(word) kelompok 5-konsep pangan lokal-thp a 2012

21
PAPER TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL “KONSEP PANGAN LOKAL” Disusun oleh: Feny Dyah Fitriyanti ( 121710101001 ) Tri Lestari ( 121710101003 ) Lynda Puspitasari ( 121710101013 ) Shelvy Khadijah ( 121710101032 ) Fitri Noer Megawati ( 121710101040 ) Rahayu Nagura Bakti ( 121710101043 )

Upload: cazperftp12

Post on 26-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

KONSEP PANGAN LOKAL

TRANSCRIPT

PAPERTEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKALKONSEP PANGAN LOKAL

Disusun oleh:Feny Dyah Fitriyanti ( 121710101001 )Tri Lestari ( 121710101003 )Lynda Puspitasari ( 121710101013 )Shelvy Khadijah ( 121710101032 )Fitri Noer Megawati ( 121710101040 )Rahayu Nagura Bakti ( 121710101043 )

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSIITAS JEMBER2014

ABSTRAK

Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan salah satu program utama di Indonesia karena ketahanan pangan menjadi isu yang penting di Indonesia, seperti isu masalah pangan beras masyarakat pada saat ini. Peningkatan konsumsi pangan beras tidak diimbangi dengan persediaan beras yang ada, selain itu pemerintah kurang memperhatikan kondisi pangan lokal yang menyebabkan kurang membumingnya pangan lokal tersebut. Namun, sekarang beberapa solusi sudah di jalankan baik itu dari pemerintah maupun masyarakat itu sendiri seperti dengan adanya diversifikasi pangan atau penganekaragaman jenis pangan. Pengembangan pangan lokal merupakan langkah pertama yang harus dilakukan untuk percepatan diversifikasi pangan. Dengan adanya pengembangan pangan lokal, dapat juga dilakukan pengaturan pola konsumsi masyarakat yang memenuhi angka kebutuhan gizi juga. Apabila diversifikasi pangan lokal yang memenuhi angka kebutuhan gizi masyarakat telah dilaksanakan maka akan terwujud ketahanan pangan.BAB 1. PENDAHULUAN

Sumber daya alam di Indonesia ini sangat melimpah, mulai dari potensi laut hingga pertaniannya. Sumber daya alam yang sangat melimpah ini harus ditangani oleh manusia sebagai mahluk hidup yang akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Interkasi tersebut akan terganggu apabila daya dukung yang tersedia bagi manusia masih kurang, hal ini akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan ekologi sehingga menyebabkan terjadinya dampak lingkungan dan dampak sosial bagi manusia itu sendiri.Tingginya impor akibat dari perkembangan era globalisasi menyebabkan terbukanya kesempatan untuk negara lain meningkatkan ekspor, termasuk produk pangan. Akibatnya, kita tidak mengenal makanan kita sendiri bahkan lebih banyak dan banggga apabila mengenal produk negara lain. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan hasil pertanian lokal. Selain itu juga dapat disebabkan karena rendahnya nilai kualitas pangan lokal, ketergantungan kepada negara lain dan lebih menyukai pangan iimpor serta adanya politik pasar bebas.Upaya yang dapat dilakukan adalah pengembangan potensi pangan lokal yang diproduksi dan dikembangkan sesuai potensi dan sumberdaya dari wilayah setempat. Sehingga pemanfaatan lahan dapat dimaksimalkan dan perekonomian masyarakat pun terangkat. Jadi untuk itulah pembelajaran tentang teknologi pengolahan pangan lokal perlu diajarkan dan dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan produk olahan pangan lokal tiap daerah. Khususnya untuk mahasiwa dan masyarakat pada umumnya.BAB 2. REVIEW LITERATUR

2.1 Isu Kebijakan Pemerintah Tentang Ketahanan Pangan dan Diversifikasi PanganSejalan dengan otonomi daerah yang diatur dalam UU No.22 tahun1999 dan PP No.25 tahun 2000, maka pelaksanaan manajemen pembangunan ketahanan pangan di pusat dan daerah diletakkan sesuai dengan peta kewenangan pemerintah. Dalam PP No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan dalam Bab VI pasal 13 ayat 1 tertulis dengan jelas bahwa Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan atau Pemerintah Desa melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Untuk menguatkan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, terdapat kesepakatan bersama Gubernur/ketua DKP (Dinas Ketahanan Pangan) Provinsi yang mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai program dan kegiatan ketahanan pangan yang komprehensif serta berkesinambungan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan nasional. Program dan kegiatan tersebut menjadi prioritas program pembangunan daerah.2.2 Ketahanan PanganKetahanan pangan menurut undang-undang No.7 tahun 1996 yaitu sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pengertian mengenai ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro, yaitu tersedianya pangan yang cukup; dan sekaligus aspek mikro, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif. Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor (Litbang Deptan, 2005). Secara umum, ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu Kecukupan (sufficiency), akses (access), keterjaminan (security), dan waktu (time) (Baliwaty , 2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability dan stability), kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan.Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu sub sistem ketersediaan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.Secara khusus tantangan pembangunan ketahanan pangan Indonesia ke depan yaitu, mengembangkan budidaya komoditas di on-farm yang sesuai dengan persyaratan agroindustri skala besar, memperbaiki infrastruktur transportasi hingga ke sentra produksi, mengembangkan agroindustri skala kecil di pedesaan yang terintegrasi dalam pengembangan berskala kawasan, kerja sama antar kawasan untuk menumbuhkan agregat permintaan pasar dalam skala wilayah, dan mengembangkan agroindustri yang berlokasi di pusat-pusat pertumbuhan baru.Dalam cadangan pangan, sifat komoditas pangan bersifat musiman, sementara pendapatan masyarakat masih sangat rendah, sehingga menuntut perlunya cadangan pangan. Di samping itu, adanya kondisi iklim yang tidak menentu, menyebabkan sering terjadi pergeseran penanaman, masa pemanenan yang tidak merata sepanjang tahun, timbulnya bencana yang tidak terduga seperti banjir, longsor, kekeringan, dan gempa, memerlukan sistem percadangan pangan yang baik. Sampai saat ini, cadangan pemerintah dan masyarakat belum berkembang dengan baik di daerah. Potensi pengembangan cadangan pangan di daerah cukup tinggi, seperti pengembangan sistem pencadangan pangan untuk mengantisipasi kondisi darurat bencana alam minimal 3 bulan, pengembangan cadangan pangan hidup pada pekarangan, lahan desa, lahan tidur, dan tanaman bawah tegakan perkebunan, pengembangan untuk menguatkan kelembagaan lumbung pangan desa, dan pengembangan sistem cadangan pangan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan atau lembaga usaha lainnya.2.3 Diversifikasi PanganDiversifikasi pangan adalah suatu proses perkembangan dalam pemanfaatan dan penyediaan pangan ke arah yang semakin beragam. Kelengkapan gizi merupakan prasyarat bagi pembentukan kualitas intelegen-sia yang baik. Keragaman pangan juga meningkatkan asupan zat-zat antioksidan, serat, serta penawar terhadap senyawa yang merugikan kesehatan seperti kolesterol. Di samping itu, keragaman juga memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat untuk memperoleh pangan sesuai preferensinya.Menurut tampubolon (1998) Diversifikasi bahan pangan merupakan suatu proses pemilihan pangan yang tidak tergantung pada satu jenis pangan saja tetapi lebih terhadap berbagai bahan pangan mulai dari aspek produksi, aspek pengolahan, aspek distribusi, hingga aspek konsumsi pangan pada tingkat rumah tangga. Diversifikasi pangan ditujukan pada penganekaragaman pangan yang berasal dari pangan pokok dan semua pangan lain yang di konsumsi rumah tangga termasuk lauk-pauk, sayuran, buah-buahan. Hal ini di maksudkan bahwa semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang di konsumsi akan semakin baik kualitas gizi.Manfaat diversifikasi dari aspek penyediaan adalah semakin beragamnya alternatif jenis pangan yang dapat ditawarkan, tidak terfokus pada pangan tertentu saja. Hal ini mengingat bahwa pola produksi sebagian besar komoditas pangan mengikuti siklus musim, pada saat musim panen pasokannya melimpah dan harganya menurun, sebaliknya di luar musim pasokannya menipis dan harganya cenderung meningkat. Apabila pasokan suatu jenis pangan menipis, kemudian dapat disubstitusi dengan jenis pangan lain, maka kelangkaan tersebut tidak segera memicu kenaikan harga. Bagi pemerintah yang bertanggung jawab pada penyediaan pangan pokok bagi masyarakat, semakin tinggi diversifikasi permintaan pangan, semakin ringan pengelolaan penyediaannya. Dengan semakin banyaknya bahan pangan yang dapat saling mengisi, kelangkaan suatu pangan pokok seperti beras, dapat diisi oleh padi-padian lain atau umbi-umbian, sehingga tidak mudah terjadi keresahan sosial.Untuk memulai memasyarakatkan diversifikasi pangan lokal kepada elemen-elemen masyarakat yang dapat diwujudkan dengan :a. Penyuluhanmengenai pentingnya mengurangi konsumsi berasb. Pendidikan pada anak-anak terkait diversifikasi pangan lokalc. Merutinkan gerakan sehari tanpa nasid. Konsumsi dalam pertemuan-pertemuan menggunakanpangan lokale. Mengadakan lomba pengolahan masakan berbahanpangan lokalPenganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan keluar yang saat ini dianggap paling baik untuk memecahkan masalah dalam pemenuhan ketahanan pangan. Apabila diversifikasi pangan dapat terpenuhi maka ketahanan pangan dapat terwujud. Melalui penataan pola makan yang tidak hanya bergantung pada satu sumber pangan memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri, sehingga dapat membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan secara nasional (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005).Upaya Pemerintah dalam menigkatkan diversifikasi pangan yaitu dilaksanakan Kelompok Kerja Ahli pada Dewan Ketahanan Pangan dan dicanangkan program perbaikan gizi keluarga, bekerja sama dengan FAO, WHO, dan UNICEF.Tiga aspek penting yang harus digarap untuk memacu diversifikasi pangan secara efektif yaitu, daya tarik ekonomi dan citra pangan yang ditawarkan; kemampuan ekonomi masyarakat; dan kesadaran masyarakat terhadap pangan bergizi dan kesehatan. Proses pelaksanaannya memerlukan keahlian dan pengalaman praktis di bidang teknis, bisnis, hingga rekayasa sosial, serta menuntut kerja sama antara banyak pihak di jajaran pemerintah maupun masyarakat pelaku usaha.Permasalahan Pangan Di Indonesia konsumsi beras di Indonesia masih di atas 100 kg per kapita per tahun (Hermanto, 2008). Idealnya, 60 kg per kapita per tahun, (Jepang) Ketergantungan Masyarakat Indonesia akan beras sangat tinggi. Harga beras > Rp. 4.800, masyarakat kelompok miskin, beli beras aking/karak. Masy. Kelompok kurang mampu makan nasi aking, seperti tahun-tahun 60 70 an Akar Masalah: KemiskinanTantangan Diversifikasi PanganKebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada berasa. Upaya penggalian dan pemanfaatan sumber sumber pangan karbohidrat lokal masih kurang b. Pola konsumsi pangan masyarakat masih belum beragam c. Kemampuan memproduksi pangan lokal masih rendah, terutama musim paceklik d. Penerapan teknologi produksi dan teknologi pengolahan pangan lokal di masyarakat tidak mampu mengimbangi pangan olahan asal impor yang membanjiri pasar. Saran Klasik Pejabat/ScientistMengembangkan pertumbuhan industri makanan berbasis SDA lokal di luar beras, seperti mengolah umbi-umbian menjadi tepung sebagai substitusi beras dan terigu ; memperbaiki konsumsi protein hewan, buah-buahan dan sayuran Contoh-Contoh Diversifikasi PanganAdapun contoh-contoh diversifikasi pangan antara lain : Bassang Cassava Sweet potato flakes atau corn flakes Flake getuk ubi kayu Beras jagung Instan Jagung instannixtamalisasi Ubi jalar merah2.4 Pola KonsumsiPola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Yayuk Farida Baliwati. dkk, 2004 : 69). Menurut Santosa dan Ranti (2004 : 89) pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Dari penjelasan dua pakar tersebut, secara umum dapat diartikan bahwa pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Pola makan adalah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan terhadap makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi, 1994). Pola makan dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsi sebagai tanggapan pengaruh psikologi, fisiologi, budaya, dan sosial (Soehardjo, 1996). Pola makan terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan, tujuan makan, fungsi makanan, dan cara pengolahan makanan.Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam membentuk pola makan yang baik antara lain:a. Menyediakan makanan yang bervariasib. Memberikan pengetahuan gizic. Menciptakan suasana yang mengembirakan saat makand. Menanamkan norma-norma yang berkaitan dengan makanane. Menanamkan adab sopan santun saat makanHasil analisis dengan menggunakan data Susenas 1979 (Pusat Penelitian Agro Ekonomi, 1989) dan 1996 (Rachman, 2001) di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) menunjukkan bahwa : 1) semua provinsi di Indonesia pada tahun 1979 mempunyai pola pangan pokok utama beras. Pada tahun 1996, posisi tersebut masih tetap, kalaupun berubah hanya terjadi pada pangan kedua yaitu antara jagung dan umbi-umbian; 2) pola tunggal beras pada tahun 1979 hanya terjadi di satu propinsi yaitu Kalsel, maka pada tahun 1996 terjadi di 8 propinsi yaitu Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, NTB, Sulsel, Sulut dan Sulteng (Ariani, 2004). Ini berarti telah terjadi pening-katan preferensi dan jumlah konsumsi beras yang signifikan di propinsi tersebut, sehingga mampu menggeser peran jagung dan umbi- umbian sebagai pangan pokok.Selain beras, komoditas yang berperan sebagai pangan pokok adalah umbi-umbian, jagung, sagu dan pisang. Pola pangan pokok yang beragam ini sebetulnya sudah terjadi sejak dahulu, seperti sagu banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Papua dan Maluku, serta jagung dikonsumsi oleh masyarakat di NTT. Namun akibat terlalu dominan dan intensifnya kebijakan pemerintah di bidang perberasan secara berkelanjutan, mulai dari industri hulu sampai industri hilir mengakibatkan pergeseran pangan pokok dari pangan lokal seperti jagung dan umbi-umbian ke pangan pokok nasional yaitu beras.2.5 Angka Kebutuhan Gizi (AKG)Angka Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004).Kecukupan energi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologis, kegiatan, efek termik, iklim dan adaptasi. Untuk kecukupan protein dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, status fisiologi, kualitas protein, tingkat konsumsi energi dan adaptasi (Hardinsyah dan Tampubolon 2004). Penetapan angka kecukupan gizi mineral untuk Indonesia ini terutama didasarkan pada review dari rekomendasi kecukupan gizi untuk mineral makro dan mikro yang ditetapkan oleh Institute of Medicine (IOM 1997, 2000, 2001) dan Food and Agriculture Organization/World Health Organization (FAO/WHO 2001). Cara ini dilakukan mengingat sangat terbatasnya informasi yang berasal dari Indonesia yang dapat digunakan untuk mempertimbangkan kecukupan mineral (Kartono dan Soekatri 2004). Khusus untuk vitamin D, berbeda dari zat gizi lainnya karena tubuh dapat mensintesanya dengan bantuan sinar matahari (Muhilal dan Sulaeman 2004). Penentuan kebutuhan vitamin C sebelumnya didasarkan atas jumlah yang diperlukan untuk mencegah scurvy, jumlah yang dapat dimetabolisme oleh tubuh dan jumlah yang dapat memelihara jumlah simpanan vitamin C yang cukup. Saat sekarang kebutuhan vitamin C didasarkan pada near maximal neutrophil ascorbate concentration, biomarker oksidasi lemak, fungsi antioksidan dalam leukosit dan penyakit degeneratif kronis (Setiawan dan Rahayu, 2004).2.6 Pangan LokalPangan Lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Kebijakan pengembangan konsumsi pangan dapat diarahkan pada : 1) Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan yang diarahkan untuk memperbaiki konsumsi pangan penduduk baik jumlah maupun mutu, termasuk keragaman dan keseimbangan gizinya; 2) Pengembangan konsumsi pangan lokal baik nabati dan hewani yang diarahkan untuk meningkatkan mutu pangan lokal dan makanan tradisional dengan memperhatikan standar mutu dan keamanan pangan sehingga dapat diterima di seluruh lapisan masyarakat.Strategi pengembangan konsumsi pangan diarahkan pada tiga hal yaitu produk/ketersediaan, pengolahan dan pemasaranan. Strategi pengembangannya adalah :a. Pemberdayaan masyarakat dengan peningkatan peran masyarakat dalam pengembangan konsumsi pangan yang meliputi peningkatan penegtahuan/- kesadaran dan peningkatan pendapatan untuk mendukung kemampuan akses pangan oleh setiap rumah tangga. b. Peningkatan kemitraan. Merupakan implementasi, sinkronisasi dan kerjasama antara semua stakeholders dalam pengembangan konsumsi pangan termasuk pengembangan produksi/pengembangan teknologi pengolahan pangan.c. Sosialisasi dengan memasyarakatkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat dalam pengembangan konsumsi pangan melalui promosi, kampanye, penyebaran informasi melalui media massa (cetak dan elektronik) lomba cipta menu dan pemberian penghargaan.KESIMPULANBerdasarkan paper tentang ketahan pangan yang telah disusun, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:a. Ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik.b. Diversifikasi pangan adalah suatu proses perkembangan dalam pemanfaatan dan penyediaan pangan ke arah yang semakin beragam.c. Hubungan ketahanan pangan dan diversivikasi pangan yaitu apabila diversifikasi pangan dapat terpenuhi maka ketahanan pangan dapat terwujud.d. Pangan Lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat.e. AKG adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentuf. Pola konsumsi dan AKG merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan apabila membehas tentang ketahanan pangan. Pola konsumsi masyarakat harus diatur supaya angka kebutuhan gizi masyarakat dapat terpenuhi sehingga dapat mewujudkan ketahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani (2004). Pengendalian Kualitas Statistik ( Pendekatan Kuantitatif Dalam Manajemen Kualitas). Yogyakarta : Penerbit ANDI.

Badan Litbang, Departemen Pertanian RI 2005. Rencana Strategis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005 - 2009. Jakarta: Badan Litbang, Departemen Pertanian RI.

Baliwaty, Y. F. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005) Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis. Departemen Pertanian Indonesia.

Hardinsyah, Tampubolon V. 2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Kartono dan Soekatri.2004.Angka Kecukupan Mineral : Kalsium, Fosfor, Magnesium, Flour.WKNPG VIII.Jakarta : LIPI.

Khumaidi, M. 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta : PT Gunung Agung

Muhilal, Sulaeman A. 2004. Angka Kecukupan Mineral. Didalam : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta : LIPI.

Santoso,S dan Ranti, A. Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta

Setiawan B, Rahayu S. 2004. Angka Kecukupan Gizi Vitamin Larut Air. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta.

Soehardjo, 1996. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta.: UI Press.

Yayuk Farida Baliwati, dkk. 2004.Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Penebar Swadaya.