-lp-retensi-urin.docx

26
RETENSI URINE A. Definisi Retensi urin pada wanita paling mungkin terjadi pada periode post partum atau setelah pembedahan pelvis. Menurut Stanton, retensio urin adalah ketidak- mampuan berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana keadaan tidak dapat mengeluarkan urin ini lebih dari 25-50 % kapasitas kandung kemih. Ketika terjadi retensi urin, pertama kali diupayakan cara non invasif seperti upaya bladder training dengan menggunakan hidroterapi Sitz bath agar fungsi eliminasi berkemih dapat terjadi secara spontan. Apabila upaya ini tidak berhasil, maka diperlukan penangananan bladder training dengan kateterisasi dengan memasang kateter foley dalam kandung kemih selama 24 - 48 jam untuk menjaga kandung kemih agar tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan tonus otot otot normalnya kembali agar tercapai proses berkemih spontan. Diagnosis retensi urin pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan neurologis, jumlah urin yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan

Upload: qdhuy-cihuy

Post on 13-Sep-2015

22 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

RETENSI URINE

A. DefinisiRetensi urin pada wanita paling mungkin terjadi pada periode post partum atau setelah pembedahan pelvis. Menurut Stanton, retensio urin adalah ketidak-mampuan berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana keadaan tidak dapat mengeluarkan urin ini lebih dari 25-50 % kapasitas kandung kemih.Ketika terjadi retensi urin, pertama kali diupayakan cara non invasif seperti upaya bladder training dengan menggunakan hidroterapi Sitz bath agar fungsi eliminasi berkemih dapat terjadi secara spontan. Apabila upaya ini tidak berhasil, maka diperlukan penangananan bladder training dengan kateterisasi dengan memasang kateter foley dalam kandung kemih selama 24 - 48 jam untuk menjaga kandung kemih agar tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan tonus otot otot normalnya kembali agar tercapai proses berkemih spontan.Diagnosis retensi urin pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan neurologis, jumlah urin yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan kultur urin, serta pengukuran volume residu urin . Selain itu, fungsi berkemih diperiksa dengan alat uroflowmetry.Saultz et al., menyatakan volume residu urin normal adalah kurang atau sama dengan 150 ml, sehingga jika volume residu urin lebih dari 150 ml dapat dikatakan abnormal dan biasa disebut retensi urin. Volume residu urin normal adalah maksimal 25 % dari total volume vesika urinaria. Kapasitas kandung kemih normal orang dewasa adalah 1000 ml. Namun keadaan over distensi dapat mencapai volume + 2000-3000 ml. Fungsi berkemih dikatakan masih normal bila volume urin minimal 0,5 - 1 ml / kgBB /jam.Secara umum penanganan retensi urin diawali dengan kateterisasi. Namun, studi terakhir menyatakan bahwa penanganan awal secara non invasif berupa hidroterapi dapat diupayakan terlebih dahulu. Apabila residu urin lebih dari 150 ml, antibiotik profilaksis perlu diberikan untuk kateterisasi dalam jangka panjang atau berulang.Retensi urin adalah kesulitan berkemih atau miksi karena kegagalan mengeluarkan urin dari kandung kemih atau akibat ketidak-mampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih sehingga menyebabkan distensi kandung kemih atau keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dimana dari beberapa literatur lama waktu dari ketidak-mampuan berkemih spontan serta volume residu urin berbeda-beda. Retensi urin dapat dibagi berdasarkan penyebab lokasi kerusakan saraf, yaitu :a. SupravesikalBerupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis S24 dan Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya, misalnya : retensi urin karena gangguan persarafan.b. VesikalBerupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, berhubungan dengan masa kehamilan dan proses persalinan, misalnya : retensi urin akibat iatrogenik, cedera/inflamasi, psikis.c. InfravesikalBerupa kekakuan leher vesika, striktur oleh batu kecil atau tumor pada leher vesika urinaria, misalnya : retensi urin akibat obstruksi.

B. Gejala klinis retensi urin1. Mengedan bila miksi2. Rasa tidak puas sehabis miksi3. Frekuensi miksi bertambah4. Nokturia atau pancaran kurang kuat5. Ketidak nyamanan daerah pubis6. Distensi vesika urinaria

C. Eliminasi Fisiologis1. Definisi Fungsi Eliminasi FisiologisFungsi eliminasi yaitu proses fisiologis tubuh untuk mengeluarkan sisa-sisa zat yang tidak diperlukan oleh tubuh untuk mencapai keseimbangan (homeostasis). Hal yang berkaitan dengan fungsi eliminasi, antara lain:a. Hemostatis internal.b. Keseimbangan asam basa tubuh.c. Pengeluaran sisa metabolisme.

2. Cara-cara Fungsi EliminasiCara-cara fungsi eliminasi adalah sebagai berikut : 15a. Urin melalui uretrab. Faeces melalui anusc. Keringat melalui kulitd. Gas CO2 dan uap air melalui paru-paru

3. Organ Sistem Urinariaa. Ginjalb. Ureterc. Trigonumd. Hubungan ureter-vesikae. Vesika urinaria (Bladder)Vesika urinaria (bladder) disebut juga kandung kemih terdiri atas 2 bagian, yaitu daerah fundus dan leher kandung kemih. Bagian leher kandung kemih disebut juga uretra posterior karena berhubungan dengan uretra. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh epitel transisional yang mengandung ujung-ujung saraf sensoris. Di bawahnya terdapat lapisan sub mukosa yang sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan jaringan elastin. Otot polos kandung kemih adalah otot detrusor yang terdiri dari lapisan otot longitudinal pada lapisan luar dan dalam sedangkan otot sirkuler pada bagian tengahnyaOtot detrusor melanjutkan perjalanannya ke arah uretra membentuk suatu "pipa" yang disebut bladder neck. Kandung kemih berbentuk oblik untuk menghindari urin kembali keatas.

f. UretraUretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urin keluar dari tubuh. Fungsi uretra pada pria dan wanita berbeda. Pada wanita, uretra berfungsi hanya untuk menyalurkan urin keluar dari tubuh dengan panjang + 4 cm. Sedangkan pada pria, uretra sebagai pengalihan urin dan sebagai organ reproduksi dengan penjang 18-20 cm. Sementara itu, sfingter uretra dibentuk oleh serat-serat otot lurik. Peranannya adalah untuk menahan upaya berkemih sementara waktu atau segera menghentikan proses berkemih bila dikehendaki.

4. Fisiologis Fungsi BerkemihSecara fisiologis, kandung kemih dapat menimbulkan rangsangan pada saraf apabila volume urin pada kandung kemih berisi + 250 - 450 ml (dewasa) dan 200-250 ml (anak-anak). Secara normal, urin orang dewasa diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada kecepatan + 120 ml/jam (1200 ml/hari) atau 25 % dari curah jantung. Volume urin normal minimal adalah 0,5-1 ml/kgBB/jam, dimana produksi urin dikatakan abnormal atau jumlah sedikit diproduksi oleh ginjal (oliguria) adalah sekitar 100 500 ml/hari.Fisiologi fungsi berkemih juga tergantung pada status dehidrasi individual. Untuk rata-rata individu dewasa dengan aktivitas ringan, National Research Council Amerika Serikat merekomendasikan kebutuhan air sebanyak 1 mL/kkal kebutuhan energi orang dewasa. Kebutuhan energi orang dewasa sekitar + 2000 kkal, sehingga normalnya perlu intake 2000 mL air per hari.Kandung kemih adalah organ penampung urin. Selain itu, berfungsi pula mengatur pengeluarannya. Proses berkemih dimulai dari tekanan intramural otot detrusor. Tekanan ini dahulu dianggap semata-mata akibat persarafan, akan tetapi pada penelitian terakhir menunjukkan bahwa tekanan intramural otot detrusor lebih ditentukan oleh keadaan fisik kandung kemih (berisi penuh atau tidak), dimana stimulasi ini diterima oleh stretch receptor pada kandung kemih.Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera. Jika kandung kemih terisi cukup dan mengembang, sementara tekanan intravesika tetap, maka sesuai dengan hukum Laplace, tekanan intramural otot detrusor akan meningkat.Peningkatan sampai titik tertentu akan merangsang stretch receptor, sehingga timbul impuls dari medulla spinalis sakralis 2-3-4 yang akan diteruskan ke pusat refleks berkemih di korteks serebri lobus frontalis pada area detrusor piramidal. Penelitian terakhir menyatakan bahwa kontrol terpenting terutama berasal dari daerah yang disebut Pontine Micturition Centre. Sistem ini ditunjang oleh sistem refleks sakralis yang disebut Sacralis Micturition Centre. Jika jalur persarafan antara pusat berkemih pontin dan sakralis dalam keadaan baik, maka proses berkemih akan berjalan dengan baik juga.Fungsi kandung kemih normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonom dan somatik. Jalur persarafan yang terdiri dari refleks fungsi detrusor dan refleks sfingter uretra meluas dari lobus frontalis samapi ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab dari gangguan fungsi berkemih neurogenik dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai tingkatan jalur persarafan. Proses berkemih menghasilkan serangkaian kejadian berupa relaksasi otot lurik uretra (rhabdosfingter), kontraksi otot detrusor kandung kemih dan pembukaan dari leher kandung kemih dan uretra.Selain saraf otonom dan somatik, proses berkemih fisiologis juga dipengaruhi oleh rasa tenang dan rasa takut nyeri. Perasaan subyektif ini melibatkan emosi yang diatur oleh sistem limbik pada sistem saraf pusat. Tingkah laku merupakan fungsi sistem saraf pusat yang melibatkan emosi. Tingkah laku khusus yang berhubungan dengan emosi, dorongan motorik dan sensoris bawah sadar, serta perasaan intrinsik mengenai rasa nyeri dan rasa tenang diatur oleh sistem saraf pusat yang dilakukan oleh struktur sub kortikal yang terletak di daerah basal otak yang disebut sistem limbik. Struktur sentral serebri basal dikelilingi korteks serebri yang disebut korteks limbik. Korteks limbik berfungsi sebagai daerah asosiasi untuk pengendalian fungsi tingkah laku tubuh dan penyimpan informasi yang menyimpan informasi mengenai pengalaman seperti rasa tenang, rasa nyeri, nafsu makan, bau, dan sebagainya.

5. Persarafan sistem urinaria bagian bawaha. Persarafan sensorik dan somatikPersarafan sensorik melibatkan saraf aferen yang berakhir pada pleksus sub-urogenital yang tidak mempunyai ujung saraf sensorik khusus. Ketiga pasang saraf perifer (simpatis thorakolumbal, parasimpatis sakral dan nervus pudendus) mengandung serabut saraf aferen. Serabut aferen yang berjalan di dalam pelvis membawa sensasi dari keadaan distensi kandung kemih yang terisi cukup dan merangsang stretch receptor.

Peran saraf aferen sensorik dari nervus hipogastrika kemungkinan menyampaikan beberapa sensasi dari distensi kandung kemih. Sedangkan peran saraf aferen somatik dari nervus pudendus menyalurkan impuls dari sensasi aliran urin, sensasi nyeri dan sensasi suhu dari uretra menuju ke medulla spinalis sakral sebagai penerima impuls saraf aferen dari kandung kemih. Hal ini menunjukkan bahwa daerah-daerah di medulla spinali sakral berperan dalam proses integrasi saraf visero-somatik.Penemuan ini berasal dari penelitian yang dilakukan pada pasien yang mengalami kordotomi anterolateral. Hasil menyimpulkan bahwa jalur persarafan asending dari uretra dan kandung kemih berjalan di dalam traktus spinothalamikus. Selain itu, serabut spinobulber pada kolumna dorsalis juga berperan pada transmisi dari informasi saraf aferen ini.

b. Persarafan kandung kemih dan ureter bagian bawah

6. Persarafan pada kulit dari organ urogenitalia eksternaa. Fungsi persarafan pada kulit. Sensasi suhu Sensasi taktil Sensasi nyeri Saraf vasokonstriktor Saraf vasodilator Saraf simpatis

b. Perasarafan pada kulit yang berfungsi terhadap sensasi suhuPersarafan pada kulit dari organ urogenitalia eksterna berperan dalam menerima stimulus yang diterima oleh nerve ending (ujung persarafan) pada kulit. Dimana salah satunya berfungsi sebagai penerima sensasi suhu yang melibatkan sistem saraf otonom, somatik dan sistem saraf pusat. Sensasi suhu pada kulit terdistribusi secara merata pada kulit yang terbagi atas hot spot dan cold spot yang diatur oleh nerve ending untuk suhu panas (ruffini) dan suhu dingin (krause)

c. Nerve endings

D. Retensi urin post partumRetensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus; ada rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan pada suprapubik saat berkemih. Perubahan fisiologis pada kandung kemih yang terjadi saat kehamilan berlangsung merupakan predisposisi terjadinya retensi urine satu jam pertama sampai beberapa hari post partum.Retensi urin merupakan fenomana yang biasa terjadi pada ibu postpartum. Hal ini disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah penekanan kepala janin ke uretra dan kandung kemih yang menyebabkan edema. Distensi yang disebabkan akan berlangsung selama sekitar 24 jam setelah melahirkan. Namun kemudian karena penumpukan cairan yang terjadi, secara perlahan akan terjadi pengeluaran cairan secara besar-besaran yang biasa disebut inkontinensia.Inkontinensia urin menurut International Continence Society didefinisikan sebagai keluarnya urin secara involunter yang menimbulkan masalah sosial dan higiene serta secara objektif tampak nyata. International Consultation on Incontinence membagi klasifikasi inkontinensia urine menjadi 6, yaitu : Inkontinensia urine desakan, inkontinensia urine stress, inkontinensia urine campuran, Inkontinensia urine berlebih, Nokturnal Enuresis, Post Micturition Dribbling dan Incontinencia continua.Masalah berkemih yang paling umum dalam kehamilan dan pascapartum adalah inkontinensia urine stress. The International Continence Society (ICS) mendefinisikan inkontinensia urine stres sebagai keluhan pelepasan involunter saat melakukan aktivitas, saat bersin dan pada waktu batuk. Inkontinensia urine stres terjadi akibat peningkatan tekanan intra abdomen yang tiba-tiba (misalnya, tekanan mendadak yang timbul akibat bersin atau batuk). Sedangkan inkontinensia urine desakan disebabkan oleh gangguan pada kandung kemih dan uretra. Kedua jenis inkontinensia ini merupakan tipe yang paling sering terjadi pada ibu postpartum. Terkadang muncul gejala campuran dari kedua tipe inkontinensia ini, yang disebut juga dengan inkontinensia urine campuran.Retensi urin post partum dibagi atas dua yaitu :1. Retensi urin covert (volume residu urin>150 ml pada hari pertama post partum tanpa gejala klinis) Retensi urin post partum yang tidak terdeteksi (covert) oleh pemeriksa. Bentuk yang retensi urin covert dapat diidentifikasikan sebagai peningkatkan residu setelah berkemih spontan yang dapat dinilai dengan bantuan USG atau drainase kandung kemih dengan kateterisasi. Wanita dengan volume residu setelah buang air kecil 150 ml dan tidak terdapat gejala klinis retensi urin, termasuk pada kategori ini.2. Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis).Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah ketidak-mampuan berkemih secara spontan setelah proses persalinan. Insidensi retensi urin postpartum tergantung dari terminologi yang digunakan. Penggunaan terminologi tidak dapat berkemih spontan dalam 6 jam setelah persalinan, telah dilakukan penelitian analisis retrospektif yang menunjukkan insidensi retensi urin jenis yang tampak (overt) secara klinis dibawah 0,14%. Sementara itu, untuk kedua jenis retensi urin, tercatat secara keseluruhan angka insidensinya mencapai 0,7%

Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya retensi urin post partum,yaitu :1. Trauma IntrapartumTrauma intrapartum merupakan penyebab utama terjadinya retensi urin, dimana terdapat trauma pada uretra dan kandung kemih. Hal ini terjadi karena adanya penekanan yang cukup berat dan berlangsung lama terhadap uretra dan kandung kemih oleh kepala janin yang memasuki rongga panggul, sehingga dapat terjadi perlukaan jaringan, edema mukosa kandung kemih dan ekstravasasi darah di dalamnya. Trauma traktus genitalis dapat menimbulkan hematom yang luas dan meyebabkan retensi urin post partum.2. Refleks kejang (cramp) sfingter uretra.Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan akan timbul perih dan sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu berkemih. Gangguan ini bersifat sementara.3. Hipotonia selama masa kehamilan dan nifasTonus otot otot (otot detrusor) vesika urinaria sejak hamil dan post partum tejadi penurunan karena pengaruh hormonal ataupun pengaruh obat-obatan anestesia pada persalinan yang menggunakan anestesi epidural.4. Posisi tidur telentang pada masa intrapartum membuat ibu sulit berkemih spontan.

E. Penyebab dan Faktor RisikoSetiap kelahiran dapat menyebabkan kerusakan pada otot dasar panggul. Pada saat kepala bayi keluar dari vagina, tekanan yang terjadi pada kandung kemih, uretra dan terlebih pada otot dasar panggul serta penyokongnya dapat merusak struktur ini. Sobekan atau tekanan yang berlebihan pada otot, ligamentum, jaringan penyambung dan jaringan syaraf akan menyebabkan kelemahan yang progresif akibat kelahiran bayi.Wanita yang melahirkan dengan forcep, ekstraksi vakum atau melhirkan bayi dengan berat badan > 4000 gr akan mengalami resiko peningkatan inkontinensia urin. Persalinan seperti ini memiliki tendensi terjadinya peningkatan kerusakan saraf dasar panggul.Kelainan struktur atau fungsi otot dasar panggul akan menyebabkan timbulnya prolapsus organ panggul, disfungsi seksual, sindrom nyeri panggul kronis dan inkontinensia urin serta fekal. Kebanyakan disfungsi dasar panggul (terutama prolapsus organ panggul inkontinensia urin dan fekal) dihubungkan dengan kerusakan dasar panggul selama persalinan pervaginam.Pada 24 jam pertama setelah melahirkan akan terjadi retensi urin yang disebabkan oleh edema trigonium, diphorosis dan depresi dari sphincter uretra. Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.Setelah retensi teratasi dan plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun sehingga menyebabkan hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum.Diuresis pada ibu dengan disfungsi dasar panggul akan memudahkan terjadinya inkontinensia urin pada ibu post partum. Hal ini diperburuk oleh penambahan berat badan yang harus disokongnya. Etiologi dari Inkontinensia Urin stress tidak begitu dimengerti, namun trauma pada saat kelahiran bayi merupakan penyebab potensial terhadap kejadian. Ada pandangan umum bahwa sepertiga dari seluruh ibu yang telah memiliki anak, menderita gangguan ini, mulai dari seluruh ibu yang telah memiliki anak, menderita gangguan ini, mulai dari kondisi ringan sampai berat pada masa pascanatal.Inkontinensia yang sering terjadi pada ibu post partum adalah inkontinensia urine stres. Inkontinensia urine stres (SUI) adalah keluarnya urine dari uretra pada saat terjadi peningkatan tekanan intaabdominal. Terjadinya inkontinensia ini karena faktor sfingter (uretra) yang tidak mampu mempertahankan tekanan intrauretra pada saat tekanan intravesika meningkat atau saat kandung kemih terisi. Peningkatan tekanan intraabdominal dapat dipacu oleh batuk, bersin, tertawa, berjalan, berdiri, atau mengangkat benda berat. Kebanyakan kasus inkontinensia stress berespons terhadap program latihan dasar panggul (Kegel Exercise) pada masing-masing individu. Kegel Exercise sudah terbukti mampu mengatasi masalah inkontinensia urin. Seluruh ibu yang mengalami gejala inkontinensia urin yang menetap setelah minggu ke-12 harus dianjurkan untuk mendapatkan rujukan ahli fisioterapi kesehatan wanita, baik melalui pelayanan harian umum, atau sebagai seorang konsultan, karena ibu harus dikaji dan diberi saran yang tepat dalam melakukan latihan dasar panggul.

F. Patofisiologi retensi urin post partumProses berkemih melibatkan dua proses yang berbeda yaitu :1. pengisian dan penyimpanan urin, serta2. pengosongan urin dari kandung kemih.Proses ini sering berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot detrusor kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik.Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraksi otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan uretra proksimal.Pengeluaran urin secara normal timbul akibat adanya kontraksi yang simultan dari otot detrusor dan relaksasi sfingter uretra. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkolin. Penyampaian impuls dari saraf aferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion medulla spinalis di segmen S2 - S4 dan selanjutnya sampai ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan, sehingga timbul kembali kontraksi otot detrusor.Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak sempurna menyebabkan nyeri dan edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya dengan baik.

G. Penanganan retensi urin post partumHal yang penting dalam menilai wanita dengan inkontinensia urine adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap. Pemeriksaan awal tidak selalu diagnostik, tetapi informasi yang didapat akan menuntun klinisi dalm memilih test diagnostik yang diperlukan. Pada umumnya keluhan penderita yaitu: Kencing keluar pada waktu batuk, tertawa, bersin dan latihan. Keluarnya kencing tidak dapat ditahan. Kencing keluar menetes pada keadaan kandung kencing penuh.Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi pemeriksaan abdomen, vaginal, pelvis, rektal dan penilaian neurologis. Pada pemeriksaan abdomen bisa didapatkan distensi kandung kemih, yang menunjukkan suatu inkontinensia luapan, dan dikonfirmasi dengan kateterisasi. Inspekulo bisa tampak prolaps genital, sistokel dan rektokel. Adanya urine dalam vagina terutama pasca histerektomi mungkin mengetahui adanya massa pelvis.Test sederhana dapat dikerjakan setelah pemeriksaan fisik untuk membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya. Test Q-tip (the cotton swab test), merupakan test sederhana untuk menunjukan adanya inkontinensia stres sejati. Penderita disuruh mengosongkan kandung kemihnya, urine ditampung. Kemudian spesimen urine diambil dengan kateterisasi. Jumlah urine dari kencing dan kateter merupakan volume kandung kemih. Volume residual menguatkan diagnosis inkontinensia luapan. Spesimen urine dikirim ke laboratorium.Test diagnostik lanjut yaitu sistourethroskopi dan diagnostik imaging. Sistourethroskopi dikerjakan dengan anestesi umum maupun tanpa anestesi, dapat dilihat keadaan patologi seperti fistula, ureter ektopik maupun divertikulum. Test urodinamik meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri merupakan test yang paling penting, karena dapat menunjukan keadaan kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun hipoaktif. Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang digunakan untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti fistel/tumor) dan kelainan anatomi (ureter ektopik).Test tambahan yang diperlukan untuk evaluasi diagnostik yaitu Pessary Pad Test. Penderita minum 500 ml air selama 15 menit untuk mengisi kandung kemih. Setelah jam, penderita melakukan latihan selama 45 menit dengan cara : berdiri dari duduk (10 kali), batuk (10 kali), joging di tempat (11 kali), mengambil benda dari lantai (5 kali), dan mencuci tangan dari air mengalir selama 1 menit. Test positif bila berat Pad sama atau lebih besar dari 1g. Test ini dapat menunjukan adanya inkontinesia stres hanya bila tidak didapatkan kandung kemih yang tidak stabil.Pada umumnya terapi inkontinensia urine adalah dengan cara operasi. Akan tetapi pada kasus ringan ataupun sedang, bisa dicoba dengan terapi konservatif. Latihan otot dasar panggul adalah terapi non operatif yang paling populer, selain itu juga dipakai obat-obatan,stimulasi dan pemakaian alat mekanis1. Latihan Otot Dasar Pinggul (Pelvic Floor Exercises)Kontinensia dipengaruhi oleh aktifitas otot lurik urethra dan dasar pelvis. Fisioterapi meningkatkan efektifitas otot ini. Otot dasar panggul membantu penutupan urethra pada keadaan yang membutuhkan ketahanan urethra misalnya pada waktu batuk. Juga dapat mengangkat sambungan urethrovesikal kedalam daerah yang ditransmisi tekanan abdomen dan berkontraksi secara reflek dengan peningkatan tekanan intraabdominal, perubahan posisi dan pengisian kandug kemih. Pada inkompeten sfingter uretra, terdapat hilangnya transmisi tekanan abdominal pada uretra proksimal. Fisio terapi membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot lurik uretra dan periuretra.Pada kandung kemih neurogrik, latihan kandung kemih (bladder training) telah menunjukan hasil yang efektif. Latihan kandung kemih adalah upaya melatih kandung kemih dengan cara konservatif, sehingga secara fungsional kandung kemih tersebut kembali normal dari keadaannya yang abnormal.2. Bladder trainingBladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menstimulasi pengeluaran urin. Dengan bladder training diharapkan fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu post partum spontan dapat terjadi dalam 2- 6 jam post partum.Ketika kandung kemih menjadi sangat mengembang diperlukan kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga kandung kemih tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 2-6 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa residu urin minimal. Bila kandung kemih mengandung lebih dari 150 ml residu urin , drainase kandung kemih dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml.Program latihan bladder training meliputi : penyuluhan, upaya berkemih terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Tujuan dari bladder training adalah melatih kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan berkemih.a. Secara umum, pertama kali diupayakan berbagai cara yang non invasif agar pasien tersebut dapat berkemih spontan.b. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan jalan ke toilet untuk berkemih spontanc. Terapi medikamentosad. Diberikan uterotonika agar terjadi involusio uteri yang baik. Kontraksi uterus diikuti dengan kontraksi kandung kemih.e. Apabila semua upaya telah dikerjakan namun tidak berhasil untuk mengosongkan kandung kemih yang penuh, maka perlu dilakukan kateterisasi urin, jika perlu lakukan berulang.