04. pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak - dr. irawan koreksi

8
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS PRAKTIS PADA BAYI DAN ANAK Irawan Mangunatmadja Tujuan: Mengetahui lingkup anamnesis neurologis Mengetahui pentingnya observasi klinis pada pemeriksaan neurologis Mengetahui cara pemeriksaan kepala dan saraf otak Mengetahui cara pemeriksaan neuromuskular Menegakkan diagnosis suatu penyakit pada anak agak berbeda dengan dewasa, karena pada anak sebaiknya disertakan diagnosis tentang tumbuh kembangnya. Dalam melakukan tata laksanapun, sebaiknya tidak hanya tertuju kepada keluhan yang disampaikan oleh orangtua, tetapi juga terhadap gangguan tumbuh kembangnya. Dengan demikian tata laksana akan lebih optimal. Pemeriksaan neurologis pada anak sebaiknya merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan fisis lainnya. Oleh karena itu, bila kita memeriksa daerah kepala, jangan dilupakan untuk meraba ubun-ubun besar (terbuka atau menutup, datar atau membonjol), sehingga diagnosis kelainan neurologis tidak akan terlewatkan. Pemeriksaan neurologis pada anak ada beberapa cara dan harus disesuaikan dengan keadaan pasien. 1,2 Pemeriksaan neurologis yang dilakukan sebaiknya dapat menjawab pertanyaan: (1) apakah anak mengalami kelainann neurologis; (2) bila ada, dimana letak penyabab kelainan kelainan neurologis tersebut; dan (c) lesi patologis apa yang menyebabkan kelainan tersebut. Pada makalah ini akan dibahas cara melakukan pemeriksaan neurologis secara sistematis dan praktis, sehingga adanya kelainan neurologis dapat diketahui secara dini. Cara melakukan pemeriksaan yang benar dan interpretasi data yang akurat sangat menentukan ada tidaknya gangguan neurologis : 3 Anamnesis 1

Upload: boy-harry

Post on 03-Jan-2016

585 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 04. Pemeriksaan Neurologis Praktis Pada Bayi Dan Anak - Dr. Irawan Koreksi

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS PRAKTIS PADA BAYI DAN ANAK

Irawan Mangunatmadja

Tujuan:Mengetahui lingkup anamnesis neurologisMengetahui pentingnya observasi klinis pada pemeriksaan neurologisMengetahui cara pemeriksaan kepala dan saraf otak Mengetahui cara pemeriksaan neuromuskular

Menegakkan diagnosis suatu penyakit pada anak agak berbeda dengan dewasa, karena pada anak sebaiknya disertakan diagnosis tentang tumbuh kembangnya. Dalam melakukan tata laksanapun, sebaiknya tidak hanya tertuju kepada keluhan yang disampaikan oleh orangtua, tetapi juga terhadap gangguan tumbuh kembangnya. Dengan demikian tata laksana akan lebih optimal. Pemeriksaan neurologis pada anak sebaiknya merupakan satu kesatuan dengan pemeriksaan fisis lainnya. Oleh karena itu, bila kita memeriksa daerah kepala, jangan dilupakan untuk meraba ubun-ubun besar (terbuka atau menutup, datar atau membonjol), sehingga diagnosis kelainan neurologis tidak akan terlewatkan.

Pemeriksaan neurologis pada anak ada beberapa cara dan harus disesuaikan dengan keadaan pasien.1,2 Pemeriksaan neurologis yang dilakukan sebaiknya dapat menjawab pertanyaan: (1) apakah anak mengalami kelainann neurologis; (2) bila ada, dimana letak penyabab kelainan kelainan neurologis tersebut; dan (c) lesi patologis apa yang menyebabkan kelainan tersebut. Pada makalah ini akan dibahas cara melakukan pemeriksaan neurologis secara sistematis dan praktis, sehingga adanya kelainan neurologis dapat diketahui secara dini. Cara melakukan pemeriksaan yang benar dan interpretasi data yang akurat sangat menentukan ada tidaknya gangguan neurologis :3

Anamnesis Anamnesis neurologis dimulai dengan keluhan utama orangtua membawa anaknya berobat. Keluhan utama sangat penting untuk menentukan diagnosis banding. Anamnesis yang dilakukan secara rinci dan kronologis dapat menentukan perjalanan penyakit dan proses penyakitnya (akut atau kronik, fokal atau umum, progresif atau statik).1-3

Beberapa hal yang sebaiknya ditanyakan adalah:1,4 (1) lama atau umur saat awal keluhan; (2) bagaimana terjadinya (mendadak atau perlahan-lahan); (3) lokalisasi dan sifat keluhan (menetap atau menyebar); (4) derajat dan perkembangan penyakit (bertambah berat atau menetap); (5) apakah sudah berobat, jenis obat, membaik atau memburuk; (6) riwayat keluarga seperti penyakit pasien. Data lain yang tidak kalah pentingnya adalah: riwayat kehamilan ibu, kelahiran, penyakit dahulu, perkembangan, nutrisi, riwayat keluarga dan riwayat pendidikan.1,3,4 Riwayat perkembangan sangat penting karena dapat menentukan apakah anak tersebut terlambat atau tidak. Perkembangan yang harus sudah dicapai oleh seorang anak pada usia tertentu dapat dilihat pada Tabel 1.

1

Page 2: 04. Pemeriksaan Neurologis Praktis Pada Bayi Dan Anak - Dr. Irawan Koreksi

Tabel 1. Skrining keterlambatan perkembangan-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Usia ( bulan) Motorik kasar Motorik halus Sosialisasi Bicara-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3 Mengangkat badan Tangan terbuka Senyum spontan Cooing, ketawa 6 Duduk sebentar Memindahkan benda Suka, tidak suka Babbling 9 Menarik – berdiri Mengambil dengan jari Ciluk ba Imitasi suara 12 Berjalan di tuntun Melepaskan benda Dipanggil datang 1 -2 kata 18 Naik tangga dibantu Makan dengan sendok Mengikuti mimik lebih 8 kata 24 Berlari Susun Balok 6 kotak Bermain 2 – 3 kalimat-----------------------------------------------------------------------------------------------------------Sumber: Haslam RH (2004)5

Untuk mencegah terjadinya keterlambatan diagnosis gangguan perkembangan, sebaiknya setiap anak yang berobat selalu ditanyakan kemampuan perkembangan anak sesuai dengan usianya. Pertanyaan sederhana seperti apakah sudah dapat duduk sendiri pada bayi usia 9 bulan ? atau apakah sudah dapat bicara lancar pada usia 2 tahun. Pertanyaan ini merupakan skrining untuk mendeteksi adanya gangguan perkembangan secara dini.

Observasi klinisPendekatan pemeriksaan neurologis tidak berbeda dengan pemeriksaan fisis umum. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan pengamatan, raba, dan auskultasi. Pemeriksaan neurologis yang terpenting adalah observasi secara seksama dan teliti sebelum pasien disentuh. Pasien yang telah disentuh seringkali menangis dan menyebabkan data yang ada menjadi sulit diinterpretasi, misalnya pemeriksaan ubun-ubun besar pada bayi yang menangis. Ubun-ubun besar membonjol pada bayi menangis dapat merupakan bukan keadaan abnormal.

Pemeriksaan neurologis awal adalah observasi. Observasi dilakukan sejak kita sedang melakukan anamnesis.1-4 Pada saat observasi dinilai fungsi saraf kranialis, kelainan di wajah, kelainan deformitas struktur tubuh, posisi tubuh, kekuatan dan gerakan ekstremitas.1-3,5 Selain itu, pada observasi juga diperhatikan dengan teliti mulai dari rambut, kepala, wajah, badan, dan ekstremitas pada keadaan diam dan bergerak.

Penampilan anak dapat mengingatkan kita secara langsung suatu keadaan khusus atau sindrom tertentu. Seorang anak dengan hemiparesis masuk dengan tungkai diseret. Anak dengan sindrom Down memperlihatkan brakisefal, mata sipit, low set air dan ekstremitas yang lebih pendek dibanding anak normal. Observasi daerah rambutd dan kepala bayi dapat terlihat adanya ubun-ubun besar membonjol atau cekung, alopesia, hidrosefalus, atau adanya hematom di daerah pelipis. Bentuk kepala dapat berupa brakisefal, platisefal atau skafosefal, frontal bossing.2,3

Pemeriksaan kepala dan saraf otakPemeriksaan kepala dapat menentukan apakah makrosefali, mikrosefali atau kraniosinostosis. Gambaran vena melebar dapat terlihat pada peningkatan tekanan intrakranial. Daerah oksiput yang datar dapat berhubungan dengan perkembangan yang terlambat. Daerah oksipital yang membesar dapat ditemukan pada sindrom Dandy Walker. Biparietal melebar dapat karena adanya hematom subdural yang disebabkan

2

Page 3: 04. Pemeriksaan Neurologis Praktis Pada Bayi Dan Anak - Dr. Irawan Koreksi

perlakuan salah pada anak. Sutura yang overlaping dapat dijumpai pada kraniosinostosis. Tanda Macewen (cracked pot) dapat dijumpai pada peningkatan tekanan intrakranial.2,3

Pertambahan ukuran lingkar kepala pada bayi cukup bulan pada 3 bulan pertama adalah 2 cm/bulan, pada usia 3 bulan sampai 6 bulan adalah 1 cm/bulan dan selanjutnya 0,5 cm/bulan pada usia 7 – 12 bulan.1 Pengukuran lingkar kepala secara serial dan diplot pada grafik lingkar kepala dapat memberikan informasi penting untuk mendeteksi awal adanya hidrosefalus atau mikrosefal. Perkembangan lingkar kepala yang terhambat atau menetap merupakan refleksi adanya gangguan pertumbuhn otak yang disebabkan bermacam sebab.3

Palpasi pada fontanel (ubun-ubun besar) dapat mencerminkan keadaan tekanan intrakranial. Pada keadaan normal, ubun-ubun besar teraba sedikit cekung dan teraba adanya pulsasi arteri. Ukuran rata-rata berkisar 2,1 cm dan telah menutup pada usia 13,8 bulan.6 Secara umum, ubun-ubun besar mulai menutup pada umur 9 bulan dan telah menutup pada usia 18 bulan.5 Ukuran ubun-ubun yang lebar dan lambat menutup dapat dijumpai pada keadaan akondroplasi, hipotiroid, sindrom Down, peningkatan tekanan intrakranial dan penyakit rikets.5,6 Auskultasi dapat dilakukan pada daerah glabela, temporal, di belakang telinga dan mastoid. Bruit dapat ditemukan normal pada anak usia 4 – 5 tahun berkisar 10% lebih.2

Pemeriksaan saraf otak dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan pada anak. Menggelitik kaki akan menyebabkan anak merasa geli dan tertawa. Bila rangsangan ini kurang berhasil dapat diberikan rangsang nyeri pada kaki. Ekspresi wajah yang dihasilkan dapat dinilai keadaan saraf otak. Evaluasi saraf otak II (Opticus), III (Oculomotorius), IV (Trochlearis) dan VI (Abducens) adalah menilai gerakan mata. Pupil simetris dan bereaksi terhadap cahaya. Gerakan bola mata pada bayi dapat dinilai dengan melakukan Doll’s eye movement. Pada anak, gerakan bola mata dapat dinilai dengan menyuruh anak mengikuti gerakan jari ke berbagai arah. Kegagalan gerakan bola mata kearah lateral disebabkan gangguan saraf otak VI yang mensarafi otot rectus lateralis. Sedangkan kegagalan gerakan bola mata ke medial adalah kelumpuhan pada saraf otak III yang mensarafi otot rectus medialis. Gangguan pada semua arah gerakan menandakan adanya gangguan pada nukleus batang otak. Pemeriksaan funduskopi dapat menilai adanya korioretinitis, perdarahan atau edema papil.2-5,7 Apabila dicurigai adanya gangguan visus, dianjurkan konsultasi dengan dokter mata.7

Adanya kerusakan pada saraf otak V (Trigeminal) yang mempersarafi sensoris daerah wajah meliputi daerah mata, maksila, dan mandibula. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa sensibilitas daerah wajah dengan menggunakan kapas. Pada wajah yang asimetris menandakan adanya paresis saraf otak VII (Facialis) pada sisi wajah yang tidak tertarik. Bila otot di daerah dahi masih dapat dikerutkan, kelumpuhannya adalah tipe sentral. Bila ke dua nya tidak dapat dikerutkan, kelumpuhannya adalah tipe perifer. Pada bayi, kedua tipe ini mungkin mudah dibedakan saat menangis. Adanya gangguan pendengaran dapat diketahui bila bayi atau anak tidak menoleh saat dipanggil. Perlu dilakukan evaluasi saraf otak VIII (Auditory) dengan menggunakan alat khusus audiometri atau Brainstem Auditory Evoked Response untuk memeriksa adanya gangguan pendengaran. 2.3.5

Pada saat bayi tertawa atau menangis mulut tampat terbuka. Pada saat itu dapat dinilai apakah ada kelumpuhan pada saraf otak IX (glosopharyngeus), X (Vagus), dan XII (Acessorius). Kesulitan pada saat menghisap, menelan merupakan gangguan dari tiga

3

Page 4: 04. Pemeriksaan Neurologis Praktis Pada Bayi Dan Anak - Dr. Irawan Koreksi

saraf otak di atas, disertai kelumpuhan saraf otak V (Trigeminu). Uvula tertarik kesatu arah menandakan adanya kelumpuhan kontralateral dari arah uvula tertarik. Bila lidah tertarik ke satu arah menandakan adanya kelumpuhan saraf otak XII (Hypoglossus) pada sisi kontralateral. Sebaliknya, bila lidah dijulurkan akan cendrung bergerak ke arah sisi lesi. Adanya gerakan lemah pada lidah dapat ditemukan pada penyakit Spinal Muskular Atrofi.5

Pemeriksaan neuromuskularPemeriksaan meliputi kekuatan otot, tonus, postur, gerakan dan refleks tendon. Kekuatan otot seharusnya sudah dapat dinilai saat observasi. Tonus otot pada bayi diperiksa dengan melakukan traksi suspensi (head lag), suspensi vertikal, dan suspensi horizontal. Pada bayi hipotoni didapatkan kelemahan pada ke tiga pemeriksaan tersebut, disertai posisi frog-leg. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan pada hemisfer otak, serebelum, medula spinalis, kornu anterior, saraf perifer, hubungan saraf-otot, dan otot. Pemeriksaan otot pada usia 3 – 4 tahun, cukup kooperatif. Gerakan dari duduk dilantai sampai berdiri Gower sign, dapat menjelaskan kekuatan otot.3,6

Spastisitas ditandai dengan adanya tahanan yang meningkat di otot diikuti gerakan pasif, fenomena pisau-lipat (clasp-knife), kekakuan sendi pada saat fleksi dan ekstensi. Kekakuan yang berlebihan pada tubuh menyebabkan postur opistotonus. Anak dengan spastis pada tungkai bawah dapat berjalan secara tiptoe walking.2,3,5

.Refleks primitif seharusnya menghilang pada usia tertentu. Menetapnya refleks primitif di luar usia seharusnya merupakan tanda adanya gangguan susunan saraf. Penyebab dapat berupa gangguan degeneratif atau kerusakan susunan saraf pusat.5

Pemeriksaan selanjutnya adalah refleks fisiologis yang penting untuk membedakan apakah kelainan berasal dari sentral atau perifer. Refleks meningkat ditemukan pada kelainan tipe sentral (Upper motor neuron), sedangkan refleks menurun ditemukan pada kelainan tipe perifer (Lower Motor Neuron).

Manifestasi gangguan sensoris sangat jarang dijumpai pada anak. Kelainan umumnya mengenai medula spinalis. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa sensibilitas pada daerah kulit, refleks superfisial perut, refleks sfingter dan kremaster. Umumnya, anak usia di atas 4 -5 tahun dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya.5

Observasi cara berjalan merupakan aspek yang penting. Adanya ataksia dapat diperiksa dengan melakukan finger-to nose, heel-to-shin, heel-to-toe dan tandem walking. Sensori ataksia dapat diperiksa dengan melakukan Romberg tes (berdiri tidak stabil saat menutup mata). Adanya gerakan involunter dapat berupa chorea, athethosis atau dystonia.3,5 Selain itu dapat pula kelainan gerakan seperti tremor. Cara berjalan spastik tampak berjalan kaku deperti tentara. Pada hemiparesis, ditandai dengan menurunnya gerakan tangan pada daerah yang terkena, disertai gerakan memutar sirkular pada tungkai. Gerakan ekstrapiramidal dapat muncul saat anak berjalan atau berlari. Jalan ataksik menghasilkan gerakan yang tidak stabil. Pemeriksaan jalan tandem, jinjit tampak terganggu pada kelainan serebelum. Waddling gait disebabkan oleh kelemahan pada otot-otot proksimal. Kelemahan pada ekstremitas bawah dapat menyebabkan flat feet, yang menyebabkan jalan yang tidak terampil. Skoliosis akibat kelainan otot dan medula spinalis dapat menyebabkan jalan abnormal.2,4

Pemeriksaan umum

4

Page 5: 04. Pemeriksaan Neurologis Praktis Pada Bayi Dan Anak - Dr. Irawan Koreksi

Pemeriksaan fisis secara umum sering diperlukan dalam menegakkan diagnosis. Cafe au lait sering djumpai pada sindrom neurokutan. Ditemukannya murmur dapat dijumpai pada demam reuma, tuberous sclerosis atau abses otak, Perkembangan neurologis pada anak wanita sedikit lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. Adanya lebih dari dua kelainan neurologis ringan dapat merupakan tanda adanya gangguan neurologis.1,3,5

KesimpulanDalam menegakkan diagnosis kelainan neurologis dibutuhkan anamnesis neurologis yang terarah. Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan cara sederhana dan sistematis untuk melihat kelainan yang ada. Pemeriksaan diawali dengan observasi yang cermat mulai dari kepala, wajah, dan adanya gerakan involunter atau cara berjalan yang khas. Diharapkan dalam setiap memeriksa anak selalu ditanyakan perkembangan terakhir, sehingga penemuan kasus akan menjadi sedini mungkin.

Daftar Pustaka1. Berg OB. The clinical evaluation. Dalam: Berg OB, Editor. Principles of child

neurology. New York: McGraw-Hill 1996. h. 5-22. 2. Swaiman KF. Neurologic examination after the newborn period until 2 year of age.

Dalasm: Swaiman KF, Ashwal S, Editor, Pediatric Neurology: principles & practice. Edisi ke-3. St Louis: Mosby 1999. h. 31-8.

3. Menkes JH, Moser FG. Neurologic examination of the child and infant. Dalam: Menkes JH, Sarnat HB, Ed. Child neurology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000.h. 1-27.

4. Soetomenggolo TS. Pemeriksaan neurologis pada anak dan bayi. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, Penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak 1999. h. 1-35.

5. Haslam RH. Neurologic evaluation. Dalam: Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB, Editor Philadelphia: Saunders, 2004. h. 1973-83.

6. Kisler J, Ricker R. The abnormal fontanel. Am Fam Physic 2003; 15:13-8.7. Friedman LS, Kaufman LM. Guidelines for pediatrician referrals to the ophthalmologist.

Ped Clin N Am 2003; 50:41-53.

5