miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · web viewsemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar...

31
BAB II BIOGRAFI A. Biografi dan Perjalanan Intelektual K.H.M. Hasyim Asy’ari K.H.M. Hasyim Asy’ari lahir di desa Nggedang sekitar dua kilometer sebelah timur Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa Kliwon, tanggal 24 Dzulhijjah 1287 H atau bertepatan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim (Pangeran Benawa) bin Abdul Rahman (Jaka Tingkir, Sultan Hadiwijaya) bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Maulana Ishak dari Raden Ain al-Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri. 1 1 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim fîmâ yahtâj ilaih al-muta’allim fî Akhwâl ta’allumih wa mâ yatawaqqaf ‘alaih al-mu’allim fî maqâmât ta’lîmih, ed. Muhamad Isham Hadziq (Jombang: Turâts al-Islâmiy, 1415), 3; A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia (Yogyakarta: Kutub, 2008), 210; Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 152. 13

Upload: haque

Post on 12-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

BAB II

BIOGRAFI

A. Biografi dan Perjalanan Intelektual K.H.M. Hasyim Asy’ari

K.H.M. Hasyim Asy’ari lahir di desa Nggedang sekitar dua kilometer

sebelah timur Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pada hari Selasa Kliwon, tanggal

24 Dzulhijjah 1287 H atau bertepatan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Nama

lengkapnya adalah Muhammad Hasyim bin Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul

Halim (Pangeran Benawa) bin Abdul Rahman (Jaka Tingkir, Sultan Hadiwijaya)

bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fattah bin Maulana Ishak dari Raden Ain

al-Yaqin yang disebut dengan Sunan Giri.1

Dipercaya pula bahwa mereka adalah keturunan raja Muslim Jawa, Jaka

Tingkir dan raja Hindu Majapahit, Brawijaya VI.2 Jadi K.H.M. Hasyim Asy’ari

juga dipercaya keturunan dari keluarga bangsawan.3

1 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim fîmâ yahtâj ilaih al-muta’allim fî Akhwâl ta’allumih wa mâ yatawaqqaf ‘alaih al-mu’allim fî maqâmât ta’lîmih, ed. Muhamad Isham Hadziq (Jombang: Turâts al-Islâmiy, 1415), 3; A. Aziz Masyhuri, 99 Kiai Kharismatik Indonesia (Yogyakarta: Kutub, 2008), 210; Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 152.2 Sedangkan garis silsilah Hasyim dari ibu adalah sebagai berikut: Muhamad Hasyim Asy’ari bin Halimah binti Layyinah binti Sichah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Banawa bin Jaka Tingkir bin Prabu Brawijaya VI. Ada yang mengatakan bahwa Brawijaya VI adalah Kartawijaya atau Darmawulan yang dari perkawinannya dengan putri Champa, lahir Lembu Peteng (Brawijaya VII), lihat. Muhamad Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari: Biografi Singkat 1871-1947, ed. Ari Hendri (Yogyakarta: Garasi, 2009), 15-17.3 Ibid.,17-18; Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama; Biografi K.H. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: LKiS, 2000), 17; Masyhuri, 99 Kiai, 210; Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama Dan Tradisi, ed. M. Faisol Fatawi ( Yogyakarta: LKiS, 2004 ), 197.

13

Page 2: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

K.H.M. Hasyim Asy’ari merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara,4

pasangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah. Ibunya, Halimah adalah putri dari kiai

Ustman, guru Asy’ari sewaktu mondok di pesantren. Sedangkan ayahnya,

Asy’ari5 adalah santri pandai yang mondok di kiai Ustman, hingga akhirnya

karena kepandaian dan akhlak luhur yang dimiliki, ia diambil menjadi menantu.

Sementara Kiai Ustman sendiri adalah kiai terkenal dan juga pendiri pesantren

Nggedang yang didirikannya pada akhir abad ke-19.6

Dari lingkungan pesantren inilah K.H.M. Hasyim Asy’ari mendapat

didikan awal tentang berbagai hal yang berkaitan dengan ke-Islaman. Hingga usia

lima tahun, K.H.M. Hasyim Asy’ari mendapat tempaan dan asuhan dari orangtua

dan kakeknya di pesantren Nggedang.7

Mula-mula K.H.M. Hasyim Asy’ari belajar pada ayahnya sendiri, lalu

bergabung bersama santri lain untuk memperdalam ilmu agama. Di dalam

pesantren itu para santri mengamalkan ajaran agama dan belajar berbagai cabang

ilmu agama Islam. Suasana ini tidak diragukan lagi mempengaruhi karakter

K.H.M. Hasyim Asy’ari yang sederhana dan rajin belajar. Minat bacanya sangat

tinggi, hingga yang dibaca bukan hanya buku-buku pelajaran dengan literatur-

4 Saudara-saudaranya adalah Nafi’ah, Ahmad Saleh, Radiah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi, dan Adnan. Lihat. Khuluq, Fajar Kebangunan, 18.5 Bernama Muhamad Asy’ari yang berasal dari Demak Jawa Tengah.6 Khuluq, Fajar Kebangunan, 16.7 Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 21.

14

Page 3: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

leteratur Islam, tetapi juga buku-buku lain dan umum. Bakat kepemimpinan

K.H.M. Hasyim Asy’ari sudah tampak sejak masa kanak-kanak.8

Pada tahun 1877 M, tepatnya ketika berumur 6 tahun, K.H.M. Hasyim

Asy’ari bersama kedua orang tuanya pindah ke desa Keras (Diwek), sekitar 8

kilometer ke selatan Kota Jombang. Ayahnya (Kiai Asy’ari) kemudian

mendirikan sebuah pondok pesantren di kota tersebut. Suatu pengalaman yang di

masa mendatang mempengaruhi beliau untuk kemudian mendirikan pesantren

sendiri.

K.H.M. Hasyim Asy’ari juga menyaksikan secara langsung cara dan

metode Kiai Asy’ari membina dan mendidik para santri. K.H.M. Hasyim Asy’ari

hidup menyatu bersama santri. Beliau mampu menyelami kehidupan santri yang

penuh kesederhanaan dan kebersamaan.

Dari sini dapat dilihat bahwa kehidupan masa kecilnya di lingkungan

pesantren berperan besar dalam pembentukan wataknya yang haus ilmu

pengetahuan dan kepeduliannya pada pelaksanaan ajaran-ajaran agama dengan

baik. Semua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa

dan pembentukan wataknya di kemudian hari.

Pada usia 13 tahun, K.H.M. Hasyim Asy’ari sudah berani menjadi guru

pengganti (badal) di pesantren tersebut untuk mengajar santri-santri yang tidak

8 Diceritakan bahwa, ketika bermain dengan teman-teman sebayanya, Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar aturan permainan, beliau akan menegurnya. Beliau menyatakan bahwa tindakan bermain curang itu tidak boleh karena kalau pelaku curang suatu saat dicurangi, tentu juga tidak mau. Beliau membuat temannya senang bermain karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama. Lihat. Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 19; Masyhuri, 99 Kiai, 210-21.

15

Page 4: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

jarang lebih tua dari umurnya sendiri.9 Beliau juga dikenal rajin bekerja. Watak

kemandirian yang ditanamkan sang kakek, mendorongnya untuk berusaha

memenuhi kebutuhan diri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Itu

sebabnya, K.H.M. Hasyim Asy’ari selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk

belajar mencari nafkah dengan bertani dan berdagang. Hasilnya kemudian

dibelikan kitab dan digunakan untuk bekal menuntut ilmu.10

Pada usia 15 tahun, K.H.M. Hasyim Asy’ari remaja meninggalkan kedua

orang tuanya untuk berkelana memperdalam ilmu pengetahuan. Mula-mula beliau

menjadi santri di Pesantren Wonorejo Jombang, lalu Pesantren Wonokoyo

Probolinggo, kemudian Pesantren Langitan Tuban, dan Pesantren Trenggilis

Surabaya. Belum puas dengan ilmu yang diperolehnya, K.H.M. Hasyim Asy’ari

melanjutkan menuntut ilmu ke Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, di

bawah asuhan K.H. Kholil yang dikenal sangat alim.11

Terakhir sebelum belajar ke Makkah, beliau sempat nyantri dan tinggal

selama lima tahun di Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, di bawah asuhan Kiai

Ya’qub, sampai akhirnya diambil menantu oleh Kiai Ya’qub, dan dinikahkan

dengan anaknya yang bernama Khadijah tahun 1892 M / 1303 H.12 Tidak berapa

9 Menurut penuturan ibunya, tanda kecerdasan dan ketokohan K.H.M. Hasyim Asy’ari sudah tampak saat ia masih berada dalam kandungan. Di samping masa kandung yang lebih lama (14 bulan ) dari umumnya kandungan, ibunya juga pernah bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke dalam kandungannya. Lihat. Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 18; Masyhuri, 99 Kiai, 210. 10 “KH. Hasyim Asy’ari: Ulama Pembaharu Pesantren”, http://www.khabarislam.com, 29 Juni 2009 diakses tanggal 14 Juli 2009.11 Mengenahi biografinya K.H. Kholil, lihat. Masyhuri, 99 Kiai, 123.12 K.H.M. Hasyim Asy’ari menikah pada usia 21 tahun. Ibid., 211.

16

Page 5: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

lama kemudian beliau beserta istri dan mertuanya berangkat haji ke Makkah yang

dilanjutkan dengan belajar di sana selama tujuh bulan.

Modal pengetahuan agama selama nyantri di tanah air memudahkan

K.H.M. Hasyim Asy’ari memahami pelajaran selama di Makkah. Akan tetapi

setelah isterinya meninggal karena melahirkan, menyebabkannya kembali ke

tanah air.13 Rasa haus yang tinggi akan ilmu pengetahuan membawa K.H.M.

Hasyim Asy’ari berangkat lagi ke tanah suci Makkah tahun berikutnya (1893 M).

Kali ini beliau ditemani saudaranya yang bernama Anis, dan beliau menetap di

sana kurang lebih tujuh tahun.14

Selama di Makkah, beliau berguru kepada sejumlah ulama besar, di

antaranya Syeikh Syuaib bin Abdurrahman, Syekh Mahfudzh al-Tirmasi (Tremas,

Pacitan),15 Syekh Khatib al-Minangkabawi,16 Syekh Ahmad Amin al-Athar,

Syekh Ibrahim Arab, Syekh Said al-Yamani, Syekh Rahmatullah, dan Syekh

Bafaddhal.

Sejumlah Sayyid juga menjadi gurunya, antara lain Sayyid Abbas al-

Maliki, Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani, Sayyid Abdullah al-Zawawi,

Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas, Sayyid Alwi al-Segaf, Sayyid Abu Bakar

Syatha al-Dimyathi, dan Sayyid Husain al-Habsyi yang saat itu menjadi mufti di

Makkah. Di antara mereka, ada tiga orang yang sangat mempengaruhi wawasan

13 Anak pertama K.H.M. Hasyim Asy’ari bernama Abdullah dan meninggal setelah 40 hari sepeninggal ibunya. Ibid., 212.14 Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 23.15 Mengenahi biografinya Syekh Mafudzh, lihat Masyhuri, 99 Kiai, 100.16 Mengenahi biografinya Syekh Khatib, lihat. Muhamad Ulul Fahmi, Ulama Besar Indonesia: Biografi dan Karyanya ( Kendal: Pondok Pesantren al-Itqôn, 2007), 56-57.

17

Page 6: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

keilmuan K.H.M. Hasyim Asy’ari, yaitu: Sayyid Alwi bin Ahmad al-Segaf,

Sayyid Husain al-Habsyi, dan Syekh Mahfudzh al-Tirmasi.17

Pada saat tinggal di Makkah ini, K.H.M. Hasyim Asy’ari dipercaya untuk

mengajar di Masjid al-Haram bersama tujuh ulama Indonesia lainnya, seperti

Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Selama di

Makkah, beliau mempunyai banyak murid yang berasal dari berbagai negara. Di

antaranya ialah Syekh Sa’dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India), Syekh

Umar Hamdan (ahli hadits di Makkah), Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria),

K.H. Abdul Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), K.H. R. Asnawi

(Kudus), K.H. Dahlan (Kudus), K.H. Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang), dan

K.H. Shaleh (Tayu).18

Minatnya begitu tinggi terhadap ilmu pengetahuan, terutama ilmu hadits

dan tasawuf. Hal ini yang membuat K.H.M. Hasyim Asy’ari di kemudian hari

senang mengajarkan hadits dan tasawuf. Pada masa-masa akhir di Makkah beliau

sempat memberikan pengajaran kepada orang lain yang memerlukan

bimbingannya, dan ini yang menjadi bekal tersendri yang kemudian hari

diteruskan setelah kembali ke tanah air. Pada tahun 1899/1900 M beliau kembali

ke Indonesia dan mengajar di pesantren ayah dan kakeknya, hingga berlangsung

beberapa waktu.

17 Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 23-34.18 “KH. Hasyim Asy’ari: Ulama Pembaharu Pesantren”.

18

Page 7: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

Masa berikutnya K.H.M. Hasyim Asy’ari menikah lagi dengan putri Kiai

Ramli dari Kemuning (Kediri) yang bernama Nafiah, setelah sekian lama

menduda. Mulai itu beliau diminta membantu mengajar di pesantren mertuanya di

Kemuning,19 baru kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah sekitar Cukir,

Jombang.

Pesantren tersebut didirikan pada tanggal 6 Pebruari 1906 M. Pesantren

yang baru didirikan tersebut tidak berapa lama berkembang menjadi pesantren

yang terkenal di Nusantara, dan menjadi tempat menggodok kader-kader ulama

wilayah Jawa dan sekitarnya.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, K.H.M. Hasyim Asy’ari sejak

masih di pondok, beliau telah dipercaya untuk membimbing dan mengajar santri

baru. Ketika di Makkah, beliau juga sempat mengajar. Demikian pula ketika

kembali ke tanah air, diabdikannya seluruh hidupnya untuk agama dan ilmu.

Kehidupannya banyak tersita untuk para santrinya. Beliau terkenal dengan

disiplin waktu (istiqâmah). Tidak banyak para ulama dari kalangan tradisional

yang menulis buku. Akan tetapi tidak demikian dengan K.H.M. Hasyim Asy’ari,

tidak kurang dari sepuluh kitab disusunnya.20

Di samping bergerak dalam dunia pendidikan, K.H.M. Hasyim Asy’ari

menjadi perintis dan pendiri organisasi kemasyarakatan NU (Nahdhatul Ulama),21

19 Sekitar tahun 1903-1906 M. lihat. Khuluq, Fajar Kebangunan, 20.20 Habibah, “Hasyim Asy’ari”, http://habibah-kolis.blogspot.com, 13 Januari 2008 diakses tanggal 14 Juli 2009.21 NU berdiri pada tahun 1926 M, yang di dirikan bersama Syekh Abdul Wahab dan Syekh Bisri Syansuri. Khuluq, Fajar Kebangunan, 6.

19

Page 8: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

sekaligus sebagai Rais Akbar. Pada bagian lain, beliau juga bersikap konfrontatif

terhadap penjajah Belanda. Beliau, misalnya menolak menerima penghargaan dari

pemerintah Belanda.

Bahkan pada saat revolusi fisik, beliau menyerukan jihad melawan penjajah

dan menolak bekerja sama dengannya. Sementara pada masa penjajahan Jepang,

beliau sempat ditahan dan diasingkan ke Mojokerto.22

K.H.M. Hasyim Asy’ari adalah seorang kiai yang pemikiran dan sepak

terjangnya berpengaruh dari Aceh sampai Maluku, bahkan sampai ke Melayu.

Santri-santrinya ada yang dari Ambon, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan

Aceh, bahkan ada beberapa santri dari Kuala Lumpur. Beliau terkenal orang yang

alim dan adil, selalu mencari kebenaran, baik kebenaran dunia maupun kebenaran

akhirat.23

K.H.M. Hasyim Asy’ari meninggal dunia sekitar pukul 03.45 WIB dini hari

pada tanggal 7 Ramadhan 1366 H bertepatan tanggal 25 Juli 1947 M di

Tebuireng, Jombang dalam usia 79 tahun, karena tekanan darah tinggi.

Hal ini terjadi setelah beliau mendengar berita dari Jenderal Sudirman dan

Bung Tomo bahwa pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Spoor telah

kembali ke Indonesia dan menang dalam pertempuran di Singosari (Malang)

dengan meminta banyak korban dari rakyat biasa. Beliau sangat terkejut dengan

22 Nizar, Filsafat, 54.23 Habibah, “Hasyim Asy’ari”.

20

Page 9: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

peristiwa itu, sehingga terkena serangan stroke yang menyebabkannya meninggal

dunia.24

B. Pemikiran K.H.M. Hasyim Asy’ari

1. Pemikiran Etika

K.H.M. Hasyim Asy’ari tidak menyebutkan secara pasti tentang

pengertian dari etika, akan tetapi beliau memandang bahwa sebuah etika itu

sangat penting. Mengutip dari hadits Nabi SAW dan pendapat para ulama di

dalam kitabnya Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim, K.H.M. Hasyim Asy’ari

menyatakan bahwa kedudukan etika itu sangat tinggi (mulia) di dalam ajaran

agama Islam.25

Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa tanpa etika, maka apa pun amal

ibadah yang dilakukan seseorang tidak akan diterima disisi Allah SWT, baik

menyangkut amal qalbiyah (hati), badaniyah (badan), qauliyah (ucapan),

maupun fi’liyah (perbuatan).26

Mengutip dari pendapat sebagian ulama, K.H.M. Hasyim Asyari

menyatakan bahwa dalam bertauhid mengharuskan adanya keimanan, iman

mengharuskan adanya syari’at, syariat mewajibkan adanya etika. Barang siapa

yang tidak memiliki etika berarti ia tidak mempunyai syari’at, tidak beriman,

dan tidak bertauhid kepada Allah SWT.27 24 Khuluq, Fajar Kebangunan, 25.25 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim, 11.26 Ibid. 27 Ibid.

21

Page 10: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

Dengan demikian, dapat kita maklumi bahwa salah satu indikator amal

ibadah seseorang diterima atau tidak disisi Allah SWT, adalah melalui sejauh

mana aspek etika disertakan dalam amal perbuatan yang dilakukannya.

2. Pemikiran Pendidikan

K.H.M. Hasyim Asy’ari dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan

pesantren, serta banyak menuntut ilmu dan berkecimpung secara langsung di

dalamnya, di lingkungan pendidikan agama Islam khususnya. Semua yang

dialami dan dirasakan oleh beliau selama itu menjadi sebuah pengalaman dan

sabgat mempengaruhi pola pikir dan pandangannya dalam masalah-masalah

pendidikan.28

Salah satu karya monumental K.H.M. Hasyim Asy’ari yang berbicara

tentang pendidikan adalah kitabnya yang berjudul Adâb Al-’Âlim Wa Al-

Muta’allim: Fîmâ Yahtâj Ilaih Al-Muta’allim Fî Akhwâl Ta’allumih Wa Mâ

Yatawaqqaf ‘Alaih Al-Mu’allim Fî Maqâmât Ta’lîmih. Kitab ini selesai disusun

pada hari ahad tanggal 22 Jumad al-Tsâniyyah 1343 H.

Kitab Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim ini, secara keseluruhan terdiri atas

delapab bab yang masing-masing membahas tentang keutamaan ilmu dan

ilmuwan dan serta pembelajaran, etika yang mesti dicamkan ketika belajar,

etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal

yang harus dipedomani bersama guru, etika yang harus diperhatikan bagi guru,

28 Habibah, “Hasyim Asy’ari”.

22

Page 11: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

etika guru ketika dan akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya,

etika menggunakan literatur, dan alat-alat yang digunakan dalam belajar.29

K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwasanya pendidikan itu

penting bagi siapa saja. Karena pendidikan itu sebagai sarana mencapai

kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesungguhnya penciptanya, untuk

apa diciptakan, melakukan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-

Nya, untuk berbuat baik di dunia dengan menegakkan keadilan. Sehingga layak

disebut makhluk yang lebih mulia dibanding makhluk-makhluk lain yang

diciptakan Tuhan.30

Lebih lanjut lagi, K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa tujuan

utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkan.31 Hal itu dimaksudkan agar

ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan

akhirat kelak. Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu,

yaitu: pertama, bagi murid hendaknya berniat suci dalam menuntut ilmu,

jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkannya

atau menyepelekannya. Kedua, bagi guru dalam mengajarkan ilmu hendaknya

meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata.32

Pemikiran K.H.M. Hasyim Asy’ari tentang hal tersebut di atas,

dipengaruhi oleh pandangannya akan masalah sufisme (tasawuf). Yaitu salah

29 Masyhuri, 99 Kiai, 228-229.30 Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 75.31 Hasyim Asy’ari, Menjadi Orang Pintar dan Bener, ter. M. Lukman Hakim (Yogyakarta: Qirtas, 2003), 8.32 Udhiexz, “Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari”, http: //udhiexz.wordpress.com, 12 Mei 2009 diakses tanggal 14 Juli 2009.

23

Page 12: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

satu persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi menurut beliau

adalah “niat yang baik dan lurus”.33

Belajar menurut K.H.M. Hasyim Asy’ari merupakan ibadah untuk

mencari ridha Allah SWT, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh

kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Karenanya belajar harus diniatkan untuk

mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya untuk sekedar

menghilangkan kebodohan.34

Pendidikan hendaknya mampu menghantarkan umat manusia menuju

kemaslahatan, menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan hendaknya

mampu mengembangkan serta melestarikan nilai-nilai kebajikan dan norma-

norma Islam kepada generasi penerus umat, dan penerus bangsa. Umat Islam

harus maju dan jangan mau dibodohi oleh orang lain, umat Islam harus berjalan

sesuai dengan nilai dan norma-norma Islam.

3. Pemikiran Tasawuf

Latar belakang pemikiran tasawuf K.H.M. Hasyim Asy’ari adalah

munculnya banyak aliran kebatinan, pengakuan kewalian seseorang atas

dirinya sendiri, dan kristenisasi. Jadi, tujuan beliau didasarkan pada bagaimana

melihat fenomena tasawuf dengan pilihan antara yang sesat dan yang benar.35

33 Habibah, “Hasyim Asy’ari”. Masyhuri, 99 Kiai, 231.34 Nizar, Filsafat, 155-157.35 Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 81.

24

Page 13: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

Menurut K.H.M. Hasyim Asy’ari, sebab penyimpangan ajaran sufi

adalah penyimpangan para sufi sendiri yang terlalu mengagungkan para

sesepuh dan para guru mereka.36 Hal ini menjadikan individu tersebut menjadi

lupa daratan atau menjadikan dia merasa tak mungkin melakukan kesalahan

karena ia jembatan yang menghubungkan manusia dan Tuhan.

Oleh karena itu, K.H.M. Hasyim Asy’ari juga melarang anak cucu beliau

untuk merayakan ulang tahun kematian beliau (khaul), suatu tradisi yang

dipraktikkan oleh sebagian pesantren untuk memperingati ulang tahun

kematian seorang figur penting.37

Disamping itu, K.H.M. Hasyim Asy’ari mengemukakan bahwa ada

delapan persyaratan bagi siapa saja yang mengikuti jalan sufi: 1) “niat baik”

(qasd sahih), artinya bahwa seseorang harus memiliki niat yang tulus dan

ibadah yang benar (’ubudiyah) sebelum mengikuti jalan sufi; 2) “kejujuran

yang tulus” (sidq al-syârif), artinya bahwa seorang murid harus mengetahui

kemampuan khusus (sirr al-khushûshiyah) gurunya yang akan membantu

membawa si murid lebih dekat pada hadirat Tuhan (al-hadrah al-ilahiyyah); 3)

“budi yang luhur” (mardihiyyah), artinya bahwa mereka yang mengikuti

ajaran-ajaran agama dengan jalan misalnya mengasihi orang yang lebih rendah

36 Ibid., 82; K.H.M. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa seorang guru tarekat harus memiliki kriteria tertentu, seperti, pertama, mendalami ilmu Tauhid. Kedua, keimanannya harus sejalan dengan keyakinan Ahl al-Haq dan mayoritas muslim, yakni Ahlu al-Sunnah. Ketiga, dia harus memahami betul-betul hukum Allah SWT yang berhubungan dengan kondisi spiritual dan fisik seseorang. Keempat, dia harus mengetahui segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala hal-hal yang dilarang-Nya. Lihat. Masyhuri, 99 Kiai, 285.37 Khuluq, Fajar Kebangunan, 66.

25

Page 14: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

statusnya dan menghormati semua orang tanpa membedakan status, bersikap

adil pada diri sendiri dan menghindari dari bersikap membantu orang lain

karena pamrih pribadi; 4) “kebersihan jiwa” (ahwâl zakiyyah), artinya bahwa

seseorang harus mengikuti aturan yang telah digariskan oleh Nabi Muhamad

SAW dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari; 5) “menjaga

kehormatan” (hifzh al-hurmah), artinya bahwa pengikut suatu tariqah harus

mengikuti guru ataupun saudara seagama mereka baik di dunia kini maupun di

alam akhirat, tabah menghadapi sikap permusuhan orang lain, menghormati

mereka yang lebih tinggi statusnya dan mencintai mereka yang lebih rendah; 6)

“semangat baik” (husn al-himmah), artinya bahwa pengikut tariqah harus

menjadi pelayan yang baik bagi para guru mereka, sesama muslim dan Allah

SWT dengan jalan melakukan semua perintah-perintahNya dan menghindari

segala larangan-laranganNya; 7) “meningkatkan semangat” (raf al- himmah),

persyaratan bagi para murid untuk menjaga usaha mereka untuk mencapai

pengetahuan yang khusus mengenai Allah SWT, karena hanya dengan usaha

sunguh-sungguh mereka akan mendapatkan kesuksesan; 8) “jiwa yang agung”

(nufus al-’azimah), karena orang mengikuti jalan sufi untuk memperoleh

pengetahuan khusus (ma’rifat al-khashshah).38

Disamping itu, K.H.M. Hasyim Asy’ari memberikan tambahan empat

syarat lagi untuk bisa disebut murid tarekat yang hakiki, yaitu: 1) mengambil

jarak terhadap penguasa yang tidak melaksanakan keadilan; 2) menghormati

38 Ibid., 67-69.

26

Page 15: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

mereka yang dengan sungguh-sungguh berusaha meraih kebahagiaan di

akhirat; 3) menolong orang-orang miskin; 4) melaksanakan sholat

berjama’ah.39

Dari sini tampak jelas, betapa gigihnya K.H.M. Hasyim Asy’ari untuk

membentengi Islam dan umatnya dari pengaruh-pengaruh luar yang

dikhawatirkan menyimpang dari sumber-sumber Islam yang murni, yaitu al-

Qur’an dan al-Sunnah.

Kritik keras K.H.M. Hasyim Asy’ari terhadap persoalan diatas, yakni

tarekat, konsep kewalian, dan haul adalah semata-mata beliau ingin

mendudukan posisi tasawuf pada tempat yang semestinya. Beliau ingin melihat

tasawuf dari aspek substansinya dan bukan aspek kulturalnya, agar tasawuf

tidak lepas kendali ataupun berjalan secara liar, yang lepas dari syariat.

Apa yang digagas oleh beliau tentang konsep tasawuf adalah mencoba

mengurangi akibat negatif dari praktik sufi dengan menekankan adanya

persyaratan-persyaratan tertentu bagi orang yang ingin mempraktikkan ajaran

tasawuf. Jika hal ini tidak dilakukan, pengultusan seseorang kalau dia seorang

wali, bisa dimanfaatkan kepentingan tertentu, entah itu jabatan, kekuasaan,

ataupun materi.

Bagaimanapun sakti atau ampuhnya seorang wali, ia tetap saja seorang

manusia. Oleh sebab itu, bukan saja ajaran itu menyimpang dari ajaran dasar

39 Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 85.

27

Page 16: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

Islam itu sendiri, tapi juga membingungkan umat bawah dengan kesederhanaan

pemahaman mereka, bahkan bisa memperuncing dan menimbulkan konflik.

4. Pemikiran Fiqih

Pemikiran K.H.M. Hasyim Asy’ari tentang fiqih sejalan dengan

pemikiran kaum Islam Tradisional tempo dulu, yang menganggap bahwa

mengikuti salah satu empat mazhab sunni adalah sangat penting.40 Dalam kitab

Muqaddimat Al-Qanun Al-Asasi Nahdat Al-Ulama (Pengantar terhadap

Aturan-Aturan Dasar Nahdhatul Ulama), kitab ini menurut Van Bruinessen

bisa dikatakan sebagai hasil ijtihad.41

K.H.M. Hasyim Asy’ari mencoba memurnikan hukum fiqih dari

pendapat-pendapat yang meremehkan argumentasi mazhab-mazhab hukum.

Beliau menyatakan bahwa perbedaan pendapat diperkenankan selama masih

dalam bingkai syariah dan tidak keluar dari ajaran-ajaran Islam. Sebagaimana

yang beliau nyatakan sebagai berikut:

“Mengikuti salah satu dari empat mazhab fiqih (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) sungguh akan membawa kesejahteraan (maslahah) dan kebaikan yang tak terhitung. Sebab ajaran-ajaran Islam (syariah) tidak dapat dipahami kecuali dengan pemindahan (naql) dan pengambilan hukum dengan cara-cara tertentu (istinbath). Pemindahan tidak akan benar dan murni, kecuali dengan jalan setiap generasi memperoleh ajaran langsung dari generasi sebelumnya.”

Dari sinilah beliau kemudian menyatakan bahwa mengikuti selain empat

mazhab Sunni, seperti Syi’ah Imamiyah dan Zaidiyah adalah salah dan sesat.

40 Ibid., 87. 41 Martin Van Bruinessen, NU; Tradisi; Relasi-Relasi Kuasa; Pencarian Wacana Baru (Yogyakarta: LkiS, 2008), 32.

28

Page 17: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

Oleh karena itu, beliau melarang kaum muslim mengikuti mazhab-mazhab

tersebut dan mengajak mereka untuk mengikuti pendapat mayoritas yang

diwakili empat mazhab Sunni.

Keempat mazhab ini disetujui oleh K.H.M. Hasyim Asy’ari karena

integritas mereka dalam menjaga keauntetikan ajaran yang diwariskan dari

generasi-generasi sebelumnya dalam kitab-kitab yang dikenal dan dibawa oleh

orang-orang yang sangat berkompeten.42

Menurut K.H.M. Hasyim Asy’ari, berpegang teguh pada salah satu

empat mazhab Sunni bisa memudahkan untuk memahami hakikat agama,

memudahkan pengertian dan bisa mendorong seseorang untuk lebih mendalami

secara detail masalah-masalah syari’at.43.

5. Pemikiran Nasionalisme

Khuluq mengatakan bahwa kesadaran politik awal K.H.M. Hasyim

Asy’ari muncul karena kondisi kolonialisme di Indonesia dan di Timur Tengah.

Perlawanan bersenjata kaum muslimin paruh kedua abad ke-19, sebagaimana

yang terjadi pada perang Paderi di Minangkabau (1821-1837), Perang

Diponegoro di Jawa (1825-1830), dan Perang Aceh (1873-1904).44

Pemikiran nasionalisme K.H.M. Hasyim Asy’ari bisa dilihat pertama kali

dalam sikap politiknya untuk mengajak umat Islam seluruh Indonesia bersatu 42 Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 87-88. 43 Hasyim Asy’ari, Konsep Aswaja ala Mbah Hasyim Asyari, terj. Saefudin Zuhri (Jombang: Maktabah Pustaka Warisan Islam, 2009), 33.44 Khuluq, Fajar Kebangunan, 90-91.

29

Page 18: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

dalam aksi bersama. Ajakan beliau untuk persatuan umat Islam di Indonesia

dalam berbagai kesempatan didasari oleh kondisi umat Islam Indonesia sendiri

yang terpecah belah. Di lain pihak, penjajahan Belanda sudah mulai dirasakan

mencampuri urusan agama mereka.45

K.H.M. Hasyim Asy’ari mengakui bahwa masyarakat Muslim telah

gagal bersatu sejak era Khalifah Abu Bakar, ketika Muhajirun dan Anshar

berebut supremasi politik. Oleh karenanya, beliau mengajak umat Islam untuk

selalu berusaha menyatukan diri sendiri.

Ajakan persatuan ini beliau kemukakan kembali setelah deklarasi

kemerdekaan Indonesia dengan menyatakan bahwa: “Persaudaraan Muslim

sepertinya telah menghilang dari masyarakat. Buktinya, walaupun banyak

sesama saudara (seagama) dalam kelaparan, tidak ada oang yang tergerak untuk

membantu.”

Selain itu, K.H.M. Hasyim Asy’ari juga peduli pada kondisi politik umat

Islam di Indonesia. Selama masa kemerdekaan Indonesia, beliau sedih karena

beberapa orang berusaha menggunakan Islam sebagai alat untuk mencapai

tujuan-tujuan mereka.46

Lebih jauh K.H.M. Hasyim Asy’ari menyatakan, “Kita, masyarakat

Islam Indonesia tidak ingin memperebutkan posisi kepemimpinan, kita hanya

ingin mereka yang menduduki dan memegang kepemimpinan negeri ini

45 Rifai, K.H. Hasyim Asy’ari, 94. 46 Ibid., 95-96.

30

Page 19: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

melaksanakan ajaran Islam yang telah diperintahkan oleh Allah SWT Yang

Maha Suci dan Agung.”

Di dalam salah satu pidato beliau yang disampaikan pada muktamar NU

ke-11 di Banjarmasin, K.H.M. Hasyim Asy’ari berusaha mendamaikan

perselisihan antara kaum modernis dan tradisionalis. Keduanya yang jelas-jelas

sama-sama Islamnya, menuduh satu sama lain sebagai pihak yang telah keluar

dari Islam. Beliau menyatakan:

“Manusia harus bersatu…agar tercipta kebaikan dan kesejahteraan agar terhindar dari kehancuran dan bahaya. Jadi, kesamaan dan keserasian pendapat mengenai penyelesaian beberapa masalah adalah prasyarat terciptanya kemakmuran. Ini juga akan dapat mengokohkan rasa kasih sayang. Adanya persatuan dan kesatuan telah menghasilkan kebajikan dan keberhasilan.

Pemikiran nasionalisme K.H.M. Hasyim Asy’ari juga dapat dilihat pada

beberapa sikap beliau yang nonkooperatif pada penjajah. Contohnya, beliau

menolak sumbangan finansial dari pemerintah Belanda kepada Pesantren

Tebuireng. Beliau mampu melakukannya karena beliau telah bersiap untuk

menghadapi hal tersebut, di mana beliau melakukan sikap kemandirian dalam

pembiayaan pesantrennya dengan cara bertani.47

Secara garis besar, apa yang dipikirkan oleh K.H.M. Hasyim Asy’ari

tentang nasionalisme adalah penolakan terhadap penjajah yang telah

melakukan pemaksaan, baik segi ekonomis, sosial, budaya, politik, terutama

melanggar (mengganggu) kebebasan pemeluk agama Islam dalam melakukan

tata peribadatannya.

47 Ibid., 97.

31

Page 20: miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com · Web viewSemua itu memberikan pengaruh yang sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di kemudian hari. Pada usia 13 tahun,

32