rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · web...

24
KOMUNIKASI PERSUASIF Auliafradiba Fikratania (18071109) Jesicka Latupeirissa (18071006) Diana Sartika Sari Waruwu (18071012) Sinta Kristanti Puspita (18071016) Gabriela Tiara Kesek (18071262) UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA 2018/2019

Upload: others

Post on 19-Jan-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

KOMUNIKASI PERSUASIF

Auliafradiba Fikratania (18071109)

Jesicka Latupeirissa (18071006)

Diana Sartika Sari Waruwu (18071012)

Sinta Kristanti Puspita (18071016)

Gabriela Tiara Kesek (18071262)

UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

2018/2019

Page 2: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

MASS MEDIA EFFECT

Komunikasi persuasif adalah salah satu teknik komunikasi yang melibatkan penggunaan pesan-

pesan verbal untuk mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Komunikasi persuasif

merupakan teknik komunikasi yang umum digunakan dalam rangka merubah serta membentuk

sikap khalayak untuk pertama kalinya. Persuasi bukanlah propaganda karena keduanya memiliki

beberapa perbedaan, salah satunya terkait dengan media komunikasi yang digunakan.

Propaganda ditujukan untuk mempengaruhi massa melalui media massa. Sedangkan persuasi

tidak hanya terjadi dalam konteks komunikasi massa melainkan juga terjadi dalam konteks

interpersonal atau interaksi tatap muka dan organisasi. Dalam konteks media massa, secara

umum, terdapat tiga bentuk persuasi media massa yaitu iklan produk, iklan layanan masyarakat,

dan iklan yang terkait dengan politik. Bentuk-bentuk persuasi media massa tersebut tentunya

menghasilkan efek tertentu pada khalayak yang menjadi sasaran persuasi.

Efek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

komunikasi terutama terkait dengan perubahan sikap dan perilaku khalayak. Adapun yang

menjadi pusat kajian para peneliti adalah jenis perubahan perilaku pada khalayak terkait dengan

pesan-pesan persuasi, proses yang mengarah pada perubahan sikap dan perilaku khalayak terkait

dengan pesan-pesan persuasi, dan kondisi yang menyebabkan terjadinya perubahan pada diri

khalayak.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa jenis persuasi

tertentu justru memperteguh sikap, perilaku atau keyakinan yang telah ada sebelumnya. Guna

menjelaskan lebih lanjut terkait efek yang terjadi pada khalayak akibat pesan persuasi, para ahli

kemudian mengembangkan berbagai pendekatan salah satunya adalah pendekatan teori efek

media massa. Pendekatan teori efek media massa menjelaskan efek atau perubahan yang terjadi

pada diri khalayak akibat pesan persuasi dan media massa yang digunakan dalam proses

persuasi.

Page 3: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Sejarah

Secara umum, kajian tentang efek media massa dalam komunikasi persuasif didorong oleh

penelitian-penelitan dalam konteks komunikasi massa. Dengan demikian, penelitian tentang efek

media massa dalam komunikasi persuasif tidak dapat dilepaskan dari hasil berbagai penelitian

efek komunikasi massa yang telah dilakukan oleh para ahli. Jika kita lihat kembali sejarah

penelitian efek komunikasi massa maka kita akan melihat pasang surut kekuatan efek media

massa.

Hasil studi efek media massa yang dilakukan setelah Perang Dunia I hingga awal tahun 1940an

menunjukkaan bahwa media massa memberikan efek yang sangat besar kepada khalayak.

Namun, hasil penelitian yang dilakukan tahun 1940 hingga tahun 1960an menunjukkan

terbatasnya efek media massa terhadap khalayak. Kemudian, efek media massa kepada khalayak

kembali menunjukkan gejala penguatan berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada pertengahan

abad 20 hingga tahun 1980an. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli

menunjukkan bahwa media massa memegang peran yang sangat besar dalam membentuk sikap,

memperteguh sikap, dan merubah sikap khalayak.

Dengan demikian, apa sajakah efek media massa dalam komunikasi persuasif? Berikut adalah

ulasan singkatnya.

1. Pengalaman

Efek media massa dalam komunikasi persuasif yang pertama adalah pengalaman. Salah

satu tokoh teori media klasik yaitu Marshall McLuhan menyatakan bahwa medium

adalah pesan. Ia menolak konsep pengaruh atau dampak isi pesan terhadap khalayak.

Menurut McLuhan, yang memengaruhi khalayak adalah macam-macam media

komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan bukan apa yang

disampaikan oleh media. Media massa menurut McLuhan menyuguhkan kepada

khalayak sebuah akses ke ruang informasi dan pengalaman bersama. Hal ini memberikan

Page 4: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

ruang kepada komunikator atau persuader untuk menyesuaikan serta mengikat informasi

dan pengalaman bersama tersebut dengan produk, gagasan, atau kandidat yang dimiliki.

2. Selektivitas Penerima

Efek media massa dalam komunikasi persuasif berikutnya terkait dengan selektivitas

penerima. Semakin beragamnya media komunikasi dengan sendirinya menuntut

penerima atau khalayak untuk lebih selektif lagi dalam memilih media. Semua ini

mengarah pada narrowcasting. Narrowcasting mengacu pada perancangan pesan-pesan

elektronik untuk kluster tertentu yang memiliki minat, kegemaran, atau kegiatan tertentu.

3. Menggunakan Media

Efek media massa dalam komunikasi persuasif selanjutnya terkait dengan bagaimana

khalayak menggunakan media. Penggunaan media oleh khalayak tidak dapat dilepaskan

dari pendekatan teori uses and gratification. Menurut pendekatan ini, media massa

memiliki beberapa fungsi yaitu menyediakan informasi baru dan persuasi sikap. Menurut

para pendirinya, pendekatan ini ditujukan untuk mengkaji berbagai kebutuhan baik

psikologis maupun sosial yang dapat dipenuhi oleh media massa.

Kebutuhan tersebut dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu identitas sosial, kontak

sosial, serta pengalihan dan hiburan. Pendekatan ini juga memandang khalayak sebagai

makhluk yang aktif, rasional, dan selektif dalam memilih dan menggunakan media.

4. Membentuk Citra

Menurut Roberts (1977), citra adalah representasi keseluruhan informasi tentang dunia

yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan individu. Lebih lanjut Roberts

menyatakan bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu

tetapi cenderung memengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan

dan citra inilah yang memengaruhi cara kita berperilaku (Rakhmat, 2001 : 223-224).

Page 5: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Menurut McLuhan, media massa berperan dalam proses penyampaian informasi tentang

segala hal yang ada di sekitar kita atau hal-hal yang tidak dapat kita alami secara

langsung. Realitas yang dibentuk oleh media massa merupakan realitas tangan kedua,

dalam artian media massa menyeleksi realitas yang ada melalui proses gatekeeping dan

kemudian menyajikannya kepada khalayak.

5. Mengubah Citra

Selain membentuk citra, media massa juga berperan dalam mengubah citra. Hal ini ini

terkait dengan peran media massa melaporkan berbagai hal yang ada di sekitar kita secara

selektif sehingga memengaruhi pembentukan citra yang tidak sesuai, tidak cermat, dan

bias. Jika hal ini dilakukan secara terus menerus oleh media massa, maka media massa

sejatinya memberikan citra dunia yang keliru kepada khalayak.

6. Menentukan Agenda Publik

Di satu sisi, orang cenderung memerhatikan, tertarik, dan membicarakan tentang berbagai

informasi yang diterima melalui media massa. Di sisi lain, media massa kerapkali

menyuguhkan realitas secara tidak utuh atau selektif. Hal ini berdampak terhadap apa

yang orang-orang pelajari dan tanggapi. Selektivitas informasi yang dilakukan media

massa inilah yang dapat mengarah pada penentuan agenda publik. Hal-hal terkait dengan

penentuan agenda publik diulas lebih lengkap dalam teori agenda setting.

7. Memberikan Arti Penting

Efek media massa dalam komunikasi persuasif selanjutnya adalah media memberikan arti

penting terhadap orang, kejadian atau peristiwa tertentu. Dengan kata lain, media massa

yang menaruh perhatian orang-orang, peristiwa, atau permasalahan tertentu sejatinya

media massa telah memberikan arti penting terhadap orang-orang, peristiwa atau

permasalahan tersebut di mata publik.

Perhatian besar yang diberikan oleh media massa terhadap orang, peristiwa atau

permasalahan yang dianggap penting akan pula menjadi perhatian besar khalayak massa.

Page 6: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Misalnya, di bidang politik, kandidat yang tidak begitu terkenal sebelumnya namun

berhasil memenangkan pemilihan karena mendapatkan perhatian media massa yang jauh

lebih besar dibandingkan kandidat lainnya.

8. Merubah Sikap

Dalam bidang komunikasi pemasaran atau periklanan, media massa efektif dalam

merubah sikap khalayak karena khalayak dipandang memiliki sikap yang lemah sehingga

mudah dipersuasi melalui media massa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak

mudah dipengaruhi oleh iklan-iklan produk makanan atau mainan dibandingkan dengan

orang tua. Hal ini juga berlaku di bidang komunikasi politik. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa pemilih cenderung akan merubah sikap dan pendapatnya apabila

pemilih belum menentukan sikapnya hingga akhirnya menentukan sikap setelah

dipengaruhi oleh kampanye media massa.

9. Memperteguh Sikap

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa

efek media massa adalah memperkuat atau memperteguh sikap yang telah ada

sebelumnya. Misalnya, dalam kampanye debat publik pilpres, hasil studi menunjukkan

bahwa efek utama media massa dalam kampanye adalah untuk memperteguh atau

memperkuat preferensi khalayak terhadap kandidat dan meningkatkan konsistensi sikap

khalayak terhadap berbagai permasalahan yang diangkat saat kampanye.

10. Membentuk Kepercayaan atau Keyakinan

Kepercayaan atau keyakinan dimaknai sebagai kognisi tentang probabilitas sebuah obyek

atau peristiwa diasosiasikan dengan atribusi tertentu. Dengan kata lain, keyakinan adalah

yakin bahwa sesuatu itu benar atau nyata. Media massa memiliki kekuatan untuk

menciptakan dan membentuk keyakinan kita secara terus menerus.

Page 7: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

11. Membentuk Sikap

Efek media massa dalam komunikasi persuasif berikutnya adalah membentuk sikap

khalayak. Sikap dibentuk dengan menghubungkan atau mengasosiasikan lingkungan

yang menyenangkan dengan sebuah produk, orang, atau gagasan. Misalnya, dalam iklan

sepeda motor, pemasar menampilkan sosok legenda pebalap motor dengan tujuan untuk

membantu menciptakan sikap khalayak terhadap produk dan menghubungkan produk

tersebut dengan kecepatan dan prestasi sang legenda pebalap motor.

12. Perilaku Prososial

Media massa dipandang menimbulkan efek perilaku prososial khalayak. Contoh perilaku

prososial adalah memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Misalnya, hasil studi menunjukkan bahwa iklan layanan masyarakat antigondok telah

meningkatkan jumlah rumah tangga yang menggunakan garam beryodium di Ekuador.

13. Kognitif Prososial

Efek media massa dalam komunikasi persuasif lainnya adalah memberikan efek kognitif

prososial khalayak. Dalam artian, khalayak memperoleh manfaat yang dikehendaki

melalui media massa. Contohnya, hasil studi menunjukkan bahwa program televisi

“Sesame Street” mempermudah proses belajar bagi anak-anak di Amerika Serikat.

14. Meningkatkan Aksesibilitas Informasi

Media massa juga dipandang memiliki efek meningkatkan akses informasi bagi khalayak.

Aksesibilitas adalah konsep penting dalam model sikap dan menjadi salah satu tema yang

diperhitungkan dalam penelitian psikologi sosial. Aksesibilitas mengacu pada kemudahan

dimana unsur kognitif dapat diaktifkan. Perbedaan aksesibilitas menghasilkan tiga

konsekuensi yang berbeda yaitu realitas kultivasi, agenda setting, dan pemberian prestise

atau arti penting.

15. Kultivasi

Page 8: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Berdasarkan teori kultivasi, media massa khususnya televisi dipandang sebagai sumber

utama sistem simbol yang repetitif dan ritual. Dunia simbolis yang ditawarkan oleh

televisi berasal dari produksi pesan secara massal yang dilakukan oleh berbagai kalangan

untuk konsumsi banyak orang. Konsep yang ditawarkan oleh pendiri teori kultivasi

dipandang parallel dengan konsep dasar efek persuasi pembentukan tanggapan.

16. Framing

Salah satu konsep yang berkaitan erat dengan efek kultivasi adalah framing atau

pembingkaian permasalahan publik misalnya permasalahan terkait kebijakan aborsi.

Berdasarkan teori framing, permasalahan aborsi ini kemudian dibingkai sebagai hak

perempuan untuk mengendalikan atau mengontrol tubuhnya atau hak janin untuk tetap

hidup. Contoh lainnya adalah beberapa hasil studi menunjukkan bahwa pembentukan

opini publik dipengaruhi oleh cara media membingkai isu dan tokoh yang

membicarakannya.

17. Adopsi Inovasi

Efek media massa dalam komunikasi persuasif yang terakhir adalah membujuk orang lain

untuk mengadopsi gagasan atau teknologi baru. Berdasarkan teori difusi inovasi, proses

adopsi inovasi diawali oleh media yang pertama kali menyebarkan berita tentang sebuah

gagasan baru namun yang paling berperan dalam membujuk orang lain untuk melakukan

perubahan adalah jaringan interpersonal. Seiring berjalannya waktu, inovasi diadopsi

oleh khalayak yang lebih luas. Jika inovasi tersebut dipandang tidak menimbulkan

konflik maka proses adopsi inovasi akan lebih mudah. Namun, jika inovasi tersebut

dipandang dapat menimbulkan konflik maka adopsi inovasi tidak akan terjadi.

Berikut adalah beberapa teori efek media massa yang diungkapkan oleh para ahli beserta

penjelasannya.

1) Model Rangsangan-Reaksi (Stimulus-Response Model)

Model Rangsangan-Reaksi atau Stimulus-Response Model (S-R Model) atau yang

disebut juga dengan instinctive S-R theory oleh Melvin DeFleur (1975) memandang

khalayak media atau khalayak massa sebagai khalayak yang pesimis.

Page 9: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Teori S-R menyatakan bahwa media menyajikan rangsangan atau stimuli perkasa yang

diperhatikan secara seragam oleh massa. Rangsangan atau stimuli ini kemudian

membangkitkan berbagai proses seperti desakan, emosi, atau proses lain yang hampir

tidak dapat dikendalikan oleh individu. Tanggapan atau respon yang sama diberikan oleh

setiap anggota khalayak pada rangsangan atau stimuli yang datang dari media massa.

Teori atau model S-R menjadi acuan atau dasar bagi teori peluru atau teori jarum

hipodermis (McQuail, 1987 : 234).

2) Teori Jarum Hipodermik atau Teori Peluru (Hypodermic Needle Theory or Magic

Bullet Theory)

Teori jarum hipodermis atau teori peluru disebut juga dengan “the concept of powerful

mass media” oleh Elisabeth Noelle-Neumann.

Teori ini memandang media massa memiliki pengaruh yang kuat kepada khalayak media

atau khalayak massa dan dapat secara sengaja mengubah atau mengontrol perilaku

masyarakat. Dalam teori ini, khalayak digambarkan menjadi sasaran dari proses injeksi

informasi yang ditembakkan oleh media massa dan khalayak tidak dapat menghindari

atau menolak injeksi yang dilakukan oleh media massa.

3) Teori Dua Tahap (Two-step Flow)

Teori dua tahap dikenalkan oleh Paul F. Lazarfeld, Bernard Berelson, dan Hazel Gaudet

berdasarkan hasil studi yang menitikberatkan pada proses pengambilan keputusan selama

kampanye pemilihan presiden. Penelitian lain yang juga dilakukan selama dan pasca

Perang Dunia II menunjukkan bahwa efek media terjadi dalam pola dua tahap, dalam

artian efek media terjadi sebagian besar karena interaksi yang dilakukan melalui

komunikasi antar pribadi atau pengaruh interpersonal oleh pemuka pendapat kepada

anggotanya (Adler dan Rodman, 2003 : 474).

4) Teori Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance)

Page 10: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Dalam psikologi, yang dimaksud dengan disonansi kognitif adalah pengalaman tidak

menyenangkan atau tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang yang secara bersamaan

memegang dua atau lebih gagasan, nilai serta kepercayaan yang saling bertentangan, atau

ketika dihadapkan kepada infromasi yang bertentangan dengan gagasan, nilai serta

kepercayaan yang dimiliki.

Teori yang digagas oleh Leon Festinger ini menyatakan bahwa individu berusaha

menghindari perasaan tidak senang dan ketidakpastian dengan memilih informasi yang

cenderung memperkokoh keyakinannya, sembari menolak informasi yang bertentangan

dengan kepercayaan yang diyakininya.

5) Teori Terpaan Selektif (Selective Exposure Theory)

Tahun 1960 melalui bukunya The Effects of Mass Communication, Joseph T. Klapper

merangkum berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli.

Klapper menyimpulkan bahwa efek komunikasi massa terjadi melalui serangkaian faktor-

faktor perantara yaitu proses selektif yang meliputi persepsi selektif, terpaan selektif, dan

ingatan selektif, dan proses kelompok, norma kelompok, dan kepemimpinan opini.

Teori terpaan selektif menggambarkan khalayak tidaklah pasif sebagaimana pandangan

teori peluru. Khalayak sebagai sasaran berbagai macam isi komunikasi bersifat aktif

dengan cara selektif memilih isi media (Adler dan Rodman, 2003 : 475).

6) Teori Belajar Sosial (Social Learning Theory)

Teori belajar sosial pertama kali digagas oleh Neal E. Miller dan John Dollard (1941) dan

kemudian dikembangkan oleh Albert Bandura (1960an).

Teori ini menyatakan bahwa khalayak belajar tidak hanya melalui pengalaman langsung,

melainkan dari peniruan atau peneladanan. Lebih lanjut Bandura menjelaskan terdapat

empat tahapan yang harus dilalui dalam proses belajar sosial, yaitu perhatian,

pengingatan, reproduksi, motoris, dan motivasional (Rakhmat, 2001 : 240-241).

7) Teori Perbedaan Individu (Individual Differences Theory)

Page 11: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Teori perbedaan individu memandang bahwa media massa memberikan pengaruh yang

berbeda-beda kepada masing-masing khalayak sesuai dengan karakteristik yang dimiliki

oleh khalayak. Misalnya saja khalayak dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan dapat

mudah menerima pesan-pesan yang berisi imbauan logis.

Selain tingkat pendidikan, karakteristik khalayak yang dapat mempengaruhi perbedaan

efek media massa terhadap khalayak adalah usia, jenis kelamin, wilayah, tingkat

intelektual, kelas sosio ekonomi, dan lain-lain yang dalam metode penelitian komunikasi

disebut dengan aspek demografis (Adler dan Rodman, 2003 : 476).

8) Teori Uses and Gratifications

Teori uses and gratifications dirumuskan oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael

Gurevitch (1959). Mereka melakukan studi untuk mengetahui kaitan antara motivasi

khalayak dengan penggunaan media. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi

bagaimana khalayak menggunakan media, memahami motivasi perilaku bermedia dan

untuk mengidentifikasi berbagai fungsi yang mengikuti kebutuhan, motivasi, dan

perilaku khalayak.

Teori uses and gratifications didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu :

Khalayak memiliki motivasi dan tujuan dalam perilaku komunikasi mereka

Khalayak secara aktif memilih dan menggunakan media untuk memuaskan

kebutuhan atau keinginan mereka

Ketika memilih dan menggunakan media, khalayak dipengaruhi oleh faktor-faktor

sosial dan psikologis

Media harus bersaing dengan berbagai bentuk komunikasi lainnya untuk meraih

perhatian, seleksi,dan penggunaan oleh khalayak

Khalayak dapat mengartikulasikan alasan-alasan mereka menggunakan media

(Werder, 2009 : 633)

9) Teori Kultivasi (Cultivation Theory)

Teori kultivasi adalah salah satu contoh efek kumulatif media massa. Teori kultivasi

dikenalkan oleh George Gerbner pada tahun 1969 dan merupakan model efek media

Page 12: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

massa yang sangat kuat setelah teori peluru. Teori kultivasi menitikberatkan pada efek

jangka panjang dari terpaan televisi.

Proposisi utama dari teori kultivasi adalah semakin banyak waktu yang digunakan oleh

pemirsa untuk menonton televisi, maka pemirsa akan semakin percaya bahwa kenyataan

sosial di sekitarnya adalah seperti yang digambarkan oleh televisi. Persepsi yang

terbentuk ini dipengaruhi oleh berbagai macam gambar dan pesan-pesan ideologis yang

dikirimkan melaui media televisi terkenal.

10) Teori Kesenjangan Pengetahuan (Knowledge Gap Theory)

Teori kesenjangan pengetahuan menggambarkan pengaruh jangka panjang media massa

terhadap status sosial ekonomi khalayak. Teori yang dikembangkan oleh Phillip

Tichenor, George Donohue, dan Clarice Olien memiliki hipotesis yaitu bertambahnya

informasi yang disampaikan melalui media massa ke dalam sistem sosial menyebabkan

segmen khalayak yang memiliki status sosio-ekonomi yang tinggi.

Hal ini menyebabkan kencenderungan untuk menyerap informasi lebih cepat

dibandingkan dengan khalayak yang memiliki status sosioekonomi yang lebih rendah

sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan dalam pengetahuan antara keduanya

menjadi lebih besar bukan sebaliknya.

11) Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory)

Ahli teori berkebangsaan Jerman yang bernama Elisabeth Noelle-Neumann merumuskan

teori spiral keheningan melalui kajian yang menghubungkan efek media dengan dampak

terhadap pendapat umum dan pola perilaku demokratis khalayak.

Teori spiral keheningan didasarkan pada gagasan bahwa masyarakat yang merupakan

minoritas dalam khalayak luas tidak akan berbicara untuk melawan kaum mayoritas guna

menghindari resiko diisolasi atau penolakan oleh masyarakat sekitarnya. Pola perilaku

seperti ini menjalar kepada yang lainnya, yang mungkin dengan suara yang lebih

moderat, untuk tetap diam saat mereka meyakini bahwa sebagian besar orang setuju

dengan sudut pandang mayoritas (Werder, 2009 : 634).

12) Teori Agenda Setting (Agenda Setting Theory)

Page 13: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Teori agenda setting merupakan contoh lain dari efek kumulatif media massa. Teori

agenda setting yang digagas oleh Bernard Cohen, Maxwell McCombs, dan Donald Shaw

menggambarkan bagaimana pemilihan topik serta frekuensi pelaporan yang dilakukan

oleh media massa berpengaruh terhadap arti penting dari topik-topik tersebut bagi

khalayak umum.

Menurut teori agenda setting, media mengatakan apa yang penting kepada khalayak

bukan apa yang dianggap penting oleh khalayak. Dengan kata lain, tingkat perhatian yang

diberikan terhadap suatu isu dalam media mempengaruhi tingkatan pentingnya isu

tersebut bagi konsumen media massa.

Yang harus diperhatikan dari teori agenda setting adalah bahwa media tidak bermaksud

mengubah sudut pandang khalayak terhadap isu-isu tertentu, tetapi media dapat merubah

persepsi khalayak terhadap apa yang penting. Teori agenda setting lebih berpusat pada

isu-isu politik dan pemberitaan melalui media massa. Kini, teori agenda setting teori

agenda setting tidak hanya berpusat pada isu-isu politik, tetapi merambah ke pelbagai isu

serta media lain (Adler dan Rodman, 2003 : 477) .

13) Teori Framing (Framing Theory)

Menurut Ingrid Volkmer (2009 : 407-408) konsep teori framing berkaitan dengan tradisi

agenda setting. Teori framing bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai skema dimana

individu memandang dunia. Akar dari teori framing seringkali dikaitkan dengan ahli

sosiologi Erving Goffman yang berpendapat bahwa rancangan intepretatif merupakan

pusat dari beberapa elemen pokok dari sistem kepercayaan budaya.

Goffman menyebut rancangan frames intepretatif yang kita gunakan dalam pengalaman

kehidupan sehari-hari untuk menggambarkan dunia. Frames membantu untuk

mengurangi kompleksitas informasi melalui dua proses penyajian, yaitu frames

membantu mengintepretasikan dan membentuk kenyataan atau realitas. Konsep frame

yang dikenalkan oleh Goffman memiliki akar konseptual dalam teori fenomenologi yaitu

suatu pendekatan filsafat yang berpendapat bahwa pemaknaan tentang dunia diberikan

oleh individu yang didasarkan atas kepercayaan kehidupan dunia, pengalaman serta

pengetahuan.

Page 14: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Teori framing menjadi penting bagi berbagai sektor dalam masyarakat media

transnasional. Teori ini umumnya digunakan untuk merencanakan media kampanye

periklanan, manajemen public relations, komunikasi politik, serta jurnalistik baik

jurnalistik online maupun jurnalistik tradisional. Teori framing menggambarkan

kemampuan media untuk memanipulasi intepretasi khalayak terhadap pesan-pesan media

yang disampaikan dengan menggunakan fakta-fakta atau pendapat.

14) Teori Proses Informasi Sosial (Social Information Processing)

Teori proses informasi sosial adalah teori-teori komunikasi antarpribadi dan teori studi

media yang dikembangkan oleh Joseph Walter (1992). Teori ini menjelaskan komunikasi

interpersonal daring tanpa adanya petunjuk nonverbal yang berkembang dan pengelolaan

hubungan dalam lingkungan komunikasi bermedia komputer (computer-mediated

communication).

Komunikasi bermedia komputer merujuk pada komunikasi yang terjadi melalui bentuk

bermedia komputer seperti pesan instan, surat elektronik, ruang percakapan, dan lain-lain.

Dalam lingkungan komunikasi bermedia komputer, hubungan interpersonal

membutuhkan waktu lebih banyak untuk berkembang dibandingkan dengan komunikasi

tatap muka.

Teori ini berpendapat bahwa hubungan interpersonal secara daring mendemonstrasikan

dimensi hubungan dan kualitas yang sama dengan komunikasi tatap muka. Hubungan

secara daring ini dapat membantu memfasilitasi interaksi yang tidak terjadi dalam

komunikasi tatap muka dikarenakan berbagai faktor seperti faktor geografi dan

kecemasan dalam kelompok.

15) Social Identity Model of Deindividuation Effects

Teori social identity model of deindividuation effects (SIDE) dikembangkan oleh T.

Posmes, M. Lea, R. Spears, dan SD Reicher dalam ranah psikologi sosial dan studi

komunikasi. SIDE menjelaskan efek anonimitas dan kemampuan mengidentifikasi

terhadap perilaku kelompok.

Page 15: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

Teori ini kemudian berkembang menjadi bagian dari teori teknologi yang

menggambarkan efek sosial dari komunikasi bermedia komputer. Teori ini menyajikan

penjelasan alternatif tentang efek anonimitas dan faktor deindividuasi lainnya yang tidak

dapat dijelaskan oleh teori deindividuasi klasik.

Ada tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif

meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek efektif berhubungan

dengan emosi, perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan

perilaku dan niat untuyk melakukan sesuatu menurut cara tertentu.

a. Efek Kognitif

Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative

bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat

membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan

keterampilan kognitif. Melalui media massa, kita memperoleh informasi tentang benda,

orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi secara langsung.

b. Efek Afektif

Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa

bukan hanya sekedar memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu,

tetapi lebih dari itu, setelah mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan

dapat merasakannya. Sebagai contoh, setelah kita mendengar atau membaca informasi

artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus penyalah-gunaan narkoba, maka dalam

diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa jadi, senang. Perasaan

sebel, jengkel atau marah daat diartikan sebagai perasaan kesal terhadap perbuatan Roy

Marten. Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan

kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang cenderung

hidup hura-hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan

khalayak mengapa dia melakukan perbuatan tersebut.

Page 16: rosalia.mercubuana-yogya.ac.idrosalia.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2020/... · Web viewEfek media massa dalam komunikasi persuasif telah lama menjadi perhatian para peneliti

c. Efek Behavioral

Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku,

tindakan atau kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan

orang menjadi beringas. Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya,

akan menyebabkan para ibu rumah tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita

pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar yang mencontoh adegan gulat dari

acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat adegan gulat tersebut.

Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai efek yang

sama.

CONTOH KASUS

Geri (diperankan oleh Chicco Jerikho) dalam film Negeri Van Oranje merupakan seorang gay.  Namun, ia menyadari orientasi seksualnya itu bakal mendapatkan pertentangan dari agama, norma sosial juga teman-temannya (Lintang, Banjar, Daus dan Wicak). Akibatnya, Geri terus menyimpan rahasianya itu agar tetap dipandang normal, sesuai dengan sudut pandang mayoritas masyarakat. Meskipun pada kenyataannya Geri terbeban dengan situasi itu, dimana ia harus membohongi dirinya sendiri untuk tidak menyukai sesama jenis. Apa yang dialami Geri adalah fenomena disonansi kognitif. Namun perlu digarisbawahi, teori disonansi kognitif tidak hanya berlaku untuk menjelaskan fenomena orientasi seksual belaka. Ketika seorang perempuan ingin keluar malam minggu bersama temannya, namun disatu sisi juga tidak ingin melanggar peraturan orangtuanya juga dapat disebut mengalami disonansi kognitif. Larangan yang harus dipatuhi berbenturan dengan keinginannya untuk pergi.