miftahudinalbarbasy.files.wordpress.com file · web viewkeagungan ilmu dan ulama serta keutamaan...
TRANSCRIPT
BAB III
SISTEMATIKA KITAB ADÂB AL-‘ÂLIM WA AL-MUTA’ALLIM
Dalam bab ini, penulis hanya akan membahas kitab ini dilihat dari segi
materi dan pembahasan materinya agar pembahasannya tidak terlalu melebar.
A. Isi Materi
Kitab Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim ini, secara keseluruhan, terdiri atas
8 (delapan) bab. Masing-masing bab membahas tentang keutamaan ilmu dan
ilmuwan serta pembelajaran, etika yang mesti dicamkan dalam belajar, etika
seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang
harus dipedomani bersama guru, etika yang harus diperhatikan bagi guru, etika
guru ketika dan akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya, etika
menggunakan literatur, dan alat-alat yang digunakan dalam belajar.
Perlu diketahui bahwa kitab Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim ini adalah
sebuah kitab yang isinya berupa adab atau etika, bukan kitab hukum atau yang
lainnya. Lebih konkritnya yaitu sebuah kitab yang isinya menawarkan cara-cara
atau adab yang membawa seseorang menuju kepada sebuah kesuksesan di dalam
mencari dan mengajarkan ilmu. Dimana tujuannya tidak lain adalah untuk
menunjukan jalan yang tepat bagi seorang murid dan seorang guru.
Jadi adab disini adalah ibarat jalan, dimana dengan mengikuti jalan
tersebut seseorang dapat meraih kepada sebuah kesuksesan. Karena dikatakan
33
bahwa seseorang yang salah jalan maka ia akan tersesat dan tidak akan
memperoleh apa yang menjadi keinginannya baik sedikit apalagi besar.
Dengan demikian, bagi seseorang tidak akan memperoleh kesuksesan di
dalam menuntut dan menyebarkan ilmu pengetahuan apabila ia melupakan atau
meninggalkan apa yang menjadi syarat yang dapat menghantarkannya menuju
kesuksesan tersebut.
Dari uraian di atas, maka kita harus mengikuti apa yang menjadi syarat
tersebut, sebatas tidak melenceng dari tuntunan dan ajaran syariat Islam. Dan
memang di dalam kitab Adâb al-’Âlim wa al-Muta’allim tersebut hampir semua
isinya tidak jauh dari syariat Islam.
B. Pembahasan Materi
a. Keagungan Ilmu dan Ulama Serta Keutamaan Belajar dan Mengajar.
Allah SWT berfirman dalam surat al-Mujâdalah ayat 11 yang
berbunyi:
اتجرد ملعال اوتوأ نيذالو مكنم اونمأ نيذال الله عف ري
“Allah SWT akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
Artinya, bahwa Allah SWT akan mengangkat derajat para ulama sebab
mereka telah berhasil memiliki ilmu dan mengumpulkan ilmu pengetahuan
serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
34
Ibnu Abbas r.a. berkata: “Derajat orang-orang yang alim dibanding
orang mukmin itu ada tujuh ratus derajat di atasnya, sedangkan jarak antara
dua derajat itu kurang lebih sama dengan perjalanan selama lima ratus tahun”.
Allah SWT berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 18 yang
berbunyi:
اله ال أنه الله شهد ائكة و هو اال وأولوا ل�الم قائما العلم
بالقسط
“Allah SWT menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu”.
Pada ayat tersebut Allah SWT memulai firman-Nya dengan
menyebutkan zat-Nya sendiri, kemudian yang kedua kalinya dengan
menyebutkan malaikat, dan ketiga kalinya dengan menyebutkan orang-orang
yang memiliki ilmu pengetahuan. Hal ini kiranya cukup menjelaskan kepada
kita perihal derajat kemuliaan, keutamaan, dan keagungan para ulama.
Allah SWT berfirman dalam surat al-Fâtir ayat 28 yang berbunyi:
العلماء عباده من الله يخشى إنما
“Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah SWT hanyalah para ulama”.
Dan Allah SWT juga berfirman dalam surat lain, yaitu surat al-
Bayyinah ayat 7-8 yang berbunyi:
35
الحات وعمل99وا أمن99وا الذين إن ئك الص99 خي99ر هم ل�أواؤهمالبرية من تج999ري ع999دن جنات ربهم عن999د ل�, جي أب99دا فيها خال99دين االنه99ار تحتها عنهم الل99ه رض99
ربه خشي لمن ذالك عنه ورضوا“Sesungguhnya, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka disisi Tuhan mereka adalah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah SWT ridha terhadap mereka dan merekapun ridha pada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”.
Dari dua ayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ulama adalah
orang-orang yang dalam diri mereka ada perasaan takut kepada Allah SWT.
Sedangkan orang-orang yang takut kepada Allah SWT adalah sebaik-baik
makhluk, sehingga kesimpulannya adalah bahwa ulama merupakan sebaik-
baik makhluk.
Rasulullah SAW bersabda:
هه خيرا به الله يرد من 1 الدين في يفق
“Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah SWT, maka Allah SWT akan meningkatkan pemahaman agamanya”.
Rasulullah SAW juga bersabda:
2 األنبياء ورثة العلماء
“Ulama adalah pewaris para nabi”.
1 al-Imâm Abû ‘Abdillâh Muhammad ibn Ismâ’îl ibn Ibrâhîm al-Mughîrah al-Bukhârî al-Ja’fī, Shahîh al-Bukhârî (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), 1, 29.2 al-Imâm al-Hafîzh Abû ‘Îsâ ibn Sûrah al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî (Indonesia: Maktabah Dahlân, t.t), 4, 154.
36
Puncak suatu ilmu adalah amal, karena amal merupakan implementasi
dari ilmu itu. Pemanfaatan ilmu dalam kehidupan sehari-hari merupakan buah
ilmu itu, sekaligus sebagai bekal kita kelak untuk mengahadap Allah SWT.
Barang siapa yang memperoleh ilmu, maka ia akan bahagia. Namun
sebaliknya, orang yang tidak bisa memperoleh ilmu, maka ia termasuk orang-
orang yang merugi.
Ada sebuah kisah bahwa pada suatu ketika disamping Rasulullah
SAW ada dua orang laki-laki, lelaki pertama seorang ahli ibadah, sedangkan
lelaki kedua adalah orang yang berilmu. Kemudian Rasulullah SAW berkata:
فضل 3 ادناكم على كفضلي العابد على العالم
“Keutamaan orang yang berilmu dibanding dengan orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaanku melebihi kalian semua”.
Dan Rasulullah SAW bersabda:
من طريقا به الله سلك علما فيه يطلب طريقا سلك من
4 الجنة طرق
“Barang siapa yang menempuh suatu jalan dengan tujuan mencari ilmu maka Allah SWT akan memberi jalan dari jalan-jalan surga”.
Rasulullah SAW bersabda:
3 Ibid.4 al-Imâm al-Hafîzh Abû Dâwud Sulaiman ibn al-‘Asy’âts al-Sijistânî, Sunan Abû Dâwud (t.t: Dâr al- Fikr, 1990), 3, 316.
37
طلب ة العلم ك99ل على فريض99 لم لمة و مس99 , و مس99 طلب في الحوت حتى شيء كل له يستغفروا العلم5 البحر
“Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim dan muslimah, dan orang yang mencari ilmu akan dimintakan ampunan oleh setiap sesuatu (makhluk) yang ada di muka bumi ini sampai ikan-ikan yang berada di lautan luas”
Rasulullah SAW bersabda:
لطلب غدا من في ل99ه وب99ورك المالئك99ة عليه صلت العلم
6 معيشته
“Barang siapa yang berangkat pagi-pagi dengan tujuan untuk mencari ilmu, maka para malaikat akan mendoakannya dan kehidupannya akan selalu diberi barakah”
Rasulullah SAW bersabda:
جد إلى غدا من المس9 يعلم9ه أو خي9را يتعلم أن إال يري9د ال
7 تام حج كأجر له كان
“Barang siapa yang berangkat pagi-pagi untuk pergi ke masjid, sedangkan dia tidak menghendaki sesuatu kecuali hanya untuk mempelajari kebaikan atau hanya untuk mengajarkan kebaikan, maka Allah SWT akan memberikan pahala padanya, seperti pahala orang yang melakukan ibadah haji secara sempurna”
5 H.R. Abu Na’im dari hadits Ali, marfu’ dengan sanad yang dha’if. Lihat Imam al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddin,jilid 1, terj. Moh. Zuhri (Semarang: CV al-Syifa’, 1990), 27.6 Dari hasil penelusuran penulis tidak menemukan tentang keshahihan hadist ini. Penulis berpendapat bahwa hadist ini sanadnya dha’if, akan tetapi selama dalam masalah keutamaan amal, maka hadist dhaif dapat dijadikan sebagai dalil.7 Ibid.
38
Rasulullah SAW bersabda:
المسبحة بين وجمع هذه من كهذه المتعلم و ألعالمريكان تليها والتى ائر في والخي99ر االج99ر في ش99 س998 بعد الناس
“Orang yana mengajarkan ilmu pengetahuan dan orang yang mempelajari sesuatu ilmu pengetahuan seperti ini..dan ini.. dan Nabi SAW mengumpulkan antara dua jari telunjuk sedangkan jari yang berdampingan merupakan dua jari yang saling bekerja sama dalam hal kebaikan, dan tidak ada satu kebaikanpun setelah itu”
Rasulullah SAW bersabda:
تمعا أو متعلما أو عالما أغ99د ل99ذالك محبا أو مس99 تكن وال
9 فتهلك الخامس
“Jadilah kamu orang yang menyebarkan ilmu atau orang yang mempelajari ilmu, atau orang yang mendengarkan ilmu, atau orang yang mencintai ilmu, janganlah engkau menjadi orang yang nomor lima, karena engkau akan menjadi hancur”
Rasulullah SAW bersabda:
10 الناس وعلموه العلم تعلموا
“Kalian semua belajarlah ilmu serta ajarkanlah ilmu tersebut kepada umat manusia”
Rasulullah SAW bersabda:
8 Ibid.9 Ibid.10 Al-Imâm al-Kabîr Muhammad Abdullah bin Abdurrahman al-Qasîd bi Bahrân al-Dâromiy, Sunan al-Dâromiy (Beirut: Dârul Fikri, t.t), 1, 73.
39
ول يا فقي99ل فارتعوا الجنة رياض رأيتم إذا الل99ه رس9911 الذكر حلق الجنة, قل رياض وما
“Apabila kalian semua melihat taman-taman surga, maka tempatilah taman itu! Para sahabat kemudian bertanya: ‘Wahai Rasulullah SAW? Apakah yang dimaksud dengan taman dari surga tersebut?’ Beliau menjawab: ‘Taman dari surga itu adalah tempat-tempat yang digunakan untuk melakukan transformasi ilmu”
Imam Atha’ r.a berkata: “Majlis ilmu itu adalah majlis yang
membahas halal atau haram, seperti bagaimana caranya melakukan jual beli,
melakukan shalat, mengeluarkan zakat, melakukan ibadah haji yang
sempurna, melakukan perkawinan, mencerai istri dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda:
12 به واعملوا العلم تعلموا
“Kalian semua belajarlah ilmu pengetahuan dan kemudian amalkanlah ilmu tersebut”
Rasulullah SAW bersabda:
13 أهله من وكونوا العلم تعلموا
“Kalian semua belajarlah ilmu pengetahuan dan jadilah kalian sebagai ahli ilmu itu”
Rasulullah SAW bersabda:
هداء ودم العلماء مداد القيامة يوم يوزن 14 الش
11 Lihat foot note nomor 6.12 Ibid.13 Ibid.14 al-Imâm Jalâl al-Dîn al-Suyûthî, al-Jâmi’ al-Saghîr fī Ahâdîts al-Basyîr al-Nazhîr (Beirut: Dâr al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 2002), 590.
40
“Bahwasanya pada hari kiamat nanti akan ditimbang tinta-tinta yang dipakai oleh ahli ilmu untuk menulis dan darah orang yang mati syahid karena memperjuangkan agama Allah SWT”
Rasulullah SAW bersabda:
الدين, ولفقيه في فقه من أفضل بشئ الله عبد مايطان على أشد واحد 15عابد ألف من الش
“Allah SWT tidak akan disembah oleh sesuatu yang lebih utama selain oleh orang yang ahli agama, karena sesungguhnya satu orang yang ahli ilmu agama itu jauh lebih berat bagi setan dari pada seribu orang ahli ibadah”
Rasulullah SAW bersabda:
هداء ثم العلم99اء ثم ثالثة: أالنبياء القيامة يوم يشفع الش9916
“Ada tiga orang yang bisa memberi syafa’at kepada orang lain pada hari kiamat nanti yaitu para nabi, para ulama, dan para syuhada”
Imam al-Qadhi Husain r.a dalam permulaan kitab Ta’aliqatnya
mengutip satu hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda:
17 حياته ايام خطيئاته تكتب لم والعلماء العلم احب من
“Barang siapa yang mencintai ilmu dan mencintai ulama, maka semua kesalahannya selama ia masih hidup tidak akan dicatat”
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abi Dzar r.a disebutkan bahwa
menghadiri tempat-tempat yang dipergunakan untuk diskusi dan membahas
15 Imam al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddin, 18.16 al-Suyûthî, al-Jâmi’ al-Saghîr, 590.17 Imam al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddin, 18.
41
ilmu pengetahuan itu lebih utama dari pada melakukan shalat sebanyak seribu
rakaat, menyaksikan seribu jenazah, dan menjenguk seribu orang sakit.
Umar Ibn al-Khattab r.a. berkata; “Bahwa ada seorang laki-laki yang
pergi dari rumahnya dengan mempunyai banyak dosa yang sebesar gunung
Tihamah, dan ketika ia mendengar ada seorang alim yang menyebarkan
ilmunya, maka seketika itu juga ia merasa ketakutan dan ia kemudian berhenti
melakukan perbuatan dosa dan kembali ke rumahnya dalam keadaan bersih
dari dosa”.
Oleh karena itu, janganlah kalian berpisah dari tempat-tempat ulama
yang menyebarkan ilmunya, karena sesungguhnya Allah SWT tidak
menciptakan sejengkal tanahpun di muka bumi ini yang lebih mulia
dibandingkan dengan tempat yang digunakan para alim ulama.
Imam al-Syarmasahi al-Maliki r.a dalam pengantar kitabnya, Nazdm al
Dlurar, menukilkan sebuah riwayat hadits Nabi SAW: “Barang siapa yang
mengagungkan alim ulama, maka sesungguhnya ia telah mengagungkan Allah
SWT, dan barang siapa yang telah meremehkan alim ulama, berarti ia telah
meremehkan Allah SWT dan Rosul-Nya”.
Sahabat Ali Karramallahu Wajhah berkata: “Kemuliaan suatu ilmu itu
sudah cukup pantas bagi orang yang hanya mengakui ilmu itu walaupun ia
tidak pernah berbuat kebaikan demi dirinya dan suatu cercaan terhadap orang
yang berusaha membebaskan diri dari kebodohannya sudah cukup dianggap
pantas”.
42
Ibnu al-Zubair r.a berkata: “Sungguh Abu Bakar pernah mengirim satu
surat kepada saya, ketika itu saya sedang berada di daerah Iraq. Isi dari surat
tersebut adalah sebagai berikut; “Wahai anakku berpegang teguhlah pada ilmu
pengetahuan, karena ketika engkau menjadi orang miskin, maka ilmu itu akan
menjadi hartamu, dan ketika engkau menjadi orang yang kaya; maka ilmu itu
akan menjadi perhiasan dirimu”.
Wahab bin Munabbah r.a berkata; “Ilmu pengetahuan akan menjadi
suatu kemulian meskipun orang yang memilikinya adalah orang yang hina. Ia
juga akan menjadi suatu kehormatan walaupun pemiliknya adalah orang yang
dihinakan. Ia pun dapat menjadikan orang yang memilikinya merasa dekat
padahal sebenarnya ia jauh. Selain itu, ilmu pengetahuan juga dapat menjadi
suatu kekayaan di kala pemiliknya berada dalam kemiskinan, serta mampu
mendatangkan kewibawaan tatkala orang yang memilikinya diremehkan”.
Abu Muslim al-Khaulani r.a. berkata: “Orang-orang alim yang
mengamalkan ilmunya dibumi itu ibarat bintang-bintang yang bergelantungan
di langit. Apabila bintang itu tampak oleh manusia, maka ia bisa memberi
petunjuk kepadanya. Namun sebaliknya apabila bintang itu tidak kelihatan,
maka manusia akan kebingungan ke mana harus mendapat petunjuk”.
Ka’ab al-Akbar r.a berkata: “Seandainya keutamaan majlis ilmu itu
tampak pada manusia, maka niscaya ia akan berebut untuk mendapatkannya.
Sehingga yang mempunyai jabatan dan orang yang berbelanja (transaksi
bisnis) pun akan meninggalkannya”.
43
Sebagian ulama salaf berkata: “Sebaik-baik pemberian yang diberikan
kepada manusia adalah akal sedangkan sejelek-jelek musibah yang diterima
manusia adalah kebodohan”.
Sebagaian ulama salaf yang lain juga berkata: “Sesungguhnya ilmu
adalah pelindung dan perisai dari tipu daya setan, sebagai benteng dari tipu
daya orang hasud, dengki, dan sekaligus sebagai petunjuk akal”.
Dari Muazd bin Jabal r.a. berkata: “Pelajarilah ilmu pengetahuan,
karena mempelajari ilmu adalah sebuah kebajikan, mempelajari ilmu adalah
sebuah ibadah, mengulangi ilmu adalah tasbih, membahas ilmu adalah jihad,
mengusahakan ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah SWT, sedangkan
mengajarkan dan menyampaikan ilmu adalah sadaqah”.
Fudzail bin ‘Iyad r.a. berkata: “Orang yang alim, cendekiawan muslim
yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain, maka dikerajaan langit akan
dipanggil sebagi orang besar”.
Sufyan bin ‘Uyainah r.a berkata: “Manusia yang paling tinggi di sisi
Tuhan adalah orang-orang yang berada di antara Allah SWT dengan hamba-
Nya, yaitu para nabi dan ulama.”
Sufyan bin ‘Uyainah r.a juga berkata: “Di dunia seseorang tidak akan
diberi sesuatu yang lebih berharga dibanding dengan kenabian, dan yang
paling mulia setelah kenabian adalah ilmu dan pemahamannya”. Kemudian
Sufyan bin ‘Uyainah r.a ditanya, “Dari siapa perkataan itu engkau peroleh?”,
ia menjawab: “Dari semua ahli-ahli agama”.
44
Imam al-Syafi’i r.a. berkata: “Seandainya fuqaha’ ( orang ahli fiqih)
yang selalu mengamalkan ilmu tidak disebut sebagai kekasih Allah SWT
(waliyyullah) maka niscaya tidak ada lagi wali bagi Allah SWT.
Ibnu al-Mubarrak r.a. berkata: “Yang dinamakan orang yang pandai
(‘âlim) adalah seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan, selalu
mencari ilmu, sehingga apabila ada seseorang yang menganggap bahwa
dirinya adalah orang yang pandai, maka sebenarnya ia adalah orang yang
paling bodoh”.
Imam Waqi’ r.a berkata: “Seseorang tidak akan dikatakan sebagai
orang yang pandai (‘âlim) sampai ia mau mendengarkan orang yang berada di
atasnya dalam segi umurnya (lebih tua), mau mendengar orang yang
sebanding dengannya (sebaya), dan mau mendengar orang yang berada di
bawahnya (lebih muda)”.
Sufyan al-Tsauri r.a berkata: “Hal-hal ajaib (perkara yang membuat
orang lain berdetak kagum, heran) itu sudah merata dan ada dimana-mana,
apalagi pada akhir zaman seperti sekarang ini lebih merata lagi musibah-
musibah yang menimpa umat manusia sekarang juga banyak dan sering
terjadi, apalagi musibah masalah keagamaan sekarang lebih banyak lagi.
Setiap musibah yang terjadi merupakan sesuatu hal yang luar biasa. Namun
yang lebih luar biasa lagi adalah kematian para alim ulama, karena kehidupan
orang yang pandai (‘âlim) itu akan memberikan rahmat, kesejukan bagi umat
45
manusia. Kematian ulama dalam Islam akan menyebabkan Islam menjadi
terguncang, karena keseimbangan sosial masyarakat Islam menjadi goyah”.
Dalam kitab Sâhih al Bukhâri diriwayatkan dari Abdullah Ibn ‘Amr
Ibn ‘Ash r.a. ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
الل999ه إن الناس من ينتزع999ه انتزاعا العلم يقبض ال يب999ق لم اذا حتى العلم999اء بقبض العلم يقبض ولكن رؤساء الناس اتخذ عالم بغي99ر فافتوا فسئلوا جهوال
18 واضلوا فضلوا علم
“Sesungguhnya Allah SWT tidak mengambil ilmu dengan cara mencabut ilmu tesebut dari manusia, akan tetapi Allah SWT mencabut ilmu dari muka bumi ini dengan cara mencabut nyawa orang-orang yang ‘âlim (ulama) sehingga tidak ada satu orang alimpun tersisa di muka bumi ini, kemudian masyarakat akan mengangkat pemimpin yang bodoh, tidak berilmu, dan ketika mereka bertanya tentang suatu permasalahan, maka mereka akan memberikan jawaban (fatwa) tanpa berdasarkan ilmu pengetahuan, sehingga meraka menjadi sesat dan menyesatkan”.
Semua hal yang dikemukakan di atas, baik mengenai keutamaan ilmu
ataupun keutamaan orang yang mempunyai ilmu, semua itu hanya bisa terjadi
pada diri ulama yang mampu mengamalkan ilmunya. Karena mereka
mempunyai kepribadian yang baik, selalu menjauhkan diri dari perbuatan
maksiat, mengamalkan ilmunya hanya untuk memperoleh keridha’an Allah
SWT, bersimpuh dihadapan-Nya agar memperoleh surga yang penuh dengan
nikmat.
18 al-Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, 39.
46
Bukannya orang-orang yang menggunakan ilmunya untuk mencari
keuntungan duniawi semata, baik untuk mencari jabatan, mengumpulkan harta
benda, atau pun berlomba-lomba memperbanyak pengikut dan murid.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
ب99ه يم99اري او العلم99اء ب99ه ليج99اري العلم طلب من في الل99ه ادخل99ه الناس وج99وه ب99ه يصرف او الفقهاء
19 النار
“Barang siapa yang mencari ilmu dengan tujuan akan mempergunakan ilmu tersebut untuk menjatuhkan alim ulama, atau berdebat dengan ahli agama, ataupun bertujuan untuk memalingkan pandangan manusia, maka Allah SWT akan memasukannya ke dalam api neraka”
Diriwayatkan dari Rasulullah SAW bersabda:
ا علما تعلم من تع999الى الل999ه وج999ه ب999ه يبتغى مم اليتعلمه ع99رف يجد لم الدنيا من غرضا به ليصيب اال
20 الجنة
“Barang siapa mencari ilmu bukan karena mencari ridha Allah SWT, namun karena harta dunia, maka Allah SWT tidak akan memberinya ilmu dan ia juga tidak akan mendapat semerbaknya harum surga”
Dan Rasulullah SAW telah bersabda:
تع99الى الل99ه وج99ه غي99ر ب99ه اراد او الله لغير علما تعلم من أ 21 النار من مقعده فليتبو
19 al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî,141.20 Abû Dâwud, Sunan Abû Dâwud, 32.21 al-Tirmidzî, Sunan al-Tirmidzî,141.
47
“Barang siapa mencari ilmu karena selain Allah SWT atau menghendaki yang bukan karena keridha’an Allah SWT, maka bersiap-siaplah mendapat posisi di neraka”Rasulullah SAW bersabda:
يؤتى فتن99دلق النار في فيلقى القيام99ة يوم بالعالميدور اقتابه مار يدور كما بها ف حى, فيظي99ف الح بالر
بالخير أمرا كنت فيقولوا مالك، فيقولون النار اهلر عن وانهى أتيه وال 22 وأتيه الش
“Pada hari kiamat nanti akan didatangkan seorang pandai (alim) kemudian ia dilemparkan kedalam api neraka sehingga usus-ususnya terurai keluar dari perutnya, kemudian ia berputar-putar di dalam neraka laksana himar yang berputar sambil membawa alat penggiling. Kemudian penduduk ahli neraka mengerumuninya sambil bertanya: ‘Apa yang terjadi pada dirimu?’ ia menjawab: ‘Saya memerintahkan orang lain untuk melakukan kebaikan padahal saya tidak melakukannya dan saya melarang orang lain untuk tidak melakukan perbuatan yang jelek, sedangkan saya sendiri melakukannya”
Diriwayatkan dari Basyr r.a , Allah SWT memberikan wahyu kepada
Nabi Daud a.s: “Janganlah engkau jadikan antara saya (Allah SWT) dan kamu
seorang yang ‘âlim yang menjadi fitnah yang karena sifat takaburnya akan
menjauhkan dirimu untuk mencintai saya (Allah SWT). Mereka itu adalah
orang-orang yang menghadang jalan hamba-hambaKu”.
Sufyan al-Tsauri r.a berkata: “Sesungguhnya ilmu itu dipelajari karena
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kelebihan ilmu dibandingkan
dengan ilmu yang lain adalah karena dengan ilmu itulah mereka mendekatkan
diri pada Allah SWT”.
22 Imam al-Ghazali, Ihyâ’ Ulûmiddin, 186.
48
Ketika tujuan itu menjadi cacat, maka niat orang yang mencari ilmu itu
juga menjadi rusak. Hal ini karena ia hanya memakai ilmu itu sebagai
perantara untuk mencari kemewahan dunia yang sifatnya hanya sementara,
baik untuk mengumpulkan harta benda ataupun untuk memperoleh jabatan.
Pahala mencari ilmunya benar-benar telah sirna, dan amal perbuatannya juga
menjadi hilang sehingga akhirnya ia menjadi orang yang sangat merugi.
Fudzail bin ‘Iyadah r.a berkata: “Ada yang menyampaikan kisah pada
saya bahwa ulama yang fasiq dan orang-orang yang hafal al-Qur’an pada hari
kiamat nanti mereka akan disiksa di neraka terlebih dahulu sebelum orang-
orang yang menyembah berhala”.
Hasan al-Basri r.a berkata: “Siksaan ilmu pengetahuan adalah hati
yang mati”. Kemudian Hasan al-Basri r.a ditanya: “Apa yang dimaksud
dengan hati yang mati?”. Ia menjawab: “Matinya hati adalah jika mencari
harta dunia dengan menggunakan perbuatan akhirat”.23
b. Etika Murid
Setidaknya ada 10 (sepuluh) macam etika yang harus dimiliki murid
terhadap dirinya sendiri, yaitu:
1. Hendaknya murid mensucikan hatinya dari segala sesuatu yang
mempunyai unsur-unsur yang tidak baik, di antaranya: unsur menipu,
23 Hasyim Asy’ari, Adâb al-’âlim wa al-muta’allim: fîmâ yahtâj ilaih al-muta’allim fî Akhwâl ta’allumih wa mâ yatawaqqaf ‘alaih al-mu’allim fî maqâmât ta’lîmih,ed. Muhamad Isham Hadziq (Jombang: Turâts al-Islâmiy,1415), 12-24.
49
kekotoran hati, rasa dendam, dengki, keyakinan dan budi pekerti yang
tidak baik.
2. Hendaknya murid memperbaiki niatnya di dalam belajar, yaitu untuk
mencari ridha Allah SWT, serta akan mengamalkannya, menghidupkan
syariat agama Islam, mencerahkan mata hati (batin), dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
3. Hendaknya murid berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh ilmu
pengetahuan ketika masih muda dan mempergunakan waktu sebaik-
baiknya.
4. Hendaknya orang yang mencari ilmu pengetahuan itu menerima dengan
penuh keikhlasan hati (qana’ah) segala sesuatu yang ia terima, baik dalam
hal bekal ataupun pakaian. Ia juga harus bersabar atas kehidupan yang
berada di bawah standar yang di alami ketika sedang berada pada tahap
ini.
5. Hendaknya murid membagi waktunya baik siang ataupun malam, dan
mempergunakan setiap kesempatan yang ada, sebab waktu yang terbuang
percuma itu tidak ada nilainya.
6. Hendaknya murid mengurangi makan dan minum, karena apabila perut
dalam keadaan kenyang, maka hal ini akan menghalanginya untuk
melakukan ibadah dan membuatnya malas.
50
7. Hendaknya murid menuntut dirinya sendiri agar bersifat wira’i serta
berhati-hati dalam setiap keadaan. Tujuannya adalah agar hatinya
mendapat sinar ilahi dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
8. Hendaknya murid tidak memperbanyak makan yang akan menjadi
penyebab kesulitan di dalam menerima pelajaran dan memperlemah panca
indra.
9. Hendaknya murid berusaha untuk mengurangi waktu tidur, selama tidak
menimbulkan bahaya pada diri dan hatinya.
10. Seyogyanya orang yang mencari ilmu itu menjauhi pergaulan umum,
karena menjauhinya itu lebih baik, terutama bergaul dengan lawan jenis.24
c. Etika Murid Terhadap Guru
Etika murid terhadap gurunya ada 12 (dua belas) macam, yaitu:
1. Hal pertama yang harus dilakukan oleh murid adalah mempertimbangkan
dalam mencari seorang guru secara mendalam dan melakukan sholat
istikharah dalam memilih figur seorang guru.
2. Berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari sosok guru, yang di
yakini mempunyai ilmu syariat yang baik, mencintai berbagai macam
ilmu pengetahuan, gemar membaca, dan termasuk orang-orang yang
dipercaya oleh rekan sepergaulannya, sering mengadakan halaqah
(diskusi) dan pembahasan keilmuan.
24 Ibid., 24-28.
51
3. Hendaknya selama tidak keluar dari garis-garis ajaran agama, murid selalu
tunduk, taat dan patuh terhadap gurunya. Ia tidak diperkenankan keluar
dari pendapat dan segala aturan yang telah dibuat.
4. Hendaknya seorang murid harus selalu berpandangan bahwa guru adalah
sosok yang agung, memiliki derajat yang tinggi, mulia, dan terhormat.
5. Hendaknya seorang murid mengetahui kewajibannya kepada sang guru
dan memenuhi hak-haknya guru.
6. Murid harus bersabar atas perilaku atau sikap buruk guru. Hendaknya
perilaku atau sikap tersebut tidak menjadi penghalang bagi murid untuk
selalu menimba ilmu dan menyakini kesempurnaan guru dengan baik.
7. Janganlah masuk menghadap guru di luar majlis umum, kecuali setelah
meminta izin, baik terhadap guru secara langsung ataupun lewat orang
lain.
8. Apabila seorang murid duduk di hadapan guru, maka ia hendaknya duduk
di hadapannya dengan penuh sopan santun.
9. Hendaknya murid berbicara dengan sopan terhadap gurunya sebaik
mungkin.
10. Jika murid mendengarkan penjelasan guru, maka hendaknya ia
mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan penuh antusias.
11. Murid hendaknya tidak mendahului guru untuk menjelaskan suatu
masalah atau menjawab suatu pertanyaan, tidak membandingkan dan juga
tidak menunjukan pengetahuan dan pemahamannya tentang hal tersebut.
52
12. Jika guru memberikan sesuatu pada murid, maka hendaknya diterima
dengan tangan kanan dan sebaliknya.25
d. Etika Murid Terhadap Pelajarannya
Di dalam belajar, hendaknya seorang murid memperhatikan 13 (tiga
belas) etika sebagai berikut:
1. Hendaknya murid memulai pada pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain.
2. Setelah mempelajari ilmu yang fardlu ‘ain maka hendaknya murid
melanjutkan dengan mempelajari berbagai ilmu yang berkaitan dengan
kitab Allah SWT sehingga ia mempunyai keyakinan yang kuat.
3. Sejak awal seorang murid harus bisa menahan diri dan tidak terjebak
dalam perbedaan pandangan di antara para ulama dan juga manusia
umumnya secara mutlak.
4. Sebelum menghafalkan sesuatu hendaknya sang murid mentashihkan
terlebih dahulu kepada seorang guru atau orang yang mempunyai
kemampuan dalam ilmu tersebut.
5. Hendaknya seorang murid dalam mencari ilmu berangkat lebih pagi,
apalagi ilmu hadist, dan jangan menyia-nyiakan peluang yang ia miliki
untuk menggali ilmu dan meneliti sanad-sanad hadist, hukum-hukum,
manfaat, bahasa, dan cerita yang terkandung di dalamnya.
25 Ibid., 29-42.
53
6. Ketika seorang murid menjelaskan apa yang ia hafalkan, walaupun masih
dalam bentuk ikhtisar (ringkasan) dan menguraikan permasalahan dan
faidah yang penting, maka ia diperbolehkan untuk beralih dari berbagai
pembahasan yang luas dengan terus menerus menelaah apa yang ia amati
atau didengarkan dari berbagai macam segi dan jenis keilmuan.
7. Seorang murid hendaknya aktif selalu mengikuti halaqah (pertemuan)
gurunya dalam setiap pelajaran.
8. Apabila seorang murid menghadiri suatu majlis, hendaklah ia
mengucapkan salam kepada yang hadir pada majlis tersebut dengan suara
yang bisa mereka dengar dengan jelas, apalagi jika ada gurunya, maka ia
harus lebih hormat dan memuliakan.
9. Murid hendaknya tidak perlu malu untuk bertanya tentang kesulitan yang
belum bisa ia pahami, namun hendaknya ia bertanya dengan bertanya
yang baik dan sopan.
10. Hendaknya murid bersabar pada gilirannya (dalam bertanya) tidak boleh
mendahului peserta lain kecuali apabila ia mengizinkannya.
11. Agar menjaga kesopanan ketika murid duduk di hadapan guru, yakni
ketika dalam kegiatan belajar dan juga harus membawa kitabnya sendiri
dan tidak boleh meletakkan kitabnya di lantai dalam keadaan terbuka.
12. Agar tekun pada satu pelajaran dan tidak berpindah pada pelajaran yang
lain sebelum ia bisa memahami dengan baik, tidak boleh berpindah dari
suatu tempat belajar ke tempat belajar lain kecuali sangat tepaksa.
54
13. Membantu (mendukung) keberhasilan teman-teman sesama pelajar dalam
meraih ilmu pengetahuan, memberi petunjuk (nasihat) kepada mereka
ihwal pentingnya menyibukkan diri dalam meraih faidah, meringankan
kesusahan mereka, mempermudah mereka dalam menanggapi anugerah
(prestasi), serta saling memberikan nasihat dan peringatan (anjuran).26
e. Etika Guru Terhadap Dirinya Sendiri
Etika guru kepada diri sendiri ada 20 (dua puluh), yaitu:
1. Agar selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah SWT, baik
tersembunyi atau ramai.
2. Senantiasa berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan
tindakan.
3. Senantiasa bersikap tenang.
4. Senantiasa bersikap wara’.
5. Selalu bersikap tawadlu’.
6. Selalu bersikap khusyu’ kepada Allah SWT.
7. Menjadikan Allah SWT sebagai tempat meminta pertolongan dalam
segala keadaan.
8. Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga untuk mencapai keuntungan
duniawi, baik jabatan, harta, publisitas, atau agar lebih maju dibanding
temannya yang lain.
26 Ibid., 43-54.
55
9. Tidak diskrimatif di antara para murid.
10. Bersikap zuhud dalam urusan dunia sebatas apa yang ia butuhkan, yang
tidak membahayakan dirinya sendiri, keluarga, bersikap sederhana dan
bersifat qana’ah.
11. Menjauhi pekerjaan (profesi) yang di anggap rendah (hina) menurut
pandangan adat maupun syariat.
12. Menjauhkan diri dari tempat-tempat yang rendah dan hina menurut
manusia, juga hal-hal yang dibenci oleh syari’at maupun adat setempat.
13. Agar selalu menjaga dan menghidupkan syiar dan ajaran-ajaran Islam.
14. Menegakkan sunnah-sunnah dan menghapus segala hal yang mengandung
unsur bid’ah.
15. Membiasakan melakukan hal-hal sunah yang bersifat syariat, baik
qauliyah ataupun fi’liyah.
16. Bergaul dengan akhlak yang baik.
17. Membersihkan hati dan tindakannya dari akhlak yang jelek dan
dilanjutkan dengan perbuatan yang baik.
18. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu dan bersungguh-
sungguh dalam setiap aktifitas ibadah.
19. Tidak boleh membedakan status, nasab, dan usia dalam mengambil
hikmah dari semua orang.
20. Membiasakan diri untuk menyusun atau merangkum kitab (buku).27
27 Ibid., 55-70.
56
f. Etika Guru Dalam Mengajar
Seorang guru ketika hendak akan mengajar dan ketika mengajar perlu
memperhatikan beberapa etika, diantaranya:
1. Sebelum mendatangi majlis, seorang guru hendaknya
mensucikan dirinya dari hadats dan kotoran, memakai harum-haruman,
dan memakai pakaian yang layak sesuai mode zamannya.
2. Apabila keluar dari rumah (menuju tempat mengajar) sebaiknya
seorang guru selalu berdzikir dan berdo’a kepada Allah SWT.
3. Apabila telah sampai di hadapan hadirin maka hendaknya
seorang guru mengucapkan salam, lalu duduk menghadap kiblat jika
memungkinkan dengan tenang dan tawadlu serta khusu’ baik dengan
bersila atau yang lainnya yang penting sopan.
4. Hendaknya duduk di tempat yang bisa dilihat oleh seluruh
hadirin dengan tetap menghormati hadirin yang lebih senior, baik dari segi
keilmuan, umur, ataupun kedudukan, serta menempatkannya sesuai
jenjang kepemimpinan.
5. Sebelum memulai pengajaran, hendaknya seorang guru memulai
dengan membaca ayat al-Qur’an untuk mencari barokah dan setelah itu
berdo’a untuk dirinya, hadirin dan juga seluruh muslimin dan orang yang
mewaqafkan jika ternyata tempat belajarnya adalah tanah wakaf sebagai
balasan kebaikan perbuatannya dan agar tercapai cita-citanya.
57
6. Apabila seorang guru hendak memulai pelajaran lebih dari satu
materi (pembahasan), maka didahulukan materi yang lebih penting.
7. Mengatur volume suara di dalam menjelaskan pelajaran,
sehingga tidak berlebihan ataupun memelankannya sehingga tidak
terdengar, namun sebaiknya suara itu tidak melebihi majlis dan tidak
kurang dari pendengaran hadirin.
8. Menjaga (mengendalikan) majlis dari kegaduhan, kebisingan,
dan segala sesuatu yang dapat menganggu kelancaran proses belajar
mengajar.
9. Hendaknya mengatakan kepada para hadirin bahwa berdebat itu
tidak baik apabila sudah jelas kebenarannya. Tujuan dari berkumpul
adalah untuk mencari kebenaran, membersihkan hati dan mencari faidah.
Oleh karena itu, maka tidak pantas bagi para ahli ilmu untuk berdebat
karena hanya akan menimbulkan permusuhan dan kemarahan.
10. Memberikan peringatan tegas terhadap murid yang melakukan
hal-hal di luar batas etika yang semestinya dijaga di saat mereka berada di
dalam majlis.
11. Apabila ditanya tentang sesuatu yang belum diketahui, maka
hendaknya seorang guru mengakui ketidaktahuannya itu.
12. Hendaknya menunjukan kasih sayang kepada orang baru yang
hadir di majlis, memberi kesempatan dengan lapang dada, karena orang
58
yang baru biasanya masih bingung, jangan banyak dipandang karena hal
itu akan membuat dia merasa tercela.
13. Hendaknya ketika memulai setiap pelajaran dibuka dengan
basmalah, agar mengingat Allah SWT pada awal dan akhir pelajaran.
14. Jika tidak menguasai materi, maka hendaknya jangan
mengajarkan sesuatu yang tidak tahu. Karena hal itu termasuk
mempermainkan agama dan merendahkan diri di hadapan manusia.28
g. Etika Guru Terhadap Murid
Ada 14 (empat belas) macam etika guru terhadap murid-muridnya:
1. Hendaknya dalam mengajar dan mendidik itu karena berharap untuk
memperoleh ridha Allah SWT dan untuk menyebarkan ilmu.
2. Hendaknya guru tidak berhenti mengajar walaupun niat muridnya tidak
ikhlas.
3. Hendaknya mencintai muridnya seperti dia mencintai dirinya sendiri.
4. Hendaknya di dalam memberi (menyampaikan) materi dengan penjelasan
yang mudah dipahami sesuai dengan kemampuan mereka.
5. Hendaknya dengan menjaga agar tetap bersungguh-sungguh dalam
mengajar dan memberi pemahaman pada murid dan mendekati makna
secara tidak berlebihan.
28 Ibid., 71-80.
59
6. Mencarikan waktu luang bagi murid untuk mengulangi pelajaran dan
menguji kemampuannya.
7. Apabila ada murid yang melakukan sesuatu yang belum waktunya atau
mempelajari pelajaran yang dirasa sangat berat dan mengkhawatirkan,
maka hendaknya ia dinasihati dengan lemah lembut dan diingatkan agar ia
tetap sabar dan semangat.
8. Hendaknya guru tidak menampakkan kelebihan salah satu murid di
hadapan kawan-kawannya dengan menunjukan kasih sayang dan perhatian
yang berbeda. Karena dalam hal sifat, umur, atau pengalaman ilmu
agamanya mereka sama, karena hal itu akan menyakitkan hati mereka.
9. Hendaklah bersikap lemah lembut kepada murid dan menyebutkan murid
yang tidak hadir, dengan sikap yang baik, dan mengetahui nama-nama,
nasab, dan asal usul mereka dan kemudian mendo’akan mereka senantiasa
baik.
10. Guru juga harus membiasakan diri untuk memberikan contoh terhadap
muridnya. Misalnya, mengucapkan salam, berbicara dengan baik dan
sopan, kasih sayang, tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan,
dan lain sebagainya.
11. Hendaknya guru senantiasa berusaha untuk membantu kebaikan
muridnya, baik dengan jabatan ataupun harta semampunya tanpa ada
keterpaksaan.
60
12. Apabila ada murid yang tidak masuk lebih dari biasanya, maka hendaknya
guru bertanya tentang keadaannya kepada kawan yang biasa bersamanya.
Apabila kawannya tidak tahu, maka hendaknya guru mengutus kawannya
atau lebih baik lagi jika guru yang mendatanginya sendiri.
13. Hendaknya guru bersikap rendah hati kepada muridnya dan semua orang
yang bertanya dengan menegakkan hak-hak Allah SWT dan hak-hak
dirinya sendiri.
14. Hendaknya pun bertutur kata dengan tutur kata yang baik kepada
muridnya apalagi kepada murid yang baik dan memanggil mereka dengan
nama yang baik, menyambut murid dengan baik apabila bertemu atau
menerima mereka.29
h. Etika Terhadap Kitab
Yang dimaksud dengan etika terhadap kitab (buku) adalah
menyangkut bagaimana cara memperoleh, meletakkan/ menyimpan, menulis/
mengutip, dan lain sebagainya. Dalam hal ini sedikitnya ada 5 (lima) macam
etika yang harus diperhatikan oleh seseorang yang sedang belajar (termasuk
guru). Lima hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Buku adalah salah satu sarana pokok dalam kegiatan
pembelajaran. Oleh karenanya, hendaklah orang yang sedang belajar
memilikinya, baik dengan cara membeli, menyewa ataupun meminjam.
29 Ibid., 81-95.
61
Kemudian, hal yang paling penting setelah buku itu diperoleh
adalah memahami isinya. Jadi, jangan sampai buku tersebut dimiliki
hanya untuk dikumpulkan atau dikoleksi sebagaimana dilakukan oleh
banyak orang.
2. Misalnya, apabila seorang murid meminjam suatu buku dari
orang lain, hendaklah ia langsung mengembalikan begitu telah selesai
menggunakan buku tersebut, serta tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada pemiliknya.
Terhadap buku pinjaman tersebut ia tidak dibenarkan melakukan
tindakan apapun tanpa seizin pemiliknya, seperti membuat catatan-catatan,
meminjamkannya kepada orang lain, termasuk mengutip sebagian isinya.
Jadi, buku tersebut hendaknya dijaga dengan baik dan dikembalikan lagi
kepada pemiliknya dalam kondisi seperti semula.
3. Ketika menulis atau mengutip suatu buku, ia hendaknya tidak
meletakkan buku yang tengah dikutip tersebut di atas tanah (lantai).
Namun hendaknya ia meletakkannya di tempat yang lebih tinggi dan
terhormat (di atas meja dan sebagainya).
Kemudian, hendaknya ia juga memperhatikan etika menyusun
(mengurutkan) buku. Dalam hai ini hendaknya ia menyusun urutannya
berdasarkan tingkat keagungan pembahasan (materi) yang terkandung dari
masing-masing buku itu atau berdasarkan tingkat integritas pengarangnya.
62
Selain itu, di sisi luar dari masing-masing buku hendaknya ia
menuliskan judul buku atas nama pengarangnya. Hal ini demi
memudahkannya dalam mencari salah satu buku yang sewaktu-waktu
diperlukan tanpa harus repot-repot memeriksa satu per satu isi dari buku-
buku tersebut.
4. Setiap kali akan meminjam atau membeli suatu buku,
hendaklah terlebih dahulu ia memeriksa dan memastikan kesempurnaan
susunan dan isi (pembahsan) buku tersebut.
5. Dalam hal mengutip atau mencatat suatu materi (terutama
materi-materi yang berkaitan dengan ilmu-ilmu syariat agama Islam),
hendaknya ia melakukannya dalam keadaan suci, menghadap ke arah
kiblat, serta berpakaian yang bersih lagi sopan.
Ketika menulis, hendaknya ia mengawali tulisannya itu dengan
tulisan basmalah. Kemudian, setiap kali ia mencatat (mengutip) sutu
pendapat atau penjelasan yang ditemukan oleh seorang ulama, hendaknya
ia menuliskan penjelasan di bawahnya mengenai sumber dari kutipan
tersebut.30
30 Ibid., 95-101.
63