perlindungan terhadap whistleblower dalam rangka

116
PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI INDONESIA SKRIPSI DIAJUKAN SEBAGAI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DISUSUN OLEH: FRANGKI BOAS 0504000917 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2008 Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DI INDONESIA

SKRIPSI

DIAJUKAN SEBAGAI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA HUKUM PADA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

DISUSUN OLEH: FRANGKI BOAS 0504000917

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2008

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 2: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

  vii  

ABSTRAK

Skripsi ini akan membahas mengenai perlindungan terhadap whistleblower dalam rangka perlindungan saksi dan korban di Indonesia. Dalam perjuangan pemberantasan korupsi, whistleblower dapat dilihat sebagai sebuah bagian penting, dimana Whistleblower melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan dalam organisasi tempat dirinya bekerja untuk berbagai alasan, dimana yang paling utama adalah motivasi dan keyakinan etika. Informasi yang diberikan oleh whistleblower mengenai adanya praktik tindak pidana korupsi akan ditelusuri kebenarannya oleh aparat yang berwenang untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. Atas perannya mengungkap adanya praktik tindak pidana korupsi tersebut whistleblower perlu diberikan perlindungan secara khusus, karena dalam praktiknya whistleblower mengalami ancaman dan tekanan atas informasi yang telah mereka berikan. Dengan adanya ancaman dan tekanan tersebut banyak orang yang tidak mau melaporkan adanya praktik tindak pidana korupsi yang mereka ketahui karena takut mengalami hal yang sama dengan orang yang telah lebih dahulu mengungkap adanya praktik tindak pidana korupsi. Indonesia telah memiliki peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan korban yang diimplementasikan melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi undang-undang tersebut belum dapat menjangkau whistleblower secara maksimal. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya whistleblower memiliki karakteristik yang berbeda dengan saksi ataupun korban. Selain itu bentuk –bentuk perlindungan yang diberikan oleh undang-undang tersebut masih belum memadai bagi whistleblower. Perlindungan yang diberikan kepada whistleblower harus lebih maksimal dari perlindungan terhadap saksi dan korban, oleh sebab itu perlu dibuat suatu praturan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan secara khusus bagi whistleblower. Dengan demikian keberanian setiap orang untuk melaporkan adanya praktik tindak pidana korupsi di tempat mereka bekerja akan semakin meningkat, tanpa perlu merasa takut terhadap ancaman dan tekanan yang akan menimpa mereka di kemudian hari.  

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 3: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

viii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan.........................................i

Halaman Persembahan......................................ii

Kata Pengantar..........................................iii

Abstrak.................................................vii

Daftar Isi.............................................viii

BAB I PENDAHULUAN.........................................1

A. Latar Belakang.........................................1

B. Pokok Permasalahan.....................................9

C. Tujuan Penulisan.......................................9

D. Kerangka Konsepsional.................................10

E. Metode Penelitian.....................................12

F. Sistematika Penulisan.................................15

BAB II TINJAUAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DAN PERKEMBANGANNYA

DI INDONESIA.............................................17

A. Whistleblower Dalam Berbagai Literatur................18

B. Peran Whistleblower Dalam Mengungkap Suatu Perkara....21

C. Whistleblower di Indonesia............................23

D. Karakteristik Whistleblower...........................28

BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER..............42

A. Perlindungan Saksi dan Korban di Beberapa Negara......43

B. Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia............55

1. Perlindungan Terhadap Saksi Dalam KUHAP............55

2. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 4: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

ix

Peraturan Perundang-undangan di Luar KUHAP.........58

3. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban......................65

C. Perlunya Perlindungan Khusus Terhadap Whistleblower

Atas Tindak Pidana yang Dilaporkannya.................70

D. Perlindungan Khusus Terhadap Whistleblower Atas

Keterlibatannya Dalam Tindak Pidana Lain..............78

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM PRAKTIK

(STUDI KASUS SUAP DALAM PERKARA PENGADAAN LOGISTIK KPU

UNTUK PEMILU TAHUN 2004).................................81

A. Kasus Posisi..........................................82

B. Analisis Yuridis......................................90

BAB V PENUTUP...........................................103

A. KESIMPULAN...........................................103

B. SARAN................................................105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 5: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

1    

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sorotan terhadap penegakan hukum di Indonesia

bukanlah merupakan hal yang baru di tanah air kita. Masalah

penegakan hukum begitu penting untuk dibicarakan karena hal

ini tidak saja merupakan tugas dan amanah konstitusi. Hal

ini juga berhubungan dengan kelangsungan tegaknya hukum

serta masa depan pencari keadilan di Indonesia.

Korupsi merupakan fenomena sosial yang dirasakan

semakin menggerogoti seluruh sendi kehidupan masyarakat.

Kondisi seperti ini bukan saja telah menimbulkan rasa

ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum,

tetapi juga semakin menjauhkan terpenuhinya rasa keadilan

masyarakat.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 6: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

2    

Korupsi sebagai suatu bentuk kejahatan perlu

diberantas dan dijadikan musuh bersama masyarakat. Upaya

pemberantasan korupsi selama ini dirasakan tidak memberikan

hasil yang memuaskan dalam arti dapat terpenuhinya rasa

keadilan masyarakat. Meningkatnya tindak pidana korupsi

yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja

terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada

kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya.

Korupsi di sektor swasta pun saat ini sudah sama

parahnya dengan korupsi di sektor publik manakala dalam

aktivitas bisnisnya terkait atau harus berhubungan dengan

sektor publik. Korupsi semacam ini sering terjadi di sektor

perpajakan, perbankan, dan pelayanan publik.1

Berbagai peraturan perundang-undangan diperkuat

sebagai payung hukum bagi aparat penegak hukum dalam

memberantas korupsi. Kerap kita simak di media massa,

betapa peduli dan kritisnya rakyat terhadap upaya

pemberantasan korupsi yang dijalankan pemerintah.

Kepedulian dan kritik tersebut diwujudkan rakyat dengan

memberikan informasi tentang praktik korupsi kepada aparat

                                                                                                                          1Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional Dan

Aspek Internasional, (Bandung: Mandar Maju, 2004), hal. 2.  

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 7: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

3    

dan lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian dan Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK).

Keberhasilan atas penyelesaian suatu perkara hukum

juga dipengaruhi keterangan saksi yang berhasil diungkap

atau dimunculkan. Dalam proses peradilan pidana, saksi

adalah sarana untuk memperoleh kebenaran materiil. Dalam

Pasal 1 angka 26 Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana

(KUHAP) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 disebutkan:

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.2

Adapun keterangan saksi menurut ketentuan Pasal 1 angka 27,

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981:

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.3

                                                                                                                           2 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, LN

No. 76 Tahun 1981, TLN. No. 3209, ps.1 angka 26.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 8: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

4    

Sedangkan Pasal 185 ayat (2) KUHAP menyatakan keterangan

seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa

terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan

kepadanya. Ayat (3) menyatakan bahwa ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai

dengan alat bukti yang sah lainnya. Hal ini dapat diartikan

keterangan lebih dari 1 (satu) orang saksi saja tanpa

disertai alat bukti lainnya dapat dianggap cukup untuk

membuktikan apakah seorang terdakwa bersalah atau tidak.4

Tidak sedikit kasus yang kandas di tengah jalan

disebabkan karena ketiadaaan saksi untuk menopang tugas

aparat penegak hukum. Dengan demikian jelaslah bahwa

keberadaan saksi merupakan suatu elemen yang sangat

menentukan dalam suatu proses peradilan pidana.5   Persoalan

yang utama adalah banyaknya saksi yang tidak bersedia

memberikan keterangan ataupun tidak berani mengungkapkan

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      3Ibid., ps. 1 angka (27). 4Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Peradilan

HAM,(http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/06/17/nrs,20040617-06,id.html), 12 Maret 2008.

5Koalisi Perlindungan Saksi, Saksi Harus Dilindungi (Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi), (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2005), hal.1.  

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 9: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

5    

kesaksian yang sebenarnya karena tidak ada jaminan yang

memadai terutama jaminan atas perlindungan tertentu ataupun

mekanisme tertentu untuk bersaksi.  Saksi bahkan seringkali

mengalami intimidasi atau tuntutan hukum atas kesaksian

atau laporan yang diberikannya dan tidak sedikit saksi yang

pada akhirnya menjadi tersangka atau bahkan terpidana.6    

Keberanian para pelapor melaporkan adanya dugaan

kasus korupsi akan berkurang karena nasib para pelapor

kasus korupsi di negeri ini ternyata kerap tidak lebih baik

dari orang-orang yang mereka laporkan.7 Masih kuat dalam

ingatan kita kasus Khairiansyah, mantan auditor Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK), yang bersama KPK membongkar kasus

suap dan korupsi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), November

2005. Kasus ini merupakan gebrakan luar biasa dalam

pemberantasan korupsi. Namun, sepuluh hari kemudian, pada

21 November 2005 kita kembali dikejutkan karena

Khairiansyah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap Dana

Abadi Umat (DAU) oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.  

                                                                                                                          6Quentin Dempster, Whistleblower(Para Pengungkap Fakta),

diterjemahkan oleh Betty Yolanda, (Jakarta: ELSAM, 2006), hal. 274. 7Mutammimul Ula, Melindungi Para Peniup Peluit,

(http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=tema&op=viewarticle=&cid=4&artid=95), 19 Maret 2008.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 10: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

6    

Pada saat memberikan keterangan seorang saksi atau

pun pelapor harus dapat meberikan keterangan yang sebenar-

benarnya, untuk itu saksi dan pelapor perlu merasa aman dan

bebas saat menjalani proses pemeriksaan menurut hukum acara

pidana. Dalam tindak pidana korupsi dikenal istilah

whistleblower bagi orang yang melaporkan adanya dugaan

praktek tindak pidana korupsi. Secara historis, istilah

whistleblower sering digunakan untuk merujuk seseorang yang

berupaya mengungkap ketidakjujuran dan penyimpangan yang

terjadi di tempat ia bekerja. Upaya ini tentu bukan

pekerjaan yang mudah dilakukan, terlebih jika kasus yang

akan diungkap melibatkan atasan bahkan pimpinan mereka

sendiri. Karena itu, resiko yang harus ditanggung para

peniup peluit amat berat, mulai dari ancaman kehilangan

pekerjaan sampai kemungkinan munculnya intimidasi tidak

hanya terhadap mereka tetapi juga terhadap anggota

keluarganya.8 Adanya bentuk ancaman yang diterima oleh para

saksi dan pelapor kasus korupsi akan menghambat penegakan

                                                                                                                          8Achmad Zainal Arifin, Fenomena Whistleblower dan Pemberantasan

Korupsi,(http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=4675), 4 Februari 2008.  

 

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 11: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

7    

hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana

yang menjadi agenda reformasi di bidang hukum.

Pentingnya perlindungan bagi pelapor termaktub

dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi , yang

berbunyi:

Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahui identitas pelapor.

Sedangkan dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Bab II mengenai Tugas,

wewenang, dan Kewajiban, Pasal 15(a) yang berbunyi:

Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban : Memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 12: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

8    

Melindungi para whistleblower adalah cara yang

efektif untuk menjamin peniupan peluit yang efektif.

Meskipun diantara para whistleblower itu ada yang hanya

sekumpulan orang yang tidak puas. Dalam proses persidangan

yang berkenaan dengan tindak pidana, tidak sedikit kasus

yang kandas di tengah jalan disebabkan ketiadaan saksi yang

dapat mendukung tugas penegak hukum untuk memberikan

kesaksian karena mendapat ancaman dari pihak tertentu atau

saksi merasa tidak terlindungi. Melihat pentingnya

kedudukan whistleblower dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi, sudah saatnya whistleblower diberi perlindungan

secara hukum, fisik, maupun psikis. Dengan diberikannya

perlindungan hukum terhadap whistleblower dalam tindak

pidana korupsi maka peran serta masyarakat untuk memberikan

laporan terhadap adanya dugaan kasus korupsi akan semakin

besar. Keberanian para pihak yang memberikan informasi

adanya dugaan korupsi harus mendapat apresiasi dari aparat

penegak hukum demi terciptanya partisipasi masyarakat dalam

memberantas korupsi.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 13: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

9    

B. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian di bagian pendahuluan tentang

pentingnya perlindungan terhadap whistleblower, maka dalam

penelitian ini dilakukan analisa dengan didasarkan kepada

dua pokok permasalahan sebagai berikut:

1.Bagaimana kedudukan whistleblower dalam peraturan

perundang-undangan pidana di Indonesia?

2.Bagaimana mekanisme dan bentuk perlindungan yang

diberikan oleh negara terhadap whistleblower?

C. Tujuan Penulisan

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana perlindungan terhadap whistleblower di

Indonesia ditinjau dari segi kedudukan hak seorang saksi

untuk mendapatkan perlindungan di Indonesia dipandang dari

ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi

dan Korban. Adapun tujuan penelitian ini secara khusus

adalah:

1. Mengetahui bagaimana kedudukan whistleblower

dalam peraturan perundang-undangan pidana di

Indonesia;

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 14: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

10    

2. Menjelaskan mekanisme dan bentuk perlindungan

yang diberikan oleh negara terhadap

whistleblower.

D. Kerangka Konsepsional

1. Whistleblower adalah seorang pegawai atau karyawan

dalam suatu organisasi yang melaporkan,

menyaksikan, mengetahui adanya kejahatan ataupun

adanya praktik yang menyimpang dan mengancam

kepentingan publik di dalam organisasinya dan yang

memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut

kepada publik atau instansi yang berwenang9;

2. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan

guna kepentingan penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan

tentang suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami

sendiri10;

                                                                                                                          9Whistleblower,(http://en.wikipedia.org/wiki/Whitleblower#Overvie

w), 3 Maret 2008. 10Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

UU No. 13 LN No.64 Tahun 2006, TLN No. 4635, ps. 1 angka 1.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 15: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

11    

3. Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan

pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada

saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh

LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan

undang-undang perlindungan saksi dan korban11;

4. Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh

seseorang karena hak atau kewajibannya berdasakan

undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang

telah atau sedang atau diduga akan terjadinya

peristiwa pidana12;

5. Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam

perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi

mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri

dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu13.

                                                                                                                         

11 Ibid., Ps. 1 angka 6. 12 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, LN No. 76

Tahun 1981, TLN No. 3209, Ps. 1 angka 24. 13 Ibid., Ps. 1 angka 27.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 16: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

12    

E. Metode Penelitian

Pembahasan dalam tulisan ini didasarkan pada

penelitian hukum. Adapun penelitian hukum merupakan suatu

kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika

dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya.14

Metode penelitian adalah suatu metode atau cara

yang dilakukan dalam kegiatan penelitian untuk memperoleh

data dan informasi yang dilakukan guna menunjang penyusunan

skripsi ini.

Metode penelitian yang digunakan untuk membahas dan

menganalisa masalah Perlindungan terhadap whistleblower

dalam rangka perlindungan saksi dan korban di Indonesia,

terdiri atas sistematika sebagai berikut:

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan

empiris. Penelitian ini dilihat dari sisi normatif yaitu

                                                                                                                         

14Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI-Press, 2006), hal. 43.

 

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 17: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

13    

penelitian terhadap kedudukan data sekunder hukum15 yang

terdiri atas bahan hukum primer (Peraturan perundang-

undangan), bahan hukum sekunder yakni buku-buku kepustakaan

dan Karya-karya ilmiah para sarjana. Selain itu juga

dilihat dari sisi empiris, yaitu penelitian yang dilakukan

melalui wawancara.

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif analisis yang bertujuan

untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai permasalahan

dan pembahasannya, disertai analisa yang bersifat

menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang saling

menunjang. Gambaran yang lengkap itu selanjutnya akan

dianalisis, tentu dengan pendekatan yuridis untuk

mendapatkan identifikasi, faktor penyebab dan alternatif

jalan keluarnya.

Analisis data, dimana data yang terkumpul

selanjutnya diolah dan disistematisasi sesuai dengan urutan

permasalahan dan akhirnya dianalisis. Analisis yang

                                                                                                                          15Ronny Hanitjio menggolongkan data sekunder di Bidang hukum

(dilihat dari sudut mengikatnya) menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Lihat Ronny Hanitijio Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal.11-12.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 18: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

14    

digunakan adalah metode kualitatif, yakni meneliti

peraturan yang ada serta fakta yang terjadi dalam proses

perlindungan terhadap whistleblower dalam perkara tindak

pidana korupsi serta masalah yang ada. Dengan demikian,

hasilnya berbentuk analisa.

Data penelitian yang digunakan adalah dengan

meneliti data sekunder, yang terdiri dari :

1. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang –

undangan,

a. Undang – undang No. 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban;

b. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP);

c. Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP);

d. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu,

a. Buku – Buku Kepustakaan

b. Hasil Karya ilmiah para Sarjana

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 19: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

15    

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam hal penulisan dan

pembahasannya, maka penelitian ini akan disusun dengan

sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang,

permasalahan, perumusan permasalahan, tujuan penulisan,

kerangka konsepsional, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II Tinjauan Terhadap Whistleblower Dan

Perkembangannya di Indonesia, yang terdiri dari Definisi

whistleblower, peran whistleblower dalam mengungkap suatu

perkara, whistleblower di Indonesia, dan karakteristik

whistleblower.

BAB III Perlindungan Terhadap Whistleblower, yang

terdiri dari perlindungan saksi dan korban di beberapa

negara, perlindungan saksi dan korban di Indonesia,

perlunya perlindungan khusus terhadap whistleblower atas

tindak pidana yang dilaporkannya, perlindungan khusus

terhadap whistleblower atas keterlibatannya dalam tindak

pidana lain.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 20: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

16    

BAB IV Perlindungan Terhadap Whistleblower Dalam

Praktik (Studi Kasus Suap Dalam Perkara Pengadaan Logistik

KPU Untuk Pemilu Tahun 2004), yang terdiri dari kasus

posisi dan analisis yuridis.

BAB V Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 21: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

17    

BAB II

TINJAUAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DAN PERKEMBANGANNYA DI

INDONESIA

Salah satu tokoh whistleblower yang populer adalah

Dr. Jeffrey Wigand. Ia adalah mantan Wakil Presiden

Research pada Brown and Williamson Tobacco di Amerika

Serikat. Jeffrey dipecat karena mengungkap praktek

manipulasi data nikotin pada rokok yang diproduksi

perusahaannya. Tak hanya dipecat, ia pun kerap mendapat

pelecehan dan ancaman terkait dengan tindakannya hingga

saat ini.16

Satu hal yang menarik untuk dicermati dalam tindak

pidana korupsi adalah munculnya Whistleblower. Untuk

memahami whistleblower akan dibahas mengenai definisi

whistleblower, peran whistleblower dalam mengungkap suatu                                                                                                                          

16Anwar Nasuution Seorang Whistleblower?, (http://www.hukumonline.com/detail/asp/id/18472&cl/Berita), 18 April 2008.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 22: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

18    

perkara, whistleblower di Indonesia, dan

karakteristik whistleblower.

A. Whistleblower Dalam Berbagai Literatur

Sebelum membahas mengenai whistleblower lebih jauh

lagi, ada baiknya dibahas mengenai beberapa pengertian

whistleblower yang ada. Menurut Roberta Ann Johnson:

There is an agreed-upon four parts definition of Whistleblower. Where four parts definition of Whistleblower are: 1. An individual acts with the intention of making

information public; 2. The information is conveyed to parties outside the

organization who make it public and a part of public record;

3. The information has to do with possible or actual nontrivial wrongdoing in an organization;and

4. The person exposing the agency is not a journalist or ordinary citizen, but a member, or former member of the organization.17

Berdasarkan pendapat Roberta Ann Johnson ada empat bagian

dari pengertian whistleblower, yaitu:

                                                                                                                         

17Roberta Ann Johnson, Whistleblowing: When It Works and Why, (Colorado: Lynne Rienner, 2003), page. 3-4.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 23: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

19    

1. Tindakan seseorang yang bertujuan untuk memberikan

informasi bagi publik;

2. Informasi tersebut diberitahukan kepada pihak di

luar organisasi yang akan mempublikasikan informasi

tersebut dan merupakan bagian dari berita publik;

3. Informasi tersebut berhubungan dengan kemungkinan

atau kepastian penyimpangan yang penting yang

terjadi dalam sebuah organisasi; dan

4. Orang yang mengungkap adanya penyimpangan dalam

organisasi tersebut bukan wartawan atau anggota

masyarakat biasa, tetapi anggota atau karyawan dari

organisasi tersebut.18

Sedangkan menurut Mary Curtis:

Whistleblower is one who reveals wrongdoing within an organization to the public, or to those in positions of authority.19

                                                                                                                         

18Terjemahan bebas penulis berdasarkan An English-Indonesian Dictionary by John. M Echols and Hassan Shadily, (Jakarta: PT. Gramedia, 1994).

19Mary Curtis, Whistleblower Mechanisms: A Study of The Perceptions of “Users” and “Responders”, (Dalas: Institute of Internal Auditors, 2006), page. 4.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 24: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

20    

Mary Curtis berpendapat bahwa whistleblower adalah

seseorang yang mengungkap adanya penyimpangan yang terjadi

dalam sebuah organisasi kepada publik atau kepada pihak

yang berwenang.20 Dan Menurut Geoffrey Hunt:

Whistleblower is an employee who tells on an employer, because he or she believed that the employer committed an illegal act.21

Pendapat Geoffrey Hunt tersebut menggambarkan bahwa

whistleblower adalah seorang pegawai yang melaporkan

seorang pegawai yang mempekerjakannya, karena ia yakin

bahwa pegawai tersebut telah melakukan perbuatan yang

ilegal.22

Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa definsi whistleblower adalah seorang

pegawai atau karyawan dalam suatu organisasi yang

melaporkan, menyaksikan, mengetahui adanya kejahatan

                                                                                                                         

20Terjemahan bebas penulis, Loc.cit.

21Geoffrey Hunt, “Whistleblowing”, Commissioned Entry For Encyclopedia of Applied Ethics, (California: Academic Press, 1998), page. 2.

22Terjemahan bebas penulis, Loc.cit.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 25: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

21    

ataupun praktik yang menyimpang dan mengancam kepentingan

publik di dalam organisasi tersebut. Whistleblower juga

memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut kepada

publik atau instansi yang berwenang.

B. Peran Whistleblower Dalam Mengungkap Suatu Perkara

Dalam perjuangan pemberantasan korupsi,

whistleblower dapat dilihat sebagai sebuah bagian penting.

Whistleblower melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan

dalam organisasinya untuk berbagai alasan, dimana yang

paling utama adalah motivasi, dan keyakinan etika. Menurut

Fred Alford, “Whistleblower dipandang sebagai orang yang

berbicara untuk kepentingan publik, dan dideskripsikan

sebagai pejuang etika.”23

Untuk sekadar membuka wawasan kita mengenai potensi

kerugian yang mungkin terjadi, sebuah asosiasi profesi yang

berpusat di Amerika Serikat, Association of Certified Fraud

Examiner (ACFE), melakukan studi terhadap 1.134 kasus fraud

yang ditemukan di negara itu selama 2004 - 2006, dan rata-

                                                                                                                         

23Fred Alford, Whistleblower: Broken Lives and Organizatonal Power, (New York: Cornell University Press, 2001), page. 18.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 26: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

22    

rata kerugiannya adalah US$159.000 per kasus, dimana hampir

seperempat dari seluruh kasus yang dikaji menyebabkan

kerugian setidaknya US$1 juta per kasus, dan sembilan kasus

menyebabkan kerugian setidaknya US$1 miliar per kasus.

Organisasi di AS telah kehilangan 5% dari pendapatan

tahunannya akibat fraud.24

Peran whistleblower menjadi penting dalam

mengungkap suatu perkara. Selain dinilai bermanfaat untuk

deteksi awal fraud, juga dapat digunakan sebagai penampung

informasi lainnya, serta bermanfaat bagi organisasi dalam

melakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk mengurangi

sorotan eksternal dan dampak yang diakibatkan oleh suatu

penyimpangan dalam organisasi.

Whistleblower adalah kunci dalam mengungkap adanya

kasus korupsi, karena dengan adanya informasi yang

diberikan oleh whistleblower mengenai adanya praktik tindak

pidana korupsi, maka aparat yang berwenang dapat bertindak

untuk menangani praktik tindak pidana korupsi. Informasi                                                                                                                          

24Peniup Peluit Deteksi Fraud, (http://www.madani-ri.com/2008/03/15/peniup-peluit-deteksi-fraud/), 18 April 2008.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 27: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

23    

yang diberikan oleh whistleblower merupakan kunci dalam

mengungkap kasus korupsi, karena whistleblower adalah orang

yang bekerja di tempat terjadinya tindak pidana korupsi

tersebut, yang kemungkinan dapat diduga juga terlibat dalam

tindak pidana korupsi tersebut, sehingga informasi tersebut

dapat diproses untuk mengetahui kebenarannya. Informasi

yang diberikan oleh whistleblower akan ditelusuri

kebenarannya oleh aparat yang berwenang, setelah ditemukan

bukti-bukti yang mengindikasikan bahwa informasi tersebut

benar, maka aparat yang berwenang dapat segera mengambil

tindakan untuk selanjutnya diproses sesuai dengan hukum

yang berlaku.

C. Whistleblower di Indonesia

Di Amerika Serikat, dimana tingkat korupsi tidak

terlalu tinggi, lebih banyak orang yang melaporkan mengenai

penyelewengan, penyimpangan, dan penyalahgunaan wewenang

daripada di negara-negara lainnya. Menurut pendapat Roberta

Ann Johnson:

The U.S. laws protecting those who blow the whistle on wrongdoing are extensive. Protection laws cover

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 28: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

24    

federal employees and most state employees as well as many private sector workers whose responsibilities relate to environtmental, health, and safety issues.25

Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang di Amerika

Serikat tersebut telah menjadi jaminan bagi para

whistleblower untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran di

tempat mereka bekerja. Selain itu juga menurut Roberta Ann

Johnson:

Organizations and institutions also support whistleblowing in the U.S. Hundreds of organizations, and even more websites have sprung up to support whistleblowers with information, legal advice, technical assistance, and emotional support. Media and legislative attention also help whistleblowers. United States whistleblowers easily become the subject of newspaper articles and television news programs, and they occasionally become star witnesses in bureaucratic investigations and congressional hearings.26

Di Amerika Serikat telah dibentuk lembaga advokasi

yang bernama National Whistleblower Center yang secara

rutin sejak tahun 1988 mengadvokasi para whistleblower, di

                                                                                                                         

25Roberta Ann Johnson, Op. Cit., page. 156.

26Ibid., page. 10.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 29: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

25    

samping itu juga terdapat sebuah lembaga bernama Government

Accountability Project (GAP) yang berdiri sejak tahun 1977

dan aktif mengadvokasi para whistleblower dengan fokus

kegiatan pada litigasi, advokasi, media, dan legislatif.27

Kiprah GAP sebagai institusi independen cukup membantu para

peniup peluit dalam menghadapi tingginya risiko yang harus

mereka bayar, bahkan tidak sedikit para peniup peluit

akhirnya memperoleh insentif dari kasus korupsi yang

terungkap dan mendapat kembali pekerjaan yang sebelumnya

harus mereka tinggalkan. Orang-orang setipe Jeffrey Wigand

pun dapat mendapat tempat yang nyaman dan memperoleh

perlindungan.28

Dengan adanya jaminan perlindungan dari undang-

undang, dan dukungan dari berbagai institusi dan

organisasi, para whistleblower di Amerika Serikat tidak

perlu merasa takut untuk melaporkan penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi di tempat mereka bekerja.

                                                                                                                           

27Ibid., page. 157.

28Heru Susetyo, Perlindungan Terhadap Saksi Perkara Korupsi, (http://www.antikorupsi.org/mod/php/mod/tema&op/printarticle&artid/49), 20 April 2008.  

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 30: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

26    

Whistleblower adalah sosok penting dalam proses

pengungkapan korupsi. Di Indonesia memang sudah muncul

beberapa saksi pengungkap kejahatan yang sangat berarti

bagi upaya pemberantasan korupsi demi menciptakan

pemerintahan yang baik dan bersih. Namun peran dan jasa

para whistleblower itu tidak dihargai secara layak.

Nasibnya justru terancam dan tertekan.

Di Indonesia, istilah whistleblower mulai

memasyarakat ketika Khairiansyah Salman melaporkan kasus

suap yang dilakukan anggota KPU Mulyana W Kusuma pada 2005

silam. Petugas KPK menangkap Mulyana dan Khairiansyah di

kamar hotel, Mulyana kemudian ditahan dan diadili. Kasus

ini merupakan gebrakan luar biasa dalam pemberantasan

korupsi. Namun, sepuluh hari kemudian, pada 21 November

2005 Khairiansyah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap

Dana Abadi Umat (DAU) oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Kekerasan fisik kerap pula menyertai para

whistleblower tersebut. Majalah Tempo edisi 17 April 2005

mengisahkan penganiayaan terhadap Lendo Novo, staf ahli

Menteri Negara BUMN pada Kamis malam 7 April 2005. Ketika

itu, saat Lendo membawa berkas-berkas kasus korupsi yang

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 31: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

27    

diungkap kementeriannya, sekitar 10 orang tak dikenal

menganiayanya di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Ada dugaan, peristiwa ini terkait dengan penghilangan data-

data korupsi di tangannya. Meneg BUMN Sugiharto menyebutkan

bahwa peristiwa ini ada kemungkinan terkait dengan upaya

mencegah pemrosesan bukti-bukti korupsi, kolusi, dan

nepotisme yang dibawa Lendo pada saat kejadian.29

Indonesia sebenarnya telah memiliki aturan

perlindungan saksi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Selain

itu, pasal 15 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa KPK

berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau

pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan

keterangan mengenai tindak pidana korupsi. Perlindungan itu

meliputi pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan

dari kepolisian atau mengganti identitas pelapor atau

melakukan evakuasi termasuk melakukan perlindungan hukum.

Akan tetapi, ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

tersebut belum diimplementasikan secara menyeluruh.

                                                                                                                         

29Ibid.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 32: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

28    

Indonesia memang belum mengakomodasi suatu

peraturan untuk melindungi whistleblower secara khusus,

akan tetapi telah diatur mengenai perlindungan terhadap

saksi dan korban. Namun, perlindungan yang diatur dalam

undang-undang tersebut belum dapat dijadikan sebagai sebuah

jaminan bagi para whistleblower di Indonesia untuk

memberikan informasi mengenai adanya penyelewengan-

penyelewengan di tempat mereka bekerja.

D. Karakteristik Whistleblower

Sebelum membahas karakteristik whistleblower, akan

dibahas terlebih dahulu mengenai berbagai macam jenis saksi

yang ada. Dalam teori maupun praktik timbul macam-macam

jenis saksi, yaitu:

1. Saksi Korban

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana pasal 160 ayat (1) huruf (b) dikatakan

bahwa di ruang sidang yang pertama-tama didengar

keterangannya adalah korban yang menjadi saksi. Namun,

dalam undang-undang tersebut tidak terdapat definisi

mengenai saksi korban.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 33: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

29    

Ketika suatu kejahatan terjadi, tentunya akan ada

satu atau lebih korban dari kejahatan tersebut. Korban

adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,

dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu

tindak pidana.30

Korban itu sendiri dibagi menjadi dua macam,31 yakni

korban secara langsung yaitu orang yang menderita dan

mengalami kerugian secara langsung akibat terjadiya suatu

tindak pidana, contohnya adalah orang yang menjadi korban

tindak pidana itu sendiri. Jenis yang kedua adalah korban

secara tidak langsung merupakan orang yang secara tidak

langsung menderita dan dirugikan akibat adanya tindak

pidana tersebut, contohnya adalah keluarga, sanak saudara,

dan orang lain yang menggantungkan hidupnya atau

kepentingannya kepada korban.

Berdasarkan pasal 24 ayat (1) Konvensi

Internasional tentang Perlindungan Terhadap Semua Orang

Dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa korban adalah orang

                                                                                                                         

30Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No. 13, LN No. 64 tahun 2006, TLN. No. 4635, ps. 1 angka (2).

31Budi Narbanto, Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Korban Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana, (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1990), hal. 29.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 34: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

30    

yang hilang atau orang lain yang mengalami kerugian sebagai

akibat tindakan penghilangan paksa.

2. Saksi A Charge

Saksi A Charge adalah saksi dalam perkara pidana

yang dipilih dan diajukan oleh Penuntut Umum, dikarenakan

kesaksiannya memberatkan terdakwa.32 Dalam hal saksi yang

memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan

perkara atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat

hukumnya atau Penuntut Umum, selama berlangsungnya sidang

atau belum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua sidang wajib

mendengar keterangan saksi tersebut, hal ini sebagaimana

dirumuskan dalam pasal 160 ayat (1) huruf (c) Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3. Saksi A De Charge

Saksi A De Charge adalah saksi yang dipilih atau

diajukan oleh Penuntut Umum atau terdakwa atau Penasehat

Hukum, yang sifatnya meringankan terdakwa.33 Akan tetapi

saksi ini biasanya dibawa oleh terdakwa atau penasehat

                                                                                                                         

32Darwan Prinst, Hukum Acara Pidana dalam Praktik, (Jakarta: Djambatan, 2002), hal. 142.

33Ibid.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 35: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

31    

hukumnya yang diharapkan dapat memberikan kesaksian yang

menguntungkan bagi terdakwa.

4. Saksi Berantai

Penjelasan mengenai siapa yang disebut dengan saksi

berantai dapat dilihat dalam pasal 185 ayat (4) KUHAP:

Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.

Contonya seorang saksi menerangkan bahwa ia melihat

A (terdakwa) pada jam 12.00 tengah hari tanggal 8 Juli 2007

berjalan di Jalan Raya Tebet, Jakarta Selatan. Saksi kedua

melihat A masuk pekarangan rumah No. 485 A di jalan

tersebut kira-kira pada jam 12.30. Saksi ketiga melihat A

menunggu dan naik taksi pada jam 13.00 sambil membawa

televisi setelah keluar dari rumah tersebut pada jam 13.00.

Keterangan saksi-saksi tersebut dapat disebut saksi

berantai.

5. Testimonium De Auditu

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 36: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

32    

Testimonium De Auditu adalah kesaksian yang berisi

keterangan yang bersumber dari orang lain. Saksi ini

memberi keterangan yang tidak ia lihat, dengar, atau alami

sendiri. Jelasnya adalah keterangan mengenai orang lain

yang mengatakan, atau menceritakan sesuatu.34 Keterangan

saksi yang demikian bertentangan dengan ketentuan pasal 1

angka (27) KUHAP, sehingga:

a. Tidak bernilai sebagai alat bukti yang sah, dan

b. Tidak memiliki kekuatan pembuktian untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada

terdakwa.

Menurut pasal 1 angka (27) KUHAP, keterangan saksi

yang sah sebagai alat bukti hanya keterangan saksi yang

bersumber dari suatu peristiwa pidana, berdasar:

a. Pendengaran sendiri;

b. Pengelihatan sendiri; dan

c. Pengalaman sendiri.

Dalam penjelasan pasal 185 ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa

tidak termasuk alat bukti keterangan saksi yang diperoleh

dari orang lain. Ketentuan inilah yang dianut hukum positif

                                                                                                                         

34Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 313.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 37: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

33    

di Indonesia. Dengan demikian sistem peradilan pidana

Indonesia “mengeluarkan” Testimonium de Auditu sebagai alat

bukti.

Prinsip umum menjelaskan sikap dan pendirian

sebagai berikut:

a. Oleh karena keterangan yang berbentuk

Testimonium de Auditu atau hearsay evidence,

bukan keterangan tentang apa yang diketahuinya

secara personal, tapi mengenai apa yang

“diceritakan” orang lain kepada dia atau apa

yang didengarnya dari orang lain:

(1). Lebih besar kemungkinannya tidak benar

(2). Alasannya, keterangan yang diberikan

tidak berasal dari pihak pertama.

b. Sehubungan dengan itu, hearsay evidence

berada di luar alat bukti dan dinyatakan an

out-of court statement, karena isi keterangan

hanya merupakan repetisi atau pengulangan

dari apa yang didengar orang lain.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 38: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

34    

c. Ke dalam hearsay termasuk juga keterangan

yang dibuat atau diberikan “di luar” proses

persidangan.35

Akan tetapi kesaksian de auditu perlu pula didengar

oleh hakim, walaupun tidak mempunyai nilai sebagai bukti

kesaksian, tetapi dapat memperkuat keyakinan hakim yang

bersumber pada dua alat bukti lainnya.36

Wirjono Prodjodikoro juga sejajar pendapatnya

dengan Andi Hamzah dengan mengatakan sebagai berikut:

“…Hakim dilarang memakai sebagai alat bukti suatu keterangan de auditu, yaitu tentang suatu keadaan yang saksi itu hanya dengar saja terjadinya dari orang lain. Larangan semacam ini baik, bahkan sudah semestinya, akan tetapi harus diperhatikan, bahwa kalau ada saksi yang menerangkan telah mendengar terjadinya suatu keadaan dari orang lain, kesaksian semacam ini tidak selalu dapat dikesampingkan begitu saja. Mungkin seringkali hal pendengaran suatu peristiwa dari orang lain itu dapat berguna untuk penyusunan suatu rangkaian pembuktian terhadap terdakwa…”37

                                                                                                                         

35M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 207.

36Andi Hamzah, op. cit., hal. 261.

37Ibid., sebagaimana dikutip dari Wirjono Prodjodikoro, Bunga Rampai Hukum, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1974), hal. 80., hal. 262.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 39: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

35    

Dalam ketetapan Landraad Meester Cornelis, 27

Januari 1939, pada pokoknya menyetujui memberi daya bukti

kepada kesaksian de auditu, dengan alasan keterangan-

keterangan korban yang telah meninggal diberi oleh saksi-

saksi yang mendekatinya. Segera setelah berlakunya serangan

atas dirinya bahwa yang memberi tusukan-tusukan pada

dirinya adalah seorang yang disebut pula namanya, mempunyai

daya bukti, ditilik dari keadaan di sekitar pemberian

keterangan-keterangan. Ketetapan ini dikuatkan oleh Raad

van Justitie di Belanda.38

Dari penjelasan di atas terdapat pro dan kontra

mengenai kedudukan kesaksian de auditu. Secara positif

keberadaan kesaksian de auditu memang telah dikeluarkan

dari alat bukti, namun melihat kenyataan-kenyataan di

lapangan, keberadaan kesaksian de auditu ini harus dilihat

kasus demi kasus.

6. Saksi Pelapor

                                                                                                                         

38Ibid., hal. 263.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 40: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

36    

Dalam KUHAP pasal 1 angka (24) dikatakan:

Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.

Dalam rumusan pasal di atas memang tidak dirumuskan

siapakah yang disebut dengan pelapor, namun secara tersirat

dapat diketahui bahwa pelapor adalah orang yang karena hak

dan kewajibannya berdasarkan undang-undang menyampaikan

kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang

atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Maka yang

dimaksud dengan saksi pelapor adalah seseorang yang memberi

keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang berhubungan

dengan hak dan kewajibannya.

Ada pun yang berhak mengajukan laporan menurut

pasal 108 KUHAP adalah:

a. Setiap orang yang mengalami, melihat,

menyaksikan, dan atau menjadi korban

peristiwa yang merupakan tindak pidana;

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 41: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

37    

b. Setiap orang yang mengetahui permufakatan

jahat untuk melakukan tindak pidana

terhadap ketentraman dan keamanan umum

atau terhadap jiwa atau terhadap hak

milik;

c. Setiap pegawai negeri dalam rangka

melaksanakan tugasnya yang mengetahui

tentang terjadinya peristiwa yang

merupakan tindak pidana.

7. Saksi Mahkota (State Witness/Key Witness/Crown

Witness/Kroon Getuige)

Dalam praktik ada kalanya suatu tindak pidana

dilakukan oleh beberapa orang pelaku, baik sebagai pelaku,

orang yang menyuruh melakukan, atau yang turut serta

melakukan tindak pidana itu, sebagaimana terdapat dalam

Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maupun

orang lain yang melakukan pembujukan sebagaimana diatur

dalam pasal 56 KUHP. Dapat pula hal-hal sebagaimana diatur

dalam pasal 170 KUHP yakni di muka umum bersama-sama

melakukan kekerasan terhadap orang atau barang.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 42: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

38    

Untuk mengungkap kasus tersebut seringkali dialami

ketiadaan saksi untuk membuktikan surat dakwaan Penuntut

Umum. Oleh karena itu sesuai pasal 142 KUHAP, Penuntut Umum

dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa

secara terpisah (splitzing). Artinya dilakukan pemecahan

berkas perkara sesuai kebutuhan. Apabila hal itu dilakukan,

maka masing-masing terdakwa akan menjadi saksi terhadap

terdakwa yang satu dengan yang lainnya.39

Oleh karena itu dalam undang-undang tidak dijumpai

apa yang disebut dengan saksi mahkota, tetapi dalam

kenyataannya saksi mahkota ini dapat muncul dalam praktik.

Hal ini disebabkan adanya splitzing yang dapat dilakukan

oleh Penuntut Umum.

Diajukannya seseorang sebagai saksi mahkota jika

Penuntut Umum menemui kesulitan untuk mencari alat-alat

bukti untuk membuktikan dakwaannya.40 Jadi saksi diambil

dari terdakwa sendiri dikarenakan minimnya saksi.

Terdapat satu keistimewaan dari saksi mahkota ini,

dimana dalam hukum acara pidana dikenal istilah Unus

                                                                                                                         

39Darwan Prinst, op. cit., hal. 90.

40Budi Narbanto, op. cit., hal. 34.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 43: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

39    

testis nulluus testis (satu saksi bukanlah merupakan

saksi). Dalam konsep adanya saksi mahkota, kesaksian saksi

mahkota walaupun hanyalah seorang diri dapat diterima

mengingat seorang saksi mahkota adalah seorang yang

terlibat dalam suatu tindak pidana.

Definisi mengenai saksi mahkota itu sendiri dapat

kita lihat dari pendapat R. Soesilo, yaitu:

Saksi Mahkota yaitu saksi yang ditampilkan dari beberapa terdakwa/salah seorang terdakwa guna membuktikan kesalahan terdakwa yang dituntut. Saksi mahkota dapat dibebaskan dari penuntutan pidana atau kemudian akan dituntut pidana secara tersendiri, tergantung dari kebijaksanaan Penuntut Umum yang bersangkutan.41

Dalam negara Common Law keberadaan saksi mahkota

ini memang diakui, yakni ketika seorang pelaku tindak

pidana memberikan kesaksian yang memberatkan pelaku tindak

pidana lainnya, maka pelaku tindak pidana yang bersaksi

diberikan kekebalan.

                                                                                                                         

41R. Soesilo, Teknik Berita Acara (Proses Verbal) Ilmu Bukti dan Laporan, (Bogor: Politeia, 1980), hal. 7.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 44: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

40    

In particular, a witness who has himself been guilty of a crime may wish for assurances that he will not be prosecuted himself if he gives testimony against another which also implicates the witness. If such assurances are given, it is said that the witness has been granted “immunity” from subsequent prosecution.42

Jadi ketika seorang Penuntut Umum meminta terdakwa atau

beberapa orang terdakwa untuk bersaksi melawan terdakwa

lainnya, yang dengan kesaksiannya itu ia dapat membuka

kejahatannya sendiri, maka terdakwa atau beberapa orang

tersebut dapat meminta kepada Penuntut Umum untuk

memberikan kekebalan kepadanya, sehingga ia tidak dituntut

atas kejahatan yang telah dilakukannya itu.

Setelah membahas mengenai berbagai macam saksi

tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai karakteristik

whistleblower dibandingkan dengan berbagai macam saksi.

Pertama, whistleblower bukan merupakan korban dari suatu

tindak pidana seperti saksi korban. Whistleblower tidak

mengalami kerugian apa-apa, karena yang dilaporkan adalah

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di tempatnya bekerja

yang sama sekali tidak merugikan dirinya.

                                                                                                                         

42Kevin Tierney, How To Be A Witness, (New York: Oceana Publications, Inc., 1971), page. 98.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 45: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

41    

Kedua, whistleblower memberikan informasi atas

inisiatifnya sendiri, bukan atas permintaan pihak lain

seperti saksi A Charge, maupun A De Charge. Whistleblower

memberikan informasi karena ia sendiri ingin mengungkap

penyimpangan yang terjadi di tempatnya bekerja.

Ketiga, informasi yang diberikan oleh whistleblower

adalah informasi yang ia lihat, dan dengar sendiri, bukan

merupakan informasi yang ia dengar dari orang lain. Berbeda

dengan Testimonium De Auditu yang merupakan keterangan yang

bersumber dari pendengaran orang lain, whistleblower

memberikan informasi karena ia mengetahui sendiri mengenai

adanya penyimpangan di tempatnya bekerja.

Keempat, whistleblower adalah orang yang bekerja

pada suatu organisasi dan melaporkan penyimpangan yang

terjadi di tempatnya bekerja tersebut. Jadi whistleblower

bukan anggota masyarakat biasa yang mengetahui, melihat,

menyaksikan, atau pun menjadi korban dari suatu tindak

pidana seperti saksi pelapor, tetapi ia adalah orang yang

bekerja pada suatu organisasi tempat terjadinya tindak

pidana korupsi yang dilaporkannya tersebut.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 46: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

42    

BAB III

PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER

Seringkali suatu tindak pidana dapat terungkap

karena adanya peran dari whistleblower yang memberikan

informasi mengenai terjadinya tindak pidana tersebut. Dalam

berbagai kasus, whistleblower seringkali mendapat tekanan,

baik berupa ancaman, maupun serangan balik secara fisik

maupun secara hukum. Akibat banyaknya tekanan tersebut,

orang seringkali merasa takut untuk menjadi whistleblower.

Melihat pentingnya kedudukan whistleblower dalam mengungkap

suatu perkara, dan agar orang tidak merasa takut untuk

menjadi whistleblower, maka sudah saatnya whistleblower

diberikan perlindungan secara hukum, fisik, maupun psikis.

Akan tetapi perlindungan terhadap whistleblower tersebut

harus lebih maksimal dibandingkan perlindungan terhadap

saksi dan korban, oleh sebab itu bentuk perlindungan

terhadap saksi dan korban dapat menjadi model acuan bagi

perlindungan terhadap whistleblower.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 47: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

43    

Untuk memberikan perlindungan yang maksimal

terhadap whistleblower kita perlu memahami bentuk-bentuk

perlindungan terhadap saksi dan korban terlebih dahulu.

Oleh sebab itu akan dibahas mengenai bentuk-bentuk

perlindungan terhadap saksi dan korban.

A. Perlindungan Saksi dan Korban di Beberapa Negara

Seringkali dikatakan bahwa saksi merupakan elemen

yang terlupakan dalam sistem peradilan pidana. Akan tetapi

akhir-akhir ini keberadaan mereka mendapat perhatian

khusus. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan yang

ada di beberapa negara mengenai saksi.

Selain itu juga diusahakan sedapat mungkin kondisi

korban kejahatan dipulihkan keadaannya. Sehingga korban,

yang merupakan saksi utama dalam mengungkap suatu kasus,

tidak ragu untuk melaporkan kejahatan yang menimpanya serta

mau memberikan kesaksian. Bentuk pemulihan tersebut

disamping berbentuk pelayanan-pelayanan sosial juga

meliputi ganti rugi berupa uang.

Program-program bantuan serta bentuk-bentuk ganti

rugi yang diatur di berbagai negara tersebut akan diuraikan

lebih lanjut di bawah ini. Fokus utamanya adalah mengurangi

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 48: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

44    

resiko viktimisasi dengan cara memperkenalkan berbagai

program bantun.43

1. Perlindungan Saksi dan Korban Kejahatan di Inggris

Di Inggris, pada tahun 1990 disepakati piagam

tentang korban yang menyatakan bahwa korban memiliki hak

untuk:

a. mengetahui informasi mengenai perkembangan kasus;

b. mengetahui tanggal sidang;

c. mengetahui besarnya uang jaminan;

d. mengetahui hasil putusan.

Selain itu dijanjikan pula perbaikan fasilitas bagi

saksi korban yang dipanggil ke sidang pengadilan,

pengurangan waktu menunggu, serta memenuhi kebutuhan korban

lainnya, diantaranya dengan menyediakan ruang tunggu yang

terpisah.44

Program bantuan bagi korban meliputi:

a. Pemberian informasi dan bantuan-bantuan yang

bermanfaat, penekanan dari program ini adalah

                                                                                                                         

43Davies, Crall, and Tyrer, Criminal Justice: An Introduction to The Criminal Justice System in England and Wales, (London: Longman, 1995), page. 314.

44Ibid., page. 315.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 49: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

45    

bantuan sementara berupa tempat korban untuk

mencurahkan perasaannya;

b. Membantu korban mengungkapkan keluhan mereka atas

apa yang mereka alami di muka pengadilan.45

Bantuan ini dilaksanakan oleh lembaga-lembaga

sebagai berikut:

1. Lembaga kompensasi, yang dilakukan oleh negara dan

kompensasi yang diadakan oleh pelaku46:

a. Lembaga kompensasi oleh negara muncul setelah

mulai berkembangnya Criminal Injures

Compensation Scheme (CICS) tanggal 1 Agustus

1964. Program ini kemudian diamandemen tahun

1969, diamandemen kembali tahun 1979 dan

terakhir kali diamandemen melalui Criminal

Justice Act tahun 1988;

b. Kompensasi oleh pelaku kejahatan dapat

diperoleh melalui proses peradilan. Adapun

ketentuan-ketentuan yang mengaturnya adalah

                                                                                                                         

45Ibid., page. 316.

46Ibid., page. 317.  

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 50: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

46    

The Probation of Offender (1917) dan terakhir

digantikan oleh Criminal Justice Act (1988).

2. Commision on Woman Against Rape, Woman National,

dan adanya pedoman yang dikeluarkan oleh

sekretariat negara pada tahun 1986, berkaitan

dengan penanganan korban perkosaan dan kejahatan

dalam rumah tangga, ketentuan mana disempurnakan

lagi tahun 1990;

3. Lembaga-lembaga yang menangani perlakuan salah

terhadap anak (child abuse). Aturan-aturan yang

mendasari pembentukan lembaga ini adalah The

Children and Young Person Act.

4. Lembaga-lembaga yang mendukung korban seperti

National Vicim Association (NVA) yang berusaha

membantu korban dan mengusahakan adanya

rekonsiliasi antara korban dan pelaku.47

2. Perlindungan Saksi dan Korban Kejahatan di Amerika

Serikat

                                                                                                                         

47Tim Newburn, Crime and Criminal Justice Policy, (London: Longman, 1995), page. 49.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 51: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

47    

Sehubungan dengan masalah perlindungan saksi di

Amerika Serikat, pemerintah federal mengambil langkah-

langkah yang dianggap perlu , antara lain:

a. Menetapkan Undang-Undang Perlindungan Bagi Saksi dan

Korban (Witness and Victim Protection Act)

Pada tanggal 12 Oktober 1982 Konggres Amerika Serikat

menetapkan Undang-Undang Perlindungan Bagi Saksi dan

Korban. Adapun tujuan dari undang-undang ini adalah:

1. Menguatkan aturan-aturan hukum bagi perlindungan

saksi dan korban yang telah ada;

2. Meminta Jaksa Agung untuk membuat pedoman tambahan

dan rancangan undang-undang untuk membantu korban

dan saksi;

3. Menjadi acuan bagi undang-undang negara bagian.

Hal utama yang ditekankan dalam undang-undang ini

bahwa korban dapat memberikan pandapat yang cukup

berpengaruh mengenai penghukuman, restitusi bagi dirinya,

dan perlindungan dari intimidasi bagi korban dan saksi.

Selain itu undang-undang ini juga menguatkan hukuman

mengenai intimidasi terhadap saksi dan korban.48

                                                                                                                         

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 52: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

48    

b. Pedoman Pemerintah Federal

Pada tanggal 9 Juli 1983, Jaksa Agung melaksanakan

mandat yang diberikan dalam undang-undang perlindungan yang

diberikan bagi saksi dan korban, dengan menerbitkan

sejumlah pedoman untuk memastikan bawa saksi dan korban

diperlakukan dengan adil dan penuh pengertian. Pedoman

tersebut menyarankan pada aparat penegak hukum untuk

memberikan sejumlah informasi mengenai pelayanan yang ada,

termasuk pelayanan kesehatan dan sosial, program kompensasi

dan penyuluhan, serta saran-saran mengenai prosedur yang

ada untuk melindungi saksi dan korban dari intimidasi.

Korban harus diberitahu mengenai hal-hal penting yang

terjadi di persidangan, termasuk penangkapan tersangka,

pada kesempatan mana korban harus hadir di persidangan,

pembebasan atau pelepasan dari tersangka dan kesempatan

bagi korban untuk menghadiri persidangan saat hukuman

dijatuhkan.

Pedoman ini juga menyarankan agar pemerintah

federal berdiskusi dengan saksi dan korban untuk menampung

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      48United States Department of Justice Beureau of Justice

Statistic, Criminal Justice Information Policy Victim or witness Legislation: An Overview, (Washington DC, 1984), page. 17.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 53: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

49    

pandangan mereka dalam menentukan aspek-aspek dari

penuntutan, seperti permohonan pembatalan penuntutan dan

plea bargaining. Pedoman ini dimaksudkan pula untuk

mendukung pemerintah untuk membimbing korban sepenuhnya

dalam hak-hak mereka, seperti pemberian restitusi,

memastikan bahwa pemberian pendapat korban yang

mempengaruhi di persidangan benar-benar dipersiapkan serta

menghindari penyebarluasan identitas korban dan saksi.49

c. President’s Task Force on Victims of Crime

Pada tahun 1982, lembaga ini dibentuk untuk

mengimplementasikan kepedulian masyarakat atas kebutuhan

korban. Dalam laporan akhir dari task force tersebut,

diberikan 68 saran kepada negara-negara bagian dan

Pemerintah Amerika Serikat mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan hak-hak korban. Adapun saran-saran yang

paling penting antara lain50:

1.) Mengembangkan dan menerapkan pedoman-pedoman mengenai

perlakuan yang adil bagi saksi dan korban;

                                                                                                                         

49Ibid., page. 18.

50Ibid.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 54: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

50    

2.) Menyediakan perlindungan bagi saksi dan korban dari

segala intimidasi;

3.) Membuat prosedur di kepolisian dan kejaksaan yang

memastikan bahwa saksi dan korban diberi informasi

mengenai perkembangan kasus;

4.) Meminta pendapat korban mengenai penghukuman;

5.) Menghapuskan pembebasan bersyarat dan membatasi

diskresi lembaga peradilan dalam penghukuman.

a. Mendengar pendapat umum sebelum memutuskan apakah

seorang pelaku tindak pidana dapat dibebaskan secara

bersyarat;

b. Membuat peraturan yang menjamin kerahasiaan

identitas korban dan saksi kecuali dibutuhkan

sebagai bahan pertimbangan dalam pembelaan.

President’s Talks Force 1982 tersebut juga

merekomendasikan agar amandemen ke-6 dari Bill of Rights

diubah dengan menambahkan bahwa korban memiliki hak untuk

hadir dan didengar pada tahap-tahap penting dari proses

peradilan.51

                                                                                                                         

51Philip. P. Purpura, Criminal Justice An Introduction, (Boston: Butterworth-Heinenmann, 1997), page. 16-17.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 55: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

51    

Saran-saran tersebut diwujudkan dalam bentuk

bantuan bagi korban yang diantaranya terdiri dari program

kompensasi untuk korban, program bantuan untuk saksi,

program bantuan untuk saksi korban, serta pusat bantuan

untuk korban perkosaan. Melalui program kompensasi untuk

korban, negara bagian memberikan kompensasi biaya rumah

sakit dan kerugian akibat tindak pidana.52

Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat

terdapat ketetapan yang menyatakan bahwa korban dapat

meminta terlebih dahulu pertimbangan pengadilan mengenai

kompensasi dan penghukuman. Bahkan pada beberapa kasus,

korban dapat memberikan pendapat tentang penghukuman.53

Di samping itu perlakuan khusus juga diberikan

kepada saksi dari organized crime, mengingat bahwa

organized crime dirasakan oleh masyarakat Amerika Serikat

sebagai masalah yang sangat serius yang diumpamakan sebagai

suatu kekaisaran yang hampir-hampir tak terjamah oleh

pemerintah. Organized Crime merambah berbagai aktivitas

kehidupan masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan

                                                                                                                         

52Davies, Op. Cit., page 448-450.

53Ibid., hal 317.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 56: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

52    

perekonomian, mulai dari kegiatan yang nyata-nyata

melanggar hukum sampai pada yang sah menurut hukum.

Untuk menanggulangi organized crime, dibentuk

perundang-undangan dan dibuat program-program penegakan

hukum yang bersifat khusus seperti Organized Crime Control

Act of 1970, Racketeer Influenced and Corrupt Organization

(RICO) 1994, dan Sarbanes-Oxley Act of 2002. Sebagai tindak

lanjut untuk penegakan hukumnya kemudian dibuatlah The

Federal Witness Protection Program yang memudahkan saksi

untuk memberikan kesaksian di pengadilan. Orang-orang yang

bersedia bersaksi dijamin memperoleh identitas baru

sehingga terlindung dari kemungkinan balas dendam yang akan

dilakukan oleh organisasi kejahatan yang dirugikan oleh

kesaksian yang diberikannya.54

Selain itu juga telah dibentuk lembaga advokasi

yang bernama National Whistleblower Center yang secara

rutin sejak tahun 1988 mengadvokasi para whistleblower, dan

juga terdapat sebuah lembaga bernama Government

Accountability Project (GAP) yang berdiri sejak tahun 1977

                                                                                                                         

54Freda Adler, Gerhard Mueller, and William. S. Lauber, Criminology: The Shorter Version, 2nd Edition, (New York: Me. Graw-Hill, Inc., 1995), page. 307-309.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 57: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

53    

dan aktif mengadvokasi para whistleblower dengan focus

kegiatan pada litigasi, advokasi, media, dan legislatif.55

3. Perlindungan Saksi dan Korban Kejahatan di Australia

Pada tahun 1985, Pemerintah Australia Selatan

menyetujui 17 asas mengenai hak-hak korban. Adapun asas-

asas tersebut antara lain56:

a. Korban harus diperlakukan secara simpatik dan

membangun;

b. Mereka harus diberi penjelasan mengenai dakwaan yang

diajukan terhadap terdakwa;

c. Mereka harus diberi informasi tentang proses

peradilan serta hak dan kewajiban sebagai saksi;

d. Korban juga harus dirahasiakan alamatnya dan tidak

perlu hadir di masa pra-sidang, kecuali dibutuhkan

sebagai bahan pertimbangan dalam pembelaan;

e. Saksi berhak untuk mendapatkan perlindungan fisik.

Tidak ada kriteria khusus bagi korban untuk

mendapat pelayanan kesejahteraan yang disediakan oleh

                                                                                                                           

55Roberta Ann Johnson, Op. Cit., page. 157.

GGeorge Zdenkowski, Chris Ronalds, and Mark Richardson, ed., The Criminal In Justice System, Vol.2., (Sydney: Pluto Press, 1987). page. 147-148.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 58: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

54    

persemakmuran dan pemerintah negara bagian. Pelayanan ini

mencakup bantuan finansial, tempat tinggal, dan layanan

kesehatan. Di seluruh Australia, setiap petugas polisi

diharapkan dapat memberikan bantuan secepatnya kepada saksi

dan korban, serta bekerja sama dengan lembaga kesejahteraan

lainnya.

Di beberapa negara bagian, kelompok-kelompok

bantuan bagi korban telah dibentuk secara sukarela dalam

rangka memberi bantuan sosial dan informasi kepada korban

kejahatan. Kelompok-kelompok ini memberikan dukungan

emosional bagi korban dan keluarganya, serta saran dan

informasi mengenai sistem peradilan pidana. Selain itu,

kelompok-kelompok ini juga memberikan layanan berupa

pendampingan di sidang pengadilan yang bertujuan untuk

mengurangi rasa bingung, takut, dan tidak nyaman dari saksi

dan korban. Program-program tersebut cukup berhasil

mengurangi viktimisasi yang kedua kali terhadap korban.57

                                                                                                                         

57Ibid., hal. 152-153.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 59: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

55    

B. Perlindungan Saksi dan Korban di Indonesia

Perlindungan bagi saksi dan korban pada prinsipnya

merupakan pemberian seperangkat hak yang dapat dimanfaatkan

mereka dalam posisinya pada proses peradilan pidana.

Perlindungan merupakan salah satu bentuk penghargaan atas

kontribusi mereka dalam proses ini.58 Berikut merupakan

bentuk-bentuk perlindungan terhadap saksi dalam perundang-

undangan di Indonesia.

1. Perlindungan Terhadap Saksi Dalam KUHAP

KUHAP tidak mengatur secara khusus, rinci, dan

lengkap tentang hak-hak saksi termasuk saksi pelapor dalam

proses peradilan pidana. Akan tetapi terdapat beberapa

bentuk perlindungan bagi saksi, yaitu:

a. Bebas dari tekanan dalam memberikan keterangan.

                                                                                                                         

58Harkristuti Harkrisnowo, Perlindungan Korban dan Saksi dalam Proses Peradilan Pidana dan Urgensi Pengaturan Perlindungan Bagi Mereka, (Makalah disampaikan pada Seminar tentang Perlindungan Saksi yang diselenggarakan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan), Bekasi, 29 Oktober 2002, hal. 8.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 60: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

56    

Seorang saksi dalam tahap penyidikan, dalam

memberikan keterangan tidak dalam tekanan dari siapapun

atau dalam bentuk apapun.59

b. Keterangan yang telah diberikan saksi dicatat dalam

sebuah berita acara.

Keterangan yang telah saksi berikan dalam tahap

penyidikan dicatat dalam berita acara, berita acara

tersebut ditandatangani oleh penyidik, dan oleh saksi

apabila ia menyetujui isinya. Apabila saksi menolak untuk

menandatangani maka dicatat dalam berita acara dengan

disertakan alasannya.60

c. Pertanyaan yang diajukan kepada saksi tidak boleh

bersifat menjerat.

Dalam proses persidangan, pertanyaan yang diajukan

kepada saksi tidak boleh pertanyaan yang bersifat menjerat.

Pasal ini penting karena pertanyaan yang bersifat menjerat

tidak hanya tidak boleh diajukan kepada terdakwa, tetapi

juga tidak boleh diajukan kepada saksi. Hal ini sesuai

                                                                                                                         

59Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, Ln. No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209, ps. 117.

60Ibid., ps. 118.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 61: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

57    

dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus

diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan.61

d. Saksi berhak atas seorang juru bahasa.

Seorang saksi yang tidak paham bahasa Indonesia

dapat memperoleh bantuan seorang juru bahasa untuk

memberikan keterangannya, dan hakim ketua sidang akan

menunjuk seorang juru bahasa untuk membantu saksi.62

e. Saksi yang bisu dan/atau tuli memberikan keterangan

secara tertulis.

Seorang saksi yang bisu dan/atau tuli, atau yang

tidak bisa menulis, maka hakim ketua sidang mengajukan

pertanyaan secara tertulis, dan dijawab oleh saksi secara

tertulis. Selanjutnya pertanyaan dan jawaban tersebut harus

dibacakan.63

f. Saksi berhak atas penggantian biaya atas kedatangannya

dalam rangka memberikan keterangan di pengadilan.

Dalam pasal ini diatur mengenai hak seorang saksi

untuk mendapatkan penggantian biaya karena ia telah datang

                                                                                                                         

61Ibid., ps. 166.

62Ibid., ps. 177.

63Ibid., ps. 178.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 62: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

58    

untuk memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan

di semua tingkat pemeriksaan.64

2. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam Peraturan

Perundang-undangan di luar KUHAP

a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban

Dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat

untuk mengungkap tindak pidana, perlu diciptakan iklim yang

kondusif dengan cara memberikan perlindungan hukum dan

keamanan kepada setiap orang yang mengetahui atau menemukan

suatu hal yang dapat membantu mengungkap tindak pidana yang

telah terjadi dan melaporkan hal tersebut kepada penegak

hukum. Pelapor yang demikian itu harus diberi perlindungan

hukum dan keamanan yang memadai atas laporannya sehingga ia

tidak merasa terancam atau terintimidasi baik hak maupun

jiwanya. Berdasarkan asas kesamaan di depan hukum (equality

before the law) yang menjadi salah satu ciri negara hukum,

saksi dan korban dalam proses peradilan pidana di Indonesia

diberikan jaminan perlindungan hukum melalui Undang-Undang

                                                                                                                         

64Ibid., ps. 229.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 63: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

59    

Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Adapun pembahasan mengenai bentuk perlindungan terhadap

saksi dan korban dalam undang-undang ini akan dibahas dalam

sub bab tersendiri.

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

Dalam undang-undang ini perlindungan terhadap saksi

terdapat dalam pasal 57, yaitu mengenai perahasiaan

identitas pelapor terhadap saksi atau orang lain yang

terlibat dalam pemeriksaan di pengadilan. Pelanggaran atas

hal ini akan dihukum berdasarkan pasal 66 Undang-Undang

tentang Psikotropika.

c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

Dalam undang-undang ini di dalam pasal 57 ayat (3)

dinyatakan bahwa pemerintah memberikan jaminan keamanan dan

perlindungan bagi pelapor. Serta dalam pasal 76 diatur

mengenai perahasiaan identitas pelapor terhadap saksi atau

orang lain yang terlibat dalam pemeriksaan di pengadilan.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 64: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

60    

d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang.

Dalam undang-undang ini diatur mengenai beberapa

jenis perlindungan, yaitu:

1.) Bagi pelapor

- Perahasiaan identitas pelapor oleh Pusat Pelaporan

dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), penyidik,

Penuntut Umum, atau Hakim. Jika terjadi pelanggaran

atas ketentuan ini, maka pelapor dapat menuntut

ganti kerugian melalui pengadilan (Pasal 39 dan

Pasal 41).

- Kewajiban negara untuk memberikan perlindungan

khusus dari kemungkinan ancaman yang membahayakan

diri, jiwa, dan atau hartanya, termasuk keluarganya

(Pasal 40).

2.) Bagi saksi

Kewajiban negara untuk memberikan perlindungan

khusus dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri,

jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya (Pasal 42).

3.) Bagi pelapor dan saksi

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 65: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

61    

Pelapor dan/atau saksi tidak dapat dituntut baik

secara perdata atau pidana atas pelaporan dan/atau

kesaksian yang diberikan oleh yang bersangkutan (Pasal 43).

e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme.

Dalam ketentuan pasal 33 dan 34 undang-undang ini

diamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah tentang Cara

Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan

Hakim Dalam Tindak Pidana Terorisme, yakni Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 2003. Dimana dalam hal ini

perlindungan yang diberikan adalah perlindungan fisik, dan

mental, kerahasiaan identitas, dan pemberian keterangan

tanpa bertatap muka dengan tersangka, atau terdakwa.

f. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak

Asasi Manusia

Dalam ketentuan pasal 34 ayat (3) undang-undang ini

diamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah tentang Cara

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 66: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

62    

Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam Pelanggaran

Hak Asasi Manusia Berat, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 2

Tahun 2002. Dalam hal ini perlindungan yang diberikan

adalah perlindungan fisik, dan mental, kerahasiaan

identitas, dan pemberian keterangan tanpa bertatap muka

dengan tersangka, atau terdakwa.

g. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana

Korupsi

Dalam pasal 31 undang-undang ini memberikan

perlindungan berupa perahasiaan identitas pelapor dalam

tahap penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan oleh

saksi atau orang lain yang bersangkutan dengan tindak

pidana korupsi.

h. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Dalam pasal 15 ayat (1) dan penjelasan disebutkan

bahwa KPK wajib memberikan perlindungan kepada saksi atau

pelapor. Perlindungan yang dimaksud meliputi jaminan

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 67: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

63    

keamanan, penggantian identitas pelapor, atau melakukan

evakuasi.

i. Petunjuk Teknis (Juknis) yang dikeluarkan oleh Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) dengan

No. Pol: Juknis/07/II/1982 tentang Pemeriksaan Tersangka

dan Saksi.

Juknis tersebut merupakan penjabaran lebih lanjut

dari KUHAP , dimana perlindungan saksi yang tercantum di

dalamnya adalah pemeriksaan tidak dalam tekanan, saksi

bebas dari rasa takut, dan tempat pemeriksaan tidak

menimbulkan rasa takut.

j. Surat Edaran dari Bareskrim Mabes POLRI melalui Surat

Direktur III/Tindak Pidana Korupsi dan White Collar

Crime (WCC) Bareskrim Mabes POLRI, dengan nomor:

B/345/III/2005/Bareskrim tanggal 7 Maret 2005.

Yang memerintahkan kepada seluruh jajaran Kapolda

di Indonesia agar laporan tindak pidana korupsi menjadi

prioritas. Surat tersebut ditandatangani Direktur Bareskrim

Brigjen Pol Indarto. Di dalamnya disebutkan, tuduhan

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 68: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

64    

pencemaran nama baik ditangani lebih pada upaya mendapatkan

dokumen atau keterangan yang diperlukan dalam proses

pembuktian ada tidaknya tindak pidana korupsi. Dalam

instruksi itu jelas disebut bahwa laporan pencemaran nama

baik (defamation) tetap diproses, akan tetapi bukan

prioritas. Penyelidikan atau penyidikan kasus korupsinya

harus ditangani terlebih dahulu dibanding pencemaran nama

baik. Surat edaran ini memberikan perlindungan bagi saksi

pelapor dalam tindak pidana korupsi yang terkena tuduhan

pencemaran nama baik untuk tidak diproses terlebih dahulu

sebelum dilakukannya penyidikan atas kasus korupsi.65

Mengenai didahulukannya penyidikan dalam perkara tindak

pidana korupsi juga diatur dalam pasal 25 UU No. 31 Tahun

1999.66

                                                                                                                         

65Iswendy Sohe, Perlindungan saksi Yang Terlibat Tindak Pidana Korupsi, (Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006), hal. 110.

66Bunyi Pasal 25 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai berikut: Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 69: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

65    

3. Perlindungan Terhadap Saksi dan Korban Dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan

Korban

Dalam Pasal 5 ayat (1) undang-undang ini disebutkan

hak seorang saksi dan korban:

1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi,

keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari

ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan,

sedang, atau telah diberikannya.

Perlindungan ini mengacu pada kewajiban Negara untuk

melindungi warga negaranya terutama mereka yang dapat

terancam keselamatannya baik fisik maupun mental.

Dalam hak ini termasuk pula hak untuk tidak disiksa

atau diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawai

(sesuai dengan Konvensi Menentang Penyiksaan yang

telah diratifikasi dengan UU No. 7 Tahun 1998).67

2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk

perlindungan dan dukungan keamanan.

                                                                                                                         

67Jovan Kurata Waruwu, Penerapan Perlindungan Saksi Dalam Perkara Pidana Yang Ditangani Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi, (Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006), hal. 180.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 70: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

66    

Perlindungan dan dukungan keamanan merupakan

perlindungan utama yang diperlukan saksi, untuk itu

saksi berhak untuk ikut serta memilih dan menentukan

bentuk perlindungan dan dukungan keamanan tersebut.68

3. Memberikan keterangan tanpa tekanan.

Saksi dan korban harus memberikan keterangan yang

sebenar-benarnya, sesuai dengan apa yang telah

terjadi. Dengan demikian keterangan yang diberikan

bukan keterangan karena adanya rasa takut.69

4. Mendapat penerjemah.

Hak ini diberikan kepada saksi dan korban yang tidak

lancar berbahasa Indonesia untuk memperlancar

persidangan.

5. Bebas dari pertanyaan yang menjerat.

Keterangan yang diberikan oleh saksi dan korban harus

diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan,

jadi tidak diperbolehkan adanya pertanyaan yang

bersifat menjerat bagi saksi dan korban.

6. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus.

                                                                                                                         

68Ibid., hal. 183.

69Ibid., hal 186.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 71: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

67    

Seringkali saksi dan korban hanya berperan dalam

pemberian kesaksian di pengadilan, tetapi mereka

tidak mengetahui perkembangan kasus yang

bersangkutan. Oleh sebab itu sudah seharusnya saksi

mengetahui sejauh mana kontribusi yang diberikannya

itu dimanfaatkan oleh sistem peradilan.70

7. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan.

Dihukum atau tidaknya seorang terdakwa seringkali

tidak diketahui saksi, dan meninggalkannya dalam

ketidaktahuan. Informasi ini penting diberikan pada

saksi, setidaknya sebagai tanda apresiasi pada

kesediaannya sebagai saksi dalam proses tersebut.71

8. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan.

Ketakutan saksi dan korban akan adanya balas dendam

dari terdakwa cukup beralasan, dan mereka berhak

diberitahu apabila seorang terpidana yang dihukum

penjara akan dibebaskan.72

9. Mendapat identitas baru.

                                                                                                                         

70Ibid., hal. 182.

71Ibid.

72Ibid.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 72: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

68    

Dalam berbagai kasus, terutama yang menyangjut

kejahatan terorganisasi, saksi dan korban dapat

terancam walaupun terdakwa sudah dihukum. Dalam

kasus-kasus tertentu, saksi dan korban dapat

diberikan identitas baru.73

10. Mendapat tempat kediaman baru.

Pemberian tempat baru bagi saksi dan korban harus

dipertimbangkan jika keamanan saksi dan korban sudah

sangat mengkhawatirkan agar saksi dan korban dapat

meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan.74

11. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai

kebutuhan.

Dalam banyak kasus, saksi tidak mempunyai cukup

kemampuan untuk membiayai dirinya mendatangi lokasi

aparat yang berwenang, sehingga perlu mendapat

bantuan biaya dari negara. Ketentuan ini memang sudah

ada sebenarnya untuk tingkat persidangan, tetapi

sangat jarang diterapkan karena berbagai alasan.75

                                                                                                                         

73Ibid., hal. 184.

74Ibid.

75Ibid., hal 181.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 73: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

69    

12. Mendapat nasihat hukum.

Hak ini diperlukan karena seringkali seorang saksi

adalah orang awam dan tidak mengetahui hukum beserta

prosesnya, sehingga perlu mendapatkan bimbingan dalam

menjalani proses pidana.76

13. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas

waktu perlindungan berakhir.

Biaya hidup yang dimaksud adalah biaya hidup yang

sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu

memberikan keterangan, misalnya untuk biaya makan

sehari-hari.

Dalam Pasal 8 disebutkan bahwa perlindungan serta

hak saksi dan korban diberikan sejak tahap penyelidikan

dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana

diatur dalam undang-undang ini.

Selain itu dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa

saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara

hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya, kesaksian

yang akan, sedang, atau telah diberikannya. Pasal 10 ayat

(2) menyebutkan bahwa seorang saksi yang juga tersangka

                                                                                                                         

76Ibid.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 74: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

70    

dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan

pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan

pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan

dijatuhkan. Dengan demikian seorang saksi yang terlibat

dalam kasus yang sama tidak dapat lepas dari tanggungjawab

pidana, tetapi hakim dapat memberikan keringanan hukuman

atas pidana yang dijatuhkan kepadanya dengan pertimbangan

keterangan yang telah diberikannya.

C. Perlunya Perlindungan Khusus Terhadap Whistleblower Atas

Tindak Pidana yang Dilaporkannya

Ana Radelat memaparkan kajian menarik tentang

fenomena para peniup peluit.77 Berdasarkan survei yang

dilakukannya terhadap 233 whistleblower, dimana 90% dari

mereka harus kehilangan pekerjaan setelah meniup peluit,

hanya 16% yang menyatakan berhenti untuk meniup peluit,

sementara sisanya mengungkapkan akan tetap meniup peluit

lagi bila mereka mendapat kesempatan melakukannya. Selain

                                                                                                                         

77Fenomena Whistleblower dan Pemberantasan Korupsi, (http://www.antikorupsi.org/mod.php/mod/publisher&op/viewarticle&cid/4&artid/95), 18 Mei 2008.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 75: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

71    

itu, mayoritas dari mereka bukan pegawai yang ingin sekedar

mencari popularitas dengan meniup peluit, tetapi mereka

adalah para pegawai berprestasi, memiliki komitmen tinggi

dalam bekerja, dan rata-rata berangkat dari latar belakang

agama yang kuat. Menurut Ana Radelat, setidaknya terungkap

tujuh tahap yang harus dijalani para peniup peluit, mulai

dari penemuan kasus penyimpangan, refleksi terhadap

langkah-langkah yang diambil, konfrontasi dengan atasan

mereka, resiko balas dendam dari pihak yang dilaporkan,

proses hukum yang panjang, berakhirnya kasus, hingga tahap

memasuki kehidupan yang baru setelah kehilangan pekerjaan.

Memang tidak semua tahap akan mudah dilalui para

whistleblower, bahkan terkadang karena terlalu panjangnya

tahapan yang harus dilalui tidak jarang diantara mereka

sampai harus mengalami pertolongan psikiatris maupun medis

akibat tekanan-tekanan psikis yang harus mereka tanggung.

Melihat dampak yang diterima oleh whistleblower

akibat perbuatannya melaporkan adanya penyimpangan-

penyimpangan, maka whistleblower harus diberikan

perlindungan secara hukum, fisik, maupun psikis. Untuk

mengoptimalkan peran whistleblower dalam mewujudkan

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 76: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

72    

pemberantasan korupsi diperlukan adanya peraturan atau

institusi independen yang memiliki kewenangan untuk memberi

advokasi maksimal bagi whistleblower sehingga resiko-resiko

yang harus ditanggung bisa diminimalisasi sedemikian rupa.

Indonesia memang telah memiliki Undang-Undang

Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi perlindungan

yang diberikan dalam undang-undang tersebut belum dapat

melindungi whistleblower secara maksimal. Hal ini

disebabkan karena undang-undang tersebut hanya memberikan

perlindungan sebatas terhadap saksi, korban, dan pelapor

saja. Dalam praktiknya, whistleblower berbeda dengan saksi

dan/atau pelapor biasa, seperti dapat kita lihat pada

pembahasan sebelumnya mengenai karakteristik whistleblower.

Undang-undang tersebut bahkan memberikan perlindungan yang

berbeda bagi saksi dan korban jika dibandingkan dengan

perlindungan bagi pelapor. Hal ini dapat kita lihat dalam

rumusan Pasal 5 UU No. 13 Tahun 2006 yang hanya

memberikan hak-hak bagi saksi dan korban saja, sementara

bagi pelapor tidak memperoleh hak-hak tersebut. Jika

pelapor tidak memperoleh hak yang sama dengan saksi dan

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 77: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

73    

korban, maka whistleblower dapat dikatakan mengalami nasib

yang sama dengan pelapor.

Untuk itu perlu dirumuskan suatu peraturan

perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan

secara khusus bagi whistleblower. Peraturan perundang-

undangan tersebut harus memberikan penjelasan mengenai

whistleblower, yaitu siapa yang dapat dikategorikan sebagai

whistleblower. Peraturan perundang-undangan tersebut juga

harus memberikan bentuk-bentuk perlindungan yang kurang

lebih sama dengan bentuk-bentuk perlindungan dalam Undang-

Undang Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi ketentuan

pidana bagi whistleblower yang juga tersangka dalam kasus

yang sama harus dibedakan.

Sebelum kita membahas mengenai pembedaan ketentuan

pidana terhadap whistleblower yang terlibat kasus yang

sama, ada baiknya kita membahas tujuan pemidanaan itu

sendiri. Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada dua

pandangan konseptual yang masing-masing mempunyai implikasi

moral yang berbeda satu sama lain, yakni pandangan

retributive (retributive view) dan pandangan utilitarian

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 78: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

74    

(utilitarian view).78 Pandangan retributive mengandaikan

pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku

menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat, sehingga

pandangan ini melihat pemidanaan hanya sebagai pembalasan

terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggungjawab

moralnya masing-masing. Pandangan utilitarian melihat

pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang

dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan

dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak pemidanaan

dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku

terpidana, dan di pihak lain pemidanaan itu juga

dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan

melakukan perbuatan yang serupa.

Selain itu dalam pemidanaan juga berkembang

restorative justice model yang seringkali dihadapkan pada

retributive justice model. Muladi menyatakan bahwa

restorative justice model mempunyai beberapa

karakteristik.79 Karakteristik tersebut adalah:

                                                                                                                         

78Herbert L. Packer, The Limits of the Criminal Sanction, (California: Stanford University Press, 1968), page. 9.

79Muladi, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995), hal 127-129.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 79: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

75    

a. Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seorang

terhadap orang lain dan diakui sebagai konflik;

b. Titik perhatian pada pemecahan masalah

pertanggungjawaban dan kewajiban pada masa depan;

c. Sifat normatif dibangun atas dasar dialog dan

negosiasi;

d. Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak,

rekonsiliasi, dan restorasi sebagai tujuan utama;

e. Keadilan dirumuskan sebagai hubungan-hubungan hak

yang dinilai atas dasar hasil;

f. Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian sosial;

g. Masyarakat merupakan fasilitator di dalam proses

restoratif;

h. Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik

dalam masalah maupun penyelesaian hak-hak-hak dan

kebutuhan korban Pelaku tindak pidana didorong

untuk bertanggungjawab;

i. Pertanggungjawaban si pelaku dirumuskan sebagai

dampak pemahaman terhadap perbuatan dan untuk

membantu memutuskan yang terbaik;

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 80: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

76    

j. Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh,

moral, sosial, dan ekonomis;

k. Stigma dapat dihapus melalui tindakan restoratif.

Restorative justice model menempatkan nilai yang lebih

tinggi dalam keterlibatan yang langsung dari para pihak.

Korban mampu untuk mengembalikan unsur kontrol, sementara

pelaku didorong untuk memikul tanggungjawab sebagai sebuah

langkah dalam memperbaiki kesalahan yang disebabkan oleh

tindak kejahatan dan dalam membangun sistem sosialnya.

Keterlibatan komunitas secara aktif memperkuat komunitas

itu sendiri dan mengikat komunitas akan nilai-nilai untuk

menghormati dan rasa saling mengasihi antar sesama. Peran

pemerintah secara substansial berkurang dalam memonopoli

proses peradilan saat ini. Restorative justice membutuhkan

usaha-usaha yang kooperatif dari komunitas dan pemerintah

untuk menciptakan sebuah kondisi dimana korban dan pelaku

dapat merekonsiliasikan konflik mereka dan memperbaiki

luka-luka mereka.80 Restorative justice menekankan pada hak

asasi manusia dan kebutuhan untuk mengenali dampak dari

                                                                                                                         

80Daniel. W. Van Ness, Restorative Justice and International Human Rights, restorative Justice: International Perspective, (Amsterdam: Kugler Publications), page. 24.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 81: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

77    

ketidakadilan sosial dan dalam cara-cara yang sederhana

untuk mengembalikan mereka daripada secara sederhana

memberikan pelaku keadilan formal atau hukum dan korban

tidak mendapatkan apapun.

Jika kita melihat pandangan utilitarian dan konsep

restorative justice tersebut maka pemidanaan dilihat dari

segi manfaat, dimana yang dilihat adalah situasi atau

keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana

itu. Pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau

tingkah laku terpidana dan untuk mencegah orang lain dari

kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa.

Berdasarkan teori tersebut, terhadap whistleblower

yang terlibat kasus yang sama dapat dihapuskan sanksi

pidana yang dijatuhkan kepadanya melihat perannya dalam

mengungkap kasus tersebut. Dengan tindakannya melaporkan

penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di tempatnya

bekerja, whistleblower yang terlibat dalam kasus yang sama

telah berusaha untuk memperbaiki sikapnya dengan menyadari

kesalahan yang telah dilakukannya dan melaporkan

penyimpangan-penyimpangan tersebut.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 82: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

78    

Hal ini tentu saja tidak dengan serta merta dapat

diberikan kepada whistleblower, akan tetapi hakim harus

melihat itikad baik dari whistleblower dalam memberikan

informasi tersebut, dan informasi yang diberikan bukanlah

sebagai pelampiasan dendam atau sakit hati. Dengan demikian

diharapkan partisipasi masyarakat untuk memberikan

informasi mengenai adanya tindak pidana korupsi dapat

semakin bertambah. Selama konsep perlindungan terhadap

whistleblower belum terwujud, maka peran serta

whistleblower untuk mengungkap adanya tindak pidana korupsi

akan terhambat.

D. Perlindungan Khusus Terhadap Whistleblower Atas

Keterlibatannya Dalam Tindak Pidana Lain

Dalam praktik di lapangan tidak tertutup

kemungkinan whistleblower adalah juga pelaku (kejahatan)

atau seseorang yang terlibat dalam tindak pidana lain.

Perlindungan terhadap whistleblower harus meminimalisasi

kemungkinan seorang pelaku (kejahatan) menjadi

whistleblower karena pengkhianatan, dan ingin lari dari

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 83: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

79    

tanggungjawab pidana, bukan karena tujuan membongkar

kejahatan dan etika sebagaimana disinggung di bagian awal.

Whistleblower memang harus dilindungi, akan tetapi

bukan berarti jika ia terlibat dalam tindak pidana lain ia

dapat melepaskan diri dari sanksi pidana yang harus

dipikulnya. Ketentuan mengenai pedoman pemidanaan

menunjukkan bahwa ada kecenderungan karakteristik dalam

model integratif, misalnya ketentuan mengenai pertimbangan

tentang riwayat hidup dan sosial ekonomi pembuat tindak

pidana, sikap dan tindakan pembuat sesudah melakukan tindak

pidana, pengaruh pidana terhadap masa depan, pemaafan dari

korban dan atau keluarganya, dan juga pandangan masyarakat

terhadap tindak pidana yang dilakukan.81

Jika kita kembali melihat konsep restorative

justice, yang mana tujuan pemidanaan adalah untuk

menciptakan sebuah kondisi dimana korban mampu untuk

mengembalikan unsur kontrol, sementara pelaku didorong

untuk memikul tanggungjawab sebagai sebuah langkah dalam

memperbaiki kesalahan yang disebabkan oleh tindak

kejahatan, maka terhadap whistleblower yang terlibat tindak                                                                                                                            

81ELSAM, Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan Dalam Rancangan KUHP 2005, (Jakarta: ELSAM, 2005), hal. 16.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 84: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

80    

pidana lain dapat diberikan keringanan hukuman atas

perbuatannya melihat perannya dalam membantu mengungkap

suatu tindak pidana. Berdasarkan ketentuan pedoman

pemidanaan, tindakan whistleblower yang melaporkan adanya

penyimpangan di tempatnya bekerja dapat dijadikan

pertimbangan dalam menjatuhkan pidana bagi whistleblower.

Jika whistleblower terbukti secara sah dan

meyakinkan telah terlibat dalam tindak pidana lain, maka

perannya dalam mengungkap adanya penyimpangan di tempatnya

bekerja dapat dijadikan pertimbangan dalam meringankan

pidana yang akan dijatuhkan. Dengan demikian, whistleblower

yang terlibat tindak pidana lain tidak dapat dibebaskan

dari tuntutan pidana atas tindak pidana lain yang telah

dilakukannya itu.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 85: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

81    

BAB IV

PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM PRAKTIK

(STUDI KASUS SUAP DALAM PERKARA PENGADAAN LOGISTIK KPU

UNTUK PEMILU TAHUN 2004)

Setelah membahas mengenai tinjauan terhadap

pengertian whistleblower, dan perlindungan terhadap

whistleblower, dalam bab ini akan dibahas perlindungan

terhadap whistleblower dalam praktik di Indonesia. Untuk

membahas hal tersebut akan diulas kasus suap dalam perkara

pengadaan logistik KPU untuk Pemilu Tahun 2004 yang

dilakukan oleh Anggota KPU, Mulyana W. Kusumah terhadap

Khairiansyah Salman selaku auditor BPK. Kasus ini merupakan

fenomena dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di

Indonesia yang dapat terungkap karena adanya peran

Khairiansyah yang disebut-sebut sebagai whistleblower.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 86: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

82    

Untuk memahami kasus tersebut maka akan diuraikan secara

lebih lanjut mengenai kasus posisi yang diperoleh

berdasarkan hasil wawancara serta keterangan tertulis dari

Khairiansyah Salman dan analisis yuridis kasus tersebut.

A. Kasus Posisi

Kasus Pengadaan Logistik Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk

Pemilu tahun 2004 bermula dari adanya pengaduan masyarakat

melalui Koalisi LSM Untuk Pemilu Bersih tentang dugaan

tindak pidana korupsi di lingkungan KPU kepada Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan ini ditindaklanjuti

oleh Pimpinan KPK dengan mengirimkan surat kepada Pimpinan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 25 Agustus 2004 yang

isinya meminta laporan hasil audit BPK atas kegiatan KPU

atau temuan sementara apabila laporan hasil audit belum

selesai. Selain itu Pimpinan KPK juga mengundang Pimpinan

KPU untuk memberikan klarifikasi pada 31 Agustus 2004 di

kantor KPK.

Setelah melalui proses penelaahan dan pengumpulan

bahan keterangan tambahan oleh Tim Penelaah (Assesor)

Pengaduan Masyarakat, Pimpinan KPK menerbitkan Surat

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 87: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

83    

Perintah Penyelidikan tentang Dugaan Tindak Pidana Korupsi

dalam Pengadaan Logistik Pemilu 2004 oleh KPU pada 14

Desember 2004. Untuk membicarakan audit BPK terhadap

kegiatan KPU, Ketua Tim Penyelidikan KPK mengadakan

pertemuan dengan Penanggung Jawab Tim Pemeriksaan

Operasional KPU. Dalam pertemuan tersebut BPK berjanji akan

membuat Laporan Hasil Pemeriksaan Kegiatan KPU kepada KPK.

Sebagai tindak lanjut pemeriksaan operasional atas

pelaksanaan kegiatan KPU tahun 2004, BPK menerbitkan Surat

Tugas Audit Investigatif untuk pengadaan logistik Pemilu

tahun 2004 oleh KPU. Selanjutnya Tim Audit Investigatif BPK

mengadakan pertemuan dengan Direktur Penyelidikan KPK untuk

membicarakan seputar upaya untuk saling tukar menukar

informasi dan koordinasi teknis di lapangan. Selain itu

juga dibicarakan rencana untuk melakukan pertemuan-

pertemuan rutin antara Tim Penyelidik KPK dengan Tim Audit

Investigatif BPK.

Pada awal Maret 2005 Tim Audit Investigatif KPK

menemukan indikasi penyimpangan dalam pengadaan kotak

suara, dan dugaan adanya indikasi penyuapan dari Panitia

Pengadaan Kotak Suara KPU. Indikasi upaya penyuapan

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 88: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

84    

tersebut dilaporkan oleh Khairiansyah Salman sebagai Ketua

Sub Tim Audit Investigatif kepada KPK yang dituangkan dalam

Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi. Laporan tersebut

ditindaklanjuti oleh Pimpinan KPK dengan mengeluarkan Surat

Perintah Penyelidikan dugaan kasus penyuapan.

Setelah mengetahui adanya laporan tersebut, pada 9

Maret 2005 Mulyana Wiranata Kusumah menelpon Khairiansyah

untuk memintanya bertemu pada 10 Maret 2005 untuk

membicarakan temuan-temuan hasil audit investigatif BPK.

Hal ini kemudian dikonsultasikan oleh Khairiansyah kepada

Wakil Ketua KPK. Pada saat itu KPK menyiapkan surveillance

tools untuk mendokumentasikan pertemuan antara Khairiansyah

dengan Mulyana dan Susongko Suhardjo.

Keesokan harinya Khairiansyah mendapat telepon dari

Mulyana yang meminta kesediaannya untuk hadir dalam

pertemuan yang telah dipersiapkan di Restoran Jepang Miyama

di Hotel Borobudur. Selain itu Mulyana juga meminta

Khairiansyah untuk memberikan petunjuk terkait dengan

pelaporan yang sedang disiapkan. Berdasarkan Kesepakatan

tersebut Khairiansyah menyampaikan informasi pertemuan

tersebut kepada KPK. Selanjutnya Tim Penyelidik KPK

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 89: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

85    

menyiapkan perangkat yang diperlukan, dimana Khairiansyah

juga akan menggunakan Button Camera, yang dapat

mendokumentasikan secara audio dan video.

Pada pukul 13.00 Khairiansyah bertemu dengan

Mulyana di tempat yang telah ditentukan sebelumnya. Salah

satu hal yang disampaikan oleh Mulyana adalah : “Sebenarnya

kita minta dibantu dan diarahkan”. Dalam pertemuan tersebut

selain membicarakan permintaan Mulyana, pada saat menjelang

akhir datang Mubari yang bertindak atas nama Mulyana dan

Susongko Suhardjo guna menyampaikan maksud untuk menawarkan

kepada Khairiansyah sejumlah dana. Ketika itu Khairiansyah

mencoba untuk menggali dari mana dana tersebut berasal dan

bagaimana dikelola. Selengkapnya ada pada hasil rekaman

walaupun sangat rendah kualitasnya dan tidak terangkum

dalam merekam seluruh pembicaraan.

Pada akhir pertemuan Mubari menyampaikan komitmen

kepada Khairiansyah dengan mengatakan bahwa ilmu itu mahal

dan untuk membersihkan hal-hal yang kurang bersih dalam

proses pengadaan kotak suara perlu ilmu dan itu kami

hargai. Selanjutnya Mubari menyatakan bahwa untuk itu

pihaknya akan memberikan penghargaan atas ilmu yang

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 90: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

86    

Khairiansyah miliki guna membersihkan laporan yang sedang

disusunnya dari hal-hal yang mengotorinya. Penawaran

saudara Mubari sebesar 2-3, yang dimaksud adalah antara Rp

200.000.000,00 sampai Rp 300.000.000,00 . Dan Mubari juga

mengatakan bahwa hanya dia yang tahu dan akan menyerahkan

langsung kepada Khairiansyah.

Selanjutnya setelah selesai pertemuan tersebut

Khairiansyah langsung menuju ke KPK untuk melihat langsung

hasil rekaman audio video yang ternyata kurang begitu baik

kualitasnya. Selanjutnya Wakil Ketua KPK menyatakan bahwa

beliau akan menyiapkan hasil rekaman berikut resume

transkrip.

Pada hari Rabu, 30 Maret 2005 sekitar pukul 06.00

pagi Khairiansyah dihubungi oleh KPK yang menanyakan

perkembangan kelanjutan upaya yang ditawarkan oleh Mulyana.

Dalam pembicaraan dengan KPK tersebut Khairiansyah juga

mengungkapkan bahwa ia memperoleh SMS yang menyatakan bahwa

BPK telah menerima uang sebesar Rp1 Miliar untuk memuluskan

laporan Audit Investigatif KPU. Dan tanggapan dari KPK

menyatakan bahwa upaya penyelidikan oleh KPK untuk usaha

penyuapan ini agar diteruskan. Pada hari Kamis, 31 Maret

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 91: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

87    

2005 sekitar pukul 11.15 Khairiansyah mendapat kontak dari

Mulyana. Sesuai dengan kesepakatan penyelidikan oleh KPK

dan Audit Investigatif BPK, Khairiansyah diminta

mengarahkan agar upaya KPU menyerahkan sejumlah dana

melalui Mulyana untuk direalisasikan dan hanya antara ia

dengan Mulyana tanpa perantara. SMS yang Khairiansyah

terima tersebut dijadikan masukan agar terjadi pertemuan

langsung antara Khairiansyah dengan Mulyana.

Pada hari Sabtu, 2 April 2005 Khairiansyah memesan

tempat di hotel Ibis kamar 709 dan 707 dimana perlengkapan

untuk pendokumentasian dipasang di kamar 707 sementara

Khairiansyah berada di kamar 709. Hari Minggu, 3 April 2005

pukul 12.15 Khairiansyah sudah menempati kamar tersebut,

dan tak lama kemudian disusul oleh Tim dari KPK untuk

menyiapkan perangkat pendokumentasian. Setelah diperoleh

kepastian, Khairiansyah dengan sepengetahuan Wakil Ketua

KPK menyampaikan informasi kepada Mulyana untuk bertemu di

hari minggu ini pukul 19.30 dan Mulyana menyetujui. Pada

pukul 19.30 Khairiansyah bertemu dengan Mulyana, dan pada

waktu itu Mulyana membawa uang yang dijanjikan serta

kembali mengulang permintaannya agar Khairiansyah menyusun

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 92: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

88    

laporan dengan lebih proporsional dan meminta untuk

menghilangkan unsur-unsur yang berindikasi KKN. Setelah

menyerahkan uang kepada Khairiansyah, Mulyana keluar kamar,

dan petugas KPK langsung masuk untuk menghitung uang

tersebut. Pada saat itu juga uang tersebut diserahterimakan

kepada Wakil Ketua KPK.

Setelah itu semua dilaksanakan Khairiansyah

menginap di Hotel Ibis, sementara Wakil Ketua KPK beserta 3

orang stafnya kembali. Namun pada malam harinya sekitar

pukul 12.10 Khairiansyah mendapat kabar bahwa ayahnya

meninggal dunia di Kisaran, dan ia selanjutnya

mempersiapkan diri untuk kembali ke Kisaran pada pagi

harinya yaitu setelah sholat shubuh untuk berangkat menuju

Airport dan Langsung ke Medan dan Kisaran. Khairiansyah

berada di Kisaran dan Medan sampai hari Kamis, 7 April 2005

dan kembali ke Jakarta sore harinya.

Pada sore hari sekitar pukul 16.00 Khairiansyah

menginformasikan kepada Mulyana bahwa pertemuan

dilaksanakan di kamar 609 Hotel Ibis pukul 20.00. Sekitar

pukul 17.00 Wakil Ketua KPK memberikan pengarahan tentang

pendokumentasian ini yang akan dilanjutkan dengan

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 93: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

89    

penangkapan Mulyana. Sekitar pukul 19.40 Mulyana datang

sendirian dengan membawa uang sebesar Rp 150.000.000,00.

Kemudian terjadi berbagai dialog dan pada saat Mulyana

membuka bungkusan uang dan berniat menyerahkannya,

Khairiansyah mengatakan tidak mau menerima karena uang itu

adalah suap, dan hal tersebut diakui oleh Mulyana bahwa

pemberian uang tersebut adalah suap. Saat itu seperti yang

diarahkan penyidik, Khairiansyah membuka pintu kamar agar 2

orang penyidik KPK masuk untuk melakukan penangkapan.

Selanjutnya Khairiansyah juga dibawa ke kantor KPK untuk

diperiksa, dan setelah selesai ia diantar kembali oleh 3

orang petugas KPK guna menjamin keselamatan dirinya.

Pada 21 November 2005 Khairiansyah ditetapkan

sebagai tersangka dalam kasus Dana Abadi Umat bersama tiga

auditor BPK lainnya, yaitu Hariyanto, Tohari Sawanto, dan

Mukrom A’sad karena diduga telah menerima aliran Dana Abadi

Umat beberapa kali. Dalam Surat Dakwaan terhadap Said Agil

Husein Al Munawar disebutkan bahwa Khairiansyah menerima

uang transport sebagai auditor BPK pada kasus ini pada 23

September 2003 sebesar Rp 10.000.000,-.82 Hingga saat ini

                                                                                                                         

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 94: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

90    

pemeriksaan keterlibatan Khairiansyah dalam kasus ini tidak

memperoleh hasil tanpa adanya suatu alasan yang jelas.

B. Analisis Yuridis

1. Delik Yang Dapat Diancamkan Kepada Khairiansyah

Atas perbuatannya tersebut Khairiansyah dapat

diancam telah melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan

Pasal 12 huruf (a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi:

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     82Khairiansyah Tersangka Penerima Dana Abadi Umat,

(http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2005/06/17/nrs,20050617-06,id.html), 17 Juni 2008.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 95: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

91    

Adapun unsur-unsur delik korupsi sesuai Pasal 12 huruf (a)

itu adalah:

1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara;

2) menerima hadiah atau janji;

3) Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan

atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang

bertentangan dengan kewajibannya.

Yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara;

Yang dimaksud dengan pegawai negeri adalah orang yang

telah diangkat dan disumpah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan sebagai pegawai negeri

sipil, dan yang dimaksud dengan penyelenggara negara

adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif,

legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi

dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan

negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dalam kasus ini Khairiansyah

adalah auditor BPK yang berstatus sebagai pegawai negeri

sipil, dimana BPK adalah instansi pemerintahan yang

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 96: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

92    

bertugas memeriksa pelaksanaan keuangan di berbagai

instansi pemerintahan yang ada. Jadi Khairiansyah

memenuhi unsur ini.

2) Menerima hadiah atau janji;

Dalam kasus ini Khairiansyah menyetujui tawaran yang

diberikan oleh Mulyana yang akan memberikan uang Rp

300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Setelah

menyetujui tawaran tersebut Khairiansyah juga menentukan

tempat pertemuan untuk penyerahan uang tersebut. Jadi

unsur ini juga terpenuhi oleh Khairiansyah.

3) Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan

atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang

bertentangan dengan kewajibannya.

Khairiansyah mengetahui bahwa uang yang diterimanya

tersebut diberikan agar ia mengubah laporan hasil audit

BPK terhadap KPU, yang bertujuan agar tidak ditemukan

penyimpangan dalam pengadaan kotak suara dalam Pemilu

tahun 2004 pada laporan BPK tersebut. Hal tersebut dapat

dilihat dari pernyataan Mubari yang mengatakan akan

memberi penghargaan atas ilmu yang dimiliki Khairiansyah

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 97: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

93    

guna membersihkan laporan tersebut dari penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi. Unsur ini juga telah

terpenuhi oleh Khairiansyah.

Berdasarkan uraian pasal tersebut Khairiansyah

telah memenuhi semua unsur yang ada dalam pasal tersebut.

Atas perbuatannya tersebut Khairiansyah dapat dipidana

dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua

ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,-

(satu miliar rupiah).

2. Kedudukan Khairiansyah Sebagai Alat Bukti Dalam Proses

Peradilan

Dalam proses peradilan, hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh

keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.83

                                                                                                                           

83Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8, LN No. 76 Tahun 1981, TLN. No. 3209, ps.183.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 98: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

94    

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

yang termasuk alat bukti yang sah adalah84:

a. keterangan saksi;

b. keterangan ahli;

c. surat;

d. petunjuk;

e. keterangan terdakwa.

KUHAP memang tidak mengatur ketentuan mengenai

whistleblower sebagai salah satu alat bukti yang sah,

melainkan keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti

yang sah. Dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP disebutkan bahwa:

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

Dan pasal 1 angka 27 menyebutkan bahwa:

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar

                                                                                                                           

84Ibid., ps. 184 ayat (1).

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 99: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

95    

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Dari ketentuan tersebut dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa yang dapat menjadi saksi adalah orang yang

mendengar, melihat, dan mengalami sendiri suatu perkara

pidana. Jika kita melihat kasus dugaan suap dalam perkara

pengadaan logistik KPU untuk Pemilu 2004, dimana

Khairiansyah mendengar, melihat, dan mengalami sendiri suap

terhadap dirinya, dan memberitahukan adanya dugaan suap

tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, maka ia dapat

dikategorikan sebagai saksi menurut KUHAP meskipun pada

dasarnya ia adalah whistleblower yang memiliki

karakteristik yang berbeda dengan saksi seperti yang telah

dibahas sebelumnya. Dengan demikian Khairiansyah mempunyai

kedudukan sebagai alat bukti yang sah dalam proses

peradilan.

3. Perlindungan Terhadap Seorang Whistleblower

Meskipun tindakan yang telah dilakukan oleh

Khairiansyah tersebut dapat dijatuhi hukuman pidana, tetapi

Khairiansyah dilindungi oleh undang-undang. Berdasarkan

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 100: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

96    

tinjauan terhadap whistleblower yang telah dibahas

sebelumnya dimana ditarik suatu kesimpulan bahwa

whistleblower adalah seorang pegawai atau karyawan dalam

suatu organisasi yang melaporkan, menyaksikan, mengetahui

adanya kejahatan ataupun praktik yang menyimpang dan

mengancam kepentingan publik di dalam organisasi tersebut,

dan yang memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut

kepada publik atau instansi yang berwenang, maka dalam

kasus ini Khairiansyah dapat dikatakan sebagai

whistleblower.

Khairiansyah memenuhi kriteria untuk dapat disebut

sebagai whistleblower karena dia adalah seorang pegawai BPK

yang mengetahui adanya indikasi penyuapan terhadap BPK

melalui dirinya, dan melaporkan hal tersebut kepada KPK

atas inisiatifnya sendiri. Oleh sebab itu Khairiansyah

berhak mendapatkan perlindungan yang seharusnya diterima

oleh seorang whistleblower.

Sebelum kita membahas perlindungan yang diberikan

kepada Khairiansyah, terlebih dahulu kita akan melihat

latar belakang Khairiansyah mengungkap indikasi penyuapan

yang dilakukan oleh Mulyana. W. Kusumah. Ada beberapa hal

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 101: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

97    

yang melatarbelakangi Khairiansyah untuk mengungkap kasus

ini.85 Hal-hal tersebut adalah:

a) Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan

bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan

juga mendapat perlindungan hukum dalam upaya mencegah

tindak pidana korupsi.

b) Pasal 16 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab, yang

menyatakan bahwa pemeriksa yang tidak melaporkan temuan

pemeriksaan yang mengandung unsur pidana akan dikenai

sanksi pidana.

c) Standar Audit Pmerintahan butir 6.24 yang menyatakan

bahwa dalam keadaan tertentu, peraturan perundang-

undangan atau kebijakan dapat mengharuskan auditor untuk

dengan segera melaporkan indikasi berbagai jenis

ketidakberesan atau unsur perbuatan melanggar/melawan

hukum tertentu kepada penegak hukum atau kepada pihak

                                                                                                                         

85“Berdasarkan hasil wawancara dengan Khairiansyah Salman, mantan Auditor BPK, di Gedung Granadi Lt. 8 Kuningan, Jakarta (Kantor PT Humpuss Intermoda), Senin, 16 Juni 2008.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 102: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

98    

penyidik yang berwenang. Jika auditor menyimpulkan bahwa

jenis ketidakberesan atau unsur perbuatan

melanggar/melawan hukum telah terjadi atau kemungkinan

telah terjadi, maka ia harus menanyakan kepada pihak

yang berwenang tersebut, dan atau kepada penasehat hukum

mengenai apakah laporan mengenai adanya informasi

tertentu tentang ketidakberesan atau unsur perbuatan

melanggar/melawan hukum tersebut akan mengganggu suatu

kegiatan investigasi atau proses peradilan.

Seperti yang juga telah dibahas sebelumnya, seorang

whistleblower berhak untuk mendapatkan perlindungan yang

mengacu kepada bentuk perlindungan yang diberikan kepada

saksi dan korban. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun

2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, seorang saksi

dan korban mempunyai beberapa hak86, yaitu:

a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga,

dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang

berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah

diberikannya;

                                                                                                                         

86 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, UU No. 13 LN No.64 Tahun 2006, TLN No. 4635, ps. 5.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 103: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

99    

b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk

perlindungan dan dukungan keamanan;

c. Memberikan keterangan tanpa tekanan;

d. Mendapat penerjemah;

e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;

f. Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;

g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;

h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;

i. Mendapatkan identitas baru;

j. Mendapatkan tempat kediaman baru;

k. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan

kebutuhan;

l. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas

waktu perlindungan berakhir.

Selain itu berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006, saksi, korban, dan pelapor juga

tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun

perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau

telah diberikannya.

Dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi juga dinyatakan bahwa

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 104: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

100    

KPK wajib memberikan perlindungan terhadap saksi atau

pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan

keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi.

Khairiansyah telah memberitahukan adanya indikasi oleh

Mulyana terhadap dirinya dalam kasus pengadaan logistik

untuk Pemilu 2004 kepada KPK, oleh sebab itu ia berhak

untuk memperoleh perlindungan dari KPK.

Perlindungan yang diberikan oleh KPK kepada

Khairiansyah terdiri dari pengawalan secara fisik terhadap

dirinya dan keluarganya, pemasangan CCTV di rumahnya, dan

pemberitahuan mengenai proses persidangan kasus tersebut,

serta informasi mengenai putusan pengadilan, serta

informasi mengenai dibebaskannya terpidana.87 Perlindungan

ini diberikan melalui suatu perjanjian tertulis antara

dirinya dengan KPK.

Dalam kasus pengadaan logistik KPU untuk Pemilu

2004 Khairiansyah memang tidak dipidana atas tindakannya

menerima suap dari Mulyana karena ia telah memberitahukan

adanya indikasi penyuapan tersebut kepada KPK sebelumnya,

tetapi ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Dana

                                                                                                                         

87Ibid.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 105: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

101    

Abadi Umat. Jika persidangan kasus Dana Abadi Umat ini

terus berjalan di pengadilan, dan Khairiansyah terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah karena telah menerima

aliran Dana Abadi Umat tersebut maka Khairiansyah dapat

memperoleh keringanan pidana atas perbuatannya tersebut.

Jika kita melihat kembali ketentuan mengenai

pedoman pemidanaan dalam model integratif yang telah

dibahas sebelumnya, maka riwayat hidup, serta sikap dan

tindakan pembuat sesudah melakukan tindak pidana dapat

dijadikan pertimbangan dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku

tindak pidana. Tindakan Khairiansyah melaporkan adanya

dugaan suap terhadap dirinya telah menunjukkan adanya

semangat yang ikhlas untuk memberikan suatu kontribusi

kepada bangsa dan negara dalam memberantas korupsi. Dengan

demikian tindakan Khairiansyah melaporkan adanya dugaan

suap terhadap dirinya dalam perkara pengadaan logistik

untuk Pemilu 2004 dapat dijadikan pertimbangan dalam

meringankan pidana yang dijatuhkan.

Bentuk perlindungan yang diterima oleh Khairiansyah

telah memberikan rasa aman kepada diri dan keluarganya

secara fisik, akan tetapi perlindungan tersebut belum

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 106: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

102    

memadai. Perlindungan yang diterima oleh Khairiansyah masih

memiliki banyak kekurangan, dimana seharusnya masih ada

beberapa hak yang harusnya dapat diterima oleh

Khairiansyah, seperti hak untuk mendapatkan identitas baru,

hak untuk mendapat tempat kediaman baru, mendapat nasihat

hukum, hak untuk mendapatkan jasa konsultasi psikologi, dan

jaminan terhadap pekerjaan tidak diterima olehnya.

Perlindungan yang diberikan kepada Khairiansyah

masih belum maksimal. Hal ini disebabkan karena belum

adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

perlindungan terhadap whistleblower secara khusus, meskipun

telah ada undang-undang perlindungan saksi dan korban.

Undang-undang perlindungan saksi dan korban tersebut belum

mencakup whistleblower, dan bentuk perlindungan yang

diberikan undang-undang tersebut belum maksimal.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 107: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

103    

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan mengenai tinjauan terhadap

whistlelower dan perlindungan terhadap whistleblower

sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Indonesia belum mengakomodasi suatu peraturan perundang-

undangan untuk melindungi whistleblower secara khusus,

akan tetapi telah diatur mengenai perlindungan terhadap

saksi dan korban yang diimplementasikan melalui Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi

dan Korban. Hal ini belum dapat dijadikan sebagai

jaminan bagi whistleblower karena pada dasarnya

whistleblower memiliki karakteristik yang berbeda dengan

saksi yang dapat kita lihat pada pembahasan sebelumnya,

meskipun pada praktiknya undang-undang ini dapat

dijadikan acuan untuk memberikan perlindungan bagi

whistleblower. Dengan demikian undang-undang tersebut

sebenarnya masih terbatas pada saksi dan korban saja,

tidak mencakup whistleblower.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 108: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

104    

2. Perlindungan yang diberikan kepada saksi dan korban

dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 belum dapat

melindungi whistleblower secara maksimal. Hal ini

disebabkan karena undang-undang tersebut hanya

memberikan perlindungan sebatas terhadap saksi, korban,

dan pelapor. Undang-undang tersebut bahkan memberikan

perlindungan yang berbeda bagi saksi dan korban jika

dibandingkan dengan perlindungan bagi pelapor. Hal ini

dapat kita lihat dalam rumusan Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2006 yang hanya memberikan hak-hak bagi

saksi dan korban saja, sementara pelapor tidak

memperoleh hak-hak tersebut.

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 juga belum mengatur

ketentuan pidana mengenai whistleblower yang terlibat

tindak pidana yang dilaporkannya ataupun terlibat tindak

pidana lain.

4. Whistleblower adalah seorang pegawai atau karyawan dalam

suatu organisasi yang melaporkan, menyaksikan,

mengetahui adanya kejahatan ataupun praktik yang

menyimpang dan mengancam kepentingan publik dalam

organisasi tersebut, dan yang memutuskan untuk

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 109: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

105    

mengungkap penyimpangan tersebut kepada publik atau

instansi yang berwenang.

5. Whistleblower karena tindakannya seringkali memperoleh

ancaman secara fisik, mental, bahkan banyak dari mereka

yang harus kehilangan pekerjaan karena perbuatannya

melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut,

padahal peran whistleblower sangat dibutuhkan dalam

pemberantasan korupsi. Melihat dampak yang diterima

whistleblower akibat perbuatannya melaporkan adanya

penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka whistleblower

perlu mendapat perlindungan khusus secara hukum, fisik,

maupun psikis.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis ingin

memberikan beberapa saran dalam rangka memberikan

perlindungan terhadap whistleblower, yaitu:

1. Perlu dirumuskan suatu peraturan perundang-undangan yang

dapat memberikan perlindungan secara khusus bagi

whistleblower. Peraturan perundang-undangan tersebut

harus memberikan penjelasan mengenai siapa yang dapat

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 110: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

106    

dikategorikan sebagai whistleblower, dan juga harus

memberikan perlindungan yang kurang lebih sama dengan

bentuk-bentuk perlindungan dalam Undang-Undang

Perlindungan Saksi dan Korban, akan tetapi perlindungan

tersebut harus lebih maksimal, seperti hak untuk

mendapat nasihat hukum, hak untuk mendapatkan jasa

konsultasi psikologi, dan jaminan atas pekerjaan

whistleblower setelah ia memberikan informasi mengenai

penyimpangan-penyimpangan di tempatnya bekerja.

2. Bagi whistleblower yang terlibat tindak pidana yang

dilaporkannya maupun whistleblower yang terlibat dalam

tindak pidana lain dapat diterapkan sistem negoisasi

bersyarat yang dilakukan secara sukarela dan tanpa

paksaan dari pihak manapun. Dalam hal ini whistleblower

yang terlibat tindak pidana yang dilaporkannya ataupun

tindak pidana lain mengakui dan menyatakan dirinya

bersalah untuk tindak pidana tersebut, dan atas

tindakannya mengungkap adanya penyimpangan di tempatnya

bekerja, terhadap whistleblower yang terlibat tindak

pidana yang dilaporkannya tidak akan dituntut atas

pidana yang diancamkan kepadanya, dan terhadap

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 111: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

   

107    

whistleblower yang terlibat tindak pidana lain pidana

yang diancamkan kepadanya dikurangi setengah.

3. Untuk lebih mengoptimalkan peran para whistleblower

dalam mewujudkan pemberantasan korupsi, diperlukan

adanya institusi independen yang memiliki kewenangan

untuk memberi advokasi maksimal bagi whistleblower

seperti halnya pusat bantuan hukum bagi whistleblower di

Amerika Serikat. Dengan demikian resiko-resiko yang

harus ditanggung whistleblower dapat diminimalisasi

sedemikian rupa.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 112: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

DAFTAR PUSTAKA

I. B U K U:

Adler, Freda; Gerhard Mueller; and William. S. Lauber. Criminology: The Shorter Version, 2nd Edition. New York: Me. Graw-Hill, Inc., 1995.

Alford, Fred. Whistleblower: Broken Lives and Organizatonal

Power. New York: Cornell University Press, 2001. Atmasasmita Romli. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional

Dan Aspek Internasional. Bandung: Mandar Maju, 2004. Curtis, Mary. Whistleblower Mechanisms: A Study of The

Perceptions of “Users” and “Responders”. Dalas: Institute of Internal Auditors, 2006.

Davies; Crall; and Tyrer. Criminal Justice: An

Introduction to The Criminal Justice System in England and Wales. London: Longman, 1995.

Dempster, Quentin. Whistleblower(Para Pengungkap Fakta).

Diterjemahkan oleh Betty Yolanda. Jakarta: ELSAM, 2006.

ELSAM. Pemidanaan, Pidana, dan Tindakan Dalam Rancangan

KUHP 2005. Jakarta: ELSAM, 2005. Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika, 2004. Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan

KUHAP: Pemeriksaan sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 113: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

Hunt, Geoffrey. “Whistleblowing”, Commissioned Entry For Encyclopedia of Applied Ethics. California: Academic Press, 1998.

Johnson, Roberta Ann. Whistleblowing: When It Works and

Why. Colorado: Lynne Rienner, 2003. Koalisi Perlindungan Saksi. Saksi Harus Dilindungi

(Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi). Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2005.

Muladi. Kapita Selekta Hukum Pidana. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro, 1995. Newburn, Tim. Crime and Criminal Justice Policy. London:

Longman, 1995. Packer, Herbert L. The Limits of the Criminal Sanction.

California: Stanford University Press, 1968. Prinst, Darwan. Hukum Acara Pidana dalam Praktik. Jakarta:

Djambatan, 2002. Purpura, Philip. P. Criminal Justice An Introduction.

Boston: Butterworth-Heinenmann, 1997. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:

UI-Press, 2006. Soemitro, Ronny Hanitijio. Metodologi Penelitian Hukum dan

Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994. Soesilo, R. Teknik Berita Acara (Proses Verbal) Ilmu Bukti

dan Laporan. Bogor: Politeia, 1980.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 114: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

Tierney, Kevin. How To Be A Witness. New York: Oceana Publications, Inc., 1971.

United States Department of Justice Beureau of Justice

Statistic. Criminal Justice Information Policy Victim or witness Legislation: An Overview. Washington DC, 1984.

Van Ness, Daniel. W. Restorative Justice and International

Human Rights, restorative Justice: International Perspective. Amsterdam: Kugler Publications.

Zdenkowski, George; Chris Ronalds; and Mark Richardson.

ed., The Criminal In Justice System, Vol.2. Sydney: Pluto Press, 1987.

II. SKRIPSI/TESIS: Narbanto, Budi. Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Korban

Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 1990.

Sohe, Iswendy. Perlindungan Saksi Yang Terlibat Tindak

Pidana Korupsi. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

Waruwu, Jovan Kurata. Penerapan Perlindungan Saksi Dalam

Perkara Pidana Yang Ditangani Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.

III. MAKALAH: Harkrisnowo, Harkristuti. Perlindungan Korban dan Saksi

dalam Proses Peradilan Pidana dan Urgensi Pengaturan Perlindungan Bagi Mereka. Makalah disampaikan pada Seminar tentang Perlindungan Saksi yang diselenggarakan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Bekasi, 29 Oktober 2002.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 115: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

IV. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: _____ . Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8

LN No. 76 Tahun 1981, TLN No. 3209. _____ . Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, UU No. 31 LN No. 140 Tahun 1999, TLN No. 3874.

_____ . Undang_undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

N0. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 20 LN No. 134 Tahun 2001, TLN No. 4150.

_____ . Undang-Undang Tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi, UU No. 30 LN No. 137 Tahun 2002, TLN No. 4250.

_____ . Undang-Undang Tentang Perlindungan Saksi dan

Korban, UU No. 13 LN No.64 Tahun 2006, TLN No. 4635. V. INTERNET: Perlindungan Saksi dan Korban Dalam Peradilan

HAM,(http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2004/06/17/nrs,20040617-06,id.html), 12 Maret 2008.

Ula, Mutammimul. Melindungi Para Peniup Peluit,

(http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=tema&op=viewarticle=&cid=4&artid=95), 19 Maret 2008.

Arifin, Achmad Zainal. Fenomena Whistleblower dan

Pemberantasan Korupsi,(http://www.antikorupsi.org/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=6&artid=4675), 4 Februari 2008.

Whistleblower,(http://en.wikipedia.org/wiki/Whitleblower#Overview), 3 Maret 2008.

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008

Page 116: PERLINDUNGAN TERHADAP WHISTLEBLOWER DALAM RANGKA

Anwar Nasuution Seorang Whistleblower?, (http://www.hukumonline.com/detail/asp/id/18472&cl/Berita), 18 April 2008.

Peniup Peluit Deteksi Fraud, (http://www.madani-ri.com/2008/03/15/peniup-peluit-deteksi-fraud/), 18 April 2008.

Susetyo, Heru. Perlindungan Terhadap Saksi Perkara Korupsi, (http://www.antikorupsi.org/mod/php/mod/tema&op/printarticle&artid/49), 20 April 2008.

Fenomena Whistleblower dan Pemberantasan Korupsi, (http://www.antikorupsi.org/mod.php/mod/publisher&op/viewarticle&cid/4&artid/95), 18 Mei 2008

 

Perlindungan terhadap..., Frangki Boas, FH UI, 2008