perpustakaan.fmipa.unpak.ac.idperpustakaan.fmipa.unpak.ac.id/file/skripsi_hexy tri prima...

143
FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI PERANGSANG PERTUMBUHAN RAMBUT EKSTRAK SELEDRI (Apium graveolens Linn.) SKRIPSI Oleh: HEXY TRI PRIMA PUTRA 066109004

Upload: dangthuan

Post on 09-May-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI PERANGSANG PERTUMBUHAN RAMBUT EKSTRAK SELEDRI

(Apium graveolens Linn.)

SKRIPSI

Oleh:

HEXY TRI PRIMA PUTRA

066109004

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2013

FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI PERANGSANG PERTUMBUHAN RAMBUT EKSTRAK SELEDRI

(Apium graveolens Linn.)

SKRIPSIDiajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MemperolehGelar Sarjana Farmasi Pada Program Studi Faramasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Pakuan

Bogor

Oleh:

HEXY TRI PRIMA PUTRA

066109004

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR

2013

HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL : FORMULASI DAN UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN EMULSI PERANGSANG PERTUMBUHAN RAMBUT EKSTRAK SELEDRI (Apium graveolens Linn.)

OLEH : HEXY TRI PRIMA PUTRA

NPM : 066109004

PROGRAM STUDI : FARMASI, FMIPA-UNPAK

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui :

Bogor, Juli 2013

Menyetujui,

Pembimbing II Pembimbing I

(Dra. Dwi Indriati, Apt.) (Dr. Haryanto Susilo)

Mengetahui,

Dekan Ketua Program Studi

FMIPA-UNPAK Farmasi

(Dr. Prasetyorini) (Dra. Ike Yulia W, M.Farm., Apt)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Terima kasih kepada Allah swt yang telah memberikan kenikmatan

berupa kesehatan, iman dan islam sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan Kehendak-Mu.

Terimakasih kepada kedua orang tuaku tercinta yang selalu

memberikan doa,semangat dan dukungannya dengan penuh

ketulusan.

Terimakasih kepada Best Friend : The "Gan" (Bibiw, Aji, Adul, Mul,

Dedy, Bayau, Harun, Oplo, Bia, Kubil, Hikmah) & Om Zaldi Rusli yang telah membantu dalam proses

penelitian dan juga terimakasih kepada teman-teman farmasi 2009

yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang sudah memberikan semangat dalam bentuk doa dan

dukungannya

My sweetheart Melda haryani (mySupiek) yang telah Allah

ciptakan untuk mendampingiku, untuk doa yang tiada henti dan

semangat yang terus mengiringiku.

“Alasan kenapa seseorang tak pernah meraih cita-citanya adalah karena dia tak mendefinisikannya, tak mempelajarinya, dan tak pernah serius

berkeyakinan bahwa cita-citanya itu dapat dicapai”

(Dr Denis Waitleypakar)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

(Thomas Alva Edison)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Hexy Tri Prima Putra,

dilahirkan di Koto Majidin, 19 Desember 1991 dari

pasangan Bapak Wajihuddin, S.Pd dan Ibu Elmus, S.Pd,

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis

memulai pendidikan formalnya di TK Mukti Tama 1

Sei.Benteng kemudian di Sekolah Dasar Negeri 69/VII

Singkut (1997-2003), Sekolah Menengah Pertama

Negeri 3 Sarolangun (2003-2006) dan Sekolah

Menengah Atas Negeri 2 Sarolangun. Selanjutnya

penulis meneruskan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi di Universitas Pakuan

Bogor, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada Program Studi

Farmasi. Penulis memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Agustus 2013.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi berjudul ″Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Emulsi Perangsang

Pertumbuhan Rambut Ekstrak Seledri (Apium Graveolens Linn.)″. Skirpsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi S1 di Program Studi

Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan,

Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai

pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Haryanto Susilo selaku pembimbing I dan Dra. Dwi Indriati, Apt

selaku pembimbing II, terimakasih atas bantuan yang telah diberikan baik

saran maupun pengarahan kepada penulis selama dalam bimbingan.

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Ketua

Jurusan Program Studi Farmasi, Universitas Pakuan.

3. Dra. Ike Yulia W, M.Farm., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi

Universitas Pakuan.

4. Kepada kedua orangtua, yang telah memberikan bantuan moril maupun

material serta dukungan dan doanya.

5. Sahabat dan teman-teman Farmasi angkatan 2009, terima kasih atas

semangat, doa serta kebersamaannya.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat

kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun untuk membantu kesempurnaan penulisan ini. Semoga

skripsi ini dapat memberikan informasi yang sangat bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Penulis

RINGKASAN

Hexy Tri Prima Putra. 066109004. 2013. Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan Rambut Ekstrak Herba Seledri (Apium graveolens Linn). Dibawah Bimbingan Dr. Haryanto Susilo dan Dra. Dwi Indriati, Apt

Herba seledri (Apium graveolens Linn) merupakan tanaman yang dapat

digunakan sebagai penyubur dan mempercepat pertumbuhan rambut. Herba

seledri mengandung senyawa saponin dan flavonoid yang berperan dalam

mempercepat pertumbuhan rambut. Penelitian ini dilakukan untuk membuat

sediaan emulsi yang mengandung ekstrak herba seledri sebagai perangsang

pertumbuhan rambut yang baik, efektif dan aman. Untuk mendapatkan ekstrak

kental herba seledri, herba seledri diekstraksi dengan proses maserasi

menggunakan pelarut etanol 30%.

Pada penelitian ini dilakukan formulasi sediaan emulsi sebagai perangsang

pertumbuhan rambut dengan 3 formula yang berbeda, yaitu dengan penambahan

ekstrak kental herba seledri untuk formula A (2,5%), formula B (5%) dan formula

C (7,5%). Ketiga formula sediaan emulsi yang dihasilkan dilakukan pengujian

stabilitas selama 2 bulan dengan suhu penyimpanan yang berbeda, yaitu suhu

kamar (25-30° C) dan suhu 40° C, dengan parameter pengujian meliputi

pemeriksaan organoleptik, uji pH, uji berat jenis dan uji viskositas serta dilakukan

pengujian efektivitas sediaan untuk melihat efek pertumbuhan rambut terhadap

kelinci New-Zealand White jantan.

Hasil penelitian pengujian stabilitas sediaan untuk pengamatan

organoleptik pada penyimpanan suhu kamar (25-30° C) menunjukkan bahwa

ketiga formula sediaan emulsi ekstrak herba seledri dengan konsentrasi 2,5%, 5%,

dan 7,5% stabil selama 2 bulan penyimpanan, sedangkan pada pengamatan suhu

40° C formula B (5%) sudah mengalami perubahan bentuk dan viskositas pada

penyimpanan setelah 1 bulan. Pengujian stabilitas untuk parameter berat jenis dan

pH sediaan pada suhu kamar (25-30° C) dan suhu 40° C relatif stabil selama 2

bulan penyimpanan, dimana ketiga formula A, B dan C memiliki harga pH

berkisar 5,00 - 6,00 dan berat jenis berkisar 1,020 – 1,052 g/ml. Hasil pengujian

efektifitas kelompok kontrol tanpa perlakuan dan basis sangat berbeda nyata

(P≤0,01) dengan kelompok pemberian formula C dan kontrol positif, tetapi tidak

berbeda nyata (P> 0,05) dengan kelompok pemberian formula A dan formula B.

Hal ini menunjukkan bahwa formula C yang mengandung ekstrak herba seledri

dengan konsentrasi 7,5% mempunyai efek yang signifikan terhadap pertumbuhan

rambut.

Kata kunci : Herba Seledri, emulsi, rambut

SUMMARY

Hexy Tri Prima Putra. 066109004. 2013. The Formulation and The Effectiveness test of Emulsion Preparation Herbal Extract Celery (Apium graveolens Linn) of Hair Growth. Academic Advisors: Dr. Haryanto Susilo and Dra. Dwi Indriati, Apt

Celery (Apium graveolens Linn) is a plant having effect on hair growth.

The chemical constituents such as saponin and flavonoid in this plant are rich of

nutrients for hair growth. This study was conducted to make emulsion preparation

containing herbal extracts celery as a good hair growth stimulant, effective and

safe. The maceration process of herbal celery in 30 % ethanol has been carried out

in order to get a thick celery extract herbal.

The study was formulated into emulsion with three different kinds of

formula, there are formula A (2,5%), formula B (5%) and formula C (7,5%) of

celery extract herbal. The stability test to the formulas was done during 2 months

at room temperature (25-30° C) and 40° C, evaluation was made on organoleptic

test, pH, specific gravity test, viscosity, and effectiveness preparation test to

shown potential effect of hair growth of male New-Zealand white rabbit.

The result of stability evaluation of organoleptic test at room temperature

(25-30° C) showed that all the three formulations above were stable concentrate

during 2 months storage, mean while the physical and viscosity on 40°C

temperature formula B (5%) changes occurred after 1 month storage. The stability

test to evaluated specific gravity and pH preparations at room temperature (25-30°

C) and 40° C stable relatively, where three formulation above had pH range was

about 5,00 - 6,00 and spesific gravity about 1,020 – 1,052 g/ml. The result of

efectiveness group control and bases was significant different fact (P≤0,01) with

experiment group which given formula C and positive control, but not different

fact (P> 0,05) with group which given formula A, and B. The result showed that

the most significant effect on rabbit hair growth is the formula C with 7, 5 %

herbal extract celery.

Keyword : Herbal Celery, Emulsion, Hair

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................vi

RINGKASAN.......................................................................................................vii

SUMMARY...........................................................................................................ix

DAFTAR ISI...........................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii

DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................1

1.2 Tujuan Penelitian...........................................................................2

1.3 Hipotesis.........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seledri (Apium graveolens, L. )....................................................4

2.1.1 Deskripsi.............................................................................4

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Seledri (Apium graveolens, L.)........5

2.1.3 Morfologi Tanaman Seledri...............................................5

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran.....................................................6

2.1.5 Kandungan dan Khasiat Seledri.........................................6

2.2 Rambut...........................................................................................6

2.2.1 Struktur Rambut.................................................................7

2.2.2 Komposisi Rambut.............................................................8

2.2.3 Fase Pertumbuhan Rambut.................................................8

2.3 Masalah Rambut..........................................................................10

2.4 Faktor Penyebab Kerontokan Rambut........................................11

2.5 Sediaan Perangsang Pertumbuhan Rambut (Hair Tonic)............13

2.6 Emulsi..........................................................................................15

2.7 Ekstraksi.......................................................................................17

2.7.1 Maserasi...........................................................................18

2.7.2 Ekstrak..............................................................................19

2.8 Hewan Percobaan.........................................................................19

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.....................................................21

3.2 Bahan dan Alat Penelitian...........................................................21

3.3 Hewan Coba................................................................................21

3.4 Metode Penelitian.......................................................................21

3.4.1 Determinasi Tanaman......................................................22

3.4.2 Pembuatan Serbuk Simplisia Herba Seledri.....................22

3.4.3 Penetapan Kadar Air........................................................22

3.4.4 Penetapan Kadar Abu Total.............................................23

3.4.5 Pembuatan Ekstrak Herba Seledri....................................23

3.4.6 Uji Kadar Air Ekstrak Kental Herba Seledri....................24

3.4.7 Uji Fitokimia....................................................................24

3.4.7.1 Uji Alkaloid..........................................................24

3.4.7.2 Uji Flavonoid........................................................24

3.4.7.3 Uji Saponin...........................................................25

3.4.7.4 Uji Tanin...............................................................25

3.5 Pembuatan Sediaan Emulsi Ekstrak Herba Seledri......................25

3.6 Evaluasi Sediaan Emulsi Ekstrak Herba Seledri.........................26

3.6.1 Uji Stabilitas.....................................................................26

3.6.2 Uji Efektivitas Sediaan Perangsang Pertumbuhan Rambut Ekstrak Herba Seledri......................................................27

3.6.3 Analisis Data....................................................................28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman.................................................................30

4.2 Serbuk Herba Seledri..................................................................30

4.3 Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Herba Seledri................31

4.4 Penetapan Kadar Abu Total........................................................31

4.5 Pembuatan Ekstrak Herba Seledri...............................................31

4.6 Kadar Air Ekstrak Kental Herba Seledri.....................................32

4.7 Uji Fitokimia...............................................................................33

4.8 Pembuatan Sedian Emulsi Ekstrak Herba Seledri......................34

4.9 Evaluasi Stabilitas Sediaan Emulsi Ekstrak Herba Seledri.........35

4.9.1 Uji Organoleptik...............................................................36

4.9.2 Uji Derajat Keasaman (pH)..............................................37

4.9.3 Uji Bobot Jenis (BJ) Emulsi Ekstrak Herba Seledri........39

4.9.4 Uji Viskositas Emulsi Ekstrak Herba Seledri..................41

4.10 Uji Efektivitas Pertumbuhan Rambut..........................................43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan..................................................................................50

5.2 Saran.............................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................51

LAMPIRAN..........................................................................................................54

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tanaman Seledri......................................................................................4

2. Struktur rambut........................................................................................7

3. Rambut pada fase Anagen.......................................................................9

4. Rambut pada fase katagen.......................................................................9

5. Rambut pada fase telogen......................................................................10

6. Kelinci Percobaan..................................................................................20

7. Serbuk Simplisia Herba Seledri.............................................................30

8. Ekstrak kental Herba Seledri.................................................................32

9. Hasil Formula Sediaan Emusli Ekstrak Herba Seledri..........................35

10. Grafik pengamatan uji stabilitas pH sediaan emulsi pada suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai minggu ke 8...........................................................................................38

11. Grafik pengamatan uji stabilitas bobot jenis (bj) sediaan emulsi pada suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai minggu ke 8...............................................................................40

12. Grafik pengamatan uji stabilita viskositas sediaan emulsi pada suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai minggu ke 8...........................................................................................42

13. Histogram rata-rata panjang rambut kelinci setelah memperoleh perlakuan pengolesan sediaan emulsi ekstrak herba seledri..................44

14. Histogram persentase kenaikan pertumbuhan rambut masing-masing perlakuan dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan...............................................................................................45

15. Pertumbuhan panjang rambut kelinci setiap minggu............................48

16. Hasil uji fitokimia ekstrak herba seledri................................................62

17. Rumus Bangun MetilParaben................................................................75

18. Rumus Bangun Propil Paraben..............................................................75

19. Alat-alat Pada Penelitian.......................................................................77

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi Formula Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan Rambut..................................................................................................25

2. Daftar analisis ragam untuk RAK.........................................................29

3. Kaidah keputusan..................................................................................29

4. Hasil Rendemen Serbuk dan Ekstrak Herba Seledri.............................33

5. Hasil Uji Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Herba Seledri.....................33

6. Hasil Pengamatan Organoleptik Basis, Formula A, B dan C Pada Suhu Kamar (25-30°C) dan Suhu 40° C selama 2 bulan..............36

7. Hasil Pengamatan pH Basis, formula A, B, dan C Pada Suhu Kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai minggu ke 8...........................................................................................38

8. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Formula A, B dan C serta Basis Pada Suhu Kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C selama 2 bulan.............40

9. Hasil Pengamatan Viskositas Formula A, B dan C serta Basis Pada Suhu Kamar (25-30° C) dan Suhu Dipercepat (40° C)................41

10. Panjang rata-rata rambut kelinci selama perlakuan...............................44

11. Data persentase kenaikan pertumbuhan panjang rambut masing-masing perlakuan dibandingkan dengan kontrol normal...................................45

12. Hasil pengujian kadar abu serbuk simplisia herba seledri.....................60

13. Hasil pengujian kadar abu ekstrak simplisia herba seledri....................60

14. Kadar Air serbuk simplisia dan ekstrak herba seledri...........................61

15. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 1...................................71

16. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 2...................................71

17. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 3...................................72

18. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 4...................................72

19. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 5...................................73

20. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 6...................................73

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Proses Penelitian Secara Umum................................................54

2. Bagan Pembuatan Serbuk Simplisia Herba Seledri...............................55

3. Bagan Pembutan Ekstrak Herba Seledri................................................56

4. Bagan Pengujian Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan Rambut Pada Hewan Coba..................................................................................57

5. Denah pemberian perlakuan sediaan emulsi perangsang pertumbuhan rambut pada kelinci.........................................................58

6. Data Hasil Determinasi Herba Seledri (Apium graveolens Linn.)........59

7. Penetapan Kadar Abu Total...................................................................60

8. Kadar air serbuk simplisia, kadar air ekstrak dan perhitungan rendemen serbuk simplisia herba seledri dan ekstrak kental herba seledri....................................................................................................61

9. Hasil uji Fitokimia.................................................................................62

10. Hasil uji statistik pertumbuhan panjang rambut kelinci........................63

11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap pertumbuhan rambut kelinci..................................................................65

12. Data pertumbuhan rambut kelinci dari minggu ke- 1 sampai minggu ke- 6..........................................................................................71

13. Uraian bahan formulasi sediaan emulsi.................................................74

14. Daftar alat-alat yang digunakan pada penelitian...................................77

15. Data Keterangan Jenis Kelinci Percobaan.............................................78

16. Gambar cara pengukuran panjang rambut.............................................79

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara biologis sebenarnya rambut kepala tidak mempunyai fungsi penting

bagi manusia. Rambut kepala mencerminkan gambaran sosial yang merupakan

mahkota keindahan bagi wanita serta lambang kejantanan bagi pria, dengan

memiliki rambut yang indah akan dapat menambah kepercayaan diri pemiliknya.

Rambut merupakan sarana komunikasi secara sosio-seksual karena merefleksikan

ekspresi seseorang dalam kaitannya dengan estetika, kepribadian, usia, gender,

dan kehidupan pribadi secara umum (Gray,1997).

Sebagai bagian integral dari identitas, wajar jika banyak keluhan mengenai

kerusakan maupun kerontokan rambut, karena kerontokan rambut akan

berdampak negatif bagi yang mengalaminya, terutama jika kerontokan tersebut

cukup luas dan berat (Lemieux, 2008). Masalah kerontokan rambut dapat dipicu

karena pengaruh hormon, nutrisi, kebiasaan yang buruk seperti terlalu lama

memakai helm dan lain-lain. Masalah kerontokan tersebut menjadi hal yang

sangat dikhawatirkan setiap orang, hal tersebut menjadi perhatian para produsen

produk kosmetika.

Kerontokan rambut yang sering diakhiri dengan kebotakan merupakan

problema estetis yang sangat dikhawatirkan setiap orang. Berbagai macam produk

kosmetik penumbuh rambut telah banyak dipasarkan baik yang berasal dari bahan

sintesis maupun alami. Dalam hal mengatasi masalah kerontokan rambut, para

peneliti berusaha berinovasi untuk menemukan formula yang efektif. Hal ini

berefek pada banyaknya produk kosmetik rambut yang dipasarkan, baik produk

sintesis maupun produk herbal. Penggunaan bahan yang bersifat sintesis pada

produk kosmetik dinilai kurang aman karena dapat menimbulkan efek samping

pada penggunaan jangka panjang. Oleh sebab itu pada saat ini banyak orang-

orang yang beralih dengan memanfaatkan bahan herbal sebagai alternatif untuk

perawatan rambut rontok.

2

Sejak zaman dahulu secara tradisional banyak tanaman di sekitar kita telah

digunakan sebagai pemacu pertumbuhan rambut. Dalimartha (1999) mencatat ada

beberapa tanaman yang secara empiris digunakan oleh masyarakat untuk

merangsang pertumbuhan rambut dan banyak yang didasarkan secara ilmiah,

salah satunya adalah herba seledri.

Herba seledri secara empiris dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut

(Dalimartha, 1999). Pada penelitian yang dilakukan oleh Winanti diketahui bahwa

seledri berkhasiat memberikan efek dalam mempercepat pertumbuhan rambut

(Winanti, 2005). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rahayu menunjukkan

bahwa seledri berkhasiat sebagai penyubur rambut (Sri Rahayu, 2007), dari

penelitian tersebut diketahui bahwa flavonoid dan saponin adalah senyawa kimia

yang berperan dalam memacu pertumbuhan rambut. Saponin mempunyai

kemampuan untuk membentuk busa yang berarti mampu membersihkan kulit dari

kotoran serta sifatnya sebagai counteriritan, yang dapat meningkatkan sirkulasi

darah perifer sehingga meningkatkan pertumbuhan rambut. Flavonoid mempunyai

aktivitas sebagai bakterisida sehingga dapat mempercepat pertumbuhan rambut

dan mencegah kerontokan (Marchaban, 2007).

Dari penjelasan mengenai herba seledri yang telah diteliti berkhasiat

mempercepat pertumbuhan rambut, maka pada penelitian ini akan dilakukan

formulasi dan uji efektivitas sediaan emulsi perangsang pertumbuhan rambut.

Alasan pemilihan bentuk sedian emulsi dikarenakan emulsi mudah menyebar,

tidak lengket dan untuk mendapatkan efek pelembut atau emolien jaringan dari

preparat sediaan serta mudah dihilangkan (Ansel, 1989). Diharapkan dalam

bentuk sediaan emulsi ini ekstrak seledri memiliki prospek yang baik sebagai

sediaan perangsang pertumbuhan rambut.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Membuat formulasi sediaan emulsi perangsang pertumbuhan rambut

yang stabil dengan kandungan ekstrak herba seledri.

3

2. Menguji efektivitas sediaan emulsi yang mengandung konsentrasi

ekstrak herba seledri yang berbeda sebagai perangsang pertumbuhan

rambut secara in vivo pada kulit hewan kelinci.

1.3 Hipotesis

1. Herba seledri dapat diformulasikan sebagai sediaan emulsi perangsang

pertumbuhan rambut yang stabil.

2. Ada salah satu formula emulsi ekstrak herba seledri yang paling efektif

sebagai perangsang pertumbuhan rambut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seledri (Apium graveolens, L. )

2.1.1 Deskripsi

Seledri berasal dari daerah subtropik Eropa dan Asia dan merupakan

tanaman dataran tinggi, yang ditemukan pada ketinggian di atas 900 m dpl. Di

daerah ini seledri yang tumbuh memiliki tangkai daun yang menebal. Untuk

pertumbuhannya, seledri memerlukan cuaca yang lembab. Seledri juga bisa

ditanam di dataran rendah, hanya saja ukuran batangnya menjadi lebih kecil dan

digunakan sebagai penyedap makanan. Seledri terdiri dari tiga jenis yaitu seledri

daun, seledri potongan dan seledri berumbi. Seledri yang banyak ditanam di

Indonesia adalah seledri daun (Dalimartha, 1999).

Gambar 1. Tanaman Seledri

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Seledri dipanen setelah berumur 6 minggu sejak ditanam. Tangkai daun

yang agak tua dipotong 1 cm di atas pangkal daun. Daun muda dibiarkan tumbuh

untuk dipanen kemudian. Tangkai daunnya yang berdaging dan berair dapat

dimakan mentah sebagai lalap, sedangkan daunnya digunakan untuk penyedap.

5

Jika seledri ditanam di daerah tropik, ukuran batangnya kurang besar sehingga

seluruh bagian seluruh bagian tanaman digunakan sebagai sayur, seledri dapat

diperbanyak dengan biji (Dalimartha, 1999).

2.1.2 Klasifikasi Tanaman Seledri (Apium graveolens, L.)

Klasifikasi tanaman seledri:

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Apiales

Suku : Apiaceae

Marga : Apium

Species : Apium graveolens, L.

2.1.3 Morfologi Tanaman Seledri

Habitus tanaman seledri adalah perdu, tegak dan tinggi antara 25 sampai

50 cm. Tanaman seledri terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Akarnya

berupa akar serabut dengan warna putih kotor. Batang tidak berkayu bersegi,

beralur, bercabang, tegak dan berwarna hijau pucat (Syamsuhidayat, 1991).

Daun seledri merupakan daun majemuk menyirip berwarna hijau tua

sampai hijau kecoklatan dengan 3-7 helai anak daun berhadapan. Panjang dan

ujung helai daun meruncing, tepi daun bergerigi dengan panjang 2-7,5 cm, lebar

2-5 cm, pertulangan menyirip, permukaan tipis dan rapuh, panjang ibu tangkai

daun sampai 12,5 cm, panjang tangkai daun 1-2,7 cm, terputar beralur dan

berwarna (Depkes RI, 1989, Prosea, 1994).

Bunga seledri merupakan bunga majemuk, berbentuk payung, berwarna

putih sampai putih kehijauan, panjang tangkai bunga 2 cm letaknya berlawanan

arah dengan daun bunga bersusun dalam kelompok 6-25 bunga, berkelamin

jantan, jumlah benang sari 5 berlepasan, mahkota berbagi lima, panjang 0,5 mm,

ujungnya runcing, bagian pangkal berlekatan (Syamsuhidayat, 1991). Buah

seledri merupakan buah skizokorpium bentuk kerucut, terbagi 2 merikarp, panjang

buah 1-1,5 cm dan diameter 1,5-2 mm, buah berwarna hijau kekuningan,

6

endosperm tersusun oleh sel parenkim yang berdinding agak tebal dan berisi

minyak, juga sebagian dari sel tersebut berisi kristal kalsium oksalat berbentuk

roset dengan diameter 2-8 mikrometer (Syamsuhidayat, 1991).

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran

Tanaman seledri pertama kali ditemukan di Cina, tanaman seledri di

Filipina dan Malaysia timur berasal dari Cina, sedangkan tanaman seledri di

Malaysia bagian barat dan Indonesia berasal dari Eropa, umumnya di budidaya

sebagai tanaman sayuran. Umumnya tumbuh baik di daerah dengan suhu rata-rata

15-21°C, pada ketinggian 1000-2000 m diatas permukaan laut, memerlukan tanah

yang gembur dengan kandungan bahan organik yang tinggi, pH 6-6,8. Pemanenan

sebaiknya dilakukan ketika tinggi tanaman mencapai 20-40 cm yaitu 6-10 minggu

setelah pemanenan atau 3-4 bulan setelah pembibitan.

2.1.5 Kandungan dan Khasiat Seledri

Daun seledri mengandung flavonoid, saponin dan polifenol. Herba seledri

mengandung flavonoid, fenol, saponin, kumarin, dan steroid atau triterpenoid

(Syamsuhidayat, 1991;Siswono, 1991). Senyawa flavonoid yang telah diisolasi

dari tanaman seledri adalah apigenin dan apiin pada seledri bagian yang

digunakan adalah herba dan akar dengan cara dimakan langsung dalam keadaan

segar atau setelah dikeringkan direbus dengan air. Herba seledri berkhasiat

peluruh air seni, obat rematik, penurun tekanan darah tinggi, obat kencing manis

dan sebagai penyubur rambut.

2.2 Rambut

Rambut terbentuk dari keratin oleh matriks sel folikel rambut. Ada dua

tipe rambut yaitu: rambut vellus dan rambut terminal, dimana rambut vellus

terdapat pada seluruh tubuh selain telapak tangan dan telapak kaki. Rambut

terminal merupakan rambut yang lebih tebal, berpigmen dan terdapat pada kulit

kepala, alis, jenggot, bulu mata dan daerah tubuh lainnya (Ditjen POM, Depkes

RI, 1985).

7

2.2.1 Struktur Rambut

Rambut terdiri dari:

a. Struktur permukaan

Rambut ditutupi oleh lapisan tipis yang disebut epikutikel dengan tebal

2,5 nm. Epikutikel merupakan lapisan terluar dari rambut dan berasal

dari lapisan luar sel kutikel rambut.

b. Kutikel

Rambut manusia diselimuti oleh lapisan sel kutikel dengan tebal

masing-masing lapisan 0,2-0,5 µm, dimana sel kutikel ini saling

menumpuk seperti susunan atap.

c. Korteks

Korteks merupakan komponen utama dari rambut dan paling banyak

berkontribusi pada bagian serat rambut. Korteks terdiri dari serat-serat

longitudinal yang pararel dengan aksis dari rambut dan saling terikat

secara berdekatan, bagian inilah yang bertanggung jawab terhadap

karakteristik rambut secara keseluruhan lurus atau keriting.

d. Medula

Medula adalah bagian terdalam pada rambut yang tersusun oleh sel-sel

dengan tipe diferensiasi yang unik, medulla banyak ditemukan pada

rambut terminal secara kontinu, diskontinu atau bahkan tidak sama

sekali. Struktur rambut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur rambut

(Sumber : Meidan dkk, 2005)

kutikula

korteks

Epidermis

medulaBagian luar akar rambut

dermisKelenjar sebaseous

Bagian dalam akar rambut

Arektor pili

Papila dermal

8

2.2.2 Komposisi Rambut

Rambut manusia terdiri dari serat yang sangat kompleks dan terdiri dari

dari berbagai komponen morfologis dan senyawa kimia yang sangat beragam.

Komponen penyusun rambut yaitu: protein yang merupakan komponen utama

yaitu sekitar 65-95% dari berat total rambut, polimer yang terkandung berupa

protein terkeratinisasi dan polimer asam amino, protein ini biasanya ditemukan

pada sel korteks. Selain itu rambut juga mengandung air, lemak serta elemen-

elemen lainnya.

2.2.3 Fase Pertumbuhan Rambut

Pertumbuhan rambut tidak berlangsung secara terus menerus tetapi

mengikuti suatu siklus yang terdiri dari fase pertumbuhan (anagen) dan fase

istirahat atau telogen. Fase katagen merupakan fase peralihan antara fase anagen

dan telogen. Jangka waktu tiap fase berbeda-beda pada masing-masing daerah

tubuh. Fase anagenik merupakan awal pertumbuhan aktif, rambut yang terdapat

dalam fase ini pada kulit kepala normal dengan rambut sehat dapat mencapai usia

antara 2-6 tahun. Lebih kurang 85% keseluruhan rambut pada kulit kepala pada

suatu saat akan terdapat dalam fase ini. Kecepatan tumbuh dan lamanya fase ini

menentukan panjang maksimum rambut.

Pada fase anagen ini ditandai oleh enam fase atau tahapan yaitu: tahap I

merupakan fase dimana sel-sel papilla dermal membesar dan menunjukkan

peningkatan sintesis RNA. Tahap II yaitu bagian bawah kantung rambut tumbuh

ke bawah menutupi papilla dermal. Tahap III ditandai oleh proliferasi sel matriks,

tahap IV melanosit pada papilla mulai menjadi melanosit dan rambut telah

terbentuk tetapi masih berada pada bagian dalam akar rambut. Pada tahap V ujung

rambut telah keluar dari permukaan kulit dan terus memanjang hingga saat

dimulainya fase katagen (Dawber, 1991). Rambut pada fase anagen dapat dilihat

pada gambar 3. Pada fase katagen ditandai dengan penurunan aktivitas mitosis

matriks rambut yang kemudian berhenti sempurna. Setelah beberapa hari

berhentinya mitosis menyebabkan bagian bawah dari kantong rambut menjadi

lebih pendek dan selubung dari jaringan pengikat menjadi menebal dan mengerut

9

sehingga bagian dalam dari akar rambut terdisintegrasi dan menghilang (Dawber,

1991). Rambut pada fase katagen dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Rambut pada fase Anagen

(Sumber : Krause dan Foitzik , 2006)

Gambar 4. Rambut pada fase katagen

(Sumber : Krause dan Foitzik , 2006)

Fase telogen merupakan fase istirahat pada siklus pertumbuhan rambut

pada fase ini bakal rambut baru akan tetap berada dalam folikel hingga saat

memasuki siklus atau fase berikutnya. Pada akhir fase telogen kantung secara

spontan memasuki fase anagen. Rambut pada fase telogen dapat dilihat pada

Gambar 5.

Anagen IIIAnagen IIAnagen I

Anagen V-VI

Anagen IV

Selubung akar

Papila dermal

Basal lamina

Bulb

Batang rambut

10

Gambar 5. Rambut pada fase telogen

(Sumber : Krause dan Foitzik , 2006)

2.3 Masalah Rambut

Menurut Wasiatmadja (1997) ada empat masalah kerontokan rambut yaitu

rambut rontok, kelainan batang rambut, gangguan ketombe dan kebotakan.

Seperti halnya kulit, rambut mengalami proses penuaan dan pergantian. Dalam

proses penuaan, rambut akan mengalami perubahan rambut menjadi kusam,

kering, rapuh, kehilangan daya lentur, depigmentasi dan akhirnya rontok,

kemudian digantikan dengan rambut tumbuh baru atau tidak. Pertumbuhan

rambut baru dapat terjadi melalui folikel rambut yang sama dengan yang telah

rontok atau dapat terbentuk folikel baru. Rambut baru mulai tumbuh dan

melampaui rambut yang tua, sehingga dalam beberapa hari akan terlihat dua

rambut dalam folikel rambut yang sama, setelah itu rambut tua akan rontok.

Kerontokan rambut dapat terjadi normal atau tidak normal tergantung dari

banyaknya helai rambut yang rontok setiap hari (Depkes, 1985).

Kerontokan rambut (efluvium) adalah lepasnya rambut dari kulit.

Sebenarnya dalam keadaan fisiologis rambut mempunyai masa tumbuh, masa

istirahat dan lepas sampai pada suatu saat terjadi sejumlah rambut (sekitar kurang

lebih 100 helai) akan rontok. Apabila lepasnya rambut melebihi batas fisiologis

maka penderita akan mengeluh adanya kerontokan rambut. Kerontokan yang

melebihi batas ini tentu tidak dapat diatasi oleh pertumbuhan rambut yang secara

fisiologis dan apabila kejadian ini berlangsung terus menerus dalam waktu yang

singkat, maka kulit kepala akan hanya mempunyai rambut yang sedikit (jarang)

sampai akhirnya habis sama sekali atau botak (alopesia). Kerontokan rambut

(efluvium) ada dua macam, tergantung pada fase mana kerontokan itu terjadi

diantaranya adalah efluvium telogenik, yaitu kerontokan rambut yang terjadi pada

Batang rambut

Folikel rambut

11

rambut yang sedang mengalami masa istirahat umpamanya dalam keadaan stress,

demam tinggi atau pada penyakit kronis dan kerontokan rambut lainnya adalah

efluvium anagenik, yaitu kerontokan rambut yang terjadi pada rambut yang

sedang dalam masa tumbuh, umpamanya dalam pemakaian obat sitostatik

(Wasiaatmadja,1997)

Kelainan batang rambut antara lain rambut bermanik, berpilin, bercincin,

terbelah dan rambut beruban sebelum waktunya. Gangguan ketombe berupa

pengelupasan sel kulit kepala yang berlebihan, terjadi ketika proses keratinisasi

belum sempurna. Gangguan ketombe dapat disertai dengan penggarukan

berlebihan sehingga dapat memicu terjadinya kebotakan. Kebotakan (alopesia)

dapat terjadi karena kerontokan rambut yang berlangsung terus menerus dalam

waktu yang lama atau terjadi kerontokan rambut dalam jumlah yang sangat besar

dalam waktu singkat. Menurut Wasiaatmadja, kebotakan dibagi menjadi 4

macam, tergantung pada besar dan luas daerah yang terkena yaitu alopesia difusa,

alopesia areata, alopesia totalis, dan alopesia universalis. Alopesia difusa

merupakan kerontokan rambut yang mengenai seluruh bagian kepala, namun

masih ada sedikit rambut yang tersisa sehingga rambut terlihat sangat jarang.

Sedangkan alopesia areata merupakan kehilangan seluruh rambut pada satu atau

beberapa daerah kepala sehingga terlihat bercak botak diantaranya bagian lain

yang rambutnya baik. Alopesia totalis merupakan kehilangan rambut mengenai

hampir seluruh daerah kepala (>75%) atau lebih, sedangkan alopesia universalis

adalah kehilangan rambut dalam seluruh bagian badan termasuk kumis, jenggot,

alis, pubis dan ketiak (Wasiatmadja 1997).

2.4 Faktor Penyebab Kerontokan Rambut

Menurut Wasiaatmadja (1997) ada 12 faktor yang dapat menyebabkan

kerontokan rambut yaitu umur, genetik, hormonal, imunologis, efisiensi gizi, stres

psikis, trauma fisik, penyakit kulit, penyakit sistemik, keracunan logam tertentu

(talium, arsen, timbal, atau raksa), dan penyebab lain yang belum diketahui.

Kerontokan rambut terjadi secara fisiologis pada usia lanjut dan bisa juga

karena genetik seperti halnya anak-anak dari orang tua yang botak juga akan

12

mengalami kebotakan. Secara hormonal, ada salah satu hormon yaitu androgen,

dalam kadar tertentu menyebabkan rambut rontok, misalnya kerontokan yang

terjadi pada neonatus, pubertas, atau dewasa. Kebotakan terpola dipengaruhi oleh

hormon dihydrotestosterone (DHT) dan faktor genetik kenaikan DHT

menyebabkan kerusakan pada kantung rambut sehingga menyebabkan jumlah

rambut berkurang DHT diproduksi ketika enzim didalam sel rambut (5 alpha

reduktase) yang secara genetik mempengaruhi hormone Testosterone (T) menjadi

DHT. Kehamilan juga dapat menyebabkan kerontokan rambut.

Berkaitan dengan faktor imunologis, imunitas humoral diduga berperan

pada kebotakan (alopesia areata) yang ditunjukkan dengan deposit IgG dan IgM

selain itu defisiensi gizi seperti kurangnya asupan vitamin (B12, asam folat, D,

biotin) mineral (Fe, Zn) dan protein. Stres psikis dan trauma fisik, misalnya

tekanan, tarikan, suhu rendah sekali atau tinggi. Faktor penyakit seperti penyakit

kulit tertentu, misalnya lupus eritematosus, sarkoidosis, penyakit jamur dan

infeksi bakteri atau virus dan penyakit sistemik misalnya tifoid, malaria, sifilis

dapat menyebabkan kerontokkan rambut. Selain itu, obat sistemik misalnya obat

anti kanker, yodium, viatamin A dosis tinggi, penurun kolesterol (Clofibrate),

parkinson (levodopa), serta penyebab lain yang tidak/belum diketahui.

Faktor immunologis dan pembuluh darah merupakan dua faktor yang

paling berpengaruh dalam pertumbuhan dan kerontokan rambut. Penyebab

kerontokan rambut pada pria dan wanita yang paling umum ditemukan adalah

meningkatnya kadar hormon DHT yang menyebabkan kerusakan pada kantung

rambut sehingga jumlah rambut berkurang sedangkan pada faktor pembuluh

darah, ditemukan bahwa penyakit atherosklorosis mengakibatkan pertumbuhan

rambut berkurang. Apabila sirkulasi ke kulit kepala berkurang, maka pemberian

nutrisi dan pembuangan sampah juga akan berkurang yang akhirnya

mengakibatkan kerusakan dan kerontokan rambut (Wasiatmadja, 1997).

13

2.5 Sediaan Perangsang Pertumbuhan Rambut (Hair Tonic)

Sediaan perangsang pertumbuhan rambut adalah sediaan kosmetika yang

digunakan untuk melebatkan pertumbuhan rambut atau merangsang pertumbuhan

rambut pada kebotakan atau rambut rontok. Efek yang ditampilkan sediaan ini

merupakan salah satu faktor tahapan awal dalam membangkitkan efek untuk

penyubur, pelebat, atau perangsang pertumbuhan rambut, kebenaran akan hal ini

perlu didukung oleh pembuktian yang akurat (Depkes, 1985).

Penumbuh rambut (hair tonic) adalah sediaan yang mengandung bahan-

bahan yang diperlukan oleh rambut, akar rambut, dan kulit kepala. Penggunaan

bahan-bahan yang berfungsi sebagai penumbuh rambut (misalnya counter

irritant) dalam konsentrasi rendah akan menyebabkan kemerahan pada kulit dan

rasa hangat sehingga meningkatkan aliran darah pada kapiler kulit (Balsam dan

Sagarin, 1974).

Sediaan perangsang pertumbuhan rambut meliputi pembersihan kulit

kepala dan rambut, sehingga rambut nampak bercahaya dan sehat, memperlancar

sirkulasi darah pada daerah kulit kepala dan memperbaiki dan memulihkan

sekresi kelenjar sebum, termasuk mencegah dan menghilangkan ketombe. Karena

itu, sediaan perangsang rambut meliputi sampo, sampo antiketombe, losion

rambut dan sediaan penata rambut “obat”.

Menurut Depkes (1985), bahan-bahan yang digunakan sediaan perangsang

pertumbuhan rambut terdiri dari pelarut dan zat bermanfaat. Pelarut yang

digunakan antara lain air, alkohol dengan kadar serendah mungkin hanya untuk

memudahkan kelarutan, serta gliserin yang berfungsi sebagai pelicin dan emolien,

dimana kadar gliserin 2- 5%. Zat bermanfaat disesuaikan sebagai efek sebagai

daya pembersih, menghilangkan atau mencegah ketombe, memperbaiki sel darah

kulit kepala, memperbaiki atau memulihkan sekresi kelenjar sebum dan

merangsang pertumbuhan rambut.

Counteriritan menyebabkan iritasi kulit akibatnya sirkulasi darah pada

daerah tersebut lancar, metabolisme menjadi lebih aktif, dan pembelahan sel

dipercepat. Counteriritan yang lazim digunakan meliputi: asam format, asam

salisilat 0,2%, histamin, kantaridina, asam salisilat 0,2%, histamin, kantaridina,

14

kapsikum (tingtur cabe 1%), kinina-HCl, pirogalol 5%, resorsin 5%. Kantaridina

tidak dianjurkan digunakan karena termasuk kounteriritan yang kuat. Efek

vasodilator dapat memperlebar pembuluh darah, sehingga aliran darah meningkat

dan faal tubuh menjadi lebih aktif, metabolisme meningkat dan pembelahan sel

dipercepat sehingga merangsang pertumbuhan rambut. Sediaan yang mengandung

vasodilator tidak termasuk sediaan kosmetika. Vasodilator yang lazim digunakan

adalah pilokarpin.

Efek stimulan pada kelenjar sebum terjadi pada sekelompok zat, baik alam

maupun sintetik yang dapat mempengaruhi sekresi kelenjar sebum. Kelompok zat

ini meliputi: asam salisilat, belerang, etanol, garam kinina, garam pilokarpin,

kolesterol, lesitin, metil linoleat, resorsin, resorsin asetat, tingtur jaborandis, dan

tingtur kina. Efek zat kondisioner rambut digunakan untuk memperbaiki kondisi

rambut, merangsang pertumbuhan rambut, dan mencegah kerontokan rambut.

Kelompok zat ini meliputi: allantoin, asam pantotenat, azulen, biotin, kamomil,

minyak cambah, pantotenol, polipeptida, vitamin E, vitamin F. Vitamin F adalah

campuran beberapa jenis asam poli tak jenuh, terutama asam linoleat dan asam

arakinotarakinot. Asam pantotenat umumnya digunakan dengan kadar hingga

lebih kurang 1% dan pH diatur antara 4 - 7, untuk menghindari terjadinya

hidrolisa. Azulen digunakan hingga batas kadar maksimum 0,01 - 0,02%.

Alantoin dengan kadar maksimum lebih kurang 0,2%.

Hormon kelamin dapat mempengaruhi aktivitas kelenjar sebum dan

keratinisasi. Dalam sediaan perangsang pertumbuhan rambut sering dijumpai

estradiol, stilbestrol atau heksestrol. Di Indonesia penggunaan hormon dalam

sediaan kosmetika dilarang. Antiseptikum yang paling lazim digunakan adalah

derivat fenol atau senyawa ammonium kuarterner. Derivat fenol meliputi: p-amil

fenol, asam salisilat, o-fenil fenol, o-kloro-o-fenil fenol, p-kloro-m-kresol, p-

kloro-m-silenol, klorotimol. Senyawa amonium kuarterner umumnya lebih baik

dibandingkan dengan derivat fenol karena spektrum aktivitasnya lebih luas .

Senyawa ammonium kuarterner yang paling lazim digunakan meliputi,

alkil dimetil benzil amonium klorida, laurel iso kuinolinium bromida, setil

piridinium klorida, setil trimetil amonium bromida. Umumnya antiseptikum

15

digunakan dengan batas kadar maksimum kurang dari 1%, kecuali resorsin

maksimum 5%. Aneka zat lain yang berperan adalah zat yang memiliki

keanekaan efek meliputi: bio-plasenta, bio-stimulan hewani, bio-stimulan nabati,

ekstrak cambah, lidah buaya, dan tanin. Sediaan perangsang pertumbuhan rambut

terdapat dalam bentuk emulsi atau krim, atau larutan.

2.6 Emulsi

Menurut Anief (1997) emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat

yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak. Dimana cairan yang satu

terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak

stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan

minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yag

paling penting agar memperoleh emulsi yang baik. Semua emulgator bekerja

dengan membentuk film atau lapisan di sekeliling butir-butir tetesan yang

terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan

terpisahnya cairan dispersi sebagai fase terpisah.

Secara umum terdiri dua macam tipe emulsi yaitu emulsi dinyatakan

sebagai sistem minyak dalam air (m/a), jika fase dispersi merupakan fase yang

tidak bercampur dengan air, dan air merupakan fase kontinyu. Jika terjadi

sebaliknya maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air dalam minyak (a/m).

Dalam sediaan emulsi kosmetik, biasanya fase air dan fase minyak bukan

merupakan komponen tunggal, tetapi dalam setiap fase tersebut kemungkinan

mengandung beberapa macam komponen.

Menurut Depkes (1985), sediaan umumnya terdiri dari bahan aktif, fase

minyak, fase air, emulgator, pengawet dan antioksidan. Emulsi yang mempunyai

fase dalam minyak dan fase luar air diberi tanda sebagai emulsi ″m/a″. Sebaliknya

emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi ″a/m

″, contoh fase minyak antara lain minyak jarak, minyak jagung, dan lain-lain,

sedangkan fase air yang biasa digunakan adalah aquadest.

Emulgator harus mempunyai kualitas tertentu. Salah satunya, emulgator

harus dapat bercampur dengan bahan formatif lainnya dan tidak boleh

16

mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik dan harus stabil dan tidak

boleh terurai dalam preparat (Ansel, 1989). Emulgator membantu terbentuknya

emulsi dengan tiga jalan yaitu penurunan tegangan antar muka (stabilitas

termodinamika), terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik

terhadap koalesen) dan melalui terbentuknya lapisan ganda listrik yang

merupakan pelindung listrik dari partikel. Penurunan tegangan antar muka dapat

menurunkan tenaga bebas antar muka yang terjadi pada dispersi, tetapi peranan

emulgator yang paling penting adalah pelindung antar muka karena dapat

mencegah koalesen (Anief, 1993).

Pengawet sangat penting dalam sediaan emulsi karena emulsi

mengandung sejumlah komponen seperti karbohidrat, protein, sterol dan fosfatida

yang memudahkan perkembangbiakan mikroba. Selain itu dapat terjadi

kontaminasi melalui udara, alat ataupun personel. Sehingga perlu memilih

pengawet yang tepat dengan konsentrasi yang sesuai dan pemilihan antioksidan

karena minyak mudah menjadi tengik dalam air. Contoh pengawet yang

digunakan antara lain metil paraben dan propil paraben.

Umumnya, sediaan kosmetik yang beredar adalah sistem minyak dalam

air, karena mudah menyebar pada permukaan kulit. Dengan pemilihan komponen

formula yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak dan tidak lengket.

Menurut Depkes (1985) zat pengemulsi yang ideal harus memenuhi syarat berikut

diantaranya dapat menurunkan tegangan antar permukaan menjadi kurang 5

dyne/cm untuk emulsi yang dapat dibuat dengan pengadukan intensif, harus cepat

terabsorbsi pada partikel yang terdispersi sehingga membentuk lapis tipis yang

tidak lengket dan tidak mudah pecah waktu terjadi benturan antara dua partikel,

sehingga tidak terjadi koagulasi atau koalesensi, harus mempunyai struktur

molekul yang spesifik, gugusan polar berada dibagian air dan gugusan nonpolar

berada dibagian minyak, larut dalam fase kontinyu sehingga mudah diserap di

sekeliling partikel emulsi, harus cukup memberikan potensial elektrokinetik,

dapat mempengaruhi viskositas emulsi, dalam kadar yang relatif kecil mampu

mengemulsikan, harganya relatif murah, tidak toksik dan aman digunakan.

17

Proses stabilitas emulsi antara lain disebabkan pembentukan muatan listrik

dan lapisan pelindung di sekitar partikel yang terdispersi. Faktor lain yang perlu

diperhatikan ialah tegangan permukaan, viskositas, elastisitas, dan rigiditas

permukaan. Kestabilan emulsi merupakan pertimbangan utama dalam industri,

proses stabilitas sangat dipengaruhi oleh zat pengemulsi. Stabilitas didefinisikan

sebagai kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk bertahan dalam batas

spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan

untuk menjamin identitas, kekuatan, kualitas dan kemurnian produk. Definisi

sediaan kosmetik yang stabil yaitu suatu sediaan yang masih berada dalam batas

yang dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana

sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya saat dibuat

(Djajadisastra, 2004).

Ketidak stabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya perubahan

warna, timbul bau, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi dan

perubahan fisik lainya (Djajadisastra, 2004). Nilai kestabilan suatu sediaan

farmasetika atau kosmetik dalam waktu yang singkat dapat diperoleh dengan

melakukan uji stabilitas dipercepat. Pengujian ini dimaksudkan untuk

mendapatkan informasi yang diinginkan dalam waktu sesingkat mungkin dengan

cara menyimpan sediaan sampel pada kondisi yang dirancang untuk mempercepat

terjadinya perubahan yang biasa terjadi pada kondisi normal. Jika hasil pengujian

suatu sediaan pada uji dipercepat diperoleh hasil yang stabil, hal itu menunjukkan

bahwa sediaan tersebut stabil pada penyimpanan suhu kamar selama setahun.

Pengujian yang dilakukan pada uji dipercepat yaitu cycling test. Uji ini

merupakan simulasi adanya perubahan suhu setiap tahun bahkan setiap harinya

selama penyimpanan produk (Djajadisastra, 2004).

2.7 Ekstraksi

Proses ekstraksi merupakan suatu proses penarikan zat pokok yang

diinginkan dari bahan mentah obat atau simplisia dengan menggunakan pelarut

yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Sistem pelarut yang digunakan

dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan

18

jumlah yang maksimum dari zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang

tidak diinginkan (Ansel, 1989).

Pelarut etanol memiliki kelebihan sebagai pelarut karena lebih selektif,

tidak beracun, netral, pada kadar tertentu dapat membunuh kuman, absorbsinya

baik, etanol dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan, lebih cepat

dalam proses pemekatan. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak

menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar

dan klorofil. Lemak, tanin dan saponin hanya sedikit larut sehingga zat

pengganggu yang larut hanya terbatas. Pada umumnya peningkatan penyarian

atau ekstraksi dilakukan dengan cara menggunakan sistem pelarut campur berupa

etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung dari bahan yang

akan disari (Depkes RI, 1986).

2.7.1 Maserasi

Metode ekstraksi yang digunakan tergantung dari wujud dan kandungan

bahan yang akan disari. Metode dasar penyarian adalah infundasi, maserasi,

perkolasi dan sokletasi. Pemilihan metode penyarian disesuaikan dengan

kepentingan untuk memperoleh kandungan kimia yang diinginkan (Depkes RI,

1986).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dengan derajat halus tertentu dalam cairan

penyari. Maserasi biasa digunakan untuk menyari simplisia yang zat aktifnya

mudah larut dalam cairan penyari yang digunakan. Pada maserasi yang sederhana,

selama proses penyarian perlu dibiarkan beberapa waktu untuk mengendapkan

zat-zat kimia yang diperlukan (Depkes RI, 1986).

Keuntungan cara penyarian maserasi adalah proses pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah didapat. Kerugian dari cara

maserasi adalah proses kerja yang lama dan penyarian yang kurang sempurna

(Depkes RI, 1986).

19

2.7.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes RI, 1995).

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik

(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan

demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa

kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar kandungan

yang diinginkan (Depkes RI, 2000). Faktor untuk pertimbangan pada pemilihan

cairan penyari, antara lain selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan

cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan serta keamanan.

2.8 Hewan Percobaan

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja

dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari

serta mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau

pengamatan laboratorium (Sevendsen dan Hau, 1994). Menurut Smith dan

Mangunwijoyo (1998), hewan percobaan adalah hewan yang digunakan dalam

penelitian biologis maupun biomedis atau jenis hewan yang dipelihara secara

intensif di laboratorium.

Kelinci merupakan satu diantara mamalia yang bermanfaat. Kelinci

biasanya dimanfaatkan untuk produksi daging, hewan percobaan, dan hewan

peliharaan. Jenis kelinci untuk beberapa tujuan berbeda-beda (Curnin dan

Bassert,1985). Banyak jenis kelinci yang tersedia, satu diantara yang umum

dipakai dilaboratorium adalah New Zealand White (Wolfensohn dan Iloyd, 1988).

20

Gambar 6. Kelinci Percobaan

(Sumber : Dokumen Pribadi)

Kelinci yang dipelihara di Indonesia sebagian besar adalah keturunan

kelinci yang dibawa dari Belanda dan termasuk jenis kelinci kecil dengan bobot

badan kurang dari 2 kg. Jenis inilah yang sering digunakan sebagai hewan

percobaan. Selain kelinci kecil terdapat juga kelinci yang lebih besar (± 5kg) yang

sengaja diimpor dari Eropa, Selandia Baru, Australia, dan Amerika untuk tujuan

produksi daging bagi konsumsi manusia. Hasil persilangan antara kedua jenis

kelinci tersebut sudah banyak dipelihara oleh petani dan biasanya kelinci jenis

besar digunakan untuk produksi antiserum, sedangkan kelinci jenis kecil

digunakan untuk uji-uji kualitatif (Malole dan Pramono, 1989).

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Februari 2013

sampai mei 2013, bertempat di Laboratorium Farmasi, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah akuades, herba seledri, caprilyc/capric

trigliserida, PEG-40 Hydrogenated Castor Oil, gliserin, etanol 70%, serbuk

magnesium, natrium hidroksida, HCl, kloroform, amoniak, pereaksi Dragendorf,

Mayer, dan Wagner, FeCl3 1%, Aminexil, methyl paraben, propyl paraben. Data

preformulasi bahan-bahan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 13.

Alat yang digunakan adalah timbangan, cawan penguap, alat pencukur

rambut, kaca pembesar, penangas air, timbangan analitik, Rotary evaporator,

botol coklat, oven, pH meter, grinder, ayakan mesh 20, Moisture Balance, lemari

pendingin, pinset, viskometer Brookfield, jangka sorong dan alat-alat gelas yang

biasa digunakan di laboratorium. Gambar alat-alat yang digunakan dapat dilihat

pada Lampiran 14.

3.3 Hewan Coba

Pada penelitian ini digunakan hewan coba berupa kelinci jantan New

Zealand White berumur 7-9 bulan dengan bobot berkisar 2-3 kg. Keterangan jenis

kelinci dapat dilihat pada Lampiran 15.

3.4 Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi pengumpulan bahan tanaman, penetapan

kadar air simplisia, penetapan kadar abu total, pembuatan serbuk simplisia,

pembuatan ekstrak herba seledri, uji fitokimia serbuk dan ekstrak, pembuatan

sedian emulsi ekstrak herba seledri serta pengujian efektifitas pertumbuhan

22

rambut. Herba seledri yang digunakan diperoleh dari perkebunan seledri di

cipanas, jawa barat. Bagan proses penelitian secara umum dapat dilihat pada

Lampiran 1.

3.4.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran simplisia

yang digunakan, dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani, Pusat

Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong, Bogor.

3.4.2 Pembuatan Serbuk Simplisia Herba Seledri

Bagian tanaman yang digunakan adalah herba seledri. Herba seledri yang

telah dipisahkan dari akarnya, dikumpulkan dan dibersihkan dari kotoran-kotoran

yang menempel (sortasi basah) lalu dicuci dengan air mengalir sampai bersih,

kemudian ditiriskan untuk menghilangkan air sisa-sisa pencucian. Herba yang

telah bersih dan bebas air pencucian dikeringkan di dalam oven pada suhu 500C,

lalu dibersihkan kembali dari kotoran yang mungkin tidak hilang saat sortasi

kering. Simplisia kering tersebut selanjutnya digrinder hingga menjadi simplisia

serbuk lalu diayak dengan mesh 20. Bagan pembuatan serbuk simplisia

ditunjukkan pada Lampiran 2. Rendemen serbuk herba seledri dihitung dengan

rumus :

Rendemen = Bobot serbuk simplisiaBobot simplisia segar

×100%

3.4.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air simplisia dilakukan dengan menggunakan alat

Moisture balance. Penentuan kadar air berguna untuk menyatakan kandungan zat

dalam tumbuhan sebagai persentase bahan kering serta berguna untuk mengetahui

ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan (DepKes, 1989) Sebelumnya alat

yang akan digunakan ditara terlebih dahulu dengan akurasi dan temperatur sesuai

dengan jumlah simplisia yang diujikan. Ditimbang kurang lebih satu gram serbuk

simplisia lalu dimasukan ke dalam alat tersebut kemudian dicatat hasilnya berupa

23

angka dalam persen yang terdapat pada layar Moisture balance. Adapun syarat

kadar air yaitu tidak lebih dari 10% (DepKes,1995).

3.4.4 Penetapan Kadar Abu Total

Penetapan kadar abu dilakukan dengan menimbang kurang lebih 2 gram

sample yang ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus yang telah dipijarkan

di dalam tanur pada suhu 500°C-600°C dan diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan

hingga arang habis, didinginkan kemudian ditimbang. Syarat kadar abu total

ektrak seledri adalah tidak kurang dari 16,1% (BPOM RI, 2004). Kadar abu

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes, 1977).

Kadar abu = Bobot abuBobot simplisia

×100%

3.4.5 Pembuatan Ekstrak Herba Seledri

Dimasukkan satu bagian serbuk kering simplisia sebanyak 1350g kedalam

botol coklat, ditambahkan 10 bagian pelarut (etanol 30%). Direndam selama 6

jam pertama sambil sesekali diaduk. Kemudian didiamkan selama 18 jam,

dipisahkan maserat dengan cara pengendapan. Diulangi proses penyarian

sekurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Proses

perendaman serbuk simplisia dilakukan sampai filtrat yang diperoleh tidak

berwarna (bening). Filtrat yang terkumpul dipekatkan dengan Rotary evaporator

pada suhu 50oC sampai pelarut menguap hampir sempurna, lalu ekstrak

dikentalkan dengan cara dipanaskan diatas panci berisi air suhu 50°C diatas

kompor. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam botol ekstrak. Bagan

pembuatan ekstrak herba seledri ditunjukkan pada Lampiran 3. Rendemen ekstrak

dihitung dengan rumus :

Rendemen = Bobot ekstrakBobot serbuk simplisia

×100%

24

3.4.6 Uji Kadar Air Ekstrak Kental Herba Seledri

Penetapan kadar air ekstrak herba seledri dilakukan menggunakan alat

Moisture balance. Sebelumnya alat yang akan digunakan ditara terlebih dahulu

dengan akurasi dan temperatur sesuai dengan jumlah simplisia yang diujikan.

Ditimbang kurang lebih satu gram ekstrak herba seledri lalu dimasukan ke dalam

alat tersebut kemudian dicatat hasilnya berupa angka dalam persen yang terdapat

pada layar Moisture balance. Untuk meminimalisir kesalahan penetapan kadar air

dilakukan sebanyak dua kali. Adapun syarat kadar air yaitu tidak kurang dari 10%

(Badan POM RI. 2004).

3.4.7 Uji Fitokimia

Uji Fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak kental herba seledri (Apium

graveolens Linn.) meliputi :

3

3.1

3.2

3.3

3.3.1

3.3.2

3.3.3

3.3.4

3.3.5

3.3.6

3.3.7

3.4.7.5 Uji Alkaloid

Sebanyak 1 g contoh dilarutkan dalam 10 ml klorofom dan 4 tetes NH4OH

kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan dalam tabung reaksi bertutup.

Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 6 ml H2SO4 2M dan

lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam

diteteskan pada lempengan tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan

25

Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, cokelat,

dan merah jingga (DepKes RI, 1995).

3.4.7.6 Uji Flavonoid

Sebanyak 1 g contoh dimasukkan ke dalam gelas piala kemudian

ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring

dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam

tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 g serbuk magnesium, 2 ml alkohol klorhidrat

(campuran HCl 37% dan etanol 95% dengan perbandingan 1:1) dan 20 ml amil

alkohol kemudian dikocok dengan kuat. Terbentuknya warna merah, kuning,

jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid (DepKes RI,

1995).

3.4.7.7 Uji Saponin

Sebanyak 1 g contoh dilarutkan ke dalam gelas piala kemudian

ditambahkan 100 ml air panas dan dididihkan selama 5 menit. Setelah itu, disaring

dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Sebanyak 10 ml filtrat dimasukkan ke

dalam tabung reaksi tertutup kemudian dikocok selama 10 detik dan dibiarkan

selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang

stabil (DepKes RI, 1995).

3.4.7.8 Uji Tanin

Sebanyak 1 g contoh ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5

menit dan saring. Sebagian fitrat yang diperoleh ditambahkan larutan FeCl3 1%.

Terbentuknya warna kehijauan menunjukkan adanya tanin (DepKes RI, 1995).

3.5 Pembuatan Sediaan Emulsi Ekstrak Herba Seledri

Sediaan emulsi perangsang pertumbuhan rambut dibuat 4 formula, yaitu

satu formula merupakan sediaan tanpa penambahan ekstrak dan tiga formula

mengandung ekstrak dengan konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5%. Perhitungan

persentase komposisi bahan masing-masing sediaan emulsi perangsang

pertumbuhan rambut ekstrak seledri dapat dilihat seperti pada Table 1.

26

Tabel 1. Komposisi Formula Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan Rambut

BahanKonsentrasi formula (b/b)

Basis A (%) B (%) C (%)Ekstrak seledri - 2,5 5 7.5PEG 40 Hydrogenated Castrol Oil 24,5 24,5 24,5 24,5Caprilyc trigliserida 12 12 12 12Etanol 5,25 5,25 5,25 5,25Gliserin 5,25 5,25 5,25 5,25Methyl paraben 0,18 0,18 0,18 0,18Prophyl Paraben 0,02 0,02 0,02 0,02Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100

Formula sediaan perangsang pertumbuhan rambut yang dibuat berupa

emulsi minyak dalam air. Fase minyak terdiri dari caprilyc trigliserida dan PEG

40 hydrogenated castrol oil, sedangkan fase air terdiri dari aquadest, methyl

paraben, propyl paraben, gliserin. Fase air dan fase minyak masing-masing

dipanaskan diatas penangas air sampai suhu 70°C, lalu dicampur dan diaduk

selama 1 jam. Basis emulsi akan terbentuk seiring dengan pendinginan. Pengadukan dilakukan dengan homogenizer pada kecepatan 500 rpm. Ekstrak seledri lalu ditambahkan ke dalam basis emulsi dan aduk hingga homogen dengan bantuan homogenizer.

3.6 Evaluasi Sediaan Emulsi Ekstrak Herba Seledri

3.6.1 Uji Stabilitas

Sediaan emulsi diuji stabililitasnya selama 2 bulan pada dua temperatur

yaitu temperatur kamar (25-30°C) dan temperatur 40°C (stabilitas dipercepat).

Sediaan ditempatkan dan dikondisikan sesuai dengan dua temperatur tersebut,

kemudian diamati secara berkala selama 1 bulan sekali.

Parameter uji stabilitas sediaan emulsi yang akan dilakukan adalah uji

organoleptik, pH, berat jenis, dan viskositas. Uji organoleptik pada sediaan

diamati secara visual meliputi warna, bau, homogenitas dan bentuk. Uji pH

27

dilakukan menggunakan pH meter, elektroda pada pH meter dikalibrasi dengan

dapar standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda dicelupkan ke dalam sediaan

yang diperiksa lalu ditunggu hingga muncul nilai yang stabil, catat nilai pH yang

muncul di layar.

Pengukuran berat jenis dilakukan menggunakan piknometer dengan

volume pikometer 25 ml dengan bobot piknometer kosong sebesar 15,6 gram.

Pengukuran viskositas sediaan dilakukan berdasarkan SNI 03-6441-2000 dengan

menggunakan viskometer Brookfield menggunakan spindel nomor 3. Sediaan

emulsi dimasukkan kedalam gelas kimia 100 ml, kemudian spindel yang sudah

dipasang diturunkan sehingga batas spindel tercelup kedalam sediaan, kecepatan

dipasang pada 50 rpm kemudian dibaca dan dicatat skalanya ketika angka yang

ditunjukkan telah stabil selama 1 menit.

3.6.2 Uji Efektivitas Sediaan Perangsang Pertumbuhan Rambut Ekstrak

Herba Seledri

Kelinci yang digunakan adalah kelinci jantan ras New Zealand white,

berumur 7-9 bulan dengan bobot badan antara 2-3 kg. Jumlah kelinci yang

dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus empiris

Federer: (r-1)(t-1) = 15, dimana t menunjukkan jumlah perlakuan dan merupakan

jumlah ulangan tiap kelompok hewan. Pada penelitian ini terdapat 6 perlakuan,

maka tiap perlakuan masing-masing terdiri minimal 4 ekor kelinci. Bagan pengujian sediaan emulsi perangsang pertumbuhan rambut kelinci dapat dilihat pada Lampiran 4.

Punggung kelinci dibagi menjadi 6 kotak dengan posisi 3 kotak pada

punggung sebelah kiri dan 3 kotak pada punggung sebelah kanan menggunakan

spidol. Luas masing-masing kotak yaitu 2 x 2 cm dengan jarak tiap kotak sebesar

2 cm. Rambut pada setiap kotak dicukur sampai bersih lalu diolesi alkohol 70%

sebagai antiseptik. Enam bagian pada kotak tersebut merupakan daerah perlakuan

yang meliputi:

P1. Daerah I tidak diolesi sediaan

P2 Daerah II diolesi basis sediaan

P3. Daerah III diolesi dengan formula A

28

P4. Daerah IV diolesi dengan formula B

P5. Daerah V diolesi dengan formula C

P6. Daerah VI diolesi dengan Aminexil sebagai kontrol positif.

Sebelum diberi perlakuan kelinci diadaptasikan satu minggu. Pengolesan

dilakukan sekali sehari sebanyak 2 tetes sediaan. Hari pertama pengolesan

dianggap hari ke-nol. Pengamatan dilakukan selama 6 minggu dan pemeriksaan

uji efektivitas dilakukan setiap 1 minggu. Kelompok 1 tidak diolesi sediaan

sebagai kontrol normal, kelompok 2 diolesi basis sebagai kontrol perlakuan,

kelompok 3 diolesi formula A dengan konsentrasi ekstrak sebanyak 2,5%,

kelompok 4 diolesi formula B yaitu sediaan emulsi dengan konsentrasi ekstrak

sebanyak 5%, kelompok 5 diolesi formula C yaitu sediaan emulsi dengan

konsentrasi ekstrak sebanyak 7,5%, kelompok 6 diolesi Aminexil sebagai kontrol

positif. Denah perlakuan pengaruh sediaan emulsi ekstrak herba seledri

ditunjukkan pada Lampiran 5.

Pengamatan dilakukan dengan mengambil 6 helai rambut kelinci dengan

cara dicabut menggunakan pinset diluruskan dan diletakkan pada alas berwarna

gelap serta ditempelkan dengan selotif, kemudian diukur rambut kelinci

terpanjang dengan menggunakan jangka sorong. Data rata-rata panjang rambut

yang diperoleh diolah secara statistika untuk melihat apakah ada perbedaan yang

bermakna antara daerah uji dengan kontrol.

3.6.3 Analisis Data

Untuk menganalisa efektifitas sediaan emulsi ekstrak herba seledri data

yang diperoleh diuji statistika menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok.

Distribusi data yang normal dan homogen diolah dengan metode uji ANOVA

yang dilanjutkan dengan uji Tukey. Terdapat 6 perlakukan yang terdiri dari 5 kali

ulangan. Kesimpulan diperoleh dengan menggunakan analisis ragam untuk RAK

(tabel 3.2) dengan kaidah keputusan pada tabel 2. Model matematika yang

digunakan adalah :

Yij = µ + Ti + Eij

29

Keterangan :

Yij = Respon terhadap perlakuan ke-i pada plot ke-j

µ = Rata-rata (nilai tengah) respon

Ti = Pengaruh perlakuan ke-i yang akan diuji

Eij = Pengaruh faktor random yang mendapat perlakuan ke-i pada plot

ke-j

Daftar analisis ragam RAK di atas disajikan dalam tabel anova. Contoh tabel

anova ada pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar analisis ragam untuk RAK

Sumber Ragam DB JK KT F hitung

Perlakuan r – 1 JKP JKBr-1 f1 = S1

2

S32

f2 = S12

S32

Kelompok k-1 JKK JKKt-1

Antar plot dalam setiap perlakuan (Galat)

(t -1)(r-1) JKG JKG(r-1)(t-1)

Total r(t – 1) JKT

Keterangan: DB = Derajat Bebas

JK = Jumlah Kuadrat

KT = Kuadrat Tengah

Tabel 3.Kaidah keputusan

Hasil analisis Kesimpulan analisis

Kesimpulan penelitian

1. Fh ≤ F0.05 atau P >0.05

Tidak nyata (non significant)

Terima H0 (tidak ada perbedaan antar perlakuan)

2. F.05<Fh<F 0.01 atau

Nyata (significant)

Tolak H0 (ada perbedaan pengaruh antar perlakuan)

30

0.05>P>0.013. Fh>F0.01 atau

P<0.01Sangat nyata (Higly significant)

Tolak H0 (ada perbedaan sangat nyata antar perlakuan)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Tanaman

Dalam penelitian ini herba seledri yang digunakan sebagai bahan

percobaan telah dideterminasi di Hebarium Bogoriensis, Pusat Penelitian Biologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Hasil determinasi

menunjukkan bahwa benar tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah

spesies Apium graveolens, suku Apiaceae. Hasil determinasi tanaman tertera pada

Lampiran 6.

4.2 Serbuk Herba Seledri

Preparasi simplisia dilakukan sebagai persiapan sebelum dilakukannya

ekstraksi. Herba seledri yang telah dikeringkan dibuat dalam bentuk serbuk

menggunakan mesin penyerbuk. Pengayakan dilakukan dengan menggunakan

ayakan mesh 20, ukuran ini menunjukkan serbuk yang agak halus. Serbuk herba

seledri yang diperoleh adalah sebanyak 1350 g dari 15.000 g simplisia basah

dengan rendemen sebesar 9,2%. Perhitungan rendemen simplisia herba seledri

dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 7. Serbuk Simplisia Herba Seledri

(Sumber : Dokumen pribadi)

31

4.3 Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Herba Seledri

Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Moisture

Balance. Penentuan kadar air berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam

tumbuhan sebagai persentase bahan kering serta berguna untuk mengetahui

ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan (DepKes, 1989). Kadar air serbuk

simplisia herba seledri diuji sebanyak dua kali, didapat rata-ratanya adalah 6,58%

(Lampiran 8). Adapun syarat kadar air untuk serbuk herba seledri adalah tidak

lebih dari 10% (DepKes,1995), maka simplisia herba seledri yang digunakan telah

memenuhi persyaratan kadar air yang telah ditetapkan.

4.4 Penetapan Kadar Abu Total

Penetapan kadar abu total dilakukan dengan menggunakan alat tanur suhu

temperatur 500-600°C. Penentuan kadar abu berguna untuk memberikan

gambaran kandungan mineral yang berasal dari proses awal sampai terbantuknya

simplisia (DepKes, 2000). Kadar abu total simplisia herba seledri yang didapat

adalah 3,22%. Syarat kadar abu total ektrak seledri adalah ≤ 16,1% (BPOM RI,

2004). Maka simplisia herba seledri yang digunakan telah memenuhi persyaratan

kadar abu total yang telah ditetapkan. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.5 Pembuatan Ekstrak Herba Seledri

Ekstrak herba seledri didapat dengan cara maserasi, dimasukkan satu

bagian serbuk kering simplisia sebanyak 1350g kedalam botol coklat,

ditambahkan 10 bagian pelarut (etanol 30%). Direndam selama 6 jam pertama

sambil sesekali diaduk. Kemudian didiamkan selama 18 jam, dipisahkan maserat

dengan cara pengendapan. Diulangi proses penyarian sekurangnya dua kali

dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Proses perendaman serbuk simplisia

dilakukan sampai filtrat yang diperoleh tidak berwarna (bening). Filtrat yang

terkumpul dipekatkan dengan Rotary evaporator pada suhu 50oC sampai pelarut

menguap hampir sempurna, lalu ekstrak dikentalkan dengan cara dipanaskan

diatas panci berisi air suhu 50°C diatas kompor, sehingga didapat hasil ekstrak

32

kental herba seledri sebanyak 350 gram. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam

botol ekstrak. Hasil ekstrak kental herba seledri dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Ekstrak kental Herba Seledri

(Sumber : Dokumen pribadi)

4.6 Kadar Air Ekstrak Kental Herba Seledri

Setelah menjadi ekstrak kental, maka selanjutnya ekstrak tersebut diuji

kadar airnya dengan alat Moisture Balance yang dilakukan duplo. Kadar air dari

ekstrak kental herba seledri diperoleh sebesar 9,88%. Hasil pengujian ini

menunjukkan bahawa kadar air ekstrak kental herba seledri memenuhi

persyaratan, menurut Suplemen I farmakope Herbal RI (2010) kadar air untuk

ekstrak kental adalah tidak lebih dari 10%. Penetapan kadar air berguna untuk

menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persentase bahan kering.

Selain itu penentuan kadar air berguna mengetahui ketahanan suatu bahan selama

penyimpanan. Data pengujian kadar air dapat dilihat pada Lampiran 8.

Ekstrak kental herba seledri yang telah memenuhi syarat kadar air di

hitung rendemennya, perhitungan rendemen terdapat pada Lampiran 8. Hasil

rendemen serbuk dan ekstrak etanol herba seledri dapat dilihat pada Tabel 4.

33

Tabel 4. Hasil Rendemen Serbuk dan Ekstrak Herba Seledri

Sampel

Simplisia

Segar

(gram)

Serbuk

Simplisia

(gram)

Rendemen

Serbuk

(%)

Ekstrak

Kental

(gram)

Rendemen

ekstrak

(%)

Herba seledri 15000 1350 9,2% 350 25,93%

4.7 Uji Fitokimia

Pengujian fitokimia dilakukan sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui

golongan senyawa yang terkandung dalam serbuk simplisia dan ekstrak etanol

herba seledri. Pengujian dilakukan terhadap senyawa metabolit sekunder meliputi

alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin dengan menggunakan pereaksi spesifik

untuk setiap golongan senyawa yang diuji. Uji fitokimia didasarkan pada

identifikasi warna dan endapan yang terbentuk karena terjadinya reaksi antara

senyawa dalam sampel dengan pereaksi spesifiknya. Hasil uji fitokimia dapat

dilihat pada Tabel 5, serta gambar hasil uji Fitokimia pada Lampiran 9.

Tabel 5. Hasil Uji Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Herba Seledri

Uji FitokimiaSimplisi

aEkstrak Keterangan

Alkaloid :

▪ Bouchardat

▪ Dragendorf

▪ Wagner

+

+

+

+

+

+

(+) terbentuk endapan warna coklat

(Bouchardat), warna merah bata

(Dragendorf), warna coklat (Wagner).

Flavonoid + +(+) terbentuk endapan warna kuning/ merah/

jingga

Tanin + +(+) terbentuk endapan warna biru tua/ hijau

kehitaman

Saponin + + (+) terbentuk busa

Keterangan : tanda (+) menunjukkan intensitas endapan/ warna/ busa.

34

Hasil uji fitokimia simplisia serbuk dan ekstrak herba seledri menunjukkan

hasil positif pada senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Hasil

ini ditunjukkan dengan terjadinya reaksi antara senyawa dalam sampel dengan

pereaksi spesifiknya yakni dengan terbentuknya endapan/ warna/ busa dari

masing-masing pengujian.

4.8 Pembuatan Sedian Emulsi Ekstrak Herba Seledri

Pada penelitian ini dilakukan formulasi sediaan emulsi perangsang

pertumbuhan rambut dari ekstrak kental herba seledri dengan tipe emulsi minyak

dalam air (M/A). Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) emulsi

adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang

lain dalam bentuk tetesan kecil. Tipe emulsi minyak dalam air yaitu, dimana fase

minyak terdispersi dalam fase air. Penelitian ini membuat sediaan emulsi

perangsang pertumbuhan rambut dengan empat formula, satu formula tanpa

penambahan ekstrak dan tiga formula mengandung konsentrasi ekstrak kental

herba seledri, yaitu konsentrasi 2,5%, 5% dan 7,5%. Perbedaan konsentrasi

tersebut ditujukan untuk melihat adanya salah satu dari formula emulsi ekstrak

kental herba seledri yang paling efektif sebagai perangsang pertumbuhan rambut.

Formulasi dilakukan dengan cara memanaskan kedua fase minyak dan fase

air secara terpisah di atas penangas air hingga mencapai suhu 70° C. Dimana fase

minyak terdiri dari Caprilyc trigliserida dan PEG 40 hydrogenated castrol oil,

fase air terdiri dari Aqudest, Methyl paraben, Propyl paraben dan gliserin. Fase

minyak ditambahkan ke dalam fase air, kedua fase tersebut dicampur secara

sedikit-sedikit dan diaduk dengan menggunakan Homogennizer pada 500 rpm

selama satu jam.

Dari keempat formula yang dihasilkan, terdapat perbedaan warna dari tiap-

tiap formula. Dimana untuk basis memiliki warna jernih, sedangkan pada formula

dengan penambahan ekstrak kental herba seledri berwarna coklat dengan tingkat

warna kecoklatan yang berbeda. Perbedaan warna sediaan disebabkan karena

perbedaan penambahan jumlah ekstrak, dimana semakin tinggi konsentrasi

35

ekstrak yang ditambahkan warna yang dihasilkan semakin pekat. Hasil formulasi

sediaan emulsi ekstrak herba seledri dapat dilihat pada Gambar 9.

Basis F.A (2,5%)

F.B (5%) F.C (7,5%)

Gambar 9. Hasil Formula Sediaan Emusli Ekstrak Herba Seledri

(Sumber : Dokumen Pribadi)

4.9 Evaluasi Stabilitas Sediaan Emulsi Ekstrak Herba Seledri

Evaluasi sediaan bertujuan untuk melihat adanya kemungkinan perubahan

bentuk fisik maupun kimia dari sediaan emulsi ekstrak herba seledri. Sediaan

emulsi perangsang pertumbuhan rambut ekstrak herba seledri dilakukan pengujian

stabilitas sediaan selama 2 bulan, pengujian dilakukan pada dua suhu, yaitu suhu

kamar (25-30° C) dan suhu 40° C. Parameter uji stabilitas yang dilakukan adalah

uji organoleptik, pH, bobot jenis, dan viskositas.

36

4.9.1 Uji Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik sediaan emulsi ekstrak herba seledri terdiri dari

warna, aroma, bentuk sediaan dan homogenitas. Pengujian organoleptik ditujukan

untuk melihat kemungkinan adanya ketidak stabilan bentuk fisik maupun

perubahan aroma yang mungkin terjadi pada sediaan emulsi. Pengujian dilakukan

selama 2 bulan dengan pengamatan setiap 1 bulan sekali. Hasil pemeriksaan

sediaan emulsi tersebut dapat dilihat dari Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Organoleptik Basis, Formula A, B dan C Pada Suhu

Kamar (25-30°C) dan Suhu 40° C selama 2 bulan

Suhu Penyimpanan

Minggu Ke-

FormulaBasis A (2,5%) B (5%) C (7,5%)

W A B H W A B H W A B H W A B H

Suhu kamar (25-30° C)

0 ∞  - 3 2 1 1 3 2 2 2 3 2 3 3 3 24 ∞  - 3 2 1 1 3 2 2 2 3 2 3 3 3 28 ∞  - 3 2 1 1 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2

Suhu 40°C0 ∞  - 3 2 1 1 3 2 2 2 3 2 3 3 3 24 ∞  - 3 2 1 1 3 2 2 2 1 2 3 3 3 28 ∞  - 3 2 1 1 3 2 2 2 1 2 3 3 3 2

Keterangan : ● W Warna : ∞ (jernih/ bening), 1 (coklat muda), 2 (coklat), 3 (coklat tua)

● A Aroma seledri : 1 ( lemah), 2 (sedang), 3 (kuat)

● B Bentuk sedian : 1 ( memisah), 2 (sedikit memisah), 3 (tidak memisah)

● H Homogenitas : 1 (tidak homogen), 2 (homogen)

Hasil pemeriksaan organoleptik sediaan emulsi perangsang pertumbuhan

rambut, basis emulsi yang dihasilkan adalah jernih dan homogen. Pengamatan

organoleptik terhadap kondisi fisik sediaan emulsi ekstrak herba seledri yang

dilakukan dari minggu ke- 0 sampai minggu ke- 8, untuk pengamatan sediaan

pada penyimpanan suhu kamar (25-30° C) basis emulsi tidak mengalami

perubahan fisik pada warna, aroma bentuk sediaan dan homogenitas. Hal ini juga

terjadi pada formula A, B dan C tidak mengalami perubahan fisik pada warna,

aroma, bentuk sediaan maupun homogenitas. Ketiga formula tersebut memiliki

37

aroma dengan tingkat yang berbeda yaitu formula A beraroma seledri lemah,

formula B beraroma sedang dan formula C beraroma kuat. Perbedaan tingkatan

aroma tersebut dikarenakan adanya perbedaan penambahan jumlah ekstrak herba

seledri. Bentuk sediaan dari ketiga formula dan basis tidak mengalami pemisahan,

sedangkan homogenitas ketiga formula dan basis masih sangat homogen sampai

penyimpanan pada minggu ke-8, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ke

ketiga formula dan basis stabil pada penyimpanan suhu 25-30° C.

Pengujian organoleptik sediaan emulsi penyimpanan pada suhu 40° C

tidak terjadi perubahan warna, aroma bentuk sediaan dan homogenitas untuk

formula A dan C. Perbedaan hanya terjadi pada formula B, dimana untuk

pengujian bentuk sediaan pada pengamatan minggu ke-4 formula B terpisah

memjadi 2 bagian. Hal ini diduga karena adanya pengaruh suhu yang tinggi dan

lamanya penyimpanan, yang artinya formula B tidak stabil untuk penyimpanan

dalam waktu yang lama. Ketidak stabilan yang dimaksud adalah terjadinya

Creaming, yaitu memisahnya emulsi menjadi dua bagian dengan salah satu bagian

mengandung lebih banyak fase dispersi daripada bagian yang lain. Hal ini

mungkin disebabkan karena homogenitas emulsi ketika proses formulasi kurang

baik, atau karena pengaruh temperatur penyimpanan yang tidak sesuai. Selain itu

juga diduga adanya kemungkinan meningkatnya tegangan antar muka dua fase

molekul yang tidak saling bercampur, dimana molekul fase air akan ditarik ke

dalam fase air dan ditolak oleh fase minyak, makin besar derajat ketidak

campuran maka makin besar tegangan antar muka yang dapat menyebabkan

ketidak stabilan emulsi. Namun untuk formula basis, formula A dan C ketiganya

memiliki homogenitas yang sangat homogen sampai pada penyimpanan minggu

ke-8.

4.9.2 Uji Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter pengujian dalam

analisi stabilitas produk kosmetik, dimana pH dari kosmetik yang dipakai dapat

mempengaruhi daya absorbsi kulit. Hasil pengujian pH dari sediaan emulsi dapat

dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 10.

38

Tabel 7. Hasil Pengamatan pH Basis, formula A, B, dan C Pada Suhu Kamar

(25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai minggu ke 8.

Suhu Penyimpanan

Minggu

Ke-

Formula

Basis A (2,5%) B (5%) C (7,5%)

Kamar(25-30° C)

0 6,00 5,95 5,84 5,83

4 5,99 5,23 5,14 5,02

8 5,73 5,15 5,01 5,00

Dipercepat(40° C)

0 6,00 5,95 5,84 5,83

4 5,82 5,79 5,32 5,15

8 5,34 5,13 5,14 5,02

minggu ke- 0

minggu ke- 4

minggu ke- 8

minggu ke- 0

minggu ke- 4

minggu ke- 8

Kamar (25°-30° C) Suhu 40° C

4.404.604.805.005.205.405.605.806.006.20

Grafik Uji Stabilitas - pH

Formula BasisFormula A (2,5%)Formula B (5%)Formula C (7,5%)

pH

Gambar 10. Grafik pengamatan uji stabilitas pH sediaan emulsi pada suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C dari minggu ke 0 sampai minggu ke 8

Pengukuran derajat keasaman (pH) sediaan emulsi ekstrak herba seledri

dilakukan dengan mengunakan pH meter digital. Penggunaannya mula-mula

elektroda dikalibrasi dengan menggunakan dapar pH 4 dan pH 7, kemudian

elektroda dicelupkan ke dalam sediaan emulsi ekstrak herba seledri. Pengukuran

pH dilakukan tiap 4 minggu sekali dari minggu ke-0 sampai minggu ke-8, dari

hasil pengukuran diperoleh pH sediaan yang cenderung bertambah asam

39

(penurunan harga pH) pada formula A, B, dan C. Penurunan harga pH disebabkan

karena ekstrak herba seledri memiliki pH yang relatif asam, hal ini dapat dilihat

dari hasil pengujian dimana semakin besar jumlah ekstrak yang ditambahkan, pH

sediaan cenderung menurun atau bersifat lebih asam. Selain itu, penurunan harga

pH terjadi seiring dengan peningkatan suhu yang menyebabkan adanya penguapan

air dalam sediaan sehingga konsentrasi air pada sediaan meningkat.

Pada penelitian ini, pH sediaan emulsi yang didapat selama 2 bulan

berkisar antara 5,00-6,00. Lama penyimpanan sediaan pada dua suhu yang

berbeda, yaitu suhu kamar (25-30° C) dan suhu 40° C berpengaruh terhadap pH

sediaan emulsi, dimana dari masing-masing suhu penyimpanan terjadi penurunan

harga pH, namun penurunan harga pH sediaan emulsi yang terjadi tidak terlalu

drastis. Dilihat dari data hasil pengamatan penambahan ekstrak herba seledri juga

berpengaruh terhadap harga pH sediaan, dimana semakin tinggi konsentrasi

ekstrak yang ditambahkan harga pH cendrung lebih kecil. Hasil tersebut masih

dalam batas toleransi untuk pH sediaan kosmetik yang berkisar antara 4,5 sampai

dengan 7,5 (Dr. Retno Tranggono). Bisa dikatakan bahwa sediaan emulsi yang

disimpan pada dua suhu tersebut stabil secara kimia, tidak ada interaksi dengan

wadah atau bahan-bahan yang lain serta tidak ada reaksi kimia yang berarti.

Pengukuran pH merupakan salah satu parameter penting dalam analisis

pada sediaan kosmetik, karena pH dari kosmetik yang dipakai dapat

mempengaruhi daya absorbansi kulit. pH yang sangat tinggi atau sangat rendah

pada suatu sediaan kosmetik dapat meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga

menyebabkan kulit teriritasi.

4.9.3 Uji Bobot Jenis (BJ) Emulsi Ekstrak Herba Seledri

Analisis fisika yang dilakukan terhadap sediaan emulsi ekstrak herba

seledri adalah bobot jenis (bj). Pengukuran bobot jenis dilakukan selama dua

bulan dengan menggunakan alat piknometer gelas pada suhu kamar. Data hasil

pengamatan bobot jenis sediaan emulsi ekstrak herba seledri yang dilakukan

selama dua bulan dapat dilihat pata Tabel 8 dan Gambar 11.

40

Tabel 8. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Formula A, B dan C serta Basis Pada

Suhu Kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C selama 2 bulan.

Suhu

Penyimpanan

Minggu

ke-

Formula (g/ml)

Basis A (2,5%) B (5%) C (7,5%)

Kamar

(25-30° C)

0 1,020 1,040 1,044 1,048

4 1,036 1,044 1,044 1,048

8 1,036 1,044 1,048 1,052

Suhu

(40° C)

0 1,020 1,040 1,044 1,048

4 1,032 1,048 1,040 1,052

8 1,032 1,044 1,040 1,052

minggu ke- 0

minggu ke- 4

minggu ke- 8

minggu ke- 0

minggu ke- 4

minggu ke- 8

Kamar (25°-30° C) Suhu 40° C

1.0001.0101.0201.0301.0401.0501.060

Grafik Uji Stabilita - Bobot jenis (bj)

Formula Basis

Formula A (2,5%)

Formula B (5%)

Formula C (7,5%)

Bj (g

/ml)

Gambar 11. Grafik pengamatan uji stabilitas bobot jenis (bj) sediaan emulsi pada suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai minggu ke 8

Pengukuran bobot jenis ditujukan untuk mengetahui kestabilan sediaan

selama penyimpanan serta adanya kemungkinan terjadi aerasi dari sediaan emulsi.

Bobot jenis juga mempengaruhi cepat atau lambatnya terjadi ketengikan dari

sediaan emulsi yang diakibatkan dari adanya rongga udara pada sediaan, hal ini

dapat terlihat dari pengukuran bobot jenis dimana bobot jenis sediaan kecil tetapi

volumenya berlebih.

Hasil pengujian sediaan emulsi formula basis, A, B dan C mempunyai

bobot jenis lebih dari satu, terlihat bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak yang

41

ditambahkan maka bobot jenis sediaan semakin besar. Bobot jenis keempat

formula yang didapat tidak terlalu besar yaitu berkisar antara 1,020 samapai 1,052

g/ml, nilai tersebut menunjukkan bahwa semua sediaan dapat mengalir dengan

baik dan mudah dituang. Bobot jenis suatu zat harus tetap stabil dalam

penyimpanan, hingga saat dipakai dan digunakan. Berdasarkan hasil pengujian

diketahui bahwa bobot jenis keempat formula masih relatif stabil dengan tidak

terjadinya perubahan bobot jenis yang signifikan dari masing-masing pengujian

sediaan.

4.9.4 Uji Viskositas Emulsi Ekstrak Herba Seledri

Viskositas merupakan tolak ukur sifat fisik yang biasa diukur untuk

menaksir pengaruh kondisi tekanan pada emulsi dan dapat dijadikan sebagai

parameter untuk menunjukkan kestabilan produk kosmetik selama penyimpanan.

Pengujian dilakukan selama 2 bulan setiap 1 bulan sekali. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan alat Viskometer Brookfield Spindel 3 dengan kecepatan 50

rpm.

Tabel 9. Hasil Pengamatan Viskositas Formula A, B dan C serta Basis Pada

Suhu Kamar (25-30° C) dan Suhu Dipercepat (40° C).

Suhu

Penyimpanan

Minggu

ke-

Formula (Cps)

Basis A (2,5%) B (5%) C (7,5%)

Kamar

(25-30° C)

0 550 512 518 528

4 549 502 500 517

8 540 492 495 509

Suhu

(40° C)

0 550 512 518 528

4 512 497 512 510

8 493 488 507 503

42

minggu ke- 0

minggu ke- 4

minggu ke- 8

minggu ke- 0

minggu ke- 4

minggu ke- 8

Kamar (25°-30° C) Suhu 40° C

440460480500520540560

Grafik Uji Stabilitas - Viskositas

Formula BasisFormula A (2,5%)Formula B (5%)Formula C (7,5%)

Cps

Gambar 12. Grafik pengamatan uji stabilita viskositas sediaan emulsi pada suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai minggu ke 8

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir, makin tinggi viskositas maka semakin tinggi tahanannya (Martin,

1993). Dari data hasil pengujian didapat perbedaan nilai viskositas dari tiap-tiap

formula, makin tinggi jumlah ekstrak yang ditambahkan nilai viskositas sediaan

semakin tinggi. Perubahan viskositas selama penyimpanan merupakan kriteria

pokok kestabilan emulsi. Lama penyimpanan menyebabkan penurunan

kemampuan menyebar suatu cairan karena viskositas sediaan menjadi kental.

Hasil pengukuran viskositas diketahui bahwa formula A, B dan C

mempunyai nilai viskositas yang lebih kecil dibandingkan nilai viskositas basis.

Kecilnya nilai viskositas sediaan emulsi ekstrak herba seledri diduga karena alat

yang digunakan tidak terkalibrasi dengan baik, sehingga berpengaruh terhadap

hasil pengukuran viskositas. Hasil pengukuran viskositas dari ketiga sediaan

emulsi selama 2 bulan pada penyimpanan sediaan suhu kamar (25-30°C)

menunjukkan bahwa viskositas emulsi formula A, B dan C cenderung mengalami

penurunan, viskositas yang rendah umumnya mempunyai laju alir yang baik

sehingga mudah untuk dituangkan dari botol. Nilai viskositas sediaan emulsi yang

cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan diduga karena alat yang

digunakan pada pengukuran viskositas tidak terkalibrasi dengan baik. Selain itu

43

penurunan viskositas diduga adanya pengaruh peningkatan kecepatan geser,

dimana rantai-rantai polimer yang tergulung secara acak dan terisolasi akan

melepas dari gulungan dengan lebih baik, menjadi lebih panjang dan lurus

sehingga mengurangi jumlah air yang terjerat di dalam rantai, akibatnya terjadi

penurunan viskositas.

Pengukuran viskositas sediaan pada penyimpanan suhu 40°C

menunjukkan bahwa viskositas sediaan emulsi formula A dan C cenderung

menurun sampai akhir pengamatan bila dibandingkan dengan pengamatan minggu

ke-0. Pada minggu ke- 4 formula B diketahui tidak stabil karena terjadi pemisahan

emulsi, pemisahan emulsi pada formula B diduga karena beberapa faktor yang

mempengaruhinya, yaitu suhu, cara penuangan dan pengadukan. Suhu dalam hal

ini mempengaruhi bentuk emulsi pada pembuatan, dimana suhu yang terlalu

tinggi dapat mengakibatkan emulsi menjadi pecah. Cara penuangan pada

pembuatan emulsi diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

ketidak stabilan emulsi. Penuangan yang tidak rapih, terlalu cepat atau terlalu

lambat pada proses pembuatan dapat mempengaruhi hasil emulsi yang tidak

bagus. Pengadukan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruh

kestabilan emulsi, dimana pengadukan yang tidak rata mengakibatkan partikel-

partikel minyak dan air tidak saling bercampur dengan rata sehingga emulsi

mudah pecah.

4.10 Uji Efektivitas Pertumbuhan Rambut

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari masing-masing

konsentrasi ekstrak herba seledri yang ditambahkan pada sediaan emulsi dalam

mempercepat pertumbuhan rambut pada kelinci jantan, kelinci yang digunakan

terdiri dari 5 ekor kelinci jantan berumur 7-9 bulan dengan bobot 2-3 kg.

Pengukuran panjang rambut dilakukan pada hari ketujuh (minggu ke-1),

karena pada hari ketujuh pertumbuhan rambut sudah terlihat dan dapat diukur.

Pengukuran selanjutnya dilakukan pada minggu ke-2, ke-3, ke-4, ke-5 dan ke-6.

Dari data pengukuran panjang rambut yang didapat kemudian dihitung rata-rata

44

panjang rambut tiap-tiap perlakuan dari 5 ekor kelinci yang dapat dilihat pada

Tabel 10 dan Gambar 13.

Tabel 10. Panjang rata-rata rambut kelinci selama perlakuan

PerlakuanRata-rata Panjang Rambut (cm)

Minggu ke- 1

Minggu ke- 2

Minggu ke- 3

Minggu ke-4

Minggu ke- 5

Minggu ke- 6

Kontrol normal 0,118 0,247 0,456 0,524 0,737 1,073

Basis 0,160 0,269 0,563 0,654 0,868 1,270

Formula A 0,124 0,334 0,752 0,870 1,229 1,659

Formula B 0,153 0,355 0,762 0,958 1,202 1,450

Formula C 0,216 0,416 0,941 1,039 1,810 2,340

Kontrol Positif 0,268 0,529 0,973 1,149 1,926 2,867

Pengamatan pertumbuhan rambut kelinci selama 6 minggu diketahui

bahwa semua kelompok perlakuan mengalami pertumbuhan panjang rambut

seperti yang terlihat pada grafik panjang rambut kelinci yang mengalami kenaikan

tiap minggunya (Gambar 13).

Minggu ke- 1

Minggu ke- 2

Minggu ke- 3

Minggu ke-4

Minggu ke- 5

Minggu ke- 6

0.000

0.500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

Rata - rata Pertumbuhan Panjang Rambut

Kontrol normalBasisFormula AFormula BFormula CKontrol Positif

Panj

ang

Ram

but (

cm)

Gambar 13. Histogram rata-rata panjang rambut kelinci setelah memperoleh perlakuan pengolesan sediaan emulsi ekstrak herba seledri.

45

Dari data diketahui pertumbuhan rambut kelinci yang terendah terdapat

pada kelompok kontrol normal (negatif) diikuti secara berurutan oleh perlakuan

basis, formula B (5%), formula A (2,5%), formula C (7,5%) dan pertumbuhan

rambut yang tertinggi terdapat pada kelompok kontrol positif. Panjang rambut

kelompok perlakuan basis pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata dengan

kontrol normal. Hal ini menunjukkan bahwa basis sediaan emulsi tidak

mempunyai efek yang signifikan dalam mempercepat pertumbuhan rambut.

Dengan demikian efek pertumbuhan rambut dapat dipastikan bukan disebabkan

oleh basis sediaan emulsi. Perhitungan persentase kenaikan pertumbuhan rambut

dari masing-masing perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol normal terdapat

pada Tabel 11 dan Gambar 14.

Tabel 11. Data persentase kenaikan pertumbuhan panjang rambut masing-

masing perlakuan dibandingkan dengan kontrol normal.

Perlakuan

Persentase kenaikan pertumbuhan rambut dibandingkan dengan kontrol normal (%)

Minggu ke- 1

Minggu ke- 2

Minggu ke- 3

Minggu ke-4

Minggu ke- 5

Minggu ke- 6

Basis 26,25 8,18 19,01 19,88 15,09 15,51Formula A 4,84 26,05 39,36 39,77 99,94 35,32Formula B 22,88 30,42 40,16 45,30 99,94 26,00Formula C 45,37 40,63 51,54 99,95 59,28 54,15

Kontrol Positif 55,97 53,31 53,13 99,95 99,96 62,57

Minggu ke- 1

Minggu ke- 2

Minggu ke- 3

Minggu ke-4

Minggu ke- 5

Minggu ke- 6

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

100.00

Persentase Kenaikan Panjang Rambut

BasisFormula AFormula BFormula CKontrol Positif

Pres

enta

se (%

)

Gambar 14. Histogram persentase kenaikan pertumbuhan rambut masing-masing perlakuan dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan.

46

Dilihat dari grafik persentase kenaikan pertumbuhan rambut masing-

masing kelompok perlakuan basis, formula A (2,5%), formula B (5%), formula C

(7,5%) dan kelompok kontrol positif dibandingkan terhadap kelompok perlakuan

kontrol normal diketahui bahwa kenaikan pertumbuhan rambut terjadi pada setiap

minggunya, kenaikan pertumbuhan rambut signifikan terjadi pada minggu ke-4

dan minggu ke-5, dimana untuk persentase kenaikan pertumbuhan rambut

mencapai 99%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sediaan emulsi ekstrak

herba seledri memberikan efek pertumbuhan yang sangat signifikan terjadi pada

minggu ke-4 dan ke-5.

Sediaan emulsi ekstrak herba seledri terlihat mampu mempercepat

pertumbuhan rambut, dimana aktivitas mempercepat pertumbuhan rambut pada

ekstrak seledri hampir sama dengan kontrol positif (Aminexil). Dari hasil uji

statistik (Lampiran 10) diketahui bahwa kelompok kontrol positif mempunyai

aktivitas mempercepat pertumbuhan rambut yang tidak berbeda nyata dengan

sediaan emulsi ekstrak herba seledri formula C (7,5%).

Dilihat dari data hasil pengujian statistik (Lampiran 10), diketahui dari

keenam perlakuan yang diberikan antar perlakuan mempunyai aktivitas yang

sangat berbeda nyata dalam mempercepat pertumbuhan panjang rambut, hal ini

menunjukkan adanya pengaruh pertumbuhan rambut dari tiap-tiap perlakuan,

dimana dengan adanya penambahan ekstrak herba seledri mampu meningkatkan

aktivitas mempercepat pertumbuhan panjang rambut, semakin tinggi konsentrasi

ekstrak yang ditambahkan akan memberikan aktivitas yang lebih baik dalam

mempercepat pertumbuhan panjang rambut.

Berdasarkan uji lanjutan dengan pengujian menggunakan Tukey HSD

(Lampiran 11) diketahui kontrol tanpa perlakuan tidak berbeda nyata dengan

perlakuan basis, formula A dan formula B, hasil tersebut menunjukkan bahwa

tidak ada efek mempercepat pertumbuhan rambut yang signifikan dari perlakuan

tersebut, tetapi kelompok kontrol tanpa perlakuan mempunyai aktivitas berbeda

sangat nyata (P<0,01) terhadap kelompok pemberian formula C dan kontrol

positif dalam mempercepat pertumbuhan panjang rambut, hal ini menunjukkan

bahwa pemberian perlakuan formula C (7,5%) mempunyai efek yang signifikan

47

terhadap pertumbuhan rambut. Untuk kelompok pemberian perlakuan basis tidak

berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol tanpa perlakuan, formula A dan formula

B, tetapi mempunyai efek yang berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok

pemberian perlakuan formula C dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan

kontrol positif. Hal ini menunjukkan basis tidak memberikan pengaruh

pertumbuhan yang signifikan terhadap pertumbuhan rambut.

Hasil uji lanjutan menunjukkan formula A mempunyai aktivitas yang

berbeda nyata dengan kontrol positif, tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol

tanpa perlakuan, basis, formula B dan formula C. Dengan demikian diketahui

bahwa pemberian perlakuan formula A tidak memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap pertumbuhan rambut. Sedangkan uji lanjutan statistik formula

B hanya mempunyai aktivitas yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol

positif dalam aktivitas mempercepat pertumbuhan panjang rambut. Dimana

pertumbuhan rambut yang dihasilkan tidak berbeda dengan pertumbuhan panjang

rambut dengan perlakuan lainya.

Pengujian lanjutan untuk formula C diketahui bahwa formula C

mempunyai aktivitas yang berbeda sangat nyata dengan kontrol tanpa perlakuan

dan berbeda nyata dengan perlakuan pemberian basis. Tetapi tidak berbeda nyata

dengan kelompok pemberian formula A, B dan kontrol positif, hal ini

menunjukkan bahwa sediaan emulsi yang mengandung ekstrak herba seledri

mempunyai efek pertumbuhan rambut.

Sedangkan untuk pengujian lanjutan pada kontrol positif diketahui terdapat

perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) dengan kelompok pemberian kontrol tanpa

perlakuan dan basis, serta mempunyai aktivitas pertumbuhan rambut yang

berbeda nyata (P<0,05) dengan formula A dan formula B. Sebaliknya kelompok

pemberian kontrol positif mempunyai efek pertumbuhan rambut yang tidak

berbeda nyata dengan formula C. Hal ini menunjukkan bahawa sediaan emulsi

pada formula C yang mengandung 7,5% ekstrak herba seledri memiliki efek yang

signifikan terhadap pertumbuhan panjang rambut yang hampir sama baiknya

dengan pemberian perlakuan kontrol positif dibandingkan dengan formula A

(2,5%), formula B (5%).

48

Hasil pengujian lanjutan statistik untuk pengaruh kelompok perlakuan tiap

minggunya dapat dilihat pada Lampiran 12, diketahui bahwa untuk kelompok

pada minggu ke-1 mempunyai perbedaan sangat nyata (P<0,01) dengan kelompok

pemberian perlakuan pada minggu ke-3, ke-4, ke-5 dan ke-6. Artinya pemberian

perlakuan sediaan emulsi ekstrak herba seledri terlihat memberikan pengaruh

pertumbuhan rambut yang signifikan di mulai pada minggu ke-3 hingga pada

minggu ke-6 akhir pengamatan. Hasil pengujian efektivitas pertumbuhan rambut

kelinci dengan pemberian perlakuan formula emulsi ekstrak herba seledri dapat

diihat pada data hasil pengukuran panjang rambut dari minggu ke-1 sampai

minggu ke-6 dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Gambar 15 serta gambar cara

pengukuran panjang rambut kelinci dapat dilihat pada Lampiran 16.

a. a. b. b. c.

c. d. d. e. e.

f. f. g. g.

Keterangan : (a). minggu ke-0, (b). minggu ke-1, (c). minggu ke-2, (d). minggu ke-3, (e).minggu ke-4, (f). minggu ke-5, (g). minggu ke-6.

Gambar 15. Pertumbuhan panjang rambut kelinci setiap minggu(Sumber : Dokumen pribadi)

49

Dari penelitian yang dilakukan oleh Rayahu (2007), dijelaskan bahwa

senyawa saponin dan flavonoid yang terkandung dalam ekstrak herba seledri

berperan dalam mempercepat pertumbuhan rambut. Saponin merupakan senyawa

yang mampu menstimulasi pertumbuhan rambut yang dilihat dari sifatnya sebagai

counteriritan, saponin juga dapat meningkatkan sirkulasi darah perifer sehingga

mampu meningkatkan pertumbuhan rambut. Flavonoid memiliki aktivitas sebagai

bakterisida, dimama sifat bakterisida yang dimiliki oleh flavonoid berguna untuk

menghilangkan bakteri-bakteri yang terdapat pada rambut sehingga pertumbuhan

dapat rambut menjadi maksimal. Pada penelitian ini diduga senyawa saponin dan

flavonoid yang terkandung pada herba seledri berperan dalam mempercepat

pertumbuhan rambut kelinci, dimana semakin banyak jumlah ekstrak yang

ditambahkan pada sediaan emulsi akan memberikan efek yang semakin tinggi

dalam aktivitas mempercepat pertumbuhan rambut.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Herba seledri dalam bentuk ekstrak kental dapat diformulasikan sebagai

sediaan emulsi perangsang pertumbuhan rambut yang stabil, dimana

selama 2 bulan masa pengamatan tidak ada perubahan pH, bobot jenis,

dan viskositas yang berarti. Ketiga formula emulsi stabil jika disimpan

pada suhu kamar yaitu 25-30 º C.

2. Sediaan emulsi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) mempunyai

khasiat mempercepat pertumbuhan rambut pada kelinci jantan, dari

ketiga formula emulsi ekstrak herba seledri formula C dengan konsetrasi

7,5% ekstrak herba seledri merupakan formula yang mempunyai aktifitas

yang paling efektif dalam mempercepat pertumbuhan rambut kelinci.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan formula

sediaan emulsi ekstrak herba seledri perangsang pertumbuhan rambut

dengan bentuk dan warna yang lebih menarik.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan formulasi yang

lebih stabil untuk masa penyimpanan yang lebih lama.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kekuatan akar dan

batang rambut.

DAFTAR PUSTAKA

Aburjai.T.dan Natsheh.M, 2003, Plant Used in Cosmetics, Phytother. Res., 17: 987-1000.

Anief, M, 1993. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Anief, M, 1997. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Ansel, C. Howard., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi ke IV., Terjemahan Farida Ibrahim. UI Press, Jakarta.

Badan POM RI., 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, Volume 1, Jakarta.

Balsam, M.S., and Sagarin, E., 1974, Cosmetic Science and Technology, Vol.III, 2 Ed 2nd.,Wiley Interscience, a division of Wiley and Son, New York, 73-113; 128-135.

Banerjee, P. S., Sharma, M., Nema, R. K. 2009. Preparation, evaluation and hair growth stimulating activity of herbal hair oil. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 1:261-267.

Batchelor D. 2001. Hair and Cancer Chemotherapy: Consequences and nursing care-a literature study. European Journal of Cancer Care; 10:147-63.

Bride DT. 1997. Learning Veterinary Terminology. Mosby. USA.

Chesam, 2011. Emulsionante ELH 40 FD PEG 40 Hydrogenated Castrol Oil. diunduh pada dari Http: //www.Chesamingredient.co.uk/erca/ Emulsionante _ elh0fd. htm pada Desember 2012.

Curnin DM MC dan JM Bassert. 1985. Clinical For Veterinary Technicians. Saunders, China.

Dalimartha,S., 1999. Atlas Tumbuhan obat Indonesia, Jilid I. 86-89,150-153, Trubus Agriwijaya, Jakarta.

Dalimartha,S. dan Soebidyo M., 1999. Perawatan Rambut Dengan Tumbuhan Obat dan Diet Suplemen, 1-10, 28-33, Swadaya, Jakarta.

Depkes RI. 1977. Materia Medika Indonesia Jilid I. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Depkes RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia, Depkes RI, Jakarta,1-15.

52

Depkes RI. 1985. Formularium Kosmetik Indonesia. Cetakan pertama. Jakarta

Depkes RI. 1986. Sediaan Galenik. Depkes RI. Jakarta

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Gray J. 1997. The World of Hair: A scientific companion. London: Macmillan Press Ltd; h.1-4.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Diterjemahkan: K. Padmawinata dan I. Soediro, Terbitan Kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hal 4-46.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Suplemen I Farmakope Herbal indonesia. Jakarta

Krause. K. dan Foitzik.K. 2006. Biology Of The Hair Follicle. The Basics, Seminar in Cutaneous Medicine and Surgery, J.Derm.Sci, 25, 2-10.

Lachman, L., Lieberman, A.H., Konig, L.J.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Terjemahan: Siti Suyatmi. UI Press, Jakarta.

Lemieux J, Maunsell E, Provencher L. 2008. Chemotherapy-induced alopecia and effects on quality of life among women with breast cancer: a literature review. Psychooncology ;17(4):317-28.

Malole MBM dan CSU Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor: IPB Press.

Marchaban, J, C., Soegiharto, dan F.E. Kumarawati. 2007. Uji Aktifitas Daun Randu ( Ceiba pentandra Gaertn. ) Sebagai Penumbuh Rambut. UGM, Yogyakarta.

Martin, A. J. Swarbrick dan A. Cammarata. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta : UI Press. 1993 : 940 – 1010.

Meidan.M.V, Bonner.C.M, Michniak.B.B. 2005. Transfollicular Drug Delivery-Is it a reality, Int. J.Pharm, 306:1-14.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Elsevier, Amsterdam.

Pittman, S. 2007. Further Evidence Points to Coffeine as Hair Saver, diunduh dari http://www.cosmetics design.com pada Desember 2012.

53

Rahayu, Sri. 2007. Efek Campuran ekstrak Etanol Daun Mangkokan (Nortopanax scutellaarium Merr.) Dan seledri (Apium graveolens Linn.) Terhadap pertumbuhan rambut kelinci jantan. Skripsi Sarjana Farmasi. Universitas Pakuan, Bogor.

Rowe, R.C. and Sheskey, P.J., Owen, S.C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient, 5th Edition, Pharmaceutical Press, Lambeth High Street, London, 454-456, 572-574.

Sevendsen Per dan J Hau. 1994. Handbook of Laboratory Animal Science. CRC Press LLC. USA.

Smith JB dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan, pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta

Soedibyo, B.R.A.M., dan Dalimartha, S. 1998. Perawatan Rambut dengan Tumbuhan Obat dan Diet Suplemen. PT. Penebar Swadaya. Bogor

Tanaka, S., Saito, M., Tabasa, M., 1980, Bioassay of Crude Drugs for Hair Growth Promoting Activity in Miceby a New Simple Method, 84-90, Planta Medica, Japan.

Tjitrosoepomo, G. (1991). Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Tranggono Retno. Jerawat Pada Kuala Muda Pencegahan dan Penanggulangan Symposium “Jerawat, Pubertas, dan Perkawinan”. Jabote ; Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. PDCI lipi.

Wade, A., and Weller, P. J. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients. American Pharmaceutical Association. London

Wahyuli HN, Rosita C. 2006. Kerontokan rambut. Airlangga Periodical of Dermato Venereology. 18(4):47-60.

Wasitaatmadja, S, M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Cetakan I, 202 -211, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Winanti, 2005, Pengaruh Ekstrak Etanol Herba Seledri ( Apium graveolens, Linn.) Terhadap Kecepatan Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Wolfensohn S dan M Iloyd. 1998. Handbook of Laboratory Animal Management and Welfore. Blackwell Science. USA.

54

Lampiran 1. Skema Proses Penelitian Secara Umum

Determinasi Tanaman

Pembuatan simplisia

PenetapanKadarAbu Total

Penetapan Kadar air

Serbuk Simplisia Dimaserasi dengan Pelarut Etanol 30%

Ekstrak yang Diperoleh di Rotavapor

Ekstrak Kental Etanol 30%

Uji Fitokimia Ekstrak Kental Etanol 30%

Penetapan Kadar Air Ekstrak Etanol 30%

Pembuatan Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan Rambut

Uji Efektifitas Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan Rambut Kelinci

55

Lampiran 2. Bagan Pembuatan Serbuk Simplisia Herba Seledri

Sortasi

Pengumpulan Bahan

Pencucian

Sortasi Basah

Perajangan

Pengeringan

Sortasi Kering

Penggilingan

Pengayakan dengan ayakan mesh 20

Serbuk Seledri

Serbuk Seledri

Diektraksi maserasi dengan etanol 30%

Direndam selama 6 jam sambil sesekali dikocok

Didiamkan selama 18 jam

Dipisahkan maserat dengan cara pengendapan

Diulangin proses penyarian 2 kali dengan jumlah pelarut yang sama

ResiduDisaringFiltrat

Dipekatkan dengan Rotary evaporator pada suhu 50oC

Dipekatkan dengan waterbath suhu 40ᵒ - 50ᵒ C

Ekstrak kental Etanol Seledri

56

Lampiran 3. Bagan Pembutan Ekstrak Herba Seledri

Ekstrak kental seledri

Kontrol positifKontrol normalBasisFormula CFormula A Formula B

Kelinci diolesi masing masing 6 perlakuan dengan 2 tetes sediaan pagi dan soreUji stabilitas selama 2 bulan, pemeriksaan dilakukan 2 minggu sekali.

Parameter penelitian

Pengukuran Panjang Rambut dengan jangka sorong setiap 2 mingguParameter penelitian

- Organoleptik- pH- Berat jenis- Viskositas- Sentrifugasi

Analisis RAL

Kesimpulan

57

Lampiran 4. Bagan Pengujian Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan

Rambut Pada Hewan Coba.

P1

P5

P2

P4P3

P4

1 cm

1 cm

Kepala

P1

P6

P2

P4P3

P5

1 cm

1 cm

Kepala

P1

P6

P2

P4P3

P5

1 cm

1 cm

Kepala

P1

P6

P2

P4P3

P5

1 cm

1 cm

Kepala

Ekor Ekor Ekor Ekor

58

Lampiran 5. Denah pemberian perlakuan sediaan emulsi perangsang

pertumbuhan rambut pada kelinci

Keterangan :

P1 : Perlakuan 1 ( Kontrol normal) P4 : Perlakuan 4 ( Formula B )

P2 : Perlakuan 2 (Basis Sediaan) P5 : Perlakuan 5 ( Formula C)

P3 : Perlakuan 3 ( Formula A ) P6 : Perlakuan 6 ( Kontrol Positif )

Kelinci 1 Kelinci 2 Kelinci 3 Kelinci 4

59

Lampiran 6. Data Hasil Determinasi Herba Seledri (Apium graveolens Linn.)

60

Lampiran 7. Penetapan Kadar Abu Total

Perhitungan kadar abu total serbuk dan ekstrak herba seledri dilakukan dengan persamaan :

%Kada abu total=(berat krus+sampel ) – (berat krus kosong)

Bobot Sampel ×100 %

▪ Pengujian kadar abu serbuk simplisia herba seledri

Tabel 12. Hasil pengujian kadar abu serbuk simplisia herba seledri

Pengujian ke- Hasil Rata-rata

1 2,99 %

2,78 %2 2,92 %

3 2,43 %

▪ Pengujian kadar abu ekstrak seledri

Tabel 13. Hasil pengujian kadar abu ekstrak simplisia herba seledri

Pengujian ke- Hasil Rata-rata

1 3,23 %

3,22 %2 3,37 %

3 3,06 %

61

Lampiran 8. Kadar air serbuk simplisia, kadar air ekstrak dan perhitungan

rendemen serbuk simplisia herba seledri dan ekstrak kental

herba seledri

Tabel 14. Kadar Air serbuk simplisia dan ekstrak herba seledri

Sampel Hasil Rata-rata

Serbuk simplisia6,56 %

6,58%6,59 %

Ekstrak9,87 %

9,88%9,89 %

Perhitungan Rendemen

▪ Rendemen serbuk simplisia Herba Seledri

Berat daun segar seledri = 15.000 g

Berat serbuk simplisia = 1380 g

% rendemen simplisia = 1380 g x 100% 15.000 g

= 9,2 %

▪ Rendemen ekstrak kental Herba Seledri

Berat serbuk simplisia = 1350 g

Berat ekstrak kental = 350 g

% rendemen ekstrak = 350 g x 100% 1350 g

= 25,93 %

62

Lampiran 9. Hasil uji Fitokimia

a.Uji saponin b. Uji tanin

c. Uji Flavonoid d. Uji alkaloid

1 2 3

Keterangan :

1. Bouchardat (endapancoklat)

2. Dragendorf (endapancoklatkemerahan)

3. Wagner (endapancoklat)

Gambar 16. Hasil uji fitokimia ekstrak herba seledri

(Sumber : Koleksi Pribadi)

63

Lampiran 10. Hasil uji statistik pertumbuhan panjang rambut kelinci

Univariate Analysis of Variance

Between-Subjects Factors

Value Label N

Perlakuan 1.00 kontrol normal 6

2.00 Basis 6

3.00 formula A 6

4.00 formula B 6

5.00 formula C 6

6.00 kontrol positif 6

Kelompok 1.00 minggu 1 6

2.00 minggu 2 6

3.00 minggu 3 6

4.00 minggu4 6

5.00 minggu 5 6

6.00 minggu 6 6

64

Lanjutan Lampiran 10. Hasil uji statistika pertumbuhan panjang rambut kelinci

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:panjangrambut

Source

Type II Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 13.115a 10 1.312 20.606 .000

Intercept 27.146 1 27.146 426.493 .000

Perlakuan 2.515 5 .503 7.904 .000

Kelompok 10.600 5 2.120 33.307 .000

Error 1.591 25 .064

Total 41.852 36

Corrected Total 14.706 35

a. R Squared = ,892 (Adjusted R Squared = ,849)

Kesimpulan :

Sig 0.000 < Alpha 0.01 : nilai sig 0.000 menunjukkan antar perlakuan berbeda sangat nyata (P ≤ 0.01), artinya ada pengaruh dari pemberian perlakuan dalam mempercepat pertumbuhan rambut kelinci.

65

Lampiran 11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap

pertumbuhan rambut kelinci. Multiple Comparisons

Perlakuan

Panjang rambut

Tukey HSD

(I) perlakuan (J) perlakuanMean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol normal Basis -.10483 .145658 .978 -.55372 .34405

formula A -.30217 .145658 .332 -.75105 .14672

formula B -.28750 .145658 .384 -.73639 .16139

formula C -.60117* .145658 .004 -1.05005 -.15228

kontrol positif -.75950* .145658 .000 -1.20839 -.31061

Basis kontrol normal .10483 .145658 .978 -.34405 .55372

formula A -.19733 .145658 .752 -.64622 .25155

formula B -.18267 .145658 .806 -.63155 .26622

formula C -.49633* .145658 .024 -.94522 -.04745

kontrol positif -.65467* .145658 .002 -1.10355 -.20578

formula A kontrol normal .30217 .145658 .332 -.14672 .75105

Basis .19733 .145658 .752 -.25155 .64622

formula B .01467 .145658 1.000 -.43422 .46355

formula C -.29900 .145658 .343 -.74789 .14989

kontrol positif -.45733* .145658 .044 -.90622 -.00845

66

formula B kontrol normal .28750 .145658 .384 -.16139 .73639

Basis .18267 .145658 .806 -.26622 .63155

formula A -.01467 .145658 1.000 -.46355 .43422

formula C -.31367 .145658 .294 -.76255 .13522

kontrol positif -.47200* .145658 .035 -.92089 -.02311

formula C kontrol normal .60117* .145658 .004 .15228 1.05005

Basis .49633* .145658 .024 .04745 .94522

formula A .29900 .145658 .343 -.14989 .74789

formula B .31367 .145658 .294 -.13522 .76255

kontrol positif -.15833 .145658 .882 -.60722 .29055

kontrol positif kontrol normal .75950* .145658 .000 .31061 1.20839

Basis .65467* .145658 .002 .20578 1.10355

formula A .45733* .145658 .044 .00845 .90622

formula B .47200* .145658 .035 .02311 .92089

formula C .15833 .145658 .882 -.29055 .60722

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,064.

*. The mean difference is significant at the 0,05 level.

Keterangan :P > 0.05 : tidak berbeda nyatap < 0.05 : berbeda nyata *p ≤ 0.01 : berbeda sangat nyata **

67

Lanjutan Lampiran 11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap pertumbuhan rambut kelinci.

Homogeneous Subsets

Panjang rambut

Tukey HSDa,,b

Perlakuan N

Subset

1 2 3

kontrol normal 6 .52583

Basis 6 .63067

formula B 6 .81333 .81333

formula A 6 .82800 .82800

formula C 6 1.12700 1.12700

kontrol positif 6 1.28533

Sig. .332 .294 .882

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,064.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

b. Alpha = 0,05.

Sig > alpha (0,05) : tidak homogen

68

Lanjutan Lampiran 11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap pertumbuhan rambut kelinci.

Multiple Comparisons

Kelompok

Panjang rambut

Tukey HSD

(I) kelompok

(J)

kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

minggu 1 minggu 2 -.18517 .145658 .797 -.63405 .26372

minggu 3 -.56800* .145658 .008 -1.01689 -.11911

minggu4 -.69250* .145658 .001 -1.14139 -.24361

minggu 5 -1.12217* .145658 .000 -1.57105 -.67328

minggu 6 -1.60333* .145658 .000 -2.05222 -1.15445

minggu 2 minggu 1 .18517 .145658 .797 -.26372 .63405

minggu 3 -.38283 .145658 .127 -.83172 .06605

minggu4 -.50733* .145658 .020 -.95622 -.05845

minggu 5 -.93700* .145658 .000 -1.38589 -.48811

minggu 6 -1.41817* .145658 .000 -1.86705 -.96928

minggu 3 minggu 1 .56800* .145658 .008 .11911 1.01689

minggu 2 .38283 .145658 .127 -.06605 .83172

minggu4 -.12450 .145658 .954 -.57339 .32439

minggu 5 -.55417* .145658 .009 -1.00305 -.10528

minggu 6 -1.03533* .145658 .000 -1.48422 -.58645

69

minggu4 minggu 1 .69250* .145658 .001 .24361 1.14139

minggu 2 .50733* .145658 .020 .05845 .95622

minggu 3 .12450 .145658 .954 -.32439 .57339

minggu 5 -.42967 .145658 .066 -.87855 .01922

minggu 6 -.91083* .145658 .000 -1.35972 -.46195

minggu 5 minggu 1 1.12217* .145658 .000 .67328 1.57105

minggu 2 .93700* .145658 .000 .48811 1.38589

minggu 3 .55417* .145658 .009 .10528 1.00305

minggu4 .42967 .145658 .066 -.01922 .87855

minggu 6 -.48117* .145658 .031 -.93005 -.03228

minggu 6 minggu 1 1.60333* .145658 .000 1.15445 2.05222

minggu 2 1.41817* .145658 .000 .96928 1.86705

minggu 3 1.03533* .145658 .000 .58645 1.48422

minggu4 .91083* .145658 .000 .46195 1.35972

minggu 5 .48117* .145658 .031 .03228 .93005

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,064.

*. The mean difference is significant at the 0,05 level.

70

Lanjutan Lampiran 11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap pertumbuhan rambut kelinci.

Homogeneous SubsetsPanjang rambut

Tukey HSDa,,b

Kelompok N

Subset

1 2 3 4 5

minggu 1 6 .17317

minggu 2 6 .35833 .35833

minggu 3 6 .74117 .74117

minggu4 6 .86567 .86567

minggu 5 6 1.29533

minggu 6 6 1.77650

Sig. .797 .127 .954 .066 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,064.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6,000.

b. Alpha = 0,05.

71

72

Lampiran 12. Data pertumbuhan rambut kelinci dari minggu ke- 1 sampai

minggu ke- 6

Tabel 15. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 1

WaktuKelompok

kelinci

Panjang Rambut (cm)

Normal BasisFA

(2,5%)

FB

(5%)

FC

(7,5%)Positif

Minggu 1

1 0,085 0,115 0,110 0,089 0,180 0,122

2 0,101 0,145 0,102 0,092 0,099 0,075

3 0,094 0,087 0,099 0,125 0,121 0,370

4 0,220 0,345 0,230 0,355 0,468 0,530

5 0,091 0,110 0,079 0,105 0,210 0,245

Rata-rata 0,118 0,160 0,124 0,153 0,216 0,268

Tabel 16. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 2

WaktuKelompok

kelinci

Panjang Rambut (cm)

Normal BasisFA

(2,5%)

FB

(5%)

FC

(7,5%)Positif

Minggu 2

1 0,187 0,265 0,297 0,435 0,312 0,497

2 0,298 0,321 0,489 0,319 0,517 0,370

3 0,375 0,135 0,312 0,215 0,270 0,522

4 0,265 0,395 0,360 0,510 0,545 0,646

5 0,110 0,230 0,214 0,295 0,435 0,612

Rata-rata   0,247 0,269 0,334 0,355 0,416 0,529

73

Lanjutan Lampiran 12. Data pertumbuhan rambut kelinci dari minggu ke- 1

sampai minggu ke- 6

Tabel 17. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 3

WaktuKelompok kelinci

Panjang Rambut (cm)

Normal BasisFA

(2,5%)

FB

(5%)

FC

(7,5%)Positif

Minggu 3

1 0,480 0,485 0,855 0,950 0,998 1,025

2 0,770 0,632 0,770 0,644 1,005 0,860

3 0,400 0,405 0,867 0,587 0,667 0,855

4 0,275 0,835 0,572 0,853 0,985 1,033

5 0,367 0,460 0,695 0,776 1,050 1,090

Rata-rata   0,458 0,563 0,752 0,762 0,941 0,973

Tabel 18. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 4

WaktuKelompok

kelinci

Panjang Rambut (cm)

Normal BasisFA

(2,5%)

FB

(5%)

FC

(7,5%)Positif

Minggu 4

1 0,495 0,495 0,885 1,203 1,005 1,108

2 0,875 0,820 0,800 0,750 1,160 1,280

3 0,413 0,610 0,943 0,878 0,845 1,010

4 0,370 0,850 0,980 1,108 1,075 1,085

5 0,465 0,495 0,740 0,850 1,110 1,260

Rata-rata   0,524 0,654 0,870 0,958 1,039 1,149

74

Lanjutan Lampiran 12. Data pertumbuhan rambut kelinci dari minggu ke- 1

sampai minggu ke- 6

Tabel 19. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 5

WaktuKelompok kelinci

Panjang Rambut (cm)

Normal BasisFA

(2,5%)

FB

(5%)

FC

(7,5%)Positif

Minggu 5

1 0,975 0,545 0,898 1,310 1,814 1,920

2 0,925 0,920 1,110 1,215 1,875 1,775

3 0,475 0,790 1,610 0,910 1,825 1,925

4 0,575 1,075 1,405 1,245 1,925 1,995

5 0,733 1,010 1,120 1,330 1,610 2,015

Rata-rata   0,737 0,868 1,229 1,202 1,810 1,926

Tabel 20. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 6

WaktuKelompok

kelinci

Panjang Rambut (cm)

Normal BasisFA

(2,5%)

FB

(5%)

FC

(7,5%)Positif

Minggu 6

1 1,040 1,110 1,180 1,390 2,355 2,810

2 0,945 1,060 1,115 1,320 2,230 2,770

3 1,450 1,885 2,440 1,410 2,255 2,575

4 0,880 1,095 1,625 1,305 2,450 3,060

5 1,050 1,200 1,935 1,825 2,410 3,120

Rata-rata   1,073 1,270 1,659 1,450 2,340 2,867

75

Lampiran 13. Uraian bahan formulasi sediaan emulsi

1. PEG 40 Hydrognated Castrol Oil

Polyethilenglicol-40 Hydrogenated Castor oil merupakan pengemulsi

nonionik dengan HLB 13, berwarna putih sampai kekuningan, dan memiliki

rumus molekul C57H110O9(CH2CH2O)n. Umumnya, PEG-40 Hydrogenated

Castor oil, digunakan untuk emulsi minyak dalam air. Aplikasinya banyak

digunakan sebagai agen pengemulsi, agen penstabil, dan agen pengondisian

viskositas formula parfum atau kosmetik (Chesam, 2011).

PEG 40 Hydrognated Castrol Oil adalah surfaktan yang telah banyak

digunakan untuk formulasi sediaan topikal diantaranya untuk pembuatan

lotion perawatan kulit, produk kulit bayi, produk perawatan rambut,

perawatan kulit dari cahaya matahari. PEG 40 Hydrognated Castrol Oil

berbentuk semisolid berwarna putih dan dapat mencair pada suhu 30°C. PEG 40 Hydrognated Castrol Oil dapat larut dalam air, etanol, minyak,

aseton (Rowe, 2006).

2. Aquadest

Cairan jernih tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna, memiliki titik

didih 100°C berfungsi sebagai pelarut (FI Edisi III, 1979).

3. Gliserin

Cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau, higroskopis, rasa manis,

memiliki fungsi sebagai kosolven, emulien serta memiliki titik leleh 17,8°C

(Rowe, 2006).

4. Caprilyc/ capric trigliserida

Caprilyc adalah minyak lemak yang diperoleh dari pengepresan endosperma

kelapa dan telah mengalami proses fraksinasi serta pemurnian. Caprilyc

berupa cairan jernih, tidak berwarna , bau khas, tidak tengik, tidak larut

dalam air, larut dalam 3 bagian etanol pada suhu 60°C, sangat mudah larut

dalam kloroform, eter, metilen klorida dan dalam minyak (Rowe, 2006).

76

5. Methyl Paraben

Gambar 17. Rumus Bangun MetilParaben

(Sumber: Wade and Weller, 1994)

Methyl Paraben atau nipagin merupakan serbuk Kristal putih atau tidak

berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilenglikol, sedikit

larut dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk

sediaan kosmetik, makanan dan sediaan farmasi. Efektif pada rentang pH

yang besar dan mempunyai spectrum antimikroba yang luas meskipun lebih

efektif terhadap jamur dan kapang. Campuran paraben digunakan untuk

mendapatkan pengawet yang efektif. Konsentrasi yang digunakan untuk

sediaan topikal adalah 0,02-0,3%. (Wade and Weller, 1994),

6. PropilParaben

Gambar 18. Rumus Bangun Propil Paraben

(Sumber: Wade and Weller, 1994)

Nipasol atau propilparaben merupakan serbuk Kristal putih atau tidak

bewarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilenglikol, sedikit

larut dalam air. Propilparaben yang memiliki aktivitas sebagai antimikroba,

umumnya digunakan sebagai pengawet untuk sediaan farmasi, kosmetik dan

77

makanan. Konsentrasi yang digunakan untuk sediaan topical adalah 0,01-

0,6% (Wade and Weller, 1994).

7. Etanol 70%

Etanol encer adalah campuran etanol P dengan air. Dibuat dengan

mencampurkan 73,7 ml etanol P dan air hingga 100 ml. Mengandung tidak

kurang dari 69,9% dan tidak lebih dari 70,8% v/v C2H5OH. Etanol 70%

berupa cairan jernih mudah menguap dan mudah bergerak, tidak berwarna,

bau khas, rasa terbakar pada lidah, mudah terbakar dengan bobot jenis

antara 0,882 dan 0,886.(FI Edisi IV, 1995).

78

Lampiran 14. Daftar alat-alat yang digunakan pada penelitian

Oven Memmert Rotary Evaporator Tanur

Moisture balance Neraca Analitik Viskometer Brookfield

Homogenizer pH meter Jangka Sorong

Gambar 19. Alat-alat Pada Penelitian

(Sumber : Dokumen Pribadi)

79

Lampiran 15. Data Keterangan Jenis Kelinci Percobaan

80

Lampiran 16. Gambar cara pengukuran panjang rambut.