handout presus retensi plasenta

32
BAB I TINJAUAN PUSTAKA Latar Belakang Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan post partum lambat yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Sebab plasenta belum lahir bisa karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (1994) angka kematian ibu adalah 390/100.000 kelahiran hidup dan umumnya di negara miskin terdapat sekitar 20-50 % kematian wanita disebabkan oleh permasalahan kehamilan dan persalinan khususnya perdarahan. Perdarahan setelah persalinan disebabkan karena atoni uteri, sisa plasenta, laserasi jalan lahir, kelainan darah dan salah satunya adalah retensio plasenta. Menurut Wiknjosastro, 2002 dan Manuaba, 1998 Penyebab retensio plasenta adalah fungsionil, patologi anatomis, dan faktor uterus. Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus- sinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan postpartum. Faktor-faktor predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu 1. Paritas ibu. Angka kejadian tertinggi

Upload: rizka-nurul-firdaus

Post on 08-Aug-2015

134 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Handout Presus Retensi Plasenta

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Latar Belakang

Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah

janin lahir. Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang

dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan post partum lambat yang

biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Sebab plasenta belum lahir bisa karena

plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.

Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (1994) angka kematian ibu

adalah 390/100.000 kelahiran hidup dan umumnya di negara miskin terdapat sekitar 20-50 %

kematian wanita disebabkan oleh permasalahan kehamilan dan persalinan khususnya perdarahan.

Perdarahan setelah persalinan disebabkan karena atoni uteri, sisa plasenta, laserasi jalan lahir,

kelainan darah dan salah satunya adalah retensio plasenta.

Menurut Wiknjosastro, 2002 dan Manuaba, 1998 Penyebab retensio plasenta adalah

fungsionil, patologi anatomis, dan faktor uterus. Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam

rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan

menimbulkan perdarahan postpartum.

Faktor-faktor predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu 1. Paritas ibu. Angka

kejadian tertinggi retensio plasenta pada multipara dan paritas 4-5 (Joeharno, 2007). 2. Umur

ibu. Makin tua umur ibu maka akan terjadi kemunduran yang progresif dari endometrium

sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih

luas. 3. Graviditas. Ibu dengan graviditas I dan lebih dari IV merupakan faktor yang paling

rentan untuk terjadinya retensio plasenta (Okti, N, 2009).

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu

melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta

dilaporkan berkisar 16%–17% di Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun

(1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta.

Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.

Page 2: Handout Presus Retensi Plasenta

Definisi

Plasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat pertukaran zat antara

ibu dan anak dan sebaliknya (FK UNPAD, 1983). Menurut Muda (1994) plasenta adalah alat

yang menghubungkan badan ibu dengan bayi di dalam rahim. Plasenta adalah organ temporer

yang memenuhi kebutuhan embrio/janin sampai lahir; organ ini oleh awam disebut ari-ari dan

dalam bahasa Inggris dinamakan „Afterbirth‟ karena segera dikeluarkan setelah bayi lahir.

(Farrer,2001).2.

Letak Bentuk dan Ukuran

Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,agak ke atas ke arah

tempat uteri, karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga banyak tempat

untuk berimplantasi. Plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi

korialis yang berasaldari korion dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari

desiduabasalis. (Wiknjosastro, 1999).

Bentuk plasenta adalah bangunan agak bulat yang datar. (Verrals,2002). Umumnya

plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16minggu dengan ruang amnion telah

mengisi seluruh kavum uteri. Meskipun ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke

arah korion, namun amnion hanya menempel saja, tidak sempat melekat pada

korion(Wiknjosastro, 1999).

Pada usia aterm, plasenta memiliki berat sekitar seperenam berat bayidan biasanya

berukuran sekitar 20 cm dengan ketebalan 2-3 cm. (Farrer,2001). Diameter plasenta 15-20 cm,

berat rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah; disebut

insersio sentralis. Bila hubungan ini agak ke pinggir disebut insersio lateralis, dan bila

dipinggirplasenta disebut insersio marginalis, kadang-kadang tali pusat berada di luar plasenta,

dan hubungan dengan plasenta melalui selaput janin, disebut insersio valementosa

(Wiknjosastro, 1999)

Fungsi Plasenta.

Respirasi

Tekanan aliran darah maternal ke plasenta relatif rendah dan aliranyang lebih lambat

sebagai akibat dari tekanan yang rendah ini akan membantu proses pertukaran gas. Oksigen dari

darah ibu berdifusi lewatbarrier plasenta. Karbondioksida berdifusi dari darah janin ke darah

Page 3: Handout Presus Retensi Plasenta

maternal (Farrer, 2001) Gas oksihemoglobin (maternal) dipecah menjadi penyusunnya, yaitu

oksigen hemoglobin. Oksigen didifusikan melewati sawar plasenta untuk membentuk

oksihemoglobin fetus 20-35 ml oksigen permenit dialirkan ke fetus. Karbondioksida

dikembalikan ke dalam plasenta untuk diekskresikan ke dalam peredaran darah maternal

(Verrals, 2002).

Nutrisi

Plasenta mempunyai banyak enzim dan dapat mensintesis karbohidrat : glukosa melewati

membran plasenta dengan sangat mudah, karbohidrat yang kompleks perlu dipecah dahulu,

sebagian disimpansebagai glikogen untuk kebutuhan fetus. Protein dipecah menjadi asam-asam

amino, sehingga dapat dipergunakan oleh fetus. Lemak lebih sulit disederhanakan dan untuk

vitamin yang larut dalam lemak hanya masuk ke dalam fetus secara lambat. Vitamin B dan C

yang larut dengan air dengan mudah dapat dipindahkan ke tubuh fetus serta garam-garam

mineral (Verrals, 2002).

Plasenta mengubah glukosa menjadi glikogen. Menyimpannya dan mengubahnya kembali ketika

diperlukan sampai hati janin berfungsi penuh. Meskipun janin bergantung pada ibu dalam

memperoleh semua kebutuhan gizinya namun keadaan kurang gizi yang diderita ibu

biasanyaharus cukup berat sebelum pertumbuhan intrauteri terganggu (Farrer,2001).

Ekskresi

Plasenta mengekskresikan hasil sisa-sisa metabolisme yang tidak diperlukan. Produk ini sangat

sedikit karena semua bahan gizi sudah dalam bentuk siap pakai; penggunaan zat-zat gizi

terutama bagi pembangunan jaringan (Farrer, 2001).

Produk tersebut dikembalikan ke peredaran darah maternal lewatvilli korion: Produk yang

mengandung nitrogen dan nutrien serta billirubinhasil dari pemecahan sel darah merah (Verrals,

2002)

Proteksi

Melalui fungsi enzim, plasenta menghilangkan aktivitas sebagian unsure toksik yang melewati

barrier plasenta dan hati janin yang premature tidak mampu mengatasi unsur-unsur toksik ini.

Barrier fisik (membranplasenta) merupakan pelindung utama bagi janin dan

biasanyamemberikan suatu pertahanan yang memuaskan terhadap zat-zatberbahaya yang ada

Page 4: Handout Presus Retensi Plasenta

dalam darah ibu. Namun, sejumlah besar virus,sebagian antibodi dan sejumlah obat dapat

menembus barrier tersebut(Farrer, 2001). Perlindungan parsial terhadap infeksi : plasenta

meneruskanantibody dari maternal yang memberikan imunitas pasif bagi fetus terhadap penyakit

yang telah menimbulkan imunitas dapatan pada ibu(Verrals, 2002).

Produksi Hormon

Hormon plasenta yang utama adalah gonadotropin korionik,estrogen, progestron, relaksin dan

laktogenik plasenta (Farrer, 2001).Gonadotropin korionik diproduksi hari ke-9 setelah konsepsi,

mencapai puncaknya hari ke-60, kadar hormon ini kemudian turun dan tetap rendah sampai pada

akhir kehamilan, fungsi hormon ini untuk memelihara korpus luteum sampai plasenta dapat

menggantikannya memproduksi estrogen dan progresteron.Estrogen meningkat selama

kehamilan dan membantu mempengaruhi endometrium dalam minggu-minggu awal kehamilan,

mengembangkan fungsi sekresi payudara. Progresteron disintesis dari kolesterol maternal, tetapi

plasenta tidak mempunyai enzim yang dibutuhkan untuk mengubah sejumlah kolesterol ini

menjadi estrogen.Relaksin produksinya berlangsung terus selama kehamilan,meningkat kadarnya

sampai puncak sebelum onset persalinan. Laktogenik berhubungan dengan perubahan-perubahan

metabolisme glukosa maternal(Verrals, 2002).

Pembagian PlasentaMenurut Mochtar (2001) plasenta terdiri atas :

a. Bagian janin (fetal portion)

Terdiri dari korion frondusum dan villi. Villi dan plasenta yang matang terdiri atas : villi

korialis, ruang-ruang intervile ryakni darah ibu yang berada dalam ruang interviler

berasal dari arteri spiralis yang berada di desidua basalis, dan pada bagian permukaan

janin plasenta diliputi oleh amnion yang kelihatan licin, di bawah lapisan amnion berjalan

cabang-cabang pembuluh darah tali pusat yang akanberinserasi pada plasenta bagian

permukaan janin.

b. Bagian maternal (maternal portion)Terdiri atas desidua kompakta yang terbentuk dari

beberapa lobus dankotiledon (15-20 buah).

Page 5: Handout Presus Retensi Plasenta

c. Tali pusatMerentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin. Panjangrata-

rata 50-55 cm, diameter 1-2,5 cm. Struktur terdiri atas 2 arteriumbilikalis dan 1 vena

umbilikalis serta jelly wharton.5.

Perkembangan Awal PlasentaPerkembangan awal plasenta menurut Verrals (1997) :

a. Zigot

Dalam beberapa jam masih di dalam tuba Fallopii, mengalami mitosis, nucleus menjadi

dua sel baru, masing-masing mengandung satu perangkat kromosom yang identik.

b. Morula

Dihasilkan dengan reproduksi yang berlanjut dari sel-sel zigot. Pembelahan dibantu oleh

progesteron dari korpus luteum bersama estrogen menyiapkan endometrium untuk

menerima ovum yang telah dibuahi pada stadium 8 sel, morula mempunyai diameter

kira-kira 2 mm dan mengandung lebih dari 1000 macam protein. Morula ini berada

didalam cangkangnya ditopang oleh sitoplasmanya yang mengandung progesteron. 6-7

hari setelah fertilisasi, morula ini mendekati endometrium yang berada dalam fase

sekresi. Pada akhir minggu pertama sejumlah seldalam morula mulai mengalami

disintegrasi, meninggalkan ruang yang terisi cairan, disebut blastosis.

c. Blastosis

1) Massa sel dalam, akan berkembang membentuk fetus dan membranplasenta yang disebut

amnion.

2) Trofoblas : lapisan luar sel-sel tunggal dari lapisan ini akan mulai tumbuh korion primitiv

membentuk plasenta dan sisanya mengalami atrofi untuk membentuk membran korion

yang mengelilingi saccusamnii dan melapisi uterus. Perkembangan stadium ini dicapai 7-

10 hari setelah konsepsi dan mulai implantasi ke dalam endometrium uterus.

Endometrium ini dalam fase sekretorik daur menstruasi. Di hari 10 setelah konsepsi,

blastosis tertanam sempurna di dalam endometrium, yang disebut desidua. Hari 14,

Page 6: Handout Presus Retensi Plasenta

berkembanglah villi korion primitiv dari trofoblas, dan terus mengalami proliferasi

sampai menutupi seluruh permukaan pada akhir minggu ke-3.

d. Villi korion primitive

Masing-masing villus tersusun atas satu lapis sel yang disebut setotrofoblast /

lapisan Langhans, yang dikelilingi oleh sel-sel sinisium. Ruang-ruang diantaranya karena

kedua bangunan tersebut mengadakan erosi yang makin dalam ke dalam desidua, disebut

spasium koriodesiduale. Villi akan menyebabkan pecahnya vasa-vasa darah maternal saat

bangunan tadi mengerosi jaringan endometrium, dan ruang-ruang tadi akan terisi dengan

darah maternal. Selama minggu ke-3 terjadi percabangan villi korion primitiv sekunder,

dan di dalamnya mulai terbentuk pembuluh darah.

Disebut villi korion tersier bila vasa-vasadarah telah terbentuk dan berhubungan

dengan vasa darah embrional didalam body stalk.Vasa di dalam tangkai berkembang

membentuk dua arteriumbilikalis dan satu vena umbilikalis untuk fetus. Sejumlah villi

korionterus terkubur lebih dalam desidua disebut villi anchorales tidak mengandung

pembuluh darah yang berfungsi menstabilkan plasenta yangsedang berkembang, villi

yang lain dipercabangkandari sini, ruang-ruangantar villi ini disebut spasia intervillosa.

Di dalam uterus, endometrium hamil, disebut desidua, mengalamidiferensiasi menjadi :

desidua basalis terletak di bawah daerah tempatkorion mula-mula terkubur, desidua

kapsularis terletak di atas saccusembryonalis, dan desidua vera (parietalis) menutupi sisa

kavitas uteri.

RETENSIO PLASENTA

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih

dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta

disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan

terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual

lebih dulu.

Jenis retensio plasenta adalah:

Page 7: Handout Presus Retensi Plasenta

1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam, yang

menurut perlekatannya dibagi menjadi :

Placenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam

Placenta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke

miometrium

Placenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus

serosa

Placenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.

2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan

perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim

akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta

inkarserata) (Winkjosastro, 2006).

Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi

dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan post

partum. Begitu bagian plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi dari daerah

tersebut. Bagian plasenta yang masih melekat melintangi retraksi miometrium dan perdarahan

berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan (Wiknjosastro,2002).

Pada retensio plasenta baik seluruh atau sebagian lobus suksenturiata, sebuah kotiledon atau

suatu fragmen plasenta yang tertinggal pada dinding uterus dapat menyebabkan perdarahan

post partum. Tidak ada hubungan antara banyaknya bagian plasenta yang masih melekat

dengan beratnya perdarahan. Hal yang perlu diperhatikan adalah derajat atau dalamnya

perlekatan plasenta tersebut (Slamet,Jhon, 1992).

b. Klasifikasi

Retensio plasenta dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga

menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

2. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan

miometrium.

Page 8: Handout Presus Retensi Plasenta

3. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati lapisan

miometrium

4. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan

miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

5. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh

konstriksi ostium uteri.

c. Epidemiologi

Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu

melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta

dilaporkan berkisar 16%–17% di Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun

(1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio

plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian

ibu. (Joeharno,2007)

d. Etiologi

Page 9: Handout Presus Retensi Plasenta

Adapun penyebab atau faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta adalah :

1). Fungsionil

a. His kurang kuat.

b. Plasenta sukar terlepas karena mempunyai inersi di sudut tuba, berbentuk plasenta

membranasea atau plasenta anularis, berukuran sangat kecil, plasenta yang sukar lepas

karena sebab-sebab tersebut diatas disebut plasenta adesiva.

2). Patologi anatomis

i. Plasenta inkreta, dimana vili korealis tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai ke

miometrium.

ii. Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum

menembus serosa.

iii. Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.

3). Faktor uterus

a) Kelainan bentuk uterus (bicornus, berseptum)

b) Mioma uterus

c) Riwayat tindakan pada uterus yaitu tindakan bedah sesar, operasi uterus yang mencapai

kavum uteri, abortus dan dilakukan kuretase yang bisa menyebabkan implantasi plasenta

abnormal.

4) Umur

Umur/usia ibu merupakan salah satu faktor yang memepengaruhi status

kesehatan ibu pada masa kehamilan. Ibu hamil dengan umur yang relatif mudah atau

sebaliknya terlalu tua cenderung lebih mudah untuk mengalami komplikasi kesehatan

dibandingkan dengan ibu dengan kurun waktu reproduksi sehat yakni 20-35 tahun. Hal ini

erat kaitannya dengan kematangan sel-sel reproduksi, tingkat kerja organ reproduksi serta

tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai pemenuhan gizi pada masa kehamilan.

Hubungannya dengan retensio plasenta, dikatakan bahwa angka kejadian retensio

plasenta lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia muda atau ibu hamil primigravida usia di

atas 35 tahun.

Page 10: Handout Presus Retensi Plasenta

Menurut Toha (1998) mengatakan bahwa di Indonesia kejadian retensio plasenta

banyak dijumpai pada ibu dengan umur muda dan paritas tinggi. Ini dikarenakan banyak

wanita Indonesia yang menikah di usia muda sedangkan endometrium belum matang

sehingga pada masa pertumbuhannya plasenta akan mengalami hiopertropi (perluasan) dan

dapat menutupi sebagian keseluruhan jalan lahir. Makin tua umur ibu maka akan terjadi

kemunduran yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi

janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas (Okti, N 2009).

5) Paritas

Paritas Ibu pada multipara akan terjadi kemunduran dan cacat pada endometrium

yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta pada persalinan

sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi

dan janin, plasenta akan mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis akan menembus

dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi plasenta adhesiva sampai perkreta.

Ashar Kimen mendapatkan angka kejadian tertinggi retensio plasenta pada multipara,

sedangkan Puji Ichtiarti mendapatkan kejadian retensio plasenta tertinggi pada paritas 4-5

(Joeharno, 2007)

6) Graviditas

Graviditas adalah jumlah kehamilan seluruhnya yang telah dialami oleh ibu tanpa

memandang hasil akhir kehamilan. Graviditas I dan graviditas lebih dari IV mempunyai

angka kematian maternal yang lebih tinggi. Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan

suatu hal yang baru dalam hidupnya sehingga secara psiklogis mentalnya belum siap dan ini

akan memperbesar terjadinya komplikasi. Selain itu juga retensio plasenta sering terjadi

pada graviditas tinggi hal ini disebabkan karena fungsi alat-alat vital dan organ reproduksi

mulai mengalami kemunduran yang diakibatkan semakin rendahnya hormon-hormon yang

berfungsi dalam proses kematangan reproduksi.

Kehamilan lebih dari tiga kali atau lebih dari empat, menyebabkan rahim ibu teregang

dan semakin lemah sehingga rentan untuk terjadinya komplikasi dalam persalinan yang

salah satunyan adalah kejadian retensio plasenta (Winkjosastro, 2006).

Adapun etiologi dari klasifikasi retensio plasenta adalah :

Page 11: Handout Presus Retensi Plasenta

GejalaSeparasi / akreta

parsial

Plasenta

inkarserataPlasenta akreta

Konsistensi

uterus

Kenyal  Keras  Cukup 

Tinggi

fundus

Sepusat  2 jari bawah pusat Sepusat 

Bentuk

uterus

Diskoid  Agak globuler Diskoid 

Perdarahan Sedang-banyak  Sedang  Sedikit/tidak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur  Tidak terjulur

Ostium

uteri

Terbuka  Konstriksi  Terbuka 

Separasi

plasenta

Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya

Syok Sering  Jarang  Jarang sekali

Gejala dan tanda yang selalu ada jika terjadi retensio plasenta :

a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit

b. Perdarahan segera

c. Uterus kontraksi baik

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:

a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan

b. Inversio uteri akibat tarikan

c. Perdarahan lanjutan

e. Patogenesis

Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-

otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel

miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi

yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil

sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah

tempat perlekatan plasenta.

Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat

berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan

lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di

Page 12: Handout Presus Retensi Plasenta

tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium

yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot

ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.

Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi

secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga

yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:

i. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun

dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.

ii. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari

ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).

iii. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari

dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus

dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang

pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi

permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.

iv. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,

daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam

rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih

merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh

lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%

plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.Tanda-tanda lepasnya

plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan

konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang

telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.

Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding

uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-

kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun,

wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara

spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tiga.

Page 13: Handout Presus Retensi Plasenta

Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan

dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :

a) Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak

efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan

constriction ring.

b) Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di

corpus; dan adanya plasenta akreta.

c) Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak

perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak

ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan

serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang

melemahkan kontraksi uterus.

f. Gejala Klinis

Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai

episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan

polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara

spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis

tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

g. Penanganan

Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:

1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang

berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan

ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah

dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil

pemeriksaan darah.

2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl

0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.

Page 14: Handout Presus Retensi Plasenta

3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips

oksitosin untuk mempertahankan uterus.

4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual

plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio

plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep

tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat

putus.

5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan

tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa

plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan

hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat

uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda

infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

Retensio plasenta dengan separasi parcial

a. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil

b. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak

terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

c. Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu,

kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan

ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap

dalam kavum uteri)

d. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara

hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan

e. Lakukan transfusi darah apabila diperlukan

f. Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria / oral)

g. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.

Plasenta inkarserata

Page 15: Handout Presus Retensi Plasenta

a. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan

b. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriks serviks

dan melahirkan plasenta

c. Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus oksitosin 20 IU

dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan

kontraksi yang diakibatkan bahan anastesi tersebut.

d. Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan dan serviks dapat dilalui cunam ovum, lakukan

manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan analgesik

(Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada

tabung pada tabung suntik yang terpisah.

Plasenta Akreta

a. Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus

bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena

karena implantasi yang dalam.

b. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis,

stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan

operatif.

h. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:

1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.

2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi

organ.

3. Sepsis

4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.

i. Prognosis

Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta

efektifitas terapi, diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat.

Page 16: Handout Presus Retensi Plasenta

BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. Yulianti

Usia : 24

Alamat : Tulasan, Mulyodadi, Bantul

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Pendidikan : SMU

No RM : 48 06 47

Masuk RS : 24-09-2012

ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 September 2009 WIB dan data

sekunder

Keluhan Utama

Pasien datang melalui IGD dengan rujukan bidan, dengan keterangan keluar darah sejak kemarin

malam (23 September 2009) pasca persalinan hari ke-9.

Riwayat Penyakit Sekarang

 

 Pasien merupakan rujukan dari bidan  karena terdapat pendarahan pada hari ke 9 pasca

melahirkan. Pada waktu partus spontan, plasenta sudah lahir lengkap namun pada saat eksplorasi

kesan yang didapatkan tidak bersih. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut

bawah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Diabetes Melitus, Penyakit jantung, batuk lama, hipertensi disangkal

Page 17: Handout Presus Retensi Plasenta

Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal

Riwayat Obstetri, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan

Riwayat sosial : pasien seorang ibu rumah tangga, sehari-hari tidak sering melakukan

aktivitas

berat, Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak ada riwayat

berbaganti-ganti pasangan.

Riwayat menstruasi : menstruasi pertama saat usia 14 tahun, siklus teratur tiap bulan,

Riwayat pernikahan : pasien menikah 1 kali

Riwayat kehamilan : P1A0

Anak pertama : Wanita, 9 hari, lahir spontan di bidan, BL 2500 gram

Riwayat KB : Tidak ditanyakan

PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan tanggal 24 September 2012 di Ruang Bersalin RS Panembahan Senopati Bantul

Kesadaran : compos mentis

Keadaan gizi : cukup

Status gizi : BB 47 kg TB 155 cm IMT 19,6

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36.8 0C

Pernafasan : 20 x/menit

Status Generalis

Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Paru : vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing

Jantung : BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop

Abdomen : tidak buncit, hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal, massa (-), nyeri

tekan (-)

Page 18: Handout Presus Retensi Plasenta

Ektremitas : akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2”

Status ginekologi

Inspeksi : flat, striae (-), linea (-), vulva vagina normal.

 Palpasi :  kontraksi: (-) 

Periksa Dalam: tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG : tampak sisa jaringan, uterus membesar ukuran 5x4, tampak sisa placenta

Pemeriksaan Penunjang Darah

Leukosit : 15.000 / mm3

Hemoglobin : 12,4 gr %

Hematokrit : 23,4%

Trombosit : 260.000 / mm3

DAFTAR MASALAH

Retensi Sisa Placenta

RENCANA TERAPI

Kuretase

Page 19: Handout Presus Retensi Plasenta

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. Y, 24 tahun datang dengan rujukan

dari bidan  karena terdapat pendarahan pada hari ke 9 pasca melahirkan. Pada waktu partus

spontan, plasenta sudah lahir lengkap namun pada saat eksplorasi kesan yang didapatkan tidak

bersih. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada perut bawah.

Dari hasil USG, ditemukan tampak sisa jaringan, uterus membesar ukuran 5x4, tampak

sisa placenta. Rencana terapi pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan kuretase, karena

placenta sudah lahir lengkap dan yang tersisa hanya sisa jaringan.

Page 20: Handout Presus Retensi Plasenta

BAB IV

KESIMPULAN

 

1. Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janinlahir.

2. Insiden perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar16-17%.

Etiologi retensio plasenta, yaitu: 1). Plasenta belum lepas dari dinding uteruskarena kontraksi

uterus kurang kuat atau plasenta melekat erat erat pada dinding uterus, 2). Plasenta sudah

lepas akan tetapi belum dilahirkan.

3. Diagnosis retensio plasenta apabila plasenta tidak lepas secara spontan setelah setengah jam

setelah bayi lahir dan pada pemeriksaan pervaginam plasenta menempel di dalam uterus.

4. Diagnosis banding retensio plasenta adalah plasenta akreta.

5. Penanganan retensio plasenta yang terbaik adalah dengan manual plasenta namun apabila

plasenta sudah lahir lengkap dan hanya ada sisa jaringan, bisa dengan kuretase.

Page 21: Handout Presus Retensi Plasenta

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta

Darwis, S. 2003. Metode Penelitian Kebidanan Prosedur, Kebijakan dan Etik. EGC : Jakarta

FK. UNPAD. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Ed-2. EGC : Jakarta

Joeharno. 2007. Retensio Plasenta. http://www.alhamsyah.com. Akses tanggal 28 April 2009

Manuaba, IBG.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta

Mochtar, R. 1998. Sinopsis obstetri Fisiolgi Patologi. EGC : Jakarta

Natsir, M. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta

Notoatomodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta

Okti, N. 2009. Paritas vs Perdarahan Postpartum. http://oktinikilah.blogspot.com. Akses tanggal

25 April 2009

Profil Kesehatan Muna. 2008. Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Muna : Raha

Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2005. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi

Tenggara : Kendari

Slamet, John. 1992. Perdarahan Hamil Tua dan Perdarahan Postpartum. http://www.kalbe.co.id.

Akses tanggal 25 April 2009

Taber, Ben-Zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC : Jakarta

Winkjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta

Abdul Bari Saifuddin, George Adriaansz, et al. (ed.). (2001). Buku Acuan NasionalPelayanan

Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI.

Ahmad A.K. Muda. (1994).Kamus Lengkap Kedokteran. Surabaya : GitamediaPress.

Ahmad Ramali dan Pamoentjak. (2000).Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan.Bobak,

Lowdermik, et al. (2005).

 Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta :EGC.Cunningham, McDonald, et al. (1995).

Obstetri William. Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E and Mary Frances Moorhouse. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi

Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawat Klien . Ed.2. Jakarta : EGC.

Farrer, Helen. (2001).Perawatan Maternitas. Ed. 2. Jakarta : EGC.FK UNPAD Bandung,

 Bagian Obstetri dan Ginekologi.(1999). Obstetri Patologi.Bandung :

Page 22: Handout Presus Retensi Plasenta

Elstar Ofset.Hamilton, Persis Mary. (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Ed.6 .

Jakarta: EGC.

Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, et al. (ed.). (1999). Ilmu Kebidanan.Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo.

Ida Bagus Gede Manuaba. (2001).Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC