05.40.0049_dwitya_ratna_k
DESCRIPTION
freeTRANSCRIPT
-
Coping Stres Istri - Istri yang
Ditinggal Kabur Suami
SKRIPSI
Dwitya Ratna Kumala
05.40.0049
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2009
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Tuhan terdiri dari seorang laki laki dan
perempuan. Dengan berbagai macam keunikan dan pada dasarnya manusia
memiliki berbagai macam kebutuhan. Salah satu kebutuhan manusia yaitu
melangsungkan eksistensinya dengan cara mengikatkan diri dalam satu
ikatan tali perkawinan. Selain itu tugas perkembangan pada masa dewasa
awal laki laki dan perempuan antara lain mulai bekerja, memilih
pasangan, mempersiapkan diri untuk hidup berkeluarga yaitu mulai
membentuk kehidupan bersama antara pria dan wanita dalam ikatan
perkawinan.
Perkawinan merupakan bersatunya dua pribadi yang berbeda yaitu
antara seorang pria dan wanita sebagai sepasang suami istri yang
mempunyai tujuan untuk membentuk suatu mahligai keluarga yang kekal,
bahagia dan sejahtera baik lahir dan batin. Menurut Kartono (1992,h.207)
perkawinan merupakan suatu peristiwa, dimana sepasang mempelai atau
sepasang calon suami istri dipertemukan di hadapan penghulu atau kepala
agama tertentu untuk, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian
disyahkan secara resmi sebagai suami istri dengan upacara dan ritual
ritual tertentu.
Setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial memiliki dorongan
untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain begitu juga hubungan
antara suami dan istri. Hubungan tersebut menimbulkan
-
2
kesalingtergantungan. Hubungan suami istri di dalam perkawinan
merupakan salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat
ketergantungannya. Pernikahan dipandang sebagai komitmen hubungan
fisik yang intim yang tidak dapat dipisahkan selama hayat mereka untuk
tujuan kebahagiaan (Wheat, 1999,h.13,22-29).
Pemaparan tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya setiap orang
menginginkan agar tidak terpisahkan dari pasangan hidupnya sampai ajal
memisahkan. Pada kenyataannya banyak pasangan yang mengkhianati
pasangan hidupnya dengan pergi meninggalkan pasangannya dengan
berbagai alasan. Fenomena tersebut di kalangan masyarakat banyak
dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Kepergian suami dengan bermacam
macam alasan tersebut dapat menimbulkan tekanan yang begitu berat bagi
sang istri.
Data Badilag MA 2007 (Nursobah, 2008) menunjukkan,
meninggalkan kewajiban menjadi penyebab retaknya biduk rumah tangga
merupakan penyebab yang tertinggi (77.528 kasus). Selanjutnya, terus-
menerus berselisih pada urutan kedua (65.818 kasus). Sedang alasan moral
termasuk poligami tidak sehat alias perselingkuhan berada urutan ketiga
(10.090 kasus).
Menurut AlQuran seorang suami dikatakan kabur adalah jika
suami tersebut pergi meninggalkan istri selama lebih dari empat bulan (Al-
Fatawa Al-Jamiah Lil Maratil Muslimah, 2008, h. 111-112 ). Sedangkan
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Pasal 19 ayat b, dikatakan bahwa seseorang dapat bercerai jika
-
3
salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
diluar kemampuannya.
Tekanan tersebut dapat muncul dari berbagai pihak selain karena
faktor kepergian suami, seperti keluarga dan lingkungan tempat tinggal.
Tekanan tekanan tersebut dapat memicu munculnya stres. Helmi ( Ancok,
2000, h.43) mengatakan stres ialah peristiwa yang menekan sehingga
seseorang dalam keadaan tidak berdaya biasanya menimbulkan dampak
negatif, misalnya pusing, tekanan darah tinggi, mudah marah, sulit
berkonsentrasi, nafsu makan bertambah, tidak bisa tidur ataupun merokok
terus. Dalam hal ini peristiwa yang menekan tersebut adalah perginya sang
suami tanpa izin dari istrinya.
Stres yang muncul dapat juga dikarenakan faktor lingkungan baik
lingkungan keluarga, teman atau tetangga. Lingkungan yang dianggap
mengancam kesejahteraannya dapat juga memicu stres, seperti tetangga
yang menghina atau menggunjingkan. Sesuai dengan pendapat Lazarus
(Brecht, 2000, h.8) stres yang bersifat psikologis yaitu sebuah hubungan
khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dianggap melampaui
kemampuannya dan membahayakan kesejahteraannya. Stres yang biasanya
dialami oleh janda adalah kesulitan perekonomian, gosip, status sosial yang
dilabelkan lingkungan dan kesepian ( Manik, 2008 ).
Sumber stres yang sama pada individu yang berbeda akan
menimbulkan reaksi yang berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh persepsi
seseorang terhadap peristiwa yang dialaminya atau cognitive appraisal.
Penilaian kognitif (cognitive appraisal) istri yang ditinggal kabur suami
-
4
sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif.
Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan
muncul (Selye,1956). Penilaian kognitif akan berbeda beda pada tiap
individu. Jadi peristiwa perginya suami tanpa pamit dapat menimbulkan
reaksi yang berbeda pada tiap istri.
Stres dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari bahkan kondisi fisik
dan psikologis. Reaksi stres yang dapat terjadi terdiri dari gangguan
emosional, kognitif, dan fisiologis ( Crider, dkk, 1983, h.489-491). Usaha
seseorang untuk menghadapi masalah serta mengatasinya merupakan proses
yang dikenal dengan istilah Coping. Lazarus dan Folkman (Smet, 1994,
h.143) menggambarkan coping terhadap stres sebagai suatu proses dimana
individu akan berusaha untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan
tuntutan ( baik itu tuntutan yang berasal dari individu, maupun tuntutan
yang berasal dari lingkungan ) dengan sumber - sumber daya yang mereka
gunakan dalam menghadapi situasi yang penuh dengan stres.
Untuk menghadapi stres tersebut, dilakukan berbagai jenis coping
stres. Lazarus dan Folkman (1984, h.284) menyatakan bahwa dalam
menghadapi stressor ada dua jenis coping yang digunakan, yaitu Problem
focused coping serta Emotion focused coping. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
Problem focused coping merupakan usaha secara langsung untuk
melakukan sesuatu secara teratur (konstruktif ) terhadap kondisi yang
menyebabkan individu merasa takut, kondisi menyeramkan atau kondisi
yang menuntut adanya perubahan. Sedangkan Emotion focused coping
merupakan usaha secara langsung untuk mengatasi emosi. Keduanya
memiliki kelebihan dan kekurangan masing masing.
-
5
Usaha yang dilakukan para istri yang ditinggal kabur suaminya
untuk mengatasi stres ada yang melakukan Problem focused coping (
misalnya dengan meminta bantuan orang lain yaitu keluarga dan teman
dekat untuk membantu mencarikan kabar dari suaminya ) dan juga Emotion
focused coping ( misalnya dengan terbuka kepada orang lain yaitu dengan
mengungkapkan perasaan hati dan pikiran dan juga berpikiran positif).
Coping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi
atau beban yang diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil,
seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut.
Individu cenderung menggunakan peran emosi dalam menyelesaikan
masalahnya. Begitu juga dengan istri yang ditinggal kabur suami.
Penyelesaian masalah dengan menggunakan emosi hanya bersifat
sementara saja jika tidak diikuti dengan penyelesaian masalah yang
dilakukan dengan perbuatan. Efektivitas coping memiliki kedudukan sangat
penting dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap
gangguan maupun serangan penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika
individu menggunakan coping yang tepat untuk mengatasi masalahnya
maka tidak akan mengganggu kesehatannya baik fisik maupun psikis.
Namun sebaliknya jika individu melakukan coping yang tidak tepat maka
akan mempengaruhi kesehatannya. Dengan mengetahui coping yang
digunakan oleh orang lain dapat membantu memberikan informasi dan
pengalaman kepada orang lain apakah coping tersebut tepat atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut
permasalahan apa saja yang timbul dan coping apa yang digunakan oleh
para istri yang ditinggal kabur suaminya?
-
6
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali secara
mendalam permasalahan yang timbul dan coping stres yang dilakukan oleh
istri yang ditinggal kabur suami.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut :
Manfaat Teoritis
Bagi bidang Psikologi, khususnya Kesehatan Mental yang berkaitan
dengan stres dan cara mengatasinya.
Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi acuan alternatif coping bagi istri yang
ditinggal kabur suami sehingga menjadi bahan pertimbangan ketika
mengatasi stres.
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stres
1. Pengertian Stres
Menurut Lazarus (Brecht, 2000, h.8) stres yang bersifat
psikologis yaitu sebuah hubungan khusus antara seseorang dengan
lingkungannya yang dianggap melampaui kemampuannya dan
membahayakan kesejahteraannya. Sedangkan Hardjana ( 1994, h.14)
mengatakan stres adalah keadaan atau kondisi yang tercipta bila
transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang dianggap
mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat
ketidaksepadanan, nyata atau tidak nyata. Helmi (Ancok, 2000,h.43)
mengatakan stres ialah peristiwa yang menekan sehingga seseorang
dalam keadaan tidak berdaya biasanya menimbulkan dampak negatif,
misalnya pusing, tekanan darah tinggi, mudah marah,sulit
berkonsentrasi, nafsu makan bertambah, tidak bisa tidur ataupun
merokok terus.
Pervin (Doelhadi, 1997, h.379) berpendapat bahwa stres
merupakan persepsi seseorang terhadap keadaan yang dianggap
melebihi kemampuannya atau sumber-sumber yang dianggap
membahayakan yang mengancam kesejahteraan dirinya. Menurut Noi
dan Smith (dalam Doelhadi, 1997, h.379) stres adalah reaksi yang
dirasakan oleh manusia bila mendapat tekanan dari luar ataupun oleh
sesuatu sebab yang tidak bisa diharapkan.
-
8
Atkinson (1991, h.553) mengatakan stres merupakan suatu
keadaan yang terjadi ketika seseorang mengalami perisiwa-peristiwa
yang dirasakan sebagai keadaan yang mengancam baik fisik maupun
psikologis dan ketidakyakinan akan kemampuannya dalam mengatasi
peristiwa - peristiwa yang dialaminya. Menurut Bruno (1989, h.419)
stres adalah sistem tekanan dari dalam tubuh, organik atau psikologis
yang cenderung menjadikan fisik lemah.
Menurut Kartono dan Gulo (1987, h.488) stres adalah suatu
ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan, konflik yaitu sejenis
kekuatan yang diterapkan pada tubuh dan pada pribadi, merupakan
suatu kondisi ketegangan fisik atau psikis yang disebabkan oleh karena
adanya persepsi ketakutan dan kecemasan. Stres menurut
Prawirohusodo (dalam Sulasmi,dkk, 1991, h.55) adalah suatu
pengalaman hidup dan kemampuan penyesuaian individu, stres juga
menuntut penyesuaian psikologis dan sosial individu hingga
menganggu kehidupan rutinnya.
Dari pendapat pendapat dapat disimpulkan pengertian stres
adalah keadaan atau kondisi antara seeorang dengan lingkungannya
yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang
dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan
melihat ketidaksepadanan, nyata atau tidak nyata.
-
9
2. Gejala Stres
Individu yang mengalami stres akan mengalami gangguan yang
berhubungan dengan lingkungan. Reaksi stres yang terjadi terdiri dari
gangguan emosional, kognitif, dan fisiologis ( Crider, dkk, 1983, h.489-
491).
a. Gangguan Emosional
Gangguan emosional yang berwujud keluhan-keluhan seperti
tegang, kuatir, marah, tertekan, perasaan bersalah. Semua hal
tersebut diatas merupakan emosi stres yang tidak menyenangkan
atau emosi negatif, sebagai lawan, emosi positif seperti senang,
bahagia dan cinta. Stres yang paling sering timbul adalah
kecemasan. Kecemasan biasanya dialami individu dalam
mengantisipasi situasi yang penuh stres, seperti akan
diwawancarai, hendak ujian dan sebelum pertandingan olah raga.
b. Gangguan Kognitif
Fungsi kognitif adalah faktor kedua dari aktifitas psikologis yang
mengalami gangguan akibat reaksi stres. Gangguan ini tampak
dalam beberapa fungsi kognitif seperti berpikir, konsentrasi dan
ingatan. Berpikir dalam kondisi normal berciri rasional, logis dan
fleksibel. Dalam keadaan stres ciri tersebut akan hilang karena
dipengaruhi oleh kekhawatiran akan akibat yang terjadi dan
mempunyai evaluasi diri yang negatif. Konsentrasi diartikan
sebagai kemampuan melakukan perhatian secara selektif dengan
kata lain memusatkan pada suatu stimulus yang spesifik dan
tidak mempedulikan stimulus lain yang tidak berhubungan.
-
10
Individu yang mengalami stres kemampuan konsentrasi akan
menurun.
Ingatan atau memori pada individu yang mengalami stres akan
terganggu dalam bentuk sering lupa dan binggung. Hal ini
disebabkan karena terhambatnya kemampuan memisahkan dan
menggabungkan ingatan - ingatan jangka pendek dengan ingatan
- ingatan jangka panjang.
c. Gangguan fisiologis
Gangguan fisiologis merupakan komponen ketiga reaksi
terhadap stres adalah terganggunya pola - pola normal aktivitas
fisiologis yang ada. Gejala - gejala yang timbul biasanya nyeri
otot, cepat lelah, dan mual serta masih banyak lagi.
Menurut Hardjana ( 1994, h.24-26 ) ada beberapa gejala stres :
a. Gejala fisikal : sakit kepala, pusing, pening, tidur tidak teratur,
sakit punggung, mencret mencret, sulit buang air besar,
terganggu pencernaan, tekanan darah tinggi, berkeringat,
berubah selera makan, lelah, banyak melakukan kesalahan dalam
kerja dan hidup.
b. Gejala emosional : gelisah atau cemas, sedih, depresi, mudah
menangis, mood berubah cepat, mudah marah, gugup, harga diri
menurun, merasa tidak aman, mudah tersinggung, gampang
menyerang orang dan bermusuhan.
c. Gejala intelektual : susah berkonsentrasi atau memusatkan
pikiran, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran kacau,
-
11
daya ingat menurun, melamun, produktivitas kerja menurun dan
mutu kerja rendah.
d. Gejala interpersonal : kehilangan kepercayaan pada orang,
mudah mempersalahkan orang, mudah membatalkan janji, suka
mencari kesalahan orang dan menyerang dengan kata - kata.
Anoraga (1992, h.108-110) menggolongkan reaksi - reaksi stres
menjadi reaksi jasmaniah (biologis atau fisiologis) dan reaksi rohaniah.
Anoraga juga membagi tanda - tanda stres menjadi dua yaitu gejala
berat dan gejala ringan.
a. Gejala Berat
Gejala berat akibat stres sudah tentu kematian, gila (psikosis)
dan hilangnya kontak sama sekali dengan lingkungan sosial.
b. Gejala Ringan
Gejala ringan sampai sedang meliputi gejala badan, gejala
emosional dan gejala sosial. Gejala badan misalnya sakit kepala,
sakit maag, mudah kaget ( berdebar debar ), banyak keluar
keringat dingin, lesu letih, kaku pada leher belakang sampai
punggung, mual dan sejumlah gejala lainnya. Anoraga (1992,
h.109) juga mengatakan bahwa stres emosional mempengaruhi
otak, yang kemudian melakukan sistem neurohormonal
menyebabkan gejala - gejala badaniah yang dipengaruhi oleh
hormon ( adrenalin ) dan sistem saraf otonom.
Gejala emosional antara lain pelupa, sukar berkonsentrasi, sukar
mengambil keputusan, cemas, kuatir, murung, mudah marah atau
jengkel, mudah menangis, gelisah, perasaan putus asa dan
-
12
sebagainya. Sedangkan gejala sosial salah satunya mudah
bertengkar dengan orang lain.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan gejala - gejala
stres meliputi:
a. Gangguan emosional yang berwujud keluhan - keluhan seperti
tegang, kuatir, marah, tertekan perasaan bersalah.
b. Gangguan kognitif, yang berwujud keluhan - keluhan seperti
fungsi berpikir, yaitu kekhawatiran akan akibat yang terjadi,
terganggunya konsentrasi yaitu kemampuan konsentrasi akan
menurun dan terganggunya ingatan yaitu dalam bentuk sering
lupa atau binggung.
c. Gangguan fisiologis, yang berwujud keluhan - keluhan nyeri
otot, sakit perut mual dan maag, cepat lelah, kaku pada leher,
sakit kepala, kesulitan tidur, denyut jantung makin cepat.
d. Gangguan sosial, gangguan ini meliputi gangguan tingkah laku
dan gangguan lain dalam berinteraksi dengan orang lain dan
sebagainya.
3. Sumber Sumber Stres
Sarafino (dalam Smet, 1994, h.115) membedakan sumber
sumber stres dalam beberapa kategori, yaitu :
a. Sumber stres yang berasal dari dalam diri individu
Sumber stres yang muncul dalam diri individu tergantung pada
rasa sakit yang dirasakan individu serta umur individu. Stres juga
dapat muncul bila seorang individu mengalami konflik baik
-
13
konflik di dalam diri maupun akibat adanya konflik yang terjadi
dengan orang lain.
b. Sumber stres yang berasal dari keluarga
Sumber stres yang terjadi di dalam keluarga dapat bersumber
dari interaksi yang kurang harmonis diantara para anggota
keluarga. Hal tersebut dapat mengakibatkan perselisihan dalam
masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan
tujuan yang saling berbeda, dll.
c. Sumber stres yang berasal dari komunitas dan lingkungan
Interaksi subyek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber
sumber stres. Pada pengalaman stres orang yang lebih dewasa
bersumber pada pekerjaan dan lingkungan yang stressfull.
Hardjana (1994, h.26 -35) menyatakan bahwa sumber stres
terbagi atas dua kategori yaitu :
a. Sumber Internal
Stres dapat bersumber pada orang yang mengalami stres lewat
penyakit ( Illness ) dan pertentangan ( conflict ). Menderita
penyakit membawa tuntutan fisik dan psikologis pada orang
yang menderitanya. Tinggi rendah dan berat ringannya tuntutan
tergantung dari macam penyakit dan umur orang yang
menderita.
Konflik terjadi karena ada dua kekuatan motivasi yang berbeda
bahklan berlawanan. Ada pertentangan antara mendekati dan
mendekati (approach approach conflict) yaitu konflik yang
terjadi apabila dihadapkan dengan dua pilihan yang sama sama
-
14
baik. Bentuk lain adalah menjauh menjauh ( avoidance
avoidance conflict ) yaitu pilihan antara dua hal yang sama
sama tidak diinginkan. Bentuk ketiga adalah mendekati
menjauh (approach avoidance conflict ) yaitu pilihan antara
yang baik dan yang tidak baik.
b. Sumber Eksternal
Stres dapat bersumber dari keluarga dan lingkungan. Keluarga
menjadi salah satu sumber stres karena didalamnya setiap
anggota keluarga memiliki perilaku, kebutuhan dan kepribadian
yang berbeda beda. Sumber stres yang berasal dari lingkungan
dapat dibagi menjadi dua yaitu lingkungan kerja dan lingkungan
hidup.
Sumber stres dapat berubah - ubah, sejalan dengan
perkembangan manusia, tetapi kondisi stres juga dapat terjadi di setiap
saat sepanjang kehidupan. Sarafino ( Smet,1994,h.115 ) membedakan
sumber-sumber stres yaitu dalam diri individu, keluarga, dalam
komunitas dan lingkungan, serta dalam masyarakat.
Wilkinson (1989,h.8) mengemukakan bahwa sumber stres bisa
berasal dari lingkungan fisik maupun mental. Tingkat penyesuaian
berbeda satu dan lain, tergantung cara kita menerapkan dan
memberikan reaksi emosional. Lingkungan yang dimaksud di sini
adalah lingkungan fisik, seperti kebisingan, suhu yang terlalu panas,
kesesakan dan angin badai ( Smet, 1994, h.121 ).
Dari pendapat pendapat tersebut maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa sumber stres dapat berasal dari sumber internal
-
15
(internal source ) dan sumber eksternal ( external source ) yang terdiri
dari keluarga, komunitas dan lingkungan.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres
Lazarus (dalam Gardner dan Sern, 1996, h.224) adalah orang
pertama yang mengungkapkan teori Psychological Stress tahun 1960,
kemudian dikembangkan oleh Folkman, Glais, Singer dan Cohen.
Menurut mereka teori stres adalah suatu teori kunci dalam psikologi
kesehatan dan psikologi lingkungan menyediakan sebuah kerangka
kerja yaitu kerangka untuk mengerti bagaimana orang bereaksi terhadap
begitu luas macam ancaman dan tantangan. Stressor lingkungan berasal
dari lingkungan yang tidak nyaman dan mengancam kesejahteraan
manusia dalam berbagai jalan. Lazarus dkk juga mengidentifikasikan
empat tipe utama stressor, yaitu:
a. Cataclysmic events (banjir dan gempa bumi)
b. Stressfull life events (perceraian, kematian orang terdekat)
c. Daily Hassles (tekanan sekolah atau kerja)
d. Ambient Stressor (kebisingan, kesesakan, polusi udara)
Faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap stres menurut
Hardjana (1997, h.20-21) adalah :
a. Seseorang yang mengalami keadaan atau peristiwa dalam
tuntutan yang berat dan kondisi mendesak.
b. Keadaan yang berhubungan dengan perubahan hidup, antara
lain: mulai masuk kerja, menikah, menjadi orang tua sebab
kelahiran anak pertama, pensiun, kematian pasangan, peristiwa
lain yang terlalu cepat atau lambat, pensiun dipercepat.
-
16
c. Ketidakjelasan dalam situasi, misalnya di tempat kerja fungsi
dan tugas pekerjaan tidak jelas, ukuran penilaian kerja tidak ada.
d. Tingkat yang diinginkan mengenai suatu hal (desirability),
seperti mendapat pekerjaan akan kurang mendatangkan stres
dibandingkan saat di-PHK.
e. Kemampuan orang untuk mengendalikan hal yang membawa
stres. Individu yang lebih mampu mengendalikan pada umumnya
memiliki kematangan emosi, sehingga lebih tahan terhadap hal
atau keadaan yang dapat membawa dampak penuh stres
(Hardjana,1997,h.17). Seseorang dapat memiliki kematangan
emosi jika memiliki kecerdasan emosional yang baik
(Goleman,1999, h.403).
Stres dapat terjadi setiap saat dalam kehidupan sehari-hari. Stres
berlangsung secara cepat, mendadak dan kadang-kadang individu tidak
dapat menghindarinya. Untuk mengurangi dan menghilangkan stres
individu yang satu dengan yang lainnya perlu diketahui beberapa
kondisi - kondisi atau faktor - faktor yang mempengaruhi terjadinya
stres ( Warastuti, 1998, h.23 25 ) antara lain :
a. Konflik
Kartono ( dalam Warastuti,1998 ) berpendapat bahwa konflik
merupakan sumber utama terjadinya stres. Konflik timbul karena
ketidaksepakatan dalam satu pendapat emosi dan tindakan orang
lain atau suatu keadaan mental yang merupakan hasil impuls -
impuls, hasrat, keinginan dan sebagainya yang saling
bertentangan namun bekerja pada saat yang bersamaan.
-
17
b. Organobiologik
Hardiman ( dalam Warastuti, 1998 ) mengutarakan bahwa
organobiologik adalah suatu keadaan yang membuat seseorang
merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang disebabkan
oleh adanya gangguan dalam organ tubuh seperti pusing, infeksi,
kelelahan fisik dan lain-lain, sehingga dapat menggangu aktifitas
seseorang.
c. Perasaan rendah diri
Berbagai kondisi mengakibatkan sikap atau perasaan redah diri,
sehingga individu benar - benar merasa dirinya terpukul.
Misalnya : kegagalan, akan terasa sekali bahwa cita-cita yang
diidamkan tidak tercapai sehingga merasa rendah diri.
d. Sosio-kultural
Kehidupan modern menempatkan tiap individu dalam suatu
kancah stres sosiokultural yang cukup besar. Perubahan -
perubahan sosio atau ekonomi dan sosial budaya berdatangan
secara bertubi - tubi, individu yang tidak dapat menyesuaikan
diri akan mengalami stres.
e. Perubahan sosial yang cepat
Perubahan yang cepat tidak senantiasa berakibat buruk, bila
disertai dengan penyesuaian yang memadai di bidang etika dan
moral konvensional. Bila kesejajaran ini tidak harmonis, maka
-
18
pola kehidupan konvensional akan senantiasa merasa terancam
dengan berbagai atribut yang tidak diharapkan.
f. Lingkungan fisik
Evans ( dalam Warastuti,1998 ) mengutarakan bahwa
lingkungan fisik sangat mempengaruhi perasaan dan interaksi
sosial. Stres dapat timbul karena lingkungan fisik kurang
mendukung seperti lingkungan yang menimbulkan kebisingan,
panas, polusi udara dan lain-lain.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan oleh para tokoh
dapat diambil kesimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi stres
adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal atau dalam
diri individu yang dapat berupa konflik, organobiologik, perasaan
rendah diri dan kematangan atau kecerdasan emosional. Sedangkan
faktor eksternal atau di luar diri individu yang bersumber dari dalam
keluarga, masyarakat dan lingkungan.
5. Stres pada Istri yang Ditinggal Kabur Suami
Helmi ( Ancok,2000, h.43 ) mengatakan stres ialah peristiwa
yang menekan sehingga seseorang dalam keadaan tidak berdaya
biasanya menimbulkan dampak negatif, misalnya pusing, tekanan darah
tinggi, mudah marah,sulit berkonsentrasi, nafsu makan bertambah,
tidak bisa tidur ataupun merokok terus. Istri yang hidup tanpa suami
juga mengalami dampak dampak negatif tersebut.
Hal hal negatif yang biasanya dialami oleh para janda (Manik,
2008) antara lain :
-
19
a. Kesulitan Perekonomian
Kondisi perekonomian keluarga yang krisis karena suami tidak
ada menuntut istri harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan
dirinya dan anak anaknya. Memikirkan perekonomian keluarga
seperti mencari pekerjaan demi mendapatkan penghasilan untuk
membiayai keluarga sekaligus mengurus dan membimbing anak
memerluakan pemikiran dan usaha yang besar. Hal ini dapat
membuat Overload atau tidak mampu memnuhi stimulasi atau
tuntutan dari lingkungan karena berada diluar jangkauannya.
b. Gosip
Gosip merupakan hal yang kecil namun membawa dampak yang
buruk bagi subyek gosip tersebut. Gunjingan gunjingan dari
para tetangga menyebabkan stres dan tak jarang disertai dengan
rasa frustasi dan kecewa yang dapat ditandai dengan
menurunnya kondisi fisik seperti imunitas tubuh yang lemah
terhadap penyakit.
c. Status Sosial yang Dilabelkan Lingkungan
Status sosial mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada relasi lingkungan terhadap janda dan relasi
janda terhadap lingkungan. Seorang janda yang tidak lagi
memiliki suami harus berhati hati menjaga sikapnya dalam
pergaulan. Tidak jarang seorang janda didiskriminasi karena
status sosialnya tersebut.
-
20
d. Kesepian
Kesepian adalah suatu deprivasi emosional yang merupakan
salah satu contoh dari stres yang disebabkan oleh faktor
psikososial deprivasi, dan biasanya muncul bersaman dengan
perasaan jemu atau kebosanan karena rutinitas yang sama setiap
harinya.
Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa stres
yang dialami oleh janda adalah kesulitan perekonomian, gosip, status
sosial yang dilabelkan lingkungan dan kesepian.
B. Coping Stres
1. Pengertian Coping Stres
Setiap individu tidak pernah lepas dari masalah dan seringkali
masalah-masalah tersebut menyebabkan individu mengalami stres.
Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antar
individu dengan lingkungan yang menimbulkan adanya persepsi jarak
antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi yang menekan dengan
sumber-sumber daya sistem biologis dan sosial dari individu ( Sarafino
dalam Smet, 1994, h.112). Individu akan memberikan reaksi yang
berbeda - beda dalam mengatasi setiap permasalahannya. Cara individu
mengatasi masalahnya disebut Coping. Coping stres dapat juga
diartikan sebagai respon terhadap stres, yaitu apa yang dirasakan,
dipikirkan dan dilakukan oleh individu untuk mengontrol, mentolerir
dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi (Fleming
dkk,1984, h.221).
-
21
Lazarus dan Folkman (Smet,1994,h.143) menggambarkan
coping stres sebagai suatu proses dimana individu akan berusaha untuk
mengelola jarak yang ada antara tuntutan tuntutan (baik itu tuntutan
yang berasal dari individu, maupun tuntutan yang berasal dari
lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam
menghadapi situasi yang penuh dengan stres.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
coping stres merupakan respon dan strategi yang dilakukan individu
terhadap stres untuk mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi
yang dihadapi dengan mengelola jarak antara tuntutan-tuntutan dalam
hidup, baik tuntutan yang berasal dari dalam maupun dari luar diri
individu dengan kemampuan atau sumber - sumber daya yang dimiliki
untuk memenuhi tuntutan tersebut.
2. Jenis Jenis Coping Stres
Lazarus dan Folkman (1984, h.284) menyatakan bahwa dalam
menghadapi stressor ada dua jenis coping yang digunakan, yaitu
Problem focused coping serta Emotion focused coping. Dijelaskan
lebih lanjut bahwa Problem focused coping merupakan usaha secara
langsung untuk melakukan sesuatu secara teratur ( konstruktif )
terhadap kondisi yang menyebabkan individu merasa takut, kondisi
menyeramkan atau kondisi yang menuntut adanya perubahan.
Sedangkan Emotion focused coping merupakan usaha secara langsung
untuk mengatasi emosi.
Coping stres menurut Carven (1989, h.268) dibagi dalam dua
bagian yaitu memfokuskan pada pemecahan masalah dan memfokuskan
-
22
pada emosi. Jenis jenis coping stres yang memfokuskan pada
pemecahan masalah, terdiri dari :
a. Keaktifan diri, adalah suatu tindakan yang mencoba
menghilangkan atau mengelabuhi penyebab stres atau untuk
memperbaiki akibat yang ditimbulkan, dengan kata lain
bertambahnya usaha seseorang untuk melakukan coping, antara
lain dengan bertindak langsung.
b. Perencanaan, adalah memikirkan tentang bagaimana mengatasi
penyebab stres, contohnya dengan membuat strategi untuk
bertindak, memikirkan tentang langkah apa yang perlu diambil
dalam mengatasi suatu masalah.
c. Kontrol diri, adalah individu membatasi keterlibatanya dalam
aktifitas kompetisi atau persaingan dan tidak bertindak terburu-
buru menunggu sehingga layak untuk melakukan suatu tindakan
dengan mencari alternatif lain.
d. Mencari dukungan, adalah mencari nasehat, pertolongan,
informasi, dukungan moral, empati dan pengertian
Sedangkan coping stres yang memfokuskan pada emosi, yaitu :
a. Mengingkari, adalah suatu penghindaran atau pengingkaran
terhadap suatu masalah.
b. Penerimaan diri, adalah suatu situasi yang penuh dengan tekanan
sehingga keadaan ini memaksanya untuk mengatasi masalah
tersebut.
c. Religiusitas, adalah sikap individu untuk menenangkan dan
menyelesaikan masalah - masalah secara keagamaan.
-
23
Pembagian coping stres yang dikemukakan oleh Aldwin dan
Revenson (1987, h.324), dengan menguraikan dalam dua bagian utama
yaitu coping stres yang berpusat pada pemecahan masalah dan berpusat
pada emosi. Coping stres yang berpusat pada pemecahan masalah yaitu:
a. Kehati-hatian, yaitu merencanakan dengan baik sebelum
bertindak atau melakukan sesuatu.
b. Tindakan instrumental, yaitu usaha yang secara langsung
dilakukan untuk memecahkan suatu masalah.
c. Negosiasi, yaitu usaha yang memusatkan perhatian pada taktik
untuk memecahkan masalah secara langsung dengan orang lain.
Sedangkan coping stres yang berpusat pada emosi yaitu :
a. Pelarian diri dari masalah, yaitu suatu usaha dari individu untuk
meninggalkan masalah dengan membayangkan hal - hal yang
baik.
b. Pengurangan beban masalah, yaitu usaha untuk mengurangi,
merenungkan suatu masalah dan bertindak seolah tidak terjadi
apa - apa.
c. Penyalahan diri, yaitu suatu tindakan pasif yang berlangsung
dalam batin, kemudian baru pada masalah yang diahadapinya
dengan jalan menganggap bahwa masalah itu terjadi karena
kesalahannya.
d. Pencarian arti, yaitu usaha untuk mencoba menemukan
kepercayaan baru atau sesuatu yang penting dari kehidupan.
-
24
e. Apathy or inaction, Lazarus mengungkapkan bentuk apatis
berupa sikap pasrah atau menyerah ( dalam Murdaningrum,
2006, h.13).
Dari pengertian mengenai jenis-jenis coping stres dapat
disimpulkan bahwa coping stres terbagi dalam dua bagian besar, yaitu
Problem focused coping (berfokus pada pemecahan masalah),
terdiri dari keaktifan diri, perencanaan, kontrol diri, mencari
dukungan, mencari informasi, kehati - hatian, tindakan instrumental,
dan negosiasi. Emotion focused coping, terdiri dari mengingkari,
penerimaan diri, religiusitas, pelarian diri dari masalah, pengurangan
beban masalah, penyalahan diri, pencarian arti dan apathy.
3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Coping Stres
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi coping stres,yaitu :
a. Dukungan sosial, merupakan sumber daya yang potensial dari
luar individu baik berupa moril maupun materiil, selain itu
dukungan sosial berhubungan dengan efektifitas coping.
b. Usia, adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
coping. Berhubungan dengan kemampuan individu untuk
memperhatikan tuntutan hidup yang semakin bertambah sesuai
dengan tingkat usia.
c. Jenis kelamin, secara teoritis pria dan wanita mempunyai cara
yang berbeda dalam menghadapi masalah, wanita lebih
meperhatikan reaksi secara emosional dibanding pria. Pria dalam
masalah akan mengutamakan tindakannya secara langsung (Trac
dan Robin dalam Hamilton dan Fogot, 1988, h.819).
-
25
d. Karakteristik kepribadian, adalah suatu ciri-ciri atau sifat-sifat
tertentu pada saat menghadapi masalah akan mempunyai cara
atau metode tertentu pula.
e. Tingkat pendidikan, Menaghan (dalam Hidajati, 1995, h.13)
mengatakan bahwa pendidikan berpengaruh pada pemilihan
coping. Selanjutnya dikatakan pula bahwa perkembangan
kognitifnya dan semakin kompleks, sehingga semakin
mempunyai penilaian yang realistis dan copingnya akan lebih
baik.
f. Status sosial ekonomi, menurut Watson dkk (1984, h.371) status
sosial ekonomi yang rendah akan mempunyai tingkat stres yang
tinggi terutama dalam masalah ekonomi, jika dibandingkan
dengan mereka yang mempunyai status sosial ekonomi yang
lebih tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
coping stres dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu dukungan sosial,
usia , jenis kelamin, tingkat pendidikan , karakteristik kepribadian, dan
status sosial ekonomi.
4. Tahapan Berduka Menurut Kubler Ross ( Subianto, 2008)
a. Denial ( Penolakan)
Denial merupakan defense mekanisme ( pertahanan diri )
terhadap rasa cemas.
Individu mencoba untuk melupakan atau menutupi kenyataan.
-
26
Pengalaman yang diterima berdampak shock dan tidakpercaya.
Secara intelektual seseorang dapat menerima hal-hal yang berkaitan dengan kematian, tetapi berbeda dengan tingkat
emosi.
b. Anger ( Berontak dan Marah )
Berontak , merasa Tuhan tidak adil atau tidak berperasaan terhadap kenyataan harus dihadapi.
Marah kepada Sang Pencipta. Merupakan tahap tersulit yang dilalui keluarga. Kadang - kadang individu mengkritik orang yang
berhubungan
Timbul berbagai pertanyaan : mengapa harus saya ? apa dosa saya? .
c. Bergaining ( Tawar Menawar )
Menuju tahap menerima. Individu tawar menawar untuk berbuat baik jika diperpanjang hidupnya.
Individu menangis dan menyesal. d. Depresi
Individu sadar bahwa kematian tidak dapat ditolak. Bila depresi meningkat, individu menjadi semakin lemah,
kurus atau terjadi gangguan tanda-tanda vital.
Individu merasa sepi ,merasa bahwa semua orang meninggalkannya.
Merasa tidak berguna.
-
27
Tidak menolak faktor yang harus dihadapi. Fokus pikiran pada orang yang dicintai.Apa yang akan
terjadi dengan istri dan anak saya., bila saya sudah tiada?
e. Acceptance ( Menerima )
Masa depresi sudah berlalu. Takut ditinggal sendiri. Kadang ingin ditemani.
C. Coping Stres Istri Istri Yang Ditinggal Kabur Suami
Berbagai peristiwa yang dialami dalam hidup seseorang
menghasilkan pengalaman - pengalaman yang berdampak secara mental
maupun fisik. Pada tiap orang pengalaman - pengalaman ini dipandang dari
sudut pandang yang bermacam - macam dan penerimaan yang berbeda -
beda pula.
Begitu halnya dengan perkawinan. Pernikahan merupakan bersatunya
dua orang yang kemudian disebut sebagai suami dan istri. Menurut Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa, Istri adalah
wanita ( perempuan ) yang telah menikah atau bersuami (1999, h.390)
sedangkan suami adalah pria yang menjadi pasangan resmi seorang wanita
(1999,h.965).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 2005, h.98 ) suami adalah
pria yang menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita ( istri ). Daryanto
(1997) mengatakan suami adalah teman hidup istri yang sah.
Perkawinan merupakan penyatuan antara pria dan wanita, yang
masing masing memiliki perbedaan baik berasal dari diri sendiri maupun
-
28
pengaruh lingkungan sekitar. Banyaknya perbedaan antara suami dan istri
tersebut menimbulkan beragam masalah selama pernikahan mereka.
Masalah tersebut muncul karena kedua individu yang telah menikah
tersebut memiliki latar belakang yang berbeda, seperti nilai - nilai, sifat -
sifat, karakter atau kepribadian, agama, budaya, suku bangsa, kelebihan dan
kelemahan. Ketidakmampuan individu untuk mengelola perbedaan akan
menimbulkan konflik, pertengkaran atau percekcokan.
Beragamnya masalah yang dihadapi dalam pernikahan dapat
menimbulkan gejolak - gejolak dalam pernikahan. Mulai dari masalah
ekonomi hingga masalah munculnya orang ketiga. Ikatan pernikahan antara
suami dan istri dapat goyah karena permasalahan - permasalahan tersebut.
Hingga pada akhirnya sang suami dapat meninggalkan istrinya tanpa pamit
dengan berbagai alasan.
Menurut AlQuran seorang suami dikatakan kabur adalah jika
suami tersebut pergi meninggalkan istri selama lebih dari empat bulan (Al-
Fatawa Al-Jamiah Lil Maratil Muslimah, 2008, h. 111-112 ). Sedangkan
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan Pasal 19 ayat b, dikatakan bahwa seseorang dapat bercerai jika
salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
diluar kemampuannya. Jadi istri yang ditinggal kabur suami adalah
seorang wanita yang telah menikah yang ditinggal pergi oleh teman
hidupnya selama lebih dari empat bulan.
-
29
Tekanan tekanan yang dialami sang istri dapat muncul dari berbagai
pihak selain karena ditinggal pergi oleh suaminya. Seperti tekanan dari
pihak keluarga dan rasa malu terhadap lingkungan karena ditinggalkan oleh
suaminya. Sumber stres secara umum dapat berasal dari sumber internal
(internal source) yang berasal dari dalam diri dan sumber eksternal
(eksternal source) yang berasal dari keluarga dan lingkungan. Stres dapat
dilihat dari gejala gejalanya berdasarkan pendapat Hardjana (1994, h.24-
26 ) antara lain gejala fisikal, gejala emosional, gejala intelektual dan gejala
interpersonal.
Hardjana ( 1994, h.14) mengatakan stres adalah keadaan atau kondisi
yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang
dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat
ketidaksepadanan, nyata atau tidak nyata. Stres yang biasanya dialami oleh
janda adalah kesulitan perekonomian, gosip, status sosial yang dilabelkan
lingkungan dan kesepian ( Manik, 2008 ).
Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada
dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan
mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan
dengan suatu sumber stres ( stressor ) tidak selalu mengakibatkan gangguan
secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu,
tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor
kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan
kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi
yang dihadapi ( Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres
-
30
dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu
peristiwa.
Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat
sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa
yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif ( cognitive appraisa l)
individu dalam hal ini sangat menentukan apakah stressor itu dapat
berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat
berpengaruh terhadap respon yang akan muncul(Selye,1956).
Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah
berbeda pada masing - masing individu. Perbedaan individu tersebut
meliputi tingkat usia, jenis kelamin, pendidikan, kesehatan fisik,
kepribadian, harga diri, toleransi terhadap kedwiartian, dan lain lain
(Siswanto, 2007, h. 52). Penilaian kognitif itu bisa mengubah cara pandang
akan stres. Demikian halnya dengan istri yang ditinggalkan suaminya.
Penilaian kognitif terhadap kepergian suami mempengaruhi tekanan bagi
istrinya. Jika istri tersebut dapat mengatasi masalah yang timbul setelah
kepergian suami maka stres akan ringan sebaliknya jika istri tersebut tidak
mampu menghadapi masalah yang timbul maka akan mengalami tekanan
stres berat.
Apabila seseorang berada pada suatu tekanan keadaan atau situasi
yang menekan dan membahayakan diri sendiri sementara tidak bisa
memberikan suatu reaksi secara otomatis, maka harus dibatasi dengan tepat
salah satunya melakukan coping .Coping adalah suatu proses seseorang
mencoba untuk mengelola perasaan ketidakcocokan antara tuntutan-
-
31
tuntutan dan kemampuan yang ada dalam situasi penuh stres
(Sarafino,1998,h.133).
Coping stres merupakan respon terhadap stres, yaitu apa yang
dirasakan, dipikirkan dan dilakukan oleh individu untuk mengontrol,
mentolerir dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dihadapi dengan
mengelola jarak antara tuntutan dalam hidup, baik tuntutan yang berasal
dari dalam ataupun dari luar diri individu dengan kemampuan atau sumber
sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Selye ( Siswanto, 2007, h.53) berpendapat bahwa reaksi pertahanan
fisiologis yang dilakukan oleh tubuh ketika menghadapi stressor
merupakan pola pola reaksi yang universal atau sama pada setiap orang.
Lebih lanjut reaksi individu terhadap stres terdapat pada Teori Sindrom
Adaptasi Umum yang diperkenalkan oleh Selye. Reaksi tubuh terhadap
stres dapat dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama adalah fase ketika tubuh
memberikan reaksi mula mula ketika terkena stres. Pada tahap awal
terjadinya stres ini tubuh mengalami perubahan perubahan fisiologis
sehingga tingkat resistensinya menurun dibawah tingkat normal. Akibatnya
individu merasakan gejala gejala seperti degup jantung yang semakin
cepat, napas yang memburu, keringat dingin dan sebagainya. Tahap awal
ini disebut sebagai fase alarm. Fase kedua adalah fase resistensi, pada tahap
ini tanda tanda kebutuhan ( alarm ) pada tubuh menghilang karena
individu sudah berhasil melakukan adaptasi terhadap stressor. Fase
terakhir adalah fase kelelahan, pada fase ini tanda tanda ketubuhan seperti
pada fase alarm mulai muncul kembali tetapi energi yang digunakan sudah
habis, tubuh tidak dapat lagi melakukan adaptasi.
-
32
Jika istri yang telah ditinggal kabur oleh suami tersebut dapat
mengelola konflik yang dihadapinya dengan baik maka individu tidak akan
mengalami stres yang berkepanjangan. Sebaliknya jika individu tidak dapat
mengelola stresnya dengan baik maka tubuh akhirnya akan kehabisan
energi. Akibatnya bisa mengalami sakit bahkan berakhir pada kematian.
Lazarus dan Folkman (1984, h.284) menyatakan bahwa dalam
menghadapi stressor ada dua jenis coping yang digunakan, yaitu Problem
focused coping serta Emotion focused coping. Dijelaskan lebih lanjut
bahwa Problem focused coping merupakan usaha secara langsung untuk
melakukan sesuatu secara teratur ( konstruktif ) terhadap kondisi yang
menyebabkan individu merasa takut, kondisi menyeramkan atau kondisi
yang menuntut adanya perubahan. Sedangkan Emotion focused coping
merupakan usaha secara langsung untuk mengatasi emosi.
Pendekatan pengatasan stres yang terarah pada penanganan masalah
(problem focused coping ) dipergunakan apabila tuntutan masalah atau
sumber daya dinilai dapat diubah. Bila masalah dirasa tidak mampu untuk
diubah, baik karena perkaranya sendiri atau karena sumber daya sudah tidak
mungkin diperbesar lagi, maka akan diambil pengatasan stres yang
diarahkan pada pengendalian emosi (emotion focused coping).
Dalam menghadapi masalah seperti kesulitan perekonomian ada
beberapa istri yang memilih teknik emotion focused coping yang lari dari
kenyataan dan memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan tragis. Namun
ada juga yang menggunakan problem focused coping dengan melakukan
tindakan instrumental dan juga memerima kenyataan yang ada yang
termasuk dalam emotion focused coping. Untuk menghadapi gosip yang
-
33
sering dibuat oleh para tetangga, dapat dilakukan dengan problem focused
coping yaitu diwujudkan dengan silaturahmi dengan para tetangga sehingga
mereka dapat mengerti dan menghilangkan prasangka buruk.
Untuk mengubah status sosial yang dilabelkan oleh masyarakat dapat
dilakukan emotion focused coping yaitu dengan menjaga diri dan
penampilan agar memperkecil rasa khawatir akan dituduh macam macam
oleh lingkungan. Dapat juga dengan melakukan problem focused coping
yaitu mencari dukungan agar memberikan energi positif. Mencari dukungan
sosial juga merupakan satu satunya cara untuk mengatasi kesepian.
Dengan berkumpul dengan orang lain dan berbagi cerita maka dapat
mengurangi rasa kesepian.
Seorang istri yang ditinggalkan oleh suaminya sehingga mengalami
stres dapat melakukan coping yang kurang efektif bahkan dapat menggangu
kehidupannya dan juga hubungan sosialnya dengan orang lain. Namun jika
istri tersebut dapat melakukan coping secara efektif maka dia akan berhasil
mengelola stresnya dengan baik.
-
34
Skema 1.1
Coping Stres Istri yang Ditinggal Kabur Suami
Ditinggal Kabur
Coping stres
Permasalahan :
Kesulitan perekonomian Gosip Status sosial yang dilabelkan
lingkungan
Kesepian
Stres
Stres Menurun
-
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Kualitatif
Suatu penelitian agar mempunyai hasil yang dapat diuji kebenarannya
dan dipertanggungjawabkan isinya harus disusun berdasar pada metode
penelitian yang ilmiah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Talyor
(Moleong, 2005, h.4) metode kualitatif adalah suatu pendekatan atau
metode yang memiliki tujuan menghasilkan data yang bersifat deskriptif
yaitu berupa kata kata tertulis atau lisan yang berasal dari orang orang
atau tindakan yang dapat diamati, maka data yang dikumpulkan dapat
berupa kata kata dari naskah wawancara, catatan di lapangan, hasil
observasi maupun dokumen resmi lainnya.
Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller mendefinisikan
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia
dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang orang tersebut
dalam bahasanya serta dalam peristilahannya.
Metode penelitian kualitatif digunakan karena tujuan yang ingin
dicapai dari penelitian ini adalah untuk menggali secara mendalam coping
stres yang digunakan pada istri yang ditinggal kabur suami dimana
dalam pendekatannya mempertimbangkan suatu peristiwa yang mempunyai
makna dan arti tertentu yang tidak bisa diungkapkan secara kuantitatif atau
dengan angka angka. Penelitian ini akan menghasilkan dan mengolah data
-
36
data yang sifatnya deskriptif yang diperoleh dari hasil observasi dan
wawancara.
Penelitian kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi
kasus. Studi kasus ( dikutip Poerwandari ) dilakukan karena peneliti perlu
memahami suatu kasus, orang orang tertentu atau situasi unik secara
mendalam ( dalam Murdaningrum, 2005, h. 33). Studi kasus disini
dimaksudkan untuk menggali permasalahan apa saja yang timbul setelah
kepergian suami dan mengetahui coping yang digunakan oleh istri istri
yang ditinggal kabur suami.
Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh
peneliti yaitu mengungkap lebih dalam permasalahan apa saja yang timbul
dan coping stres yang digunakan istri - istri yang ditinggal kabur suami.
B. Subyek Penelitian
Dalam penelitian kualitatif umumnya mengambil sampel lebih kecil
dan cenderung diambil secara purposive daripada acak (Poerwandari, 1998,
h. 54). Sampel tidak diambil secara acak tetapi justru dipilih mengikuti
kriteria tertentu yang merupakan karakteristik sampel (Poerwandari, 1998,
h.60). Prosedur pengambilan subyek dalam penelitian ini adalah purposive.
Teknik ini digunakan karena anggota sampel dipilih secara khusus
berdasarkan tujuan penelitian, yaitu atas dasar apa yang diketahui tentang
variasi yang ada atau elemen - elemen yang ada. Dengan pengambilan
subyek secara purposive, hal - hal yang dicari dapat dipilih pada kasus -
kasus ekstrim sehingga hal - hal yang dicari dapat menonjol dan lebih
mudah dicari maknanya ( Muhadir,1996,h.109 ).
-
37
Adapun ciri - ciri subyek pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Istri yang ditinggal kabur oleh suami minimal 4 bulan.
2. Mengalami stres, dibuktikan dengan wawancara dan observasi.
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut Lofland dan Lofland (1984) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Menurut Moleong (2001, h.125)
pengambilan data subyek dapat dilakukan dengan observasi, wawancara,
catatan lapangan dan dokumen.
1. Observasi
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi
Non - Partisipan yaitu peneliti tidak terlibat langsung dan berperan
serta dalam aktivitas subyek, tetapi hanya mengamati aktifitas yang
dilakukan sepanjang hari. Observasi ini dimaksudkan untuk
mengetahui hal-hal yang dilakukan subyek dalam kesehariannya yang
tidak dapat dilihat melalui hasil wawancara.
Pada penelitian ini akan diobservasi bagaimana kondisi fisik dan
psikis subyek, kondisi kesehatan, kecenderungan perilaku yang
muncul, respon subyek saat menjawab, ekspresi subyek saat
wawancara, kegiatan sehari-hari dan kehidupan sosialnya.
2. Wawancara
Wawancara menurut Moleong (2001, h.135) adalah percakapan
dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak
yaitu pewawancara ( interviewer ) yang mengajukan pertanyaan dan
-
38
yang diwawancarai ( interviewee ), yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara sebagai metode
pengambilan data utama karena peneliti bermaksud untuk
memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang
dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan
bermaksud melakukan eksplorasi (Poerwandari, 2001). Wawancara
terbuka yang subyeknya tahu bahwa ia sedang diwawancarai dan
mengetahui pula apa maksud wawancara itu (Moleong, 2002),
memungkinkan munculnya data yang mungkin tidak dibayangkan
sebelumnya, memungkinkan responden memberikan jawaban bebas
tanpa harus membuatnya terperangkap pada pilihan kondisi dan
jawaban standar yang mungkin tidak sesuai dengan konteks
kehidupannya (Poerwandari, 2001).
Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi
terstruktur atau wawancara campuran. Artinya adalah pelaksanaan
wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan
subyek penelitian di lapangan namun peneliti memiliki pedoman atau
acuan pertanyaan yang sudah dirancang sebelumnya.
Berdasarkan pengertian wawancara tersebut, maka peneliti
membuat daftar pertanyaan yang berisi pertanyaan untuk mengetahui
coping stres pada istri yang ditinggal kabur suami.
Pedoman yang dapat digunakan dalam pelaksanaan wawancara
dalam penelitian ini adalah :
-
39
1. Identitas subyek
2. Latar belakang Subyek
3. Hal hal yang berhubungan dengan kondisi pernikahan subyek
4. Hal hal yang berhubungan dengan stres dan coping
a. Aktivitas subyek saat ini
b. Perasaan subyek mengenai kondisi subyek saat ini
c. Bentuk stres yang dirasakan subyek
d. Tingkat stres yang dirasakan subyek
e. Usaha yang dilakukan subyek untuk mengatasi stres yang
dirasakannya
f. Dengan siapa subyek berkeluh kesah menceritakan setiap
masalah
g. Faktor yang mendukung subyek dalam usaha mengatasi
stres
h. Faktor yang menghambat subyek dalam usaha mengatasi
stres
5. Harapan subyek
D. Analisis Data
Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif tidak
memiliki rumus atau absolut untuk mengolah data dan menganalisa data.
Patton ( dikutip Poerwandari,1998, h.87) menegaskan bahwa satu hal yang
harus diingat peneliti adalah kewajiban untuk memonitor dan melaporkan
proses serta prosedur - prosedur analisisnya sejujur dan selengkap mungkin.
-
40
Patton (Moleong, h.103) menguraikan analisis data sebagai proses
mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan
satuan uraian besar. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh
data yang tersedia dari berbagai sumber. Langkah berikutnya mereduksi
data, dilakukan dengan membuat abstraksi, menyusun dalam satuan-satuan,
membuat kata kunci, menentukan tema, koding, dikategori dengan batasan
persoalan. Poerwandari (1998, h.89) menambahkan koding bermaksud
untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara
lengkap dan mendetail sehingga dapat memunculkan gambaran tentang
topik yang dipelajari.
Setelah data direduksi, penyajian data berupa matriks. Dari data yang
ada dilakukan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini, analisis
dilakukan kasus per kasus secara mendalam setelah itu berdasarkan analisis
kasus per kasus dibuat suatu kesimpulan.
Patton ( dikutip oleh Poerwandari, 1998, h.105 ) juga mengemukakan
hal-hal penting untuk analisa data kualitatif, yaitu :
1. Mempresentasikan secara kronologis peristiwa yang dialami.
2. Melaporkan peristiwa-peristiwa kunci berdasarkan urutan
kepentingan peristiwa tersebut.
3. Mendeskripsikan setiap tempat, setting dan lokasi sebelum
mempresentasikan gambaran dan pola umumnya.
4. Memberikan fokus pada analisa dan presentasi pada individu
individu atau kelompok-kelompok bila memang individu atau
kelompok tersebut menjadi unit analisis primer.
-
41
5. Memfokuskan pengamatan pada isu - isu kunci yang diperkirakan
akan sejalan dengan upaya menjawab pertanyaan primer
penelitian.
E. Uji Keabsahan Data
Menurut Moleong (1989, h.192) kriteria derajat kepercayaan atau
kredibilitas pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari
penelitian kuantitatif. Teknik pemeriksaan yang digunakan ada tujuh teknik
yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamat, triangulasi,
pengecekan sejawat, kecakupan referinsial, kajian kasus negatif dan
pengecekan anggota.
Dalam penelitian ini, uji kesahihan dan keandalan dilakukan dengan
metode:
1. Ketekunan pengamat
Ketekunan pengamat bermaksud menemukan cirri - ciri dan unsur
- unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu
yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal - hal
tersebut secara rinci. Dengan kata lain, ketekunan pengamat akan
menghasilkan kedalaman pemahaman terhadap permasalahan.
2. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang
paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber
lainnya. Denzin ( 1978 ) membedakan empat macam triangulasi
-
42
sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik, dan teori.
3. Uraian Rinci
Menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya secara teliti
dan cermat untuk menggambarkan konteks tempat penelitian yang
telah dilaksanakan.
4. Pemeriksaan Sejawat Melalui Diskusi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau
hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan
rekan rekan sejawat. Teknik ini mengandung beberapa maksud
sebagai salah satu teknik pemeriksaan keabsahan data. Pertama
untuk membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka
dan kejujuran. Kedua, diskusi dengan sejawat ini memberikan suatu
kesempatan awal yang baik mulai menjajaki dan menguji hipotesis
yang muncul dari pemikiran peneliti.
-
43
BAB IV
LAPORAN PENELITIAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
Kancah penelitian dalam penelitian Coping Stres para Istri yang
Ditinggal Kabur Suami dilakukan di kota Ungaran. Adanya kesulitan
untuk mendapatkan subyek penelitian menyebabkan peneliti memutuskan
untuk tidak membatasi kancah penelitian.
B. Persiapan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang sebelumnya
dipersiapkan peneliti untuk mempermudah pelaksanaan penelitian dan
proses pengambilan data di lapangan. Hal tersebut antara lain :
1. Mencari subyek yang sesuai dengan kriteria.
2. Perlengkapan penelitian
Menyiapkan pedoman observasi Pedoman observasi yang disiapkan meliputi kondisi fisik dan
psikis subyek, kondisi kesehatan kecenderungan perilaku yang
muncul, respon subyek saat menjawab, ekspresi subyek saat
wawancara, kegiatan sehari-hari, dan kehidupan sosialnya.
Menyiapkan pedoman wawancara Pedoman wawancara yang disiapkan meliputi identitas
subyek, latar belakang subyek, hal hal yang berhubungan
-
44
dengan kondisi pernikahan subyek, hal hal yang
berhubungan dengan stres dan coping dan harapan subyek.
C. Pelaksanaan Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dari bulan Maret 2009 sampai Mei
2009. Peneliti mengalami kesulitan untuk menemukan subyek yang sesuai
dengan kriteria penelitian. Dari enam orang yang peneliti temui tiga orang
diantaranya yang paling memenuhi kriteria penelitian. Untuk mendapatkan
subyek sesuai dengan kriteria penelitian tersebut maka peneliti
menggunakan beberapa cara yaitu mencari di daerah sekitar tempat tinggal
peneliti yang sesuai dengan kriteria penelitian. Hal itu juga sesuai dengan
fenomena yang peneliti temukan. Cara yang kedua adalah dengan
menanyakan melalui keluarga dan teman teman peneliti apakah
mempunyai kerabat atau tetangga yang sesuai dengan kriteria penelitian
yaitu istri yang ditinggal kabur suami.
Sebelum dilakukan penelitian, peneliti meminta ijin terlebih dahulu
kepada semua subyek. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan surat
penelitian. Pengumpulan data sendiri dilakukan dengan wawancara dan
observasi. Kedua metode tersebut dilakukan untuk mendapatkan data yang
diinginkan.
Perincian mengenai proses wawancara mulai dari tahapan perkenalan
pendekatan sampai wawancara akan dijelaskan dengan jelas dalam tabel
berikut.
-
45
Tabel 1
Tahapan Proses Wawancara
Frekuensi
Subyek
1
2
3
4
I 24 Maret 2009 27 Maret 2009 30 Maret 2009 -
II 11 April 2009 13 April 2009 15 April 2009 17 April 2009
III 16 April 2009 18 April 2009 19 april 2009 -
Keterangan :
1: perkenalan dan pendekatan pertama
2 : perkenalan dan pendekatan kedua
3: wawancara pertama
4 : wawancara kedua
Tahap perkenalan adalah tahap awal dimana peneliti pertama kali
mengenal subyek melalui orang ketiga yang memiliki kedekatan cukup baik
dengan subyek. Tahap ini sekaligus merupakan tahap pendekatan yaitu
tahapan yang dilakukan peneliti untuk melakukan pendekatan terhadap
subyek. Dalam tahap perkenalan dan pendekatan pertama dan kedua sudah
didapatkan data dari subyek maupun lingkungan sekitar subyek. Setelah
peneliti merasa adanya kenyamanan dan subyek mulai menaruh
kepercayaaan dan terbuka baru tahapan wawancara dimulai. Dalam
melakukan wawancara peneliti membuat garis besar atau pedoman terlebih
dahulu.
Dari beberapa tahapan tersebut ketiga subyek yang terlibat dalam
penelitian ini merupakan subyek yang sesuai dengan kriteria yang telah
-
46
ditetapkan peneliti sebelumnya, hal ini dapat dijabarkan dalam tabel
demografi.
Tabel 2
Demografi subyek
Subyek Usia Tingkat
Pendidikan
Pekerjaan Jumlah
anak
Lama Ditinggal
Suami
I 31 tahun SMP Buruh cuci 2 3 tahun
II 34 tahun SMA Swasta 1 4 tahun
III 41 tahun SMP Buruh Cuci 4 8 bulan
-
47
D. Hasil Pengumpulan Data
a. Kasus Subyek 1
a. Identitas Subyek
Nama : PR
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 31thn
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh Cuci
Jumlah Anak : 2
b. Hasil Observasi
Subyek adalah seorang wanita yang berkulit coklat tua. Tinggi
subyek kurang lebih 160 cm dengan berat badan kurang lebih 50
kg. Rambut subyek bergelombang dengan panjang di bawah telinga
dan berwarna hitam. Subyek terlihat bugar dan bersemangat.
Pekerjaan subyek adalah seorang buruh cuci dan setrika.
Subyek tidak hanya bekerja di satu rumah saja akan tetapi juga
menerima panggilan untuk bekerja jika ada yang membutuhkan.
Kegiatan sehari hari subyek adalah bekerja dari hari Senin sampai
Sabtu. Subyek juga bersedia bekerja pada hari Minggu jika
dibutuhkan oleh tetangganya.
Subyek tinggal bersama kedua orang tuanya, kakaknya dan
kedua anak laki laki subyek. Rumah subyek terbuat dari kayu dan
berlantai tanah. Posisi rumah subyek berada di tanah yang miring
sehingga ketika memasuki pintu rumah, tampak beberapa anak
-
48
tangga yang menuju ke atas. Di depan rumah terdapat sebuah
lapangan bulutangkis sehingga anak - anak kecil ramai bermain
disana. Tidak jauh dari sana terdapat TPA ( Tempat Pembuangan
Akhir ) yaitu tempat untuk menampung barang - barang bekas
seperti kardus dan plastik. Rumah subyek berhimpitan dengan
rumah tetangganya sehingga subyek sering berbincang - bincang
dengan tetangga ketika sore atau malam hari.
Saat peneliti datang kerumah subyek, di luar rumah tampak
kakak laki - laki subyek, kemudian peneliti dipersilahkan masuk.
Peneliti disambut oleh bapak dan ibu subyek. Subyek sendiri
sedang berada di dalam rumah. Setelah berbincang - bincang
dengan subyek, subyek meminta agar wawancara dilaksanakan di
rumah peneliti dengan alasan rumah subyek ramai sehingga
ditakutkan akan mengganggu jalannya wawancara. Sebelumnya,
peneliti telah berkunjung ke rumah subyek sebanyak tiga kali.
Subyek datang ke rumah peneliti sesuai dengan janji yang telah
disepakati sebelumnya. Pagi itu, subyek baru saja pulang dari
mengantar anaknya yang bungsu ke sekolah. Subyek datang dengan
mengenakan kaos hijau dan celana panjang hitam. Wawancara
dilakukan di teras belakang rumah peneliti. Subyek terlihat selalu
tersenyum dan menundukkan wajah. Saat wawancara berlangsung,
subyek menjawab pertanyaan dengan lancar walaupun beberapa
kali menanyakan maksud dari pertanyaan tersebut dan pada awal
wawancara menjawab dengan singkat. Saat ditanya mengenai sikap
suaminya dahulu terhadap anak anaknya, subyek menangis.
-
49
Subyek juga terlihat beberapa kali mengusap air matanya. Setelah
wawancara selesai, subyek pamit untuk pulang karena harus
berangkat kerja.
c. Hasil Wawancara
Subyek
1. Latar Belakang Subyek
Subyek dilahirkan di Ungaran 31 tahun yang lalu. Subyek
merupakan anak ke empat dari lima bersaudara. Tiga orang
saudara subyek berjenis kelamin laki laki dan satu orang
perempuan. Kedua orang tua subyek bekerja. Ayah subyek
bekerja sebagai sopir dan ibu subyek bekerja sebagai buruh.
Masa kecil subyek tergolong bahagia. Hubungan subyek
dengan saudara saudara subyekpun rukun. Demikian juga
dengan hubungan dengan kedua orang tua subyek baik. Ketika
subyek melakukan kesalahan subyek dimarahi oleh orang tuanya
akan tetapi jika tidak maka subyek tidak dimarahi. Saat ini
subyek tinggal bersama kedua orang tuanya dan satu kakak laki
laki subyek dan anaknya. Subyek tidak pernah mengalami
pertengkaran dengan keluarganya termasuk dengan kedua orang
tuanya.
Subyek menempuh jenjang pendidikan hingga bangku
SMP. Saat bersekolah, subyek juga mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler yaitu pramuka. Subyek memiliki banyak teman
saat remaja dan juga sering bermain bersama tetangganya di
lingkungan sekitar tempat tinggalnya.
-
50
Subyek pernah menjalin hubungan dekat dengan teman laki
laki sebanyak dua kali sewaktu SMP. Saat itu subyek memang
memiliki lebih banyak teman laki laki daripada perempuan.
Dalam masalah pergaulan subyek tidak pernah mengalami
masalah dengan teman temannya.
2. Hal hal yang berhubungan dengan kondisi pernikahan
subyek
Perkenalan subyek dengan suaminya adalah melalui paman
subyek yang merupakan tetangga suaminya. Setelah berkenalan
subyek langsung menikah dan tidak melalui tahap pacaran.
Orang tua subyek diyakinkan oleh pamannya bahwa suami
subyek adalah orang yang baik sehingga kedua orang tuanya
akhirnya menyetujui pernikahan tersebut. Saat menikah usia
subyek masih muda yaitu tujuh belas tahun sedangkan suami
subyek dua puluh tahun.
Pada awal pernikahan, suami subyek bersikap baik.
Memberikan nafkah ekonomi yaitu semua penghasilan yang
diperolehnya kepada subyek. Pekerjaan suami subyek adalah
dengan membantu orang lain melakukan apa yang diperintahkan.
Suami subyek tidak pernah marah kepada anak anaknya
bahkan dekat dengan semua anak - anaknya. Anak subyek yang
paling besar sering menanyakan ayahnya jika tidak bertemu.
Ketika anak subyek nakalpun suami subyek hanya menegur dan
tidak pernah bertindak kasar.
-
51
Perubahan pada suami subyek terlihat ketika bekerja
kepada tetangga subyek. Suami subyek tidak memberikan nafkah
ekonomi jika tidak diminta oleh subyek. Selain itu suaminya
juga sering tidak pulang ke rumah dan tidak memperhatikan
anaknya lagi. Jika anaknya ingin ikut pergi maka tidak akan
diijinkan. Dahulu suami subyek juga rajin melaksanakan shalat
namun setelah bekerja di tempat tetangganya itu dan bertemu
wanita lain, suami subyek sudah tidak pernah shalat lagi. Tidak
lama setelah itu suami subyek diberhentikan dari pekerjaannya
karena sering tidak berangkat kerja.
Suami subyek pergi meninggalkan subyek dan anak
anaknya tiga tahun yang lalu. Saat itu anak bungsunya masih
bersekolah di TK dan sekarang sudah duduk di bangku kelas 2
SD. Suami subyek tidak berpamitan kepada subyek dan juga
semua barang barangnya dibawa termasuk pakaiannya. Semua
barang barang yang berada di rumah subyek yang bisa dijual,
dijual oleh suami subyek. Suami subyek pergi di pagi hari ketika
subyek pergi bekerja. Anaknya juga tidak mengetahui kepergian
ayahnya.
3. Hal hal yang berhubungan dengan stres dan coping
Saat baru saja ditinggal oleh suaminya, subyek sering
menangis. Subyek merasa kasihan pada anak - anaknya karena
sudah terbiasa dengan kehadiran suaminya dan sekarang tidak
ada. Anak subyek yang bungsu juga sering merengek mencari
-
52
ayahnya. Subyek hanya bisa menghibur anaknya. Saat sedih
seperti itu, subyek akan pusing memikirkan masalahnya.
Subyek tidak mencari keberadaan suaminya akan tetapi
mendengar berita dari teman - teman suaminya bahwa suaminya
telah memiliki wanita lain. Keluarga suami subyek tidak
diketahui keberadaanya dan juga selain itu kedua orang tua
suaminya telah meninggal dunia. Subyek sendiripun tidak
mengetahui dimana suaminya.
Sakit hati dirasakan oleh subyek ketika suaminya pergi
tanpa pamit. Subyek merasa kehilangan suaminya akan tetapi
subyek berpikir apakah suaminya akan bertindak yang sama
kemudian hari jika suaminya kembali lagi. Maka dari itu subyek
tidak mau mencari suaminya walaupun sebenarnya jika dicari
suaminya akan ditemukan. Hal itu karena subyek menganggap
tidak pantas seorang wanita mencari seorang laki - laki. Subyek
juga telah terbiasa ditinggal oleh suaminya dahulu waktu
suaminya masih bekerja di Semarang. Walau demikian subyek
hanya tidak habis pikir mengapa suaminya sampai melupakan
anak - anaknya.
Subyek sempat bercerita bahwa dulu suaminya pernah
tergoda oleh tetangganya sendiri. Namun ketika itu suami
subyek tidak sampai pergi. Saat itu ada tetangga subyek yang
menuduh suaminya menghamili dan meminta pertanggung-
jawaban. Kepercayaan subyek terhadap suaminya membuat
subyek tidak mempercayai tuduhan tersebut.
-
53
Setelah pergi tanpa pamit, suami subyek tidak pernah
memberikan nafkah dan kabar kepada subyek. Pada saat Idul
Fitri anak subyek mengharapkan suami subyek mengirim uang
namun itu tidak terjadi. Subyek juga tidak ingin menuntut
suaminya untuk memberikan nafkah karena suami subyek
merupakan orang yang kolot. Subyek merasa sia sia jika
meminta nafkah kepada suaminya.
Kakak subyek membiarkan suami subyek pergi karena
menganggap suami subyek akan mendapat balasannya sendiri.
Begitu juga anak pertamanya sudah tidak memperdulikan apa
yang dilakukan ayahnya. Anak subyek yang paling kecilpun
mengetahui penyebab ayahnya pergi sehingga merasa kasihan
pada subyek dan menyuruh agar tidak mencari ayahnya.
Subyek dapat terhibur jika sedang bekerja namun jika
sedang dirumah subyek akan teringat lagi. Saat ini subyek sudah
pasrah dan tidak memikirkan suaminya lagi. Subyek melakukan
shalat lima waktu dan juga shalat tahajud.
Setelah kepergian ayahnya, anak subyek yang paling besar
mengalami perubahan dari sering bermain bersama tetangganya
hingga menjadi tidak nakal. Anak subyek tersebut mengerti
mengenai agama dan rajin melaksanakan shalat. Selain itu anak
subyek bersekolah di pondok pesantren namun sudah tidak
menginap disana karena ulah teman temannya yang nakal.
Setelah subyek ditinggal suaminya, subyek memutuskan
untuk tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakak laki
-
54
lakinya beserta anaknya. Dulu subyek mengontrak rumah namun
saat ini rumah tersebut sudah disewakan kepada orang lain.
Setiap bulan subyek mendapatkan seratus ribu rupiah untuk
menambah uang sekolah anaknya. Selain itu subyek bekerja
membantu orang untuk menyuci dan juga menerima panggilan
dari tetangga. Setiap bulan subyek mendapatkan penghasilan
rutin tiga ratus ribu rupiah. Subyek sudah lama bekerja di rumah
tetangganya tersebut, sejak sebelum ditinggal oleh suaminya.
Dari penghasilan subyek tersebut dapat mencukupi kebutuhan
anak anaknya. Untuk kebutuhan rumah tangga, masih
ditanggung oleh kakak subyek dan subyek hanya membantu
sedikit. Penghasilan subyek hanya cukup untuk kebutuhan anak
anaknya dan juga kedua orang tua subyek yang sudah tidak
bekerja.
Subyek tidak menceritakan isi hatinya kepada orang lain
saat ditinggal oleh suaminya termasuk kepada keluarganya.
Tanpa bercerita subyek merasa bahwa orang tuanya sudah
mengetahui perasaannya. Keluarga subyek mendukung ketika
subyek ditinggal oleh suaminya. Bahkan kedua orang tua subyek
hanya bertanya bagaimana suami subyek dapat pergi dan tidak
memarahi.
Tetangga subyek ada yang memberitahu bahwa suaminya
telah memiliki istri yang baru. Ada juga tetangga yang menghina
subyek. Subyek tidak peduli jika ada tetangga subyek yang
menghina di belakang subyek.
-
55
Keinginan untuk mengurus perceraian dengan suaminya
terbesit di benak subyek namun terhalang masalah biaya. Subyek
bertanya kepada tetangganya bahwa jika mengurus surat cerai
menghabiskan dana sekitar satu juta rupiah. Selain itu juga
terhalang oleh masalah suaminya yang tidak mau
menceraikannya. Dulu ketika bertengkar suami subyek pernah
mengancam bahwa dia bisa mencari istri lagi. Subyek tidak mau
jika diduakan sehingga meminta untuk diceraikan namun suami
subyek tidak mau menceraikan karena masih menyukai subyek.
Kegiatan setiap hari subyek adalah mengantar anak subyek
ke sekolah dan kemudian bekerja hingga larut malam. Jika
sedang bosan subyek mengajak anaknya pergi jalan jalan ke
toko. Subyek mengaku saat ini belum ada teman laki laki yang
dekat dengan subyek karena masih trauma karena ditinggal oleh
suaminya. Subyek juga berpikir bahwa rata rata laki laki
sekarang seperti itu. Subyek hanya memikirkan anak anaknya
terutama untuk biaya sekolah mereka.
4. Harapan Subyek
Harapan subyek bagi masa depannya adalah untuk
membahagiakan anak - anaknya. Subyek juga berharap dapat
menyekolahkan anaknya sehingga dapat bekerja dengan baik.
Harapan subyek untuk kedua orang tuanya adalah dapat membalas
budi orang tuanya.
Subyek tidak memiliki keinginan untuk mendapatkan
pendamping yang baru dan hanya memikirkan anaknya dengan
-
56
harapan dapat membesarkan anaknya. Kedua orang tua subyek
juga hanya berharap agar subyek membesarkan anaknya sehingga
dapat menjadi pegangan bagi anak anaknya.
Lingkungan Subyek
Wawancara dilakukan kepada keluarga subyek yaitu ibu
subyek. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa subyek
sering membantu ibunya untuk mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Subyek juga mengantarkan anaknya ke sekolah sebelum ia
bekerja.
d. Analisis Kasus Subyek 1
Subyek memiliki hubungan yang baik dengan orang tua dan
saudara subyek. Hal ini terbukti dengan subyek tidak pernah
terlibat masalah dengan keluarganya selain itu kedua orang tua
subyek yang membantu subyek dalam masalah biaya untuk anak
anaknya. Didukung juga dengan subyek yang masih tinggal satu
rumah dengan orang tua subyek dan kakak subyek beserta anaknya.
Orang tua subyek mendidik anak anaknya dengan bijaksana. Hal
ini dilihat dari orang tua subyek yang memarahi subyek hanya jika
subyek melakukan kesalahan.
Subyek memiliki hubungan sosial yang baik dengan teman -
teman dan tetangga subyek. Dapat terlihat dengan subyek yang
memiliki banyak teman saat remaja dan tidak pernah terlibat
masalah dengan temannya. Didukung juga dengan subyek sering
berbincang - bincang dengan tetangga ketika sore atau malam hari.
Subyek memiliki lebih banyak teman laki - laki dan juga pernah
-
57
menjalin hubungan dekat dengan lawan jenis ketika remaja. Ini
membutikan subyek lebih nyaman bergaul dengan teman laki - laki.
Subyek menikah dengan suaminya dalam usia yang relatif
muda yaitu tujuh belas tahun, usia yang belum cukup dewasa untuk
berkeluarga. Usia yang masih muda tersebut menyebabkan subyek
menerima perjodohan yang diajukan pamannya. Tidak adanya
kesempatan berpacaran menyebabkan subyek tidak mengenal
watak suaminya. Adanya paksaan dari paman subyek menyebabkan
orang tua subyek menyetujui pernikahan tersebut.
Suami subyek adalah orang yang baik. Hal ini diakui oleh
subyek. Subyek memiliki dua anak laki - laki yang semuanya dekat
dengan ayahnya. Suami subyek juga termasuk orang yang sabar
karena jika kedua anak subyek nakal, suami subyek hanya menegur
dan tidak memarahi. Selain itu suami subyek tidak pernah main
tangan atau melakukan kekerasan saat sedang marah. Bahkan suami
subyek rajin melaksanakan ibadah shalat sebelum tergoda wanita
lain. Maka ketika suami subyek pergi tanpa pamit subyek hanya
memikirkan kepentingan anak - anaknya jika tidak ada figur ayah.
Kedekatan antara anak - anak subyek dengan ayahnya membuat
subyek mengkhawatirkan nasib kedua anaknya. Dibuktikan juga
ketika wawancara subyek menangis saat ditanya mengenai
hubungan suami subyek dengan anak - anak subyek. Kekhawatiran
subyek tersebut menunjukkan gejala stres emosional.
Di lain pihak suami subyek adalah orang yang mudah
terpengaruh lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan penyebab
-
58
kepergian suami subyek yang dikarenakan wanita lain. Kabar itu
diketahui subyek dari teman - teman suamimya yang
memberitahunya. Selain itu suami subyek pernah dituduh
menghamili tetangganya sendiri. Rasa cinta subyek kepada
suaminya menyebabkan subyek tetap membela suaminya maka
ketika suami subyek pergi karena wanita lain, subyek merasa sakit
hati. Selain dikarenakan hal itu, usia pernikahan subyek yang sudah
sebelas tahun dan kepergian suaminya dengan menjual semua
barang yang ada dirumah menyebabkan subyek lebih sakit hati dan
sangat kecewa dengan tindakan suaminya. Hal itu menunjukkan
gejala stres emosional.
Penyebab kepergian suami subyek yang disebabkan wanita lain
menyebabkan subyek kecewa sehingga tidak ingin mencari
keberadaan suaminya walaupun jika dicari subyek akan
menemukannya. Harga diri subyek juga menghalangi subyek
mencari suaminya karena subyek menganggap bahwa tidak pantas
seorang wanita mencari seorang laki laki. Dalam hal ini subyek
melakukan problem focused coping yaitu kontrol diri. Dukungan
dari keluarga terutama anak anak subyek dan kedua orangtuanya
yang menyuruh subyek tidak memikirkan kepergian suaminya
menyebabkan subyek semakin yakin untuk tidak mencari
suaminya. Kekecewaan subyek terhadap suami yang dicintainya
menimbulkan ketakutan pada diri subyek bahwa hal itu akan
terulang lagi sehingga subyek kehilangan kepercayaan terhadap
-
59
suami subyek dan juga terhadap laki laki lain. Hal itu
menunjukkan gejala stres interpersonal.
Subyek sering menangis sesaat setelah ditinggalkan suaminya
walaupun sebelumnya telah terbiasa ditinggal oleh suaminya saat
suaminya bekerja di Semarang. Hal ini menunjukkan gejala stres
emosional. Saat sedih subyek juga merasa pusing memikirkan
masalahnya. Ini menunjukkan gejala stres intelektual. Dukungan
dari keluarga terutama anak anak yang menghibur dan menjadi
anak yang baik membantu subyek menerima kepergiaan suaminya.
Status ekonomi subyek yang kurang mampu menyebabkan
subyek mengalami masalah ekonomi yang semakin berat setelah
ditinggalkan oleh suaminya. Masalah ekonomi merupakan masalah
terbesar subyek setelah ditinggalkan suaminya. Untuk mengatasi
kesulitan perekonomian tersebut subyek membanting tulang
menjadi buruh cuci dan membantu tetangganya jika tenaganya
dibutuhkan. Dalam hal ini subyek telah melakukan problem focused
coping yaitu keaktifan diri.
Dengan melakukan problem focused coping yaitu keaktifan diri
tersebut, subyek sekaligus melakukan emotion focused coping.
Maksudnya dengan bekerja tersebut subyek dapat terhibur dan
dapat menyibukkan diri agar tidak memikirkan kepergian
suaminya. Berarti subyek melakukan emotion focused coping yaitu
pelarian diri dari masalah. Selain itu subyek juga memohon kepada
Tuhan dengan melaksanakan shalat. Ini menunjukkan subyek
melakukan emotion focused coping yaitu religiusitas.
-
60
Subyek adalah orang yang tertutup. Subyek tidak pernah
membicarakan masalahnya baik masalah kepergian suami maupun
masalah sehari hari kepada orang lain termasuk keluarga. Hal ini
didukung dengan jawaban subyek yang singkat saat awal
wawancara.
Lingkungan sekitar subyek ada yang mendukung dengan
memberitahu mengenai kabar suami subyek namun ada juga yang
menghina. Subyek termasuk orang yang cuek sehingga tidak
memperdulikan omongan orang terhadapnya. Dalam hal ini subyek
menggunakan emotion focused coping yaitu pengurangan beban
masalah. Penilaian kognitif subyek untuk tidak memikirkan
pendapat orang lain menyebabkan tekanan dari lingkungan bukan
menjadi masalah bagi subyek.
Saat ini subyek sudah tidak memikirkan kepergian suaminya.
Hal ini dibuktikan dengan pengakuan subyek yang sudah tidak
menangis lagi dan adanya keinginan untuk menggugat cerai
suaminya. Subyek menginginkan agar ada kejelasan mengenai
statusnya namun terhalang oleh kendala biaya. Berarti subyek
melakukan problem focused coping yaitu perencanaan.
Subyek hanya memfokuskan kepada kedua anak anaknya.
Terutama mengenai biaya anak anaknya. Subyek mengaku jika
memikirkan masalah tersebut membuat pikirannya kacau. Hal ini
menunjukkan gejala stres intelektual. Jika subyek dalam keadaan
seperti itu subyeka akan mengajak anak - anaknya untuk pergi jalan
jalan ke toko. Berarti subyek melakukan emotion focused coping
-
61
yaitu pelarian diri dari masalah. Pikiran subyek hanya difokuskan
kepada anak anaknya sehingga subyek tidak ingin mencari
pendamping hidup yang baru. Subyek sangat trauma karena telah
diperlakukan seperti itu oleh suaminya. Hal ini memperlihatkan
gejala stres interpersonal.
Kedua anak subyek tumbuh menjadi anak yang baik karena
mengerti keadaan subyek. Bahkan anak subyek yang paling besar
yang dahulu nakal sekarang menjadi anak yang baik. Keduanya
mengetahui penyebab ayahnya pergi dan perlakuannya terhadap
subyek sehingga mereka mendukung subyek dan tidak ingin ikut
dengan ayahnya. Maka dari itu subyek menggantungkan
harapannya kepada kedua anaknya.
Subyek memiliki harapan untuk membesarkan kedua anaknya
agar menjadi orang yang sukses dengan menyekolahkan mereka
sampai mereka dapat bekerja sendiri. Subyek juga ingin membalas
budi kedua orang tuanya. Subyek tidak memikirkan suaminya lagi
dan hanya berkonsentrasi untuk membahagiakan anak anak dan
orang tuanya.
Adanya dukungan dari keluarga dan juga kesibukan subyek
bekerja untuk mengatasi masalah ekonomi setelah ditinggalkan
suaminya menyebabkan subyek dapat menerima kenyataan atas
kepergian suaminya. Subyek dapat melakukan coping secara efektif
yaitu problem focused coping untuk mengatasi masalah terbesar
setelah ditinggalkan oleh suaminya yaitu masalah ekonomi. Hal
-
62
tersebut menyebabkan stres yang dialami subyek karena ditinggal
kabur oleh suaminya berkurang sekarang ini.
Dapat disimpulkan bahwa problem focused coping lebih efek