00_modulkpt_lengkap

Upload: muditateach

Post on 16-Jul-2015

443 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bahan ajar legkap matakuliah kebijakan perlindungan tanaman

TRANSCRIPT

BAHAN AJAR MANDIRI

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN3 SKS Modul 1 : Permasalahan dan Kebijakan Perlindungan Tanaman Modul 2 : Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Perlindungan Tanaman dan Pestisida Modul 3 : Pengendalian Hama Terpadu sebagai Sistem Perlindungan Tanaman di Indonesia Modul 4 : Paradigma Perlindungan Pasca-PHT: Dari Perlindungan Tanaman Menjadi Perlindungan Kehidupan Secara Lintas Sektoral Modul 5 : Pengelolaan Program Perlindungan Tanaman Modul 6 : Tantangan Perlindungan Tanaman ke Depan

Oleh:Ir. I Wayan Mudita, M.Sc.DIBIAYAI OLEH DANA DIPA UNDANA TAHUN ANGGARAN 2010

JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA2010

BAHAN AJAR MODUL

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN3 SKS Modul 1 : Permasalahan dan Kebijakan Perlindungan Tanaman Modul 2 : Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Perlindungan Tanaman dan Pestisida Modul 3 : Pengendalian Hama Terpadu sebagai Sistem Perlindungan Tanaman di Indonesia Modul 4 : Paradigma Perlindungan Pasca-PHT: Dari Perlindungan Tanaman Menjadi Perlindungan Kehidupan Secara Lintas Sektoral Modul 5 : Pengelolaan Program Perlindungan Tanaman Modul 6 : Tantangan Perlindungan Tanaman ke Depan

Oleh:Ir. I Wayan Mudita, M.Sc.DIBIAYAI OLEH DANA DIPA UNDANA TAHUN ANGGARAN 2010

JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA2010

Bahan Ajar Mandiri

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa modul berjudul Kebijakan Perlindungan Tanaman adalah karya asli saya dan belum pernah dibiayai dari sumber dana lain serta sesuai dengan Standar Penulisan Bahan Ajar Berbentuk Modul bagi dosen di lingkungan Universitas Nusa Cendana. Apabila di kemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mempertanggungjawabkannya.

Kupang, 8 Desember 2010

Ir. I Wayan Mudita, M.Sc. NIP: 19590721 198601 1 002

Kebijakan Perlindungan Tanaman

i

Bahan Ajar Mandiri

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Matakuliah Penulis

: Kebijakan Perlindungan Tanaman : Ir. I Wayan Mudita, M.Sc.

Telah diperiksa dengan sebenar-benarnya bahwa naskah modul tersebut asli dan sesuai Standar Penulisan Bahan Ajar Berbentuk Modul bagi dosen Universitas Nusa Cendana

Mengetahui: a.n. Dekan Fakultas Pertanian Undana Pembantu Dekan Bidang Akademik,

Kupang, 10 Desember 2010

Reviewer,

Ir. Marthen R. Pellokila, MP, Ph.D. NIP: 19650317 198903 1 002

Ir. H.J.D. Lalel, MSi., Ph.D. NIP: 19640620 198901 1 001

Kebijakan Perlindungan Tanaman

ii

Bahan Ajar Mandiri

KATA PENGANTAR... what I see is a few scientist have gotten in bed with the politicians and true science has been averted to meet their agenda.

John McClintcck (2009) Selesainya penulisan modul matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman ini hanya dimungkinkan atas perkenanan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu, kepada-Nya penulis pertama-tama menyampaikan puji syukur yang setinggi-tingginya. Penulisan modul ini tidak lepas pula dari dukungan dana DIPA Undana Tahun Anggaran 2010 dan dorongan yang diberikan oleh pimpinan universitas, khususnya pimpinan LP3 Undana, pimpinan fakultas, khususnya Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Pertanian Undana, Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Undana, reviewer, rekan-rekan pengasuh matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman, serta rekan-rekan lainnya. Untuk dukungan dana tersebut dan dorongan yang telah diberikan, penulis menyampaikan terima kasih.

Modul ini disusun sebagai bagian dari upaya untuk terus memperbaiki proses pembelajaran di lingkungan Universitas Nusa Cendana, khususnya di lingkungan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Modul menjadi bagian yang sangat penting dalam membantu mahasiswa mengikuti proses pembelajaran dengan kurikulum berbasis kompetensi. Selain itu, modul juga bermanfaat bagi dosen dalam menyiapkan pelaksanaan proses pembelajaran dan bagi jurusan dalam menyusun borang akreditasi. Mengingat pentingnya modul tersebut maka upaya telah dilakukan secara maksimal untuk menyusunnya sesuai dengan Standar Penulisan Bahan Ajar Berbentuk Modul bagi dosen Universitas Nusa Cendana. Namun mengingat terbatasnya waktu yang tersedia yang disertai dengan berbagai kesibukan lainnya maka berbagai kekurangan tetap tidak dapat dihindarkan. Untuk semakin menyempurnakan isi modul ke depan, kritik dan saran sangat diharapkan dari mahasiswa, rekan-rekan dosen, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Penyusunan modul dilakukan untuk matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman didasarkan atas pertimbangan bahwa matakuliah ini merupakan matakuliah inti dalam Kebijakan Perlindungan Tanaman iii

Bahan Ajar Mandiri

kurikulum berbasis kompetensi Jurusan Budidaya Fakultas Pertanian Undana. Matakuliah ini menggantikan matakuliah Pengendalian Hama Terpadu yang semula dimasukkan sebagai kurikulum inti, tetapi setelah mempertimbangkan bahwa matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman mempunyai cakupan yang lebih luas maka matakuliah Pengendalian Hama Terpadu digantikan dengan matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman dan SKS matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman yang pada kurikulum sebelumnya sebesar 2 SKS ditingkatkan menjadi 3 SKS. Dimasukkannya matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman sebagai kurikulum inti diharapkan dapat menyeimbangkan komponen teknis dengan komponen sosial dalam kurikulum berbasis kompetensi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Undana.

Pada akhirnya, terlepas dari berbagai kekurangan yang masih ada, semoga modul ini bermanfaat bagi mahasiswa dan pihak-pihak lain yang memerlukan. Semoga pula, dengan kritik dan saran yang diharapkan dari mahasiswa dan para pihak lainnya, modul ini dapat semakin disempurnakan ke depan.

Kupang, awal Desember 2010

PenulisMcClintcck, J. (2009) Response to Growth of Crops, Weeds, CO2 and Lies. Diakses pada 1 Desember 2010 dari: http://buythetruth.wordpress.com/2009/07/11/growth-of-crops-weeds-co2-and-lies/

Kebijakan Perlindungan Tanaman

iv

Bahan Ajar Mandiri

DAFTAR ISIHalaman LEMBAR PERNYATAAN i LEMBAR PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xii TINJAUAN MATAKULIAH xiii PETA KOMPETENSI xv MODUL 1 PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN 1 PENDAHULUAN 1 Pokok-pokok Isi dan Manfaat 1 Kompetensi Khusus 1 Indikator dan Petunjuk Belajar 2 KEGIATAN BELAJAR 1: PERMASALAHAN PERLINDUNGAN TANAMAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN 2 Uraian 2 Latihan 6 Rangkuman 6 KEGIATAN BELAJAR 2: PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENENTUKAN KEBIJAKAN 6 Uraian 6 Latihan 11 Rangkuman 11 PENUTUP 11 Tes Formatif 11 Kunci Jawaban dan Cara Menghitung Nilai Hasil Belajar 13 Tindak Lanjut 13 Glosarium 14 Daftar Pustaka 15 MODUL 2 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN MENGENAI PERLINDUNGAN TANAMAN DAN PESTISIDA 16 PENDAHULUAN 16 Pokok-pokok Isi dan Manfaat 16 Kompetensi Khusus 17 Indikator dan Petunjuk Belajar 17 KEGIATAN BELAJAR 1: PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN MENGENAI PERLINDUNGAN TANAMAN 18 Uraian 18 Latihan 21 Kebijakan Perlindungan Tanaman v

Bahan Ajar Mandiri

Rangkuman KEGIATAN BELAJAR 2: PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN MENGENAI PESTISIDA Uraian Latihan Rangkuman KEGIATAN BELAJAR 3: MENGKRITISI PERTAURAN PERUNDANG-UNDANGAN Uraian Latihan Rangkuman PENUTUP Tes Formatif Kunci Jawaban dan Cara Menghitung Nilai Hasil Belajar Tindak Lanjut Glosarium Daftar Pustaka MODUL 3 PENGENDALIAN HAMA TERPADU SEBAGAI SISTEM PERLINDUNGAN TANAMAN DI INDONESIA PENDAHULUAN Pokok-pokok Isi dan Manfaat Kompetensi Khusus Indikator dan Petunjuk Belajar KEGIATAN BELAJAR 1: LATAR BELAKANG, KONSEP, DAN HAKEKAT PHT Uraian Latihan Rangkuman KEGIATAN BELAJAR 2: PENGAMBILAN KEPUTUSAN, PENERAPAN, DAN PENGORGANISASIAN PHT Uraian Latihan Rangkuman KEGIATAN BELAJAR 3: KEBERHASILAN, KEKURANGAN, DAN PERKEMBANGAN PHT Uraian Latihan Rangkuman PENUTUP Tes Formatif Kunci Jawaban dan Cara Menghitung Nilai Hasil Belajar Tindak Lanjut Glosarium Daftar Pustaka MODUL 4 PARADIGMA PERLINDUNGAN PASCA-PHT: DARI PERLINDUNGAN TANAMAN MENJADI PERLINDUNGAN KEHIDUPAN SECARA LINTAS SEKTORAL PENDAHULUAN Kebijakan Perlindungan Tanaman

21 22 22 24 25 25 25 28 28 28 28 30 31 31 32 33 33 33 33 34 34 34 38 38 39 39 43 43 44 44 48 48 48 48 51 52 52 53

55 vi

Bahan Ajar Mandiri

Pokok-pokok Isi dan Manfaat Kompetensi Khusus Indikator dan Petunjuk Belajar KEGIATAN BELAJAR 1: SEKTOR PERLINDUNGAN DAN PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PHT Uraian Latihan Rangkuman KEGIATAN BELAJAR 2: PERUBAHAN PARADIGMA PERLINDUNGAN MENJADI LINTAS SEKTORAL Uraian Latihan Rangkuman PENUTUP Tes Formatif Kunci Jawaban dan Cara Menghitung Nilai Hasil Belajar Tindak Lanjut Glosarium Daftar Pustaka MODUL 5 PENGELOLAAN PROGRAM PERLINDUNGAN TANAMAN PENDAHULUAN Pokok-pokok Isi dan Manfaat Kompetensi Khusus Indikator dan Petunjuk Belajar KEGIATAN BELAJAR 1: TAHAP DAN DAUR PENGELOLAAN PROGRAM PERLINDUNGAN TANAMAN Uraian Latihan Rangkuman KEGIATAN BELAJAR 2: PENDEKATAN KERANGKA KERJA LOGIS DALAM PERANCANGAN PROGRAM PERLINDUNGAN TANAMAN Uraian Latihan Rangkuman KEGIATAN BELAJAR 3: PERANCANGAN PROGRAM PERLINDUNGAN TANAMAN DENGAN PENDEKATAN KERANGKA KERJA LOGIS Uraian Latihan Rangkuman PENUTUP Tes Formatif Kunci Jawaban dan Cara Menghitung Nilai Hasil Belajar Tindak Lanjut Glosarium Daftar Pustaka MODUL 6 TANTANGAN PERLINDUNGAN TANAMAN KE DEPAN Kebijakan Perlindungan Tanaman

55 55 56 56 56 61 61 61 61 66 67 67 67 60 70 70 71 72 72 72 73 73 73 73 77 77

78 78 83 83

84 84 88 88 89 89 92 92 92 94 vii

Bahan Ajar Mandiri

PENDAHULUAN Pokok-pokok Isi dan Manfaat Kompetensi Khusus Indikator dan Petunjuk Belajar KEGIATAN BELAJAR 1: PERUBAHAN KEBIJAKAN UNTUK MENGANTISIPASI PERMASALAHAN PERLINDUNGAN TANAMAN Uraian Latihan Rangkuman PENUTUP Tes Formatif Kunci Jawaban dan Cara Menghitung Nilai Hasil Belajar Tindak Lanjut Glosarium Daftar Pustaka

95 95 95 96

96 96 101 101 102 102 103 103 104 104

Kebijakan Perlindungan Tanaman

viii

Bahan Ajar Mandiri

DAFTAR TABELTabel Halaman 4.1. Definisi bahaya sebagaimana ditetapkan oleh lembaga/konvensi internasional yang menangani sektor yang bersangkutan 63 4.2. Standardisasi langkah-langkah penilaian risiko yang semula berbeda-beda antar kelembagaan/konvensi yang kerkaitan dengan kehidupan dan kesehatan mahluk hidup 64 4.3. Standardisasi langkah-langkah pengelolaan risiko yang semula berbedabeda antar kelembagaan/konvensi yang kerkaitan dengan kehidupan dan kesehatan mahluk hidup 65

Kebijakan Perlindungan Tanaman

ix

Bahan Ajar Mandiri

DAFTAR GAMBARTabel Halaman 1.1. Penggerek buah kakao: (a) Larva dan imago PBK, (b) Kerusakan yang ditimbulkan oleh, dan (c) Sarungisasi buah kakao yang direkomendasikan pemerintah sebagai tindakan perlindungan 3 1.2. Belalang kembara: (a) Gerombolan belalang kembara dan (b) Kerusakan yang ditimbulkan oleh belalang kembara, dan (c) Tindakan perlindungan tanaman yang dilakukan 4 1.3. Program jagungisasi: (a) Tanaman jagung yang dibudidayakan secara monokultur dan (b) Jagung yang disimpan dalam rumah bulat dirusakkan oleh kumbang bubuk 5 1.4. Gambar 1.4. Jeruk Keprok Soe: (a) Gejala CVPD, (b) Hasil uji PCR menunjukkan CVPD positif, dan (b) Tindakan perlindungan tanaman dengan mengoleskan bubur Kalifornia 6 1.5. Kebijakan perlindungan tanaman: (a) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan (b) Petugas pemerintah sedang melakukan pengambilan sampel untuk pemantauan OPT 8 2.1. Tindakan perlindungan tanaman: (a) Petugas karantina sedang melakukan pemeriksaan, (b) Penyemprotan insektisida untuk mengendalikan wereng cokelat, dan (d) Pembakaran untuk melakukan eradikasi 21 2.2. Ketentuan aplikasi pestisida dan residu pestisida: (a) Peralatan keamanan aplikasi pestisida baku, (b) Pemberian peringatan pada lahan setelah dilakukan aplikasi pestisida, dan (c) Laboratorium canggih untuk melakukan pengujian residu pestisida 24 2.3. Lalat puru Cecidochares connexa merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan kematian tumbuhan gulma kirinyu (Chromolaena odorata), apakah juga termasuk OPT? (a) Lalat dewasa, (b) puru dengan lubang keluar, dan (c) larva di dalam puru 26 3.1. Pestisida dan wereng cokelat: (a) Aplikasi pestisida secara terjadwal pada masa pra-PHT, (b) Nimfa dan imago wereng cokelat menggerombol pada pangkal rumpun padi, dan (c) tanaman padi mengering setelah diserang wereng cokelat. Gambar (c) adalah tanaman padi di persawahan PT Sanghyang Seri dan BB Padi Sukamandi yang juga tidak luput dari serangan OPT tersebut 36 3.2. Kegiatan SL-PHT: (a) Pengamatan agro-ekosistem pada SLPHT padi, (b) Pengenalan OPT dan musuh alami pada SL-PHT kakao, dan (c) Pengamatan agro-ekosistem pada SL-PHT kedelai 41 3.3. Melalui SL-PHT petani berdiskusi, membuat percobaan, dan belajar rumitnya interaksi antara OPT dengan musuh alaminya: (a) Kegiatan berdiskusi serta melakukan percobaan dan pengamatan dan (b) Gambar yang dibuat petani mengenai interaksi antara musuh alami dan OPT 46 3.4. Penggunaan dan subsidi pestisida kimiawi di Indonesia, benarkah berkurang hanya karena PHT? (a) Penggunaan pestisida dan produksi beras dan (b) Nilai subisi pestisida dalam USD 46 4.1. Komponen tatakelola pemerintahan yang baik (good governance) 59 5.1. Daur pengelolaan program terdiri atas langkah-langkah penilaian (assessment), perancangan dan pelaksanaan (design and implementation), pemantauan (monitoring), evaluasi (evaluation), perenungan (reflection), 74 Kebijakan Perlindungan Tanaman x

Bahan Ajar Mandiri

dan pengalihan (transition) 5.2. Contoh pohon masalah yang digunakan sebagai metode untuk melaksanakan analisis masalah 5.3. Contoh pohon tujuan yang digunakan sebagai metode untuk melaksanakan analisis tujuan 6.1. Pertumbuhan penduduk dunia yang menunjukkan kecenderungan eksponensial 6.2. Anomali suhu udara permukaan bumi sejak 1850 sampai 2006 terhadap rerata suhu antara 1961 sampai 1990 (garis merah, disertai dengan kisaran galat 5-95%) berikut variasi sepuluh tahunannya (kurva biru) 6.3. Kecenderungan linier suhu tahunan: (a) 1901-2005 (oC per abad) berdasarkan data selama 66 tahun dan (b) 1979-2005 (oC per dasawarsa) berdasarkan data selama 18 tahun. Nilai tahunan diperoleh bila terdapat nilai anomali suhu valid selama 10 bulan. Kawasan berwana abu-abu menunjukkan tidak tersedia cukup data untuk menghitung kecenderungan 6.4. Hari pertama munculnya imago Diaphorina citri pada tahun pertama menurut hasil simulasi (tahun dimulai 1 Juli) dampak pemanasan global terhadap pemencaran OPT tersebut ke Australia: (a) tahun 1990, (b) Tahun 2030, dan (c) tahun (2070). Biru menyatakan sebelum 20 Juli dan bergerak ke arah merah yang menyatakan setelah 1 Desember 6.5. Ketahanan hayati di batas negara: (a) Pemeriksaan oleh petugas karantina Indonesia, (b) Pemeriksaan dengan bantuan anjing oleh petugas karantina Selandia Baru, dan (c) Pemeriksaan dengan bantuan anjing oleh petugas karantina Australia

80 82 97

98

98

99

99

Kebijakan Perlindungan Tanaman

xi

Bahan Ajar Mandiri

DAFTAR LAMPIRANTabel Halaman 1. Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester Matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman 106 2. Kunci jawaban tes formatif modul matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman 109

Kebijakan Perlindungan Tanaman

xii

Bahan Ajar Mandiri

TINJAUAN MATAKULIAH

Nama Matakuliah SKS Semester

: Kebijakan Perlindungan Tanaman : 3 (2-1) : Genap

1. Pokok-pokok Materi Modul Modul matakuliah Kabijakan Perlindungan Tanaman ini terdiri atas enam bagian yang masing-masing dibagi menjadi sejumlah kegiatan belajar sebagai berikut:Modul Permasalahan dan Kebijakan Perlindungan Tanaman Kegiatan Belajar Permasalahan Perlindungan Tanaman dan Dampak yang Ditimbulkan Pengertian, Ruang Lingkup, dan FaktorFaktor yang Dapat Menentukan Kebijakan Pokok-pokok Materi Contoh-contoh permasalahan perlindungan tanaman di Indonesia dan NTT serta dampak yang ditimbulkan Pengertian perlindungan tanaman, organisme pengganggu tumbuhan, kebijakan, dan kebijaksanaan, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta ruang lingkup kebijakan perlindungan tanaman Uraian singkat UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Perlindungan Tanaman, UU No. 12 Tahun 1992 tentang Karantina Ikan, Hewan, dan Tumbuhan, PP No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan PP No. 16 Tahun 2004 tentang Karantina Tumbuhan Uraian singkat PP No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida dan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian ??????????????????/????????????????????????????????????/??????????????????/????????????????????????/???????????????????????? Nomor: ??????????????????/????????????????????????/????????????.??????????????????/??????/???????????? tentang Batas

Peraturan Peraturan PerundangPerundangundangan Mengenai undangan Mengenai Perlindungan Tanaman Perlindungan Tanaman dan Pestisida Peraturan Perundangundangan Mengenai Pestisida

Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian Mengkritisi Pertauran Kritik terhadap ketidak konsistenan isi Perundang-undangan peraturan perundang-undangan satu dengan yang lain dan dengan teori dalam bidang perlindungan tanaman Pengendalian Hama Latar Belakang, Konsep, Sejarah penerapan PHT di Indonesia, konsep Terpadu Sebagai dan Hakekat PHT PHT, dan hakekat PHT Sistem Pengambilan Keputusan, PHT sebagai instrumen pengambilan keputusan Perlindungan Penerapan, dan perlindungan tanaman dan penerapan Tanaman di Pengorganisasian PHT Indonesia Keberhasilan, Uraian mengenai keberhasilan dan kekurangan Kekurangan, dan PHT serta perkembangan penerapan PHT di

Kebijakan Perlindungan Tanaman

xiii

Bahan Ajar Mandiri

Modul

Kegiatan Belajar Perkembangan PHT Paradigma Sektor Perlindungan dan Perlindungan Pasca- Pemangku Kepentingan PHT: Dari Dalam PHT Perlindungan Perubahan Paradigma Tanaman Menjadi Perlindungan Menjadi Perlindungan Lintas Sektoral Kehidupan Secara Lintas Sektoral Pengelolaan Tahap dan Daur Program Pengelolaan Program Perlindungan Perlindungan Tanaman Tanaman

Pokok-pokok Materi Indonesia dan negara-negara lain Sektor Penerapan PHT dan pemangku kepentingan yang terkait dengan PHT pada berbagai sektor pembangunan Ketahanan hayati (biosecurity) sebagai konsep yang memadukan berbagai sektor yang terkait dengan perlindungan melalui risiko yang ditimbulkan oleh organisme pengganggu Pengelolaan program atau proyek perlindungan tanaman melalui tahap-tahap penilaian, perancangan dan pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, perenungan, dan pengalihan yang dilaksanakan berturut-turut dalam urutan melingkar sehingga membentuk daur pengelolaan Pengertian pendekatan kerangka kerja logis dan tahap-tahap penerapannya untuk meancang program atau proyek perlindungan tanaman Merancang program atau proyek perlindungan tanaman dengan menggunakan pendekatan kerangka kerja logis dan mengisi matriks kerangka kerja logis Berbagai tantangan yang akan dihadapi oleh perlindungan tanaman dan perubahan kebijakan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan tersebut

Pendekatan Kerangka Kerja Logis dalam Perancangan Program Perlindungan Tanaman Perancangan Program Perlindungan Tanaman dengan Pendekatan Kerangka Kerja Logis Tantangan Perubahan Kebijakan Perlindungan untuk Mengantisipasi Tanaman Ke Depan Permasalahan Perlindungan Tanaman

2. Manfaat Modul Modul matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk melaksanakan proses pembelajaran mandiri dalam mengikuti pendidikan dengan kurikulum berbasis kompetensi, mempermudah tim dosen untuk menyajikan materi pembelajaran dalam hal konsistensi antar anggota tim dosen pengasuh matakuliah dan antar kelas-kelas paralel, dan membantu pimpinan jurusan dalam mengelola proses pembelajaran di jurusan. Modul ini juga diharapkan bermanfaat bagi para pihak lain yang berkepentingan dengan kebijakan perlindungan tanaman.

3. Tujuan/Kompetensi Umum Pembelajaran Setelah menyelesaikan perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu menumbuhkan pemahaman dan kemampuan melakukan analisis dan sintesis terhadap: 1) Permasalahan perlindungan tanaman dan kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam bidang perlindungan tanaman berikut paradigma yang melandasinya. Kebijakan Perlindungan Tanaman xiv

Bahan Ajar Mandiri

2) Berbagai produk perundang-undangan yang telah ditetapkan sebagai landasan hukum pengambilan kebijakan perlindungan tanaman. 3) Berbagai faktor yang menentukan pengambilan kebijakan perlindungan tanaman dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan. 4) Tanggung jawab para pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan perlindungan tanaman. 5) Perubahan permasalahan perlindungan tanaman yang terjadi di masa depan seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi secara global.

4. Petunjuk Umum Cara Mempelajari Modul Materi matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman disajikan dalam enam modul, mulai dari Modul 1 sampai Modul 6 sebagai sudah dijelaskan pada Pokok-pokok Materi Modul. Modul-modul tersebut perlu dipelajari secara berurutan dengan menuntaskan seluruh kegiatan belajar yang terdapat dalam satu modul sebelum melanjutkan ke modul berikutnya. Untuk mempelajari materi setiap modul, mahasiswa diharapkan terlebih dahulu bagian pendahuluan untuk memperoleh gambaran mengenai isi modul dan kompetensi khusus yang diharapkan dan kemudian dilanjutkan dengan membaca secara kritis uraian, mengerjakan latihan, dan memahami rangkuman yang diberikan pada setiap kegiatan belajar, sebelum diakhiri dengan mengerjakan tes formatif pada bagian akhir setiap modul. Tergantung pada hasil tes formatif, mahasiswa dapat melanjutkan mempelajari modul selanjutnya atau kembali harus memperdalam modul yang bersangkutan bila tes formatif menunjukkan hasil belum cukup atau gagal. Untuk memperdalam dan memperluas wawasan pemahaman, mahasiswa diharapkan membaca glosarium serta mencari dan membaca pustaka yang diberikan pada bagian penutup setiap modul

Kebijakan Perlindungan Tanaman

xv

Bahan Ajar Mandiri

PETA KONSEP

PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN

PENGENDALIAN HAMA TERPADU

PERMASALAHAN PERLINDUNGAN TANAMAN

PENGELOLAAN PROGRAM PERLINDUNGAN TANAMAN

KETAHANAN HAYATI

TANTANGAN KE DEPAN

Kebijakan Perlindungan Tanaman

xvi

Bahan Ajar Mandiri

MODUL 1 PERMASALAHAN DAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TANAMAN

PENDAHULUAN

Pokok-pokok Isi dan Manfaat Sebagaimana telah dipelajari dalam matakuliah Dasar-dasar Perlindungan tanaman dan matakuliah lainnya dalam bidang perlindungan tanaman, tanaman menghadapi gangguan oleh berbagai jenis organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang bila tidak diberikan perhatian secara semestinya akan menimbulkan kerugian dan berbagai permasalahan lainnya. Pokok bahasan mengenai permasalahan dan kebijakan perlindungan tanaman ini dikemas dalam dua kegiatan belajar yang saling berkaitan: 1) Permasalahan perlindungan tanaman dan dampak yang ditimbulkan, menguraikan berbagai permasalahan perlindungan tanaman dengan contoh-contoh yang relevan dengan keadaan di Provinsi NTT dan Indonesia. 2) Pengertian, ruang lingkup, dan faktor-faktor yang menentukan kebijakan, menguraikan pengertian kebijakan, ruang lingkup kebijakan perlindungan tanaman, dan faktor-faktor yang menentukan pengambilan kebijakan perlindungan tanaman. Modul ini merupakan modul yang menjadi dasar untuk memahami modul-modul selanjutnya bahwa untuk memahami perlindungan tanaman secara utuh dibutuhkan bukan semata-mata ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga kebijakan yang tepat yang harus diambil oleh pemerintah.

Kompetensi Khusus Setelah mempelajari kedua kegiatan belajar yang menjadi bagian dari modul ini mahasiswa diharapkan mampu: 1) Mengidentifikasi berbagai permasalahan perlindungan tanaman yang dihadapi di lapangan 2) Memahami pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan kebijakan perlindungan tanaman 3) Menguraikan ruang lingkup kebijakan perlindungan tanaman

Kebijakan Perlindungan Tanaman

1

Bahan Ajar Mandiri

Indikator dan Petunjuk Belajar Keberhasilan mempelajari modul ini diukur berdasarkan keberhasilan memahami permasalahan secara utuh dari contoh-contoh yang diberikan. Untuk mempelajari modul ini, uraian pada setiap pokok bahasan perlu dibaca secara kritis dengan menyimak inti dari setiap alinea dan membandingkan satu contoh dengan contoh lainnya untuk kemudian menentukan topik permasalahannya atau konsep yang dimuat. Setiap kegiatan belajar memerlukan waktu 100 menit sehingga untuk mempelajari modul ini diperlukan waktu 200 menit.

KEGIATAN BELAJAR 1: PERMASALAHAN PERLINDUNGAN TANAMAN DAN DAMPAK YANG DITIMBULKAN

Uraian Penggerek buah kakao (Conopomorpha chamerella), biasa disingkat menjadi PBK, merupakan OPT paling penting pada budidaya kakao. Imago C. cramerela meletakkan telur pada buah muda dan kemudian larva yangbaru menetas segera menggerek masuk ke dalam buah untuk memakan daging yang menyelaputi biji sehingga menyebabkan biji menjadi rusak dan sulit dilepaskan dari dalam buah dan dipisahkan satu sama lain. Untuk melindungi buah kakao, pemerintah pusat mengeluarkan rekomendasi pengendalian secara mekanik dengan cara membungkus buah muda menggunakan kantong plastik (lazim disebut sarungisasi). Rekomendasi yang didasarkan atas hasil penelitian pada perkebunan yang membudidayakan kakao secara intensif di dataran rendah ternyata sulit dapat diterapkan pada perkebunan rakyat, yang pada umumnya membudidayakan kakao dalam areal terbatas di lereng-lereng bukit secara ekstensif tanpa pemangkasan pohon. Petani tidak mampu untuk menerapkannya terutama karena secara teknis sulit dilakukan (harus memanjat pohon dengan risiko terjatuh di lereng yang terjal dan harus menempuh perjalanan jauh ke kota untuk membeli kantong plastik) dan secara secara budaya memerlukan biaya tinggi (untuk memangkas pohon harus didahului dengan upacara adat).

Kebijakan Perlindungan Tanaman

2

Bahan Ajar Mandiri

(a) (b) Gambar 1.1. Penggerek buah kakao: (a) Larva dan imago PBK, (b) Kerusakan yang ditimbulkan oleh, dan (c) Sarungisasi buah kakao yang direkomendasikan pemerintah sebagai tindakan perlindungan. Sumber: Foto (a) dan (c) dari situs Kementerian Pertanian (http://database.deptan.go.id/ditlinbun/WebPages/InfoPerlinbun/hama_ kakao.htm) Belalang kembara (Locusta migratoria) merupakan OPT yang secara rutin menghancurkan tanaman pangan, khususnya jagung dan padi, di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Belalang biasanya akan menjadi eksplosif ketika terjadi musim hujan dengan curah hujan yang tinggi yang pada tahun-tahun sebelumnya terjadi musim kemarau yang kering. Pada musim hujan, nimfa berkembang pesat di padang rumput yang banyak terdspat di wilayah Provinsi NTT. Nimfa dan imago yang mula-mula berkembang di padang rumput tersebut kemudian secara bergerombol dalam jumlah yang sangat besar akan membinasakan tanaman dalam waktu singkat. Oleh karena itu, eksplosi belalang kembara hampir selalu diikuti dengan terjadinya rawan pangan. Untuk mengatasi masalah ini, sampai tahun 1990-an pemerintah kabupaten selalu melakukan pengendalian dengan insektisida kimiawi dan bahkan meminta agar pemerintah provinsi atau pemerintah pusat melakukan penyemprotan insektisida kimiawi dengan menggunakan pesawat terbang. Padalah jauh sebelumnya, yaitu sejak tahun 1980-an, pemerintah pusat telah menetapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sebagai sistem perlindungan tanaman. Dengan PHT, pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan pestisida hanya dibenarkan sebagai pilihan terakhir. Pengendalian belalang kimia secara hayati baru dilakukan sejak 2008 dengan dukungan teknis dan pendanaan dari FAO.

Kebijakan Perlindungan Tanaman

3

Bahan Ajar Mandiri

(a) (b) (c) Gambar 1.2. Belalang kembara: (a) Gerombolan belalang kembara dan (b) Kerusakan yang ditimbulkan oleh belalang kembara, dan (c) Tindakan perlindungan tanaman yang dilakukan Jagung merupakan tanaman pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Provinsi NTT. Untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan pokok tersebut, penduduk pada umumnya membudidayakan jagung secara tradisional dengan menggunakan sistem perladangan tebas bakar (shifting cultivation) sekali dalam setahun pada musim hujan. Jagung yang dibudidayakan pada umumnya adalah jagung lokal secara campuran dengan berbagai jenis tanaman pangan lain, palawija, dan sayuran. Selain karena jagung lokal produksinya memang rendah, budidaya dalam pola campuran membuat produksi bahkan semakin rendah lagi. Bukan hanya itu, jagung untuk kebutuhan pangan selama satu tahun disimpan secara sangat sederhana sehingga sangat mudah dirusakkan oleh kumbang bubuk (terutama Sitophilus spp.). Di Timor Barat misalnya, bila tidak dilakukan pengasapan selama tiga bulan pertama sejak panen, kehilangan hasil oleh kumbang bubuk dapat mencapai 40%. Untuk mengatasi produksi jagung yang rendah tersebut, pemerintah Provinsi NTT menggulirkan program intensifikasi jangung yang dinenal dengan istilah jagungisasi. Melalui program tersebut, pemerintah mengintroduksi jagung hibrida dan jagung komposit unggul untuk menggantikan jagung lokal. Padahal jagung hibrida dan jagung komposit unggul lebih disukai oleh kumbang bubuk. Bila selama tiga bulan pertama setelah panen tidak dilakukan pengasapan maka kehilangan hasil dapat mencapai 60%. Sementara itu, perbaikan teknologi penyimpanan tidak dilakukan sampai kemudian pada 2008 Bank Dunia memperkenalkan penyimpanan secara kedap udara dalam drum dan jerigen plastik.

Kebijakan Perlindungan Tanaman

4

Bahan Ajar Mandiri

Gambar 1.3. Program jagungisasi: (a) Tanaman jagung yang dibudidayakan secara monokultur dan (b) Jagung yang disimpan dalam rumah bulat dirusakkan oleh kumbang bubuk Jeruk keprok merupakan tanaman buah-buahan unggulan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Karena merupakan tanaman unggulan maka kemudian ditetapkan sebagai varietas unggul nasional dengan nama Jeruk Keprok Soe (JKS). Sebelum ditetapkan sebagai varietas unggul nasional, berbagai proyek telah dilaksanakan untuk meningkatkan luas tanam dan membudidayakan JKS secara lebih intensif. JKS yang secara tradisional dibudidayakan dengan menanam anakan asal biji sebagai tanaman pekarangan bercampur dengan berbagai tanaman lain kemudian diubah menjadi ditanam dari bibit okulasi secara monokultur dalam areal di luar lahan pekarangan. Penanaman secara intensif dan dalam areal yang luas sebenarnya sangat berpotensi menimbulkan terjadinya eksplosi OPT. Pada tanaman jeruk keprok, OPT yang paling merusak adalah penyakit CVPD yang disebabkan oleh bakteri yang di Asia adalah Candidatus Liberibacter asiaticus. Penyakit ini di luar negeri sebelumnya disebut greening dan sekarang disebut huanglongbing (pucuk menguning, disingkat HLB). Pada 2003, peneliti dari Balai Penerapan Teknologi Pertanian Naibonat telah menemukan penyakit ini pada JKS. Temuan tersebut diperkuat kembali oleh Kantor Karantina Kelas I Kupang pada 2007 dan kemudian oleh Mudita & Natonis pada 2009. Tetapi pemerintah Kabupaten TTS sampai saat ini membantah bahwa JKS telah tertular CVPD dan mengatakan peneliti yang menemukan CVPD pada JKS sebagai peneliti yang tidak berkompeten. Menurut pemerintah Kabupaten TTS, penyakit yang diderita oleh JKS hanyalah penyakit diplodia basah dan diplodia kering dan merekomendasikan penggunaan bubur Kalifornia, yaitu campuran yang dibuat dari bahan belerang dan kapur yang dipanaskan dalam air, sebagai tindakan perlindungan tanaman.

Kebijakan Perlindungan Tanaman

5

Bahan Ajar Mandiri

(a) (b) (c) Gambar 1.4. Jeruk Keprok Soe: (a) Gejala CVPD, (b) Hasil uji PCR menunjukkan CVPD positif, dan (b) Tindakan perlindungan tanaman dengan mengoleskan bubur Kalifornia Latihan Setiap contoh yang terdapat dalam uraian memuat satu atau beberapa topik permasalahan. Buatlah tabel yang terdiri atas dua kolom, kolom pertama memuat contoh dan kolom kedua memuat topik permasalahan. Bandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil yang diperoleh mahasiswa lain.

Rangkuman Permasalahan perlindungan tanaman terjadi karena tersedia tiga komponen yang mendukung perkembangan OPT, yaitu OPT itu sendiri, tanaman yang rentan, dan faktor lingkungan yang mendukung. Ketika berbicara mengenai faktor lingkungan yang mendukung, perhatian diberikan hanya pada faktor lingkungan fisik. Faktor lingkungan sosial-ekonomi dan sosial-budaya pada umumnya kurang diperhatikan. Di kedua faktor terakhir tersebut, kebijakan pemerintah selalu diasumsikan dengan sendirinya benar, padahal tidak selalu demikian.

KEGIATAN BELAJAR 2: PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENENTUKAN KEBIJAKAN

Uraian Quite often, there are ill-informed reports that pesticides pose a risk to human/animal health and the environment. This confuses farmers and affects their ability to take informed decisions. The absence of a policy confounds the confusion. Kebijakan Perlindungan Tanaman 6

Bahan Ajar Mandiri

Kutipan ini diambil dari berita Business Lines (2007) yang mengabarkan kebingungan petani India karena di negara tersebut belum ada kebijakan (policy) mengenai pestisida. Lalu, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kebijakan itu? Clearly, the current set-up is far from delivering what the Indian agriculture expects from the crop protection sector to meet the challenges ahead. A complete overhaul is the need of the hour. The Government must begin the process by announcing a long-term and stable policy; the amendments to the Insecticides Act should follow. The focus of these should primarily be to (i) grant registration only to applicants submitting complete studies on "safety" and "efficacy", and (ii) make adoption of good manufacturing practices mandatory for all units.

Kutipan di atas merupakan lanjutan dari berita Business Lines (2007). Menurut berita ini, pemerintah perlu melakukan sesuatu untuk mengatasi kebingungan petani. Kebijakan menurut berita ini merupakan sesuatu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dapat dijadikan arahan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk petani, dalam mengambil tindakan yang tepat terhadap permasalahan perlindungan tanaman. Mengenai permasalahan pestisida di India, pemerintah diharapkan mengambil kebijakan yang dimulai dengan (a) memberikan ijin pendaftaran hanya kepada pestisida perusahan yang telah melakukan studi menyeluruh mengenai keamanan dan efikasi produk yang didaftarkannya dan (b) mengharuskan semua perusahaan pestisida menerapkan praktik fabrikasi pestisida yang baik (good manufactoring practices).

Kebijakan (policy) berbeda dengan kebijaksanaan (wisdom). Kebijakan diberlakukan sama kepada semua pihak, kebijaksanaan diberikan kepada suatu pihak dengan pertimbangan khusus mengenai keadaan pihak tersebut. Misalnya, petani yang kesulitan mengembalikan kredit usahatani karena mengalami gagal panen akibat banjir diberikan kebijaksanaan menunda waktu pengembalian kreditnya. Kebijaksanaan ini tidak berlaku bagi petani yang tidak mengalami gagal panen di desa yang sama sekalipun. Kebijaksanaan dibuat karena situasi khusus, kebijakan dalam keadaan situasi normal. Di Indonesia yang menganut sistem hukum kontinental, kebijakan dirumuskan dan/atau didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Misalnya, Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan dasar seluruh bagi seluruh kebijakan perlindungan tanaman Kebijakan Perlindungan Tanaman 7

Bahan Ajar Mandiri

di Indonesia karena Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman telah mengatur bahwa PHT merupakan sistem perlindungan tanaman di Indonesia. Demikian juga dengan kewajiban pemerintah untuk ikut melakukan tindakan perlindungan tanaman bila terjadi eksplosi OPT sebagaimana telah diatur dengan UU yang sama.

(a) (b) Gambar 1.5. Kebijakan perlindungan tanaman: (a) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan (b) Petugas pemerintah sedang melakukan pengambilan sampel untuk pemantauan OPT Kebijakan perlindungan tanaman diperlukan karena berbagai alasan, di antaranya: 1) OPT menimbulkan kerugian dalam areal yang luas terhadap banyak petani. Cakupan areal yang luas dan jumlah penduduk yang banyak memerlukan penanggulangan secara sistematis dan terkoordinasi agar tidak terjadi kekacaoan. Penanggulangan secara sistematis dan terkoordinasi memerlukan pengaturan. 2) Kegiatan perlindungan yang dilakukan oleh seorang petani dapat menimbulkan dampak yang merugikan petani lain. Kerugian petani lain dapat terjadi karena perpindahan OPT, dampak negatif kegiatan perlintan, dsb., sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Kebijakan diperlukan untuk mengatur agar tidak terjadi pihak-pihak yang dirugikan akibat dilakukannya suatu tindakan perlintan. 3) Tindakan perlindungan tanaman dapat menimbulkan dampak yang justeru menimbulkan masalah baru. Penggunaan pestisida dapat menimbulkan resistensi OPT, resurgensi OPT, dan ledakan OPT sekunder sehingga terjadi masalah OPT baru. Penggunaan pestisida perlu diatur agar potensi terjadinya masalah baru dapat diminalisasi 4) Tindakan perlindungan tanaman dapat membahayakan kesehatan dan isu bahaya kesehatan dapat menimbulkan kerugian ekonomis yang luas. Pestisida Kebijakan Perlindungan Tanaman 8

Bahan Ajar Mandiri

menimbulkan residu pada hasil tanaman yang jika dikonsumsi dapat menimbulkan gangguan kesehatan akut. Adanya residu pada hasil pertanian dapat digunakan oleh negara lain untuk menolak masuknya produk pertanian ke negara yang bersangkutan sehingga terjadi kesulitan pemasaran hasil. 5) Tindakan perlindungan tanaman dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Drift pestisida dapat memasuki badan perairan dan tanah, masuk ke dalam rantai makanan dan menimbulkan pembengkakan biologis yang mematikan bagi organisme pada tingkat trofik tinggi (karnivora). Residu pestisida di alam dapat mengganggu berbagai proses ekosistem sehingga terjadi dampak kumulatif yang sulit dapat diprediksi.

Pada hakekatnya, kebijakan diperlukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman. Kebijakan dapat dibuat secara lokal melalui musyawarah masyarakat atau secara regional dan nasional melalui pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah. Pengambilan kebijakan diperlukan agar perlindungan tanaman dapat dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan sehingga hasil yang diperoleh sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan dan untuk mencegah terjadinya berbagai dampak negatif. Kesinambungan diperlukan agar efektivitas pengendalian benar-benar dapat dicapai. Pengambilan kebijakan merupakan tugas pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah kepada rakyat. Pemerintah yang telah dibiayai melalui pajak oleh masyarakat berkewajiban melayani masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang timbul, termasuk permasalahan OPT. Kebijakan perlintan dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang diberikan kewenangan dan tanggung jawab di bidang perlintan (direktorat perlintan pada ditjen pertanian tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan pada Deptan).

Perumusan kebijakan perlindungan tanaman di suatu negara dipengaruhi oleh beragam faktor. 1) Terjadinya eksplosi OPT yang berskala luas dan sangat merugikan secara nasional. Misalnya, PHT ditetapkan sebagai dasar kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia setelah sebelumnya penggunaan pestisida secara besar-besaran ternyata menimbulkan resistensi dan resistensi OPT sasaran dan eksplosi OPT sekunder.

Kebijakan Perlindungan Tanaman

9

Bahan Ajar Mandiri

2) Kesadaran lingkungan global yang semakin meningkat, terutama di negara-negara maju. Sejak buku The Silent Spring tulisan Rachel Carson beredar luas, kesadaran akan bahaya pestisida terus meningkat. Kesadaran mengenai bahaya pestisida tersebut semakin memperoleh momentum seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan di berbagai negara maju. 3) Globalisasi dan pasar bebas yang memungkinkan OPT dengan mudah menyebar seiring dengan meningkatnya perpindahan barang dan orang. Gobalisasi memungkinkan OPT berpindah melewati rintangan alam yang sebelumnya menjadi batas-batas sebaran geografiknya. Pasar bebas memungkinkan lebih banyak barang berpindah antar negara dan seiring dengan perpindahan barang tersebut juga terjadi pemencaran OPT yang menyebar dengan perantaraan barang. 4) Perubahan iklim berupa meningkatnya suhu permukaan bumi sebagai akibat dari meningkatnya kandungan gas-gas karbon dan belerang di udara. Meningkatnya suhu memungkinkan OPT yang sebaram geografiknya semula terbatas di kawasan tropika memencar ke kawasan sub-tropika dan yang semula hanya di dataran rendah memencar ke dataran tinggi. 5) Perubahan sistem politik dan pemerintahan, yang memungkinkan masyarakat menjadi lebih berani menyampaikan keluhan mengenai OPT secara lebih terbuka dan pemerintah daerah mempunyai kewenangan otonom untuk merumuskan kebijakan perlindungan tanamannya sendiri.

Kebijakan perlindungan tanaman mempunyai ruang lingkup yang luas. Sebagai dasar, melalui matakuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman akan dibahas aspek-aspek kebijakan perlindungan tanaman sebagai berikut: 1) Pengertian kebijakan perlindungan tanaman, faktor, faktor yang mempengaruhi, dan tantangan yang dihadapi ke depan (Modul 1 dan Modul 6) 2) Peraturan perundang-undangan sebagai dasar pengambilan kebijakan perlindungan tanaman (Modul 2) 3) PHT sebagai dasar seluruh kebijakan perlindungan tanaman di Indonesia (Modul 3) 4) Perkembangan PHT dan munculnya ketahanan hayati (biosecurity) sebagai paradigma perlindungan lintas sektoral (Modul 4) 5) Pengelolaan program perlindungan tanaman (Modul 5)

Kebijakan Perlindungan Tanaman

10

Bahan Ajar Mandiri

Ruang lingkup kebijakan perlindungan tanaman tersebut di atas masing-masing dibahas dengan menggunakan berbagai aspek dan sudut pandang kebijakan secara terpadu.

Latihan Carilah definisi kebijakan dan kebijaksanaan (antara lain dengan mengunjungi situs Wikipedia Indonesia). Kutiplah definisi yang diperoleh dan bandingkan dengan isi uraian pada kegiatan belajar ini.

Rangkuman Kebijakan merupakan sesuatu yang ditetapkan untuk dapat dijadikan arahan oleh para pemangku kepentingan, termasuk petani, dalam mengambil tindakan yang tepat terhadap permasalahan perlindungan tanaman. Kebijakan diperlukan agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman. Kebijakan dapat dibuat secara lokal melalui musyawarah masyarakat atau secara reginal dan nasional melalui pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah. Kebijakan perlindungan tanaman yang dirumuskan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang perlu dipahami oleh pihak yang merumuskan, pihak yang melaksanakan kebijakan, maupun oleh pihak yang menerima berbagai konsekuensi atas pelaksanaan kebijakan tersebut.

PENUTUP

Tes Formatif 1) Manakah permasalahan perlindungan tanaman yang terjadi karena pembuat kebijakan di daerah kurang memahami kebijakan nasional? (a) Kumbang bubuk (d) Jagungisasi (b) Belalang kembara (e) Penggerek buah kakao (c) CVPD

2) Mengapa sarungisasi buah kakao sulit dapat diterapkan pada perkebunan rakyat? (a) Kendala budaya (d) Kendala sosial (b) Kendala teknis (e) a sampai d benar (c) Kendala ekonomi

3) Permasalahan yang lebih rumit dapat terjadi manakala permasalahan perlindungan tanaman sebagai akar permasalahan justeru tidak disadari. Manakah dari permalahana berikut yang sesuai dengan pernyataan tersebut? Kebijakan Perlindungan Tanaman 11

Bahan Ajar Mandiri

(a) Ketahanan pangan (d) Kerugian usahatani

(b) Kamanan tanaman (e) a sampai d benar

(c) Kehilangan hasil

4) Jagungisasi merupakan program pemerintah Provinsi NTT yang dimaksudkan untuk: (a) Mengendalikan kumbang bubuk (d) Meningkatkan pendapatan petani 5) Semua permaslahan perlindungan tanaman yang disajikan dalam uraian terjadi karena: (a) Rekomendasi pengendalian salah (b) Petani tidak melakukan rekomendasi (d) Lingkungan fisik mendukung perkembangan OPT 6) Di antara pernyataan-pernyataan berikut ini, manakah yang merupakan kebijakan? a) Pemerintah kabupaten menolak mengakui keberadaan OPT agar dapat terus menjual bibit ke luar daerah. b) Pemerintah memberikan kelonggaran kepada perusahaan tertentu untuk memasukkan bibit. c) Pemerintah provinsi menetapkan peraturan daerah yang mengharuskan dilakukan pengawasan benih dilakukan dengan ketat. d) Pemerintah mencabut ijin perusahaan penangkar benih tertentu karena menolak menjual benih dengan harga murah kepada anak pejabat e) Pemerintah menginstruksikan agar petani membeli benih hanya dari perusahaan tertentu. 7) Dalam hal apakah kebijakan berbeda dari kebijaksanaan? (a) Keadaan memaksa (d) Keadaan darurat (b) Keperluan khusus (e) Keadaan bencana (c) Keadaan normal (e) Usahatani dilakukan secara monokultur (c) Kebijakan pemerintah kurang tepat (b) Mengatasi rawan pangan (e) a sampai d benar (c) Meningkatkan produksi jagung

8) Kebijakan perlindungan tanaman perlu dirumuskan, kecuali: a) OPT merugikan banyak petani dalam wilayah yang luas.

Kebijakan Perlindungan Tanaman

12

Bahan Ajar Mandiri

b) Tindakan perlindungan tanaman oleh seorang petani akan menguntungkan petani lain. c) Tindakan perlindungan tanaman dapat menimbulkan dampak yang berpotensi menyebabkan masalah baru d) Tindakan perlindungan tanaman dapat membahayakan kesehatan. e) Tindakan perlindungan tanaman dapat menyebabkan biomagnifikasi. 9) Kabijakan perlindungan tanaman pada hakekatnya dimaksudkan untuk melindungi: (a) Kepentingan publik (b) Kepentingan petani saja (d) Kepentingan pihak tertentu (e) Kepentingan pemerintah (c) Kepentingan konsumen saja

10) Manakah di antara faktor-faktor berikut yang paling kurang mempengaruhi kebijakan perlindungan tanaman? (a) Eksplosi OPT berskala (b) Globalisasi luas (d) Kesadaran lingkungan (e) Alat mulut serangga (c) Pasar bebas

Kunci Jawaban dan Cara Menghitung Nilai Hasil Belajar Usahakan terlebih dahulu menjawab setiap pertanyaan sendiri dan kemudian cocokkan hasilnya dengan kunci jawaban. Kunci jawaban diberikan pada Lampiran 2. Untuk menghitung nilai hasil belajar, setiap pertanyaan yang dijawab dengan benar diberikan nilai 10. Nilai hasil belajar dihitung dengan menjumlahkan nilai jawaban dari seluruh pertanyaan dan kemudian mengkategorikan nilai yang diperoleh sebagai berikut: >80 70-