rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2018/... · web...
TRANSCRIPT
TUGAS KELOMPOK
DASAR-DASAR ILMU SOSIAL
PSIKOLOGI SOSIAL
Disusun oleh:
Merry Christina Silaen 17072230
Aisha Devi Gumulya P. 17072304
Muhammad Rianto Rialdi 17072309
Anisa 17072290
Dita Megahidayah 17072289
Aldo Ricky Putra 17071144
Rahmat Hidayat 18071003
Rega Firmansyah 18071287
Windra 18071018
Tri Yanto 18071273
Marshellano 18071020
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI DAN MULTIMEDIA
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia secara biologi merupakan makhluk yang diciptakan untuk berinteraksi secara
sosial. Sebagai makhluk yang diberkahi dengan kemampuan akal pikir dan perasaan manusia
memiliki keinginan untuk membaur dengan alam lingkungannya.
Suatu pola interaksi sosial dihasilkan setelah terjadi hubungan berkesinambungan antara
manusia di dalam masyarakatnya. Oleh karenanya antara manusia akan saling membutuhkan
dan memiliki rasa untuk harus saling berhubungan.
Kebutuhan saling ketergantungan itu menimbulkan suatu interaksi sosial. Faktor
pembentuk suatu interaski sosial yakni tindakan sosial, komunikasi sosial, dan kontak sosial.
Struktur sosial di masyarakat ditentukan dari hubungan tersebut.
Psikologi sosial merupakan wawasan antara hubungan pola perilaku manusia dan
kelompok. Psikologi sosial adalah cabang ilmu dari psikologi. Sebagai salah satu bagian dari
ilmu sosial, psikologi sosial memiliki pembahasan yang terpusat pada kehidupan manusia.
Perbedaan psikologi sosial dengan psikologi umum terletak pada objek kajiannya.
Psikologi umum akan mengamati manusia dan aktivitasnya yang erat dengan fungsi mental
(perasaan, polapikir, keinginan) yang dilihat terlepas dari lingkungan sekitarnya. Sementara
psikologi sosial digunakan untuk mengamati bagaimana kegiatan sosialnya.
Koentjoro (2005), psikologi sosial menjadi paradigm mendasar ilmu psikologi,
menjangkau seluruh bagian kehidupan manusia, memiliki kedekatan dengan semua bidang
keilmuan yang lain di aman turt serta ada perilaku sosial manusia.
Persoalan-persoalan dalam kehidupan banyak dipengaruhi karena lingkungan yang
kemudian menstimulus perilaku individu atau kelompok. Contohnya kemiskinan, korupsi,
kenakalan remaja, kasus interpersonal, terorisme, dan lain-lain.
Psikologi sosial secara intensif dipelajari mulai tahun 1930, kini hadir sebagai pencerah
terhadap pemecahan kasus tersebut baik melalui pendidikan maupun sisi keagamaan. Dengan
mempelajari psikologi sosial kita bisa mengenal bagaimana peranan situasi, suatu budaya,
dan permasalahan, sehingga kita dapat memahami perilaku manusia.
Psikologi sosial telah memberi kesempatan bagi manusia agar bisa memperkaya dan
mengubah fungsi pikir ke arah lebih baik dari masyarakatnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Psikologi Sosial
Psikologi sosial merupakan suatu bidang keilmuan yang mempelajari tentang
hubungan antara manusia dan kelompok terhadap lingkungannya yang dipengaruhi
dengan perilaku manusia itu sendiri.
Psikologi sosial terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan sosial. Psikologi diartikan
sebuah tatanan ilmu pengetahuan yang fokus terhadap ekspresi dan fungsi mental dari
manusia, yakni perilaku dan proses kegiatannya yang diamati secara ilmiah. Sedangkan
sosial merupakan segala perilaku yang berhubungan dengan hubungan antar individu.
Jadi, psikologi sosial memiliki arti sebagai suatu bidang atau tatanan keilmuan yang
mempelajari tentang perilaku dan mental manusia yang berkaitan dengan hubungan antar
individu dalam masyarakat.
Psikologi Sosial membuat intervensi untuk membentuk tingkah laku manusia agar
lebih adaptif dan tepat guna dalam situasi dimana manusia itu berada. Sherif & Muzfer
(1956) mendefinisikan psikologi sosial sebagai ilmu tetang pengalaman dan perilaku
individu yang erat kaitannya dengan situasi stimulus sosial.
Nurrachaman (2005), menyatakan gagasan yang menjadi dasar psikologi sosial
berasal dari pengenalan tingkah laku yang prosesnya berlangsung dalam lingkup sosial
(mampu mempengaruhi individu) dan kemudian melahirkan studi tentang proses intra
psikis dari dalam diri individu berkaitan dengan interaksinya secara interpsikis antara
sesamanya.
Psikologi dipilih sebagai akar ilmu sekaligus landasan ilmiah yang mengkaji
peristiwa mentah dan behavior manusia yang dikenal sebagai komunikasi intrapersonal
(komunikasi dalam diri sendiri). Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang
terjadi dalam diri manusia yang tidak dapat dilihat secara kasat mata oleh individu
lainnya.
B. Ruang Lingkup Psikologi Sosial dalam Komunikasi
Hovlan dkk (2012) mendefinisikan komunikasi sebagai “the process by which an
individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior
of other individuals (the audience).” Komunikasi dalam kerangka psikologi
behaviorisme sebagai usaha menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal
yang bertindak sebagai stimuli.
Stimulus sosial yang dimaksud berupa lingkungan, dan persepsi individu terhadap
lingkungannya. Hal ini kemudian mampu memunculkan dinamika perilaku individu
(behaviour). Mempelajari sebuah perilaku harus secara objektif melihat kedua interaksi
antara individu dan lingkungannya.
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses
komunikasi. Dalam sisi komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia
komunikan serta faktor-faktor internal atau eksternal yang memengaruhi perilaku
komunikasinya. Sedangkan pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dengan
mengidentifikasi apakah komunikasi berhasil memengaruhi orang lain.
Pada saat pesan sampai pada diri si pemberi pesan (komunikator), psikologi melihat
ke dalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional
yang memengaruhinya, dan menjelaskan berbagai corak komunikan ketika sendiri
(individu) atau dalam kelompok (Rakhmat, J. 2012).
Alport (dalam Sarwono dan Meinarno, 2009) menegaskan akan pengaruh kehadiran
orang lain pada pikiran, perasaan, dan perilaku individu. Bahwa seseorang dikategorikan
psikologi sosial apabila “dia berupaya memahami, menjelaskan, dan mampu
memprediksi sebuah pikiran, perasaan, dan tindakan individu-individu dipengaruhi
pikiran, perasaan, dan tindakan-tindakan orang lain yang dilihatnya atau hanya sekedar
dibayangkannya.”
Menurut Shaw dan Costanzo, 1970 (dalam buku Sarlito, Psikologi Sosial Individu)
membagi ruang lingkup studi psikologi sosial kedalam tiga golongan besar sebagai
berikut:
Pengaruh sosial terhadap proses individual, cara melihat da mensikapi kehadiran
orang lain, keberadaan sese orang dalam kelompok, atau normaa dalam kelompok
mempengaruhi persepsi, motivasi, proses belajar, sikap, dan sifat seseorang.
Proses kebersamaan, pada suatu kelompok atau masyarakat, seperti: bahasa, sikap
sosial, prasangka, dsb.
Interaksi kelompok, berhubungan dengan individu baik dalam kelompok maupun
antar kelompok, seperti: kepemimpinan, komunikasi, hubungan kekuasaan, otoritas,
konformitas, kerja sama, kompetisi, peran sosial, peran jenis kelamin, dsb.
C. Perspektif dan Pendekatan Psikologi Sosial
a. Perspektif Psikologi Sosial
Menurut Rogers (2003), psikologi sosial muncul pada akhir abad 19 dan awal
abad 20. Dalam masa awal perkembangannya, psikologi sosial memiliki dua
paradigma pendekatan berasal dari pertemuan antara Psikologi dan Sosiologi.
Psikologi sosial sangat erat kaitannya dengan sosiologi seperti yang dijelaskan
Nurrachaman (2008), yakni psikologi sebagai perilaku individu secara kritis
dipengaruhi oleh yang sedang terjadi (terpaan) di luar dari individu itu sendiri dalam
lingkungannya. Sedangkan sosiologi lebih berfokus pada tingkat agregat, struktur
sosial dan pola organisasi sosial atau kelompok tempat suatu individu berada.
Stephan & Stephan, 1985 (dalam Koentjoro, 2005) mengusulkan dua perspektif
pembelajaran dalam psikologi sosial, yakni perspektif psikologis dan perspektif
sosiologis. Dapat disimpulkan psikologi sosial adalah disiplin ilmu yang terbagi.
Sebagian psikologi sosial akan bertumpu menggunakan psikologis dan sebagian
lainnya menggunakan sosiologis.
Secara umum perspektif psikologi sosial berfokus pada individu dan bagaimana
cara dia berkontribusi pada lingkungannya, dan bagaimana hal itu juga merupakan
hasil dari faktor rangsangan dari lingkungannya.
b. Pendekatan Psikologi Sosial
Ada 6 model pendekatan dalam Psikologi Sosial yaitu :
1. Pendekatan Behaviorisme
Menurut pendekatan behaviorisme (perilaku), pada dasarnya tingkah laku
adalah respon atau stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan
dalam model S – R atau suatu kaitan Stimulus – Respon. Hal ini berarti
tingkah lau itu seperti sebuah refek tanpa adanya kerja mental sama sekali.
Adapun pendekatan ini dipelopori oleh J.B Watson kemudian dikembangkan
atau disemurnakan oleh banyak ahli seperti B.F Skinner yang kemudian
melahirkan banyak sub aliran.
2. Pendekatan Neurobiologis
Menurut pendekatan neurobiologis ini, tinglah laku manusia biasanya
dikendalikan oleh aktivitas otak dan system saraf. Pendekatan neurobiologis ini
berupaya mengaitkan perilaku yang terlibat dalam implus listrik dan kimia yang
terjadi di dalam tubuh serta menentukan proses neurobiologis yang mendasari
perilaku dan proses mental.
3. Pendekatan Kognitif
Pada pendekatan kognitif ini, menekankan bahwa tingkah laku adalah
sebuah proses mental dimana individu ( organisme ) aktif dalam menangkap,
menilai, membandingkan dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi.
Individu melakukan stimulus lalu melakukan proses mental sebelum
memberikan reaksi atas stimulus yang datang.
4. Pendekatan Psikoanalisa
Dalam pendekatan psikoanalisa ini, mengatakan bahwa kehidupan indivudu
sebagian besar dikuasai oleh alam bawah sadar. Sehingga tingkah laku individu
banyak didasari oleh hal – hal yang tidak disadari seperti keinginann, implus
atupun dorongan. Keinginan atau dorongan yang ditekan akan tetap hidup
dalam bawah alam sadar dan sewaktu – waktu akan menuntuk unutk
diwujudkan atau dipuaskan maupun dipenuhi.
5. Pendekatan Fenomenologi
Pendekatan fenomenologi ini lebih memperhatikan pada pengalaman
subjektif individu karena itu tingkah laku sangat dipengaruhi oleh pandangan
hidup terhadap dirinya dan dunianya, konsep tentang dirinya, harga dirinya, dan
segala hal yang menyangkut kesadaran atau aktualisasi dirinya. Ini berarti
melihat tinglah laku seseorang akan selalu dikaitkan denagn fenomena apapun
tentang dirinya.
6. Pendekatan Psikologi Gestalt
Menekankan pada konfigurasi yang menyeluruh, diprakasai oleh Max
Wertheimer, Kohler, dan Koffka.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Teori Psikologi Sosial
1. Teori Motivasi
Teori ini berfokus pada kebutuhan atau motif individu. Pengalaman sehari-hari
maupun riset psikologi sosial telah memberikan banyak contoh bagaimana kebutuhan
kita bisa mempengaruhi persepsi kita, sikap, dan perilaku individu. Misalnya, untuk
menjaga harga diri, individu cenderung menyalahkan orang lain ketika sedang
mengalami kegagalan, dan apabila mendapat keberhasilan, individu cenderung
mengatakan bahwa itu adalah hasil jerih payahnya selama ini. Pandangan Freudian
atau psikoanalitik tentang motivasi menunjukkan arti penting dari dorongan bawaan
(inborn) individu. Khususnya dorongan yang berhubungan dengan seksualitas dan
agresi. Sebaliknya psikologi sosial lebih memahami fenomena tersebut sebagai
pertimbangan sederet kebutuhan dan keinginan manusia. Psikolog sosial juga
menekankan cara dimana situasi dan hubungan sosial tertentu dapat menciptakan dan
menimbulkan kebutuhan dan motif. Misalnya pengalaman pindah rumah, dari rumah
menuju rumah kos untuk kuliah di kota lain. Mungkin akan menimbulkan kesepian
diantara remaja yang menjelang dewasa. Perpindahan tempat akan memutus jaringan
sosial pertemanan. Oleh karena itu muncul kebutuhan akan keakraban dan rasa
memiliki. Keinginan tersebut mungkin dapat diwujudkan dengan cara bergabung
dengan organisasi kemahasiswaan di kampus. Dan berbagai cara lain untuk
mengatasi kesepiannya. Psikologi sosial akan berusaha memahami dan berusaha
mengidentifikasi secara detail apakah pencetus perilaku misalnya perilaku merampok
yang dilakukan. Psikolog sosial akan berusaha mempelajari remaja lainnya yang
pernah melakukan perampokan bersenjata dalam rangka mendapatkan kesimpulan
umum tentang hubungan antara motivasi dan tindakan kriminal.
2. Teori Belajar
Ide utama teori belajar adalah perilaku seseorang sekarang merupakan hasil dari
pengalaman sebelumnya. Dalam situasi tertentu seseorang belajar perilaku tertentu,
yang seiring dengan berjalannya waktu mungkin akan menjadi kebiasaan. Ketika
seseorang berhadapan dengan situasi serupa, orang tersebut akan cenderung
berperilaku sesuai dengan kebiasaan yang pernah dilakukannya. Misalnya ketika
lampu merah menyala, kita biasanya menghentikan kendaraan kita, karena pada masa
lalu kita pernah belajar merespon situasi itu dengan menghentikan kendaraan.
Pendekatan ini ketika diaplikasikan pada perilaku sosial oleh Albert Bandura (1977)
dinamakan social learning theory. Terdapat tiga mekanisme umum terjadinya proses
belajar, yang pertama adalah:
a. Asosiasi Atau Pengkondisian Klasik
Anjing Pavlov belajar mengeluarkan air liur ketika mendengarkan bel karena
bersamaan dengan makanan yang diberikan bersama dengan suara bel. Setelah
beberapa waktu kemudian, anjing akan mengeluarkan air liur setiap kali
mendengar suara bel. Beberapa waktu kemudian suara bel diberikan tetapi
makanan tidak diberikan namun air liur keluar dari mulut anjing karena anjing
telah belajar mengasosiasikan antara suara bel dan makanan. Manusia kadang
belajar emosi melalui asosiasi. Misalnya orang beberapa kali datang ke dokter
gigi, karena terlalu sakitnya perlakuan yang diberikan ketika operasi gigi,
meskipun tidak datang ke dokter, ketika mendengar kata dokter gigi, seseorang
sudah bisa merasakan betapa sakitnya operasi gigi.
b. Reinforcement (penguatan)
Dipelajari oleh B. F Skinner, orang belajar melakukan perilaku tertentu
karena perilaku itu diikuti dengan sesuatu yang menyenangkan atau memuaskan
kebutuhan. Seorang anak belajar membantu orang lain karena orang tuanya
memujinya saat dia berbagi mainan atau membantu merapikan mainan. Atau
siswa SMA yang tidak akan pernah bertanya pada guru matematika karena
gurunya sudah memasang wajah geram dan marah ketika muridnya bertanya.
c. Observational learning
Orang cenderung belajar sikap dan perilaku sosial dengan mengamati orang
lain yang secara teknis disebut sebagai model. Anak belajar bahasa etnisnya dari
orang-orang yang berbicara sekelilingnya. Remaja mungkin mengikuti sikap
politik tertentu karena orang tuanya secara aktif mendengarkan orasi-orasi orang
tuanya. Anak juga belajar meniru (imitasi) dari perilaku orang lain ketika belajar.
Modeling terjadi ketika seseorang tidak hanya mengamati tapi juga meniru
perilaku orang lain. Misalnya perilaku merokok, remaja cenderung meniru orang
dewasa untuk merokok, sebutlah bapaknya sendiri merokok, anak akan meniru
perilaku merokok dari bapaknya sebagai bagian dari kehidupan dewasa
seseorang.
Modeling: meniru perilaku orang lain
Reinforcement: belajar berdasarkan imbalan sebagai penguat
Social learning theory: belajar berdasarkan penguatan dan modeling
Observational learning: belajar dengan mengamati orang lain
3. Teori Kognitif
Pendekatan kognitif menyatakan bahwa perilaku seseorang tergantung pada cara
individu memahami situasi sosial. Kurt Lewin mengaplikasikan gagasan Gestalt
kedalam psikologi sosial. Lewin menekankan pentingnya bagaimana individu
memahami lingkungan sosial. Menurut Lewin perilaku dipengaruhi oleh karakteristik
personal individu (seperti kemampuan, kepribadian, dan disposisi genetik) dan oleh
pemahanan tentang lingkungan. Gagasan inti dalam perspektif kognitif adalah bahwa
individu cenderung secara spontan mengelompokkan dan mengkategorikan objek.
Diperpustakaan, kita melihat deretan buku dirak sebagai satu unit, bukan sebagai
buku-buku yang banyak jumlahnya. Kita mungkin memandang orang lain yang ada
diperpustakaan sebagai suatu kelompok.
4. Proximity atau Kedekatan
Riset kognisi sosial fokus pada bagaimana seseorang menyatukan berbagai
informasi tentang orang, situasi sosial, dan kelompok dalam rangka menarik
kesimpulan tentang mereka (Fiske dan Taylor dalam Taylor, Peplau dan Sears,
2009). Perbedaan kognitif dibanding dengan pendekatan teori belajar, pertama
pendekatan kognitif fokus pada persepsi saat ini dibanding pada pengalaman masa
lalu. Kedua, pendekatan kognitif lebih memperhatikan arti penting persepsi atau
interpretasi seseorang terhadap sebuah situasi.
Sikap atau disebut juga dengan attitude pengertiannya adalah sikap terhadap obyek
tertentu yang disertai dengan kecenderungan untuk bertidak sesuai dengan sikap terhadap
obyek tadi atau dengan kata lain yang lebih singkat sikap atau attitude adalah sikap dan
kesediaan bereaksi terhadap suatu hal. (Gerungan, 1991 : 149)
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa sikap adalah kesadaran individu yang
menentukan perbuatan nyata dan perbuatan-perbuatan yang akan terjadi, jadi merupakan
suatu hal yang menentukan sikap sifat, hakikat baik perbuatan sekarang maupun perbuatan
yang akan datang. (Abu Ahmadi, 1988 : 52)
Rupanya pengertian diatas sesuai dengan pendapat ahli psikologi yang bernama W.J.
Thomas yang memberi batasan sebagai berikut :
"Sikap adalah sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan
yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi dalam kegiatan- kegiatan sosial sosial". (Abu
Ahmadi, 1988 : 160) Nampaknya kalau kita amati dari tiga definisi diatas tidak terlihat
perbedaan yang menyolok antara satu dengan yang lainnya bahkan Nampak adanya saling
menguatkan, sehingga malah terlihat menjadi satu definisi yang lebih sesuai. Terlepas dari itu
semua yang jelas attitude atau sikap itu selalu terarahkan pada suatu hal atau suatu obyek.
Tidak ada satu sikappun yang tanpa obyek, begitu kata W.J. Thomas. Dan obyek ini dapat
berupa benda- benda, orang-orang, peristiwa-peristiwa, lembaga- lembaga atau organisasi,
dapat juga berupa norma - norma, nilai-nilai atau lainnya. Attitude atau sikap ini di dalamnya
sedikitnya mempunyai 3 (tiga) aspek pokok, yaitu :
1. Aspek Kognitif, yaitu aspek yang berhubungan dengan gejala yang mengenai fikiran
yang merupakan pengolahan, pengalaman dan keyakinan serta harapan-harapan individu
tentang obyek atau sekelompok obyek.
2. Aspek Afektif, yaitu aspek yang merupakan suatu proses yang menyangkut perasaan-
perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipasti dan sebagainya yang
ditujukan pada obyekobyek tertentu.
3. Aspek Konatif, yaitu aspek yang berwujud suatu proses tendensi atau kecenderungan
untuk berbuat sesuatu pada obyek.
Analisa Psikologi Sosial Dalam Kasus “Bullying terhadap anak disabilitas di kampung
Ngampilan Pathuk Yogyakarta”
1. Uraian Kasus
Kejadian/kasus ini terjadi pada saat salah satu dari kami tinggal disebuah asrama
pathuk. Di asrama tersebut mempunyai banyak warga, salah satunya ya anak
disabilitas ini. Anak ini terlahir tidak sempurna, dia memiliki kekurangan
ketidakmampuan mengerti apa-apa atau sesuatu yang sedang terjadi dan
ketidakmampuan berinteraksi terhadap lingkungan sekitar. Sehingga itu membuat
dirinya menjadi bahan omongan orang disekitarnya dan menjadi suatu pusat
perhatian khusus diantara anak atau orang yang lainnya. Pada saat itu salah satu dari
kami masih belum terlalu menegerti bagaimana perlakuan yang harusnya dilakukan
bagi orang yang berkebutuhan khusus, karena masih usia anak-anak yang sedang
asik-asiknya bermain tanpa perlu menghiraukan keadaan seperti itu. Tetapi tanpa
disadari justru memakan korban psikis dan mental anak disabilitas tersebut, karena
mereka merasa tidak dianggap ada dan tidak perlu dihiraukan keadaannya. Secara
tidak langsung itu merupakan bullying yang diberikan kepada mereka. Mereka akan
merasa tercampakkan dan merasa hidupnya dibeda-bedakan dari orang biasa
dilingkungan sekitar.
BAB IV
KESIMPULAN
Psikologi sosial disimpulkan secara singkat sebagai bagian dari ilmu sosial yang
mempelajari kaitannya interaksi antara manusia-manusia dan dengan lingkungannya yang
dipengaruhi oleh perilakunya sendiri. Dalam hal ini dipengaruhi oleh fungsi mental dan cara
mereka mengekspresikan sesuatu. Proses psikologi sosial berlangsung di lingkup sosial,
berguna dalam proses pembentukan intra psikis dalam setiap diri individu.
Pendekatan psikologi sosial ada lima: Pendekatan Perilaku, Pendekatan Neurobiologi,
Pendekatan, Kognitif, Pendekatan Psikoanalisa, dan Pendekatan Fenomenologi. Ada tiga
aspek kesimpulan dari pengaruh psikologi terhadap sikap individu: Aspek Kognitif, Aspek
Afektif, dan Aspek Konatif.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:Rahkmat, J. Psikologi Komunikasi. Bandung: 2012. PT Remaja Rosdakarya OffsetSyam, Nina W. Psikologi Sosial sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: 2013. Simbiosa Rekatama Media.Supardan, Dadang.2013. Pengantar Ilmu Sosial (Sebuah Kajian Pendekatan Struktural). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ebook:books.google.co.id. Pendidikan Kedewasaan Dalam Perspektif Psikologi Islami. Di akses 22 Desember 2018.
Web:https://psikologi.ui.ac.id/psikologi-sosial/. Di akses 20 Desember 2018.
Jurnal:Soeparno, Kontjoro & Kidia Sandra. (2011). Social Phsychology: The Passion of Phsychology. Fakultas Psikologi: Universitas Gadjah Mada.
Web:Digilib.uinsby.ac.id/627/Bab%203.pdf di akses 28 desember 2018