perlindungan terhadap whistleblower dalam rangka
TRANSCRIPT
PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI INDONESIA
SKRIPSI
DIAJUKAN SEBAGAI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
DISUSUN OLEH: FRANGKI BOAS 0504000917
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2008
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
vii
ABSTRAK
Skripsi ini akan membahas mengenai perlindungan terhadap whistleblower dalam rangka perlindungan saksi dan korban di Indonesia. Dalam perjuangan pemberantasan korupsi, whistleblower dapat dilihat sebagai sebuah bagian penting, dimana Whistleblower melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi tempat dirinya bekerja untuk berbagai alasan, dimana yang paling utama adalah motivasi dan keyakinan etika. Informasi yang diberikan oleh whistleblower mengenai adanya praktik tindak pidana korupsi akan ditelusuri kebenarannya oleh aparat yang berwenang untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Atas perannya mengungkap adanya praktik tindak pidana korupsi tersebut whistleblower perlu diberikan perlindungan secara khusus, karena dalam praktiknya whistleblower mengalami ancaman dan tekanan atas informasi yang telah mereka berikan. Dengan adanya ancaman dan tekanan tersebut banyak orang yang tidak mau melaporkan adanya praktik tindak pidana korupsi yang mereka ketahui karena takut mengalami hal yang sama dengan orang yang telah lebih dahulu mengungkap adanya praktik tindak pidana korupsi. Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan korban yang diimplementasikan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi undang-undang tersebut belum dapat menjangkau whistleblower secara maksimal. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya whistleblower memiliki karakteristik yang berbeda dengan saksi ataupun korban. Selain itu bentuk –bentuk perlindungan yang diberikan oleh undang-undang tersebut masih belum memadai bagi whistleblower. Perlindungan yang diberikan kepada whistleblower harus lebih maksimal dari perlindungan terhadap saksi dan korban, oleh sebab itu perlu dibuat suatu praturan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan secara khusus bagi whistleblower. Dengan demikian keberanian setiap orang untuk melaporkan adanya praktik tindak pidana korupsi di tempat mereka bekerja akan semakin meningkat, tanpa perlu merasa takut terhadap ancaman dan tekanan yang akan menimpa mereka di kemudian hari.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
viii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan.........................................i
Halaman Persembahan......................................ii
Kata Pengantar..........................................iii
Abstrak.................................................vii
Daftar Isi.............................................viii
BAB I PENDAHULUAN.........................................1
A. Latar Belakang.........................................1
B. Pokok Permasalahan.....................................9
C. Tujuan Penulisan.......................................9
D. Kerangka Konsepsional.................................10
E. Metode Penelitian.....................................12
F. Sistematika Penulisan.................................15
BAB II TINJAUAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DAN PERKEMBANGANNYA
DI INDONESIA.............................................17
A. Whistleblower Dalam Berbagai Literatur................18
B. Peran Whistleblower Dalam Mengungkap Suatu Perkara....21
C. Whistleblower di Indonesia............................23
D. Karakteristik Whistleblower...........................28
BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER..............42
A. Perlindungan Saksi dan Korban di Beberapa Negara......43
B. Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia............55
1. Perlindungan Terhadap Saksi Dalam KUHAP............55
2. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
ix
Peraturan Perundang-undangan di Luar KUHAP.........58
3. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban......................65
C. Perlunya Perlindungan Khusus Terhadap Whistleblower
Atas Tindak Pidana yang Dilaporkannya.................70
D. Perlindungan Khusus Terhadap Whistleblower Atas
Keterlibatannya Dalam Tindak Pidana Lain..............78
BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM PRAKTIK
(STUDI KASUS SUAP DALAM PERKARA PENGADAAN LOGISTIK KPU
UNTUK PEMILU TAHUN 2004).................................81
A. Kasus Posisi..........................................82
B. Analisis Yuridis......................................90
BAB V PENUTUP...........................................103
A. KESIMPULAN...........................................103
B. SARAN................................................105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sorotan terhadap penegakan hukum di Indonesia
bukanlah merupakan hal yang baru di tanah air kita. Masalah
penegakan hukum begitu penting untuk dibicarakan karena hal
ini tidak saja merupakan tugas dan amanah konstitusi. Hal
ini juga berhubungan dengan kelangsungan tegaknya hukum
serta masa depan pencari keadilan di Indonesia.
Korupsi merupakan fenomena sosial yang dirasakan
semakin menggerogoti seluruh sendi kehidupan masyarakat.
Kondisi seperti ini bukan saja telah menimbulkan rasa
ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum,
tetapi juga semakin menjauhkan terpenuhinya rasa keadilan
masyarakat.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
2
Korupsi sebagai suatu bentuk kejahatan perlu
diberantas dan dijadikan musuh bersama masyarakat. Upaya
pemberantasan korupsi selama ini dirasakan tidak memberikan
hasil yang memuaskan dalam arti dapat terpenuhinya rasa
keadilan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi
yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja
terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada
kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.
Korupsi di sektor swasta pun saat ini sudah sama
parahnya dengan korupsi di sektor publik manakala dalam
aktivitas bisnisnya terkait atau harus berhubungan dengan
sektor publik. Korupsi semacam ini sering terjadi di sektor
perpajakan, perbankan, dan pelayanan publik.1
Berbagai peraturan perundang-undangan diperkuat
sebagai payung hukum bagi aparat penegak hukum dalam
memberantas korupsi. Kerap kita simak di media massa,
betapa peduli dan kritisnya rakyat terhadap upaya
pemberantasan korupsi yang dijalankan pemerintah.
Kepedulian dan kritik tersebut diwujudkan rakyat dengan
memberikan informasi tentang praktik korupsi kepada aparat
1Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional Dan
Aspek Internasional, (Bandung: Mandar Maju, 2004), hal. 2.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
3
dan lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keberhasilan atas penyelesaian suatu perkara hukum
juga dipengaruhi keterangan saksi yang berhasil diungkap
atau dimunculkan. Dalam proses peradilan pidana, saksi
adalah sarana untuk memperoleh kebenaran materiil. Dalam
Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana
(KUHAP) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 disebutkan:
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.2
Adapun keterangan saksi menurut ketentuan Pasal 1 angka 27,
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981:
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.3
2 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, LN
No. 76 Tahun 1981, TLN. No. 3209, ps.1 angka 26.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
4
Sedangkan Pasal 185 ayat (2) KUHAP menyatakan keterangan
seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa
terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan
kepadanya. Ayat (3) menyatakan bahwa ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai
dengan alat bukti yang sah lainnya. Hal ini dapat diartikan
keterangan lebih dari 1 (satu) orang saksi saja tanpa
disertai alat bukti lainnya dapat dianggap cukup untuk
membuktikan apakah seorang terdakwa bersalah atau tidak.4
Tidak sedikit kasus yang kandas di tengah jalan
disebabkan karena ketiadaaan saksi untuk menopang tugas
aparat penegak hukum. Dengan demikian jelaslah bahwa
keberadaan saksi merupakan suatu elemen yang sangat
menentukan dalam suatu proses peradilan pidana.5 Persoalan
yang utama adalah banyaknya saksi yang tidak bersedia
memberikan keterangan ataupun tidak berani mengungkapkan
3Ibid., ps. 1 angka (27). 4Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Peradilan
HAM,(http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/06/17/nrs,20040617-06,id.html), 12 Maret 2008.
5Koalisi Perlindungan Saksi, Saksi Harus Dilindungi (Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi), (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2005), hal.1.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
5
kesaksian yang sebenarnya karena tidak ada jaminan yang
memadai terutama jaminan atas perlindungan tertentu ataupun
mekanisme tertentu untuk bersaksi. Saksi bahkan seringkali
mengalami intimidasi atau tuntutan hukum atas kesaksian
atau laporan yang diberikannya dan tidak sedikit saksi yang
pada akhirnya menjadi tersangka atau bahkan terpidana.6
Keberanian para pelapor melaporkan adanya dugaan
kasus korupsi akan berkurang karena nasib para pelapor
kasus korupsi di negeri ini ternyata kerap tidak lebih baik
dari orang-orang yang mereka laporkan.7 Masih kuat dalam
ingatan kita kasus Khairiansyah, mantan auditor Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), yang bersama KPK membongkar kasus
suap dan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), November
2005. Kasus ini merupakan gebrakan luar biasa dalam
pemberantasan korupsi. Namun, sepuluh hari kemudian, pada
21 November 2005 kita kembali dikejutkan karena
Khairiansyah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Dana
Abadi Umat (DAU) oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
6Quentin Dempster, Whistleblower(Para Pengungkap Fakta),
diterjemahkan oleh Betty Yolanda, (Jakarta: ELSAM, 2006), hal. 274. 7Mutammimul Ula, Melindungi Para Peniup Peluit,
(http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=tema&op=viewarticle=&cid=4&artid=95), 19 Maret 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
6
Pada saat memberikan keterangan seorang saksi atau
pun pelapor harus dapat meberikan keterangan yang sebenar-
benarnya, untuk itu saksi dan pelapor perlu merasa aman dan
bebas saat menjalani proses pemeriksaan menurut hukum acara
pidana. Dalam tindak pidana korupsi dikenal istilah
whistleblower bagi orang yang melaporkan adanya dugaan
praktek tindak pidana korupsi. Secara historis, istilah
whistleblower sering digunakan untuk merujuk seseorang yang
berupaya mengungkap ketidakjujuran dan penyimpangan yang
terjadi di tempat ia bekerja. Upaya ini tentu bukan
pekerjaan yang mudah dilakukan, terlebih jika kasus yang
akan diungkap melibatkan atasan bahkan pimpinan mereka
sendiri. Karena itu, resiko yang harus ditanggung para
peniup peluit amat berat, mulai dari ancaman kehilangan
pekerjaan sampai kemungkinan munculnya intimidasi tidak
hanya terhadap mereka tetapi juga terhadap anggota
keluarganya.8 Adanya bentuk ancaman yang diterima oleh para
saksi dan pelapor kasus korupsi akan menghambat penegakan
8Achmad Zainal Arifin, Fenomena Whistleblower dan Pemberantasan
Korupsi,(http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=4675), 4 Februari 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
7
hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana
yang menjadi agenda reformasi di bidang hukum.
Pentingnya perlindungan bagi pelapor termaktub
dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi , yang
berbunyi:
Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahui identitas pelapor.
Sedangkan dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Bab II mengenai Tugas,
wewenang, dan Kewajiban, Pasal 15(a) yang berbunyi:
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban : Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
8
Melindungi para whistleblower adalah cara yang
efektif untuk menjamin peniupan peluit yang efektif.
Meskipun diantara para whistleblower itu ada yang hanya
sekumpulan orang yang tidak puas. Dalam proses persidangan
yang berkenaan dengan tindak pidana, tidak sedikit kasus
yang kandas di tengah jalan disebabkan ketiadaan saksi yang
dapat mendukung tugas penegak hukum untuk memberikan
kesaksian karena mendapat ancaman dari pihak tertentu atau
saksi merasa tidak terlindungi. Melihat pentingnya
kedudukan whistleblower dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi, sudah saatnya whistleblower diberi perlindungan
secara hukum, fisik, maupun psikis. Dengan diberikannya
perlindungan hukum terhadap whistleblower dalam tindak
pidana korupsi maka peran serta masyarakat untuk memberikan
laporan terhadap adanya dugaan kasus korupsi akan semakin
besar. Keberanian para pihak yang memberikan informasi
adanya dugaan korupsi harus mendapat apresiasi dari aparat
penegak hukum demi terciptanya partisipasi masyarakat dalam
memberantas korupsi.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
9
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian di bagian pendahuluan tentang
pentingnya perlindungan terhadap whistleblower, maka dalam
penelitian ini dilakukan analisa dengan didasarkan kepada
dua pokok permasalahan sebagai berikut:
1.Bagaimana kedudukan whistleblower dalam peraturan
perundang-undangan pidana di Indonesia?
2.Bagaimana mekanisme dan bentuk perlindungan yang
diberikan oleh negara terhadap whistleblower?
C. Tujuan Penulisan
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana perlindungan terhadap whistleblower di
Indonesia ditinjau dari segi kedudukan hak seorang saksi
untuk mendapatkan perlindungan di Indonesia dipandang dari
ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi
dan Korban. Adapun tujuan penelitian ini secara khusus
adalah:
1. Mengetahui bagaimana kedudukan whistleblower
dalam peraturan perundang-undangan pidana di
Indonesia;
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
10
2. Menjelaskan mekanisme dan bentuk perlindungan
yang diberikan oleh negara terhadap
whistleblower.
D. Kerangka Konsepsional
1. Whistleblower adalah seorang pegawai atau karyawan
dalam suatu organisasi yang melaporkan,
menyaksikan, mengetahui adanya kejahatan ataupun
adanya praktik yang menyimpang dan mengancam
kepentingan publik di dalam organisasinya dan yang
memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut
kepada publik atau instansi yang berwenang9;
2. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan
guna kepentingan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan
tentang suatu perkara pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami
sendiri10;
9Whistleblower,(http://en.wikipedia.org/wiki/Whitleblower#Overvie
w), 3 Maret 2008. 10Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
UU No. 13 LN No.64 Tahun 2006, TLN No. 4635, ps. 1 angka 1.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
11
3. Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan
pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada
saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh
LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan
undang-undang perlindungan saksi dan korban11;
4. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh
seseorang karena hak atau kewajibannya berdasakan
undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang
telah atau sedang atau diduga akan terjadinya
peristiwa pidana12;
5. Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam
perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri
dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu13.
11 Ibid., Ps. 1 angka 6. 12 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, LN No. 76
Tahun 1981, TLN No. 3209, Ps. 1 angka 24. 13 Ibid., Ps. 1 angka 27.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
12
E. Metode Penelitian
Pembahasan dalam tulisan ini didasarkan pada
penelitian hukum. Adapun penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika
dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan
menganalisanya.14
Metode penelitian adalah suatu metode atau cara
yang dilakukan dalam kegiatan penelitian untuk memperoleh
data dan informasi yang dilakukan guna menunjang penyusunan
skripsi ini.
Metode penelitian yang digunakan untuk membahas dan
menganalisa masalah Perlindungan terhadap whistleblower
dalam rangka perlindungan saksi dan korban di Indonesia,
terdiri atas sistematika sebagai berikut:
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan
empiris. Penelitian ini dilihat dari sisi normatif yaitu
14Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI-Press, 2006), hal. 43.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
13
penelitian terhadap kedudukan data sekunder hukum15 yang
terdiri atas bahan hukum primer (Peraturan perundang-
undangan), bahan hukum sekunder yakni buku-buku kepustakaan
dan Karya-karya ilmiah para sarjana. Selain itu juga
dilihat dari sisi empiris, yaitu penelitian yang dilakukan
melalui wawancara.
Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif analisis yang bertujuan
untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan
dan pembahasannya, disertai analisa yang bersifat
menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang saling
menunjang. Gambaran yang lengkap itu selanjutnya akan
dianalisis, tentu dengan pendekatan yuridis untuk
mendapatkan identifikasi, faktor penyebab dan alternatif
jalan keluarnya.
Analisis data, dimana data yang terkumpul
selanjutnya diolah dan disistematisasi sesuai dengan urutan
permasalahan dan akhirnya dianalisis. Analisis yang
15Ronny Hanitjio menggolongkan data sekunder di Bidang hukum
(dilihat dari sudut mengikatnya) menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Lihat Ronny Hanitijio Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal.11-12.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
14
digunakan adalah metode kualitatif, yakni meneliti
peraturan yang ada serta fakta yang terjadi dalam proses
perlindungan terhadap whistleblower dalam perkara tindak
pidana korupsi serta masalah yang ada. Dengan demikian,
hasilnya berbentuk analisa.
Data penelitian yang digunakan adalah dengan
meneliti data sekunder, yang terdiri dari :
1. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang –
undangan,
a. Undang – undang No. 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban;
b. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP);
c. Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP);
d. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia.
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu,
a. Buku – Buku Kepustakaan
b. Hasil Karya ilmiah para Sarjana
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
15
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam hal penulisan dan
pembahasannya, maka penelitian ini akan disusun dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang,
permasalahan, perumusan permasalahan, tujuan penulisan,
kerangka konsepsional, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjauan Terhadap Whistleblower Dan
Perkembangannya di Indonesia, yang terdiri dari Definisi
whistleblower, peran whistleblower dalam mengungkap suatu
perkara, whistleblower di Indonesia, dan karakteristik
whistleblower.
BAB III Perlindungan Terhadap Whistleblower, yang
terdiri dari perlindungan saksi dan korban di beberapa
negara, perlindungan saksi dan korban di Indonesia,
perlunya perlindungan khusus terhadap whistleblower atas
tindak pidana yang dilaporkannya, perlindungan khusus
terhadap whistleblower atas keterlibatannya dalam tindak
pidana lain.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
16
BAB IV Perlindungan Terhadap Whistleblower Dalam
Praktik (Studi Kasus Suap Dalam Perkara Pengadaan Logistik
KPU Untuk Pemilu Tahun 2004), yang terdiri dari kasus
posisi dan analisis yuridis.
BAB V Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
17
BAB II
TINJAUAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DAN PERKEMBANGANNYA DI
INDONESIA
Salah satu tokoh whistleblower yang populer adalah
Dr. Jeffrey Wigand. Ia adalah mantan Wakil Presiden
Research pada Brown and Williamson Tobacco di Amerika
Serikat. Jeffrey dipecat karena mengungkap praktek
manipulasi data nikotin pada rokok yang diproduksi
perusahaannya. Tak hanya dipecat, ia pun kerap mendapat
pelecehan dan ancaman terkait dengan tindakannya hingga
saat ini.16
Satu hal yang menarik untuk dicermati dalam tindak
pidana korupsi adalah munculnya Whistleblower. Untuk
memahami whistleblower akan dibahas mengenai definisi
whistleblower, peran whistleblower dalam mengungkap suatu
16Anwar Nasuution Seorang Whistleblower?, (http://www.hukumonline.com/detail/asp/id/18472&cl/Berita), 18 April 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
18
perkara, whistleblower di Indonesia, dan
karakteristik whistleblower.
A. Whistleblower Dalam Berbagai Literatur
Sebelum membahas mengenai whistleblower lebih jauh
lagi, ada baiknya dibahas mengenai beberapa pengertian
whistleblower yang ada. Menurut Roberta Ann Johnson:
There is an agreed-upon four parts definition of Whistleblower. Where four parts definition of Whistleblower are: 1. An individual acts with the intention of making
information public; 2. The information is conveyed to parties outside the
organization who make it public and a part of public record;
3. The information has to do with possible or actual nontrivial wrongdoing in an organization;and
4. The person exposing the agency is not a journalist or ordinary citizen, but a member, or former member of the organization.17
Berdasarkan pendapat Roberta Ann Johnson ada empat bagian
dari pengertian whistleblower, yaitu:
17Roberta Ann Johnson, Whistleblowing: When It Works and Why, (Colorado: Lynne Rienner, 2003), page. 3-4.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
19
1. Tindakan seseorang yang bertujuan untuk memberikan
informasi bagi publik;
2. Informasi tersebut diberitahukan kepada pihak di
luar organisasi yang akan mempublikasikan informasi
tersebut dan merupakan bagian dari berita publik;
3. Informasi tersebut berhubungan dengan kemungkinan
atau kepastian penyimpangan yang penting yang
terjadi dalam sebuah organisasi; dan
4. Orang yang mengungkap adanya penyimpangan dalam
organisasi tersebut bukan wartawan atau anggota
masyarakat biasa, tetapi anggota atau karyawan dari
organisasi tersebut.18
Sedangkan menurut Mary Curtis:
Whistleblower is one who reveals wrongdoing within an organization to the public, or to those in positions of authority.19
18Terjemahan bebas penulis berdasarkan An English-Indonesian Dictionary by John. M Echols and Hassan Shadily, (Jakarta: PT. Gramedia, 1994).
19Mary Curtis, Whistleblower Mechanisms: A Study of The Perceptions of “Users” and “Responders”, (Dalas: Institute of Internal Auditors, 2006), page. 4.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
20
Mary Curtis berpendapat bahwa whistleblower adalah
seseorang yang mengungkap adanya penyimpangan yang terjadi
dalam sebuah organisasi kepada publik atau kepada pihak
yang berwenang.20 Dan Menurut Geoffrey Hunt:
Whistleblower is an employee who tells on an employer, because he or she believed that the employer committed an illegal act.21
Pendapat Geoffrey Hunt tersebut menggambarkan bahwa
whistleblower adalah seorang pegawai yang melaporkan
seorang pegawai yang mempekerjakannya, karena ia yakin
bahwa pegawai tersebut telah melakukan perbuatan yang
ilegal.22
Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa definsi whistleblower adalah seorang
pegawai atau karyawan dalam suatu organisasi yang
melaporkan, menyaksikan, mengetahui adanya kejahatan
20Terjemahan bebas penulis, Loc.cit.
21Geoffrey Hunt, “Whistleblowing”, Commissioned Entry For Encyclopedia of Applied Ethics, (California: Academic Press, 1998), page. 2.
22Terjemahan bebas penulis, Loc.cit.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
21
ataupun praktik yang menyimpang dan mengancam kepentingan
publik di dalam organisasi tersebut. Whistleblower juga
memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut kepada
publik atau instansi yang berwenang.
B. Peran Whistleblower Dalam Mengungkap Suatu Perkara
Dalam perjuangan pemberantasan korupsi,
whistleblower dapat dilihat sebagai sebuah bagian penting.
Whistleblower melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan
dalam organisasinya untuk berbagai alasan, dimana yang
paling utama adalah motivasi, dan keyakinan etika. Menurut
Fred Alford, “Whistleblower dipandang sebagai orang yang
berbicara untuk kepentingan publik, dan dideskripsikan
sebagai pejuang etika.”23
Untuk sekadar membuka wawasan kita mengenai potensi
kerugian yang mungkin terjadi, sebuah asosiasi profesi yang
berpusat di Amerika Serikat, Association of Certified Fraud
Examiner (ACFE), melakukan studi terhadap 1.134 kasus fraud
yang ditemukan di negara itu selama 2004 - 2006, dan rata-
23Fred Alford, Whistleblower: Broken Lives and Organizatonal Power, (New York: Cornell University Press, 2001), page. 18.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
22
rata kerugiannya adalah US$159.000 per kasus, dimana hampir
seperempat dari seluruh kasus yang dikaji menyebabkan
kerugian setidaknya US$1 juta per kasus, dan sembilan kasus
menyebabkan kerugian setidaknya US$1 miliar per kasus.
Organisasi di AS telah kehilangan 5% dari pendapatan
tahunannya akibat fraud.24
Peran whistleblower menjadi penting dalam
mengungkap suatu perkara. Selain dinilai bermanfaat untuk
deteksi awal fraud, juga dapat digunakan sebagai penampung
informasi lainnya, serta bermanfaat bagi organisasi dalam
melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk mengurangi
sorotan eksternal dan dampak yang diakibatkan oleh suatu
penyimpangan dalam organisasi.
Whistleblower adalah kunci dalam mengungkap adanya
kasus korupsi, karena dengan adanya informasi yang
diberikan oleh whistleblower mengenai adanya praktik tindak
pidana korupsi, maka aparat yang berwenang dapat bertindak
untuk menangani praktik tindak pidana korupsi. Informasi
24Peniup Peluit Deteksi Fraud, (http://www.madani-ri.com/2008/03/15/peniup-peluit-deteksi-fraud/), 18 April 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
23
yang diberikan oleh whistleblower merupakan kunci dalam
mengungkap kasus korupsi, karena whistleblower adalah orang
yang bekerja di tempat terjadinya tindak pidana korupsi
tersebut, yang kemungkinan dapat diduga juga terlibat dalam
tindak pidana korupsi tersebut, sehingga informasi tersebut
dapat diproses untuk mengetahui kebenarannya. Informasi
yang diberikan oleh whistleblower akan ditelusuri
kebenarannya oleh aparat yang berwenang, setelah ditemukan
bukti-bukti yang mengindikasikan bahwa informasi tersebut
benar, maka aparat yang berwenang dapat segera mengambil
tindakan untuk selanjutnya diproses sesuai dengan hukum
yang berlaku.
C. Whistleblower di Indonesia
Di Amerika Serikat, dimana tingkat korupsi tidak
terlalu tinggi, lebih banyak orang yang melaporkan mengenai
penyelewengan, penyimpangan, dan penyalahgunaan wewenang
daripada di negara-negara lainnya. Menurut pendapat Roberta
Ann Johnson:
The U.S. laws protecting those who blow the whistle on wrongdoing are extensive. Protection laws cover
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
24
federal employees and most state employees as well as many private sector workers whose responsibilities relate to environtmental, health, and safety issues.25
Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang di Amerika
Serikat tersebut telah menjadi jaminan bagi para
whistleblower untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran di
tempat mereka bekerja. Selain itu juga menurut Roberta Ann
Johnson:
Organizations and institutions also support whistleblowing in the U.S. Hundreds of organizations, and even more websites have sprung up to support whistleblowers with information, legal advice, technical assistance, and emotional support. Media and legislative attention also help whistleblowers. United States whistleblowers easily become the subject of newspaper articles and television news programs, and they occasionally become star witnesses in bureaucratic investigations and congressional hearings.26
Di Amerika Serikat telah dibentuk lembaga advokasi
yang bernama National Whistleblower Center yang secara
rutin sejak tahun 1988 mengadvokasi para whistleblower, di
25Roberta Ann Johnson, Op. Cit., page. 156.
26Ibid., page. 10.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
25
samping itu juga terdapat sebuah lembaga bernama Government
Accountability Project (GAP) yang berdiri sejak tahun 1977
dan aktif mengadvokasi para whistleblower dengan fokus
kegiatan pada litigasi, advokasi, media, dan legislatif.27
Kiprah GAP sebagai institusi independen cukup membantu para
peniup peluit dalam menghadapi tingginya risiko yang harus
mereka bayar, bahkan tidak sedikit para peniup peluit
akhirnya memperoleh insentif dari kasus korupsi yang
terungkap dan mendapat kembali pekerjaan yang sebelumnya
harus mereka tinggalkan. Orang-orang setipe Jeffrey Wigand
pun dapat mendapat tempat yang nyaman dan memperoleh
perlindungan.28
Dengan adanya jaminan perlindungan dari undang-
undang, dan dukungan dari berbagai institusi dan
organisasi, para whistleblower di Amerika Serikat tidak
perlu merasa takut untuk melaporkan penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi di tempat mereka bekerja.
27Ibid., page. 157.
28Heru Susetyo, Perlindungan Terhadap Saksi Perkara Korupsi, (http://www.antikorupsi.org/mod/php/mod/tema&op/printarticle&artid/49), 20 April 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
26
Whistleblower adalah sosok penting dalam proses
pengungkapan korupsi. Di Indonesia memang sudah muncul
beberapa saksi pengungkap kejahatan yang sangat berarti
bagi upaya pemberantasan korupsi demi menciptakan
pemerintahan yang baik dan bersih. Namun peran dan jasa
para whistleblower itu tidak dihargai secara layak.
Nasibnya justru terancam dan tertekan.
Di Indonesia, istilah whistleblower mulai
memasyarakat ketika Khairiansyah Salman melaporkan kasus
suap yang dilakukan anggota KPU Mulyana W Kusuma pada 2005
silam. Petugas KPK menangkap Mulyana dan Khairiansyah di
kamar hotel, Mulyana kemudian ditahan dan diadili. Kasus
ini merupakan gebrakan luar biasa dalam pemberantasan
korupsi. Namun, sepuluh hari kemudian, pada 21 November
2005 Khairiansyah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap
Dana Abadi Umat (DAU) oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Kekerasan fisik kerap pula menyertai para
whistleblower tersebut. Majalah Tempo edisi 17 April 2005
mengisahkan penganiayaan terhadap Lendo Novo, staf ahli
Menteri Negara BUMN pada Kamis malam 7 April 2005. Ketika
itu, saat Lendo membawa berkas-berkas kasus korupsi yang
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
27
diungkap kementeriannya, sekitar 10 orang tak dikenal
menganiayanya di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Ada dugaan, peristiwa ini terkait dengan penghilangan data-
data korupsi di tangannya. Meneg BUMN Sugiharto menyebutkan
bahwa peristiwa ini ada kemungkinan terkait dengan upaya
mencegah pemrosesan bukti-bukti korupsi, kolusi, dan
nepotisme yang dibawa Lendo pada saat kejadian.29
Indonesia sebenarnya telah memiliki aturan
perlindungan saksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Selain
itu, pasal 15 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa KPK
berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau
pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan
keterangan mengenai tindak pidana korupsi. Perlindungan itu
meliputi pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan
dari kepolisian atau mengganti identitas pelapor atau
melakukan evakuasi termasuk melakukan perlindungan hukum.
Akan tetapi, ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
tersebut belum diimplementasikan secara menyeluruh.
29Ibid.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
28
Indonesia memang belum mengakomodasi suatu
peraturan untuk melindungi whistleblower secara khusus,
akan tetapi telah diatur mengenai perlindungan terhadap
saksi dan korban. Namun, perlindungan yang diatur dalam
undang-undang tersebut belum dapat dijadikan sebagai sebuah
jaminan bagi para whistleblower di Indonesia untuk
memberikan informasi mengenai adanya penyelewengan-
penyelewengan di tempat mereka bekerja.
D. Karakteristik Whistleblower
Sebelum membahas karakteristik whistleblower, akan
dibahas terlebih dahulu mengenai berbagai macam jenis saksi
yang ada. Dalam teori maupun praktik timbul macam-macam
jenis saksi, yaitu:
1. Saksi Korban
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana pasal 160 ayat (1) huruf (b) dikatakan
bahwa di ruang sidang yang pertama-tama didengar
keterangannya adalah korban yang menjadi saksi. Namun,
dalam undang-undang tersebut tidak terdapat definisi
mengenai saksi korban.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
29
Ketika suatu kejahatan terjadi, tentunya akan ada
satu atau lebih korban dari kejahatan tersebut. Korban
adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu
tindak pidana.30
Korban itu sendiri dibagi menjadi dua macam,31 yakni
korban secara langsung yaitu orang yang menderita dan
mengalami kerugian secara langsung akibat terjadiya suatu
tindak pidana, contohnya adalah orang yang menjadi korban
tindak pidana itu sendiri. Jenis yang kedua adalah korban
secara tidak langsung merupakan orang yang secara tidak
langsung menderita dan dirugikan akibat adanya tindak
pidana tersebut, contohnya adalah keluarga, sanak saudara,
dan orang lain yang menggantungkan hidupnya atau
kepentingannya kepada korban.
Berdasarkan pasal 24 ayat (1) Konvensi
Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang
Dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa korban adalah orang
30Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No. 13, LN No. 64 tahun 2006, TLN. No. 4635, ps. 1 angka (2).
31Budi Narbanto, Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Korban Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1990), hal. 29.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
30
yang hilang atau orang lain yang mengalami kerugian sebagai
akibat tindakan penghilangan paksa.
2. Saksi A Charge
Saksi A Charge adalah saksi dalam perkara pidana
yang dipilih dan diajukan oleh Penuntut Umum, dikarenakan
kesaksiannya memberatkan terdakwa.32 Dalam hal saksi yang
memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan
perkara atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat
hukumnya atau Penuntut Umum, selama berlangsungnya sidang
atau belum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua sidang wajib
mendengar keterangan saksi tersebut, hal ini sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 160 ayat (1) huruf (c) Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
3. Saksi A De Charge
Saksi A De Charge adalah saksi yang dipilih atau
diajukan oleh Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasehat
Hukum, yang sifatnya meringankan terdakwa.33 Akan tetapi
saksi ini biasanya dibawa oleh terdakwa atau penasehat
32Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana dalam Praktik, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 142.
33Ibid.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
31
hukumnya yang diharapkan dapat memberikan kesaksian yang
menguntungkan bagi terdakwa.
4. Saksi Berantai
Penjelasan mengenai siapa yang disebut dengan saksi
berantai dapat dilihat dalam pasal 185 ayat (4) KUHAP:
Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
Contonya seorang saksi menerangkan bahwa ia melihat
A (terdakwa) pada jam 12.00 tengah hari tanggal 8 Juli 2007
berjalan di Jalan Raya Tebet, Jakarta Selatan. Saksi kedua
melihat A masuk pekarangan rumah No. 485 A di jalan
tersebut kira-kira pada jam 12.30. Saksi ketiga melihat A
menunggu dan naik taksi pada jam 13.00 sambil membawa
televisi setelah keluar dari rumah tersebut pada jam 13.00.
Keterangan saksi-saksi tersebut dapat disebut saksi
berantai.
5. Testimonium De Auditu
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
32
Testimonium De Auditu adalah kesaksian yang berisi
keterangan yang bersumber dari orang lain. Saksi ini
memberi keterangan yang tidak ia lihat, dengar, atau alami
sendiri. Jelasnya adalah keterangan mengenai orang lain
yang mengatakan, atau menceritakan sesuatu.34 Keterangan
saksi yang demikian bertentangan dengan ketentuan pasal 1
angka (27) KUHAP, sehingga:
a. Tidak bernilai sebagai alat bukti yang sah, dan
b. Tidak memiliki kekuatan pembuktian untuk
membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada
terdakwa.
Menurut pasal 1 angka (27) KUHAP, keterangan saksi
yang sah sebagai alat bukti hanya keterangan saksi yang
bersumber dari suatu peristiwa pidana, berdasar:
a. Pendengaran sendiri;
b. Pengelihatan sendiri; dan
c. Pengalaman sendiri.
Dalam penjelasan pasal 185 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa
tidak termasuk alat bukti keterangan saksi yang diperoleh
dari orang lain. Ketentuan inilah yang dianut hukum positif
34Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 313.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
33
di Indonesia. Dengan demikian sistem peradilan pidana
Indonesia “mengeluarkan” Testimonium de Auditu sebagai alat
bukti.
Prinsip umum menjelaskan sikap dan pendirian
sebagai berikut:
a. Oleh karena keterangan yang berbentuk
Testimonium de Auditu atau hearsay evidence,
bukan keterangan tentang apa yang diketahuinya
secara personal, tapi mengenai apa yang
“diceritakan” orang lain kepada dia atau apa
yang didengarnya dari orang lain:
(1). Lebih besar kemungkinannya tidak benar
(2). Alasannya, keterangan yang diberikan
tidak berasal dari pihak pertama.
b. Sehubungan dengan itu, hearsay evidence
berada di luar alat bukti dan dinyatakan an
out-of court statement, karena isi keterangan
hanya merupakan repetisi atau pengulangan
dari apa yang didengar orang lain.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
34
c. Ke dalam hearsay termasuk juga keterangan
yang dibuat atau diberikan “di luar” proses
persidangan.35
Akan tetapi kesaksian de auditu perlu pula didengar
oleh hakim, walaupun tidak mempunyai nilai sebagai bukti
kesaksian, tetapi dapat memperkuat keyakinan hakim yang
bersumber pada dua alat bukti lainnya.36
Wirjono Prodjodikoro juga sejajar pendapatnya
dengan Andi Hamzah dengan mengatakan sebagai berikut:
“…Hakim dilarang memakai sebagai alat bukti suatu keterangan de auditu, yaitu tentang suatu keadaan yang saksi itu hanya dengar saja terjadinya dari orang lain. Larangan semacam ini baik, bahkan sudah semestinya, akan tetapi harus diperhatikan, bahwa kalau ada saksi yang menerangkan telah mendengar terjadinya suatu keadaan dari orang lain, kesaksian semacam ini tidak selalu dapat dikesampingkan begitu saja. Mungkin seringkali hal pendengaran suatu peristiwa dari orang lain itu dapat berguna untuk penyusunan suatu rangkaian pembuktian terhadap terdakwa…”37
35M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 207.
36Andi Hamzah, op. cit., hal. 261.
37Ibid., sebagaimana dikutip dari Wirjono Prodjodikoro, Bunga Rampai Hukum, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1974), hal. 80., hal. 262.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
35
Dalam ketetapan Landraad Meester Cornelis, 27
Januari 1939, pada pokoknya menyetujui memberi daya bukti
kepada kesaksian de auditu, dengan alasan keterangan-
keterangan korban yang telah meninggal diberi oleh saksi-
saksi yang mendekatinya. Segera setelah berlakunya serangan
atas dirinya bahwa yang memberi tusukan-tusukan pada
dirinya adalah seorang yang disebut pula namanya, mempunyai
daya bukti, ditilik dari keadaan di sekitar pemberian
keterangan-keterangan. Ketetapan ini dikuatkan oleh Raad
van Justitie di Belanda.38
Dari penjelasan di atas terdapat pro dan kontra
mengenai kedudukan kesaksian de auditu. Secara positif
keberadaan kesaksian de auditu memang telah dikeluarkan
dari alat bukti, namun melihat kenyataan-kenyataan di
lapangan, keberadaan kesaksian de auditu ini harus dilihat
kasus demi kasus.
6. Saksi Pelapor
38Ibid., hal. 263.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
36
Dalam KUHAP pasal 1 angka (24) dikatakan:
Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
Dalam rumusan pasal di atas memang tidak dirumuskan
siapakah yang disebut dengan pelapor, namun secara tersirat
dapat diketahui bahwa pelapor adalah orang yang karena hak
dan kewajibannya berdasarkan undang-undang menyampaikan
kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang
atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Maka yang
dimaksud dengan saksi pelapor adalah seseorang yang memberi
keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang berhubungan
dengan hak dan kewajibannya.
Ada pun yang berhak mengajukan laporan menurut
pasal 108 KUHAP adalah:
a. Setiap orang yang mengalami, melihat,
menyaksikan, dan atau menjadi korban
peristiwa yang merupakan tindak pidana;
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
37
b. Setiap orang yang mengetahui permufakatan
jahat untuk melakukan tindak pidana
terhadap ketentraman dan keamanan umum
atau terhadap jiwa atau terhadap hak
milik;
c. Setiap pegawai negeri dalam rangka
melaksanakan tugasnya yang mengetahui
tentang terjadinya peristiwa yang
merupakan tindak pidana.
7. Saksi Mahkota (State Witness/Key Witness/Crown
Witness/Kroon Getuige)
Dalam praktik ada kalanya suatu tindak pidana
dilakukan oleh beberapa orang pelaku, baik sebagai pelaku,
orang yang menyuruh melakukan, atau yang turut serta
melakukan tindak pidana itu, sebagaimana terdapat dalam
Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maupun
orang lain yang melakukan pembujukan sebagaimana diatur
dalam pasal 56 KUHP. Dapat pula hal-hal sebagaimana diatur
dalam pasal 170 KUHP yakni di muka umum bersama-sama
melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
38
Untuk mengungkap kasus tersebut seringkali dialami
ketiadaan saksi untuk membuktikan surat dakwaan Penuntut
Umum. Oleh karena itu sesuai pasal 142 KUHAP, Penuntut Umum
dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa
secara terpisah (splitzing). Artinya dilakukan pemecahan
berkas perkara sesuai kebutuhan. Apabila hal itu dilakukan,
maka masing-masing terdakwa akan menjadi saksi terhadap
terdakwa yang satu dengan yang lainnya.39
Oleh karena itu dalam undang-undang tidak dijumpai
apa yang disebut dengan saksi mahkota, tetapi dalam
kenyataannya saksi mahkota ini dapat muncul dalam praktik.
Hal ini disebabkan adanya splitzing yang dapat dilakukan
oleh Penuntut Umum.
Diajukannya seseorang sebagai saksi mahkota jika
Penuntut Umum menemui kesulitan untuk mencari alat-alat
bukti untuk membuktikan dakwaannya.40 Jadi saksi diambil
dari terdakwa sendiri dikarenakan minimnya saksi.
Terdapat satu keistimewaan dari saksi mahkota ini,
dimana dalam hukum acara pidana dikenal istilah Unus
39Darwan Prinst, op. cit., hal. 90.
40Budi Narbanto, op. cit., hal. 34.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
39
testis nulluus testis (satu saksi bukanlah merupakan
saksi). Dalam konsep adanya saksi mahkota, kesaksian saksi
mahkota walaupun hanyalah seorang diri dapat diterima
mengingat seorang saksi mahkota adalah seorang yang
terlibat dalam suatu tindak pidana.
Definisi mengenai saksi mahkota itu sendiri dapat
kita lihat dari pendapat R. Soesilo, yaitu:
Saksi Mahkota yaitu saksi yang ditampilkan dari beberapa terdakwa/salah seorang terdakwa guna membuktikan kesalahan terdakwa yang dituntut. Saksi mahkota dapat dibebaskan dari penuntutan pidana atau kemudian akan dituntut pidana secara tersendiri, tergantung dari kebijaksanaan Penuntut Umum yang bersangkutan.41
Dalam negara Common Law keberadaan saksi mahkota
ini memang diakui, yakni ketika seorang pelaku tindak
pidana memberikan kesaksian yang memberatkan pelaku tindak
pidana lainnya, maka pelaku tindak pidana yang bersaksi
diberikan kekebalan.
41R. Soesilo, Teknik Berita Acara (Proses Verbal) Ilmu Bukti dan Laporan, (Bogor: Politeia, 1980), hal. 7.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
40
In particular, a witness who has himself been guilty of a crime may wish for assurances that he will not be prosecuted himself if he gives testimony against another which also implicates the witness. If such assurances are given, it is said that the witness has been granted “immunity” from subsequent prosecution.42
Jadi ketika seorang Penuntut Umum meminta terdakwa atau
beberapa orang terdakwa untuk bersaksi melawan terdakwa
lainnya, yang dengan kesaksiannya itu ia dapat membuka
kejahatannya sendiri, maka terdakwa atau beberapa orang
tersebut dapat meminta kepada Penuntut Umum untuk
memberikan kekebalan kepadanya, sehingga ia tidak dituntut
atas kejahatan yang telah dilakukannya itu.
Setelah membahas mengenai berbagai macam saksi
tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai karakteristik
whistleblower dibandingkan dengan berbagai macam saksi.
Pertama, whistleblower bukan merupakan korban dari suatu
tindak pidana seperti saksi korban. Whistleblower tidak
mengalami kerugian apa-apa, karena yang dilaporkan adalah
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di tempatnya bekerja
yang sama sekali tidak merugikan dirinya.
42Kevin Tierney, How To Be A Witness, (New York: Oceana Publications, Inc., 1971), page. 98.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
41
Kedua, whistleblower memberikan informasi atas
inisiatifnya sendiri, bukan atas permintaan pihak lain
seperti saksi A Charge, maupun A De Charge. Whistleblower
memberikan informasi karena ia sendiri ingin mengungkap
penyimpangan yang terjadi di tempatnya bekerja.
Ketiga, informasi yang diberikan oleh whistleblower
adalah informasi yang ia lihat, dan dengar sendiri, bukan
merupakan informasi yang ia dengar dari orang lain. Berbeda
dengan Testimonium De Auditu yang merupakan keterangan yang
bersumber dari pendengaran orang lain, whistleblower
memberikan informasi karena ia mengetahui sendiri mengenai
adanya penyimpangan di tempatnya bekerja.
Keempat, whistleblower adalah orang yang bekerja
pada suatu organisasi dan melaporkan penyimpangan yang
terjadi di tempatnya bekerja tersebut. Jadi whistleblower
bukan anggota masyarakat biasa yang mengetahui, melihat,
menyaksikan, atau pun menjadi korban dari suatu tindak
pidana seperti saksi pelapor, tetapi ia adalah orang yang
bekerja pada suatu organisasi tempat terjadinya tindak
pidana korupsi yang dilaporkannya tersebut.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
42
BAB III
PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER
Seringkali suatu tindak pidana dapat terungkap
karena adanya peran dari whistleblower yang memberikan
informasi mengenai terjadinya tindak pidana tersebut. Dalam
berbagai kasus, whistleblower seringkali mendapat tekanan,
baik berupa ancaman, maupun serangan balik secara fisik
maupun secara hukum. Akibat banyaknya tekanan tersebut,
orang seringkali merasa takut untuk menjadi whistleblower.
Melihat pentingnya kedudukan whistleblower dalam mengungkap
suatu perkara, dan agar orang tidak merasa takut untuk
menjadi whistleblower, maka sudah saatnya whistleblower
diberikan perlindungan secara hukum, fisik, maupun psikis.
Akan tetapi perlindungan terhadap whistleblower tersebut
harus lebih maksimal dibandingkan perlindungan terhadap
saksi dan korban, oleh sebab itu bentuk perlindungan
terhadap saksi dan korban dapat menjadi model acuan bagi
perlindungan terhadap whistleblower.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
43
Untuk memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap whistleblower kita perlu memahami bentuk-bentuk
perlindungan terhadap saksi dan korban terlebih dahulu.
Oleh sebab itu akan dibahas mengenai bentuk-bentuk
perlindungan terhadap saksi dan korban.
A. Perlindungan Saksi dan Korban di Beberapa Negara
Seringkali dikatakan bahwa saksi merupakan elemen
yang terlupakan dalam sistem peradilan pidana. Akan tetapi
akhir-akhir ini keberadaan mereka mendapat perhatian
khusus. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan yang
ada di beberapa negara mengenai saksi.
Selain itu juga diusahakan sedapat mungkin kondisi
korban kejahatan dipulihkan keadaannya. Sehingga korban,
yang merupakan saksi utama dalam mengungkap suatu kasus,
tidak ragu untuk melaporkan kejahatan yang menimpanya serta
mau memberikan kesaksian. Bentuk pemulihan tersebut
disamping berbentuk pelayanan-pelayanan sosial juga
meliputi ganti rugi berupa uang.
Program-program bantuan serta bentuk-bentuk ganti
rugi yang diatur di berbagai negara tersebut akan diuraikan
lebih lanjut di bawah ini. Fokus utamanya adalah mengurangi
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
44
resiko viktimisasi dengan cara memperkenalkan berbagai
program bantun.43
1. Perlindungan Saksi dan Korban Kejahatan di Inggris
Di Inggris, pada tahun 1990 disepakati piagam
tentang korban yang menyatakan bahwa korban memiliki hak
untuk:
a. mengetahui informasi mengenai perkembangan kasus;
b. mengetahui tanggal sidang;
c. mengetahui besarnya uang jaminan;
d. mengetahui hasil putusan.
Selain itu dijanjikan pula perbaikan fasilitas bagi
saksi korban yang dipanggil ke sidang pengadilan,
pengurangan waktu menunggu, serta memenuhi kebutuhan korban
lainnya, diantaranya dengan menyediakan ruang tunggu yang
terpisah.44
Program bantuan bagi korban meliputi:
a. Pemberian informasi dan bantuan-bantuan yang
bermanfaat, penekanan dari program ini adalah
43Davies, Crall, and Tyrer, Criminal Justice: An Introduction to The Criminal Justice System in England and Wales, (London: Longman, 1995), page. 314.
44Ibid., page. 315.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
45
bantuan sementara berupa tempat korban untuk
mencurahkan perasaannya;
b. Membantu korban mengungkapkan keluhan mereka atas
apa yang mereka alami di muka pengadilan.45
Bantuan ini dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
sebagai berikut:
1. Lembaga kompensasi, yang dilakukan oleh negara dan
kompensasi yang diadakan oleh pelaku46:
a. Lembaga kompensasi oleh negara muncul setelah
mulai berkembangnya Criminal Injures
Compensation Scheme (CICS) tanggal 1 Agustus
1964. Program ini kemudian diamandemen tahun
1969, diamandemen kembali tahun 1979 dan
terakhir kali diamandemen melalui Criminal
Justice Act tahun 1988;
b. Kompensasi oleh pelaku kejahatan dapat
diperoleh melalui proses peradilan. Adapun
ketentuan-ketentuan yang mengaturnya adalah
45Ibid., page. 316.
46Ibid., page. 317.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
46
The Probation of Offender (1917) dan terakhir
digantikan oleh Criminal Justice Act (1988).
2. Commision on Woman Against Rape, Woman National,
dan adanya pedoman yang dikeluarkan oleh
sekretariat negara pada tahun 1986, berkaitan
dengan penanganan korban perkosaan dan kejahatan
dalam rumah tangga, ketentuan mana disempurnakan
lagi tahun 1990;
3. Lembaga-lembaga yang menangani perlakuan salah
terhadap anak (child abuse). Aturan-aturan yang
mendasari pembentukan lembaga ini adalah The
Children and Young Person Act.
4. Lembaga-lembaga yang mendukung korban seperti
National Vicim Association (NVA) yang berusaha
membantu korban dan mengusahakan adanya
rekonsiliasi antara korban dan pelaku.47
2. Perlindungan Saksi dan Korban Kejahatan di Amerika
Serikat
47Tim Newburn, Crime and Criminal Justice Policy, (London: Longman, 1995), page. 49.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
47
Sehubungan dengan masalah perlindungan saksi di
Amerika Serikat, pemerintah federal mengambil langkah-
langkah yang dianggap perlu , antara lain:
a. Menetapkan Undang-Undang Perlindungan Bagi Saksi dan
Korban (Witness and Victim Protection Act)
Pada tanggal 12 Oktober 1982 Konggres Amerika Serikat
menetapkan Undang-Undang Perlindungan Bagi Saksi dan
Korban. Adapun tujuan dari undang-undang ini adalah:
1. Menguatkan aturan-aturan hukum bagi perlindungan
saksi dan korban yang telah ada;
2. Meminta Jaksa Agung untuk membuat pedoman tambahan
dan rancangan undang-undang untuk membantu korban
dan saksi;
3. Menjadi acuan bagi undang-undang negara bagian.
Hal utama yang ditekankan dalam undang-undang ini
bahwa korban dapat memberikan pandapat yang cukup
berpengaruh mengenai penghukuman, restitusi bagi dirinya,
dan perlindungan dari intimidasi bagi korban dan saksi.
Selain itu undang-undang ini juga menguatkan hukuman
mengenai intimidasi terhadap saksi dan korban.48
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
48
b. Pedoman Pemerintah Federal
Pada tanggal 9 Juli 1983, Jaksa Agung melaksanakan
mandat yang diberikan dalam undang-undang perlindungan yang
diberikan bagi saksi dan korban, dengan menerbitkan
sejumlah pedoman untuk memastikan bawa saksi dan korban
diperlakukan dengan adil dan penuh pengertian. Pedoman
tersebut menyarankan pada aparat penegak hukum untuk
memberikan sejumlah informasi mengenai pelayanan yang ada,
termasuk pelayanan kesehatan dan sosial, program kompensasi
dan penyuluhan, serta saran-saran mengenai prosedur yang
ada untuk melindungi saksi dan korban dari intimidasi.
Korban harus diberitahu mengenai hal-hal penting yang
terjadi di persidangan, termasuk penangkapan tersangka,
pada kesempatan mana korban harus hadir di persidangan,
pembebasan atau pelepasan dari tersangka dan kesempatan
bagi korban untuk menghadiri persidangan saat hukuman
dijatuhkan.
Pedoman ini juga menyarankan agar pemerintah
federal berdiskusi dengan saksi dan korban untuk menampung
48United States Department of Justice Beureau of Justice
Statistic, Criminal Justice Information Policy Victim or witness Legislation: An Overview, (Washington DC, 1984), page. 17.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
49
pandangan mereka dalam menentukan aspek-aspek dari
penuntutan, seperti permohonan pembatalan penuntutan dan
plea bargaining. Pedoman ini dimaksudkan pula untuk
mendukung pemerintah untuk membimbing korban sepenuhnya
dalam hak-hak mereka, seperti pemberian restitusi,
memastikan bahwa pemberian pendapat korban yang
mempengaruhi di persidangan benar-benar dipersiapkan serta
menghindari penyebarluasan identitas korban dan saksi.49
c. President’s Task Force on Victims of Crime
Pada tahun 1982, lembaga ini dibentuk untuk
mengimplementasikan kepedulian masyarakat atas kebutuhan
korban. Dalam laporan akhir dari task force tersebut,
diberikan 68 saran kepada negara-negara bagian dan
Pemerintah Amerika Serikat mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan hak-hak korban. Adapun saran-saran yang
paling penting antara lain50:
1.) Mengembangkan dan menerapkan pedoman-pedoman mengenai
perlakuan yang adil bagi saksi dan korban;
49Ibid., page. 18.
50Ibid.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
50
2.) Menyediakan perlindungan bagi saksi dan korban dari
segala intimidasi;
3.) Membuat prosedur di kepolisian dan kejaksaan yang
memastikan bahwa saksi dan korban diberi informasi
mengenai perkembangan kasus;
4.) Meminta pendapat korban mengenai penghukuman;
5.) Menghapuskan pembebasan bersyarat dan membatasi
diskresi lembaga peradilan dalam penghukuman.
a. Mendengar pendapat umum sebelum memutuskan apakah
seorang pelaku tindak pidana dapat dibebaskan secara
bersyarat;
b. Membuat peraturan yang menjamin kerahasiaan
identitas korban dan saksi kecuali dibutuhkan
sebagai bahan pertimbangan dalam pembelaan.
President’s Talks Force 1982 tersebut juga
merekomendasikan agar amandemen ke-6 dari Bill of Rights
diubah dengan menambahkan bahwa korban memiliki hak untuk
hadir dan didengar pada tahap-tahap penting dari proses
peradilan.51
51Philip. P. Purpura, Criminal Justice An Introduction, (Boston: Butterworth-Heinenmann, 1997), page. 16-17.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
51
Saran-saran tersebut diwujudkan dalam bentuk
bantuan bagi korban yang diantaranya terdiri dari program
kompensasi untuk korban, program bantuan untuk saksi,
program bantuan untuk saksi korban, serta pusat bantuan
untuk korban perkosaan. Melalui program kompensasi untuk
korban, negara bagian memberikan kompensasi biaya rumah
sakit dan kerugian akibat tindak pidana.52
Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat
terdapat ketetapan yang menyatakan bahwa korban dapat
meminta terlebih dahulu pertimbangan pengadilan mengenai
kompensasi dan penghukuman. Bahkan pada beberapa kasus,
korban dapat memberikan pendapat tentang penghukuman.53
Di samping itu perlakuan khusus juga diberikan
kepada saksi dari organized crime, mengingat bahwa
organized crime dirasakan oleh masyarakat Amerika Serikat
sebagai masalah yang sangat serius yang diumpamakan sebagai
suatu kekaisaran yang hampir-hampir tak terjamah oleh
pemerintah. Organized Crime merambah berbagai aktivitas
kehidupan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan
52Davies, Op. Cit., page 448-450.
53Ibid., hal 317.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
52
perekonomian, mulai dari kegiatan yang nyata-nyata
melanggar hukum sampai pada yang sah menurut hukum.
Untuk menanggulangi organized crime, dibentuk
perundang-undangan dan dibuat program-program penegakan
hukum yang bersifat khusus seperti Organized Crime Control
Act of 1970, Racketeer Influenced and Corrupt Organization
(RICO) 1994, dan Sarbanes-Oxley Act of 2002. Sebagai tindak
lanjut untuk penegakan hukumnya kemudian dibuatlah The
Federal Witness Protection Program yang memudahkan saksi
untuk memberikan kesaksian di pengadilan. Orang-orang yang
bersedia bersaksi dijamin memperoleh identitas baru
sehingga terlindung dari kemungkinan balas dendam yang akan
dilakukan oleh organisasi kejahatan yang dirugikan oleh
kesaksian yang diberikannya.54
Selain itu juga telah dibentuk lembaga advokasi
yang bernama National Whistleblower Center yang secara
rutin sejak tahun 1988 mengadvokasi para whistleblower, dan
juga terdapat sebuah lembaga bernama Government
Accountability Project (GAP) yang berdiri sejak tahun 1977
54Freda Adler, Gerhard Mueller, and William. S. Lauber, Criminology: The Shorter Version, 2nd Edition, (New York: Me. Graw-Hill, Inc., 1995), page. 307-309.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
53
dan aktif mengadvokasi para whistleblower dengan focus
kegiatan pada litigasi, advokasi, media, dan legislatif.55
3. Perlindungan Saksi dan Korban Kejahatan di Australia
Pada tahun 1985, Pemerintah Australia Selatan
menyetujui 17 asas mengenai hak-hak korban. Adapun asas-
asas tersebut antara lain56:
a. Korban harus diperlakukan secara simpatik dan
membangun;
b. Mereka harus diberi penjelasan mengenai dakwaan yang
diajukan terhadap terdakwa;
c. Mereka harus diberi informasi tentang proses
peradilan serta hak dan kewajiban sebagai saksi;
d. Korban juga harus dirahasiakan alamatnya dan tidak
perlu hadir di masa pra-sidang, kecuali dibutuhkan
sebagai bahan pertimbangan dalam pembelaan;
e. Saksi berhak untuk mendapatkan perlindungan fisik.
Tidak ada kriteria khusus bagi korban untuk
mendapat pelayanan kesejahteraan yang disediakan oleh
55Roberta Ann Johnson, Op. Cit., page. 157.
GGeorge Zdenkowski, Chris Ronalds, and Mark Richardson, ed., The Criminal In Justice System, Vol.2., (Sydney: Pluto Press, 1987). page. 147-148.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
54
persemakmuran dan pemerintah negara bagian. Pelayanan ini
mencakup bantuan finansial, tempat tinggal, dan layanan
kesehatan. Di seluruh Australia, setiap petugas polisi
diharapkan dapat memberikan bantuan secepatnya kepada saksi
dan korban, serta bekerja sama dengan lembaga kesejahteraan
lainnya.
Di beberapa negara bagian, kelompok-kelompok
bantuan bagi korban telah dibentuk secara sukarela dalam
rangka memberi bantuan sosial dan informasi kepada korban
kejahatan. Kelompok-kelompok ini memberikan dukungan
emosional bagi korban dan keluarganya, serta saran dan
informasi mengenai sistem peradilan pidana. Selain itu,
kelompok-kelompok ini juga memberikan layanan berupa
pendampingan di sidang pengadilan yang bertujuan untuk
mengurangi rasa bingung, takut, dan tidak nyaman dari saksi
dan korban. Program-program tersebut cukup berhasil
mengurangi viktimisasi yang kedua kali terhadap korban.57
57Ibid., hal. 152-153.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
55
B. Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia
Perlindungan bagi saksi dan korban pada prinsipnya
merupakan pemberian seperangkat hak yang dapat dimanfaatkan
mereka dalam posisinya pada proses peradilan pidana.
Perlindungan merupakan salah satu bentuk penghargaan atas
kontribusi mereka dalam proses ini.58 Berikut merupakan
bentuk-bentuk perlindungan terhadap saksi dalam perundang-
undangan di Indonesia.
1. Perlindungan Terhadap Saksi Dalam KUHAP
KUHAP tidak mengatur secara khusus, rinci, dan
lengkap tentang hak-hak saksi termasuk saksi pelapor dalam
proses peradilan pidana. Akan tetapi terdapat beberapa
bentuk perlindungan bagi saksi, yaitu:
a. Bebas dari tekanan dalam memberikan keterangan.
58Harkristuti Harkrisnowo, Perlindungan Korban dan Saksi dalam Proses Peradilan Pidana dan Urgensi Pengaturan Perlindungan Bagi Mereka, (Makalah disampaikan pada Seminar tentang Perlindungan Saksi yang diselenggarakan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan), Bekasi, 29 Oktober 2002, hal. 8.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
56
Seorang saksi dalam tahap penyidikan, dalam
memberikan keterangan tidak dalam tekanan dari siapapun
atau dalam bentuk apapun.59
b. Keterangan yang telah diberikan saksi dicatat dalam
sebuah berita acara.
Keterangan yang telah saksi berikan dalam tahap
penyidikan dicatat dalam berita acara, berita acara
tersebut ditandatangani oleh penyidik, dan oleh saksi
apabila ia menyetujui isinya. Apabila saksi menolak untuk
menandatangani maka dicatat dalam berita acara dengan
disertakan alasannya.60
c. Pertanyaan yang diajukan kepada saksi tidak boleh
bersifat menjerat.
Dalam proses persidangan, pertanyaan yang diajukan
kepada saksi tidak boleh pertanyaan yang bersifat menjerat.
Pasal ini penting karena pertanyaan yang bersifat menjerat
tidak hanya tidak boleh diajukan kepada terdakwa, tetapi
juga tidak boleh diajukan kepada saksi. Hal ini sesuai
59Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, Ln. No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209, ps. 117.
60Ibid., ps. 118.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
57
dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus
diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan.61
d. Saksi berhak atas seorang juru bahasa.
Seorang saksi yang tidak paham bahasa Indonesia
dapat memperoleh bantuan seorang juru bahasa untuk
memberikan keterangannya, dan hakim ketua sidang akan
menunjuk seorang juru bahasa untuk membantu saksi.62
e. Saksi yang bisu dan/atau tuli memberikan keterangan
secara tertulis.
Seorang saksi yang bisu dan/atau tuli, atau yang
tidak bisa menulis, maka hakim ketua sidang mengajukan
pertanyaan secara tertulis, dan dijawab oleh saksi secara
tertulis. Selanjutnya pertanyaan dan jawaban tersebut harus
dibacakan.63
f. Saksi berhak atas penggantian biaya atas kedatangannya
dalam rangka memberikan keterangan di pengadilan.
Dalam pasal ini diatur mengenai hak seorang saksi
untuk mendapatkan penggantian biaya karena ia telah datang
61Ibid., ps. 166.
62Ibid., ps. 177.
63Ibid., ps. 178.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
58
untuk memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan
di semua tingkat pemeriksaan.64
2. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam Peraturan
Perundang-undangan di luar KUHAP
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban
Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat
untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang
kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan
keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan
suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang
telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak
hukum. Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan
hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya sehingga ia
tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun
jiwanya. Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum (equality
before the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum,
saksi dan korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia
diberikan jaminan perlindungan hukum melalui Undang-Undang
64Ibid., ps. 229.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
59
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Adapun pembahasan mengenai bentuk perlindungan terhadap
saksi dan korban dalam undang-undang ini akan dibahas dalam
sub bab tersendiri.
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
Dalam undang-undang ini perlindungan terhadap saksi
terdapat dalam pasal 57, yaitu mengenai perahasiaan
identitas pelapor terhadap saksi atau orang lain yang
terlibat dalam pemeriksaan di pengadilan. Pelanggaran atas
hal ini akan dihukum berdasarkan pasal 66 Undang-Undang
tentang Psikotropika.
c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
Dalam undang-undang ini di dalam pasal 57 ayat (3)
dinyatakan bahwa pemerintah memberikan jaminan keamanan dan
perlindungan bagi pelapor. Serta dalam pasal 76 diatur
mengenai perahasiaan identitas pelapor terhadap saksi atau
orang lain yang terlibat dalam pemeriksaan di pengadilan.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
60
d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
Dalam undang-undang ini diatur mengenai beberapa
jenis perlindungan, yaitu:
1.) Bagi pelapor
- Perahasiaan identitas pelapor oleh Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), penyidik,
Penuntut Umum, atau Hakim. Jika terjadi pelanggaran
atas ketentuan ini, maka pelapor dapat menuntut
ganti kerugian melalui pengadilan (Pasal 39 dan
Pasal 41).
- Kewajiban negara untuk memberikan perlindungan
khusus dari kemungkinan ancaman yang membahayakan
diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk keluarganya
(Pasal 40).
2.) Bagi saksi
Kewajiban negara untuk memberikan perlindungan
khusus dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri,
jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya (Pasal 42).
3.) Bagi pelapor dan saksi
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
61
Pelapor dan/atau saksi tidak dapat dituntut baik
secara perdata atau pidana atas pelaporan dan/atau
kesaksian yang diberikan oleh yang bersangkutan (Pasal 43).
e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme.
Dalam ketentuan pasal 33 dan 34 undang-undang ini
diamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah tentang Cara
Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan
Hakim Dalam Tindak Pidana Terorisme, yakni Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2003. Dimana dalam hal ini
perlindungan yang diberikan adalah perlindungan fisik, dan
mental, kerahasiaan identitas, dan pemberian keterangan
tanpa bertatap muka dengan tersangka, atau terdakwa.
f. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia
Dalam ketentuan pasal 34 ayat (3) undang-undang ini
diamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah tentang Cara
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
62
Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam Pelanggaran
Hak Asasi Manusia Berat, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2002. Dalam hal ini perlindungan yang diberikan
adalah perlindungan fisik, dan mental, kerahasiaan
identitas, dan pemberian keterangan tanpa bertatap muka
dengan tersangka, atau terdakwa.
g. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi
Dalam pasal 31 undang-undang ini memberikan
perlindungan berupa perahasiaan identitas pelapor dalam
tahap penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan oleh
saksi atau orang lain yang bersangkutan dengan tindak
pidana korupsi.
h. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Dalam pasal 15 ayat (1) dan penjelasan disebutkan
bahwa KPK wajib memberikan perlindungan kepada saksi atau
pelapor. Perlindungan yang dimaksud meliputi jaminan
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
63
keamanan, penggantian identitas pelapor, atau melakukan
evakuasi.
i. Petunjuk Teknis (Juknis) yang dikeluarkan oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dengan
No. Pol: Juknis/07/II/1982 tentang Pemeriksaan Tersangka
dan Saksi.
Juknis tersebut merupakan penjabaran lebih lanjut
dari KUHAP , dimana perlindungan saksi yang tercantum di
dalamnya adalah pemeriksaan tidak dalam tekanan, saksi
bebas dari rasa takut, dan tempat pemeriksaan tidak
menimbulkan rasa takut.
j. Surat Edaran dari Bareskrim Mabes POLRI melalui Surat
Direktur III/Tindak Pidana Korupsi dan White Collar
Crime (WCC) Bareskrim Mabes POLRI, dengan nomor:
B/345/III/2005/Bareskrim tanggal 7 Maret 2005.
Yang memerintahkan kepada seluruh jajaran Kapolda
di Indonesia agar laporan tindak pidana korupsi menjadi
prioritas. Surat tersebut ditandatangani Direktur Bareskrim
Brigjen Pol Indarto. Di dalamnya disebutkan, tuduhan
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
64
pencemaran nama baik ditangani lebih pada upaya mendapatkan
dokumen atau keterangan yang diperlukan dalam proses
pembuktian ada tidaknya tindak pidana korupsi. Dalam
instruksi itu jelas disebut bahwa laporan pencemaran nama
baik (defamation) tetap diproses, akan tetapi bukan
prioritas. Penyelidikan atau penyidikan kasus korupsinya
harus ditangani terlebih dahulu dibanding pencemaran nama
baik. Surat edaran ini memberikan perlindungan bagi saksi
pelapor dalam tindak pidana korupsi yang terkena tuduhan
pencemaran nama baik untuk tidak diproses terlebih dahulu
sebelum dilakukannya penyidikan atas kasus korupsi.65
Mengenai didahulukannya penyidikan dalam perkara tindak
pidana korupsi juga diatur dalam pasal 25 UU No. 31 Tahun
1999.66
65Iswendy Sohe, Perlindungan saksi Yang Terlibat Tindak Pidana Korupsi, (Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006), hal. 110.
66Bunyi Pasal 25 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai berikut: Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
65
3. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban
Dalam Pasal 5 ayat (1) undang-undang ini disebutkan
hak seorang saksi dan korban:
1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,
keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari
ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan,
sedang, atau telah diberikannya.
Perlindungan ini mengacu pada kewajiban Negara untuk
melindungi warga negaranya terutama mereka yang dapat
terancam keselamatannya baik fisik maupun mental.
Dalam hak ini termasuk pula hak untuk tidak disiksa
atau diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawai
(sesuai dengan Konvensi Menentang Penyiksaan yang
telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1998).67
2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan.
67Jovan Kurata Waruwu, Penerapan Perlindungan Saksi Dalam Perkara Pidana Yang Ditangani Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi, (Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006), hal. 180.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
66
Perlindungan dan dukungan keamanan merupakan
perlindungan utama yang diperlukan saksi, untuk itu
saksi berhak untuk ikut serta memilih dan menentukan
bentuk perlindungan dan dukungan keamanan tersebut.68
3. Memberikan keterangan tanpa tekanan.
Saksi dan korban harus memberikan keterangan yang
sebenar-benarnya, sesuai dengan apa yang telah
terjadi. Dengan demikian keterangan yang diberikan
bukan keterangan karena adanya rasa takut.69
4. Mendapat penerjemah.
Hak ini diberikan kepada saksi dan korban yang tidak
lancar berbahasa Indonesia untuk memperlancar
persidangan.
5. Bebas dari pertanyaan yang menjerat.
Keterangan yang diberikan oleh saksi dan korban harus
diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan,
jadi tidak diperbolehkan adanya pertanyaan yang
bersifat menjerat bagi saksi dan korban.
6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.
68Ibid., hal. 183.
69Ibid., hal 186.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
67
Seringkali saksi dan korban hanya berperan dalam
pemberian kesaksian di pengadilan, tetapi mereka
tidak mengetahui perkembangan kasus yang
bersangkutan. Oleh sebab itu sudah seharusnya saksi
mengetahui sejauh mana kontribusi yang diberikannya
itu dimanfaatkan oleh sistem peradilan.70
7. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan.
Dihukum atau tidaknya seorang terdakwa seringkali
tidak diketahui saksi, dan meninggalkannya dalam
ketidaktahuan. Informasi ini penting diberikan pada
saksi, setidaknya sebagai tanda apresiasi pada
kesediaannya sebagai saksi dalam proses tersebut.71
8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.
Ketakutan saksi dan korban akan adanya balas dendam
dari terdakwa cukup beralasan, dan mereka berhak
diberitahu apabila seorang terpidana yang dihukum
penjara akan dibebaskan.72
9. Mendapat identitas baru.
70Ibid., hal. 182.
71Ibid.
72Ibid.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
68
Dalam berbagai kasus, terutama yang menyangjut
kejahatan terorganisasi, saksi dan korban dapat
terancam walaupun terdakwa sudah dihukum. Dalam
kasus-kasus tertentu, saksi dan korban dapat
diberikan identitas baru.73
10. Mendapat tempat kediaman baru.
Pemberian tempat baru bagi saksi dan korban harus
dipertimbangkan jika keamanan saksi dan korban sudah
sangat mengkhawatirkan agar saksi dan korban dapat
meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan.74
11. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai
kebutuhan.
Dalam banyak kasus, saksi tidak mempunyai cukup
kemampuan untuk membiayai dirinya mendatangi lokasi
aparat yang berwenang, sehingga perlu mendapat
bantuan biaya dari negara. Ketentuan ini memang sudah
ada sebenarnya untuk tingkat persidangan, tetapi
sangat jarang diterapkan karena berbagai alasan.75
73Ibid., hal. 184.
74Ibid.
75Ibid., hal 181.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
69
12. Mendapat nasihat hukum.
Hak ini diperlukan karena seringkali seorang saksi
adalah orang awam dan tidak mengetahui hukum beserta
prosesnya, sehingga perlu mendapatkan bimbingan dalam
menjalani proses pidana.76
13. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas
waktu perlindungan berakhir.
Biaya hidup yang dimaksud adalah biaya hidup yang
sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu
memberikan keterangan, misalnya untuk biaya makan
sehari-hari.
Dalam Pasal 8 disebutkan bahwa perlindungan serta
hak saksi dan korban diberikan sejak tahap penyelidikan
dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam undang-undang ini.
Selain itu dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa
saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara
hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya, kesaksian
yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Pasal 10 ayat
(2) menyebutkan bahwa seorang saksi yang juga tersangka
76Ibid.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
70
dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan
pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan
pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan
dijatuhkan. Dengan demikian seorang saksi yang terlibat
dalam kasus yang sama tidak dapat lepas dari tanggungjawab
pidana, tetapi hakim dapat memberikan keringanan hukuman
atas pidana yang dijatuhkan kepadanya dengan pertimbangan
keterangan yang telah diberikannya.
C. Perlunya Perlindungan Khusus Terhadap Whistleblower Atas
Tindak Pidana yang Dilaporkannya
Ana Radelat memaparkan kajian menarik tentang
fenomena para peniup peluit.77 Berdasarkan survei yang
dilakukannya terhadap 233 whistleblower, dimana 90% dari
mereka harus kehilangan pekerjaan setelah meniup peluit,
hanya 16% yang menyatakan berhenti untuk meniup peluit,
sementara sisanya mengungkapkan akan tetap meniup peluit
lagi bila mereka mendapat kesempatan melakukannya. Selain
77Fenomena Whistleblower dan Pemberantasan Korupsi, (http://www.antikorupsi.org/mod.php/mod/publisher&op/viewarticle&cid/4&artid/95), 18 Mei 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
71
itu, mayoritas dari mereka bukan pegawai yang ingin sekedar
mencari popularitas dengan meniup peluit, tetapi mereka
adalah para pegawai berprestasi, memiliki komitmen tinggi
dalam bekerja, dan rata-rata berangkat dari latar belakang
agama yang kuat. Menurut Ana Radelat, setidaknya terungkap
tujuh tahap yang harus dijalani para peniup peluit, mulai
dari penemuan kasus penyimpangan, refleksi terhadap
langkah-langkah yang diambil, konfrontasi dengan atasan
mereka, resiko balas dendam dari pihak yang dilaporkan,
proses hukum yang panjang, berakhirnya kasus, hingga tahap
memasuki kehidupan yang baru setelah kehilangan pekerjaan.
Memang tidak semua tahap akan mudah dilalui para
whistleblower, bahkan terkadang karena terlalu panjangnya
tahapan yang harus dilalui tidak jarang diantara mereka
sampai harus mengalami pertolongan psikiatris maupun medis
akibat tekanan-tekanan psikis yang harus mereka tanggung.
Melihat dampak yang diterima oleh whistleblower
akibat perbuatannya melaporkan adanya penyimpangan-
penyimpangan, maka whistleblower harus diberikan
perlindungan secara hukum, fisik, maupun psikis. Untuk
mengoptimalkan peran whistleblower dalam mewujudkan
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
72
pemberantasan korupsi diperlukan adanya peraturan atau
institusi independen yang memiliki kewenangan untuk memberi
advokasi maksimal bagi whistleblower sehingga resiko-resiko
yang harus ditanggung bisa diminimalisasi sedemikian rupa.
Indonesia memang telah memiliki Undang-Undang
Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi perlindungan
yang diberikan dalam undang-undang tersebut belum dapat
melindungi whistleblower secara maksimal. Hal ini
disebabkan karena undang-undang tersebut hanya memberikan
perlindungan sebatas terhadap saksi, korban, dan pelapor
saja. Dalam praktiknya, whistleblower berbeda dengan saksi
dan/atau pelapor biasa, seperti dapat kita lihat pada
pembahasan sebelumnya mengenai karakteristik whistleblower.
Undang-undang tersebut bahkan memberikan perlindungan yang
berbeda bagi saksi dan korban jika dibandingkan dengan
perlindungan bagi pelapor. Hal ini dapat kita lihat dalam
rumusan Pasal 5 UU No. 13 Tahun 2006 yang hanya
memberikan hak-hak bagi saksi dan korban saja, sementara
bagi pelapor tidak memperoleh hak-hak tersebut. Jika
pelapor tidak memperoleh hak yang sama dengan saksi dan
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
73
korban, maka whistleblower dapat dikatakan mengalami nasib
yang sama dengan pelapor.
Untuk itu perlu dirumuskan suatu peraturan
perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan
secara khusus bagi whistleblower. Peraturan perundang-
undangan tersebut harus memberikan penjelasan mengenai
whistleblower, yaitu siapa yang dapat dikategorikan sebagai
whistleblower. Peraturan perundang-undangan tersebut juga
harus memberikan bentuk-bentuk perlindungan yang kurang
lebih sama dengan bentuk-bentuk perlindungan dalam Undang-
Undang Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi ketentuan
pidana bagi whistleblower yang juga tersangka dalam kasus
yang sama harus dibedakan.
Sebelum kita membahas mengenai pembedaan ketentuan
pidana terhadap whistleblower yang terlibat kasus yang
sama, ada baiknya kita membahas tujuan pemidanaan itu
sendiri. Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada dua
pandangan konseptual yang masing-masing mempunyai implikasi
moral yang berbeda satu sama lain, yakni pandangan
retributive (retributive view) dan pandangan utilitarian
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
74
(utilitarian view).78 Pandangan retributive mengandaikan
pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat, sehingga
pandangan ini melihat pemidanaan hanya sebagai pembalasan
terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggungjawab
moralnya masing-masing. Pandangan utilitarian melihat
pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang
dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan
dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak pemidanaan
dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku
terpidana, dan di pihak lain pemidanaan itu juga
dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan
melakukan perbuatan yang serupa.
Selain itu dalam pemidanaan juga berkembang
restorative justice model yang seringkali dihadapkan pada
retributive justice model. Muladi menyatakan bahwa
restorative justice model mempunyai beberapa
karakteristik.79 Karakteristik tersebut adalah:
78Herbert L. Packer, The Limits of the Criminal Sanction, (California: Stanford University Press, 1968), page. 9.
79Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995), hal 127-129.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
75
a. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seorang
terhadap orang lain dan diakui sebagai konflik;
b. Titik perhatian pada pemecahan masalah
pertanggungjawaban dan kewajiban pada masa depan;
c. Sifat normatif dibangun atas dasar dialog dan
negosiasi;
d. Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak,
rekonsiliasi, dan restorasi sebagai tujuan utama;
e. Keadilan dirumuskan sebagai hubungan-hubungan hak
yang dinilai atas dasar hasil;
f. Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian sosial;
g. Masyarakat merupakan fasilitator di dalam proses
restoratif;
h. Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik
dalam masalah maupun penyelesaian hak-hak-hak dan
kebutuhan korban Pelaku tindak pidana didorong
untuk bertanggungjawab;
i. Pertanggungjawaban si pelaku dirumuskan sebagai
dampak pemahaman terhadap perbuatan dan untuk
membantu memutuskan yang terbaik;
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
76
j. Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh,
moral, sosial, dan ekonomis;
k. Stigma dapat dihapus melalui tindakan restoratif.
Restorative justice model menempatkan nilai yang lebih
tinggi dalam keterlibatan yang langsung dari para pihak.
Korban mampu untuk mengembalikan unsur kontrol, sementara
pelaku didorong untuk memikul tanggungjawab sebagai sebuah
langkah dalam memperbaiki kesalahan yang disebabkan oleh
tindak kejahatan dan dalam membangun sistem sosialnya.
Keterlibatan komunitas secara aktif memperkuat komunitas
itu sendiri dan mengikat komunitas akan nilai-nilai untuk
menghormati dan rasa saling mengasihi antar sesama. Peran
pemerintah secara substansial berkurang dalam memonopoli
proses peradilan saat ini. Restorative justice membutuhkan
usaha-usaha yang kooperatif dari komunitas dan pemerintah
untuk menciptakan sebuah kondisi dimana korban dan pelaku
dapat merekonsiliasikan konflik mereka dan memperbaiki
luka-luka mereka.80 Restorative justice menekankan pada hak
asasi manusia dan kebutuhan untuk mengenali dampak dari
80Daniel. W. Van Ness, Restorative Justice and International Human Rights, restorative Justice: International Perspective, (Amsterdam: Kugler Publications), page. 24.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
77
ketidakadilan sosial dan dalam cara-cara yang sederhana
untuk mengembalikan mereka daripada secara sederhana
memberikan pelaku keadilan formal atau hukum dan korban
tidak mendapatkan apapun.
Jika kita melihat pandangan utilitarian dan konsep
restorative justice tersebut maka pemidanaan dilihat dari
segi manfaat, dimana yang dilihat adalah situasi atau
keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana
itu. Pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau
tingkah laku terpidana dan untuk mencegah orang lain dari
kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa.
Berdasarkan teori tersebut, terhadap whistleblower
yang terlibat kasus yang sama dapat dihapuskan sanksi
pidana yang dijatuhkan kepadanya melihat perannya dalam
mengungkap kasus tersebut. Dengan tindakannya melaporkan
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di tempatnya
bekerja, whistleblower yang terlibat dalam kasus yang sama
telah berusaha untuk memperbaiki sikapnya dengan menyadari
kesalahan yang telah dilakukannya dan melaporkan
penyimpangan-penyimpangan tersebut.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
78
Hal ini tentu saja tidak dengan serta merta dapat
diberikan kepada whistleblower, akan tetapi hakim harus
melihat itikad baik dari whistleblower dalam memberikan
informasi tersebut, dan informasi yang diberikan bukanlah
sebagai pelampiasan dendam atau sakit hati. Dengan demikian
diharapkan partisipasi masyarakat untuk memberikan
informasi mengenai adanya tindak pidana korupsi dapat
semakin bertambah. Selama konsep perlindungan terhadap
whistleblower belum terwujud, maka peran serta
whistleblower untuk mengungkap adanya tindak pidana korupsi
akan terhambat.
D. Perlindungan Khusus Terhadap Whistleblower Atas
Keterlibatannya Dalam Tindak Pidana Lain
Dalam praktik di lapangan tidak tertutup
kemungkinan whistleblower adalah juga pelaku (kejahatan)
atau seseorang yang terlibat dalam tindak pidana lain.
Perlindungan terhadap whistleblower harus meminimalisasi
kemungkinan seorang pelaku (kejahatan) menjadi
whistleblower karena pengkhianatan, dan ingin lari dari
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
79
tanggungjawab pidana, bukan karena tujuan membongkar
kejahatan dan etika sebagaimana disinggung di bagian awal.
Whistleblower memang harus dilindungi, akan tetapi
bukan berarti jika ia terlibat dalam tindak pidana lain ia
dapat melepaskan diri dari sanksi pidana yang harus
dipikulnya. Ketentuan mengenai pedoman pemidanaan
menunjukkan bahwa ada kecenderungan karakteristik dalam
model integratif, misalnya ketentuan mengenai pertimbangan
tentang riwayat hidup dan sosial ekonomi pembuat tindak
pidana, sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak
pidana, pengaruh pidana terhadap masa depan, pemaafan dari
korban dan atau keluarganya, dan juga pandangan masyarakat
terhadap tindak pidana yang dilakukan.81
Jika kita kembali melihat konsep restorative
justice, yang mana tujuan pemidanaan adalah untuk
menciptakan sebuah kondisi dimana korban mampu untuk
mengembalikan unsur kontrol, sementara pelaku didorong
untuk memikul tanggungjawab sebagai sebuah langkah dalam
memperbaiki kesalahan yang disebabkan oleh tindak
kejahatan, maka terhadap whistleblower yang terlibat tindak
81ELSAM, Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan Dalam Rancangan KUHP 2005, (Jakarta: ELSAM, 2005), hal. 16.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
80
pidana lain dapat diberikan keringanan hukuman atas
perbuatannya melihat perannya dalam membantu mengungkap
suatu tindak pidana. Berdasarkan ketentuan pedoman
pemidanaan, tindakan whistleblower yang melaporkan adanya
penyimpangan di tempatnya bekerja dapat dijadikan
pertimbangan dalam menjatuhkan pidana bagi whistleblower.
Jika whistleblower terbukti secara sah dan
meyakinkan telah terlibat dalam tindak pidana lain, maka
perannya dalam mengungkap adanya penyimpangan di tempatnya
bekerja dapat dijadikan pertimbangan dalam meringankan
pidana yang akan dijatuhkan. Dengan demikian, whistleblower
yang terlibat tindak pidana lain tidak dapat dibebaskan
dari tuntutan pidana atas tindak pidana lain yang telah
dilakukannya itu.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
81
BAB IV
PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM PRAKTIK
(STUDI KASUS SUAP DALAM PERKARA PENGADAAN LOGISTIK KPU
UNTUK PEMILU TAHUN 2004)
Setelah membahas mengenai tinjauan terhadap
pengertian whistleblower, dan perlindungan terhadap
whistleblower, dalam bab ini akan dibahas perlindungan
terhadap whistleblower dalam praktik di Indonesia. Untuk
membahas hal tersebut akan diulas kasus suap dalam perkara
pengadaan logistik KPU untuk Pemilu Tahun 2004 yang
dilakukan oleh Anggota KPU, Mulyana W. Kusumah terhadap
Khairiansyah Salman selaku auditor BPK. Kasus ini merupakan
fenomena dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia yang dapat terungkap karena adanya peran
Khairiansyah yang disebut-sebut sebagai whistleblower.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
82
Untuk memahami kasus tersebut maka akan diuraikan secara
lebih lanjut mengenai kasus posisi yang diperoleh
berdasarkan hasil wawancara serta keterangan tertulis dari
Khairiansyah Salman dan analisis yuridis kasus tersebut.
A. Kasus Posisi
Kasus Pengadaan Logistik Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk
Pemilu tahun 2004 bermula dari adanya pengaduan masyarakat
melalui Koalisi LSM Untuk Pemilu Bersih tentang dugaan
tindak pidana korupsi di lingkungan KPU kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan ini ditindaklanjuti
oleh Pimpinan KPK dengan mengirimkan surat kepada Pimpinan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 25 Agustus 2004 yang
isinya meminta laporan hasil audit BPK atas kegiatan KPU
atau temuan sementara apabila laporan hasil audit belum
selesai. Selain itu Pimpinan KPK juga mengundang Pimpinan
KPU untuk memberikan klarifikasi pada 31 Agustus 2004 di
kantor KPK.
Setelah melalui proses penelaahan dan pengumpulan
bahan keterangan tambahan oleh Tim Penelaah (Assesor)
Pengaduan Masyarakat, Pimpinan KPK menerbitkan Surat
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
83
Perintah Penyelidikan tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi
dalam Pengadaan Logistik Pemilu 2004 oleh KPU pada 14
Desember 2004. Untuk membicarakan audit BPK terhadap
kegiatan KPU, Ketua Tim Penyelidikan KPK mengadakan
pertemuan dengan Penanggung Jawab Tim Pemeriksaan
Operasional KPU. Dalam pertemuan tersebut BPK berjanji akan
membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Kegiatan KPU kepada KPK.
Sebagai tindak lanjut pemeriksaan operasional atas
pelaksanaan kegiatan KPU tahun 2004, BPK menerbitkan Surat
Tugas Audit Investigatif untuk pengadaan logistik Pemilu
tahun 2004 oleh KPU. Selanjutnya Tim Audit Investigatif BPK
mengadakan pertemuan dengan Direktur Penyelidikan KPK untuk
membicarakan seputar upaya untuk saling tukar menukar
informasi dan koordinasi teknis di lapangan. Selain itu
juga dibicarakan rencana untuk melakukan pertemuan-
pertemuan rutin antara Tim Penyelidik KPK dengan Tim Audit
Investigatif BPK.
Pada awal Maret 2005 Tim Audit Investigatif KPK
menemukan indikasi penyimpangan dalam pengadaan kotak
suara, dan dugaan adanya indikasi penyuapan dari Panitia
Pengadaan Kotak Suara KPU. Indikasi upaya penyuapan
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
84
tersebut dilaporkan oleh Khairiansyah Salman sebagai Ketua
Sub Tim Audit Investigatif kepada KPK yang dituangkan dalam
Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi. Laporan tersebut
ditindaklanjuti oleh Pimpinan KPK dengan mengeluarkan Surat
Perintah Penyelidikan dugaan kasus penyuapan.
Setelah mengetahui adanya laporan tersebut, pada 9
Maret 2005 Mulyana Wiranata Kusumah menelpon Khairiansyah
untuk memintanya bertemu pada 10 Maret 2005 untuk
membicarakan temuan-temuan hasil audit investigatif BPK.
Hal ini kemudian dikonsultasikan oleh Khairiansyah kepada
Wakil Ketua KPK. Pada saat itu KPK menyiapkan surveillance
tools untuk mendokumentasikan pertemuan antara Khairiansyah
dengan Mulyana dan Susongko Suhardjo.
Keesokan harinya Khairiansyah mendapat telepon dari
Mulyana yang meminta kesediaannya untuk hadir dalam
pertemuan yang telah dipersiapkan di Restoran Jepang Miyama
di Hotel Borobudur. Selain itu Mulyana juga meminta
Khairiansyah untuk memberikan petunjuk terkait dengan
pelaporan yang sedang disiapkan. Berdasarkan Kesepakatan
tersebut Khairiansyah menyampaikan informasi pertemuan
tersebut kepada KPK. Selanjutnya Tim Penyelidik KPK
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
85
menyiapkan perangkat yang diperlukan, dimana Khairiansyah
juga akan menggunakan Button Camera, yang dapat
mendokumentasikan secara audio dan video.
Pada pukul 13.00 Khairiansyah bertemu dengan
Mulyana di tempat yang telah ditentukan sebelumnya. Salah
satu hal yang disampaikan oleh Mulyana adalah : “Sebenarnya
kita minta dibantu dan diarahkan”. Dalam pertemuan tersebut
selain membicarakan permintaan Mulyana, pada saat menjelang
akhir datang Mubari yang bertindak atas nama Mulyana dan
Susongko Suhardjo guna menyampaikan maksud untuk menawarkan
kepada Khairiansyah sejumlah dana. Ketika itu Khairiansyah
mencoba untuk menggali dari mana dana tersebut berasal dan
bagaimana dikelola. Selengkapnya ada pada hasil rekaman
walaupun sangat rendah kualitasnya dan tidak terangkum
dalam merekam seluruh pembicaraan.
Pada akhir pertemuan Mubari menyampaikan komitmen
kepada Khairiansyah dengan mengatakan bahwa ilmu itu mahal
dan untuk membersihkan hal-hal yang kurang bersih dalam
proses pengadaan kotak suara perlu ilmu dan itu kami
hargai. Selanjutnya Mubari menyatakan bahwa untuk itu
pihaknya akan memberikan penghargaan atas ilmu yang
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
86
Khairiansyah miliki guna membersihkan laporan yang sedang
disusunnya dari hal-hal yang mengotorinya. Penawaran
saudara Mubari sebesar 2-3, yang dimaksud adalah antara Rp
200.000.000,00 sampai Rp 300.000.000,00 . Dan Mubari juga
mengatakan bahwa hanya dia yang tahu dan akan menyerahkan
langsung kepada Khairiansyah.
Selanjutnya setelah selesai pertemuan tersebut
Khairiansyah langsung menuju ke KPK untuk melihat langsung
hasil rekaman audio video yang ternyata kurang begitu baik
kualitasnya. Selanjutnya Wakil Ketua KPK menyatakan bahwa
beliau akan menyiapkan hasil rekaman berikut resume
transkrip.
Pada hari Rabu, 30 Maret 2005 sekitar pukul 06.00
pagi Khairiansyah dihubungi oleh KPK yang menanyakan
perkembangan kelanjutan upaya yang ditawarkan oleh Mulyana.
Dalam pembicaraan dengan KPK tersebut Khairiansyah juga
mengungkapkan bahwa ia memperoleh SMS yang menyatakan bahwa
BPK telah menerima uang sebesar Rp1 Miliar untuk memuluskan
laporan Audit Investigatif KPU. Dan tanggapan dari KPK
menyatakan bahwa upaya penyelidikan oleh KPK untuk usaha
penyuapan ini agar diteruskan. Pada hari Kamis, 31 Maret
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
87
2005 sekitar pukul 11.15 Khairiansyah mendapat kontak dari
Mulyana. Sesuai dengan kesepakatan penyelidikan oleh KPK
dan Audit Investigatif BPK, Khairiansyah diminta
mengarahkan agar upaya KPU menyerahkan sejumlah dana
melalui Mulyana untuk direalisasikan dan hanya antara ia
dengan Mulyana tanpa perantara. SMS yang Khairiansyah
terima tersebut dijadikan masukan agar terjadi pertemuan
langsung antara Khairiansyah dengan Mulyana.
Pada hari Sabtu, 2 April 2005 Khairiansyah memesan
tempat di hotel Ibis kamar 709 dan 707 dimana perlengkapan
untuk pendokumentasian dipasang di kamar 707 sementara
Khairiansyah berada di kamar 709. Hari Minggu, 3 April 2005
pukul 12.15 Khairiansyah sudah menempati kamar tersebut,
dan tak lama kemudian disusul oleh Tim dari KPK untuk
menyiapkan perangkat pendokumentasian. Setelah diperoleh
kepastian, Khairiansyah dengan sepengetahuan Wakil Ketua
KPK menyampaikan informasi kepada Mulyana untuk bertemu di
hari minggu ini pukul 19.30 dan Mulyana menyetujui. Pada
pukul 19.30 Khairiansyah bertemu dengan Mulyana, dan pada
waktu itu Mulyana membawa uang yang dijanjikan serta
kembali mengulang permintaannya agar Khairiansyah menyusun
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
88
laporan dengan lebih proporsional dan meminta untuk
menghilangkan unsur-unsur yang berindikasi KKN. Setelah
menyerahkan uang kepada Khairiansyah, Mulyana keluar kamar,
dan petugas KPK langsung masuk untuk menghitung uang
tersebut. Pada saat itu juga uang tersebut diserahterimakan
kepada Wakil Ketua KPK.
Setelah itu semua dilaksanakan Khairiansyah
menginap di Hotel Ibis, sementara Wakil Ketua KPK beserta 3
orang stafnya kembali. Namun pada malam harinya sekitar
pukul 12.10 Khairiansyah mendapat kabar bahwa ayahnya
meninggal dunia di Kisaran, dan ia selanjutnya
mempersiapkan diri untuk kembali ke Kisaran pada pagi
harinya yaitu setelah sholat shubuh untuk berangkat menuju
Airport dan Langsung ke Medan dan Kisaran. Khairiansyah
berada di Kisaran dan Medan sampai hari Kamis, 7 April 2005
dan kembali ke Jakarta sore harinya.
Pada sore hari sekitar pukul 16.00 Khairiansyah
menginformasikan kepada Mulyana bahwa pertemuan
dilaksanakan di kamar 609 Hotel Ibis pukul 20.00. Sekitar
pukul 17.00 Wakil Ketua KPK memberikan pengarahan tentang
pendokumentasian ini yang akan dilanjutkan dengan
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
89
penangkapan Mulyana. Sekitar pukul 19.40 Mulyana datang
sendirian dengan membawa uang sebesar Rp 150.000.000,00.
Kemudian terjadi berbagai dialog dan pada saat Mulyana
membuka bungkusan uang dan berniat menyerahkannya,
Khairiansyah mengatakan tidak mau menerima karena uang itu
adalah suap, dan hal tersebut diakui oleh Mulyana bahwa
pemberian uang tersebut adalah suap. Saat itu seperti yang
diarahkan penyidik, Khairiansyah membuka pintu kamar agar 2
orang penyidik KPK masuk untuk melakukan penangkapan.
Selanjutnya Khairiansyah juga dibawa ke kantor KPK untuk
diperiksa, dan setelah selesai ia diantar kembali oleh 3
orang petugas KPK guna menjamin keselamatan dirinya.
Pada 21 November 2005 Khairiansyah ditetapkan
sebagai tersangka dalam kasus Dana Abadi Umat bersama tiga
auditor BPK lainnya, yaitu Hariyanto, Tohari Sawanto, dan
Mukrom A’sad karena diduga telah menerima aliran Dana Abadi
Umat beberapa kali. Dalam Surat Dakwaan terhadap Said Agil
Husein Al Munawar disebutkan bahwa Khairiansyah menerima
uang transport sebagai auditor BPK pada kasus ini pada 23
September 2003 sebesar Rp 10.000.000,-.82 Hingga saat ini
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
90
pemeriksaan keterlibatan Khairiansyah dalam kasus ini tidak
memperoleh hasil tanpa adanya suatu alasan yang jelas.
B. Analisis Yuridis
1. Delik Yang Dapat Diancamkan Kepada Khairiansyah
Atas perbuatannya tersebut Khairiansyah dapat
diancam telah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan
Pasal 12 huruf (a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.
82Khairiansyah Tersangka Penerima Dana Abadi Umat,
(http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2005/06/17/nrs,20050617-06,id.html), 17 Juni 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
91
Adapun unsur-unsur delik korupsi sesuai Pasal 12 huruf (a)
itu adalah:
1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
2) menerima hadiah atau janji;
3) Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya.
Yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara;
Yang dimaksud dengan pegawai negeri adalah orang yang
telah diangkat dan disumpah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagai pegawai negeri
sipil, dan yang dimaksud dengan penyelenggara negara
adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi
dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam kasus ini Khairiansyah
adalah auditor BPK yang berstatus sebagai pegawai negeri
sipil, dimana BPK adalah instansi pemerintahan yang
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
92
bertugas memeriksa pelaksanaan keuangan di berbagai
instansi pemerintahan yang ada. Jadi Khairiansyah
memenuhi unsur ini.
2) Menerima hadiah atau janji;
Dalam kasus ini Khairiansyah menyetujui tawaran yang
diberikan oleh Mulyana yang akan memberikan uang Rp
300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Setelah
menyetujui tawaran tersebut Khairiansyah juga menentukan
tempat pertemuan untuk penyerahan uang tersebut. Jadi
unsur ini juga terpenuhi oleh Khairiansyah.
3) Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya.
Khairiansyah mengetahui bahwa uang yang diterimanya
tersebut diberikan agar ia mengubah laporan hasil audit
BPK terhadap KPU, yang bertujuan agar tidak ditemukan
penyimpangan dalam pengadaan kotak suara dalam Pemilu
tahun 2004 pada laporan BPK tersebut. Hal tersebut dapat
dilihat dari pernyataan Mubari yang mengatakan akan
memberi penghargaan atas ilmu yang dimiliki Khairiansyah
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
93
guna membersihkan laporan tersebut dari penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi. Unsur ini juga telah
terpenuhi oleh Khairiansyah.
Berdasarkan uraian pasal tersebut Khairiansyah
telah memenuhi semua unsur yang ada dalam pasal tersebut.
Atas perbuatannya tersebut Khairiansyah dapat dipidana
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,-
(satu miliar rupiah).
2. Kedudukan Khairiansyah Sebagai Alat Bukti Dalam Proses
Peradilan
Dalam proses peradilan, hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.83
83Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, LN No. 76 Tahun 1981, TLN. No. 3209, ps.183.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
94
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
yang termasuk alat bukti yang sah adalah84:
a. keterangan saksi;
b. keterangan ahli;
c. surat;
d. petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
KUHAP memang tidak mengatur ketentuan mengenai
whistleblower sebagai salah satu alat bukti yang sah,
melainkan keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti
yang sah. Dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP disebutkan bahwa:
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Dan pasal 1 angka 27 menyebutkan bahwa:
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
84Ibid., ps. 184 ayat (1).
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
95
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Dari ketentuan tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa yang dapat menjadi saksi adalah orang yang
mendengar, melihat, dan mengalami sendiri suatu perkara
pidana. Jika kita melihat kasus dugaan suap dalam perkara
pengadaan logistik KPU untuk Pemilu 2004, dimana
Khairiansyah mendengar, melihat, dan mengalami sendiri suap
terhadap dirinya, dan memberitahukan adanya dugaan suap
tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, maka ia dapat
dikategorikan sebagai saksi menurut KUHAP meskipun pada
dasarnya ia adalah whistleblower yang memiliki
karakteristik yang berbeda dengan saksi seperti yang telah
dibahas sebelumnya. Dengan demikian Khairiansyah mempunyai
kedudukan sebagai alat bukti yang sah dalam proses
peradilan.
3. Perlindungan Terhadap Seorang Whistleblower
Meskipun tindakan yang telah dilakukan oleh
Khairiansyah tersebut dapat dijatuhi hukuman pidana, tetapi
Khairiansyah dilindungi oleh undang-undang. Berdasarkan
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
96
tinjauan terhadap whistleblower yang telah dibahas
sebelumnya dimana ditarik suatu kesimpulan bahwa
whistleblower adalah seorang pegawai atau karyawan dalam
suatu organisasi yang melaporkan, menyaksikan, mengetahui
adanya kejahatan ataupun praktik yang menyimpang dan
mengancam kepentingan publik di dalam organisasi tersebut,
dan yang memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut
kepada publik atau instansi yang berwenang, maka dalam
kasus ini Khairiansyah dapat dikatakan sebagai
whistleblower.
Khairiansyah memenuhi kriteria untuk dapat disebut
sebagai whistleblower karena dia adalah seorang pegawai BPK
yang mengetahui adanya indikasi penyuapan terhadap BPK
melalui dirinya, dan melaporkan hal tersebut kepada KPK
atas inisiatifnya sendiri. Oleh sebab itu Khairiansyah
berhak mendapatkan perlindungan yang seharusnya diterima
oleh seorang whistleblower.
Sebelum kita membahas perlindungan yang diberikan
kepada Khairiansyah, terlebih dahulu kita akan melihat
latar belakang Khairiansyah mengungkap indikasi penyuapan
yang dilakukan oleh Mulyana. W. Kusumah. Ada beberapa hal
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
97
yang melatarbelakangi Khairiansyah untuk mengungkap kasus
ini.85 Hal-hal tersebut adalah:
a) Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan
bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan
juga mendapat perlindungan hukum dalam upaya mencegah
tindak pidana korupsi.
b) Pasal 16 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab, yang
menyatakan bahwa pemeriksa yang tidak melaporkan temuan
pemeriksaan yang mengandung unsur pidana akan dikenai
sanksi pidana.
c) Standar Audit Pmerintahan butir 6.24 yang menyatakan
bahwa dalam keadaan tertentu, peraturan perundang-
undangan atau kebijakan dapat mengharuskan auditor untuk
dengan segera melaporkan indikasi berbagai jenis
ketidakberesan atau unsur perbuatan melanggar/melawan
hukum tertentu kepada penegak hukum atau kepada pihak
85“Berdasarkan hasil wawancara dengan Khairiansyah Salman, mantan Auditor BPK, di Gedung Granadi Lt. 8 Kuningan, Jakarta (Kantor PT Humpuss Intermoda), Senin, 16 Juni 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
98
penyidik yang berwenang. Jika auditor menyimpulkan bahwa
jenis ketidakberesan atau unsur perbuatan
melanggar/melawan hukum telah terjadi atau kemungkinan
telah terjadi, maka ia harus menanyakan kepada pihak
yang berwenang tersebut, dan atau kepada penasehat hukum
mengenai apakah laporan mengenai adanya informasi
tertentu tentang ketidakberesan atau unsur perbuatan
melanggar/melawan hukum tersebut akan mengganggu suatu
kegiatan investigasi atau proses peradilan.
Seperti yang juga telah dibahas sebelumnya, seorang
whistleblower berhak untuk mendapatkan perlindungan yang
mengacu kepada bentuk perlindungan yang diberikan kepada
saksi dan korban. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, seorang saksi
dan korban mempunyai beberapa hak86, yaitu:
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga,
dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang
berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah
diberikannya;
86 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No. 13 LN No.64 Tahun 2006, TLN No. 4635, ps. 5.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
99
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan;
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. Mendapat penerjemah;
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;
i. Mendapatkan identitas baru;
j. Mendapatkan tempat kediaman baru;
k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan
kebutuhan;
l. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas
waktu perlindungan berakhir.
Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006, saksi, korban, dan pelapor juga
tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun
perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau
telah diberikannya.
Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi juga dinyatakan bahwa
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
100
KPK wajib memberikan perlindungan terhadap saksi atau
pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan
keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.
Khairiansyah telah memberitahukan adanya indikasi oleh
Mulyana terhadap dirinya dalam kasus pengadaan logistik
untuk Pemilu 2004 kepada KPK, oleh sebab itu ia berhak
untuk memperoleh perlindungan dari KPK.
Perlindungan yang diberikan oleh KPK kepada
Khairiansyah terdiri dari pengawalan secara fisik terhadap
dirinya dan keluarganya, pemasangan CCTV di rumahnya, dan
pemberitahuan mengenai proses persidangan kasus tersebut,
serta informasi mengenai putusan pengadilan, serta
informasi mengenai dibebaskannya terpidana.87 Perlindungan
ini diberikan melalui suatu perjanjian tertulis antara
dirinya dengan KPK.
Dalam kasus pengadaan logistik KPU untuk Pemilu
2004 Khairiansyah memang tidak dipidana atas tindakannya
menerima suap dari Mulyana karena ia telah memberitahukan
adanya indikasi penyuapan tersebut kepada KPK sebelumnya,
tetapi ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Dana
87Ibid.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
101
Abadi Umat. Jika persidangan kasus Dana Abadi Umat ini
terus berjalan di pengadilan, dan Khairiansyah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah karena telah menerima
aliran Dana Abadi Umat tersebut maka Khairiansyah dapat
memperoleh keringanan pidana atas perbuatannya tersebut.
Jika kita melihat kembali ketentuan mengenai
pedoman pemidanaan dalam model integratif yang telah
dibahas sebelumnya, maka riwayat hidup, serta sikap dan
tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana dapat
dijadikan pertimbangan dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku
tindak pidana. Tindakan Khairiansyah melaporkan adanya
dugaan suap terhadap dirinya telah menunjukkan adanya
semangat yang ikhlas untuk memberikan suatu kontribusi
kepada bangsa dan negara dalam memberantas korupsi. Dengan
demikian tindakan Khairiansyah melaporkan adanya dugaan
suap terhadap dirinya dalam perkara pengadaan logistik
untuk Pemilu 2004 dapat dijadikan pertimbangan dalam
meringankan pidana yang dijatuhkan.
Bentuk perlindungan yang diterima oleh Khairiansyah
telah memberikan rasa aman kepada diri dan keluarganya
secara fisik, akan tetapi perlindungan tersebut belum
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
102
memadai. Perlindungan yang diterima oleh Khairiansyah masih
memiliki banyak kekurangan, dimana seharusnya masih ada
beberapa hak yang harusnya dapat diterima oleh
Khairiansyah, seperti hak untuk mendapatkan identitas baru,
hak untuk mendapat tempat kediaman baru, mendapat nasihat
hukum, hak untuk mendapatkan jasa konsultasi psikologi, dan
jaminan terhadap pekerjaan tidak diterima olehnya.
Perlindungan yang diberikan kepada Khairiansyah
masih belum maksimal. Hal ini disebabkan karena belum
adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
perlindungan terhadap whistleblower secara khusus, meskipun
telah ada undang-undang perlindungan saksi dan korban.
Undang-undang perlindungan saksi dan korban tersebut belum
mencakup whistleblower, dan bentuk perlindungan yang
diberikan undang-undang tersebut belum maksimal.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
103
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai tinjauan terhadap
whistlelower dan perlindungan terhadap whistleblower
sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Indonesia belum mengakomodasi suatu peraturan perundang-
undangan untuk melindungi whistleblower secara khusus,
akan tetapi telah diatur mengenai perlindungan terhadap
saksi dan korban yang diimplementasikan melalui Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban. Hal ini belum dapat dijadikan sebagai
jaminan bagi whistleblower karena pada dasarnya
whistleblower memiliki karakteristik yang berbeda dengan
saksi yang dapat kita lihat pada pembahasan sebelumnya,
meskipun pada praktiknya undang-undang ini dapat
dijadikan acuan untuk memberikan perlindungan bagi
whistleblower. Dengan demikian undang-undang tersebut
sebenarnya masih terbatas pada saksi dan korban saja,
tidak mencakup whistleblower.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
104
2. Perlindungan yang diberikan kepada saksi dan korban
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 belum dapat
melindungi whistleblower secara maksimal. Hal ini
disebabkan karena undang-undang tersebut hanya
memberikan perlindungan sebatas terhadap saksi, korban,
dan pelapor. Undang-undang tersebut bahkan memberikan
perlindungan yang berbeda bagi saksi dan korban jika
dibandingkan dengan perlindungan bagi pelapor. Hal ini
dapat kita lihat dalam rumusan Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 yang hanya memberikan hak-hak bagi
saksi dan korban saja, sementara pelapor tidak
memperoleh hak-hak tersebut.
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 juga belum mengatur
ketentuan pidana mengenai whistleblower yang terlibat
tindak pidana yang dilaporkannya ataupun terlibat tindak
pidana lain.
4. Whistleblower adalah seorang pegawai atau karyawan dalam
suatu organisasi yang melaporkan, menyaksikan,
mengetahui adanya kejahatan ataupun praktik yang
menyimpang dan mengancam kepentingan publik dalam
organisasi tersebut, dan yang memutuskan untuk
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
105
mengungkap penyimpangan tersebut kepada publik atau
instansi yang berwenang.
5. Whistleblower karena tindakannya seringkali memperoleh
ancaman secara fisik, mental, bahkan banyak dari mereka
yang harus kehilangan pekerjaan karena perbuatannya
melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut,
padahal peran whistleblower sangat dibutuhkan dalam
pemberantasan korupsi. Melihat dampak yang diterima
whistleblower akibat perbuatannya melaporkan adanya
penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka whistleblower
perlu mendapat perlindungan khusus secara hukum, fisik,
maupun psikis.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis ingin
memberikan beberapa saran dalam rangka memberikan
perlindungan terhadap whistleblower, yaitu:
1. Perlu dirumuskan suatu peraturan perundang-undangan yang
dapat memberikan perlindungan secara khusus bagi
whistleblower. Peraturan perundang-undangan tersebut
harus memberikan penjelasan mengenai siapa yang dapat
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
106
dikategorikan sebagai whistleblower, dan juga harus
memberikan perlindungan yang kurang lebih sama dengan
bentuk-bentuk perlindungan dalam Undang-Undang
Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi perlindungan
tersebut harus lebih maksimal, seperti hak untuk
mendapat nasihat hukum, hak untuk mendapatkan jasa
konsultasi psikologi, dan jaminan atas pekerjaan
whistleblower setelah ia memberikan informasi mengenai
penyimpangan-penyimpangan di tempatnya bekerja.
2. Bagi whistleblower yang terlibat tindak pidana yang
dilaporkannya maupun whistleblower yang terlibat dalam
tindak pidana lain dapat diterapkan sistem negoisasi
bersyarat yang dilakukan secara sukarela dan tanpa
paksaan dari pihak manapun. Dalam hal ini whistleblower
yang terlibat tindak pidana yang dilaporkannya ataupun
tindak pidana lain mengakui dan menyatakan dirinya
bersalah untuk tindak pidana tersebut, dan atas
tindakannya mengungkap adanya penyimpangan di tempatnya
bekerja, terhadap whistleblower yang terlibat tindak
pidana yang dilaporkannya tidak akan dituntut atas
pidana yang diancamkan kepadanya, dan terhadap
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
107
whistleblower yang terlibat tindak pidana lain pidana
yang diancamkan kepadanya dikurangi setengah.
3. Untuk lebih mengoptimalkan peran para whistleblower
dalam mewujudkan pemberantasan korupsi, diperlukan
adanya institusi independen yang memiliki kewenangan
untuk memberi advokasi maksimal bagi whistleblower
seperti halnya pusat bantuan hukum bagi whistleblower di
Amerika Serikat. Dengan demikian resiko-resiko yang
harus ditanggung whistleblower dapat diminimalisasi
sedemikian rupa.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
DAFTAR PUSTAKA
I. B U K U:
Adler, Freda; Gerhard Mueller; and William. S. Lauber. Criminology: The Shorter Version, 2nd Edition. New York: Me. Graw-Hill, Inc., 1995.
Alford, Fred. Whistleblower: Broken Lives and Organizatonal
Power. New York: Cornell University Press, 2001. Atmasasmita Romli. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional
Dan Aspek Internasional. Bandung: Mandar Maju, 2004. Curtis, Mary. Whistleblower Mechanisms: A Study of The
Perceptions of “Users” and “Responders”. Dalas: Institute of Internal Auditors, 2006.
Davies; Crall; and Tyrer. Criminal Justice: An
Introduction to The Criminal Justice System in England and Wales. London: Longman, 1995.
Dempster, Quentin. Whistleblower(Para Pengungkap Fakta).
Diterjemahkan oleh Betty Yolanda. Jakarta: ELSAM, 2006.
ELSAM. Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan Dalam Rancangan
KUHP 2005. Jakarta: ELSAM, 2005. Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar
Grafika, 2004. Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP: Pemeriksaan sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
Hunt, Geoffrey. “Whistleblowing”, Commissioned Entry For Encyclopedia of Applied Ethics. California: Academic Press, 1998.
Johnson, Roberta Ann. Whistleblowing: When It Works and
Why. Colorado: Lynne Rienner, 2003. Koalisi Perlindungan Saksi. Saksi Harus Dilindungi
(Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi). Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2005.
Muladi. Kapita Selekta Hukum Pidana. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 1995. Newburn, Tim. Crime and Criminal Justice Policy. London:
Longman, 1995. Packer, Herbert L. The Limits of the Criminal Sanction.
California: Stanford University Press, 1968. Prinst, Darwan. Hukum Acara Pidana dalam Praktik. Jakarta:
Djambatan, 2002. Purpura, Philip. P. Criminal Justice An Introduction.
Boston: Butterworth-Heinenmann, 1997. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:
UI-Press, 2006. Soemitro, Ronny Hanitijio. Metodologi Penelitian Hukum dan
Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994. Soesilo, R. Teknik Berita Acara (Proses Verbal) Ilmu Bukti
dan Laporan. Bogor: Politeia, 1980.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
Tierney, Kevin. How To Be A Witness. New York: Oceana Publications, Inc., 1971.
United States Department of Justice Beureau of Justice
Statistic. Criminal Justice Information Policy Victim or witness Legislation: An Overview. Washington DC, 1984.
Van Ness, Daniel. W. Restorative Justice and International
Human Rights, restorative Justice: International Perspective. Amsterdam: Kugler Publications.
Zdenkowski, George; Chris Ronalds; and Mark Richardson.
ed., The Criminal In Justice System, Vol.2. Sydney: Pluto Press, 1987.
II. SKRIPSI/TESIS: Narbanto, Budi. Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Korban
Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1990.
Sohe, Iswendy. Perlindungan Saksi Yang Terlibat Tindak
Pidana Korupsi. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
Waruwu, Jovan Kurata. Penerapan Perlindungan Saksi Dalam
Perkara Pidana Yang Ditangani Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.
III. MAKALAH: Harkrisnowo, Harkristuti. Perlindungan Korban dan Saksi
dalam Proses Peradilan Pidana dan Urgensi Pengaturan Perlindungan Bagi Mereka. Makalah disampaikan pada Seminar tentang Perlindungan Saksi yang diselenggarakan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Bekasi, 29 Oktober 2002.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
IV. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: _____ . Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8
LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209. _____ . Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, UU No. 31 LN No. 140 Tahun 1999, TLN No. 3874.
_____ . Undang_undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
N0. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 20 LN No. 134 Tahun 2001, TLN No. 4150.
_____ . Undang-Undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, UU No. 30 LN No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250.
_____ . Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban, UU No. 13 LN No.64 Tahun 2006, TLN No. 4635. V. INTERNET: Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Peradilan
HAM,(http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/06/17/nrs,20040617-06,id.html), 12 Maret 2008.
Ula, Mutammimul. Melindungi Para Peniup Peluit,
(http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=tema&op=viewarticle=&cid=4&artid=95), 19 Maret 2008.
Arifin, Achmad Zainal. Fenomena Whistleblower dan
Pemberantasan Korupsi,(http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=4675), 4 Februari 2008.
Whistleblower,(http://en.wikipedia.org/wiki/Whitleblower#Overview), 3 Maret 2008.
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008
Anwar Nasuution Seorang Whistleblower?, (http://www.hukumonline.com/detail/asp/id/18472&cl/Berita), 18 April 2008.
Peniup Peluit Deteksi Fraud, (http://www.madani-ri.com/2008/03/15/peniup-peluit-deteksi-fraud/), 18 April 2008.
Susetyo, Heru. Perlindungan Terhadap Saksi Perkara Korupsi, (http://www.antikorupsi.org/mod/php/mod/tema&op/printarticle&artid/49), 20 April 2008.
Fenomena Whistleblower dan Pemberantasan Korupsi, (http://www.antikorupsi.org/mod.php/mod/publisher&op/viewarticle&cid/4&artid/95), 18 Mei 2008
Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008