tidak akan

    mengalami stres yang berkepanjangan. Sebaliknya jika individu tidak dapat

    mengelola stresnya dengan baik maka tubuh akhirnya akan kehabisan

    energi. Akibatnya bisa mengalami sakit bahkan berakhir pada kematian.

    Lazarus dan Folkman (1984, h.284) menyatakan bahwa dalam

    menghadapi stressor ada dua jenis coping yang digunakan, yaitu Problem

    focused coping serta Emotion focused coping. Dijelaskan lebih lanjut

    bahwa Problem focused coping merupakan usaha secara langsung untuk

    melakukan sesuatu secara teratur ( konstruktif ) terhadap kondisi yang

    menyebabkan individu merasa takut, kondisi menyeramkan atau kondisi

    yang menuntut adanya perubahan. Sedangkan Emotion focused coping

    merupakan usaha secara langsung untuk mengatasi emosi.

    Pendekatan pengatasan stres yang terarah pada penanganan masalah

    (problem focused coping ) dipergunakan apabila tuntutan masalah atau

    sumber daya dinilai dapat diubah. Bila masalah dirasa tidak mampu untuk

    diubah, baik karena perkaranya sendiri atau karena sumber daya sudah tidak

    mungkin diperbesar lagi, maka akan diambil pengatasan stres yang

    diarahkan pada pengendalian emosi (emotion focused coping).

    Dalam menghadapi masalah seperti kesulitan perekonomian ada

    beberapa istri yang memilih teknik emotion focused coping yang lari dari

    kenyataan dan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan tragis. Namun

    ada juga yang menggunakan problem focused coping dengan melakukan

    tindakan instrumental dan juga memerima kenyataan yang ada yang

    termasuk dalam emotion focused coping. Untuk menghadapi gosip yang

  • 33

    sering dibuat oleh para tetangga, dapat dilakukan dengan problem focused

    coping yaitu diwujudkan dengan silaturahmi dengan para tetangga sehingga

    mereka dapat mengerti dan menghilangkan prasangka buruk.

    Untuk mengubah status sosial yang dilabelkan oleh masyarakat dapat

    dilakukan emotion focused coping yaitu dengan menjaga diri dan

    penampilan agar memperkecil rasa khawatir akan dituduh macam macam

    oleh lingkungan. Dapat juga dengan melakukan problem focused coping

    yaitu mencari dukungan agar memberikan energi positif. Mencari dukungan

    sosial juga merupakan satu satunya cara untuk mengatasi kesepian.

    Dengan berkumpul dengan orang lain dan berbagi cerita maka dapat

    mengurangi rasa kesepian.

    Seorang istri yang ditinggalkan oleh suaminya sehingga mengalami

    stres dapat melakukan coping yang kurang efektif bahkan dapat menggangu

    kehidupannya dan juga hubungan sosialnya dengan orang lain. Namun jika

    istri tersebut dapat melakukan coping secara efektif maka dia akan berhasil

    mengelola stresnya dengan baik.

  • 34

    Skema 1.1

    Coping Stres Istri yang Ditinggal Kabur Suami

    Ditinggal Kabur

    Coping stres

    Permasalahan :

    Kesulitan perekonomian Gosip Status sosial yang dilabelkan

    lingkungan

    Kesepian

    Stres

    Stres Menurun

  • 35

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Metode Penelitian Kualitatif

    Suatu penelitian agar mempunyai hasil yang dapat diuji kebenarannya

    dan dipertanggungjawabkan isinya harus disusun berdasar pada metode

    penelitian yang ilmiah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Talyor

    (Moleong, 2005, h.4) metode kualitatif adalah suatu pendekatan atau

    metode yang memiliki tujuan menghasilkan data yang bersifat deskriptif

    yaitu berupa kata kata tertulis atau lisan yang berasal dari orang orang

    atau tindakan yang dapat diamati, maka data yang dikumpulkan dapat

    berupa kata kata dari naskah wawancara, catatan di lapangan, hasil

    observasi maupun dokumen resmi lainnya.

    Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller mendefinisikan

    bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan

    sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia

    dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang orang tersebut

    dalam bahasanya serta dalam peristilahannya.

    Metode penelitian kualitatif digunakan karena tujuan yang ingin

    dicapai dari penelitian ini adalah untuk menggali secara mendalam coping

    stres yang digunakan pada istri yang ditinggal kabur suami dimana

    dalam pendekatannya mempertimbangkan suatu peristiwa yang mempunyai

    makna dan arti tertentu yang tidak bisa diungkapkan secara kuantitatif atau

    dengan angka angka. Penelitian ini akan menghasilkan dan mengolah data

  • 36

    data yang sifatnya deskriptif yang diperoleh dari hasil observasi dan

    wawancara.

    Penelitian kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi

    kasus. Studi kasus ( dikutip Poerwandari ) dilakukan karena peneliti perlu

    memahami suatu kasus, orang orang tertentu atau situasi unik secara

    mendalam ( dalam Murdaningrum, 2005, h. 33). Studi kasus disini

    dimaksudkan untuk menggali permasalahan apa saja yang timbul setelah

    kepergian suami dan mengetahui coping yang digunakan oleh istri istri

    yang ditinggal kabur suami.

    Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh

    peneliti yaitu mengungkap lebih dalam permasalahan apa saja yang timbul

    dan coping stres yang digunakan istri - istri yang ditinggal kabur suami.

    B. Subyek Penelitian

    Dalam penelitian kualitatif umumnya mengambil sampel lebih kecil

    dan cenderung diambil secara purposive daripada acak (Poerwandari, 1998,

    h. 54). Sampel tidak diambil secara acak tetapi justru dipilih mengikuti

    kriteria tertentu yang merupakan karakteristik sampel (Poerwandari, 1998,

    h.60). Prosedur pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah purposive.

    Teknik ini digunakan karena anggota sampel dipilih secara khusus

    berdasarkan tujuan penelitian, yaitu atas dasar apa yang diketahui tentang

    variasi yang ada atau elemen - elemen yang ada. Dengan pengambilan

    subyek secara purposive, hal - hal yang dicari dapat dipilih pada kasus -

    kasus ekstrim sehingga hal - hal yang dicari dapat menonjol dan lebih

    mudah dicari maknanya ( Muhadir,1996,h.109 ).

  • 37

    Adapun ciri - ciri subyek pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1. Istri yang ditinggal kabur oleh suami minimal 4 bulan.

    2. Mengalami stres, dibuktikan dengan wawancara dan observasi.

    C. Metode Pengumpulan Data

    Menurut Lofland dan Lofland (1984) sumber data utama dalam

    penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data

    tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Menurut Moleong (2001, h.125)

    pengambilan data subyek dapat dilakukan dengan observasi, wawancara,

    catatan lapangan dan dokumen.

    1. Observasi

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi

    Non - Partisipan yaitu peneliti tidak terlibat langsung dan berperan

    serta dalam aktivitas subyek, tetapi hanya mengamati aktifitas yang

    dilakukan sepanjang hari. Observasi ini dimaksudkan untuk

    mengetahui hal-hal yang dilakukan subyek dalam kesehariannya yang

    tidak dapat dilihat melalui hasil wawancara.

    Pada penelitian ini akan diobservasi bagaimana kondisi fisik dan

    psikis subyek, kondisi kesehatan, kecenderungan perilaku yang

    muncul, respon subyek saat menjawab, ekspresi subyek saat

    wawancara, kegiatan sehari-hari dan kehidupan sosialnya.

    2. Wawancara

    Wawancara menurut Moleong (2001, h.135) adalah percakapan

    dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak

    yaitu pewawancara ( interviewer ) yang mengajukan pertanyaan dan

  • 38

    yang diwawancarai ( interviewee ), yang memberikan jawaban atas

    pertanyaan itu.

    Penelitian ini menggunakan teknik wawancara sebagai metode

    pengambilan data utama karena peneliti bermaksud untuk

    memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang

    dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan

    bermaksud melakukan eksplorasi (Poerwandari, 2001). Wawancara

    terbuka yang subyeknya tahu bahwa ia sedang diwawancarai dan

    mengetahui pula apa maksud wawancara itu (Moleong, 2002),

    memungkinkan munculnya data yang mungkin tidak dibayangkan

    sebelumnya, memungkinkan responden memberikan jawaban bebas

    tanpa harus membuatnya terperangkap pada pilihan kondisi dan

    jawaban standar yang mungkin tidak sesuai dengan konteks

    kehidupannya (Poerwandari, 2001).

    Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi

    terstruktur atau wawancara campuran. Artinya adalah pelaksanaan

    wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan

    subyek penelitian di lapangan namun peneliti memiliki pedoman atau

    acuan pertanyaan yang sudah dirancang sebelumnya.

    Berdasarkan pengertian wawancara tersebut, maka peneliti

    membuat daftar pertanyaan yang berisi pertanyaan untuk mengetahui

    coping stres pada istri yang ditinggal kabur suami.

    Pedoman yang dapat digunakan dalam pelaksanaan wawancara

    dalam penelitian ini adalah :

  • 39

    1. Identitas subyek

    2. Latar belakang Subyek

    3. Hal hal yang berhubungan dengan kondisi pernikahan subyek

    4. Hal hal yang berhubungan dengan stres dan coping

    a. Aktivitas subyek saat ini

    b. Perasaan subyek mengenai kondisi subyek saat ini

    c. Bentuk stres yang dirasakan subyek

    d. Tingkat stres yang dirasakan subyek

    e. Usaha yang dilakukan subyek untuk mengatasi stres yang

    dirasakannya

    f. Dengan siapa subyek berkeluh kesah menceritakan setiap

    masalah

    g. Faktor yang mendukung subyek dalam usaha mengatasi

    stres

    h. Faktor yang menghambat subyek dalam usaha mengatasi

    stres

    5. Harapan subyek

    D. Analisis Data

    Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif tidak

    memiliki rumus atau absolut untuk mengolah data dan menganalisa data.

    Patton ( dikutip Poerwandari,1998, h.87) menegaskan bahwa satu hal yang

    harus diingat peneliti adalah kewajiban untuk memonitor dan melaporkan

    proses serta prosedur - prosedur analisisnya sejujur dan selengkap mungkin.

  • 40

    Patton (Moleong, h.103) menguraikan analisis data sebagai proses

    mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan

    satuan uraian besar. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh

    data yang tersedia dari berbagai sumber. Langkah berikutnya mereduksi

    data, dilakukan dengan membuat abstraksi, menyusun dalam satuan-satuan,

    membuat kata kunci, menentukan tema, koding, dikategori dengan batasan

    persoalan. Poerwandari (1998, h.89) menambahkan koding bermaksud

    untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara

    lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran tentang

    topik yang dipelajari.

    Setelah data direduksi, penyajian data berupa matriks. Dari data yang

    ada dilakukan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, analisis

    dilakukan kasus per kasus secara mendalam setelah itu berdasarkan analisis

    kasus per kasus dibuat suatu kesimpulan.

    Patton ( dikutip oleh Poerwandari, 1998, h.105 ) juga mengemukakan

    hal-hal penting untuk analisa data kualitatif, yaitu :

    1. Mempresentasikan secara kronologis peristiwa yang dialami.

    2. Melaporkan peristiwa-peristiwa kunci berdasarkan urutan

    kepentingan peristiwa tersebut.

    3. Mendeskripsikan setiap tempat, setting dan lokasi sebelum

    mempresentasikan gambaran dan pola umumnya.

    4. Memberikan fokus pada analisa dan presentasi pada individu

    individu atau kelompok-kelompok bila memang individu atau

    kelompok tersebut menjadi unit analisis primer.

  • 41

    5. Memfokuskan pengamatan pada isu - isu kunci yang diperkirakan

    akan sejalan dengan upaya menjawab pertanyaan primer

    penelitian.

    E. Uji Keabsahan Data

    Menurut Moleong (1989, h.192) kriteria derajat kepercayaan atau

    kredibilitas pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari

    penelitian kuantitatif. Teknik pemeriksaan yang digunakan ada tujuh teknik

    yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamat, triangulasi,

    pengecekan sejawat, kecakupan referinsial, kajian kasus negatif dan

    pengecekan anggota.

    Dalam penelitian ini, uji kesahihan dan keandalan dilakukan dengan

    metode:

    1. Ketekunan pengamat

    Ketekunan pengamat bermaksud menemukan cirri - ciri dan unsur

    - unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu

    yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal - hal

    tersebut secara rinci. Dengan kata lain, ketekunan pengamat akan

    menghasilkan kedalaman pemahaman terhadap permasalahan.

    2. Triangulasi

    Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan

    sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau

    sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang

    paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber

    lainnya. Denzin ( 1978 ) membedakan empat macam triangulasi

  • 42

    sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan

    sumber, metode, penyidik, dan teori.

    3. Uraian Rinci

    Menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya secara teliti

    dan cermat untuk menggambarkan konteks tempat penelitian yang

    telah dilaksanakan.

    4. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi

    Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau

    hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan

    rekan rekan sejawat. Teknik ini mengandung beberapa maksud

    sebagai salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data. Pertama

    untuk membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka

    dan kejujuran. Kedua, diskusi dengan sejawat ini memberikan suatu

    kesempatan awal yang baik mulai menjajaki dan menguji hipotesis

    yang muncul dari pemikiran peneliti.

  • 43

    BAB IV

    LAPORAN PENELITIAN

    A. Orientasi Kancah Penelitian

    Kancah penelitian dalam penelitian Coping Stres para Istri yang

    Ditinggal Kabur Suami dilakukan di kota Ungaran. Adanya kesulitan

    untuk mendapatkan subyek penelitian menyebabkan peneliti memutuskan

    untuk tidak membatasi kancah penelitian.

    B. Persiapan Penelitian

    Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang sebelumnya

    dipersiapkan peneliti untuk mempermudah pelaksanaan penelitian dan

    proses pengambilan data di lapangan. Hal tersebut antara lain :

    1. Mencari subyek yang sesuai dengan kriteria.

    2. Perlengkapan penelitian

    Menyiapkan pedoman observasi Pedoman observasi yang disiapkan meliputi kondisi fisik dan

    psikis subyek, kondisi kesehatan kecenderungan perilaku yang

    muncul, respon subyek saat menjawab, ekspresi subyek saat

    wawancara, kegiatan sehari-hari, dan kehidupan sosialnya.

    Menyiapkan pedoman wawancara Pedoman wawancara yang disiapkan meliputi identitas

    subyek, latar belakang subyek, hal hal yang berhubungan

  • 44

    dengan kondisi pernikahan subyek, hal hal yang

    berhubungan dengan stres dan coping dan harapan subyek.

    C. Pelaksanaan Penelitian

    Pengumpulan data dilakukan dari bulan Maret 2009 sampai Mei

    2009. Peneliti mengalami kesulitan untuk menemukan subyek yang sesuai

    dengan kriteria penelitian. Dari enam orang yang peneliti temui tiga orang

    diantaranya yang paling memenuhi kriteria penelitian. Untuk mendapatkan

    subyek sesuai dengan kriteria penelitian tersebut maka peneliti

    menggunakan beberapa cara yaitu mencari di daerah sekitar tempat tinggal

    peneliti yang sesuai dengan kriteria penelitian. Hal itu juga sesuai dengan

    fenomena yang peneliti temukan. Cara yang kedua adalah dengan

    menanyakan melalui keluarga dan teman teman peneliti apakah

    mempunyai kerabat atau tetangga yang sesuai dengan kriteria penelitian

    yaitu istri yang ditinggal kabur suami.

    Sebelum dilakukan penelitian, peneliti meminta ijin terlebih dahulu

    kepada semua subyek. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan surat

    penelitian. Pengumpulan data sendiri dilakukan dengan wawancara dan

    observasi. Kedua metode tersebut dilakukan untuk mendapatkan data yang

    diinginkan.

    Perincian mengenai proses wawancara mulai dari tahapan perkenalan

    pendekatan sampai wawancara akan dijelaskan dengan jelas dalam tabel

    berikut.

  • 45

    Tabel 1

    Tahapan Proses Wawancara

    Frekuensi

    Subyek

    1

    2

    3

    4

    I 24 Maret 2009 27 Maret 2009 30 Maret 2009 -

    II 11 April 2009 13 April 2009 15 April 2009 17 April 2009

    III 16 April 2009 18 April 2009 19 april 2009 -

    Keterangan :

    1: perkenalan dan pendekatan pertama

    2 : perkenalan dan pendekatan kedua

    3: wawancara pertama

    4 : wawancara kedua

    Tahap perkenalan adalah tahap awal dimana peneliti pertama kali

    mengenal subyek melalui orang ketiga yang memiliki kedekatan cukup baik

    dengan subyek. Tahap ini sekaligus merupakan tahap pendekatan yaitu

    tahapan yang dilakukan peneliti untuk melakukan pendekatan terhadap

    subyek. Dalam tahap perkenalan dan pendekatan pertama dan kedua sudah

    didapatkan data dari subyek maupun lingkungan sekitar subyek. Setelah

    peneliti merasa adanya kenyamanan dan subyek mulai menaruh

    kepercayaaan dan terbuka baru tahapan wawancara dimulai. Dalam

    melakukan wawancara peneliti membuat garis besar atau pedoman terlebih

    dahulu.

    Dari beberapa tahapan tersebut ketiga subyek yang terlibat dalam

    penelitian ini merupakan subyek yang sesuai dengan kriteria yang telah

  • 46

    ditetapkan peneliti sebelumnya, hal ini dapat dijabarkan dalam tabel

    demografi.

    Tabel 2

    Demografi subyek

    Subyek Usia Tingkat

    Pendidikan

    Pekerjaan Jumlah

    anak

    Lama Ditinggal

    Suami

    I 31 tahun SMP Buruh cuci 2 3 tahun

    II 34 tahun SMA Swasta 1 4 tahun

    III 41 tahun SMP Buruh Cuci 4 8 bulan

  • 47

    D. Hasil Pengumpulan Data

    a. Kasus Subyek 1

    a. Identitas Subyek

    Nama : PR

    Jenis kelamin : Perempuan

    Usia : 31thn

    Agama : Islam

    Pendidikan : SMP

    Pekerjaan : Buruh Cuci

    Jumlah Anak : 2

    b. Hasil Observasi

    Subyek adalah seorang wanita yang berkulit coklat tua. Tinggi

    subyek kurang lebih 160 cm dengan berat badan kurang lebih 50

    kg. Rambut subyek bergelombang dengan panjang di bawah telinga

    dan berwarna hitam. Subyek terlihat bugar dan bersemangat.

    Pekerjaan subyek adalah seorang buruh cuci dan setrika.

    Subyek tidak hanya bekerja di satu rumah saja akan tetapi juga

    menerima panggilan untuk bekerja jika ada yang membutuhkan.

    Kegiatan sehari hari subyek adalah bekerja dari hari Senin sampai

    Sabtu. Subyek juga bersedia bekerja pada hari Minggu jika

    dibutuhkan oleh tetangganya.

    Subyek tinggal bersama kedua orang tuanya, kakaknya dan

    kedua anak laki laki subyek. Rumah subyek terbuat dari kayu dan

    berlantai tanah. Posisi rumah subyek berada di tanah yang miring

    sehingga ketika memasuki pintu rumah, tampak beberapa anak

  • 48

    tangga yang menuju ke atas. Di depan rumah terdapat sebuah

    lapangan bulutangkis sehingga anak - anak kecil ramai bermain

    disana. Tidak jauh dari sana terdapat TPA ( Tempat Pembuangan

    Akhir ) yaitu tempat untuk menampung barang - barang bekas

    seperti kardus dan plastik. Rumah subyek berhimpitan dengan

    rumah tetangganya sehingga subyek sering berbincang - bincang

    dengan tetangga ketika sore atau malam hari.

    Saat peneliti datang kerumah subyek, di luar rumah tampak

    kakak laki - laki subyek, kemudian peneliti dipersilahkan masuk.

    Peneliti disambut oleh bapak dan ibu subyek. Subyek sendiri

    sedang berada di dalam rumah. Setelah berbincang - bincang

    dengan subyek, subyek meminta agar wawancara dilaksanakan di

    rumah peneliti dengan alasan rumah subyek ramai sehingga

    ditakutkan akan mengganggu jalannya wawancara. Sebelumnya,

    peneliti telah berkunjung ke rumah subyek sebanyak tiga kali.

    Subyek datang ke rumah peneliti sesuai dengan janji yang telah

    disepakati sebelumnya. Pagi itu, subyek baru saja pulang dari

    mengantar anaknya yang bungsu ke sekolah. Subyek datang dengan

    mengenakan kaos hijau dan celana panjang hitam. Wawancara

    dilakukan di teras belakang rumah peneliti. Subyek terlihat selalu

    tersenyum dan menundukkan wajah. Saat wawancara berlangsung,

    subyek menjawab pertanyaan dengan lancar walaupun beberapa

    kali menanyakan maksud dari pertanyaan tersebut dan pada awal

    wawancara menjawab dengan singkat. Saat ditanya mengenai sikap

    suaminya dahulu terhadap anak anaknya, subyek menangis.

  • 49

    Subyek juga terlihat beberapa kali mengusap air matanya. Setelah

    wawancara selesai, subyek pamit untuk pulang karena harus

    berangkat kerja.

    c. Hasil Wawancara

    Subyek

    1. Latar Belakang Subyek

    Subyek dilahirkan di Ungaran 31 tahun yang lalu. Subyek

    merupakan anak ke empat dari lima bersaudara. Tiga orang

    saudara subyek berjenis kelamin laki laki dan satu orang

    perempuan. Kedua orang tua subyek bekerja. Ayah subyek

    bekerja sebagai sopir dan ibu subyek bekerja sebagai buruh.

    Masa kecil subyek tergolong bahagia. Hubungan subyek

    dengan saudara saudara subyekpun rukun. Demikian juga

    dengan hubungan dengan kedua orang tua subyek baik. Ketika

    subyek melakukan kesalahan subyek dimarahi oleh orang tuanya

    akan tetapi jika tidak maka subyek tidak dimarahi. Saat ini

    subyek tinggal bersama kedua orang tuanya dan satu kakak laki

    laki subyek dan anaknya. Subyek tidak pernah mengalami

    pertengkaran dengan keluarganya termasuk dengan kedua orang

    tuanya.

    Subyek menempuh jenjang pendidikan hingga bangku

    SMP. Saat bersekolah, subyek juga mengikuti kegiatan

    ekstrakurikuler yaitu pramuka. Subyek memiliki banyak teman

    saat remaja dan juga sering bermain bersama tetangganya di

    lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

  • 50

    Subyek pernah menjalin hubungan dekat dengan teman laki

    laki sebanyak dua kali sewaktu SMP. Saat itu subyek memang

    memiliki lebih banyak teman laki laki daripada perempuan.

    Dalam masalah pergaulan subyek tidak pernah mengalami

    masalah dengan teman temannya.

    2. Hal hal yang berhubungan dengan kondisi pernikahan

    subyek

    Perkenalan subyek dengan suaminya adalah melalui paman

    subyek yang merupakan tetangga suaminya. Setelah berkenalan

    subyek langsung menikah dan tidak melalui tahap pacaran.

    Orang tua subyek diyakinkan oleh pamannya bahwa suami

    subyek adalah orang yang baik sehingga kedua orang tuanya

    akhirnya menyetujui pernikahan tersebut. Saat menikah usia

    subyek masih muda yaitu tujuh belas tahun sedangkan suami

    subyek dua puluh tahun.

    Pada awal pernikahan, suami subyek bersikap baik.

    Memberikan nafkah ekonomi yaitu semua penghasilan yang

    diperolehnya kepada subyek. Pekerjaan suami subyek adalah

    dengan membantu orang lain melakukan apa yang diperintahkan.

    Suami subyek tidak pernah marah kepada anak anaknya

    bahkan dekat dengan semua anak - anaknya. Anak subyek yang

    paling besar sering menanyakan ayahnya jika tidak bertemu.

    Ketika anak subyek nakalpun suami subyek hanya menegur dan

    tidak pernah bertindak kasar.

  • 51

    Perubahan pada suami subyek terlihat ketika bekerja

    kepada tetangga subyek. Suami subyek tidak memberikan nafkah

    ekonomi jika tidak diminta oleh subyek. Selain itu suaminya

    juga sering tidak pulang ke rumah dan tidak memperhatikan

    anaknya lagi. Jika anaknya ingin ikut pergi maka tidak akan

    diijinkan. Dahulu suami subyek juga rajin melaksanakan shalat

    namun setelah bekerja di tempat tetangganya itu dan bertemu

    wanita lain, suami subyek sudah tidak pernah shalat lagi. Tidak

    lama setelah itu suami subyek diberhentikan dari pekerjaannya

    karena sering tidak berangkat kerja.

    Suami subyek pergi meninggalkan subyek dan anak

    anaknya tiga tahun yang lalu. Saat itu anak bungsunya masih

    bersekolah di TK dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2

    SD. Suami subyek tidak berpamitan kepada subyek dan juga

    semua barang barangnya dibawa termasuk pakaiannya. Semua

    barang barang yang berada di rumah subyek yang bisa dijual,

    dijual oleh suami subyek. Suami subyek pergi di pagi hari ketika

    subyek pergi bekerja. Anaknya juga tidak mengetahui kepergian

    ayahnya.

    3. Hal hal yang berhubungan dengan stres dan coping

    Saat baru saja ditinggal oleh suaminya, subyek sering

    menangis. Subyek merasa kasihan pada anak - anaknya karena

    sudah terbiasa dengan kehadiran suaminya dan sekarang tidak

    ada. Anak subyek yang bungsu juga sering merengek mencari

  • 52

    ayahnya. Subyek hanya bisa menghibur anaknya. Saat sedih

    seperti itu, subyek akan pusing memikirkan masalahnya.

    Subyek tidak mencari keberadaan suaminya akan tetapi

    mendengar berita dari teman - teman suaminya bahwa suaminya

    telah memiliki wanita lain. Keluarga suami subyek tidak

    diketahui keberadaanya dan juga selain itu kedua orang tua

    suaminya telah meninggal dunia. Subyek sendiripun tidak

    mengetahui dimana suaminya.

    Sakit hati dirasakan oleh subyek ketika suaminya pergi

    tanpa pamit. Subyek merasa kehilangan suaminya akan tetapi

    subyek berpikir apakah suaminya akan bertindak yang sama

    kemudian hari jika suaminya kembali lagi. Maka dari itu subyek

    tidak mau mencari suaminya walaupun sebenarnya jika dicari

    suaminya akan ditemukan. Hal itu karena subyek menganggap

    tidak pantas seorang wanita mencari seorang laki - laki. Subyek

    juga telah terbiasa ditinggal oleh suaminya dahulu waktu

    suaminya masih bekerja di Semarang. Walau demikian subyek

    hanya tidak habis pikir mengapa suaminya sampai melupakan

    anak - anaknya.

    Subyek sempat bercerita bahwa dulu suaminya pernah

    tergoda oleh tetangganya sendiri. Namun ketika itu suami

    subyek tidak sampai pergi. Saat itu ada tetangga subyek yang

    menuduh suaminya menghamili dan meminta pertanggung-

    jawaban. Kepercayaan subyek terhadap suaminya membuat

    subyek tidak mempercayai tuduhan tersebut.

  • 53

    Setelah pergi tanpa pamit, suami subyek tidak pernah

    memberikan nafkah dan kabar kepada subyek. Pada saat Idul

    Fitri anak subyek mengharapkan suami subyek mengirim uang

    namun itu tidak terjadi. Subyek juga tidak ingin menuntut

    suaminya untuk memberikan nafkah karena suami subyek

    merupakan orang yang kolot. Subyek merasa sia sia jika

    meminta nafkah kepada suaminya.

    Kakak subyek membiarkan suami subyek pergi karena

    menganggap suami subyek akan mendapat balasannya sendiri.

    Begitu juga anak pertamanya sudah tidak memperdulikan apa

    yang dilakukan ayahnya. Anak subyek yang paling kecilpun

    mengetahui penyebab ayahnya pergi sehingga merasa kasihan

    pada subyek dan menyuruh agar tidak mencari ayahnya.

    Subyek dapat terhibur jika sedang bekerja namun jika

    sedang dirumah subyek akan teringat lagi. Saat ini subyek sudah

    pasrah dan tidak memikirkan suaminya lagi. Subyek melakukan

    shalat lima waktu dan juga shalat tahajud.

    Setelah kepergian ayahnya, anak subyek yang paling besar

    mengalami perubahan dari sering bermain bersama tetangganya

    hingga menjadi tidak nakal. Anak subyek tersebut mengerti

    mengenai agama dan rajin melaksanakan shalat. Selain itu anak

    subyek bersekolah di pondok pesantren namun sudah tidak

    menginap disana karena ulah teman temannya yang nakal.

    Setelah subyek ditinggal suaminya, subyek memutuskan

    untuk tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakak laki

  • 54

    lakinya beserta anaknya. Dulu subyek mengontrak rumah namun

    saat ini rumah tersebut sudah disewakan kepada orang lain.

    Setiap bulan subyek mendapatkan seratus ribu rupiah untuk

    menambah uang sekolah anaknya. Selain itu subyek bekerja

    membantu orang untuk menyuci dan juga menerima panggilan

    dari tetangga. Setiap bulan subyek mendapatkan penghasilan

    rutin tiga ratus ribu rupiah. Subyek sudah lama bekerja di rumah

    tetangganya tersebut, sejak sebelum ditinggal oleh suaminya.

    Dari penghasilan subyek tersebut dapat mencukupi kebutuhan

    anak anaknya. Untuk kebutuhan rumah tangga, masih

    ditanggung oleh kakak subyek dan subyek hanya membantu

    sedikit. Penghasilan subyek hanya cukup untuk kebutuhan anak

    anaknya dan juga kedua orang tua subyek yang sudah tidak

    bekerja.

    Subyek tidak menceritakan isi hatinya kepada orang lain

    saat ditinggal oleh suaminya termasuk kepada keluarganya.

    Tanpa bercerita subyek merasa bahwa orang tuanya sudah

    mengetahui perasaannya. Keluarga subyek mendukung ketika

    subyek ditinggal oleh suaminya. Bahkan kedua orang tua subyek

    hanya bertanya bagaimana suami subyek dapat pergi dan tidak

    memarahi.

    Tetangga subyek ada yang memberitahu bahwa suaminya

    telah memiliki istri yang baru. Ada juga tetangga yang menghina

    subyek. Subyek tidak peduli jika ada tetangga subyek yang

    menghina di belakang subyek.

  • 55

    Keinginan untuk mengurus perceraian dengan suaminya

    terbesit di benak subyek namun terhalang masalah biaya. Subyek

    bertanya kepada tetangganya bahwa jika mengurus surat cerai

    menghabiskan dana sekitar satu juta rupiah. Selain itu juga

    terhalang oleh masalah suaminya yang tidak mau

    menceraikannya. Dulu ketika bertengkar suami subyek pernah

    mengancam bahwa dia bisa mencari istri lagi. Subyek tidak mau

    jika diduakan sehingga meminta untuk diceraikan namun suami

    subyek tidak mau menceraikan karena masih menyukai subyek.

    Kegiatan setiap hari subyek adalah mengantar anak subyek

    ke sekolah dan kemudian bekerja hingga larut malam. Jika

    sedang bosan subyek mengajak anaknya pergi jalan jalan ke

    toko. Subyek mengaku saat ini belum ada teman laki laki yang

    dekat dengan subyek karena masih trauma karena ditinggal oleh

    suaminya. Subyek juga berpikir bahwa rata rata laki laki

    sekarang seperti itu. Subyek hanya memikirkan anak anaknya

    terutama untuk biaya sekolah mereka.

    4. Harapan Subyek

    Harapan subyek bagi masa depannya adalah untuk

    membahagiakan anak - anaknya. Subyek juga berharap dapat

    menyekolahkan anaknya sehingga dapat bekerja dengan baik.

    Harapan subyek untuk kedua orang tuanya adalah dapat membalas

    budi orang tuanya.

    Subyek tidak memiliki keinginan untuk mendapatkan

    pendamping yang baru dan hanya memikirkan anaknya dengan

  • 56

    harapan dapat membesarkan anaknya. Kedua orang tua subyek

    juga hanya berharap agar subyek membesarkan anaknya sehingga

    dapat menjadi pegangan bagi anak anaknya.

    Lingkungan Subyek

    Wawancara dilakukan kepada keluarga subyek yaitu ibu

    subyek. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa subyek

    sering membantu ibunya untuk mengerjakan pekerjaan rumah

    tangga. Subyek juga mengantarkan anaknya ke sekolah sebelum ia

    bekerja.

    d. Analisis Kasus Subyek 1

    Subyek memiliki hubungan yang baik dengan orang tua dan

    saudara subyek. Hal ini terbukti dengan subyek tidak pernah

    terlibat masalah dengan keluarganya selain itu kedua orang tua

    subyek yang membantu subyek dalam masalah biaya untuk anak

    anaknya. Didukung juga dengan subyek yang masih tinggal satu

    rumah dengan orang tua subyek dan kakak subyek beserta anaknya.

    Orang tua subyek mendidik anak anaknya dengan bijaksana. Hal

    ini dilihat dari orang tua subyek yang memarahi subyek hanya jika

    subyek melakukan kesalahan.

    Subyek memiliki hubungan sosial yang baik dengan teman -

    teman dan tetangga subyek. Dapat terlihat dengan subyek yang

    memiliki banyak teman saat remaja dan tidak pernah terlibat

    masalah dengan temannya. Didukung juga dengan subyek sering

    berbincang - bincang dengan tetangga ketika sore atau malam hari.

    Subyek memiliki lebih banyak teman laki - laki dan juga pernah

  • 57

    menjalin hubungan dekat dengan lawan jenis ketika remaja. Ini

    membutikan subyek lebih nyaman bergaul dengan teman laki - laki.

    Subyek menikah dengan suaminya dalam usia yang relatif

    muda yaitu tujuh belas tahun, usia yang belum cukup dewasa untuk

    berkeluarga. Usia yang masih muda tersebut menyebabkan subyek

    menerima perjodohan yang diajukan pamannya. Tidak adanya

    kesempatan berpacaran menyebabkan subyek tidak mengenal

    watak suaminya. Adanya paksaan dari paman subyek menyebabkan

    orang tua subyek menyetujui pernikahan tersebut.

    Suami subyek adalah orang yang baik. Hal ini diakui oleh

    subyek. Subyek memiliki dua anak laki - laki yang semuanya dekat

    dengan ayahnya. Suami subyek juga termasuk orang yang sabar

    karena jika kedua anak subyek nakal, suami subyek hanya menegur

    dan tidak memarahi. Selain itu suami subyek tidak pernah main

    tangan atau melakukan kekerasan saat sedang marah. Bahkan suami

    subyek rajin melaksanakan ibadah shalat sebelum tergoda wanita

    lain. Maka ketika suami subyek pergi tanpa pamit subyek hanya

    memikirkan kepentingan anak - anaknya jika tidak ada figur ayah.

    Kedekatan antara anak - anak subyek dengan ayahnya membuat

    subyek mengkhawatirkan nasib kedua anaknya. Dibuktikan juga

    ketika wawancara subyek menangis saat ditanya mengenai

    hubungan suami subyek dengan anak - anak subyek. Kekhawatiran

    subyek tersebut menunjukkan gejala stres emosional.

    Di lain pihak suami subyek adalah orang yang mudah

    terpengaruh lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan penyebab

  • 58

    kepergian suami subyek yang dikarenakan wanita lain. Kabar itu

    diketahui subyek dari teman - teman suamimya yang

    memberitahunya. Selain itu suami subyek pernah dituduh

    menghamili tetangganya sendiri. Rasa cinta subyek kepada

    suaminya menyebabkan subyek tetap membela suaminya maka

    ketika suami subyek pergi karena wanita lain, subyek merasa sakit

    hati. Selain dikarenakan hal itu, usia pernikahan subyek yang sudah

    sebelas tahun dan kepergian suaminya dengan menjual semua

    barang yang ada dirumah menyebabkan subyek lebih sakit hati dan

    sangat kecewa dengan tindakan suaminya. Hal itu menunjukkan

    gejala stres emosional.

    Penyebab kepergian suami subyek yang disebabkan wanita lain

    menyebabkan subyek kecewa sehingga tidak ingin mencari

    keberadaan suaminya walaupun jika dicari subyek akan

    menemukannya. Harga diri subyek juga menghalangi subyek

    mencari suaminya karena subyek menganggap bahwa tidak pantas

    seorang wanita mencari seorang laki laki. Dalam hal ini subyek

    melakukan problem focused coping yaitu kontrol diri. Dukungan

    dari keluarga terutama anak anak subyek dan kedua orangtuanya

    yang menyuruh subyek tidak memikirkan kepergian suaminya

    menyebabkan subyek semakin yakin untuk tidak mencari

    suaminya. Kekecewaan subyek terhadap suami yang dicintainya

    menimbulkan ketakutan pada diri subyek bahwa hal itu akan

    terulang lagi sehingga subyek kehilangan kepercayaan terhadap

  • 59

    suami subyek dan juga terhadap laki laki lain. Hal itu

    menunjukkan gejala stres interpersonal.

    Subyek sering menangis sesaat setelah ditinggalkan suaminya

    walaupun sebelumnya telah terbiasa ditinggal oleh suaminya saat

    suaminya bekerja di Semarang. Hal ini menunjukkan gejala stres

    emosional. Saat sedih subyek juga merasa pusing memikirkan

    masalahnya. Ini menunjukkan gejala stres intelektual. Dukungan

    dari keluarga terutama anak anak yang menghibur dan menjadi

    anak yang baik membantu subyek menerima kepergiaan suaminya.

    Status ekonomi subyek yang kurang mampu menyebabkan

    subyek mengalami masalah ekonomi yang semakin berat setelah

    ditinggalkan oleh suaminya. Masalah ekonomi merupakan masalah

    terbesar subyek setelah ditinggalkan suaminya. Untuk mengatasi

    kesulitan perekonomian tersebut subyek membanting tulang

    menjadi buruh cuci dan membantu tetangganya jika tenaganya

    dibutuhkan. Dalam hal ini subyek telah melakukan problem focused

    coping yaitu keaktifan diri.

    Dengan melakukan problem focused coping yaitu keaktifan diri

    tersebut, subyek sekaligus melakukan emotion focused coping.

    Maksudnya dengan bekerja tersebut subyek dapat terhibur dan

    dapat menyibukkan diri agar tidak memikirkan kepergian

    suaminya. Berarti subyek melakukan emotion focused coping yaitu

    pelarian diri dari masalah. Selain itu subyek juga memohon kepada

    Tuhan dengan melaksanakan shalat. Ini menunjukkan subyek

    melakukan emotion focused coping yaitu religiusitas.

  • 60

    Subyek adalah orang yang tertutup. Subyek tidak pernah

    membicarakan masalahnya baik masalah kepergian suami maupun

    masalah sehari hari kepada orang lain termasuk keluarga. Hal ini

    didukung dengan jawaban subyek yang singkat saat awal

    wawancara.

    Lingkungan sekitar subyek ada yang mendukung dengan

    memberitahu mengenai kabar suami subyek namun ada juga yang

    menghina. Subyek termasuk orang yang cuek sehingga tidak

    memperdulikan omongan orang terhadapnya. Dalam hal ini subyek

    menggunakan emotion focused coping yaitu pengurangan beban

    masalah. Penilaian kognitif subyek untuk tidak memikirkan

    pendapat orang lain menyebabkan tekanan dari lingkungan bukan

    menjadi masalah bagi subyek.

    Saat ini subyek sudah tidak memikirkan kepergian suaminya.

    Hal ini dibuktikan dengan pengakuan subyek yang sudah tidak

    menangis lagi dan adanya keinginan untuk menggugat cerai

    suaminya. Subyek menginginkan agar ada kejelasan mengenai

    statusnya namun terhalang oleh kendala biaya. Berarti subyek

    melakukan problem focused coping yaitu perencanaan.

    Subyek hanya memfokuskan kepada kedua anak anaknya.

    Terutama mengenai biaya anak anaknya. Subyek mengaku jika

    memikirkan masalah tersebut membuat pikirannya kacau. Hal ini

    menunjukkan gejala stres intelektual. Jika subyek dalam keadaan

    seperti itu subyeka akan mengajak anak - anaknya untuk pergi jalan

    jalan ke toko. Berarti subyek melakukan emotion focused coping

  • 61

    yaitu pelarian diri dari masalah. Pikiran subyek hanya difokuskan

    kepada anak anaknya sehingga subyek tidak ingin mencari

    pendamping hidup yang baru. Subyek sangat trauma karena telah

    diperlakukan seperti itu oleh suaminya. Hal ini memperlihatkan

    gejala stres interpersonal.

    Kedua anak subyek tumbuh menjadi anak yang baik karena

    mengerti keadaan subyek. Bahkan anak subyek yang paling besar

    yang dahulu nakal sekarang menjadi anak yang baik. Keduanya

    mengetahui penyebab ayahnya pergi dan perlakuannya terhadap

    subyek sehingga mereka mendukung subyek dan tidak ingin ikut

    dengan ayahnya. Maka dari itu subyek menggantungkan

    harapannya kepada kedua anaknya.

    Subyek memiliki harapan untuk membesarkan kedua anaknya

    agar menjadi orang yang sukses dengan menyekolahkan mereka

    sampai mereka dapat bekerja sendiri. Subyek juga ingin membalas

    budi kedua orang tuanya. Subyek tidak memikirkan suaminya lagi

    dan hanya berkonsentrasi untuk membahagiakan anak anak dan

    orang tuanya.

    Adanya dukungan dari keluarga dan juga kesibukan subyek

    bekerja untuk mengatasi masalah ekonomi setelah ditinggalkan

    suaminya menyebabkan subyek dapat menerima kenyataan atas

    kepergian suaminya. Subyek dapat melakukan coping secara efektif

    yaitu problem focused coping untuk mengatasi masalah terbesar

    setelah ditinggalkan oleh suaminya yaitu masalah ekonomi. Hal

  • 62

    tersebut menyebabkan stres yang dialami subyek karena ditinggal

    kabur oleh suaminya berkurang sekarang ini.

    Dapat disimpulkan bahwa problem focused coping lebih efek