perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. bab ii.docx · web viewbab ii...

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Owa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi owa Jawa didasarkan pada warna rambut, struktur tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya (Napier & Napier, 1967), adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Primata Super famili : Homonoidae Famili : Hylobatidae Genus : Hylobates Species : Hylobates moloch Audebert (1798) Terdapat enam jenis Hylobates yang tersebar di Asia Tenggara, yaitu H. agilis F. Cuivert 1821 (ungko, dark head gibbon), H. klosii Miller 1903 (siamang kerdil, klossi gibbon), H. lar Linnaeus 1771 (ungko lengan putih, white handed gibbon), H. muelleri Martin 1841(kelawat, gray gibbon), H. moloch Audebert 1798 (Owa Jawa, silvery gibbon), dan H. pileatus Gray 1861. Di antara keenam jenis tersebut

Upload: trankhanh

Post on 26-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioekologi Owa Jawa

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

Klasifikasi owa Jawa didasarkan pada warna rambut, struktur tubuh, suara,

dan beberapa perbedaan penting lainnya (Napier & Napier, 1967), adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Primata

Super famili : Homonoidae

Famili : Hylobatidae

Genus : Hylobates

Species : Hylobates moloch Audebert (1798)

Terdapat enam jenis Hylobates yang tersebar di Asia Tenggara, yaitu

H. agilis F. Cuivert 1821 (ungko, dark head gibbon), H. klosii Miller 1903

(siamang kerdil, klossi gibbon), H. lar Linnaeus 1771 (ungko lengan putih, white

handed gibbon), H. muelleri Martin 1841(kelawat, gray gibbon), H. moloch

Audebert 1798 (Owa Jawa, silvery gibbon), dan H. pileatus Gray 1861. Di antara

keenam jenis tersebut hanya H. pileatus yang tidak dijumpai di wilayah Indonesia

(Geissman, 2002 dalam Rahman, 2011).

Owa Jawa dalam setiap kelas umur, baik jantan maupun betina sekilas

tidak memiliki perbedaan yang mencolok pada warna tubuhnya, namun dalam

setiap kelas umur ada beberapa perbedaan pada owa Jawa baik dalam perilaku

maupun tingkat kedewasaan seksualnya (Tabel 1).

Page 2: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

4

Tabel 1. Deskripsi setiap kelas umur pada owa Jawa (Kappler, 1981)Kategori kelas umur Deskripsi

Bayi (infant)

Berumur 0-2 tahun, sering dalam gendongan induk betinanya, warna rambut putih kekuning-kuningan

Anak (juvenil)

Berumur 2-4 tahun, individu belum tumbuh maksimal, warna rambut mirip dengan yang dewasa, mampu melakukan perjalanan sendiri, tetapi cenderung masih dekat dengan induk.

Jantan remaja (sub-adult male)

Berumur 4-9 tahun, ukuran badan sedang, warna rambut abu-abu, terdapat rambut hitam berbentuk segitiga di atas kepala. Skrotum mulai terlihat berwarna hitam dan sering memisahkan diri atau menjaga jarak dengan kelompoknya.

Betina remaja (sub-adult female)

Berumur 4-9 tahun, ukuran badan sedang, warna rambut abu-abu, terdapat rambut hitam berbentuk segitiga di atas kepala. Kelenjar susu masih kecil, bunyi suara rendah dan sering berada dalam kelompoknya.

Jantan dewasa (adult male)

Berumur > 9 tahun, ukuran badan maksimal, warna rambut abu-abu pucat, warna muka hitam dan terdapat rambut putih pada muka. Bunyi suara pendek dan keras, sering berada pada lingkaran terluar dari kelompoknya.

Betina dewasa (adult female)

Berumur > 9 tahun, ukuran badan maksimal, warna rambut abu-abu pucat, warna muka hitam dan terdapat rambut putih pada muka. Kelenjar susu terlihat. Bunyi suara panjang, sering terlihat menggendong bayi atau dekat dengan individu anak ketika belum masuk kedalam masa sapih.

Marga Hylobates merupakan primata tidak berekor, ukuran kepala kecil

dan bulat, hidung tidak menonjol, rahang kecil, rongga dada pendek tetapi lebar,

serta rambut tebal dan halus. Menurut Supriatna & Wahyono (2000) tubuh owa

Jawa ditutupi rambut berwarna kecoklatan sampai keperakan atau kelabu . Bagian

atas kepala berwarna hitam. Bagian muka seluruhnya berwarna hitam, dengan

alis abu-abu yang menyerupai warna keseluruhan tubuh. Beberapa individu

memiliki dagu berwarna gelap. Umumnya anak yang baru lahir berwarna cerah.

(Gambar 1).

Page 3: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

5

(a) (b)

Gambar 1. Morfologi Owa jawa; (a) jantan dewasa, (b) betina dewasa (Ario/Yayasan Owa Jawa, 2010)

Panjang badan individu jantan dan betina dewasa berkisar 750-800 mm.

Berat tubuh jantan berkisar 4.000-8.000 gr, sedangkan betina 4.000-7.000 gr

(Maryanto dkk, 2008). Panjang lengan rata-rata 477,8 mm dan diameter lingkar

dada 405,4 mm (Djajadi dkk, 2008).

2.1.2 Habitat dan Penyebaran

Habitat utama owa Jawa adalah hutan primer dengan tegakan pohon rapat,

karena mereka merupakan satwa arboreal yang sangat tergantung dengan keberadaan

tegakan pohon, baik sebagai sumber pakan maupun untuk pergerakan (Komar, 2008).

Owa Jawa hidup di hutan tropik, mulai dari dataran rendah, pesisir, hingga

pegunungan ketinggian 1.400 – 1.600 m dpl (Supriatna & Wahyono, 2000). Tidak

ditemukannya owa Jawa di daerah yang lebih tinggi, kemungkinan berkaitan dengan

kekayaan jenis vegetasi yang lebih rendah, kerapatan pohon yang jarang, dengan

tajuk yang tidak lebat dan kokoh, sehingga menyulitkan pergerakan owa Jawa.

Sebaran populasi owa Jawa pada umumnya terkonsentrasi di beberapa

habitat dalam kawasan taman nasional seperti TN Gn.Halimun, TN Gn.Gede-

Pangrango dan TN Ujung Kulon (Gambar 2). Sebaran populasi owa Jawa di TN

Ujung Kulon terpusat di kawasan hutan Gn.Honje dan Karang Ranjang-Kalajeten.

Page 4: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

6

Di kawasan TN Gn.Halimun terpusat di hutan Cikaniki, Cimaja dan Gn.Malang

(Komar, 2008). Beberapa hasil penelitian menyebutkan perkiraan populasi owa

Jawa yang masih tersisa di hutan Jawa Barat dan Jawa Tengah berkisar 4000-4500

ekor (Nijman, 2004).

Gambar 2. Peta persebaran owa Jawa di pulau Jawa.(Ario, 2010)

2.1.3 Status Konservasi

Meskipun owa Jawa telah dilindungi sejak tahun 1931 melalui Peraturan

Perlindungan Binatang Liar No.266, lalu diperkuat dengan Undang-Undang No.5

tahun 1990 dan SK Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No.301/Kpts-II/1991, namun

populasinya di alam terus menyusut (Supriatna & Wahyono, 2000). Pada tahun

1986, owa Jawa telah dimasukkan ke dalam kategori endangered species dalam

daftar IUCN. Status ini berubah pada tahun 1996, menjadi critically endangered

species. Pada tahun 2000-2004 owa Jawa termasuk salah satu dari 25 jenis

primata yang paling terancam (Conservation International Indonesia, 2000;

Mittermier et al. 2007). Pada tahun 2008 status owa Jawa berubah kembali dari

critically endangered species menjadi endangered species (IUCN, 2008).

Perubahan status ini dimungkinkan dengan tersedianya informasi yang terus-

menerus tentang kondisi owa Jawa di alam. Kriteria endangered species adalah

jika populasi individu dewasa kurang dari 2500 ekor, dan subpopulasi individu

dewasa lebih besar dari 250 ekor (Rahmuddin, 2009).

Page 5: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

7

2.2 Perilaku Owa Jawa

2.2.1 Perilaku Harian

Owa Jawa hidup di pepohonan, sangat jarang turun ke tanah. Mereka

bergerak dari satu pohon ke pohon lain dengan cara bergelayutan (brakhiasi). Owa

Jawa merupakan hewan diurnal, pada siang hari mereka beristirahat, saling

mencari kutu (grooming) antara jantan dengan betina pasangannya, atau antara ibu

dengan anaknya. Pada malam hari mereka tidur di percabangan pohon (Supriatna

& Wahyono, 2000).

2.2.2 Perilaku Bergerak (Lokomosi)

Owa Jawa mempunyai pola pergerakan harian seperti jenis primata

lainnya, yaitu pada pagi hari bergerak dari pohon tempat tidur menuju lokasi

makan dan tempat istirahat, kemudian kembali menuju pohon tidur pada sore hari.

Pergerakan owa Jawa dapat diamati dari jalur pergerakannya yang menggunakan

tajuk pohon, sementara kera jenis lain kadang-kadang melalui lantai hutan.

Perilaku bergerak merupakan perilaku yang paling banyak dilakukan, dibanding

perilaku lainnya (Riendrasari, 2009)

Menurut Djuwantoko & Rossanda (1996), pergerakan owa Jawa dapat

digolongkan dalam lima macam gerakan (Gambar 3), yaitu :

1. Quadrupedally climbing, artinya memanjat dengan posisi merangkak atau

seperti binatang berkaki empat;

2. Arm swinging, ini merupakan gerakan utama,yakni berayun-ayun dari satu

tempat ke tempat lainnya;

3. Dropping from the branch, berupa gerakan menjatuhkan diri dari ketinggian

tertentu dari cabang-cabang pohon ke tempat yang lebih rendah;

4. Leaping, berupa gerakan meloncat dari tempat satu ke tempat lainnya,

misalnya meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya;

5. Bipedal, artinya bergerak dengan posisi tegak bertumpu pada ke dua kaki,

seperti orang berjalan

Page 6: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

8

(a) (b)

(c)Gambar 3. Pergerakan Owa Jawa; (a) bipedal, (b) arm swinging, (c) leaping,

(National Geographic Indonesia, 2011)

2.2.3 Perilaku Makan

Owa Jawa mempunyai beberapa cara untuk mengambil pakannya. Cara-

cara tersebut, berupa posisi duduk, berdiri dengan lutut tertekuk, dan bergantung.

Mereka menggunakan tangan untuk mengambil pakannya, baik berupa daun

ataupun buah, berukuran besar maupun kecil. Pakannya sebagian besar berupa

buah, dan dedaunan. Umumnya owa Jawa memilih buah-buahan matang dan

dedaunan (Djuwantoko & Rossanda, 1996; Kappler, 1981). Perilaku pemilihan ini

kemungkinan untuk menghindari racun pada buah-buah muda yang melindungi

biji, juga karena owa Jawa tidak mampu mencerna serat daun dalam jumlah

banyak, sehingga memerlukan waktu lebih lama dibandingkan mencerna pakan

jenis lain, misal buah atau bunga (Gittins & Raemakers, 1980 dalam Djuwantoko

dan Rossanda, 1996). Owa Jawa juga diketahui memakan ulat pohon, rayap, madu

dan beberapa jenis serangga (Supriatna & Wahyono, 2000).

Page 7: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

9

Menurut Chivers, 1980 dalam Rahman (2011), posisi tubuh saat

beraktivitas dipengaruhi oleh faktor jenis pakan yang sedang dikonsumsi. Posisi

bergantung dipilih owa Jawa saat mengonsumsi buah-buahan, sedangkan posisi

duduk dilakukan saat mengonsumsi dedaunan. (Gambar 4)

(a) (b)Gambar 4. Posisi owa Jawa dalam mengambil makanan; (a) duduk,

(b) menggantung (Natioal Geographic Indonesia, 2011)

2.2.4 Perilaku Sosial

Owa Jawa hidup berpasangan dalam sistem keluarga monogami. Selain

kedua induk, dalam keluarga biasanya terdapat 1-2 anak yang belum mandiri.

Masa kebuntingan berkisar 197-210 hari , jarak kelahiran antar anak berkisar 3-4

tahun. Umumnya usia hidup mencapai 35 tahun (Supriatna & Wahyono, 2000).

Menjelang dewasa, owa Jawa meninggalkan kelompok, karena individu dewasa

famili Hylobatidae sangat garang terhadap individu yang lebih muda dari jenis

kelamin sama (Djuwantoko & Rossanda, 1996).

Perilaku sosial merupakan berbagai kegiatan yang melibatkan individu

lain, seperti menelisik (grooming), bersuara, bermain dan bereproduksi. Kegiatan

menelisik dan bermain merupakan hal sangat penting dalam aktivitas sosial, tapi

tidak sebanyak frekuensi bersuara (Ario, 2011)

Menurut Iskandar (2007) owa Jawa di hutan rasamala TNGGP mulai

melakukan aktivitas sosial pada pukul 07.00 WIB, meningkat aktivitasnya sampai

pukul 10.00 WIB, lalu menurun antara pukul 10.00-14.00 WIB.

Page 8: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

10

2.2.5 Perilaku Bersuara

Perilaku bersuara merupakan salah satu bentuk komunikasi owa Jawa, baik

antar individu dalam kelompok, dengan kelompok lain di sekitarnya, maupun

dengan lingkungannya. Perilaku bersuara merupakan aktivitas awal dan utama

yang membedakan owa Jawa dari jenis primata lain. Menurut Rahman (2011),

aktivitas bersuara pada owa Jawa merupakan salah satu cara berkomunikasi, yang

berfungsi untuk menyatakan lokasi keberadaan suatu kelompok kepada kelompok

lain yang berdekatan agar menjauh. Hal ini berkaitan dengan usaha untuk

menghindari konflik, atau kontak langsung antar kelompok. Aktivitas bersuara juga

merupakan tanda kepemilikan suatu sumber pakan yang tersedia.

Ada empat jenis suara yang dikeluarkan owa Jawa, yaitu: 1) suara individu

betina untuk menandakan daerah teritorialnya (morning call), 2) suara individu

jantan saat berjumpa dengan kelompok tetangganya, 3) suara yang dikeluarkan

bersama saat terjadi konflik, dan 4) suara dari anggota keluarga sebagai tanda

bahaya (alarm call). Suara tanda bahaya dikeluarkan apabila ada satwa pemangsa

di sekitarnya (Supriatna & Wahyono, 2000)

Perilaku bersuara pada owa Jawa memiliki karakter khusus dibandingkan

anggota Hylobatidae lain, yaitu individu betina berperan lebih besar dalam

penjagaan daerah jelajah. Hal ini tampak dari alokasi penggunaan waktu bersuara

yang lebih besar pada betina dibandingkan jantan (Geissman, 2005 dalam Ario,

2011).

2.2.6 Perilaku Istirahat

Palluck dkk, 1970 dalam Ario & Masnur (2011) membagi waktu istirahat

owa Jawa menjadi :

a. istirahat panjang (tidur), yaitu tidak bergerak dan tidak melakukan aktivitas

selama 10 menit berturut-turut. Istirahat panjang digunakan untuk

mengakhiri serangkaian aktivitas harian, agar keesokan harinya dapat

melanjutkan aktivitas kembali.

b. istirahat pendek, yaitu tidak bergerak dan tidak melakukan aktivitas lain,

tetapi didahului dengan makan atau minum. Aktivitas ini dilakukan di antara

Page 9: perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/12. BAB II.docx · Web viewBAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bi o ekolo gi O wa Jawa 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi

11

aktivitas harian lainnya, dari pagi sampai sore hari menjelang matahari

terbenam. Posisinya meliputi duduk, terbaring dan terlentang.

Dalam keadaan hujan, owa Jawa juga memperlihatkan posisi lain seperti

duduk melipat kaki, dan mendekatkan kedua kaki ke dada. Posisi ini membantu

menahan panas tubuh, sedangkan rambutnya yang tebal merupakan pelindung dari

air hujan dan udara dingin. Posisi duduk lebih sering dilakukan daripada posisi

terlentang, karena dengan posisi duduk mereka dapat melihat keadaan sekitar

(Ayu, 2011)