presus plasenta previa
DESCRIPTION
Plasenta PreviaTRANSCRIPT
BAB I
KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Ny. Siti Nur Asiah
Usia : 35 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Boro Kidul, Kadung Ringin, Kabupaten Semarang
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : perdarahan dari vagina
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien kiriman puskesmas dengan G4P2A1 usia kehamilan
36 minggu datang ke rumah sakit dengan perdarahan dari vagina
sejak 2 hari yang lalu dengan jumlah darah sedikit dan berwarna
merah segar. Perdarahan memberat sejak 12 jam yang lalu. Darah
berwarna merah segar, keluar sedikit demi sedikit sampai kira-kira
200 cc selama 12 jam. Tidak didapatkan nyeri ketika darah keluar
dari vagina. Tidak ada riwayat jatuh atau perut terbentur sebelum
keluar darah dari vagina. Tidak ada riwayat hubungan suami istri
sebelum darah keluar dari vagina. Lendir darah (-). Pasien merasa
kenceng-kenceng sejak 8 jam yang lalu. Kenceng-kenceng dirasa
belum teratur. Kenceng-kenceng muncul kira-kira setiap 15 menit
sekali, dengan lama kenceng-kenceng tidak sampai setengah menit.
Gerak aktif janin (+).
3. Riwayat menstruasi
Menarche pada usia 13 tahun, siklus kurang lebih 30 hari, lama
menstruasi 7 hari, teratur
4. Riwayat nikah
Nikah 1 kali dengan lama nikah 13 tahun
5. Riwayat obstetrik :
- anak I : Abortus usia kehamilan 12 minggu pada tahun
1999
- anak II : laki-laki lahir spontan ditolong bidan pada tahun
2000 dengan berat badan lahir 4000 gram. Keadaan sekarang
hidup usia 12 tahun dan sehat.
- anak III : laki-laki lahir spontan ditolong bidan pada tahun
2006 dengan berat badan lahir 4000 gram. Keadaan sekarang
hidup usia 6 tahun dan sehat.
- Anak IV : hamil ini
6. Riwayat KB : suntik 3 bulan lama 5 tahun antara kehamilan kedua
dan ketiga.
7. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), hepatitis (-), kanker (-),
penyakit ginjal (-), epilepsy (-)
8. Riwayat operasi (-), Riwayat opname (-)
9. Riwayat ginekologi : keputihan, infeksi vagina
10. Riwayat Penyakit Keluarga : (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan General :
Keadaan Umum : Sadar, lemas
Vital Sign : Nadi : 84 x/ menit
Suhu : 36,60 C
Respirasi : 20 x/menit
TD : 110/80 mmHg
Pemeriksaan Sistematis :
Kepala : Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Leher : tidak didapatkan kelainan
Thorak : tidak didapatkan kelainan
Abdomen * status obstetrik :
Inspeksi : distensi (+), bekas operasi (-), jejas (-)
Palpasi : Leopold : janin tunggal, letak lintang. TFU (-)
Auskultasi : BJJ 166x/menit (kontraksi)
BJJ 168x/menit (segera setelah kontraksi)
BJJ 170x/menit (relaksasi)
HIS belum teratur (1-2x/10’/20”)
Vagina : terdapat perdarahan pervaginam, terdapat darah di pembalut,
warna merah segar, jumlah kurang lebih 50 cc, terdapat sedikit stolsel
Ekstremitas
akral hangat (+), sianosis (-), CRT <2
D. PENGAMATAN BJJ
Waktu BJJ TD
02.15 166x/menit 110/8003.30 151x/menit04.30 167x/menit05.30 158x/menit06.30 155x/menit07.45 164x/menit08.00 154x/menit08.30 155x/menit08.45 152x/menit09.00 166x/menit09.15 160x/menit09.30 160x/menit09.45 162x/menit10.00 165x/menit11.30 167x/menit 110/7011.45 162x/menit12.00 162x/menit12.15 165x/menit12.30 163x/menit12.45 163x/menit13.00 161x/menit13.15 166x/menit13.30 164x/menit13.45 168x/menit14.00 165x/menit 110/7014.15 170x//menit14.30 170x/menit14.45 168x/menit15.00 163x/menit15.15 162x/menit
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 13 mei 2012 (Pro SC):
Pemeriksaan
Darah Rutin
Hasil Nilai Normal Intepretasi
AL 10,5 x 103 /µL 4.500 – 11.000 /µL N
AE 2,67 x 106 /µL 4 – 5 x 106 /µL (↓)
Hb 8,7 g/dl 12 – 16 gr% (↓)
Hematokrit 25,2 % 38 - 47 vol% (↓)
MCV 94,4 FL 85 - 100 fl N
MCH 32,4 Pg 28 - 31 pg (↑)
MCHC 34,3 g/dl 30 -35 g/dl N
AT 199 x 103 / µL 150 - 450 x 103 /µL N
Golongan darah O
HBsAg Negative
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15 mei 2012 (Post SC) setelah
mendapatkan 3 kantong darah:
Pemeriksaan
Darah Rutin
Hasil Nilai Normal Intepretasi
AL 15,5 x 103 /µL 4.500 – 11.000 /µL (↑)
AE 3,36 x 106 /µL 4 – 5 x 106 /µL (↓)
Hb 10,7 g/dl 12 – 16 gr% (↓)
Hematokrit 30,7 % 38 - 47 vol% (↓)
MCV 91,3 FL 85 - 100 fl N
MCH 31,8 Pg 28 - 31 pg (↑)
MCHC 34,8 g/dl 30 -35 g/dl N
AT 225 x 103 / µL 150 - 450 x 103 /µL N
F. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
14/5 Kaki sudah bisa
digerakkan,
mobilisasi (+),
miring ke knan-
kiri (+) terasa
kemeng pada luka
jahitan, PPV (+),
KU : cukup,
CM
TD: 110/80,
N/S:
82/36,80C
TFU: 1 jari
dibawah
pusat
UC: keras,
PPV (+) 20
cc
P3A1 posc
SC a/I
plasenta
previa dan
letak lintang
H2
Observasi
ttv, cek Hb
post
operasi, inf
D5, RL,
Nacl :
1,1,1, inj
ceftriaxon
1 x I gr, inj
kalnex 3x1
amp,
ketorolac
drip,
transfuse
PRC 3 colf
15/5 Nyeri perut kanan
bawah terasa
tertarik-tarik,
nyeri luka jahitan,
PPV (+) sedikit,
BAK (+) 500
cc/12 jam.
Mobilisasi (+)
KU: cukup,
CM
TD:110/70,
N/S: 84/36
TFU: 2 jari
dibawah
pusat. UC
sedang. PPV
15 cc. urin
41,6 cc/jam
P3A1 post
SC a/I
plasenta
previa dan
letak lintang
H3
Lanjutkan
terapi, cek
Hb post
transfuse,
aff inf dan
DC, ganti
balut
16/5 Nyeri luka jahitan
(+), PPV (-), BAK
(+), BAB (+),
mobilisasi (+)
KU: cukup,
CM
TD:120/80,
N/S: 84/36,5
TFU: 2 jari
dibawah
pusat. UC
sedang. PPV
15 cc. urin
41,6 cc/jam
Lab: AL:
15,5
Hb: 10,7
P3A1 posc
SC a/I
plasenta
previa dan
letak lintang
H4
BLPL
Ht: 30,7
At: 225
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, angka
kematian ibu masih berada pada angka 226/100.000 kelahiran hidup, Jika
dibandingkan dengan angka kematian ibu tahun 2007 sebesar 248/100.000
kelahiran hidup, angka kematian ibu tersebut sudah mengalami penurunan
tetapi masih belum mencapai target nasional (Depkes RI, 2010)
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah diantaranya
akibat perdarahan (25%), infeksi (14%), kelainan hipertensi dalam
kehamilan (13%), komplikasi aborsi yang tidak aman (13%) atau
persalinan yang lama (7%), apabila dibandingkan dengan negara-negara
di ASEAN dan negara-negara maju maka angka kematian ibu/maternal
di Indonesia adalah sekitar 3-6 kali lebih besar dari negara-negara ASEAN
dan lebih dari 50 kali angka kematian ibu di negara maju. Pola penyakit
penyabab-penyebab kematian ibu 84% karena komplikasi obstetrik
langsung dan didominasi oleh Trias Klasik, yaitu pendarahan (46,7%),
Toxemia (24,5%) dan Infeksi (8%).
Perdarahan terutama perdarahan antepartum merupaka kejadian
yang banyak ditemui. Perdarahan uterus dari tempat diatas servix sebelum
melahirkan merupakan hal yang mengkhawatirkan. Perdarahan dapat
disebabka robeknya sebagian plasenta yang melekat didekat kanalis servik
(plasenta previa). Perdarahan juga dapat berasal dari robeknya plasenta
yang terletak ditempat lain di rongga uterus (solusio plasenta). Walaupun
jarang, perdarahan juga dapat terjadi akibat insersi valamentosatali pusat
disertai ruptur dan perdarahan dari pembuluh darah janin pada saat
pecahnya ketuban (vasa previa) 2.
B. DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sehingga menutupi seluruh atau sebgaian dari ostium uteri
internum 1.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya
segmen bawah rahim kea rah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti
perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut bermigrasi.
Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala satu bisa mengubah luas pembukaan servik yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajad atau klasifikasi dari
plasenta prefia ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal
maupun intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan
digital. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara
berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal 1.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi plasenta 1,2,4.
1. Plasenta previa totalis atau komplit
Adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
2. Plasenta previa parsialis
Adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum
3. Plasenta previa marginalis
Adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri
internum
4. Plasenta letak rendah
Adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawahhim sehingga
tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri
internum. Jarak yang lebih dari 2cm dianggap plasenta letak normal
D. ETIOLOGI
Penyebab blastokista yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim belumlah diketahui dengan pasti. Salah satu teori menyebutkan
bahwa salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak
memadai, mungkin sebagai akibat proses radang atau atrofi. Paritas tinggi,
usia lanjut, cacat rahim, misalnya bekas bedah secsio Caesar, kuretase,
miomektomidan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan
kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai
faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa 1. Disamping karena proses
peradangan dan atrofi, diduga kejadian tersebut oleh timbulnya jarngan
parut akibat trauma atau operasi yang mengakibatkan keabnormalitasan
vaskularisasi endometrium 4.
Usia ibu yang lanjut meningkatkan resiko plasenta previa. Pada
lebih dari 169.000 pelahiran di parkland hospital tahun 1988 sampai 1999,
insiden plasenta previa meningkat secara bermakna disetiap kelompok
usia. Insidensinya adalah 1 dari 1500 untuk wanita 19 tahun atau kurang
dari 1 dari 100 untuk wanita berusia lebih dari 35 tahun. Frederiksen dkk
(1999) melaporkan bahwa insiden plasenta previa meningkat dari 0,3 %
pada tahun 1976 menjadi 0,7% pada tahun 1997. Mereka memperkirakan
bahwa hal ini disebabkan oleh bergesernya usi populasi obtetri kearah
yang lebih tua 2.
Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih
tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon monoksida hasil pembakaran
rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi
1,2.
Plasenta yang terlalu besar seperti kehamilan ganda dan
eritrobalstosisfetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar
kesegmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri 1.
E. MANIFESTASI KLINIS
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus
keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi
pada akhir trimester kedua keatas. Perdarahan pertama berlangsung tidak
banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa suatu sebab
yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap
pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti
mengalir. Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu
mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit atau banyak mirip pada solusio
plasenta 1,2. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim pada
plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih
mudah terjadi dalam upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya
pada retensio plasenta sebagai komplikasi plasenta akreta 1.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah maka pada palpasi
abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis
dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak
membuat ibu merasa nyeri dan perut tidak tegang 1.
F. PATOGENESIS
Pada usia kehamilan lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen
bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana
diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal bagian desidua
basalis yang tumbuh menjadi bagian dari plasenta. Dengan melebarnya
isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang
berimplatasi di tempat tersebut sedikit banyak akan mengalami laserasi
akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada
waktu servik mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian
tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi tersebut akan terjadi
perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus
plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan ditempat iti relative mudah dan banyak oleh karena
segmen bawah rahim dan servik tidak mampu berkonstraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat
pembuluh darah pada tempat tersebut tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan
akan berlangsung lama dan banyak. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu berlangsung secara bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang
tanpa suatu sebab yang lain (causeless). Darah yang keluar berwarna
merah segar dan tanpa ada rasa nyeri (painless). Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dulu
pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada
plasenta parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama sedikit tetapi
senderung lebih banyak pada perdarahan selanjutnya. Untuk jaga-jaga
mencegah shock, hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama
sudah bisa terjadi pada usia kehamilan 30 minggu tetapi lebih separuh
kejadiannya pada usia 34 minggu keatas.berhubung tempat perdarahan
terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah
mengalir keluar rahim, dan tidak membentuk hematoma retroplasenta.
Yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin
kedalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi
koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah
rahim yang tipis, mudah diinvasi oleh pertumbuhan villi dari trofoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering
terjadi pada plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang
villinya bisa sampai menembus vesika urinaria dan ke rectum bersama
plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus
yang sebelumnya pernah sesar. Segmen bawah rahim dan servik yang
rapuh dan mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otat disana. Kedua
kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalinan
pada plasenta previa, misalnya pada kala tiga karena plasenta sukar lepas
dengan sempurna (retensio plasenta), atau setelah plasenta lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Gejala pertama yang membawa si sakit ke dokter atau rumah
sakit ialah adanya perdarahan pada kehamilan 28 minggu atau
pada kehamilan trimester III
- Sifat perdarahannya tanpa sebab (causeless), tanpa nyeri
(painless) dan berulang (recurrent)
2. Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam : darah segar, sedikit
atau banyak. Jika perdarahan banyak maka ibu terlihat anemis
3. Palpasi abdomen
- Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah
- Sering dijumpai kesalahan letak janin
- Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala,
biasanya kepala masih dapat digoyangkan atau terapung
(floating)
- Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu
bantalanpada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang
kurus
4. Double Set-up Examination
Untuk kepatian diagnosis pada perdarahan banyak, pasien
dipersiapkan dalam kamar bedah. Pasien dalam posisi litotomi di meja
operasi dilakukan periksa dalam (vaginal toucher) dalam lingkungan
disinfektan tingkat tinggi secara hati-hati dengan jari telunjuk dan
tengah meraba fornik posterior untuk mendapatkan kesan ada atau
tidak ada bantalan anatara jari dengan bagian terbawah janin. Perlahan
jari-jari digerakkan menuju pembukaan servik untuk meraba jaringan
plasenta. Kemudian jari-jari digerakkan mengikuti seluruh pembukaan
untuk mengetahui derajat atas klasifikasi plasenta. Jika plasenta
lateralis atau marginalis dilanjutkan dengan amniotomi dan dilanjutkan
dengan oksitosin drip untuk mempercepat persalinan jika tidak terjadi
perdarahan yang banyak untuk kemudian pasien dikembalikan ke
kamar bersalin. Jika terjadi perdarahan banyak atau karena plasenta
previa totalis langsung dilanjutkan dengan seksio sesarea. Persiapan
yang demikian jika ada indikasi penyelesaian persalinan 1.
5. Ultrasonography 1.
- Transabdominal ultrasonografi
Transabdominal ultrasonografi dalam keadaan kendung kemih
yang dikosongkan akan member kepastian diagnosis plasenta
previa dengan ketepatan tinggi sampai 96%-98%.
- Transvaginal ultrasonografi
Di tangan yang ahli dengan transvaginal ultrasonografi dapat
dicapai 98% positive predictive value dan 100% negative
predictive value pada upaya diagnosis plasenta previa.
- Transperineal sonografi
Transperineal sonografi dapat mendeteksi ostium uteri intranum
dan segmen bawah rahim, dan teknik ini dilaporkan 90% positive
predictive value dan 100% negative predictive value dalam
diagnosis plasenta previa.
- MRI
MRI dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta.
MRI kalah praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebih dalam
suasana yang mendesak.
(Global Library Women’s Medicine – Ultrasound Atlas)
H. PENATALAKSANAAN
Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang
akan dipilih 4 :
- Jenis plasenta previa
- Perdarahan : banyak atau sedikit tetapi berulang-ulang
- Keadaan umum ibu hamil
- Keadaan janin : hidup, gawat, meninggal
- Pembukaan jalan lahir, paritas atau jumlah anak hidup
- Fasilitas penolong atau rumah sakit
Penanganan plasenta previa lateralis dan marginalis :
1. Lakukan amniotomi
2. Berikan oksitosin (pituitrin, pitosin, sintosinon) tiap setengah jam
2,5 satuan atau perinfus drips
3. Bila dengan amniotomi perdarahan belum berhenti, dilakukan
cunam gauss atau versibraxton hicks
4. Bila semua ini belum berhasil menghentikan perdarahan, bila janin
masih hidup lakukan secsio sesarea
5. Pada plasenta previa lateralis posterior dan plasenta yang bagian
besarnya menutupi ostium (grote lap), sering langsung dilakukan
secsio sesarea, karena secara anatomis dengan cara diatas,
perdarahan sukar dikontrol
Penanganan plasenta previa sentralis (totalis) :
1. Untuk menghindari perdarahan yang banyak, maka pada plasenta
previa sentralis dengan janin hidup atau meninggal, tindakan yang
paling baik adalah secsio sesarea
2. Walaupun tidak pernah dikerjakan lagi, namun tuntuk diketahui,
pada janin mati, di daerah pedesaan dapat dilakukan penembusan
plasenta kemudian dilakukan cunam willet gauss dan versi
Braxton-Hicks untuk melahirkan janin.
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada
trimester kedua atau trimester ketiga harus dieawat di rumah sakit diminta
istirahat baring dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk
golongan darah dan faktor Rh. Jika Rh negative RhoGam perlu diberikan
pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika kemudian
ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan
sehat dan masih premature dibolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat
rumah atau rawat jalan. Pada kehamilanantara 26 sampai 34 minggu
diberikan steroid dalam perawatan antenatal untuk pematangan paru janin
1.
I. KOMPLIKASI 1.
1. Anemia atau bahkan syok
Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim terjadi secara
ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus
dapat berulang dan semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi
itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi anemia dan
syok
2. Plasenta akreta, inkreta, perkreta
Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas
dengan kemampuan invasinya menerobos kedalam miometrium
bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian
plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah
plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tapi villinya masih
belum masuk kedalam miometrium. Walaupun biasanya tidak
seluruh permukaan plasenta maternal plasenta mengalami akreta
atau inkreta akan tetapi dengan demikian akan terjadi retensio
plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah
perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi
pada uterus yang pernah secksio sesarea. Dilaporkan plasenta
akreta terjadi 10% - 35% pada pasien yang pernah seksio sesarea
satu kali, naik menjadi 60% - 65% bila telah seksio sesarea 3 kali.
3. Kelainan letak janin
Kelainan letak pada plasenta previa lebi sering terjadi, hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
4. Kelahiran premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan
sebagian oleh karena terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan
dalam kehamilan belum aterm. Pada kehamilan <37 minggu dapat
dilakukan amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin
dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat kematangan paru
janin sebagai upaya antisipasi
5. Laserasi jalan lahir
Servik dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh
darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang
banyak. Oleh karena itu harus sangat hati-hati pada semua tindakan
manual ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan bay
melalui incise pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta.
6. Perdarahan postpartum karena trofoblast menginvasi segmen
bawah uteri yang kurang didukung oleh jaringan vena
7. Infeksi karena perdarahan yang banyak
8. Bayi prematur atau lahir mati karena hipoksia
J. PROGNOSIS
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa ini lebih baik jika
disbanding masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasif dengan USG di samping ketersediaan transfuse darah dan infus
cairan. Komplikasi kelahiran premature baik yang spontan atau seksio
sesarea masih menjadi masalah 1.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami perdarahan
antepartum yang bisa dinilai dari usia kehamilannya yaitu 36 minggu. Dikatakan
perdarahan antepartum jika perdarahannya signifikan dari jalan lahir yang terjadi
setelah kehamilan minggu ke 20. Adapun sebab perdarahannya diduga bisa
karena adanya kelainan letak plasenta yang dinamakan plasenta previa ataupun
lepasnya plasenta yang dinamakan solusio plasenta. Perdarahan yang terjadi pada
plasenta previa yaitu karena melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplatasi di tempat tersebut sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu servik mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi tersebut
akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang
intervillus plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu
perdarahan pada plasenta previa betapapun pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan ditempat iti relative mudah dan banyak oleh karena segmen
bawah rahim dan servik tidak mampu berkonstraksi dengan kuat karena elemen
otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat
tersebut tidak akan tertutup dengan sempurna.
Pasien ini mengalami perdarahan yang ditandai dengan darah merah segar
dan tidak merasa nyeri (painless), tanpa sebab (causeless) serta berulang
(recurrent), gerakan janin aktif, denyut jantung bayi (+) manifestasi klinis ini
menjelaskan mekanisme yang terjadi pada plasenta previa. Berbeda halnya jika
perdarahan antepartum ini dikarenakan oleh solusio plasenta, keadaan yang juga
menjadi salah satu penyebab perdarahan antepartum selain karena plasenta previa.
Pada solusio plasenta darah yang keluar berupa darah merah tua, dan sebagian
membeku, perdarahanya tiba-tiba dengan jumlah banyak, nyeri perut terlokalisir
yang diduga oleh karena plasenta yang lepas, diikuti gerakan janin yang
berkurang atau bahkan tidak ada.
Dibawah ini adalah skema praktis perbedaan plasenta previa dan solusio
plasenta berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.
No. Klinis Solusio Plasenta Plasenta previa
1 Terjadinya Sewaktu hamil dan inpartu Sewaktu hamil
2 Cara mulainya Tiba-tiba Perlahan-lahan
3 Perdarahannya Non-recurrent Recurrent
4 Warna darah Darah tua dan bekuan darah Darah baru
5 Anemia Tak sebanding dengan darah
yang keluar
Sebanding dengan
darah yang keluar
6 Toksemia
gravidarum
Bisa ada -
7 Nyeri perut ada -
8 Palpasi Uteri in-bois (uterus teraba
tegang dank eras seperti papan
Biasa dan floating
baik waktu his maupun diluar
his. bagian2 anak sulit diraba
9 HIS Kuat Biasa
10 DJJ - +
11 Periksa dalam Ketuban tegang, menonjol Jaringan plasenta
12 Plasenta Tipis kreater cekung pada
pinggir
Ketuban robek
Pemeriksaan penunjang sebagai penegak diagnosa sebaiknya dilakukan.
Ultrasonografi (USG) transabdominal sudah cukup untuk menegakkan diagnosa
plasenta previa serta untu mengetahui letak plasenta, apakah lateralis, marginalis,
parsial maupun total. Posisi letak plasenta sangat menentukan intervensi
selanjutnya. Apakah dilakukan persalinan pervaginam atau secara seksio sesarea.
Pada letak plasenta lateralis ataupun marginalis dapat dilakukan persalinan
pervaginam, akan tetapi jika plasenta previa letak parsial yang dimungkinkan sulit
dalam proses persalinan dan plasenta previa letak totalis merupakan indikasi
untuk dilakukan seksio sesarea.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang USG maupun
double set-up examination. Hal ini dikarenakan adanya keadaan lain yaitu
keabnormalan letak janin (letak lintang) yang jelas merupakan indikasi seksio
sesarea jika muncul adanya perdarahan antepartum. Kelainan letak janin yang
terjadi pada pasien ini dimungkinkan merupakan salah satu komplikasi yang
sering terjadi pada plasenta previa. Oleh karena tidak dilakukan pemeriksaan USG
ataupun double set-up examination maka tidak dapat diketahui letak plasenta
previa sekalipun sudah dilakukan seksio sesarea.
Berdasarkan laporan operasi seksio sesarea didapatkan adanya plasenta
previa dengan retensio plasenta yang diduga akibat adanya perlekatan plasenta
terhadap endometrium (plasenta akreta). Plasenta akreta, inkreta atau bahkan
perkreta merupakan salah satu komplikasi yang muncul oleh karena plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen ini yang tipis mudahlah
jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menerobos kedalam miometrium
bahkan sampai ke perimetrium. Disamping didapatkan plasenta previa juga
didapatkan varises uterus di segmen bawah uterus (SBU) yang belum diketahui
sebabnya.
Anemia yang terjadi pada pasien yang ditunjukkan dengan hasil
laboratorium bahwa Hb pasien 8,7 merupakan salah satu tanda bahwa sudah
banyak darah yang keluar, mungkin diakibatkan oleh berulangnya darah yang
keluar dari vagina. Pemeriksaan golongan darah sebagai persiapan transfusi harus
dilakukan sebelum dilakukan seksio sesarea. Pemberian transfusi postoperasi
merupakan solusi anemia yang terjadi pada pasien. Pada pasien ini, pemberian
transfusi sebanyak 3 colf menjadikan Hb-nya menjadi 10,7.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Plasenta Previa adalah salah satu penyebab tersering perdarahan
antepartum yang harus segera diobservasi.
USG dan Double set-up Examination merupakan alat diagnose
pasti dari plasenta previa. Dengan kedua tindakan tersebut dapat
mengetahui letak plasenta sehingga dapat segera ditentukan intervensi
penatalaksanaan selanjutnya, apakah akan dilakukan partus pervaginam
dengan amniotomi atau dilakukan seksio sesarea.
B. SARAN
Untuk penegakan diagnosa plasenta previa harus dilakukan
pemeriksaan USG ataupun double-set up sekalipun terjadi malposisi janin
(letak lintang)
DAFTAR PUSTAKA
1. Chalik TMA. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan
dalam buku Ilmu Kebidanan; Ed:4; p 492-521. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta
2. Cuningham dkk. 2006. Perdarahan Obstetri dalam Obstetri Williams; Vol
1; Ed 21; p 687-704. EGC. Jakarta
3. Llewellyn-Jones, Derek. 2002. Perdarahan Antepartum dalam Dasar-dasar
Obstetri & Ginekologi; Ed 6; p 109-112. Hipokrates. Jakarta
4. Mochtar, Rustam. 1998. Perdarahan Antepartum (hamil tua) dalam
Sinopsis Obstetri; Jilid 1; Ed 2; p 269-287. EGC. Jakarta
5. Atlas of Obstetric Ultrasound by The International Society of
Ultrasound in Obstetrics & Gynecology under the Editorship of
Professor Gianluigi Pilu. Department of Obstetrics & Gynecology,
Bologna, Italy. Diambil dari http://www.glowm.com/?
p=glowm.cml/ultrasoundAtlas
6. Sakornbut E; Leeman L; Fontaine P. 2007. Late Pregnancy Bleeding.
American Family Psysician. Diambil dari
http://www.aafp.org/afp/2007/0415/p1199.html
7. Widjanarko B. 2009. Plasenta Previa diambil dari
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/plasenta-praevia.html