vital sign
DESCRIPTION
pemeriksaan vital signTRANSCRIPT
MODUL
KETERAMPILAN KLINIS
BLOK DASAR DIAGNOSIS
DAN TERAPI
TEKNIK
PEMERIKSAAN VITAL SIGN
TIM KURIKULUM PREKLINIK
PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2008
Nama: ..........................................Nim: ..........................................Instruktur: ..........................................
KATA PENGANTAR
Puji Syukur terhaturkan ke Hadirat Allah SWT, berkat Rahmat Taufiq dan
Hidayah-Nya, Modul Keterampilan Klinis ”Teknik Pemeriksaan Vital Sign”
ini dapat diselesaikan.
Modul ini dibuat dalam rangka penyelenggaraan proses pembelajaran
mahasiswa kedokteran dalam bentuk Problem Base Learning (PBL). Modul
ini berisi teori, prosedur pelatihan, laporan kerja, dan lembar penilaian.
Modul ini disusun sebagai pedoman pelaksanaan pelatihan keterampilan
klinis untuk mahasiswa Program Pendidikan Dokter Universitas Islam
Malang.
Terimakasih kami sampaikan kepada Prof. H.M. Aris Widodo, dr., MS.,PhD.,
Sp.FK, Bagian Skill Lab FK UNS, para sejawat dan segenap dosen, serta
seluruh pihak yang membantu penyusunan modul ini.
Kebanggaan dan kehormatan bagi kami apabila para pembaca bersedia
memberikan saran, kritik dan masukan terhadap berbagai kekurangan
yang kami sadari masih banyak terdapat pada modul ini.
Semoga modul penuntun praktikum keterampilan klinis ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.
Mei, 2008
Penyusun
Koordinator Blok
Dasar Diagnosis dan Terapi
DAFTAR ISI
1. Kata Pengantar 1
2. Daftar Isi 2
3. Teori Dasar Teknik Pemeriksaan Vital Sign 3
4. Prosedur kerja Teknik Teknik Pemeriksaan Vital Sign 24
5. Lembar Kegiatan Skill Lab 26
DASAR TEORI
Setelah keadaan umum, hal kedua yang dinilai adalah tanda vital,
yang mencakup:
(1) nadi/ frekwensi denyut jantung
(2) tekanan darah
(3) pernapasan
(4) suhu.
Seringkali data vital sign sudah tertera pada kartu pemeriksaan pasien.
Jika terdapat data abnormal, mungkin anda perlu mengeceknya
kembali.
Pemeriksaan penting ini juga bisa anda lakukan belakangan saat anda
melakukan pemeriksaan kardiovaskuler, thorax dan paru penderita.
Namun, jika dilakukan di awal pemeriksaan, data vital sign ini seringkali
bisa memberikan informasi awal yang penting yang akan
mempengaruhi bagaimana anda melakukan pemeriksaan fisik
selanjutnya.
Pertama kali periksalah tekanan darah dan nadi. Jika tekanan darah
abnormal, ukurlah kembali nanti saat anda melakukan pemeriksaan
lengkap. Hitunglah nadi radialis dengan jari anda, atau bisa juga
mengukur denyut apikal dengan stetoskop pada daerah apex cordis.
Lanjutkan dengan mengukur frekwensi napas, tanpa membuat pasien
cemas, karena pola napas akan berubah jika pasien menjadi waspada
terhadap hal yang perlu diawasi. Temperatur bisa diukur dengan
termometer gelas, termometer timpanic atau termometer digital.
Mengukur tekanan darah
Vital Sign
Memilih manset
Untuk mengukur tekanan darah anda harus memilih manset yang
memiliki ukuran yang tepat. Manset yang terlalu pendek atau terlalu
sempit dapat memunculkan hasil nilai tekanan darah yang terlalu tinggi
dari yang sebenarnya.
Penggunaan manset standar untuk penderita dengan obesitas bisa
menimbulkan diagnosis hipertensi yang salah.
Petunjuk berikut bisa digunakan :
- Lebar dari bagian manset berisi balon (inflatable bladder)seharusnya
kira-kira 40% dari lingkar lengan atas (sekitar 12 – 14 cm pada
rata-rata orang dewasa)
- Panjang dari inflatable bladder seharusnya sekitar 80% dari lingkar
lengan atas (hampir bisa melingkari lengan atas)
Tensimeter juga harus memenuhi syarat bahwa sebelum pengukuran
kolom air raksa harus terletak pada titik nol, gesekan harus minimal,
sehingga kolom air raksa turun dalam waktu 3 detik dari 200 mmHg
menjadi nol pada keadan ventil terbuka penuh. Manchet harus kuat,
manchet harus dipasang dengan ketat sehingga kantong karet tidak
menggelembung waktu dipompa. Usahakanlah agar diperoleh tekanan
yang rata pada seluruh lebar manchet (13 cm). Kolom air raksa harus
tegak lurus (pengukuran yang dilakukan di ranjang pasien).
Persiapan pasien
Sebelum mengukur tekanan darah, anda harus melakukan beberapa
langkah untuk meyakinkan bahwa hasil pengukuran anda akan benar-
benar akurat.
Langkah persiapan :
- idealnya, instruksikan kepada pasien untuk menghindari merokok
atau minum minuman berkafein selama 30 menit sebelum
dilakukannya pengukuran tekanan darah
- periksa dan pastikan bahwa ruang pemeriksaan dalam kondisi
tenang, hangat dan nyaman
- mintalah pasien untuk duduk diam di kursi (bukan di bed periksa)
sekurang-kurangnya 5 menit, dengan kaki posisi di lantai. Lengan
penderita diposisikan setinggi posisi jantung.
- Pastikan lengan yang akan diperiksa tidak ditutupi pakaian.
Seharusnya tidak pada lengan yang dilakukan arteriovenous fistula
untuk dialisis, jaringan parut bekas terputusnya arteri brakialis, atau
terdapatnya tanda lymphedema (terlihat bekas dilakukannya diseksi
nodul axilla, atau radioterapi)
- Palpasilah arteri brakialis untuk konfirmasi bahwa terdapat denyut
nadi
- Posisikan lengan sedemikian sehingga arteri brakialis yang terletak
pada fossa cubiti, pada posisi setinggi jantung-secara kasar bisa
diperkirakan dengan mensejajarkan lengan dengan ICS IV pada
lokasi persambungan dengan sternum.
- Jika pasien didudukkan, letakkanlah lengan di meja sedikit diatas
pinggang pasien. Jika pasien berdiri, usahakan untuk menopang
lengan pasien setinggi pertengahan dada.
- Jika posisi arteri brakialis jauh dibawah posisi jantung, tekanan darah
lebih tinggi dari yang sebenarnya. Jika pasien menopang sendiri
lengannya, maka upayanya menopang lengan bisa mengakibatkan
peningkatan tekanan darah.
Jika pemeriksaan dilakukan dalam ruangan yang terlalu dingin tekanan
darah akan naik. Jika pemeriksaan tekanan darah dilakukan pada
lengan yang terlalu gemuk maka hasilnya akan meragukan (nilai yang
diukur terlalu tinggi). Dalam hal demikian pergunakanlah ’manchet
kaki’.
Teknik mengukur tekanan darah
- pasang bagian tengah inflatable bladder diatas arteri brakialis. Batas
bawah manset seharusnya 2,5 cm diatas fossa cubiti. Pasanglah
manset dengan rapat. Posisi lengan pasien sedikit tertekuk di siku.
Manset yang terlalu longgar atau bladder dimana posisi balon di sisi
luar manset, bisa mengakibatkan pembacaan terlalu tinggi dari
yang seharusnya.
- Untuk menentukan setinggi apa anda meningkatkan tekanan
manset, pertama kali perkirakan tekanan sistolik dengan palpasi.
Dengan merasakan denyut arteri radialis menggunakan jari-jari dari
satu tangan, pompalah manset dengan cepat sampai denyut nadi
radialis menghilang. Bacalah nilai tekanan pada manometer dan
tambahkan 30 mmHg dari tekanan tersebut. Penggunaan metode ini
akan menghindarkan perasaan tidak nyaman akibat tekanan manset
yang tinggi, yang sebenarnya mungkin tidak perlu. Metode ini juga
bisa mencegah kemungkinan kesalahan yang diakibatkan oleh
auscultatory gap – suatu interval sunyi yang mungkin terjadi antara
tekanan sistolik dan disatolik. Kesalahan ini bisa berakibat
underestimasi yang besar terhadap tekanan sistolik dan over
estimasi terhadap tekanan diastolik. Bila menemukan auscultatory
gap maka catatlah antara tekanan berapa sampai berapa (karena
auscultatory gap berhubungan dengan kekakuan arteri dan penyakit
atherosklerosis)
- Kempeskanlah manset secara sempurna dan tunggu 15 sampai 30
detik
- Sekarang letakkanlah bell dari stetoskop secara ringan diatas arteri
brakialis, hindarkan terjadinya lapisan udara dengan menempelkan
seluruh lingkaran bell. Karena suara yang akan didengar, korotkoff
sounds, relatif bernada rendah, maka akan bisa didengar lebih baik
dengan menggunakan bell.
- Kembangkanlah manset secara cepat sampai mencapai tekanan
yang telah diperkirakan sebelumnya, kemudian kempeskanlah
secara perlahan pada kecepatan sekitar 2-3 mmHg per detik.
Catatlah angka dimana anda mendengar suara sedikitnya 2 detak
suara berurutan. Inilah yang diukur sebagai tekanan sistolik.
- Teruskan untuk menurunkan tekanan manset secara perlahan
hingga suara korotkoff semakin melemah dan akhirnya menghilang.
Untuk mengkonfirmasi hilangnya suara, dengarkan sampai tekanan
terus turun sampai 10-20 mmHg dibawahnya. Kemudian
kempeskanlah manset secara cepat sampai tekanan nol. Titik
hilangnya suara, yang biasanya hanya beberapa mmHg dibawah
titik melemahnya suara, merupakan estimasi terbaik dari tekanan
diastolik yang sebenarnya.
- Tunggulah 2 menit dan kemudian ulangilah pengukuran tekanan
darah. Ambillah rata-rata dari kedua pengukuran tersebut. Jika hasil
kedua pemeriksaan tersebut berbeda lebih dari 5 mmHg, maka
lakukanlah lagi pengukuran tambahan.
- Jika anda menggunakan tensimeter raksa, jagalah agar manometer
selalu dalam posisi vertikal (kecuali anda menggunakan model lantai
miring) dan lakukan pembacaan dengan posisi mata sejajar dengan
meniscus. Jika menggunakan peralatan aneroid, peganglah
manometer sehingga menghadap anda secara langsung. Hindarkan
pengembangan manset secara perlahan dan berulang-ulang, karena
akan mengakibatkan kongesti vena yang akan menimbulkan
kesalahan pembacaan
- Tekanan darah seharusnya diambil di kedua lengan, minimal satu
kali. Secara normal, mungkin terdapat perbedaan tekanan sebesar 5
mmHg, dan terkadang sampai 10 mmHg. Pemeriksaan selanjutnya
sebaiknya dilakukan pada sisi lengan yang memiliki tekanan lebih
tinggi.
Jika terdapat keraguan tentang tekanan diastolik maka catatlah juga
titik pada waktu bunyi tersebut tiba-tiba menjadi lemah : 130 / (90) 80.
bila terdapat bunyi yang berasal dari pembuluh darah, maka cobalah
menghilangkannya dengan cara mengurangi tekanan stetoskop pada
kulit, memilih lokasi lain atau lengan sedikit ditekukkan. Meskipun
tensimeter dapat dibaca sampai ketelitian 2 mm, dianjurkan untuk
membualtkan hasil bacaan sampai ketelitian 5 mm, tertama karena
pada waktu pengukuran kolom air raksa tersebut menunjukkan oksilasi
yang lebih dari 2-3 mm
Tekanan sistole ditimbulkan oleh pengisian darah sewaktu fase sistol,
sedangkan tekanan diastole timbul dari tekanan oleh kontraksi aorta
pada fase diastol.
Idealnya, pada tiap pasien harus diukur tekanan darah pada
keempat ekstremitas. Pemeriksaan pada satu ekstremitas dapat
dibenarkan, apabila pada palpasi teraba denyut nadi yang normal
pada keempat ekstremitas (nadi kedua a. brakialis atau a. radialis
dan kedua a. femoralis atau dorsalis pedis). Apabila terdapat
keraguan pada denyut nadi ke-4 ekstremitas, atau bila terdapat
hipertensi pada pengukuran 1 ekstremitas, maka pengukuran
tekanan darah mutlak harus dilakukan pada ke-4 ekstremitas.
Apabila pengukuran tekanan darah dilakukan pada satu
ekstremitas, yang biasa dipergunakan ialah lengan atas kanan,
untuk menghindarkan kesalahan akibat terdapatnya koarktasio
aorta sebelah proksimal dari a. subklavia kiri yang menyebabkan
tekanan darah di lengan kanan tinggi dan di tempat lain rendah.
Pada pengukuran tekanan darah hendaknya dicatat keadaan
pasien pada waktu tekanan darah diukur (duduk, berbaring
tenang, tidur, menangis), karena keadaan pasien dapat
mempengaruhi hasil dan penilaiannya.
Tekanan darah sistolik dan diastolik meninggi pada pelbagai
kelainan ginjal (Hipertensi renal) baik kelainan reno-parenkim
(glomerulonefritis, pielonefritis, kadang-kadang sindrom nefrotik)
maupun kelainan reno-vaskular (penyempitan a. renalis).
Tekanan darah juga dapat meningkat pada keadaan peninggian
tekanan intra kranial, hiperfungsi adrenal, dan intoksikasi vitamin
A dan D.
Peningkatan tekanan darah sistolik tanpa peningkatan tekanan
diastolik (hingga tekanan nadi besar) terdapat pada pasien
duktus arteriosus persisten, insufisiensi renal, fistula arterio-vena,
dan keadaan hiperkinetik seperti ansietas atau anemia. Tekanan
darah sistolik yang rendah dengan tekanan diastolik yang normal
(hingga tekanan nadi kecil) terdapat pada stenosis aorta.
9
Tekanan sistolik dan diastolik menurun pada keadaan renjatan
oleh karena sebab apa pun.
Tekanan darah yang tinggi ekstremitas superior dengan tekanan
yang rendah pada ekstemititas superior menunjukkan adanya
kemungkinan koarktasio aorta distaldari a. Subklavia kiri, ata
aortitis desendens/aortitis abdominalis. Bila koarktasio terdapat
proksimal dari a. subklavia kiri, maka tekanan darah di lengan
kanan meninggi sedangkan pada ke 3 ekstremitas lainnya rendah.
Pada sebagian besar pasien penyakit Takayasu (pulseless disease),
tekanan darah pada ekstremitas superior rendah atau tidak terukur,
sedang tekanan darah pada pada ekstremitas inferior normal.
Pada beberapa keadaan terdapat perbedaan yang cukup besar
antara tekanan darah sistolik pada saat inspirasi dan saat ekspirasi,
yang dalam keadaan normal perbedaan tersebut tidak lebih dari 10
mmHg. Perbedaan tekanan darah sistolik pada saat inspirasi dan
saat ekspirasi yang lebih dari 10 mmHg (disebut pulsus paradoksus,
atau pulsus parndolcsikus) terjadi pada tamponade jantung, gagal
jantung yang berat, atau asma bronkial berat.
Variabilitas dari hasil (oleh karena kesalahan pemeriksa, kekurangan
pada tensimeter, dan oleh karena pengaruh bentuk badan dan sikap
pasien) memerlukan standarisasi pada waktu melaksanakan
pengukuran. Variabilitas tekanan darah yang disebabkan olch emosi,
pernafasan, gangguan ritme jantung dsb, mengharuskan agar hasil
akhir pengukuran tekanan darah tersebut ditetapkan setelah
dilakukan beberapa kali pengukuran di dalam keadaan yang
berlainan. Untuk stiap pasien harus selalu dipergunakan tensimeter
yang sama.
10
Kecepatan dan Irama Denyut Jantung
Palpasi nadi akan memberikan gambaran yang sederhana dan
berguna tentang keadaan alat sirkulasi. Raba dan tekanlah a.radialis
dengan 3 jari pada lapisan tulang dibawahnya. Bila nadi diraba
dengan tangan kiri maka rabalah denyut nadi pada ujung jari pasien
dengan ujung jari tangan kanan. Ujung jari yang berdenyut terdapat
pada hipertiroidi, insufisinsi aorta dan demam, sedangkan yang
dingin ditemukan pada payah jantung kiri, dll.
Untuk memeriksa nadi, rabalah a.radialis kanan pasien dengan jari 2,
3 tangan kanan dan jari 1 menekan punggung lengan bawah kanan
pasien.
Frekwensi denyut jantung
Denyut nadi radialis biasanya dipakai untuk mengukur frekwensi
denyut jantung. Dengan permukaan ujung jari tengah dan jari
telunjuk , tekanlah arteri radialis sampai terasanya denyutan secara
maksimal. Jika iramanya reguler dan frekwensi denyutannya terkesan
normal, hitunglah frekwensi denyut selama 15 detik dan kalikan 4.
jika frekwensi denyut terkesan terlalu cepat atau terlalu lambat,
hitunglah frekwensi denyut selama 60 detik.
Jika irama jantung tidak teratur, periksalah frekwensi jantung dengan
aucultasi jantung. Detak jantung yang muncul secara dini mendahului
denyutan yang lain, biasanya tidak terdeteksi dengan perabaan nadi
perifer, sehingga frekwensi denyut jantung bisa terukur terlalu
lambat dibanding yang seharusnya.
Pemeriksaan nadi harus dilakukan pada keempat ekstremitas.
Dalam menilai nadi, kesalahan yang seringkali dilakukan adalah
pemeriksa hanya menghitung frekuensi nadi per menit; padahal
seharusnya penilaian nadi harus mencakup:
11
(a) frekuensi atau laju nadi
(b) irama
(c) isi atau kualitas
(d) ekualitas nadi
a. Laju nadi
Laju nadi paling baik dihitung dengan pasien dalam keadaan
tidur. Bila tidak mungkin dilakukan pada anak dalam keadaan
tidur, harus diberikan catatan keadaan anak pada waktu nadi
diperiksa (bangun tenang, gelisah, menangis, berontak).
Idealnya laju nadi dihitung dengan anak dalam keadaan tidur, tetapi
dapat pula dihitung dengan anak dalam keadaan tenang dalam
posisi berbaring telentang atau duduk di ruangan yang tenang. Pada
bayi dan anak di bawah umur 2 tahun, laju dihitung dengan meraba
a. brakialis atau a. femoralis. Pada anak yang lebih besar, laju nadi
dihitung dengan meraba a. radialis, dengan memakai ujung jari II, III
dan IV tangan kanan sedang ibu jari berada di bagian dorsal tangan
anak. Nadi dapat pula diraba di tempat-tempat lain yang letak
arterinya superfisial, seperti a. temporalis, a. karotis dan a. dorsalis
pedis. Untuk menyingkirkan kemungkinan terdapatnya pulsus defisit
(yakni laju jantung lebih besar daripada laju nadi) hendaknya setiap
penghitungan nadi dilakukan pula penghitungan denyut jantung.
Semua penghitungan harus dilakukan satu menit penuh. Laju nadi
normal
tergantung pada umur.
Takikardia adalah laju denyut jantung yang lebih cepat daripada
laju normal. Keadaan ini antara lain dapat terjadi pada keadaan
demam, aktivitas fisis, ansietas, tirotoksikosis, miokarditis, gagal
jantung, dehidrasi, atau renjatan. Pada demam kenaikan
suhubadan 1 derajat celcius didikuti oleh kenaikan denyut nadi
sebanyak 15-20/menit. Pada pasien demam tifoid kenaikan
12
denyut nadi tersebut relatif sedikit apabila dibandingkan dengan
kenaikan suhu (disebut bradikardia relatif), sedangkan pada
demam reumatik kenaikan denyut nadi lebih tinggi
dibandingkan dengan kenaikan suhu (tanpa gagal jantung atau
demam, pasien demam reumatik menunjukkan takikardia). Pada
takikardia sinus selalu terjadi variasi 10-15 denyut dari menit ke
menit, akan tetapi pada takikardia supraventrikular paroksismal, di
samping nadi sulit dihitung oleh karena cepatnya (lebih dari
200/menit), laju nadi konstan sepanjang waktu serangan.
Bradikardia adalah frekuensi denyut jantung yang lebih lambat
dari frekuensi normal. Keadaan ini bila terjadi pada demam,
menyarankan terdapatnya infeksi salmonela. Bradikardia sinus juga
dapat terjadi pada tekanan intrakranial meninggi, sepsis,
hipotiroidisme, anoreksia nervosa, atau intoksikasi digitalis.
Pada remaja ,olahragawan yang terlatih juga dapat didapatkan
bradikardia sinus. Blok jantung komplet adalah contoh bradikardia
yang berbahaya; kelainan ini dapat kongenital atau didapat
(misalnya pada miokarditis difterika).
b.lrama
Untuk memulai pemeriksaan irama jantung, rasakan nadi radialis. Jika
terasa adanya ketidakteraturan, cek kembali irama jantung dengan
mendengarkannya menggunakan stetoskop pada apex cordis.
Apakah iramanya teratur, atau tidak teratur?
Jika tidak teratur, usahakanlah untuk identifikasi polanya :
(1) apakah muncul detak dini diantaranya irama detak dasar yang
teratur
(2) apakah ketidakteraturan detak jantung terjadi secara berselang-
seling dan berhubungan dengan irama pernapasan?
(3) Apakah irama detak secara tidak teratur secara keseluruhan ?
13
Dalam keadaan normal irama nadi adalah teratur'. Disritmia
(aritmia) sinus adalah ketidakteraturan nadi yang paling sering
dijumpai. Pada keadaan ini denyut nadi terasa lebih cepat pada waktu
inspirasi dan lebih lambat pada waktu ekspirasi. Hal ini sering terdapat
pada anak di atas umur 3 tahun, dan makin jelas pada remaja,
terutama bila laju nadi kurang dari 100/menit. Keadaan ini
adalah normal, bahkan merupakan petunjuk adanya cadangan
jantung (cardiac reserve) yang baik. Disritmia sinus jarang
terdapat pada bayi.
Adanya disritrnia dapat dideteksi dengan perabaan nadi dan
auskultasi jantung, namun jenis disritmia hanya dapat dipastikan
dengan elektrokardiografi (EKG). berbagai jenis ekstrasistole dapat
menyebabkan nadi yang iregular; demikian pula fibrilasi atrium
hampir selalu disertai dengan irama nadi yang tidak teratur.
Dapat pula dijumpai keadaan yang disebut sebagai
ketidakteraturan yang teratur (regular irregularity) misalnya nadi
teraba sepasang-sepasang (pulsus bigeminus) atau teraba sebagai
kelompok tiga (pulsus trigeminus).
Usahakanlah selalu menganalisa jenis irregularitas, juga dengan
mendengarkan irama jantung. Apakah dalam nadi yang ireguler
terdapat irama yang reguler ? Bila jumlah nadi per menit lebih kecil
dari jumlah detak jantung akan terjadi pulsus defisit.
c. Kualitas nadi
Isi perabaan nadi yang normal disebut cukup. Pulsus seler (disebut
juga sebagai water-hammer pulse atau Corrigan's pulse) adalah nadi
yang teraba sangat kuat dan turun dengan cepat, akibat
tekanan nadi (perbedaan tekanan sistolik dan diatolik) yang
14
besar. Keadaan tersebut biasanya disertai dengan pulsasi
kapiler, yang dapat diperi ksa dengan cara menekan ujung kuku
dengan riingan (Quinke's pulse). Bila didengarkan dengan
Stetoskop di a. femoralis, akan terdengar suara seperti letusan
pistol (pistol sot sign), atau dapat terdengar semacam bising
sistolik dan diastolik (Durosiez sign).Pulsus seler ini terdapat
pada insufisiensi aorta, duktus arteriosus persisten, fistula
arteria-vena, atau pada keadaan hiperkinetik seperti
tirotoksikosis dan anemia.
Isi nadi yang kurang atau lemah terdapat pada kegagalan
sirkulasi (renjatan) serta gagal jantung yang qerat. Pulsus paruus et
tardus (nadi dengan amplitudo yang rendah dan teraba lambat
naik) terdapat pada stenosis aorta yang berat. Pulsus alterrums
ditandai oleh denyut nadi yang berselang-selang kuat dan lemah;
hal ini menunjukkan terdapatnya beban ventrikel kiri yang berat,
atau gagal jantung kiri. Pulsus paradoksus (disebut pula sebagai
pulsus paradoksikus) adalah nadi yang jelas teraba lemah pada saat
inspirasi dan teraba normal atau kuat pada ekspirasi; hal tersebut
harus dikonfirmasi dengan pengukuran tekanan darah (lihatlah
uraian tentang Tekanan Darah). Pulsus paradoksus terdapat pada
tamponade jantung akibat efusi perikardium atau perikarditis
konstriktiva. Keadaan ini juga dapat terjadi pada gagal jantung
yang bera, atau serangan asma yang berat.
d. Ekualitas nadi
Dalam keadaan normal isi nadi teraba sama pada keempat
ekstremitas. Pada koarktasio aorta, nadi pada ekstremitas atas
teraba kuat sedang pada ekstremitas bawah teraba lemah
sampai tidak teraba. Pada penyakit Takayasu, yang seringkali
mengenai eabang-eabang arkus aorta, nadi di ekstremitas bawah
teraba normal sedangkan nadi di ekstremitas atas teraba lemah
atau tidak teraba. Tromboemboli di arteria perifer menyebabkan
15
nadi distal dari emboli menjadi tidak teraba atau teraba kecil.
Keadaan-keadaan tersebut disertai pula dengan perbedaan
tekanan darah pada ekstremitas atas dan bawah (lihat uraian
tentang Tekanan Darah).
Pada keadaan normal denyut nadi teraba lebih lemah pada fase
inspirasi dibanding ekspirasi. Pada pulsus paradoksus perbedaan ini
terasa lebih nyata. perhatikan adanya pulsus alternans yaitu nadi
yang besarnya berganti-ganti secara teratur (untuk ini pemeriksaan
dilakukan dengan tensimeter) dan pulsus paradoksus yaitu nadi yang
menghilang pada inspirasi dalam. Dianggap patologis bila terjadi
pada inspirasi biasa (perikarditis adhesiva).
Pengisian :
Pada syok dan hiposirkulasi pengisian nadi sangat berkurang.nadi
menjadi kecil (nadi filiform). Pulsus celer ditemukan pada aorta
insufisiensi, kekuatan nadi cepat meningkat dan cepat melemah.
Tegangan :
Pada hipertensi, arteri radialis kadang teraba tegang dan keras
sehingga tetap teraba walaupun ditekn pada lapisan tulang
dibawahnya.
Arteri :
Pada pasien usia lanjut pembuluh darah berkelok-kelok, sering dapat
teraba pengapuran pada dinding arteri (rabalah dengan kuku)
Simetri :
Perhatikakn kekuatan dan saat terjadinya nadi.
Nadi yang asimetris ditemukan pada penyakit pembuluh darah, dapat
menjadi petunjuk akan adanya aortitis luetika, ditemukan juga bila
proc. Transversus tulang leher terlalu panjang (halsribben). Asimetri
yang timbul tergantung pada posisi lengan atas terhadap sendi bahu.
16
Selain a.radialis, penting diraba denyut a. Carotis dan a.femoralis.
selalu bandingkan yang kiri da yang kanan. Raba juga arteri kaki kiri
dan kanan (a.dorsalis pedis, a.tibialis posterior)
Catatan :
Kalau nadi tak teraba tetapi telapak tangan panas :berarti terjadi
kelainan letak dari a.radialis. carilah ditempat lain.
Respirasi
Frekwensi dan Irama Pernapasan
Perhatikan frekwensi, irama, kedalaman dan upaya pasien untuk
bernapas. Hitunglah jumlah pernapasan dalam 1 menit, baik secara
visual maupun dengan mendengarkan suara napas di trakea
menggunakan stetoskop pada saat anda melakukan pemeriksaan
kepala, leher, atau dada.
Dalam kondisi normal, orang dewasa bernapas 14 – 20 kali per menit,
tanpa suara, dan dengan pola teratur. Suara mendesah yang kadang-
kadang muncul, adalah normal. Perhatikanlah apakah pernapasan
memanjang dari yang normal.
pemeriksaan pernapasan pasien harus mencakup
(a) laju pernapasan
(b) irama atau keteraturan
(c) kedalaman
(d) tipe atau pola pernapasan.
Laju pernafasan dapat dihitung dengan beberapa cara:
1. Cara inspeksi; pemeriksa melihat gerakan nafas dan
menghitung frekuensinya . Cara ini tidak praktis (dan tidak
17
dianjurkan ), karena pemeriksa melihat gerakan nafas dan detik
jam sekaligus.
2. Cara palpasi; tangan pemeriksa diletakkan ada dinding
abdomen atau dinding dada pasien, kemudian diitung gerakan
pernafasan yang terasa pada tangan tersebut, sementara
pemeriksa harus memperhatikan jarum jam. Cara ini dianjurkan.
3. Cara auskultasi; dengan stetoskop didengarkan dan dihitung
bunyi pernafasan.
Dalam keadaan normal, tipe pernapasan bayi ialah abdominal atau
diafragmatik. Terdapatnya pernapasan torakal pada bayi dan anak
kecil menunjukkan adanya kelainan paru, kecuali bila pasien sangat
kembung. Makin besar anak, makin jelas komponen torakal pada
pernapasan, dan pada umur 7-8 tahun komponen torakal menjadi
predominan (torakoabdominal).
Pada bayi baru lahir, terutama prematur, kadang-kadang terdapat
pernapasan tipe Cheyne-Stokes yang ditandai oleh pernapasan yang
cepat dan dalam, diikuti oleh periode pernapasan yang lambat dan
dangkal, serta akhirnya periode apne beberapa saat. Pola ini
biasanya hilang setelah bayi berumur beberapa minggu. Pernapasan
Cheyne-Stokes yang patologis terdapat pada pelbagai penyakit yang
menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Terkenal sangat
mengganggu ketenangan pasien pada malam hari. Jenis pernafasan
ini sukar dikenal pada siang hari, karena hal ini baru jelas terlihat bila
kesadaran menurun (tidur). Untuk ini diperlukan observasi yang
lama dan tenang. Kalau perlu digunakan tirai pemisah agar dapat
bekerja dengan tenang. Pada fase hiperpne dari pernafasan Cheyne-
Stokes pasien mendengus atau mengerang (kadang-kadang disertai
batuk dan mual).
Tipe pernapasan Kussmaul adalah tipe pernapasan yang cepat dan
dalam; keadaan ini ditemukan pada asidosis metabolik seperti
18
dehidrasi, hipoksia, atau keracunan salisilat. Tipe pernapasan Biot
ditandai dengan irama yang sama sekali tidak teratur, dan biasanya
merupakan petunjuk terdapatnya penyakit susunan saraf pusat
seperti ensefalitis atau poliomielitis bulbaris.
Takipne adalah pernapasan yang cepat yang seringkali terlihat pada
pelbagai penyakit paru. Pada bayi dan anak kecil takipne ini
merupakan tanda dini gagal jantung. Bradipne, atau pernapasan
yang lambat, terdapat pada gangguan pusal pernapasan, tekanan
intrakranial meninggi, pengaruh obat sedatif, alkalosis, atau
keracunan. Hiperpne adalah pernapasan yang dalam, dapat terjadi
asidosis, anoksia, serta kelainan susunan saraf pusat. Hipopne adalah
pernapasan yang dangkal, dan biasanya menunjukkan terdapatnya
gangguan susunan samf pllsal. Pernapasan yang kedalamannya
normal disebut eupne. Penghitungan frekweni pernafasan
mempunyai efek psikologis. Karena itu lakukanlah penghitungan
seolah-olah sedang menghitung nadi. Normal 16 – 20 x/min, (18± 2)
Dispne berarti kesulitan bernafas yang ditandai oleh pernapasan
cuping hidung(pasien mengembangkan cuping hidung sewaktu
bernafas. Kadang-kadang sukar dilihat. Berikan perhatian khusus
untuk ini. Hal ini sering ditemuka pada pneumonia. Kalau mulut
dibuka pernafasan cuping hidung sering menghilang. Suruhlah pasien
membasahi bibirnya dan kemudian menutupmulut), retraksi
subkostal, interkostal suprastenal, dapat disertai sianosis dan
takipne. perlu diperhatikan apakah distres terjadi terutama pada
inspirasi atau ekspirasi. Dispne pada inspirasi lebih mengarah pada
obstruksi tinggi, sedangkan distres pada ekspirasi lebih mengarah ke
obstruksi rendah. Dispne juga terjadi akibat latihan fisis, nyeri,
ketakutan, anemia, atau gagal jantung. Sewaktu bernafas, pasien
sering menggunakan otot pernafasan pembantu, yang mudah
ditemukan pada gugusan otot skalenus (gejala dini).
19
Ortopne berarti kesulitan napas bila pasien berbaring, yang
berkurang apabila pasien duduk atau berdiri; keadaan ini terdapat
pada asma, gagal jantung, edema paru, epiglotitis, croup, dan
fibrosis kistik. Dispne nokturnal paroksismal terjadi beberapa jam
setelah pasien tidur, biasanya tengah malam, merupakan tanda
edema paru akut misaInya pada stenosis mitral berat.
Ekspirasi yang memanjang ditemukan pada asma bronkial dan pada
emfisema paru.
Stridor pada saat ekspirasi ditemukan pada penyempitan bronkus
kecil, stridor dapat juga timbul pada pasien yang tidur terlentang
dengan lidah yang jatuh ke belakang
Pengukuran temperaturSuhu tubuh diukur dengan mempergunakan termometer badan.
Pada umumnya yang diukur ialah suhu aksila. Sebelum termometer
dipakai permukaan air raksa termometer harus diturunkan sampai di
bawah 35 derajat C dengan mengibas-ngibaskan termometer.
Setelah itu termometer dikepitkan di aksila.
Pada bayi di bawah umur 2 tahun suhu dapat pula diukur di rektum
atau lipat paha, terakhir ini jarang dilakukan. Suhu rektum diukur
dengan termometer rektal, sebelum dipakai harus diolesi dengan
vaselin lebih dahulu. Bayi diletakkan dalam posisi tidur miring
dengan lutut sedikit dibengkokkan, kemudian masukkan termometer
ke dalam anus dengan arah sejajar dengan kolumna vertebralis,
sampai reservoar air raksa berada di belakang sfingter. Setelah itu
lipatan bokong saling dirapatkan. Janganlah mengukursuhu rektum
dengan bayi dalam posisi telentang, karena dapat menyebabkan
termometer pecah atau menembus dinding rektum.
Meskipun seringkali kita mengabaikan untuk mengukur temperatur
pasien rawat jalan, pengukuran ini seharusnya dilakukan bilamana
20
anda menyangka adanya abnormalitas suhu tubuh. Rata-rata suhu
oral biasanya 370 C, naik turun sedikit. Pada dini hari mungkin turun
sampai 35,80 C, dan di sore hari atau petang naik lagi menjadi sekitar
37,30 C.
Temperatur rectal terukur lebih tinggi dari temperatur oral dengan
selisih sekitar 0,40 C sampai 0,50 C, namun perbedaan ini sangat
bervariasi. Sebaliknya temperatur axilar lebih rendah dari temperatur
oral dengan selisih sekitar 10 , namun membutuhkan waktu lebih
lama (5-10 menit) dan secara umum dianggap kurang akurat
dibanding oral dan rectal.
Hampir semua pasien memilih pemeriksaan temperatur oral daripada
rectal. Namun, pengukuran temperatur oral tidak direkomendasikan
jika pasien tidak sadar, gelisah, atau tidak bisa menutup mulut
mereka. Pembacaan temperatur mungkin menjadi tidak akurat dan
termometer mungkin bisa pecah akibat pergerakan rahang pasien
yang tidak diharapkan.
Untuk temperatur oral, anda dapat memilih termometer gelas atau
elektronik. Jika menggunakan termometer gelas, kocoklah
temperatur agar turun sampai angka 350 C atau dibawahnya,
masukkan dibawah lidah, dan mintalah pasien untuk menutup
mulutnya, kemudian tunggu selama 3 – 5 menit. Kemudian bacalah
termometer, masukkan kembali selama 1 menit, kemudian bacalah
lagi. Jika temperatur masih naik, ulanglah pengukuran ini sampai
pembacaan sudah stabil.
Perhatikan bahwa cairan panas atau dingin dan merokok dapat
mempengaruhi pembacaan temperatur. Pada situasi ini paling baik
21
jika anda menunda mengukur temperatur selama 10 sampai 15
menit.
Jika anda menggunakan termometer elektronik, pasanglah secara
hati-hati penutup probe disposable dan masukkan termometer
dibawah lidah. Mintalah pasien untuk menutup mulut, dan kemudian
lihatlah dari dekat indikator digital. Pembacaan temperatur yang
akurat biasanya membutuhkan waktu 10 detik.
Untuk memeriksa temperatur rectal, mintalah pasien untuk berbaring
pada satu sisi dengan pinggul menekuk. Pilihlah termometer rectal
dengan ujung tumpul, lakukan lubrikasi, dan masukkan sekitar 3 cm
sampai 4 cm (1,5 inchi) ke dalam anal canal dengan arah menunjuk
pada umbilicus. Lepaskan termometer setelah 3 menit kemudian
bacalah. Sebagai alternatif, anda juga bisa menggunakan
termometer elektronik setelah melakukan lubrikasi pada penutup
probe. Tunggu 10 detik sampai bacaan temperatur tampak.
Pengukuran temperatur membrana timpani menjadi semakin biasa
dilakukan dan lebih praktis, cepat, aman dan reliable jika dilakukan
dengan benar. Yakinkanlah bahwa Meatus Acusticus Externus bebas
dari serumen. Posisikan probe dalam canal sedemikian sehingga
sinar infrared sampai ke membrana timpani (jika tidak, maka
pengukuran menjadi tidak valid). Tunggu 2 sampai 3 detik sampai
pembacaan temperatur digital muncul. Metode ini bisa mengukur
core body temperature, yang biasanya lebih tinggi sekitar 0,80 C dari
temperatur oral.
Demam adalah manifestasi pelbagai penyakit. Suhu tubuh dapat
sedikit meningkat apabila anak menangis, setelah makan, setelah
bermain, dan ansietas. Infeksi bakteri, virus, protozoa, dehidrasi
serta heat stroke menyebabkan demam dari yang ringan sampai
hiperpireksia. Demam juga dapat terjadi pada trauma otak, tumor
22
otak, keganasan, penyakit jaringan ikat, reaksi transfusi, reaksi obat
dan lain-Iainnya. Hipertermia (suhu tubuh>41°c) adalah keadaan
yang berbahaya sehingga perlu penurunan suhu tubuh dengan
segera. Hipotermia (suhu tubuh <35°c juga dapat berakibat fatal,
terutama pada bayi-bayi prematur. Infeksi berat, termasuk sepsis,
yang pada anak besar disertai dengan demam, pada bayi baru lahir
terutama prematur justru dapat disertai hipotermia. Hipotermia juga
terdapat pada dehidrasi dan renjatan.
Takikardia relatif adalah kenaikan suhu 10 C akan mengakibatkan
percepatan nadi ±/ 16x/min. Pada bradikardi relatif kenaikan suhu
10 C menyebakan percepatan nadi hanya kira-kira 8 kali/menit,
misalnya tifus abdominalis
PROSEDUR PELATIHAN
TEKNIK PEMERIKSAAN VITAL SIGN
Tujuan
Menerapkan teknik pemeriksaan vital sign
Sarana :
1. Ruang pemeriksaan
2. Bed Periksa
3. kursi dokter
4. meja dokter
5. kursi pasien
6. Tensimeter
7. Stethoscope
8. Termometer
23
Tata Laksana
A. Peragaan oleh Instruktur
Instruktur memperagakan pemeriksaan vital sign terhadap
probandus (salah satu mahasiswa pria). Seluruh mahasiswa
memperhatikan peragaan tersebut untuk diterapkan pada sesi
role play.
B. Role Play
Secara bergiliran, anggota kelompok berperan sebagai :
- Dokter muda
- Pasien
sedangkan anggota kelompok yang lain berperan sebagai
pengamat dan mengisi lembar penilaian, serta memberikan feed
back saat diskusi.
Skenario :
Dokter muda siap dalam ruang periksa
Pasien memasuki ruang periksa.
Saat pasien memasuki ruangan, dokter menyambutnya. Karena sudah
mengadakan perjanjian sebelumnya untuk mengadakan sesi
pemeriksaan pemeriksaan vital sign, pasien langsung dipersilahkan
tidur di bed periksa.
Dokter muda melakukan pemeriksaan vital sign. Saat melakukan
pemeriksaan vital sign, dokter muda menyebutkan secara lengkap
prosedur pemeriksaan tersebut kepada instruktur dan rekan sesama
mahasiswa.
Setelah selesai, pasien dipersilahkan untuk menunggu di luar ruang
periksa, dan dokter mengisi catatan hasil pemeriksaan vital sign-nya
pada ceklist yang telah disediakan.
24
C. Feed back dan diskusi
Setelah semua mahasiswa mencoba peran sebagai dokter, masing-
masing mahasiswa memberikan feed back terhadap penampilan
temannya yang memerankan dokter. Kemudian dilanjutkan dengan
feed back dari instruktur.
Pelatihan diakhiri dengan diskusi dan tanya jawab serta kesimpulan.
CHECK LIST
TEKNIK PEMERIKSAAN VITAL SIGN
NAMA MAHASISWA :............................................ NIM : ...............................
NO TINDAKAN
PENILAIAN
TIDAK
DILA
KUKAN
DILAKUKAN
KURANGBENA
R
Tekanan darah
I Persiapan alat
1 kolom air raksa Tensimeter pada titik
nol
2 kecepatan penurunan kolom air raksa
25
pada keadan ventil terbuka penuh
3 kantong karet manchet tidak
menggelembung waktu dipompa
4 tekanan yang rata pada seluruh lebar
manchet (13 cm)
5 Kolom air raksa harus tegak lurus
6 pastikan bahwa ruang pemeriksaan
dalam kondisi tenang, hangat dan
nyaman
II Persiapan pasien
1 instruksi pada pasien: tidak merokok
atau minuman berkafein 30 menit
sebelumnya
2 pasien duduk diam di kursi (bukan di
bed periksa) sekurang-kurangnya 5
menit, dengan kaki posisi di lantai
3 catat keadaan pasien pada waktu
tekanan darah diukur (duduk,
berbaring tenang, tidur,
menangis,dll)
4 Lengan penderita diposisikan setinggi
posisi jantung.
6 lengan yang diperiksa tidak ditutupi
pakaian
7 Palpasi arteri brakialis untuk
konfirmasi denyut nadi
8 Posisikan lengan dengan benar
9 Pasien duduk: letakkan lengan di
meja sedikit diatas pinggang pasien.
26
10 Pasien berdiri: topang lengan pasien
setinggi pertengahan dada.
III mengukur tekanan darah
1 Pasang bagian tengah inflatable
bladder diatas arteri brakialis
2 Batas bawah manset 2,5 cm diatas
fossa cubiti
3 Pasang manset dengan rapat
4 Posisi lengan pasien sedikit tertekuk
di siku
5 Tentukan tekanan awal yang
seharusnya diberikan (Perkirakan
tekanan sistolik dengan palpasi,
tambahkan 30 mmHg)
6 lakukan pembacaan dengan posisi
mata sejajar dengan meniscus
7 Bila menemukan auscultatory gap
maka catatlah antara tekanan berapa
sampai berapa
8 Kempeskanlah manset secara
sempurna
9 tunggu 15 sampai 30 detik
10 letakkan bell stetoskop secara ringan
diatas arteri brakialis
11 Kembangkanlah manset secara cepat
sampai mencapai tekanan yang telah
diperkirakan sebelumnya
12 kempeskan perlahan pada kecepatan
sekitar 2-3 mmHg/detik
13 Catat angka dimana terdengar suara
27
sedikitnya 2 detak suara berurutan
(tekanan sistolik)
14 bulatkan hasil bacaan sampai
ketelitian 5 mm
15 Terus turunkan tekanan manset
perlahan hingga suara korotkoff
menghilang (tekanan diastolik)
16 dengarkan sampai tekanan terus
turun sampai 10-20 mmHg
dibawahnya
17 Kempeskan manset secara cepat
sampai tekanan nol
18 Tunggu 2 menit, kemudian ulangi
pengukuran tekanan darah
19 Ambillah rata-rata dari kedua
pengukuran tersebut
20 Jika hasil kedua pemeriksaan berbeda
> 5 mmHg, lakukanlah pengukuran
tambahan.
21 Tekanan darah diambil di kedua
lengan, minimal satu kali
Nadi
I a. Laju nadi
1 tekan arteri radialis dengan
permukaan ujung jari tengah dan jari
telunjuk sampai terasanya denyutan
secara maksimal
2 Jika iramanya reguler dan frekwensi
denyutannya terkesan normal,
hitunglah frekwensi denyut selama 15
28
detik dan kalikan 4
3 jika frekwensi denyut terkesan terlalu
cepat atau terlalu lambat, hitunglah
frekwensi denyut selama 60 detik
4 Jika irama jantung tidak teratur,
periksa frekwensi jantung dengan
auscultasi jantung
5 Lakukan pemeriksaan nadi pada
keempat ekstremitas
II b.lrama nadi
1 Jika terasa adanya ketidakteraturan,
cek irama jantung dengan stetoskop
pada apex cordis
2 Jika tidak teratur, identifikasi
polanya :
3 c. Kualitas nadi
4 perhatikan Isi perabaan nadi
5 Pulsus seler
6 Quinke's pulse
7 pistol shot sign
8 Durosiez sign
9 Pulsus parvus et tardus
10 Pulsus alterrums
11 Pulsus paradoksus
III d. Ekualitas nadi
1 periksa kesaman perabaan isi nadi
pada keempat ekstremitas
Respirasi
29
I Frekwensi dan Irama
Pernapasan
1 Perhatikan laju pernapasan
2 Hitung jumlah pernapasan dalam 1
menit (Cara inspeksi, Cara palpasi,
Cara auskultasi)
3 Perhatikan irama pernapasan
4 Perhatikan kedalaman pernapasan
5 Perhatikan upaya pasien untuk
bernapas
6 Perhatikan tipe atau pola pernapasan
Temperatur
I Suhu aksilar
1 Permukaan air raksa termometer
diturunkan s/d <350C dengan
mengibas-ngibaskan termometer
2 Pastikan aksila dalam kondisi kering
Termometer dikepitkan di aksila.
II Suhu rektal
1 Suhu rektum diukur dengan
termometer rektal
2 sebelum dipakai harus diolesi dengan
vaselin
3 mintalah pasien untuk berbaring pada
satu sisi dengan pinggul menekuk
4 masukkan termometer ke dalam anus
3-4 cm dengan arah sejajar dengan
kolumna vertebralis (dengan arah
menunjuk pada umbilicus)sampai
reservoar air raksa berada di belakang
30
sfingter
5 Setelah itu lipatan bokong saling
dirapatkan
6 Lepaskan termometer setelah 3 menit
kemudian bacalah
31