miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com file · web viewkeagungan ilmu dan ulama serta keutamaan...

50
BAB III SISTEMATIKA KITAB ADÂB AL-‘ÂLIM WA AL-MUTA’ALLIM Dalam bab ini, penulis hanya akan membahas kitab ini dilihat dari segi materi dan pembahasan materinya agar pembahasannya tidak terlalu melebar. A. Isi Materi Kitab Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim ini, secara keseluruhan, terdiri atas 8 (delapan) bab. Masing- masing bab membahas tentang keutamaan ilmu dan ilmuwan serta pembelajaran, etika yang mesti dicamkan dalam belajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru, etika yang harus diperhatikan bagi guru, etika guru ketika dan akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya, etika menggunakan literatur, dan alat-alat yang digunakan dalam belajar. 33

Upload: trinhkhanh

Post on 07-Apr-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB III

SISTEMATIKA KITAB ADÂB AL-‘ÂLIM WA AL-MUTA’ALLIM

Dalam bab ini, penulis hanya akan membahas kitab ini dilihat dari segi

materi dan pembahasan materinya agar pembahasannya tidak terlalu melebar.

A. Isi Materi

Kitab Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim ini, secara keseluruhan, terdiri atas

8 (delapan) bab. Masing-masing bab membahas tentang keutamaan ilmu dan

ilmuwan serta pembelajaran, etika yang mesti dicamkan dalam belajar, etika

seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang

harus dipedomani bersama guru, etika yang harus diperhatikan bagi guru, etika

guru ketika dan akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya, etika

menggunakan literatur, dan alat-alat yang digunakan dalam belajar.

Perlu diketahui bahwa kitab Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim ini adalah

sebuah kitab yang isinya berupa adab atau etika, bukan kitab hukum atau yang

lainnya. Lebih konkritnya yaitu sebuah kitab yang isinya menawarkan cara-cara

atau adab yang membawa seseorang menuju kepada sebuah kesuksesan di dalam

mencari dan mengajarkan ilmu. Dimana tujuannya tidak lain adalah untuk

menunjukan jalan yang tepat bagi seorang murid dan seorang guru.

Jadi adab disini adalah ibarat jalan, dimana dengan mengikuti jalan

tersebut seseorang dapat meraih kepada sebuah kesuksesan. Karena dikatakan

33

bahwa seseorang yang salah jalan maka ia akan tersesat dan tidak akan

memperoleh apa yang menjadi keinginannya baik sedikit apalagi besar.

Dengan demikian, bagi seseorang tidak akan memperoleh kesuksesan di

dalam menuntut dan menyebarkan ilmu pengetahuan apabila ia melupakan atau

meninggalkan apa yang menjadi syarat yang dapat menghantarkannya menuju

kesuksesan tersebut.

Dari uraian di atas, maka kita harus mengikuti apa yang menjadi syarat

tersebut, sebatas tidak melenceng dari tuntunan dan ajaran syariat Islam. Dan

memang di dalam kitab Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim tersebut hampir semua

isinya tidak jauh dari syariat Islam.

B. Pembahasan Materi

a. Keagungan Ilmu dan Ulama Serta Keutamaan Belajar dan Mengajar.

Allah SWT berfirman dalam surat al-Mujâdalah ayat 11 yang

berbunyi:

اتجرد ملعال اوتوأ نيذالو مكنم اونمأ نيذال الله عف ري

“Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.

Artinya, bahwa Allah SWT akan mengangkat derajat para ulama sebab

mereka telah berhasil memiliki ilmu dan mengumpulkan ilmu pengetahuan

serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

34

Ibnu Abbas r.a. berkata: “Derajat orang-orang yang alim dibanding

orang mukmin itu ada tujuh ratus derajat di atasnya, sedangkan jarak antara

dua derajat itu kurang lebih sama dengan perjalanan selama lima ratus tahun”.

Allah SWT berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 18 yang

berbunyi:

اله ال أنه الله شهد ائكة و هو اال وأولوا ل�الم قائما العلم

بالقسط

“Allah SWT menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu”.

Pada ayat tersebut Allah SWT memulai firman-Nya dengan

menyebutkan zat-Nya sendiri, kemudian yang kedua kalinya dengan

menyebutkan malaikat, dan ketiga kalinya dengan menyebutkan orang-orang

yang memiliki ilmu pengetahuan. Hal ini kiranya cukup menjelaskan kepada

kita perihal derajat kemuliaan, keutamaan, dan keagungan para ulama.

Allah SWT berfirman dalam surat al-Fâtir ayat 28 yang berbunyi:

العلماء عباده من الله يخشى إنما

“Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah SWT hanyalah para ulama”.

Dan Allah SWT juga berfirman dalam surat lain, yaitu surat al-

Bayyinah ayat 7-8 yang berbunyi:

35

الحات وعمل99وا أمن99وا الذين إن ئك الص99 خي99ر هم ل�أواؤهمالبرية من تج999ري ع999دن جنات ربهم عن999د ل�, جي أب99دا فيها خال99دين االنه99ار تحتها عنهم الل99ه رض99

ربه خشي لمن ذالك عنه ورضوا“Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka disisi Tuhan mereka adalah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah SWT ridha terhadap mereka dan merekapun ridha pada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”.

Dari dua ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ulama adalah

orang-orang yang dalam diri mereka ada perasaan takut kepada Allah SWT.

Sedangkan orang-orang yang takut kepada Allah SWT adalah sebaik-baik

makhluk, sehingga kesimpulannya adalah bahwa ulama merupakan sebaik-

baik makhluk.

Rasulullah SAW bersabda:

هه خيرا به الله يرد من 1 الدين في يفق

“Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah SWT, maka Allah SWT akan meningkatkan pemahaman agamanya”.

Rasulullah SAW juga bersabda:

2 األنبياء ورثة العلماء

“Ulama adalah pewaris para nabi”.

1 al-Imâm Abû ‘Abdillâh Muhammad ibn Ismâ’îl ibn Ibrâhîm al-Mughîrah al-Bukhârî al-Ja’fī, Shahîh al-Bukhârî (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), 1, 29.2 al-Imâm al-Hafîzh Abû ‘Îsâ ibn Sûrah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Indonesia: Maktabah Dahlân, t.t), 4, 154.

36

Puncak suatu ilmu adalah amal, karena amal merupakan implementasi

dari ilmu itu. Pemanfaatan ilmu dalam kehidupan sehari-hari merupakan buah

ilmu itu, sekaligus sebagai bekal kita kelak untuk mengahadap Allah SWT.

Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan bahagia. Namun

sebaliknya, orang yang tidak bisa memperoleh ilmu, maka ia termasuk orang-

orang yang merugi.

Ada sebuah kisah bahwa pada suatu ketika disamping Rasulullah

SAW ada dua orang laki-laki, lelaki pertama seorang ahli ibadah, sedangkan

lelaki kedua adalah orang yang berilmu. Kemudian Rasulullah SAW berkata:

فضل 3 ادناكم على كفضلي العابد على العالم

“Keutamaan orang yang berilmu dibanding dengan orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku melebihi kalian semua”.

Dan Rasulullah SAW bersabda:

من طريقا به الله سلك علما فيه يطلب طريقا سلك من

4 الجنة طرق

“Barang siapa yang menempuh suatu jalan dengan tujuan mencari ilmu maka Allah SWT akan memberi jalan dari jalan-jalan surga”.

Rasulullah SAW bersabda:

3 Ibid.4 al-Imâm al-Hafîzh Abû Dâwud Sulaiman ibn al-‘Asy’âts al-Sijistânî, Sunan Abû Dâwud (t.t: Dâr al- Fikr, 1990), 3, 316.

37

طلب ة العلم ك99ل على فريض99 لم لمة و مس99 , و مس99 طلب في الحوت حتى شيء كل له يستغفروا العلم5 البحر

“Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim dan muslimah, dan orang yang mencari ilmu akan dimintakan ampunan oleh setiap sesuatu (makhluk) yang ada di muka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan luas”

Rasulullah SAW bersabda:

لطلب غدا من في ل99ه وب99ورك المالئك99ة عليه صلت العلم

6 معيشته

“Barang siapa yang berangkat pagi-pagi dengan tujuan untuk mencari ilmu, maka para malaikat akan mendoakannya dan kehidupannya akan selalu diberi barakah”

Rasulullah SAW bersabda:

جد إلى غدا من المس9 يعلم9ه أو خي9را يتعلم أن إال يري9د ال

7 تام حج كأجر له كان

“Barang siapa yang berangkat pagi-pagi untuk pergi ke masjid, sedangkan dia tidak menghendaki sesuatu kecuali hanya untuk mempelajari kebaikan atau hanya untuk mengajarkan kebaikan, maka Allah SWT akan memberikan pahala padanya, seperti pahala orang yang melakukan ibadah haji secara sempurna”

5 H.R. Abu Na’im dari hadits Ali, marfu’ dengan sanad yang dha’if. Lihat Imam al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddin,jilid 1, terj. Moh. Zuhri (Semarang: CV al-Syifa’, 1990), 27.6 Dari hasil penelusuran penulis tidak menemukan tentang keshahihan hadist ini. Penulis berpendapat bahwa hadist ini sanadnya dha’if, akan tetapi selama dalam masalah keutamaan amal, maka hadist dhaif dapat dijadikan sebagai dalil.7 Ibid.

38

Rasulullah SAW bersabda:

المسبحة بين وجمع هذه من كهذه المتعلم و ألعالمريكان تليها والتى ائر في والخي99ر االج99ر في ش99 س998 بعد الناس

“Orang yana mengajarkan ilmu pengetahuan dan orang yang mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan seperti ini..dan ini.. dan Nabi SAW mengumpulkan antara dua jari telunjuk sedangkan jari yang berdampingan merupakan dua jari yang saling bekerja sama dalam hal kebaikan, dan tidak ada satu kebaikanpun setelah itu”

Rasulullah SAW bersabda:

تمعا أو متعلما أو عالما أغ99د ل99ذالك محبا أو مس99 تكن وال

9 فتهلك الخامس

“Jadilah kamu orang yang menyebarkan ilmu atau orang yang mempelajari ilmu, atau orang yang mendengarkan ilmu, atau orang yang mencintai ilmu, janganlah engkau menjadi orang yang nomor lima, karena engkau akan menjadi hancur”

Rasulullah SAW bersabda:

10 الناس وعلموه العلم تعلموا

“Kalian semua belajarlah ilmu serta ajarkanlah ilmu tersebut kepada umat manusia”

Rasulullah SAW bersabda:

8 Ibid.9 Ibid.10 Al-Imâm al-Kabîr Muhammad Abdullah bin Abdurrahman al-Qasîd bi Bahrân al-Dâromiy, Sunan al-Dâromiy (Beirut: Dârul Fikri, t.t), 1, 73.

39

ول يا فقي99ل فارتعوا الجنة رياض رأيتم إذا الل99ه رس9911 الذكر حلق الجنة, قل رياض وما

“Apabila kalian semua melihat taman-taman surga, maka tempatilah taman itu! Para sahabat kemudian bertanya: ‘Wahai Rasulullah SAW? Apakah yang dimaksud dengan taman dari surga tersebut?’ Beliau menjawab: ‘Taman dari surga itu adalah tempat-tempat yang digunakan untuk melakukan transformasi ilmu”

Imam Atha’ r.a berkata: “Majlis ilmu itu adalah majlis yang

membahas halal atau haram, seperti bagaimana caranya melakukan jual beli,

melakukan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan ibadah haji yang

sempurna, melakukan perkawinan, mencerai istri dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW bersabda:

12 به واعملوا العلم تعلموا

“Kalian semua belajarlah ilmu pengetahuan dan kemudian amalkanlah ilmu tersebut”

Rasulullah SAW bersabda:

13 أهله من وكونوا العلم تعلموا

“Kalian semua belajarlah ilmu pengetahuan dan jadilah kalian sebagai ahli ilmu itu”

Rasulullah SAW bersabda:

هداء ودم العلماء مداد القيامة يوم يوزن 14 الش

11 Lihat foot note nomor 6.12 Ibid.13 Ibid.14 al-Imâm Jalâl al-Dîn al-Suyûthî, al-Jâmi’ al-Saghîr fī Ahâdîts al-Basyîr al-Nazhîr (Beirut: Dâr al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002), 590.

40

“Bahwasanya pada hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta yang dipakai oleh ahli ilmu untuk menulis dan darah orang yang mati syahid karena memperjuangkan agama Allah SWT”

Rasulullah SAW bersabda:

الدين, ولفقيه في فقه من أفضل بشئ الله عبد مايطان على أشد واحد 15عابد ألف من الش

“Allah SWT tidak akan disembah oleh sesuatu yang lebih utama selain oleh orang yang ahli agama, karena sesungguhnya satu orang yang ahli ilmu agama itu jauh lebih berat bagi setan dari pada seribu orang ahli ibadah”

Rasulullah SAW bersabda:

هداء ثم العلم99اء ثم ثالثة: أالنبياء القيامة يوم يشفع الش9916

“Ada tiga orang yang bisa memberi syafa’at kepada orang lain pada hari kiamat nanti yaitu para nabi, para ulama, dan para syuhada”

Imam al-Qadhi Husain r.a dalam permulaan kitab Ta’aliqatnya

mengutip satu hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda:

17 حياته ايام خطيئاته تكتب لم والعلماء العلم احب من

“Barang siapa yang mencintai ilmu dan mencintai ulama, maka semua kesalahannya selama ia masih hidup tidak akan dicatat”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar r.a disebutkan bahwa

menghadiri tempat-tempat yang dipergunakan untuk diskusi dan membahas

15 Imam al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddin, 18.16 al-Suyûthî, al-Jâmi’ al-Saghîr, 590.17 Imam al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddin, 18.

41

ilmu pengetahuan itu lebih utama dari pada melakukan shalat sebanyak seribu

rakaat, menyaksikan seribu jenazah, dan menjenguk seribu orang sakit.

Umar Ibn al-Khattab r.a. berkata; “Bahwa ada seorang laki-laki yang

pergi dari rumahnya dengan mempunyai banyak dosa yang sebesar gunung

Tihamah, dan ketika ia mendengar ada seorang alim yang menyebarkan

ilmunya, maka seketika itu juga ia merasa ketakutan dan ia kemudian berhenti

melakukan perbuatan dosa dan kembali ke rumahnya dalam keadaan bersih

dari dosa”.

Oleh karena itu, janganlah kalian berpisah dari tempat-tempat ulama

yang menyebarkan ilmunya, karena sesungguhnya Allah SWT tidak

menciptakan sejengkal tanahpun di muka bumi ini yang lebih mulia

dibandingkan dengan tempat yang digunakan para alim ulama.

Imam al-Syarmasahi al-Maliki r.a dalam pengantar kitabnya, Nazdm al

Dlurar, menukilkan sebuah riwayat hadits Nabi SAW: “Barang siapa yang

mengagungkan alim ulama, maka sesungguhnya ia telah mengagungkan Allah

SWT, dan barang siapa yang telah meremehkan alim ulama, berarti ia telah

meremehkan Allah SWT dan Rosul-Nya”.

Sahabat Ali Karramallahu Wajhah berkata: “Kemuliaan suatu ilmu itu

sudah cukup pantas bagi orang yang hanya mengakui ilmu itu walaupun ia

tidak pernah berbuat kebaikan demi dirinya dan suatu cercaan terhadap orang

yang berusaha membebaskan diri dari kebodohannya sudah cukup dianggap

pantas”.

42

Ibnu al-Zubair r.a berkata: “Sungguh Abu Bakar pernah mengirim satu

surat kepada saya, ketika itu saya sedang berada di daerah Iraq. Isi dari surat

tersebut adalah sebagai berikut; “Wahai anakku berpegang teguhlah pada ilmu

pengetahuan, karena ketika engkau menjadi orang miskin, maka ilmu itu akan

menjadi hartamu, dan ketika engkau menjadi orang yang kaya; maka ilmu itu

akan menjadi perhiasan dirimu”.

Wahab bin Munabbah r.a berkata; “Ilmu pengetahuan akan menjadi

suatu kemulian meskipun orang yang memilikinya adalah orang yang hina. Ia

juga akan menjadi suatu kehormatan walaupun pemiliknya adalah orang yang

dihinakan. Ia pun dapat menjadikan orang yang memilikinya merasa dekat

padahal sebenarnya ia jauh. Selain itu, ilmu pengetahuan juga dapat menjadi

suatu kekayaan di kala pemiliknya berada dalam kemiskinan, serta mampu

mendatangkan kewibawaan tatkala orang yang memilikinya diremehkan”.

Abu Muslim al-Khaulani r.a. berkata: “Orang-orang alim yang

mengamalkan ilmunya dibumi itu ibarat bintang-bintang yang bergelantungan

di langit. Apabila bintang itu tampak oleh manusia, maka ia bisa memberi

petunjuk kepadanya. Namun sebaliknya apabila bintang itu tidak kelihatan,

maka manusia akan kebingungan ke mana harus mendapat petunjuk”.

Ka’ab al-Akbar r.a berkata: “Seandainya keutamaan majlis ilmu itu

tampak pada manusia, maka niscaya ia akan berebut untuk mendapatkannya.

Sehingga yang mempunyai jabatan dan orang yang berbelanja (transaksi

bisnis) pun akan meninggalkannya”.

43

Sebagian ulama salaf berkata: “Sebaik-baik pemberian yang diberikan

kepada manusia adalah akal sedangkan sejelek-jelek musibah yang diterima

manusia adalah kebodohan”.

Sebagaian ulama salaf yang lain juga berkata: “Sesungguhnya ilmu

adalah pelindung dan perisai dari tipu daya setan, sebagai benteng dari tipu

daya orang hasud, dengki, dan sekaligus sebagai petunjuk akal”.

Dari Muazd bin Jabal r.a. berkata: “Pelajarilah ilmu pengetahuan,

karena mempelajari ilmu adalah sebuah kebajikan, mempelajari ilmu adalah

sebuah ibadah, mengulangi ilmu adalah tasbih, membahas ilmu adalah jihad,

mengusahakan ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah SWT, sedangkan

mengajarkan dan menyampaikan ilmu adalah sadaqah”.

Fudzail bin ‘Iyad r.a. berkata: “Orang yang alim, cendekiawan muslim

yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka dikerajaan langit akan

dipanggil sebagi orang besar”.

Sufyan bin ‘Uyainah r.a berkata: “Manusia yang paling tinggi di sisi

Tuhan adalah orang-orang yang berada di antara Allah SWT dengan hamba-

Nya, yaitu para nabi dan ulama.”

Sufyan bin ‘Uyainah r.a juga berkata: “Di dunia seseorang tidak akan

diberi sesuatu yang lebih berharga dibanding dengan kenabian, dan yang

paling mulia setelah kenabian adalah ilmu dan pemahamannya”. Kemudian

Sufyan bin ‘Uyainah r.a ditanya, “Dari siapa perkataan itu engkau peroleh?”,

ia menjawab: “Dari semua ahli-ahli agama”.

44

Imam al-Syafi’i r.a. berkata: “Seandainya fuqaha’ ( orang ahli fiqih)

yang selalu mengamalkan ilmu tidak disebut sebagai kekasih Allah SWT

(waliyyullah) maka niscaya tidak ada lagi wali bagi Allah SWT.

Ibnu al-Mubarrak r.a. berkata: “Yang dinamakan orang yang pandai

(‘âlim) adalah seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan, selalu

mencari ilmu, sehingga apabila ada seseorang yang menganggap bahwa

dirinya adalah orang yang pandai, maka sebenarnya ia adalah orang yang

paling bodoh”.

Imam Waqi’ r.a berkata: “Seseorang tidak akan dikatakan sebagai

orang yang pandai (‘âlim) sampai ia mau mendengarkan orang yang berada di

atasnya dalam segi umurnya (lebih tua), mau mendengar orang yang

sebanding dengannya (sebaya), dan mau mendengar orang yang berada di

bawahnya (lebih muda)”.

Sufyan al-Tsauri r.a berkata: “Hal-hal ajaib (perkara yang membuat

orang lain berdetak kagum, heran) itu sudah merata dan ada dimana-mana,

apalagi pada akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi musibah-

musibah yang menimpa umat manusia sekarang juga banyak dan sering

terjadi, apalagi musibah masalah keagamaan sekarang lebih banyak lagi.

Setiap musibah yang terjadi merupakan sesuatu hal yang luar biasa. Namun

yang lebih luar biasa lagi adalah kematian para alim ulama, karena kehidupan

orang yang pandai (‘âlim) itu akan memberikan rahmat, kesejukan bagi umat

45

manusia. Kematian ulama dalam Islam akan menyebabkan Islam menjadi

terguncang, karena keseimbangan sosial masyarakat Islam menjadi goyah”.

Dalam kitab Sâhih al Bukhâri diriwayatkan dari Abdullah Ibn ‘Amr

Ibn ‘Ash r.a. ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:

الل999ه إن الناس من ينتزع999ه انتزاعا العلم يقبض ال يب999ق لم اذا حتى العلم999اء بقبض العلم يقبض ولكن رؤساء الناس اتخذ عالم بغي99ر فافتوا فسئلوا جهوال

18 واضلوا فضلوا علم

“Sesungguhnya Allah SWT tidak mengambil ilmu dengan cara mencabut ilmu tesebut dari manusia, akan tetapi Allah SWT mencabut ilmu dari muka bumi ini dengan cara mencabut nyawa orang-orang yang ‘âlim (ulama) sehingga tidak ada satu orang alimpun tersisa di muka bumi ini, kemudian masyarakat akan mengangkat pemimpin yang bodoh, tidak berilmu, dan ketika mereka bertanya tentang suatu permasalahan, maka mereka akan memberikan jawaban (fatwa) tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan, sehingga meraka menjadi sesat dan menyesatkan”.

Semua hal yang dikemukakan di atas, baik mengenai keutamaan ilmu

ataupun keutamaan orang yang mempunyai ilmu, semua itu hanya bisa terjadi

pada diri ulama yang mampu mengamalkan ilmunya. Karena mereka

mempunyai kepribadian yang baik, selalu menjauhkan diri dari perbuatan

maksiat, mengamalkan ilmunya hanya untuk memperoleh keridha’an Allah

SWT, bersimpuh dihadapan-Nya agar memperoleh surga yang penuh dengan

nikmat.

18 al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, 39.

46

Bukannya orang-orang yang menggunakan ilmunya untuk mencari

keuntungan duniawi semata, baik untuk mencari jabatan, mengumpulkan harta

benda, atau pun berlomba-lomba memperbanyak pengikut dan murid.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

ب99ه يم99اري او العلم99اء ب99ه ليج99اري العلم طلب من في الل99ه ادخل99ه الناس وج99وه ب99ه يصرف او الفقهاء

19 النار

“Barang siapa yang mencari ilmu dengan tujuan akan mempergunakan ilmu tersebut untuk menjatuhkan alim ulama, atau berdebat dengan ahli agama, ataupun bertujuan untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah SWT akan memasukannya ke dalam api neraka”

Diriwayatkan dari Rasulullah SAW bersabda:

ا علما تعلم من تع999الى الل999ه وج999ه ب999ه يبتغى مم اليتعلمه ع99رف يجد لم الدنيا من غرضا به ليصيب اال

20 الجنة

“Barang siapa mencari ilmu bukan karena mencari ridha Allah SWT, namun karena harta dunia, maka Allah SWT tidak akan memberinya ilmu dan ia juga tidak akan mendapat semerbaknya harum surga”

Dan Rasulullah SAW telah bersabda:

تع99الى الل99ه وج99ه غي99ر ب99ه اراد او الله لغير علما تعلم من أ 21 النار من مقعده فليتبو

19 al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî,141.20 Abû Dâwud, Sunan Abû Dâwud, 32.21 al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî,141.

47

“Barang siapa mencari ilmu karena selain Allah SWT atau menghendaki yang bukan karena keridha’an Allah SWT, maka bersiap-siaplah mendapat posisi di neraka”Rasulullah SAW bersabda:

يؤتى فتن99دلق النار في فيلقى القيام99ة يوم بالعالميدور اقتابه مار يدور كما بها ف حى, فيظي99ف الح بالر

بالخير أمرا كنت فيقولوا مالك، فيقولون النار اهلر عن وانهى أتيه وال 22 وأتيه الش

“Pada hari kiamat nanti akan didatangkan seorang pandai (alim) kemudian ia dilemparkan kedalam api neraka sehingga usus-ususnya terurai keluar dari perutnya, kemudian ia berputar-putar di dalam neraka laksana himar yang berputar sambil membawa alat penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka mengerumuninya sambil bertanya: ‘Apa yang terjadi pada dirimu?’ ia menjawab: ‘Saya memerintahkan orang lain untuk melakukan kebaikan padahal saya tidak melakukannya dan saya melarang orang lain untuk tidak melakukan perbuatan yang jelek, sedangkan saya sendiri melakukannya”

Diriwayatkan dari Basyr r.a , Allah SWT memberikan wahyu kepada

Nabi Daud a.s: “Janganlah engkau jadikan antara saya (Allah SWT) dan kamu

seorang yang ‘âlim yang menjadi fitnah yang karena sifat takaburnya akan

menjauhkan dirimu untuk mencintai saya (Allah SWT). Mereka itu adalah

orang-orang yang menghadang jalan hamba-hambaKu”.

Sufyan al-Tsauri r.a berkata: “Sesungguhnya ilmu itu dipelajari karena

untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kelebihan ilmu dibandingkan

dengan ilmu yang lain adalah karena dengan ilmu itulah mereka mendekatkan

diri pada Allah SWT”.

22 Imam al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddin, 186.

48

Ketika tujuan itu menjadi cacat, maka niat orang yang mencari ilmu itu

juga menjadi rusak. Hal ini karena ia hanya memakai ilmu itu sebagai

perantara untuk mencari kemewahan dunia yang sifatnya hanya sementara,

baik untuk mengumpulkan harta benda ataupun untuk memperoleh jabatan.

Pahala mencari ilmunya benar-benar telah sirna, dan amal perbuatannya juga

menjadi hilang sehingga akhirnya ia menjadi orang yang sangat merugi.

Fudzail bin ‘Iyadah r.a berkata: “Ada yang menyampaikan kisah pada

saya bahwa ulama yang fasiq dan orang-orang yang hafal al-Qur’an pada hari

kiamat nanti mereka akan disiksa di neraka terlebih dahulu sebelum orang-

orang yang menyembah berhala”.

Hasan al-Basri r.a berkata: “Siksaan ilmu pengetahuan adalah hati

yang mati”. Kemudian Hasan al-Basri r.a ditanya: “Apa yang dimaksud

dengan hati yang mati?”. Ia menjawab: “Matinya hati adalah jika mencari

harta dunia dengan menggunakan perbuatan akhirat”.23

b. Etika Murid

Setidaknya ada 10 (sepuluh) macam etika yang harus dimiliki murid

terhadap dirinya sendiri, yaitu:

1. Hendaknya murid mensucikan hatinya dari segala sesuatu yang

mempunyai unsur-unsur yang tidak baik, di antaranya: unsur menipu,

23 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim: fîmâ yahtâj ilaih al-muta’allim fî Akhwâl ta’allumih wa mâ yatawaqqaf ‘alaih al-mu’allim fî maqâmât ta’lîmih,ed. Muhamad Isham Hadziq (Jombang: Turâts al-Islâmiy,1415), 12-24.

49

kekotoran hati, rasa dendam, dengki, keyakinan dan budi pekerti yang

tidak baik.

2. Hendaknya murid memperbaiki niatnya di dalam belajar, yaitu untuk

mencari ridha Allah SWT, serta akan mengamalkannya, menghidupkan

syariat agama Islam, mencerahkan mata hati (batin), dan mendekatkan diri

kepada Allah SWT.

3. Hendaknya murid berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh ilmu

pengetahuan ketika masih muda dan mempergunakan waktu sebaik-

baiknya.

4. Hendaknya orang yang mencari ilmu pengetahuan itu menerima dengan

penuh keikhlasan hati (qana’ah) segala sesuatu yang ia terima, baik dalam

hal bekal ataupun pakaian. Ia juga harus bersabar atas kehidupan yang

berada di bawah standar yang di alami ketika sedang berada pada tahap

ini.

5. Hendaknya murid membagi waktunya baik siang ataupun malam, dan

mempergunakan setiap kesempatan yang ada, sebab waktu yang terbuang

percuma itu tidak ada nilainya.

6. Hendaknya murid mengurangi makan dan minum, karena apabila perut

dalam keadaan kenyang, maka hal ini akan menghalanginya untuk

melakukan ibadah dan membuatnya malas.

50

7. Hendaknya murid menuntut dirinya sendiri agar bersifat wira’i serta

berhati-hati dalam setiap keadaan. Tujuannya adalah agar hatinya

mendapat sinar ilahi dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

8. Hendaknya murid tidak memperbanyak makan yang akan menjadi

penyebab kesulitan di dalam menerima pelajaran dan memperlemah panca

indra.

9. Hendaknya murid berusaha untuk mengurangi waktu tidur, selama tidak

menimbulkan bahaya pada diri dan hatinya.

10. Seyogyanya orang yang mencari ilmu itu menjauhi pergaulan umum,

karena menjauhinya itu lebih baik, terutama bergaul dengan lawan jenis.24

c. Etika Murid Terhadap Guru

Etika murid terhadap gurunya ada 12 (dua belas) macam, yaitu:

1. Hal pertama yang harus dilakukan oleh murid adalah mempertimbangkan

dalam mencari seorang guru secara mendalam dan melakukan sholat

istikharah dalam memilih figur seorang guru.

2. Berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari sosok guru, yang di

yakini mempunyai ilmu syariat yang baik, mencintai berbagai macam

ilmu pengetahuan, gemar membaca, dan termasuk orang-orang yang

dipercaya oleh rekan sepergaulannya, sering mengadakan halaqah

(diskusi) dan pembahasan keilmuan.

24 Ibid., 24-28.

51

3. Hendaknya selama tidak keluar dari garis-garis ajaran agama, murid selalu

tunduk, taat dan patuh terhadap gurunya. Ia tidak diperkenankan keluar

dari pendapat dan segala aturan yang telah dibuat.

4. Hendaknya seorang murid harus selalu berpandangan bahwa guru adalah

sosok yang agung, memiliki derajat yang tinggi, mulia, dan terhormat.

5. Hendaknya seorang murid mengetahui kewajibannya kepada sang guru

dan memenuhi hak-haknya guru.

6. Murid harus bersabar atas perilaku atau sikap buruk guru. Hendaknya

perilaku atau sikap tersebut tidak menjadi penghalang bagi murid untuk

selalu menimba ilmu dan menyakini kesempurnaan guru dengan baik.

7. Janganlah masuk menghadap guru di luar majlis umum, kecuali setelah

meminta izin, baik terhadap guru secara langsung ataupun lewat orang

lain.

8. Apabila seorang murid duduk di hadapan guru, maka ia hendaknya duduk

di hadapannya dengan penuh sopan santun.

9. Hendaknya murid berbicara dengan sopan terhadap gurunya sebaik

mungkin.

10. Jika murid mendengarkan penjelasan guru, maka hendaknya ia

mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh antusias.

11. Murid hendaknya tidak mendahului guru untuk menjelaskan suatu

masalah atau menjawab suatu pertanyaan, tidak membandingkan dan juga

tidak menunjukan pengetahuan dan pemahamannya tentang hal tersebut.

52

12. Jika guru memberikan sesuatu pada murid, maka hendaknya diterima

dengan tangan kanan dan sebaliknya.25

d. Etika Murid Terhadap Pelajarannya

Di dalam belajar, hendaknya seorang murid memperhatikan 13 (tiga

belas) etika sebagai berikut:

1. Hendaknya murid memulai pada pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain.

2. Setelah mempelajari ilmu yang fardlu ‘ain maka hendaknya murid

melanjutkan dengan mempelajari berbagai ilmu yang berkaitan dengan

kitab Allah SWT sehingga ia mempunyai keyakinan yang kuat.

3. Sejak awal seorang murid harus bisa menahan diri dan tidak terjebak

dalam perbedaan pandangan di antara para ulama dan juga manusia

umumnya secara mutlak.

4. Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya sang murid mentashihkan

terlebih dahulu kepada seorang guru atau orang yang mempunyai

kemampuan dalam ilmu tersebut.

5. Hendaknya seorang murid dalam mencari ilmu berangkat lebih pagi,

apalagi ilmu hadist, dan jangan menyia-nyiakan peluang yang ia miliki

untuk menggali ilmu dan meneliti sanad-sanad hadist, hukum-hukum,

manfaat, bahasa, dan cerita yang terkandung di dalamnya.

25 Ibid., 29-42.

53

6. Ketika seorang murid menjelaskan apa yang ia hafalkan, walaupun masih

dalam bentuk ikhtisar (ringkasan) dan menguraikan permasalahan dan

faidah yang penting, maka ia diperbolehkan untuk beralih dari berbagai

pembahasan yang luas dengan terus menerus menelaah apa yang ia amati

atau didengarkan dari berbagai macam segi dan jenis keilmuan.

7. Seorang murid hendaknya aktif selalu mengikuti halaqah (pertemuan)

gurunya dalam setiap pelajaran.

8. Apabila seorang murid menghadiri suatu majlis, hendaklah ia

mengucapkan salam kepada yang hadir pada majlis tersebut dengan suara

yang bisa mereka dengar dengan jelas, apalagi jika ada gurunya, maka ia

harus lebih hormat dan memuliakan.

9. Murid hendaknya tidak perlu malu untuk bertanya tentang kesulitan yang

belum bisa ia pahami, namun hendaknya ia bertanya dengan bertanya

yang baik dan sopan.

10. Hendaknya murid bersabar pada gilirannya (dalam bertanya) tidak boleh

mendahului peserta lain kecuali apabila ia mengizinkannya.

11. Agar menjaga kesopanan ketika murid duduk di hadapan guru, yakni

ketika dalam kegiatan belajar dan juga harus membawa kitabnya sendiri

dan tidak boleh meletakkan kitabnya di lantai dalam keadaan terbuka.

12. Agar tekun pada satu pelajaran dan tidak berpindah pada pelajaran yang

lain sebelum ia bisa memahami dengan baik, tidak boleh berpindah dari

suatu tempat belajar ke tempat belajar lain kecuali sangat tepaksa.

54

13. Membantu (mendukung) keberhasilan teman-teman sesama pelajar dalam

meraih ilmu pengetahuan, memberi petunjuk (nasihat) kepada mereka

ihwal pentingnya menyibukkan diri dalam meraih faidah, meringankan

kesusahan mereka, mempermudah mereka dalam menanggapi anugerah

(prestasi), serta saling memberikan nasihat dan peringatan (anjuran).26

e. Etika Guru Terhadap Dirinya Sendiri

Etika guru kepada diri sendiri ada 20 (dua puluh), yaitu:

1. Agar selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT, baik

tersembunyi atau ramai.

2. Senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan

tindakan.

3. Senantiasa bersikap tenang.

4. Senantiasa bersikap wara’.

5. Selalu bersikap tawadlu’.

6. Selalu bersikap khusyu’ kepada Allah SWT.

7. Menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dalam

segala keadaan.

8. Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk mencapai keuntungan

duniawi, baik jabatan, harta, publisitas, atau agar lebih maju dibanding

temannya yang lain.

26 Ibid., 43-54.

55

9. Tidak diskrimatif di antara para murid.

10. Bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan, yang

tidak membahayakan dirinya sendiri, keluarga, bersikap sederhana dan

bersifat qana’ah.

11. Menjauhi pekerjaan (profesi) yang di anggap rendah (hina) menurut

pandangan adat maupun syariat.

12. Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hina menurut

manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh syari’at maupun adat setempat.

13. Agar selalu menjaga dan menghidupkan syiar dan ajaran-ajaran Islam.

14. Menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung

unsur bid’ah.

15. Membiasakan melakukan hal-hal sunah yang bersifat syariat, baik

qauliyah ataupun fi’liyah.

16. Bergaul dengan akhlak yang baik.

17. Membersihkan hati dan tindakannya dari akhlak yang jelek dan

dilanjutkan dengan perbuatan yang baik.

18. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-

sungguh dalam setiap aktifitas ibadah.

19. Tidak boleh membedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil

hikmah dari semua orang.

20. Membiasakan diri untuk menyusun atau merangkum kitab (buku).27

27 Ibid., 55-70.

56

f. Etika Guru Dalam Mengajar

Seorang guru ketika hendak akan mengajar dan ketika mengajar perlu

memperhatikan beberapa etika, diantaranya:

1. Sebelum mendatangi majlis, seorang guru hendaknya

mensucikan dirinya dari hadats dan kotoran, memakai harum-haruman,

dan memakai pakaian yang layak sesuai mode zamannya.

2. Apabila keluar dari rumah (menuju tempat mengajar) sebaiknya

seorang guru selalu berdzikir dan berdo’a kepada Allah SWT.

3. Apabila telah sampai di hadapan hadirin maka hendaknya

seorang guru mengucapkan salam, lalu duduk menghadap kiblat jika

memungkinkan dengan tenang dan tawadlu serta khusu’ baik dengan

bersila atau yang lainnya yang penting sopan.

4. Hendaknya duduk di tempat yang bisa dilihat oleh seluruh

hadirin dengan tetap menghormati hadirin yang lebih senior, baik dari segi

keilmuan, umur, ataupun kedudukan, serta menempatkannya sesuai

jenjang kepemimpinan.

5. Sebelum memulai pengajaran, hendaknya seorang guru memulai

dengan membaca ayat al-Qur’an untuk mencari barokah dan setelah itu

berdo’a untuk dirinya, hadirin dan juga seluruh muslimin dan orang yang

mewaqafkan jika ternyata tempat belajarnya adalah tanah wakaf sebagai

balasan kebaikan perbuatannya dan agar tercapai cita-citanya.

57

6. Apabila seorang guru hendak memulai pelajaran lebih dari satu

materi (pembahasan), maka didahulukan materi yang lebih penting.

7. Mengatur volume suara di dalam menjelaskan pelajaran,

sehingga tidak berlebihan ataupun memelankannya sehingga tidak

terdengar, namun sebaiknya suara itu tidak melebihi majlis dan tidak

kurang dari pendengaran hadirin.

8. Menjaga (mengendalikan) majlis dari kegaduhan, kebisingan,

dan segala sesuatu yang dapat menganggu kelancaran proses belajar

mengajar.

9. Hendaknya mengatakan kepada para hadirin bahwa berdebat itu

tidak baik apabila sudah jelas kebenarannya. Tujuan dari berkumpul

adalah untuk mencari kebenaran, membersihkan hati dan mencari faidah.

Oleh karena itu, maka tidak pantas bagi para ahli ilmu untuk berdebat

karena hanya akan menimbulkan permusuhan dan kemarahan.

10. Memberikan peringatan tegas terhadap murid yang melakukan

hal-hal di luar batas etika yang semestinya dijaga di saat mereka berada di

dalam majlis.

11. Apabila ditanya tentang sesuatu yang belum diketahui, maka

hendaknya seorang guru mengakui ketidaktahuannya itu.

12. Hendaknya menunjukan kasih sayang kepada orang baru yang

hadir di majlis, memberi kesempatan dengan lapang dada, karena orang

58

yang baru biasanya masih bingung, jangan banyak dipandang karena hal

itu akan membuat dia merasa tercela.

13. Hendaknya ketika memulai setiap pelajaran dibuka dengan

basmalah, agar mengingat Allah SWT pada awal dan akhir pelajaran.

14. Jika tidak menguasai materi, maka hendaknya jangan

mengajarkan sesuatu yang tidak tahu. Karena hal itu termasuk

mempermainkan agama dan merendahkan diri di hadapan manusia.28

g. Etika Guru Terhadap Murid

Ada 14 (empat belas) macam etika guru terhadap murid-muridnya:

1. Hendaknya dalam mengajar dan mendidik itu karena berharap untuk

memperoleh ridha Allah SWT dan untuk menyebarkan ilmu.

2. Hendaknya guru tidak berhenti mengajar walaupun niat muridnya tidak

ikhlas.

3. Hendaknya mencintai muridnya seperti dia mencintai dirinya sendiri.

4. Hendaknya di dalam memberi (menyampaikan) materi dengan penjelasan

yang mudah dipahami sesuai dengan kemampuan mereka.

5. Hendaknya dengan menjaga agar tetap bersungguh-sungguh dalam

mengajar dan memberi pemahaman pada murid dan mendekati makna

secara tidak berlebihan.

28 Ibid., 71-80.

59

6. Mencarikan waktu luang bagi murid untuk mengulangi pelajaran dan

menguji kemampuannya.

7. Apabila ada murid yang melakukan sesuatu yang belum waktunya atau

mempelajari pelajaran yang dirasa sangat berat dan mengkhawatirkan,

maka hendaknya ia dinasihati dengan lemah lembut dan diingatkan agar ia

tetap sabar dan semangat.

8. Hendaknya guru tidak menampakkan kelebihan salah satu murid di

hadapan kawan-kawannya dengan menunjukan kasih sayang dan perhatian

yang berbeda. Karena dalam hal sifat, umur, atau pengalaman ilmu

agamanya mereka sama, karena hal itu akan menyakitkan hati mereka.

9. Hendaklah bersikap lemah lembut kepada murid dan menyebutkan murid

yang tidak hadir, dengan sikap yang baik, dan mengetahui nama-nama,

nasab, dan asal usul mereka dan kemudian mendo’akan mereka senantiasa

baik.

10. Guru juga harus membiasakan diri untuk memberikan contoh terhadap

muridnya. Misalnya, mengucapkan salam, berbicara dengan baik dan

sopan, kasih sayang, tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan,

dan lain sebagainya.

11. Hendaknya guru senantiasa berusaha untuk membantu kebaikan

muridnya, baik dengan jabatan ataupun harta semampunya tanpa ada

keterpaksaan.

60

12. Apabila ada murid yang tidak masuk lebih dari biasanya, maka hendaknya

guru bertanya tentang keadaannya kepada kawan yang biasa bersamanya.

Apabila kawannya tidak tahu, maka hendaknya guru mengutus kawannya

atau lebih baik lagi jika guru yang mendatanginya sendiri.

13. Hendaknya guru bersikap rendah hati kepada muridnya dan semua orang

yang bertanya dengan menegakkan hak-hak Allah SWT dan hak-hak

dirinya sendiri.

14. Hendaknya pun bertutur kata dengan tutur kata yang baik kepada

muridnya apalagi kepada murid yang baik dan memanggil mereka dengan

nama yang baik, menyambut murid dengan baik apabila bertemu atau

menerima mereka.29

h. Etika Terhadap Kitab

Yang dimaksud dengan etika terhadap kitab (buku) adalah

menyangkut bagaimana cara memperoleh, meletakkan/ menyimpan, menulis/

mengutip, dan lain sebagainya. Dalam hal ini sedikitnya ada 5 (lima) macam

etika yang harus diperhatikan oleh seseorang yang sedang belajar (termasuk

guru). Lima hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Buku adalah salah satu sarana pokok dalam kegiatan

pembelajaran. Oleh karenanya, hendaklah orang yang sedang belajar

memilikinya, baik dengan cara membeli, menyewa ataupun meminjam.

29 Ibid., 81-95.

61

Kemudian, hal yang paling penting setelah buku itu diperoleh

adalah memahami isinya. Jadi, jangan sampai buku tersebut dimiliki

hanya untuk dikumpulkan atau dikoleksi sebagaimana dilakukan oleh

banyak orang.

2. Misalnya, apabila seorang murid meminjam suatu buku dari

orang lain, hendaklah ia langsung mengembalikan begitu telah selesai

menggunakan buku tersebut, serta tidak lupa mengucapkan terima kasih

kepada pemiliknya.

Terhadap buku pinjaman tersebut ia tidak dibenarkan melakukan

tindakan apapun tanpa seizin pemiliknya, seperti membuat catatan-catatan,

meminjamkannya kepada orang lain, termasuk mengutip sebagian isinya.

Jadi, buku tersebut hendaknya dijaga dengan baik dan dikembalikan lagi

kepada pemiliknya dalam kondisi seperti semula.

3. Ketika menulis atau mengutip suatu buku, ia hendaknya tidak

meletakkan buku yang tengah dikutip tersebut di atas tanah (lantai).

Namun hendaknya ia meletakkannya di tempat yang lebih tinggi dan

terhormat (di atas meja dan sebagainya).

Kemudian, hendaknya ia juga memperhatikan etika menyusun

(mengurutkan) buku. Dalam hai ini hendaknya ia menyusun urutannya

berdasarkan tingkat keagungan pembahasan (materi) yang terkandung dari

masing-masing buku itu atau berdasarkan tingkat integritas pengarangnya.

62

Selain itu, di sisi luar dari masing-masing buku hendaknya ia

menuliskan judul buku atas nama pengarangnya. Hal ini demi

memudahkannya dalam mencari salah satu buku yang sewaktu-waktu

diperlukan tanpa harus repot-repot memeriksa satu per satu isi dari buku-

buku tersebut.

4. Setiap kali akan meminjam atau membeli suatu buku,

hendaklah terlebih dahulu ia memeriksa dan memastikan kesempurnaan

susunan dan isi (pembahsan) buku tersebut.

5. Dalam hal mengutip atau mencatat suatu materi (terutama

materi-materi yang berkaitan dengan ilmu-ilmu syariat agama Islam),

hendaknya ia melakukannya dalam keadaan suci, menghadap ke arah

kiblat, serta berpakaian yang bersih lagi sopan.

Ketika menulis, hendaknya ia mengawali tulisannya itu dengan

tulisan basmalah. Kemudian, setiap kali ia mencatat (mengutip) sutu

pendapat atau penjelasan yang ditemukan oleh seorang ulama, hendaknya

ia menuliskan penjelasan di bawahnya mengenai sumber dari kutipan

tersebut.30

30 Ibid., 95-101.

63