~wrl1061.tmpyg

36
PENDAHULUAN Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi pada kulit yang bersifat kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan sering terjadi pada anak-anak dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan Imunoglobulin E (IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergika dan asma bronkial. Dermatitis atopik disebut juga dengan ekzema atopik. 1,5 Dermatitis atopik umumnya terjadi pada orang yang menderita penyakit alergi. Prevalensinya mencapai 80%, dengan kasus terbanyak pada anak usia di bawah 2 tahun. Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin di tahun-tahun pertama kehidupan, tetapi yang paling sering pada wanita (60%) dibandingkan pada laki-laki (40%) setelah berusia 6 tahun. Dermatitis atopik ini biasanya cenderung untuk mengalami kekambuhan sebelum usia 5 tahun pada 40-80 % kasus dan 60- 90% pada usia 15 tahun. 2 Prevalensi dan insidensi dermatitis atopik pada masing-masing negara memiliki perbedaan, perbedaannya tegantung pada kriteria diagnostik yang dipilih negara tersebut. Namun, beberapa badan internasional menggunakan alat diagnostik yang sama ternyata memiliki perbedaan signifikan, dikarenakan faktor genetika dan faktor lingkungan. Di Indonesia tahun 2012 terdapat 1,1 % pasien DA berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani dermatologi 1

Upload: adi-rinaldi

Post on 17-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hvhvhh

TRANSCRIPT

Page 1: ~WRL1061.tmpyg

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) merupakan inflamasi pada kulit yang bersifat

kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan sering terjadi pada anak-anak

dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan peningkatan

Imunoglobulin E (IgE) dan penyakit atopi lainnya seperti rhinitis alergika dan

asma bronkial. Dermatitis atopik disebut juga dengan ekzema atopik.1,5

Dermatitis atopik umumnya terjadi pada orang yang menderita penyakit

alergi. Prevalensinya mencapai 80%, dengan kasus terbanyak pada anak usia di

bawah 2 tahun. Tidak ada perbedaan antara jenis kelamin di tahun-tahun pertama

kehidupan, tetapi yang paling sering pada wanita (60%) dibandingkan pada laki-

laki (40%) setelah berusia 6 tahun. Dermatitis atopik ini biasanya cenderung

untuk mengalami kekambuhan sebelum usia 5 tahun pada 40-80 % kasus dan 60-

90% pada usia 15 tahun.2

Prevalensi dan insidensi dermatitis atopik pada masing-masing negara

memiliki perbedaan, perbedaannya tegantung pada kriteria diagnostik yang dipilih

negara tersebut. Namun, beberapa badan internasional menggunakan alat

diagnostik yang sama ternyata memiliki perbedaan signifikan, dikarenakan faktor

genetika dan faktor lingkungan. Di Indonesia tahun 2012 terdapat 1,1 % pasien

DA berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun 2013 dari laporan 5 rumah sakit yang

melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan, RS Dr. Kandou Manado, RSU

Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang tercatat sejumlah 261 kasus diantara

2356 pasien baru (11,8%). 2,3

Dermatitis atopik dapat terjadi melalui hasil interaksi kompleks antara

kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya gangguan sawar kulit, gangguan

pada sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat terhadap

alergen. Terdapat dua jenis bentuk DA, yakni bentuk ekstrinsik (Ig-E associated)

dan bentuk intrinsik (non Ig-E associated). Pada bentuk ekstrinsik terjadi

sensitisasi terhadap alergen lingkungan yang disertai dengan peningkatan serum

IgE, sedangkan bentuk intrinsik terjadi sensitisasi terhadap alergen lingkungan

disertai dengan serum IgE yang rendah.4

1

Page 2: ~WRL1061.tmpyg

Terapi DA membutuhkan pendekatan sistematis dan multifaktorial yang

merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapi farmakologis, identifikasi dan eliminasi

faktor penyebab seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stres emosional yang

bersifat individual. Agen topikal digunakan untuk terapi penyakit yang

terlokalisasi dan ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik digunakan untuk

yang lebih luas dan berat 5

2

Page 3: ~WRL1061.tmpyg

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Dernatitis atopik merupakan penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat

kronik berulang yang disertai dengan rasa gatal dan dapat terjadi pada anak-anak

dan dewasa. Dermatitis atopik sering dikaitkan dengan penyakit atopi lainnya

seperti rhinitis alergika dan asma bronkial.1,5,11

Etiologi

Penyebab terjadinya DA merupakan hasil interaksi kompleks antara

kelainan genetik yang menyebabkan terjadinya gangguan sawar kulit, gangguan

pada sistem imun bawaan dan respon imunologik yang meningkat terhadap

alergen. Terdapat dua jenis bentuk DA, yakni bentuk ekstrinsik (Ig-E associated)

dan bentuk intrinsik (non Ig-E associated). Pada bentuk ekstrinsik terjadi

sensitisasi terhadap alergen lingkungan yang disertai dengan peningkatan serum

IgE, sedangkan bentuk intrinsik terjadi sensitisasi terhadap alergen lingkungan

disertai dengan serum IgE yang rendah. Selain pengaruh faktor genetik yang

berperan, ada karakteristik lain yang berperan dalam terjadinya DA yaitu:4

1. Fungsi sawar kulit (seperti kulit kering) yang abnormal akibat metabolisme

lipid dan/atau epidermis yang abnormal pada kulit, seperti defisiensi

inhibitor protease.

2. Kolonisasi mikroba abnormal dengan organisme patogen seperti

Staphylococcus aureus atau Malassezia furfur dan selanjutnya

meningkatkan kecenderungan menjadi infeksi kulit.

3. Pengaruh psikosomatis yang kuat dengan ketidakseimbangan dalam sistem

saraf otonom yang mengakibatkan peningkatan produksi mediator dari

berbagai sel inflamasi.

Epidemiologi

Dermatitis atopik merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum

yang mempengaruhi hingga 20% pada anak-anak dan 1-3% pada orang dewasa di

sebagian besar negara dari dunia. DA sering merupakan dampak utama dalam

perkembangan penyakit atopik lain seperti rhinitis dan atau asma.4 Angka

3

Page 4: ~WRL1061.tmpyg

prevalensinya meningkat pesat pada dekade terakhir. Di Indonesia tahun 2012

terdapat 1,1 % pasien dermatitis atopik berusia 13-14 tahun. Sedangkan tahun

2013 dari laporan 5 rumah sakit yang melayani dermatologi anak yaitu Dr. Hasan

Sadikin Bandung, RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Adam Malik Medan,

RS Dr. Kandou Manado, RSU Palembang dan RSUD Sjaiful Anwar malang

tercatat sejumlah 261 kasus diantara 2356 pasien baru (11,8%). 3

Patofisiologi

Dermatitis atopik adalah penyakit kulit inflamatori dengan gejala gatal

yang terjadi akibat interaksi komplek yang mengakibatkan tidak efektifnya sawar

kulit, kerusakan sistem imun, dan meningkatnya respon imunologik terhadap

alergen dan antigen mikrobial. Menurunnya fungsi sawar kulit akibat penurunan

regulasi gen cornified envelope (filaggrin dan loricrin), penurunan level ceramid,

peningkatan level enzim proteolitik endogen, dan peningkatan kehilangan cairan

trans-epidermal.5

Penggunaan sabun dan detergen ke kulit akan meningkatkan pH, yang

berakibat meningkatkan aktivitas protease endogen, yang selanjutnya menambah

kerusakan fungsi sawar kulit. Sawar epidermis dapat pula dirusak oleh pajanan

protease eksogen S aureus. Perubahan epidermis tersebut berpengaruh dalam

meningkatkan absorpsi alergen dan kolonisasi mikrobial ke dalam kulit.5

Sitokin dan Kemokin

Interaksi yang kompleks dari barier kulit, genetik, lingkungan,

farmakologi, dan faktor imunologi. Reaksi hipersensitivitas tipe I (IgE-mediated)

terjadi sebagai akibat dari pelepasan zat vasoaktif dari sel mast dan basofil yang

telah peka oleh interaksi antigen dengan IgE. Peran IgE dalam DA masih belum

sepenuhnya diketahui, namun sel langerhans memiliki afinitas tinggi terhadap

reseptor IgE melalui reaksi yang dimediasi. TH1 dan TH2 berkontribusi pada

peradangan kulit dermatitis atopik. Infiltrasi sel T pada DA dikaitkan dengan

interleukin (IL) 4 dan IL-13, dan peradangan kronis pada DA ditandai dengan

peningkatan IL-5, granulosit-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF),

IL-12 dan interferon (IFN). Dengan demikian, peradangan kulit pada DA

menunjukkan pola bifasik aktivasi sel T.6

4

Page 5: ~WRL1061.tmpyg

Dermatitis atopik akut disertai dengan produksi sitokin dari sel Th2, IL-4

dan IL-13, yang memediasi pergeseran isotip imunoglobulin ke sintesis IgE, dan

upregulasi ekspresi molekul adesi pada sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan

dalam perkembangan dan kelangsungan hidup eosinofil, dan hal ini dominan pada

DA kronik. Produksi GM-CSF yang meningkat akan menghambat apoptosis

monosit, sehingga berkontribusi dalam persistensi DA. Bertahannya DA kronik

melibatkan pula sitokin sel Th1-like, IL-12 dan IL-18, IL-11, dan TGF-β1. 5

Gambar 1. Patofisiologi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik berhubungan erat dengan faktor genetik berupa peran

potensial dari gen barier kulit dan gen respon imun. Hilangnya fungsi akibat

mutasi protein sawar epidermal, terbukti merupakan faktor predisposisi utama

DA. Gen filaggrin terdapat pada kromosom 1q21, yang mengandung gene (loricrin

dan S100 calcium binding proteins) dalam kompleks diferensiasi epidermal, yang

diketahui diekspresikan selama diferensiasi terminal epidermis. Analisis DNA

microarray membuktikan adanya upregulasi calcium binding proteins dan

downregulasi loricrin dan filaggrin pada DA. Variasi dalam gen SPINK5 (yang

diekspresikan dalam epidermis teratas) yang menghasilkan LEK1, menghambat 2

serine proteases yang terlibat dalam skuamasi dan inflamasi (tryptic dan chymotryptic

5

Page 6: ~WRL1061.tmpyg

enzymes), mengakibatkan gangguan keseimbangan antara protease dan inhibitor

protease. Ketidakseimbangan tersebut berkontribusi dalam inflamasi kulit pasien DA. 5

Selain respons imun pada kulit di atas, terjadi juga perubahan respons

imun sistemik pada DA, sebagai berikut:7

1. Sintesis IgE meningkat

2. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat, termasuk terhadap

makanan, aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen

3. Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit

meningkat

4. Pelepasan histamin dari basofi l meningkat

5. Respons hipersinsitivitas lambat terganggu

6. Eosinofilia

7. Sekresi IL-1, IL-5, dan IL-3 oleh sel Th2 meningkat

8. Sekresi IFN-γ oleh sel Th1 menurun

9. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat

Kadar CAMP-fosfodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-

10 dan PGE2.

Gejala Klinis

Keluhan gatal adalah gambaran menonjol dari DA, dimanifestasikan

sebagai hiperreaktivitas kulit dan garukan setelah pajanan alergen, perubahan

kelembaban, keringat berlebihan, dan iritan konsentrasi rendah.5

Keluhan gatal dapat intermiten sepanjang hari dan lebih parah menjelang

senja dan malam. Sebagai konsekuensi keluhan gatal adalah garukan, prurigo

papules, likenifikasi, dan lesi kulit eksematosa. Lesi akut ditandai keluhan gatal

intens, papul eritem disertai ekskoriasi, vesikel di atas kulit eritem, dan eksudat

serosa. Lesi subakut ditandai papul eritem, ekskoriasi, skuamasi. DA kronik

ditandai oleh plakat kulit tebal, likenifikasi (accentuated skin markings), dan

papul fibrotik (prurigo nodularis). 5

Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi menurut usia pasien dan

aktivitas penyakit. Pada bayi, DA umumnya lebih akut dan terutama mengenai

wajah, scalp, dan bagian ekstensor ekstremitas. Daerah diaper (popok) biasanya

tidak terkena. Pada anak yang lebih tua, dan pada yang telah menderita dalam

6

Page 7: ~WRL1061.tmpyg

waktu lama, stadium penyakit menjadi kronik dengan likenifikasi dan lokalisasi

berpindah ke lipatan fleksura ekstremitas. 5

Dermatitis atopik sering mereda dengan pertambahan usia, dan individu dewasa

tersebut mempunyai kulit yang peka terhadap gatal dan peradangan bila terpajan iritan

eksogen. Eksema tangan kronik mungkin merupakan manifestasi primer dari banyak

orang dewasa dengan DA. 5

Gambar 2. Gambaran klinis DA pada anak

Penegakan Diagnosis

Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Tidak ada gambaran klinis tunggal pembeda atau tes laboratorium diagnostik

untuk DA, sehingga diagnosis didasarkan pada temuan klinis oleh Hanifin &

Rajka (Tabel 1.1).

Tabel 1. Kriteria mayor dan minor dermatitis atopik5

Kriteria Mayor ( ≥ 3)

Kriteria Minor (≥ 3)

1. Gatal2. Morfologi dan

distribusi lesi khas: likenifikasi fleksural atau hiperlinearis pada dewasa. Mengenai wajah

1. Kulit kering2. Iktiosis/

hiperlineas palmar/keratosis pilaris

3. Peningkatan kadar IgE serum

4. Usia awitan dini5. Kecenderungan

11. Keratokonus12. Katarak subkapsuler

anterior13. Hiperpigmentasi daerah

orbita14. Kemerahan/kepucatan di

pipi15. Pitiriasis alba16. Dermatitis di lipatan

7

Page 8: ~WRL1061.tmpyg

dan ekstensor pada bayi dan anak.

3. Dermatitis kronik atau kronik berulang.

4. Riwayat atopi pada pasien atau keluarga.

mendapat infeksi kulit akibat gangguan imunitas seluler

6. Kecenderungan mendapat dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki

7. Eksema pada putting susu

8. Kelitis9. Konjungtivitis

berulang10. Lipatan orbita

Dennie-Morgan

leher anterior17. Gatal bila berkeringat18. Intoleransi terhadap wol

dan pelarut lemak19. Aksentuasi perifolikuler20. Intoleransi makanan21. Perjalanan penyakit

dipengaruhi lingkungan/emosi

22. Dermografisme putih/delayed blanch

Diagnosis Banding

Dalam diagnosis banding, terdapat sejumlah penyakit kulit inflamasi,

imunodefisiensi, penyakit genetik, penyakit infeksi, dan infestasi yang mempunyai

gejala dan tanda yang sama dengan DA, yaitu: 5

1. Dermatitis kontak (alergik dan iritan)

2. Dermatitis seboroik

3. Skabies

4. Psoriasis

5. Iktiosis vulgaris

6. Dermatofitosis

7. Liken simplek kronikus

8. Dermatitis numularis

8

Page 9: ~WRL1061.tmpyg

Penatalaksanaan

9

Pasien dengan riwayat dermatitic pruritis

Gejala pada pasien dimasukkan dalam kriteria Hanifin-Rajka

Langkah-langkah perawatan kulit secara umum :

1. Edukasi2. Hidrasi kulit dan pemakaian emolien/ pelindung sawar kulit3. Menghindari iritan4. Identifikasi dan hindari alergen pencetus5. Penggunaan terapi antiinflamasi (topikal steroid, oenghambat

calcineurin topikal)6. Pemberian obat antipruritus (antihistamin sedatif)7. Identifikasi dan pengobatan terhadap infeksi sekunder seperti

bakteri, virus atau jamur.8. Pengobatan terhadap aspek psikososial penyakit.

+ -Pikirkan diagnosa lainnya.

Keberhasilan terapi+

Titrasi terapi topikal, hanya menggunakan emolien/ pelindung sawar kulit. Untuk steroid topikal dan calceneurin topikal diberikan jika perlu saja

-

Tinjau kembali diagnosa DAMempertimbangkan peran agen infeksius yang tidak dikenal, alergen dan lain-lain.Memepertimbangkan keterbatasan pasien dalam memahami rencana terapi

Keberhasilan terapi

+

Konsultasi dengan spesialis DAPertimbangkan untuk biopsi kulit Pertimbangkan untuk rawat inapPertimbangkan untuk mendapat terapi siklosporin A, terapi ultraviolet dan lain-lain.

-

Page 10: ~WRL1061.tmpyg

Gambar 3. Skema Pendekatan Pada Pasien DA5

Prinsip terapi :

1. Hindari paparan antigen

2. Cegah timbulnya ikatan antigen dengan IgE

3. Hambat sekresi mediator radang yang disekresi mastosit dan eosinofil

4. Cegah infeksi berarti mencegah kekambuhan 4

A. Non Medikamentosa

Untuk memperoleh keberhasilan terapi DA, diperlukan pendekatan

sistematik meliputi hidrasi kulit dan identifikasi serta eliminasi faktor pencetus

seperti iritan, alergen, infeksi, dan stressor emosional. Selain itu, rencana terapi

harus individualistik sesuai dengan pola reaksi penyakit, termasuk stadium

penyakit dan faktor pencetus unik dari masing-masing pasien.5

B. Medikamentosa

Hidrasi kulit

Pasien DA menunjukkan penurunan fungsi sawar kulit dan xerosis yang

mempengaruhi terjadinya fisura mikro kulit yang dapat menjadi jalan masuk patogen,

iritan dan alergen. Problem tersebut akan dipengaruhi oleh musim dan lingkungan kerja

tertentu. Mandi dengan sabun berpelembab minimal 20 menit dilanjutkan dengan

pemberian emollient (untuk menahan kelembaban) dapat meringankan gejala. Terapi

hidrasi bersama dengan emolien dapat mengembalikan dan memperbaiki sawar lapisan

kulit, dan dapat mengurangi pemakaian steroid topikal. 5

Steroid topical

Karena steroid memiliki efek samping, maka pemakaian steroid topikal hanya

diberikan pada DA eksaserbasi akut. Setelah fase akut DA berakhir, maka pemberian

steroid jangka panjang dapat dipertahankan pada sebagian pasien dengan pemakaian

fluticasone 0.05% 2 x/minggu pada area yang telah sembuh. Steroid poten harus

dihindari pada wajah, genitalia dan daerah lipatan. Steroid dioleskan pada lesi dan

emolien diberikan pada kulit yang tidak terkena. Steroid ultra-poten hanya boleh

dipakai dalam waktu singkat dan pada area likenifikasi (tetapi tidak pada wajah

atau lipatan). Steroid mid-poten dapat diberikan lebih lama untuk DA kronik pada

10

Page 11: ~WRL1061.tmpyg

badan dan ekstremitas. Efek samping local meliputi stria, atrofi kulit, dermatitis

perioral, dan akne rosasea.5

Inhibitor kalsineurin topical

Takrolimus dan pimekrolimus topikal telah dikembangkan sebagai

imunomodulator nonsteroid. Salap takrolimus 0.03% telah disepakati sebagai terapi

intermiten DA derajat sedang-berat pada anak ≥ 2 tahun dan takrolimus 0.1%

untuk dewasa. Krim pimekrolinus 1% untuk anak ≥ 2 tahun dengan DA derajat

ringan-sedang. Kedua obat ini efektif dan aman dipakai sebagai terapi sampai 4 tahun

(untuk pemakaian takrolimus) dan 2 tahun (untuk pimekrolimus). Kedua bahan

tersebut tidak menyebabkan atrofi kulit, sehingga aman untuk wajah dan lipatan, dan

tidak menyebabkan peningkatan kecenderungan mendapat superinfeksi virus. 5

Antibiotik topical

Sefalosporin dan golongan penicillins (dikloksasilin, oksasilin, kloksasilin)

diberikan untuk pasien yang tidak resisten terhadap strain S. aureus. Stafilokokus

yang resisten golongan tersebut memerlukan kultur dan uji sensitivitas untuk

menentukan obat yang cocok. 5

Mupirosin topikal dapat berguna untuk lesi yang mengalami infeksi sekunder.

Terapi antivirus juga dapat diberikan apabila terdapat infeksi herpes simplek kulit.

Infeksi dermatofit dapat menyebabkan eksaserbasi DA, sehingga harus diterapi

dengan anti-jamur topikal atau sistemik.5

Preparat ter

Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit tetapi

tidak sekuat steroid topikal. Preparat ter dapat mengurangi potensi steroid topikal

yang diperlukan pada terapi pemeliharaan DA kronis. Preparat ter tidak boleh

diberikan pada lesi kulit radang akut, karena dapat terjadi iritasi kulit. Efek

samping ter di antaranya folikulitis dan fotosensitif.5

Anti-pruritus sistemik

Steroid topikal dan hidrasi kulit sering mengurangi keluhan gatal. Namun

pemberian antihistamin sistemik dapat memblok reseptor H1 dalam dermis,

sehingga dapat menghilangkan pruritus akibat pelepasan histamin. Karena pruritus

biasanya lebih parah pada malam hari, maka dianjurkan pemberian antihistamin

sedatif, hidroksizin, doksepin atau difenhidramin, yang mempunyai efek samping

11

Page 12: ~WRL1061.tmpyg

mengantuk bila diberikan pada waktu tidur. Doksepin memiliki efek antidepresan dan

efek blok terhadap reseptor H1 dan H2. Obat ini dapat diberikan dengan dosis 10-

75 mg oral malam hari atau sampai 2 x 75 mg pada pasien dewasa. Pemberian

doksepin 5% topikal jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi pruritus tanpa

menimbulkan sensitisasi. Walaupun demikian, dapat terjadi efek sedasi pada

pemberian topical area yang luas dan dermatitis kontak alergik. 5

Pemberian antihistamin non-sedatif akan menunjukkan hasil yang bervariasi,

dan akan berguna bila DA disertai dengan urtikaria atau rhinitis alergika.5

Steroid sistemik

Pemberian steroid sistemik sering dipilih karena terapi topikal dan hidrasi

kulit memberikan hasil yang lambat. Pemakaian kortikosteroid oral diberikan

pada kasus DA fase akut dan jarang pada DA fase kronik. Jenis kortikosteroid

yang diberikan untuk mempercepat hilangnya gejala pada fase akut biasanya

adalah golongan kortikosteroid potensi sedang sampai tinggi dengan pemberian

jangka pendek. Outcome pasien setelah pemberian steroid sistemik sering disertai

rebound flare berat setelah pemakaian steroid dihentikan. Bila ini diberikan, perlu

dilakukan tappering off dosis. 1, 5

Siklosporin sistemik

Siklosporin adalah obat imunosupresif poten yang bekerja terutama terhadap

sel T dengan cara menekan transkripsi sitokin. Pasien DA dewasa dan anak yang

refrakter terhadap terapi konvensional, dapat berhasil dengan siklosporin jangka

pendek. Dosis 5 mg/kg umumnya dipakai dalam pemakaian jangka pendek dan

panjang (1 tahun). Penghentian terapi dapat menyebabkan kekambuhan. Selain itu

siklosporin dapat meningkatkan kreatinin serum, gangguan ginjal dan hipertensi.5

Fototerapi

Saat ini, sinar ultraviolet telah digunakan sebagai terapi pada dermatitis

atopik. Kombinasi UVA dan UVB dapat berguna sebagai terapi penyerta DA.

Target UVA dengan/tanpa psoralen adalah sel LC dan eosinofil, sedangkan UVB

berfungsi imunosupresif melalui penghambatan fungsi sel penyaji antigen, LC dan

merubah produksi sitokin oleh keratinosit. Efek samping jangka pendek berupa

eritema, nyeri kulit, gatal, dan pigmentasi, sedangkan efek samping jangka

panjang adalah penuaan kulit dan keganasan. 5, 8

12

Page 13: ~WRL1061.tmpyg

Tabel 2. Efek Samping Kortikosteroid Sistemik 7

Tempat Efek Samping

Saluran cerna Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi

gaster, ulkus peptikum/perforasi, pancreatitis,

ilieitis regional, colitis ulseratif

Otot Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu

Sususan saraf pusat Perubahan kepribadian (euphoria, insomnia,

gelisah, psikosis, paranoid, hiperkinesis,

Tulang Osteoporosis, fraktur kompresi vertebrae, skoliosis,

fraktur tulang panjang

Kulit Hirsustisme, hipotrofi, strie atrofise, dermatoformis

akneformis, purpura, telangiektasis.

Mata Katarak subskapular posterior, glaukoma

Darah Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit, limfosit

Pembuluh darah Kenaikan tekanan darah

Kelenjar adrenal bagian

korteks

Atrofi, tidak bisa melawan stress

Metabolism protein,

karbohidrat dan lemak

Kehilangan protein, hiperlipidemia, gula meninggi,

obesitas, buffalo bump, perlemakan hati

Elektrolit Retensi Na/air, kehilangan kalium

Sistem imunitas Menurun, rentan terhadap infeksi, reaksi

tuberculosis dan herpes simpleks, keganasan

13

Page 14: ~WRL1061.tmpyg

Penggolongan

Kortikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan berdasarkan potensi

klinisnya, yaitu sebagai berikut.

Tabel 4. Potensi Kortikosteroid TopikalKlasifikasi Nama Generik

Golongan 1: (super poten) 0,05% betamethason dipropionate0,05% diflorasone diacetate0,05% clobetasol propionate0,05% halobetasol propionate

Golongan II: (potensi tinggi) 0,1% amcinonide0,05% betamethasone dipropionate0,01% mometasone fuorate0,05% diflorasone diacetate0,01% halcinonide0,05% fluocinonide0,05% diflorasone diacetate0,05% betamethasone dipropionate0,25% desoximetasone0,05% desoximetasone

Golongan III: (potensi tinggi) 0,1% amcinonide0,05% betamethasone dipropionate0,01% mometasone fuorate0,05% diflorasone diacetate0,01% halcinonide0,05% fluocinonide0,05% diflorasone diacetate0,05% betamethasone dipropionate0,25% desoximetasone0,05% desoximetasone

Golongan IV: (potensi medium)

0,1% triamcinolone acetonide0,05% flurandrenolide0,1% mometasone furoate0,1% triamcinolone acetonide0,025% fluocinolone acetonide0,2% hydrocortisone valerate

Golongan V: (potensi medium)

0,05% flurandrenolide0,05% fluticasone propionate0,1% prednicarbate0,05% betamethasone dipropionate0,1% triamcinolone acetonide0,1% hydrocortisone butyrate0,025% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate0,2% hydrocortisone valerate

14

Page 15: ~WRL1061.tmpyg

Golongan VI: (potensi medium)

0,05% aclometasone0,1% triamcinolone acetonide0,05% desonide0,025% triamcinolone acetonide0,1% hydrocortisone butyrate0,01% fluocinolone acetonide0,05% desonide0,1% betamethasone valerate

Golongan VII: (potensi lemah)

Obat topical dengan hidrokortison,  dekametason, glumetalone, prednisolone, dan metilprednisolone

Penggunaan kortikosteroid topikal pada kulit memiliki efek samping

berupa atrofi kulit, Acneiform reaction, hipertrikosis, perubahan pigmen kulit,

mencetuskan infeksi mikroorganisme patogen dan reaksi alergi.5

15

Page 16: ~WRL1061.tmpyg

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : An. MSA

Umur : 2 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Punge

Pekerjaan : Dibawah umur

Status Pernikahan : Belum Menikah

HP/ Telp :

Nomor CM : 1-03-79-82

Tanggal Periksa : 26 Januari 2015

Anamnesis

Keluhan Utama : Gatal di tangan kanan dan kaki kanan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dibawa orangtuanya dengan keluhan gatal pada tangan dan

kaki sejak satu minggu yang lalu. Gatal muncul secara tiba-tiba. Awalnya berupa

bintil-bintil kecil kemerahan dan terasa gatal memberat terutama sewaktu pasien

berkeringat dan pada saat malam hari. Saat gatal muncul pasien selalu menggaruk

di bagian tersebut. Satu minggu sebelum gatal muncul, pasien mengeluh adanya

bercak kemerahan sebesar biji jagung pada tangan. Bercak kemerahan dirasakan

semakin lama semakin membesar dan muncul hingga ke kaki. Ibu pasien juga

mengatakan permukaan kulit terasa kering dan bersisik.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Ibu kandung pasien memiliki riwayat penyakit asma bronchial dan

mengalalami gatal-gatal pada kulit seperti pasien. Ibu pasien mengaku alergi

dingin dan pernah memiliki riwayat sesak nafas.

16

Page 17: ~WRL1061.tmpyg

Riwayat Kebiasaan Sosial :

Pasien mandi 2 kali sehari.

Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Frekuensi nadi : 78 kali/menit

Frekuensi nafas : 20 kali/menit

Pemeriksaan Fisik Kulit

Status Dermatologis

Regio : brachii dan antebrachii dextra dan tibia dextra

Gambar 4. Lesi pada regio brachii dan antebrachii dextra

Gambar 5. Lesi pada regio tibia dextra

17

Page 18: ~WRL1061.tmpyg

Deskripsi Lesi :

Tampak makula eritematous berbatas tidak tegas, ukuran miliar hingga

lenticular dengan skuama tipis diatasnya distribusi simetris.

Diagnosis Banding

1. Dermatitis Atopik

2. Dermatitis Kontak Alergika

3. Dermatitis Seboroik

4. Psoriasis Vulgaris

5. Skabies

Pemeriksaan Penunjang

- Uji klinis white dermographysm Negatif, didapatkan adanya triple

phenomena Lewis .

- Fenomena Kaarsvlek.

- Autzpitz sign

- Koebner phenomenon

Pemeriksaan Anjuran Lanjutan

- Atopic patch test dan prick test

- Pemeriksaan laboratorium :

1. Darah tepi

2. Level serum IgE

Resume

Seorang anak laki-laki, 2 tahun, datang dibawa oleh orangtuanya dengan

keluhan gatal sejak satu minggu yang lalu. Gatal memberat terutama sewaktu

pasien berkeringat dan pada saat malam hari. Ibu pasien juga mengatakan

permukaan kulit terasa kering dan bersisik. Ibu kandung pasien memiliki riwayat

asma bronkial. Hasil pemeriksaan fisik kulit pada regio brachii, antebrachii dan

tibia dextra tampak makula eritematous berbatas tidak tegas, ukuran miliar -

lentikular dengan skuama tipis di atasnya distribusi simetris. Pemeriksaan White

dermograpysm didapatkan adanya triple phenomena Lewis.

18

Page 19: ~WRL1061.tmpyg

Diagnosis Klinis

Dermatitis atopik

Tatalaksana

Farmakoterapi

Sistemik : Cetirizine 10 mg tablet 2x1 selama 5 hari

Metilprednisolon 8 mg tablet 3x1 selama 5 hari

Topikal : Tiamfenikol 2%

Desoximethasone 0,25 g oles di tangan dan kaki

(pagi, siang, dan malam)

Edukasi

Memakai pelembab untuk mencegah kulit agar tidak kering.

Menghindarkan suhu yang terlalu panas.

Mandi menggunakan sabun yang pH yang sama dengan pH kulit.

Jangan menggaruk di tangan atau kaki yang gatal.

Gunakan obat secara teratur.

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

19

Page 20: ~WRL1061.tmpyg

DISKUSI

Diagnosa Banding

Diagnosis banding

Definisi dan Manifestasi Klinis

Tipe LesiDistribusi

LesiDermatitis

AtopikInflamasi kulit kronis residif yang umumnya sering terjadi pada masa bayi dan anak, namun dapat juga terjadi pada dewasa.

Lesi berupa makula atau patch, papula, bisa disertai skuama, krusta, erosi dan likenifikasi. Pada lesi yang kronis, bentuk polimorf dan distribusi khas simetris.

Pada dewasa biasanya pada angggota gerak flexor.

Dermatitis kontak alergika

Inflamasi pada kulit melalui mekanisme imunologi, akibat paparan allergen eksogen.

Lesi berupa papula, vesikel, makula atau patch, disertai skuama, krusta, likenifikasi, bentuk polimorf, berbatas tegas sesuai alergen kontak.

Lesi muncul di bagian tubuh yang kontak dengan bahan alergen.

Likhen simpleks kronik

Peradangan kulit kronik dengan rasa sangat gatal ditandai dengan kulit menebal dan garis kulit terlihat lebih jelas.

Lesi berupa papul eritematous konfluens yang dapat berbentuk plak hiperpigmentasi akibat garukan, disertai likenifikasi dan sering terdapat ekskoriasi dengan skuama minimal.

Lesi sering muncul di bagian kepala, leher, anggota gerak extensor, sendi, dan genitalia.

20

Page 21: ~WRL1061.tmpyg

Dermatitis seboroik

Peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.

Lesi berupa makula eritematous yang ditutupi oleh papul milier berbatas tidak tegas dan skuama halus. Kadang ditemukan erosi dengan krusta yang sudah mongering berwarna kekuningan.

Biasa terdapat kulit kepala, belakang telinga, alis mata, ketiak, dada dan daerah suprapubis.

Psoriasis Vulgaris

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh skuama yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas.

Tampak plak eritematous dengan skuama tebal berbatas tegas.

Lesi dapat muncul pada siku, lutut, kepala, genitalia, dan kuku.

ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan faktor

resiko yang ada pada pasien. Berdasarkan kriteria Hanifin-Rajka, pasien memiliki

3 kriteria mayor serta 3 kriteria minor sehingga dapat didiagnosis dengan

dermatitis atopik. Adapun kriteria yang ada pada pasien adalah sebagai berikut.

A. Kriteria Mayor

- Pruritus

21

Page 22: ~WRL1061.tmpyg

- Morfologi dan distribusi khas

- Riwayat atopi pada keluarga (ibu kandung pasien mempunyai riwayat asma

bronkial dan memiliki keluhan gatal pada kulit seperti pasien)

B. Kriteria Minor

- Xerosis (kulit kering)

- Gatal bila berkeringat

- Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan (suhu)

Pasien dalam kasus ini merupakan anak laki-laki berusia 2 tahun. Angka

kejadian dermatitis atopik banyak terjadi pada anak- anak yaitu sekitar 10-20%,

akan tetapi penyakit ini masih dapat terjadi pada orang dewasa, yaitu sekitar 3%. 3

Gejala pruritus yang merupakan keluhan utama pada pasien dapat

diakibatkan oleh sel peradangan, ambang rasa gatal yang rendah akibat

kekeringan kulit, perubahan kelembaban udara, dan keringat berlebihan.

Kekeringan yang terjadi pada penderita DA diduga terjadi akibat kadar lipid

epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skin capacitance

(kemampuan stratum korneum mengikat air) menurun. Kekeringan kulit ini

menyebabkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan

sensasi untuk menggaruk, dimana garukan ini dapat menyebabkan kerusakan

sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain

untuk masuk ke dalam kulit.5

Pasien ini diberikan terapi kortikosteroid oral berupa metilprednisolon 3x8

mg, antihistamin oral yakni cetirizine 2x10 mg, dan kombinasi antibiotik dan

kortikosteroid topical (tiamisin 2%+ desoximethason krim oles di tangan dan

kaki). Desoximethasone adalah jenis kortikosteroid potensi tinggi (golongan II)

dan dapat diberikan pada penderita DA dewasa. 7

Dosis metilprednisolon yang digunakan pada pasien ini adalah 3x8 mg

selama 5 hari. Hal ini dikarenakan obat tersebut mempunyai efek imunosupresan

dan anti-inflamasi dan memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan topikal.

Pemberian cetirizine dimaksudkan sebagai antihistamin yang dapat mengurangi

rasa gatal pada pasien sehingga resiko untuk timbulnya ekskoriasi karena garukan

berkurang, dan resiko infeksi juga berkurang.5

22

Page 23: ~WRL1061.tmpyg

Pada pasien ini diberikan pemahaman agar menghindari faktor pencetus

penyakit agar tidak berulang. Faktor pencetus yang perlu diidentifikasi di

antaranya pajanan ekstrim suhu dan kelembaban, sabun atau detergen, pajanan

kimiawi, rokok, dan pakaian abrasif. 4 Dari anamnesis, pasien mengaku seorang

nelayan sehingga sering terpapar oleh matahari yang dapat mencetuskan

terjadinya gatal, sehingga edukasi yang diberikan adalah tidak bekerja untuk

sementara. Pasien juga diberikan pelembab untuk mencegah kulit kering yang

dapat mencetuskan DA. 5

23

Page 24: ~WRL1061.tmpyg

DAFTAR PUSTAKA

1. Eichenfield LF, Tom WL, Berger TG, Krol A, Paller AS, Schwarzenberger K, Bergman JN, et al. Guidlines for Care Management of Atopic Dermatitis. Section 2 : Management and Treatment of Atopic Dermatitis With Topical Therapies. J AM ACAD Dermatol. July 2014. (7) : 1. 116-132.

2. Sanchez J, Paez B, Macias A, Olmos C, Falco A. Atopic Dermatitis Guideline. Position Paper from the Latin American Society of Allergy, Asthma and Immunology. Revista Alergica Mexico. 2014 (61) 3 : 178-211.

3. Diana IA, dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Dermatitis Atopik di Indonesia. Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Jakarta. 2014. Hal.1.

4. Ring J, Alomar A, Bieber T, Deleuran M, Fink WA, et al. Guidelines for Treatment of Atopic Eczema (Atopic Dermatitis) Part I. JEADV. 2012. 26 : 1045-1060.

5. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis (Atopic eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, editor. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 146-58.

6. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology (5th ed). Part I: Disorders Presenting in the Skin and Mucous Membranes.  Section 2. Eczema/Dermatitis. 2007. New York : The Mc Graw Hill Companies.

7. Sularsito S, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

8. Sidbury, R, et al. Guidelines of Care for the Management of Atopic Dermatitis. Section 3: Management and Treatment With Phototherapy and Systemic Agent. J AM ACAD Dermatol. July 2014. (7) : 1. 327-349.

9. Guyton, et all. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007.10. Tjay, TH Rahardja K. Obat- Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-

Efek Samping Edisi V. Jakarta: Elexmedia Komputindo. 2002.11. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ Diseases Of The Skin

Clinical Dermatology. 10th ed.

24