whistleblower & forensic accounting in action

25
TUGAS RESUME KELOMPOK AUDIT FORENSIK DAN INVESTIGASI WHISTLEBLOWER FORENSIC ACCOUNTING IN ACTION Disusun Oleh Kelompok 13 Akuntansi Transfer Kelas C: 1. Asyef Sulthoni F1313011 2. Hanafi Affan Danuri F1313043 3. Ridha Yamin F1313085 1 | Page

Upload: taufik-risqianto

Post on 14-Feb-2016

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Forensik Akuntansi

TRANSCRIPT

Page 1: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

TUGAS RESUME KELOMPOK

AUDIT FORENSIK DAN INVESTIGASIWHISTLEBLOWER

FORENSIC ACCOUNTING IN ACTION

Disusun Oleh

Kelompok 13 Akuntansi Transfer Kelas C:

1.Asyef Sulthoni F1313011

2.Hanafi Affan Danuri F1313043

3.Ridha Yamin F1313085

Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Sebelas Maret Surakarta

2014

1 | P a g e

Page 2: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

WHISTLEBLOWER

Peniup peluit adalah terjemahan harfiah dari whistlebower. Maknanya adalah orang

yang mengetahui adanya bahaya atau ancaman, dan berusaha menarik perhatian orang

banyak dengan “meniup peluitnya”. Tentunya, “meniup peluit” di sini digunakan dalam arti

kiasan.

Bahasa Indonesia sesungguhnya mengenai arti kiasan lain seperti “bernyanyi”

misalnya dalam kalimat: “Ia bernyanyi di pengadilan tentang kecurangan pajak yang dibuat

majikannya.” Atau istilah “membuka topeng”, “membuka borok”, dst. Namun istilah

“penyanyi”, “pembuka topeng”, atau “pembuka borok” terdengar kurang pas dibandingkan

dengan peniup peluit atau pelapor pelanggaran.

Wikipedia Bahasa Inggris sendiri mendefinisikan ‘whistleblower’ sebagai berikut: A

whistleblower (whistle-blower or whistle blower) is a person who exposes misconduct,

alleged dishonest or illegal activity occurring in an organization. The alleged misconduct

may be classified in many ways; for example, a violation of a law, rule, regulation and/or a

direct threat to public interest, such as fraud, health and safety violations, and corruption.

Whistleblowers may make their allegations internally (for example, to other people within the

accused organization) or externally (to regulators, law enforcement agencies, to the media or

to groups concerned with the issues).

“Seorang pengungkap dugaan pelanggaran (‘whistleblower’) adalah seseorang yang

membeberkan dugaan pelanggaran, ketidakjujuran, atau aktivitas melawan hukum  yang

terjadi dalam suatu organisasi. Dugaan pelanggaran mungkin masuk dalam kategori

pelanggaran hukum, pelanggaran aturan, pelanggaran regulasi dan/atau ancaman terhadap

kepentingan umum seperti penipuan, pelanggaran ketentuan tentang kesehatan dan

keamanan, dan korupsi. Pengungkapan dugaan pelanggaran bisa bersifat internal

(melaporkan seseorang lain dalam organisasi yang sama) atau eksternal (melapor kepada

regulator, lembaga penegak hukum, media massa, atau kelompok yang berkepentingan

dengan masalah tertentu).”

Di samping istilah “peniup peluit”, ada isitilah “saksi”. Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana Pasal 1 butir 26 dan 27 menjelaskan istilah saksi dan keterangan saksi sbb:

2 | P a g e

Page 3: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,

penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri dan ia

alami sendiri.

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa

keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat

sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dan pengetahuannya itu.

Whistleblower atau Peniup Peluit tidak usah mendengar, melihat, dan mengalami

sendiri terjadinya pelanggaran, tetapi atas kemauan bebasnya “meniup peluit” peringatan

menandakan adanya bahaya atau ancaman.

Pembahasan tentang Sistem Peniup Peluit (Whistleblowing System) tidak dapat

dipisahkan dengan perlindungan terhadap mereka. Mengapa? Penegak hukum sering

mengalami kesulitan dalam menghadirkan saksi dan korban karena adanya ancaman fisik dan

psikis dari pihak tertentu. Terdapat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Menurut LPSK (2011), Seorang whistleblower seringkali dipahami sebagai saksi

pelapor. Orang yang memberikan laporan atau kesaksian mengenai suatu dugaan tindak

pidana kepada aparat penegak hukum dalam proses peradilan pidana. Namun untuk disebut

sebagai whistleblower,saksi tersebut setidaknya harus memenuhi dua kriteria mendasar.

Kriteria pertama, whistleblower menyampaikan atau mengungkap laporan kepada otoritas

yang berwenang atau kepada media massa atau publik. Dengan mengungkapkan kepada

otoritas yang berwenang atau media massa diharapkan dugaan suatu kejahatan dapat

diungkap dan terbongkar. Pada umumnya, whistleblower akan melaporkan kejahatan di

lingkungannya kepada otoritas internal terlebih dahulu. Namun seorang whistleblower tidak

berhenti melaporkan kejahatan kepada otoritas internal ketika proses penyelidikan laporannya

mandeg. Ia dapat melaporkan kejahatan kepada otoritas yang lebih tinggi, semisal langsung

ke dewan direksi, komisaris, kepala kantor, atau kepada otoritas publik di luar organisasi

yang berwenang serta media massa.

Langkah ini dilakukan supaya ada tindakan internal organisasi atau tindakan hukum

terhadap para pelaku yang terlibat. Hanya saja terdapat kecenderungan yang tak dapat

ditutupi pula bahwa jika terjadi sebuah kejahatan dalam organisasi, maka otoritas tersebut

bertindak kontraproduktif. Alih-alih membongkar, terkadang malah sebaliknya, menutup

3 | P a g e

Page 4: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

rapat-rapat kasus. Kita lalu teringat pada sosok seperti Komisaris Jenderal (Komjen) Pol.

Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI. Susno Duadji

merupakan orang yang pertama kali membeberkan adanya praktik mafia hukum yang

menyeret Gayus H.P. Tambunan dkk kepada publik. Gayus Tambunan adalah pegawai

Direktorat Keberatan dan Banding pada Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat kasus

pencucian uang dan korupsi puluhan miliaran rupiah.

Dalam testimoninya yang disiarkan media massa, Susno Duadji mengungkapkan telah

terjadi skandal rekayasa perkara yang membebaskan Gayus dari dakwaan pencucian uang.

Skandal Gayus itu sendiri melibatkan seorang hakim pada Pengadilan Negeri Tangerang,

jaksa senior, seorang petinggi Polri yang menjadi bekas bawahannya, dan ‘asisten’ Wakil

Kepala Polri saat itu. Posisi Susno Duadji dalam struktur Kepolisian RI sesungguhnya sangat

kuat untuk mengungkap perkara Gayus. Hanya saja saking kuatnya tembok solidaritas di

kalangan atasan maupun koleganya di Mabes Polri, laporan Susno terpental dan tak

terselesaikan secara tuntas. Maka tak ada pilihan lain, Susno pun melontarkan pernyataan

kepada otoritas di luar organisasi kepolisian yang sesungguhnya lebih berwenang. Susno

membeberkan skandal Gayus ke media massa dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum

bentukan Presiden SBY.

Kriteria kedua, seorang whistleblower merupakan orang ‘dalam’, yaitu orang yang

mengungkap dugaan pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di tempatnya bekerja atau ia

berada. Karena skandal kejahatan selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang

merupakan bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia itu sendiri. Dia terlibat dalam

skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi. Dengan demikian, seorang

whistleblower benar-benar mengetahui dugaan suatu pelanggaran atau kejahatan karena

berada atau bekerja dalam suatu kelompok orang terorganisir yang diduga melakukan

kejahatan, di perusahaan, institusi publik, atau institusi pemerintah. Laporan yang

disampaikan oleh whistleblower merupakan suatu peristiwa faktual atau benar-benar

diketahui si peniup peluit tersebut. Bukan informasi yang bohong atau fitnah.

Kasus Agus Condro merupakan contoh terbaik dalam hal ini. Mantan anggota DPR

RI periode 1999-2004 dari Partai PDI Perjuangan tersebut mengungkapkan kepada publik

bahwa dia dan beberapa koleganya menerima cek perjalanan sebagai suap dalam pemilihan

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2000an awal. Agus Condro secara terbuka

4 | P a g e

Page 5: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

mengakui dia termasuk sebagai penerima cek dari seorang pengusaha untuk diduga untuk

memenangkan calon deputi, Miranda Goeltom. Pengakuan Agus inilah yang membedakan

sikap dirinya dengan koleganya yang memilih bungkam, meski pada akhirnya divonis

bersalah oleh pengadilan. Secara tidak langsung skandal yang melibatkan banyak politisi

DPR ini dapat terkuat berkat pengakuan Agus beberapa tahun setelah penyuapan terjadi.

Seorang whistleblower selain dapat secara terbuka ditujukan kepada individu-individu dalam

sebuah organisasi atau skandal, seperti Komjen Pol. Susno Duadji dalam organisasi

Kepolisian RI atau Agus Condro dengan kolega politisinya yang korup, dapat pula ditujukan

kepada para auditor internal. Auditor internal memiliki kewenangan formal untuk

melaporkan adanya ketidakberesan dalam sebuah perusahaan. Kewenangan formal ini yang

membedakan auditor internal dengan para individu di atas dalam kapasitasnya sebagai

whistleblower. Kewenangan formal ini yang membedakan auditor internal dengan para

individu di atas dalam kapasitasnya sebagai whistleblower.

Peran whistleblower seperti Susno Duadji maupun Agus Condro sangat besar untuk

melindungi negara dari kerugian yang lebih parah dan pelanggaran hukum yang terjadi.

Tetapi resiko yang mereka hadapi pun juga besar ketika mengungkap kejahatan, mulai dari

ancaman terhadap keamanan sampai dikeluarkan dari instansi tempatnya bekerja. Sehingga

whistleblower penting untuk dilindungi.

UU PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Ada beberapa ketentuan penting dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang perlu diketahui akuntan forensik. Undang-

undang ini memberikan beberapa definisi sbb:

1. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan gunan kepentingan penyelidikan,

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara

pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri.

2. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian

ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

3. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) adalah lembaga yang bertugas dan

berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau

Korban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut.

5 | P a g e

Page 6: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

4. Ancaman adalah segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat, baik secara

langsung maupun tidak langsung, yang mengakibatkan Saksi dan/atau Korban merasa

takut dan/atau dipaksa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berkenaan

dengan pemberian kesaksiannya dalam sutau proses peradilan pidana.

5. Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk

memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh

LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Seorang Saksi dan Korban berhak:

1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta

bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, tau telah

diberikannya:

2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan

keamanan;

3. Memberikan keterangan tanpa tekanan;

4. Mendapat penerjemah;

5. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;

6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;

7. Mendapatkan informasi mengenai keputusan pengadilan;

8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

9. Mendapat identitas baru;

10. Mendapatkan tempat kediaman baru;

11. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;

12. Mendapat nasihat hukum; dan/atau

13. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir.

Saksi dan/atau korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas

persetujuan hakim dapat:

1. Memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut

sedang diperiksa;

2. Memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang

berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang

kesaksian tersebut;

6 | P a g e

Page 7: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

3. Dapat didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan

didampingi oleh pejabat yang berwenang.

PEDOMAN WHISTLEBLOWING SYSTEM

Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) menerbitkan Pedoman Sistem

Pelaporan Pelanggaran. Pedoman ini juga diberi judul dalam bahasa Inggris,

Whistleblowing System.

KNKG memberi definisi Pelaporan Pelanggaran yang merupakan terjemahan untuk

istilah whistleblowing dengan motive pelaporan tersebut.

Apakah Pelaporan Pelanggaran itu?

Pelaporan Pelanggaran (whistleblowing) adalah pengungkapan tindakan pelanggaran

atau pengungkapan perbuatan yang melawan hukum, perbuatan tidak etis/ tidak bermoral

atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun pemangku kepentingan,

yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan organsisasi kepada pimpinan organisasi

atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas pelanggaran tersebut.

Pengungkapan ini umumnya dilakukan secara rahasia (confidential).

Pengungkapan harus dilakukan dengan iktikad baik dan merupakan suatu keluhan

pribadi atas suatu kebijakan perusahaan tertentu (grievance) ataupun didasari kehendak

buruk/ fitnah.

Definisi di atas berbeda dari pemakaian istilah whistleblowing dalam percakapan sehari-

hari atau yang digunakan media massa.

Siapa yang dimaksud dengan Pelapor Pelanggaran?

Pada dasarnya pelapor pelanggaran (whistleblower) adalah karyawan dari organisasi itu

sendiri (pihak internal), akan tetapi tidak tertutup adanya pelapor yang berasal dari pihak

eksternal (pelanggan, pemasok, masyarakat).

Pelapor seyogyanya memberikan bukti, informasi, atau indikasi yang jelas atas terjadinya

pelanggaran yang dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau ditindaklanjuti. Tanpa

informasi yang memadai laporan akan sulit untuk ditindaklanjuti.

7 | P a g e

Page 8: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

Apakah pelanggaran itu?

Yang dimaksud dengan pelanggaran adalah perbuatan yang melanggar peraturan perundang-

undangan; peraturan/ standar industri terkait dan peraturan internal organisasi, serta dapat

dilaporkan. Termasuk dalam aktivitas pelanggaran antara lain adalah:

1. Melanggar peraturan perundang-undangan, misalnya pemalsuan tanda tangan, korupsi,

penggelapan, mark-up, penggunaan narkoba, pengrusakan barang.

2. Melanggar pedoman etika perusahaan, misalnya benturan kepentingan, pelecehan,

terlibat dalam kegiatan masyarakat yang dilarang.

3. Melanggar prinsip akuntansi yang berlaku umum.

4. Melanggar kebijakan dan prosedur operasional perusahaan, ataupun kebijakan prosedur,

peraturan lain yang dianggap perlu oleh perusahaan.

5. Tindakan kecurangan lainnya yang dapat menimbulkan kerugian finansial ataupun non

finansial.

6. Tindakan yang membahayakan keselamatan kerja.

Perbedaan antara Saksi dengan Pelapor

Saksi adalah seseorang yang melihat dan mendengar atau mengalami sendiri tindak

pelanggaran yang dilakukan terlapor dan bersedia memberikan keterangannya di depan

sidang pengadilan. Seorang pelapor mungkin saja menjadi saksi, tetapi tidak semua

pelapor dapat menjadi saksi.

Pelapor adalah orang yang melaporkan adanya tindak pelanggaran, tetapi mungkin ia

tidak melihat dan mendengar sendiri pelaksanaan tersebut, tetapi mempunyai bukti-bukti

surat atau bukti petunjuk (rekaman, gambar, dsb) bahwa telah terjadi tindak pelanggaran.

Manfaat Whistleblowing System

1. Tersedianya cara penyampaian informasi penting dan kritis bagi perusahaan kepada

pihak yang harus segera menanganinya secara aman;

2. Timbulnya keengganan untuk melakukan pelanggaran, dengan semakin meningkatnya

kesediaan untuk melaporkan terjadinya pelanggaran, karena kepercayaan terhadap

pelaporan yang efektif;

3. Tersedianya mekanisme deteksi dini (early warning system) atas kemungkinan terjadinya

masalah akibat suatu pelanggaran;

8 | P a g e

Page 9: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

4. Tersedianya kesempatan untuk menangani masalah pelanggaran secara internal terlebih

dahulu, sebelum meluas menjadi masalah pelanggaran yang bersifat publik;

5. Mengurangi risiko yang dihadapi organisasi, akibat dari pelanggaran baik dari segi

keuangan, operasi, hukum, keselamatan kerja, dan reputasi;

6. Mengurangi biaya dalam menangani akibat dari terjadinya pelanggaran;

7. Meningkatnya reputasi perusahaan di mata pemangku kepentingan (stakeholders),

regulator, dan masyarakat umum;

8. Memberikan masukan kepada organisasi untuk melihat lebih jauh area kritikal dan

proses kerja yang memiliki kelemahan pengendalian internal, serta untuk merancang

tindakan perbaikan yang diperlukan.

Perlindungan terhadap Pelapor (whistleblower protection)

Sistem Pelaporan Pelanggaran yang baik memberikan fasilitas dan perlindungan

(whistleblower protection) sbb:

1. Fasilitas saluran pelaporan (telepon, surat, email) atau Ombudsman yang independen,

bebas dan rahasia.

2. Perlindungan kerahasiaan identitas pelapor. Perlindungan ini diberikan bila pelaporan

memberikan identitas serta informasi yang dapat digunakan untuk menghubungi pelapor.

Walaupun diperbolehkan, namun penyampaian pelaporan secara anonim, yaitu tanpa

identitas, tidak direkomendasikan. Pelaporan secara anonim menyulitkan dilakukannya

komunikasi untuk tindak lanjut atas laporan.

3. Perlindungan atas tindakan balasan dari terlapor atau organisasi. Perlindungan dari

tekanan, dari penundaan kenaikan pangkat, pemecatan, gugatan hukum, harta benda,

hingga tindakan fisik. Perlindungan ini tidak hanya untuk pelapor tetapi dapat juga

diperluas hingga ke anggota keluarga pelapor.

4. Informasi pelaksanaan tindak lanjut, berupa kapan dan bagaimana serta kepada institusi

mana tindak lanjut diserahkan. Informasi ini disampaikan secara rahasia kepada pelapor.

WHISTLEBLOWER DI AMERIKA SERIKAT

Amerika Serikat melindungi “peniup peluit” ini dengan berbagai undang-undang,

diantaranya Undang-Undang Perlindungan “Peniup Peluit” Tahun 1989. Undang-undang ini

mengatur bagaimana kasus-kasus qui tam (seseorang yang menuntut untuk raja dan dirinya

sendiri) ditangani, diinvestigasi, dan dituntut, serta imbalan dan perlindungan kepada mereka

9 | P a g e

Page 10: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

yang mengungkap kecurangan. Untuk ini, undang-undang menghadiahkan imbalan sampai

sejumlah 30% dari hukuman denda.

Banyak orang menyaksikan dengan mata kepala mereka sendiri, bagaimana

kontraktor yang mengerjakan proyek-proyek pemerintah justru mencurangi pemerintah atau

negara. Mereka khawatir mengungkapkan kecurangan ini. Mereka takut kehilangan pekerjaan

(dan mungkin nyawa) sehingga mereka memilih untuk tutup mulut. Undang-undang tadi

berupaya memberikan dorongan kepada mereka untuk tampil.

Peniup peluit umumnya adalah pegawai atau mantan pegawai yang melihat atau

mengalami kejahatan yang dilakukan majikannya. Langkah pertamanya adalah menemui

pengacara yang berspesialiasi dalam kasus-kasus qui tam. Pengacara ini akan memberikan

nasihat kepadanya, termasuk konsekuensi yang mungkin dihadapinya. Pengacara ini juga

mempelajari “bukti” yang diajukan atau modus operandi untuk menentukan apakah kasus ini

bisa sukses di pengadilan.

PENIUP PELUIT DI INDONESIA

Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat beberapa kasus pelapor dugaan korupsi yang

kemudian diadukan mencemarkan nama baik, diantaranya sbb:

1. Arifin Wardiyanto melapor dugaan korupsi dalam urusan perizinan wartel di Yogyakarta

tahun 1996. Ia diadukan mencemarkan nama baik. Pengadilan Negeri Yogyakarta

menghukumnya dua bulan penjara. Pengadilan Tinggi DIY menyatakan tidak bersalah

dan bebas dari hukuman penjara. Kasus yang dilaporkannya tidak pernah diproses.

2. Maria Leonita menyampaikan dugaan suap oleh Zainal Agus, Direktur Perdata

Mahkamah Agung, pada tahun 2001. Ia justru diadukan mencemarkan nama baik oleh

Edy Handoyo. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghentikan kasus pencemaran nama

baik karena tidak bisa menerima tuntutan jaksa.

3. Endin Wahyudin (seorang pengacara muda) melaporkan penyuapan yang dilakukannya

ke tiga hakim agung dalam masalah sengketa tanah di Bandung. Namun Endin dituduh

melakukan fitnah dan pencemaran nama baik. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

memutuskan Endin bersalah melakukan kejahatan “memfitnah”. Dia dihukum penjara

tiga bulan dan masa percobaan enam bulan.

4. Frans Amanue melaporkan sejumlah kasus korupsi di Kabupaten Flores Timur yang

melibatkan Bupati Felix Fernandez tahun 2003. Ia diadukan mencemarkan nama baik

10 | P a g e

Page 11: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

oleh bupati itu. Pengadilan Negeri Larantuka menghukum masa percobaan lima bulan.

Akibatnya, timbul kerusuhan di Larantuka.

5. Sarah Lerry Mboik melaporkan dugaan korupsi oleh pemerintah kota (Pemkot) Kupang.

Terlapor merencanakan mengadukan pencemaran nama baik. (Tidak ada informasi

tentang kapan Sarah Lerry Mboik melaporkan dan apa hasil pengaduan pencemaran

nama baik).

6. Samsul Alam Agus melaporkan dugaan korupsi oleh Anggota DPRD Kabupaten

Donggala, Sulawesi Selatan, pada tahun 2004. Pelapor diadukan telah mencemarkan

nama baik oleh suatu ormas kepemudaan.

7. Atte Adha Kusdinan melaporkan dugaan korupsi uang pemasangan iklan Rp 135 juta

oleh mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Cianjur, Maskana Sumitra. Pelapor

diadukan terlapor ke Polres Cianjur. (Tidak ada kelanjutan mengenai kasus ini)

8. Muchtar Lufthi melaporkan dugaan korupsi pengadaan kapal KMP Pulau Weh yang

melibatkan Walikota Sabang, Sofyan Harun. Indikasi kerugian negara senilai Rp 8,6

milyar tahun 2004. Sofyan Harun melaporkan Muchtar Lufthi ke Polres Sabang. Polisi

mengeluarkan surat penangkapan.

9. Heli Werror melaporkan dugaan korupsi oleh Bupati Nabire pada tahun 2003. Bupati

melaporakan Heli Werror ke polisi.

Kategorisasi Whistleblower

1. Whistleblower di Sektor Swasta

Dilihat dari tempat seseorang bekerja, pada umumnya, seorang whistleblower dapat

berasal dari perusahaan swasta atau instansi Pemerintah. Oleh karena itu, seorang

whistleblower dapat muncul dari perusahaan-perusahaan swasta maupun dari lembaga-

lembaga publik dan pemerintahan. Di Amerika Serikat, misalnya, salah satu tokoh

whistleblower yang terkenal di lingkup perusahaan swasta adalah Je rey Wigand. ffWigand merupakan direksi di Bagian Riset dan Pengembangan perusahaan rokok

Brown and Williamson Tobacoo Corporation. Dia memberi laporan mengungkap

kesaksian adanya praktik manipulasi kadar nikotin rokok di perusahaan tempatnya

bekerja. Di Indonesia, banyak sekali orang yang bisa dikategorisasikan sebagai

whistleblower dari sektor swasta atau perusahaan. Sebut saja Vincentius Amin Sutanto,

mantan pegawai PT. Asian Agri yang mengungkap skandal manipulasi pajak trilyunan

rupiah perusahaan perkebunan raksasa milik konglomerat Sukanto Tanoto.

11 | P a g e

Page 12: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

Selain Vincent, ada pula Yohanes Waworuntu, ‘direktur bayangan’ PT. Sarana

Rekatama Dinamika, perusahaan yang berafi liasi dengan Kelompok Usaha Bhakti

Investama milik Harry Tanoesoedibjo, yang meraup ratusan milyar saat menjadi operator

layanan sistem administrasi badan hukum (sisminbakum) Kementerian Hukum dan Hak

Asasi Manusia.

Banyaknya whistleblower di sektor swasta menunjukkan bahwa tindak pidana yang

berlangsung di perusahaan merupakan bagian dari kejahatan terhadap publik. Tidak lagi

sebagai sebuah skandal yang privat, internal perusahaan. Hal ini dilatari kenyataan

bahwa lingkup operasi perusahaan juga bersinggungan dengan kepentingan publik,

seperti kewajiban pajak perusahaan, dampak produk yang dihasilkan, hingga penggunaan

dana publik oleh perusahaan. Dengan makin dominannya sektor swasta dalam

menggerakkan perekonomian negara, maka peran whistleblower di sektor swasta pada

masa-masa mendatang semakin diperlukan. Perusahaan akan lebih dituntut untuk

melakukan transparansi dan akuntabilitas dalam kerjanya.

Meski beroperasi dengan modal sendiri, namun perusahaan-perusahaan tersebut

seringkali melakukan hubungan kerja dengan institusi-institusi Pemerintah, seperti di

bidang perpajakan, kepabeanan, departemen-departemen teknis, atau pun perbankan.

Dalam hubungan kerja tersebut tak jarang perusahaan swasta turut menggunakan

sumberdaya atau dana-dana milik publik. Misalnya saja terkait dengan pengadaan barang

Pemerintah. Sektor swasta memegang peranan penting sebagai pihak yang turut

menyediakan jasa atau pengerjaan proyeknya. Oleh karena itu, untuk menghindari

praktik menyimpang atau praktik koruptif, sistem pelaporan dan perlindungan

whistleblower di sektor swasta menjadi hal yang sangat penting untuk menjaga

akuntabilitas dan transparansi. Dengan besarnya peran swasta dalam kehidupan publik,

setiap perusahaan tampaknya perlu membangun sistem pelaporan dan perlindungan

whistleblower yang dapat saja diintegrasikan dengan perlindungannya oleh institusi

publik yang spesifik didirikan untuk melindungi saksi, seperti LPSK. Sehingga

masyarakat mudah menyampaikan laporan dan berperan sebagai whistleblower.

2. Whistleblower di Sektor Pemerintahan

Selain di sektor perusahaan atau swasta, whistleblower dapat mencakup orang yang

memberi kesaksian mengenai suatu dugaan pelanggaran atau kejahatan di institusi

pemerintah atau publik. Misalnya, di institusi kepolisian, perpajakan, atau institusi lain.

Tak banyak whistleblower dari sektor Pemerintahan yang mengungkap kejahatan di

lingkup organisasinya. Satu dari sedikit orang yang berani mengungkap skandal

12 | P a g e

Page 13: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

kecurangan di tempatnya bekerja tak lain adalah Komjen Pol. Susno Duadji yang telah

disebut sebelumnya. Bila dipilah berdasarkan kasus, Gayus Tambunan sebenarnya dapat

dimasukkan sebagai whistleblower dari sektor Pemerintah saat dirinya memberikan

testimoni adanya pegawai atasannya yang terlibat dalam penyuapan oleh perusahaan

pengemplang pajak. Dampak dari testimoni Gayus tersebut beberapa atasannya semasa

bekerja sebagai pegawai Ditjen Pajak diseret ke pengadilan dan divonis bersalah oleh

hakim. Budaya kerja di sektor Pemerintah amat berbeda dengan perusahaan dimana

faktor performa organisasi lebih penting ketimbang birokrasi. Dengan kata lain, bahwa

kolegialisme dalam birokrasi telah menjadi acuan utama dalam setiap kerja pegawai di

instansi-instansi Pemerintah. Sehingga bila terjadi kesalahan atau manipulasi dalam

birokrasi jarang yang terekspose oleh media massa, kecuali yang telah tertangkap tangan

terlibat kejahatan atau karena eksposure yang intensif oleh media massa.

FORENSIC ACCOUNTING IN ACTION

SUMBER/LATAR BELAKANG AUDIT FORENSIK

1. Apa itu fraud?

2. Siapa yang melakukan kejahatan?

3. Segitiga fraud

4. Penilaian risiko fraud untuk perusahaan dan karyawan

5. Gejala Fraud

6. Investigasi Fraud

7. Tipe spesifik dari fraud

PERTANYAAN YANG HARUS DIJAWAB DALAM INVESTIGASI FRAUD

• Siapa yang memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan penipuan?

• Berapa banyak uang yang hilang?

• Apakah aktivitas disengaja, tidak disengaja, atau hasil dari kesalahan atau

kesalahpahaman?

GEJALA KECURANGAN

• Terdapat perbedaan angka laporan yang mencolok dengan tahun-tahun sebelumnya

• Perbedaan antara buku besar dengan buku tambahan

• Perbedaan yang terungkap dari hasil konfirmasi

13 | P a g e

Page 14: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

• Transaksi yang tidak didukung dengan bukti yang memadai

• Transaksi yang tidak dicacat sesuai dengan otorisasi manajemen

Albrecht (2004) mengkategorikan gejala yang menimbulkan fraud terdiri dari anomali

akuntansi, lemahnya internal control, anomali dalam analisis, gaya hidup mewah, kebiasaan

yang luar biasa serta tips dan complain.

FAKTOR-FAKTOR PEMICU FRAUD

Faktor Tekanan (Pressure)

Masalah Keuangan:

Tamak, hidup melebihi kemampuan,banyak hutang

Penyakit Mental:

Penjudi, peminum, pecandu narkoba

Work Related Pressure:

Kurang mendapat perhatian, kondisi kerja yang buruk,

Faktor Kesempatan (Opp0rtunity)

Sistem Pengendalian Intern yang lemah

Karena tidak mampu menilai kualitas kerja

Kurang adanya akses terhadap innformasi

Tindakan disiplin lemah thd pelaku fraud

Kewenangan & tanggungjawab tidak jelas

Faktor Rationalization

Mencontoh atasan atau teman sekerja

Merasa sdh berbuat banyak kped perusahaan

Menganggap yang diambil tdk seberapa

Dianggap meminjam, nanti dikembalikan

Umum dilakukan

MENCEGAH KECURANGAN

Menjaga moral / mental pegawai agar bersikap jujur, disiplin, berdedikasi

Membangun sistem pengendalian intern yg efisien dan efektif

Penerimaan pegawai yang jujur

Menciptakan suasana kerja yang positif

Penerapan Aturan Perilaku dan Kode Etik

Pemberian Program bantuan bagi pegawai yang membutuhkan

14 | P a g e

Page 15: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

KELEMAHAN INTERNAL CONTROL

• Kurangnya pemisahan tugas

• Kurangnya pengamanan fisik

• Kurangnya pemeriksaan independen

• Kurangnya otorisasi yang tepat

• Kurangnya dokumen yang benar dan catatan

• Sistem akuntansi yang tidak memadai

KELEMAHAN YANG MELEKAT PADA SISTEM PENGENDALIAN INTERN

• Sistem yang baik tidak dapat berfungsi dengan baik bila terjadi kerjasama yang

tidaksehat

• Kesalahan / kelalaian pegawai yang menjalankan sistem

KASUS TRUGLOSS SHANGHAI JV

“Transaksi Penjualan dengan sistem tunai langsung dilokasi gudang persediaan.”

Berapa banyak uang yang hilang?

Uang persediaan dari gudang Shanghai sebanyak $ 6.000.000 USD dan Kas terkait

dengan penjualan kepada pelanggan sebanyak $ 6.000.000 USD

Siapa yang memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan penipuan?

Manajer penjualan di Shanghai yang bertanggung jawab untuk penjualan, manajer

logistik untuk gudang, dan manajer akuntansi yang membuat entri akuntansi.

Apakah aktivitas disengaja, tidak disengaja, atau hasil dari kesalahan atau

kesalahpahaman?

Pada dasarnya penyimpangan/perbuatan melanggar hukum, dilakukan dengan

sengaja, untuk tujuan tertentu untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya secara

tidak fair, yang lansung / tidak langsung merugikan pihak lain. Perbuatan curang yang

dilakukan dengan berbagai cara secara licik, bersifat menipu.

RED FLAGS KASUS TRUGLOSS SHANGHAI JV

• Situasi Pribadi yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak diharapkan

Tekanan keuangan pada setiap individu: manajer penjualan, manajer logistik untuk

gudang maupun manajer akuntansi yang

• Keadaan Perusahaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tidak semestinya

15 | P a g e

Page 16: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

Tekanan untuk mencapai target pertumbuhan pasar baru dan adanya tekanan

kompetitif atas penjualan atau logistik.

• Resiko pengendalian yang spesifik

Sistem Pengendalian Intern yang tidak memadai

PENGENDALIAN INTERNAL DALAM MENCEGAH ATAU MENDETEKSI

FRAUD KASUS TRUGLOSS SHANGHAI JV

• Diperlukan perhitungan fisik persediaan dan rekonsiliasi wajib.

• Analisis periodik gross margin berdasarkan jumlah yang tercatat.

• Penyelesaian mekanisme monitoring yang diperlukan (yaitu, audit internal) seperti

yang disyaratkan oleh kebijakan.

• Pengawasan yang tepat oleh General Manager dan Finance Manager.

• Membentuk lingkungan kerja yang yang menghargai kejujuran.

• Menciptakan sistem pengendalian intern yang memadai

STUDI KASUS PADA TALLAHASSEE BEANCOUNTERS

Tallahase BeanCounters adalah sebuah tim baseball liga kecil di daerah Tallahase, Kota

Florida.

Sesuai dengan laporan yang diperoleh manajemen, diketahui bahwa seseorang di dalam

perusahaan telah melakukan tindakan penipuan (fraud).

Adapun pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus dijawab untuk memahami kasus

lebih mendalam:

1) Lakukan analisis terhadap account yang kelihatan berbeda, kalau ada apakah

perubahannya signifikan dan tidak biasa?

2) Apakah ada karyawan yang tampaknya menghadapi tekanan keuangan dan memiliki

kesempatan untuk berbuat fraud?

3) Apakah ada kelemahan pengendalian internal di dalam proses kegiatan perusahaan?

4) Apakah ada karyawan tertentu yang berpotensi untuk menggunakan kelemahan

tersebut?

5) Apakah ada aset perusahaan yang hilang?

Setelah dilakukan penyelidikan lebih mendalam, telah terjadi praktik kecurangan di

dalam perusahaan dengan skema fraud sbb:

1) Kecurangan karyawan fiktif (Ghost employee fraud)

2) Kecurangan penjualan tiket (Ticket fraud)

16 | P a g e

Page 17: Whistleblower & Forensic Accounting in Action

3) Kecurangan pembelian peralatan (Equipment purchase fraud)

17 | P a g e