web viewsekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa...

44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat sangat membantu proses perkembangan disemua aspek kehidupan bangsa. Salah satunya pada aspek pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi masa depan sehingga pelaksanaan pendidikan harus berorientasi pada wawasan kehidupan mendatang. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus diselesaikan secara berkesinambungan. Hal tersebut dapat dipahami karena sekolah ditentukan oleh berbagai faktor yang berkaitan. Faktorfaktor tersebut antara lain adalah faktor guru, murid, lingkungan, sarana dan prasarana belajar. Anggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan membosankan, sering menjadi alasan mengapa sebagian orang tidak menyukai matematika. Karena matematika merupakan ilmu pasti, tidak lepas dari angka dan rumus, maka sebagai orang yang berada dalam lingkungan pendidikan, sangat diperlukan trobosan inovasi yang dapat membangun minat masyarakat terhadap matematika. Sehingga matematika bukan lagi mata pelajaran yang

Upload: lynhan

Post on 17-Feb-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

semakin pesat sangat membantu proses perkembangan disemua aspek

kehidupan bangsa. Salah satunya pada aspek pendidikan. Pendidikan

sebagai suatu proses untuk menyiapkan generasi masa depan sehingga

pelaksanaan pendidikan harus berorientasi pada wawasan kehidupan

mendatang. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan masalah yang harus

diselesaikan secara berkesinambungan. Hal tersebut dapat dipahami karena

sekolah ditentukan oleh berbagai faktor yang berkaitan. Faktorfaktor

tersebut antara lain adalah faktor guru, murid, lingkungan, sarana dan

prasarana belajar.

Anggapan bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit dan

membosankan, sering menjadi alasan mengapa sebagian orang tidak

menyukai matematika. Karena matematika merupakan ilmu pasti, tidak

lepas dari angka dan rumus, maka sebagai orang yang berada dalam

lingkungan pendidikan, sangat diperlukan trobosan inovasi yang dapat

membangun minat masyarakat terhadap matematika. Sehingga matematika

bukan lagi mata pelajaran yang menjenuhkan, tetapi pelajaran yang ringan

dan menyenangkan. Diperlukan sebuah strategi, pendekatan, metode dan

teknik pembelajaran yang menarik dan tepat untuk mengubah image

matematika menjadi pelajaran yang menyenangkan. Semuanya itu

terangkum dalam model pembelajaran yang merupakan konsepsi untuk

mengajarkan materi dalam mencapai tujuan tertentu.

Belajar matematika merupakan suatu proses membangun konsep

sehingga matematika tidak statis, namun dinamis. Karena itu, untuk

memahami matematika, siswa perlu mengkonstruksi konsep atau prinsip

matematika menurut konstruksinya sendiri (Herman Hudojo, 2002:427).

Mastuhu (2003:77) dalam bukunya Menata Ulang Pemikiran Sistem

Page 2: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

Pendidikan Nasional Abad 21 mengemukakan bahwa paradigma baru

diantaranya memiliki ciri : mementingkan proses metodologi pembelajaran

yang terus berkembang dan semakin canggih, metode pembelajaran tersebut

harus memenuhi dua hal yaitu kesesuaian antara metode pembelajaran

dengan materi ajar dan kesesuaian antara metode belajar dengan

kemampuan peserta didik.

Pendekatan pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam

kegiatan belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki

anak didik akan ditentukan oleh kerelevansian penggunaan suatu

pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan. Hal ini berarti tujuan

pembelajaran akan dicapai dengan menggunakan pendekatan yang tepat,

sesuai dengan standar keberhasilan yang terpatri di dalam suatu tujuan.

Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran bermacam-

macam, penggunaan tergantung dari rumusan tujuan. Dengan bergairahnya

belajar, anak didik tidak sukar untuk mencapai tujuan pembelajaran, karena

bukan guru yang memaksakan anak didik untuk mencapai tujuan tetapi anak

didiklah dengan sadar untuk mencapai tujuan (Syaiful Bahri& Aswan Zain,

2006:45).

Tujuan proses belajar mengajar secara ideal yaitu agar semua peserta

didik dapat menguasai bahan belajar secara maksimal. Hal inilah yang

disebut “mastery learning” atau belajar tuntas, artinya sebuah pola

pembelajaran yang mengharuskan pencapaian siswa secara tuntas, terhadap

setiap unit pembahasan dan pemberian tes formatif pada setiap

pembelajaran baik sebelum maupun sesudahnya untuk mengukur tingkat

penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran yang telah mereka pelajari serta

penguasaan minimal 80% dari isi kurikulum (Ellis, 1993:108 dalam

Syafruddin Nurdin, 2005:xiii).

Salah satu faktor penghambat dalam proses pencapaian tujuan

pendidikan yaitu pendekatan pembelajaran yang masih didominasi peran

guru (teacher centered) yang meletakkan guru sebagai pemberi pengetahuan

bagi siswa dan cara penyampaian pengetahuan cenderung masih didominasi

Page 3: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

dengan metode ceramah, yang mana siswa kurang diberi kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan berfikir holistik (menyeluruh), kreatif,

obyektif, dan logis. Penggunaan metode ceramah yang dominan tersebut

menyebabkan partisipasi rendah, kemajuan siswa, perhatian dan minat siswa

tidak dapat dipantau (Mukhtar dan Yamin, 2002:25).

Beberapa cara untuk menumbuhkan motivasi adalah melalui cara

mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan

stimulus baru misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik,

memberi kesempatan peserta didik untuk menyalurkan keinginan

belajarnya, menggunakan media dan alat Bantu yang menarik perhatian

peserta didik, seperti gambar, foto, diagram, dan sebagainya. secara umum

peserta didik akan terangsang untuk belajar (terlibat aktif dalam pengajaran)

apabila ia melihat bahwa situasi pengajaran cenderung memuaskan dirinya

sesuai dengan kebutuhannya (Ahmad Rohani, 2004:12).

Pembelajaran untuk mengaktifkan siswa salah satunya adalah dengan

menggunakan pendekatan pembelajaran problem based learning (PBL).

PBL adalah pendekatan pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal

cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian

masalah-masalah di dunia nyata. Penerapan pendekatan pembelajaran

problem based learning (PBL) siswa dituntut bertanggungjawab atas

pendidikan yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu

tergantung pada guru.

Problem Based Learning (PBL) membentuk siswa mandiri yang dapat

melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang akan dijalaninya.

Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator atau tutor yang memandu

siswa menjalani proses pendidikannya. Guru dalam pengajaran berbasis

masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan

memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak

dapat dilaksanakan jika guru tidak mengembangkan lingkungan kelas yang

memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Intinya, siswa

Page 4: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

dihadapkan situasi masalah yang otentik yang bermakna yang dapat

menantang siswa untuk memecahkannya (Nurhadi, 2004:109).

Proses belajar Problem Based Learning (PBL) dibentuk dari

ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia nyata. Hal ini

digunakan sebagai pendorong bagi siswa untuk belajar mengintegrasikan

dan mengorganisasi informasi yang diperoleh, sehingga nantinya dapat

selalu diingat dan diaplikasikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang

dihadapi. Masalah-masalah yang didesain dalam PBL memberi tantangan

pada siswa untuk lebih mengembangkan ketrampilan berfikir kritis dan

mampu menyelesaikan masalah secara efektif, sehingga diharapkan

penerapan pendekatan PBL dapat mengatasi kesulitan atau memecahkan

masalahmasalah yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, akibatnya

dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut di atas terdapat beberapa masalah

yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran berbasis masalah (PBL) itu?

2. Mengapa menggunakan PBL ?

3. Bagimana mengimplementasikan PBL dalam pembelajaran ?

4. Ciri-ciri model pembelajaran berbasis masalah (PBL) ?

5. Teori belajar yang mendukung pembelajaran berbasis masalah (PBL) ?

C. Tujuan

Dari identifikasi masalah tersebut di atas terdapat beberapa tujuan

yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

D. Manfaat

1. Manfaat teoritisSecara umum penelitian ini memberikan sumbangan kepada dunia

pendidikan untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

Page 5: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

matematika. Bila kualitas pembelajaran baik tidak bisa sipungkiri lagi

prestasi belajar matematika peserta didikpun juga baik. Prestasi belajar

dapat dijadikan pendorong bagi peserta didik dalam meningkatkan

ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai umpan balik

dalam dunia pendidikan.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, studi ini dapat dimanfaatkan

(a) sebagai masukan bagi pengajar (guru) dan sekolah untuk

menggunakan pendekatan Problem Based Learning pada proses

pembelajaran matematika untuk meningkatkan persepsi,

motivasi serta imajinasi siswa sehingga hasil prestasi belajarnya

juga baik,

(b) sebagai bahan acuan, perbandingan ataupun referensi bagi para

peneliti yang melakukan penelitian yang sejenis.

Page 6: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

BAB II

PEMBAHASAN

A. Problem Based Learning (PBL)

Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli

pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran

konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan

paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari

belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata

lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi

lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa

belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif

mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana

siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan

menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari

(inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan

pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat

menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran

inovatif.

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning),

selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran

inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL

adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan

suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat

mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan

sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002;

Stepien, dkk.,1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997), Fogarty(1997)

menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan

membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-

masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus

dalam belajar.

Page 7: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1. belajar dimulai dengan suatu masalah,

2. memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia

nyatasiswa/mahasiswa,

3. mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin

ilmu,

4. memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam

membentuk danmenjalankan secara langsung proses belajar mereka

sendiri,

5. menggunakan kelompok kecil,

6. menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka

pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.

Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran

dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh

siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa

yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk

memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap

menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam

belajar.

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat

diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi

pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama

dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang

berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis,

merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data,

menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan,

berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa

model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan

kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang

apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya

dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

Page 8: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

B. Kegunaan Problem Based Learning (PBL)

PBL merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada

kerangka kerja teoritik konstruktivisme. Dalam model PBL, fokus

pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga pebelajar tidak saja

mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga

metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu,

pembelajar tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah

yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar

yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam

pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis.

Bila pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah, apalagi kalau

masalah tersebut bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidaksetimbangan

kognitif pada diri pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu

sehingga memunculkan bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah

seperti “apa yang dimaksud dengan….”, “mengapa bisa terjadi….”,

“bagaimana mengetahuinya…” dan seterusnya. Bila pertanyaan-pertanyaan

tersebut telah muncul dalam diri pebelajar maka motivasi intrinsik mereka

untuk belajar akan tumbuh. Pada kondisi tersebut diperlukan peran guru

sebagai fasilitator untuk mengarahkan pebelajar tentang “konsep apa yang

diperlukan untuk memecahkan masalah”, “apa yang harus dilakukan” atau

“bagaimana melakukannya” dan seterusnya. Dari paparan tersebut dapat

diketahi bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat mendorong

siswa/mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.

Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana

berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada

bagaimana dia membelajarkan dirinya.

Lebih lanjut Arends (2004) menyatakan bahwa ada tiga hasil belajar

(outcomes) yang diperoleh pebelajar yang diajar dengan PBL yaitu:

1. inkuiri dan ketrampilan melakukan pemecahan masalah,

2. belajar model peraturan orang dewasa (adult role behaviors), dan

Page 9: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

3. ketrampilan belajar mandiri (skills for independent learning). Inkuiri dan

ketrampilan proses dalam pemecahan masalah telah dipaparkan

sebelumnya.

Siswa yang melakukan inkuiri dalam pempelajaran akan

menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking skill)

dimana mereka akan melakukan operasi mental seperti induksi, deduksi,

klasifikasi, dan reasoning. PBL juga bertujuan untuk membantu pebelajar

siswa/mahasiswa belajar secara mandiri.

Pembelajaran PBL dapat diterapkan bila didukung lingkungan

belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar konstruktivistik mencakup

beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam Reigeluth (Ed), 1999:218): kasus-

kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive

tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan

sosial dan kontekstual.

Kasus-kasus berhubungan, membantu pebelajar untuk memahami

pokok-pokok permasalahan secara implisit. Kasus-kasus berhubungan dapat

membantu siswa/mahasiswa belajar mengidentifikasi akar masalah atau

sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah yang lain.

Kegiatan belajar seperti itu dapat membantu pebelajar meningkatkan

kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Fleksibelitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya

memahami kompleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan.

Fleksibelitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi

pebelajar untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan

pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibelitas kognisi dapat

menumbuhkan kreativitas berpikir divergen didalam mempresentasikan

masalah. Dari masalah yang siswa/mahasiswa tetapkan, mereka dapat

mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat

mengemukakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat

didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum dilaksanakan.

Page 10: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi pebelajar dalam

menyelidiki permasalahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan

perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang

permasalahan. Dalam konteks belajar sains (kimia), pengetahuan sains yang

dimiliki siswa terhadap masalah yang dipecahkan dapat digunakan sebagai

acuan awal dan dalam penelusuran bahan pustaka sesuai dengan masalah

yang mereka pecahkan.

Cognitive tools, merupakan bantuan bagi pelajar untuk

meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools

membantu pebelajar untuk merepresentasi apa yang diketahuinya atau apa

yang dipelajarinya, atau melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian

tugas-tugas.

Pemodelan yang dinamis, adalah pengetahuan yang memberikan

cara-cara berpikir dan menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara

untuk mengungkapkan pemahaman mereka terhadap suatu fenomena.

Pemodelan membantu mahasiswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan,

“apa yang saya ketahui” dan “apa artinya”.Percakapan dan kolaborasi,

dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi secara

tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif

dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta

diskusi dapat membatu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah,

argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah. Dukungan sosial dan kontekstual,

berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran

dapat membuat pebelajar termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan

sosial dalam kelompok, adanya kondisi yang saling memotivasi antar

pebelajar dapat menumbuhkan kondisi ini. Suasana kompetitif antar

kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan sosial dan

kontekstual hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru/dosen untuk

mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa PBL

sebaiknya digunakan dalam pembelajaran karena:

Page 11: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

1. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Siswa/mahasiswa

yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan

pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan

yang diperlukan. Artinya belajar tersebut ada pada konteks aplikasi

konsep. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika

siswa/mahasiswa berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan;

2. Dalam situasi PBL, siswa/mahasiswa mengintegrasikan pengetahuan dan

ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks

yang relevan. Artinya, apa yang mereka lakukan sesuai dengan keadaan

nyata bukan lagi teoritis sehingga masalah-masalah dalam aplikasi suatu

konsep atau teori mereka akan temukan sekaligus selama pembelajaran

berlangsung; dan

3. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan

inisiatif siswa/mahasiswa dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar,

dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja

kelompok.

Gejala umum yang terjadi pada siswa dan mahasiswa pada saat ini

adalah “malas berpikir” mereka cenderung menjawab suatu pertanyaan

dengan cara mengutip dari buku atau bahan pustaka lain tanpa

mengemukakan pendapat atau analisisnya terhadap pendapat tersebut. Bila

keadaan ini berlangsung terus maka siswa atau mahasiswa akan mengalami

kesulitan mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya di kelas dengan

kehidupan nyata. Dengan kata lain, pelajaran di kelas adalah untuk

memperoleh nilai ujian dan nilai ujian tersebut belum tentu relevan dengan

tingkat pemahaman mereka. Oleh sebab itu, model PBL mungkin dapat

menjadi salah satu solusi untuk mendorong siswa/mahasiswa berpikir dan

bekerja ketimbang menghafal dan bercerita.

C. Mengimplementasikan PBL dalam Pembelajaran

Ada beberapa cara menerapkan PBL dalam pembelajaran. Secara

umum penerapan model ini mulai dengan adanya masalah yang diharus

Page 12: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh siswa/mahasiswa. Masalah

tersebut dapat berasal dari siswa/mahasiswa atau mungkin juga diberikan oleh

pengajar. Siswa/mahasiswa akan memusatkan pembelajaran di sekitar

masalah tersebut, dengan arti lain, siswa belajar teori dan metode ilmiah agar

dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya.

Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai dengan langkah-

langkah metode ilmiah. Dengan demikian siswa/mahasiswa belajar

memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Oleh sebab itu,

penggunaan PBL dapat memberikan pengalaman belajar melakukan kerja

ilmiah yang sangat baik kepada siswa/mahasiswa.

1. Langkah-Langkah dalam Problem Based Learning (PBL)

Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa

terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih

dahulu. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-

permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru adalah merangsang

siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas

guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi,

dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.

a. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman

belajar

Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di

berbagai konteks lingkungan siswa antara lain di sekolah, keluarga,

dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan

kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Misalnya, siswa

keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan

wawancara. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman

langsung tentang apa yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar

merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dalam

rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar

dan materi pembelajaran.

Page 13: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

b. Memberikan aktivitas kelompok

Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas

perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk

berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok

terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat

kesulitan penugasan.

c. Membuat aktivitas belajar mandiri

Peserta didik tersebut mampu mencari, menganalisis dan

menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan

guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan

bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan strategi

pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah

mereka peroleh. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus

mengikuti uji-coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup,

dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru

supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri

(independent learning).

d. Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat

Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua

siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal

ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara

langsung dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan

pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan

institusi atau perusahaan tertentu untuk memberikan pengalaman

kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang di tempat kerja.

e. Menerapkan penilaian autentik

Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat

membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan

kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan

tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik

memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa

Page 14: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun

bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah

portfolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis.

Portfolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa

dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan

untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka

memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portfolio juga

memberikan kesempatan yang lebih luas untuk berkembang serta

memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian

angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembelajar

aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk melakukan survey

mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.

Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk

pengerjaan proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai

tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar,

minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Isi dari proyek

akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu

tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh,

siswa diminta membentuk kelompok proyek untuk menyelidiki

penyebab pencemaran sungai di lingkungan siswa.

Dalam penilaian melalui demonstrasi, siswa diminta

menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai

kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat

memberikan evaluasi pertunjukkan siswa. Sebagai contoh, siswa

diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan

mementaskannya dalam pertunjukan drama.

Bentuk penilaian yang terakhir adalah laporan tertulis.

Bentuk laporan tertulis dapat berupa surat, petunjuk pelatihan teknis,

brosur, essai penelitian, essai singkat. Menurut Brooks&Brooks

dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti ini lebih baik

dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan

Page 15: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

ketrampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu

memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan penjabaran yang telah dikemukakan diatas,

kurikulum berbasis kompetensi perlu dikembangkan supaya dapat

diterapkan secara efektif di dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai

pelaksana kurikulum dapat menerapkan strategi pembelajaran

kontekstual supaya dapat memberikan bentuk pengalaman belajar.

Dengan demikian, siswa diharapkan dapat memiliki kecakapan untuk

memecahkan permasalahan hidup sesuai dengan kegiatan belajar yang

mengarahkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam konteks rumah,

masyarakat maupun tempat kerja.

Keberhasilan penerapan pembelajaran kontekstual perlu

melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini, penulis menyarankan supaya

pihak sekolah dan masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya

beberapa hal, yaitu:sumber belajar tidak hanya berasal dari buku dan

guru, melainkan juga dari lingkungan sekitar baik di rumah maupun di

masyarakat; strategi pembelajaran kontekstual memiliki banyak variasi

sehingga memungkinkan guru untuk mengembangkan model

pembelajaran yang berbeda dengan keajegan yang ada; pihak sekolah dan

masyarakat perlu memberikan dukungan baik materiil maupun non-

materiil untuk menunjang keberhasilan proses belajar siswa.

2. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah dalam PBL

Langkah-langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran PBL

paling sedikit ada delapan tahapan (Pannen, 2001), yaitu:

(1) mengidentifikasi masalah

(2) mengumpulkan data

(3) menganalisis data

(4) memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada

(5) memilih cara untuk memecahkan masalah

(6) merencanakan penerapan pemecahan masalah

Page 16: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

(7) melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan

(8) melakukan tindakan (action) untuk memecahkan masalah

Empat tahap yang pertama mutlak diperlukan untuk berbagai

kategori tingkat berfikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai

bila pembelajaran dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berfikir

tingkat tinggi (higher order thinking skills). Dalam proses pemecahan

masalah sehari-hari, seluruh tahapan terjadi dan bergulir dengan

sendirinya, demikian pula keterampilan seseorang harus mencapai

seluruh tahapan tersebut.

Langkah mengidentifikasi masalah merupakan tahapan yang

sangat penting dalam PBL. Pemilihan masalah yang tepat agar dapat

memberikan pengalaman belajar yang mencirikan kerja ilmiah seringkali

menjadi ”masalah” bagi guru dan siswa. Artinya, pemilihan masalah

yang kurang luas, kurang relevan dengan konteks materi pembelajaran,

atau suatu masalah yang sangat menyeimpang dengan tingkat berpikir

siswa dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran. Oleh

sebab itu, sangat penting adanya pendampingan oleh guru/dosen pada

tahap ini. Walaupun guru/dosen tidak melakukan intervensi terhadap

masalah tetapi dapat memfokuskan masalah melalui pertanyaan-

pertanyaan agar siswa/mahasiswa melakukan refleksi lebih dalam

terhadap masalah yang dipilih. Dalam hal ini guru/dosen harus berperan

sebagai fasilitator agar pembelajaran tetap pada bingkai yang

direncanakan.

Suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam PBL

adalah pertanyaan berbasis why bukan sekedar how. Oleh karena itu,

setiap tahap dalam pemecahan masalah, keterampilan mahasiswa dalam

tahap tersebut hendaknya tidak semata-mata keterampilan how, tetapi

kemampuan menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan

dapat terjadi. Tahapan dalam proses pemecahan masalah digunakan

sebagai kerangka atau panduan dalam proses belajar melalui PBL.

Page 17: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

Namun yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah

kemampuannya untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya

permasalahan tersebut serta kedudukan permasalahan tersebut dalam

tatanan sistem yang sangat luas. Apalagi jika PBL digunakan untuk

proses pembelajaran di perguruan tinggi

3. Prinsip-Prinsip dalam Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

Pembelajaran berbasis masalah secara khusus melibatkan siswa

bekerja pada masalah dalam kelompok kecil yang terdiri dari lima orang

dengan bantuan asisten sebagai tutor. Masalah disiapkan sebagai konteks

pembelajaran baru. Analisis dan penyelesaian terhadap masalah itu

menghasilkan perolehan pengetahuan dan keterampilan pemecahan

masalah. Permasalahan dihadapkan sebelum semua pengetahuan relevan

diperoleh dan tidak hanya setelah membaca teks atau mendengar

ceramah tentang materi subjek yang melatarbelakangi masalah tersebut.

Hal inilah yang membedakan antara PBL dan metode yang berorientasi

masalah lainnya.

Tutor berfungsi sebagai pelatih kelompok yang menyediakan

bantuan agar interaksi siswa menjadi produktif dan membantu siswa

mengidentifikasi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan

masalah. Hasil dari proses pemecahan masalah itu adalah, siswa

membangun pertanyaan-pertanyaan (isu pembelajaran) tentang jenis

pengatahuan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah? Setelah

itu, siswa melakukan penelitian pada isu-isu pembelajaran yang telah

diidentifikasi dengan menggunakan berbagai sumber. Untuk ini siswa

disediakan waktu yang cukup untuk belajar mandiri. Proses PBL akan

menjadi lengkap bila siswa melaporkan hasil penelitiannnya (apa yang

dipelajari) pada pertemuan berikutnya. Tujuan pertama dari paparan ini

adalah untuk menunjukkan hubungan antara pengetahuan baru yang

diperoleh dengan masalah yang ada ditangan siswa. Fokus yang kedua

adalah untuk bergerak pada level pemahaman yang lebih umum,

Page 18: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

membuat kemungkinan transfers pengetahuan baru. Setelah melengkapi

siklus pemecahan masalah ini, siswa akan memulai menganalisis masalah

baru, kemudian diikuti lagi oleh prosedur: analisis- penelitian- laporan

4. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Berbagai pengembang pembelajaran berbasis masalah telah

menunjukkkan ciri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.

a. Pengajuan masalah atau pertanyaan

Pengajaran berbasis masalah bukan hanya

mengorganisasikan prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik

tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan

pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya

secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

Mereka dihadapkan situasi kehidupan nyata yang autentik ,

menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya

berbagai macam solusi untuk situasi itu. Menurut Arends (dalam

Abbas, 2000:13), pertanyaan dan masalah yang diajukan haruslah

memenuhi criteria sebagai berikut.

(1) Autentik

yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan

dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin

ilmu tertentu.

(2) Jelas

yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti

tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya

menyulitkan penyelesaian siswa.

(3) Mudah dipahami

yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah

dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai

dengan tingkat perkembangan siswa.

Page 19: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

(4) Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya

bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi

pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan

sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun

tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan.

(5) Bermanfaat

yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan

haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah

maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang

bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan

kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta

membangkitkan motivasi belajar siswa.

b. Penyelidikan autentik

Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan

autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,

mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan

dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika

diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.

Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang

sedang dipelajari.

c. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya

Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk

menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak

dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian

masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip

debat, laporan, model fisik, video atau program komputer (Ibrahim

& Nur, 2000:5-7 dalam Nurhadi, 2003:56)

Page 20: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

d. Kerjasama

Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa

yang bekerjasama satu sama lain, paling sering secara berpasangan

atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi

untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan

memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk

mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

5. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah

Pengajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahapan utama

(menurut Nurhadi, 2003:58-59). Kelima tahapan itu dimulai dengan guru

memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan

penyajian dan analisis hasil kerja siswa :

Lebih lanjut Arends (2004) merinci langkah-langkah

pelaksanaan PBL dalam pengajaran. Arends mengemukakan ada 5 fase

(tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL. Fase-

fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan praktis yang dilakukan dalam

kegiatan pembelajaran dengan PBL sebagaimana disajikan pada :

a. Fase Aktivitas Guru

Fase 1: Mengorientasikan siswa/mahasiswa pada masalah

Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan

pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam

penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru/dosen

harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh

siswa/mahasiswa dan juga oleh dosen. Disamping proses yang akan

berlangsung, sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru/dosen

akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting

untuk memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam

pembelajaran yang akan dilakukan.

Fase 2: Mengorganisasikan siswa/mahasiswa untuk belajar

Page 21: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan

masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa/mahasiswa

belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat

membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu,

guru/dosen dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan

membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing

kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.

Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif

dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus

heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang

efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru/dosen sangat

penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing

kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama

pembelajaran.

Setelah mahasiswa diorientasikan pada suatu masalah dan

telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan mahasiswa

menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas

penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini

adalah mengupayakan agar semua mahasiswa aktif terlibat dalam

sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini

dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.

Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi

permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun

pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni

pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan

memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi

merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus

mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan

eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul

memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar

Page 22: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

mahasiswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan

membangun ide mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya lebih dari

sekedar membaca tentang masalah-masalah dalam buku-buku. Guru

membantu mahasiswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan

pertanyaan pada mahasiswa untuk berifikir tentang massalah dan

ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan

masalah yang dapat dipertahankan.

Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan

mempamerkannya

Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak

(hasil karya) dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis,

namun bisa suatu videotape (menunjukkan situasi masalah dan

pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari

situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian

multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi

tingkat berfikir mahasiswa. Langkah selanjutnya adalah

mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator

pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan

mahasiswa-mahasiswa lainnya, guru-guru, orangtua, dan lainnya

yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.

Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah

Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini

dimaksudkan untuk membantu mahasiswa menganalisis dan

mengevaluasi proses mereka sendiri dan kete-rampilan penyelidikan

dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta

mahasiswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah

dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama

kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah?

Kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka

dapat menerima penjelasan lebih siap dibanding yang lain? Mengapa

Page 23: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi

pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran

tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa

penyebab perubahan itu? Apakah mereka akan melakukan secara

berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih banyak lagi

pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan

menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBL untuk pengajaran.

D. Tujuan dan Hasil Belajar

Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk memberikan

informasi sebanyak-banyaknya pada siswa. PBL dikembangkan untuk

mengembangkan kemampuan keterampilan berpikir, mengembangkan

pengetahuan dan keterampilan memecahan masalah dan keterampilan

intelektual, belajar berbagi peran orang dewasa melalui pelibatan mereka

pada pengalaman nyata, mengembangkan keterampilan belajar pengarahan

sendiri yang efektif (effective self directed learning) (Barraws; 1996: Ibrahim

dan Nur, 2004).

1. Keterampilan Berpikir dan Keterampilan Memecahkan Masalah

Pembelajaran berbasis masalah ditujukan untuk

mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan

berpikir tingkat tinggi tidak sama dengan keterampilan yang

berhubungan dengan pola-pola tingkah laku rutin. Larson (1990) dan

Lauren Resnick (Ibrahim dan Nur, 2004) menguraikan cirri-ciri berpikir

tingkat tinggi seperti berikut.

a. Tidak bersifat algoritmik (noalgoritmic), yakni alur tindakan tidak

sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya.

b. Cenderung kompleks, keseluruihan alurnya tidak dapat diamati dari

satu sudut pandang.

c. Seringkali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan

keuntungan dan kerugian, dari pada yang tunggal.

Page 24: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

d. Melibatkan pertimbangan dan interpretasi.

e. Melibatkan banyak kriteria, yang kadang-kadang bertentangan satu

sama lain.

f. Seringkali melibatkan ketidakpastian. Tidak selalu segala sesuatu

yang berhubungan dengan tugas diketahui.

g. Melibatkan pengaturan diri (self regulated) tentang proses berpikir.

h. Melibatkan pencarian makna menemukan struktur pada keadaan

yang tampaknya tidak teratur.

i. Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja

mental besar,besaran saat melakukan elaborasi dan pertimbangan

yang dibutuhkan.

2. Pemodelan Peranan Orang Dewasa

Resnick ( Ibrahim dan Nur, 2004) mengemukakan bahwa bentuk

pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara

pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis

yang dijumpai di luar sekolah. Aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah

yang dapat dikembangkan adalah:

a. PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.

b. PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong

pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga siswa secara

bertahap dapat memahami peran yang diamati tersebut.

c. PBL melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang

memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan

fenomena dunia nyata dan membangun femahamannya tentang

fenomena itu.

3. Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)

Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada siswa. Siswa

harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana

informasi harus diperoleh, dibawah bimbingan guru (Barrows, 1996).

Dengan bimbingan guru yang secara berulang-ulang mendorong dan

mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan mencari

Page 25: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, siswa belajar

untuk menyelesaikan tugas-tugas itu secara mandiri dalam kehidupan

kelak (Ibrahim dan Nur, 2004).

E. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Berbasis Masalah

Ada berbagai definisi tentang belajar. Dari berbagai definisi yang

dikemukakan para ahli secara singkat dapat dinyatakan: ” apabila seseorang

pada kurun waktu tertentu telah terjadi perubahan tingkah laku dan memiliki

nilai tambah, dari yang tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak terampil

menjadi terampil, maka dia telah belajar sesuatu”. Belajar dan pembelajaran

merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi

fungsional antara siswa denagn guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka

perubahan sikap dan pola piker yang akan menjadi kebaiasaan bagi siswa

yang bersangkutan. Dalam pembelajaran komunikasi yang diharapkan adalah

komunikasi dua arah yaitu antara guru dengan siswa dan sebaliknya, serta

antara siswa denagn siswa.

Ada banyak teori belajar yang dikemukakan para ahli, berikut

disajikan beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran berbasis

masalah dan pada umumnya dijadikan landasan metode pembelajaran dalam

sistem pendidikan.

1. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Ausubel

Menurut Ausubel belajar bermakna timbul jika siswa mencoba

menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang

dimilikinya. Hal itu terjadi, jika siswa belajar konsep yang ada.

Akibatnya, struktur konsep/pengetahuan yang telah dimiliki siswa

mengalami perubahan. Namun demikian, jika pengetahuan baru tidak

berhubungan dengan pengetahuan yang ada, maka pengetahuan baru itu

akan dipelajari siswa melalui belajar hafalan. Artinya, siswa hanya

menerima selanjutnya menghafalkan materi yang sudah diperolehnya.

Hal ini disebabkan pengetahuan yang baru tidak dikembangkan dengan

Page 26: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

keadaan lain atau pengetahuan yang ada. Tetapi pada belajar bermakna

materi yang telah diperoleh dikembangkan dengan keadaan lain sehingga

belajarnya lebih dimengerti.

2. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang melalui

beberapa tahapan, yaitu sensorimotor ( sampai dengan usia 2 tahun),

Concreteoperations(usia 2-11 tahun), dan formal–operations(setelah usia

11 tahun). Pada tahap sensorimotor pengetahuan yang diperoleh masih

sangat terbatas sejalan dengan perkembangan fisik dari anak yang

bersangkutan. Pada tahap Concrete-operationsanak sudah mulai belajar

simbol yang merupakan representasi dari obyek tertentu. Anak mulai

belajar menghubungkan suatu obyek dengan simbol tertentu.

Sedangkan pada tahap formal–operations pengetahuan yang

diperoleh anak semakin kompleks. Karena anak telah banyak

perbendaharaan kata dan memahami arti serta dapat mengasosiasikan

dengan kata-kata lainnya. Dalam tahap ini anak sudah dapat merangkum

atau mengkombinasikan dua konsep atau lebih untuk membentuk suatu

aturan. Kombinasi dari dua aturan atau lebih itu sudah dapat mereka

gunakan untuk memecahkan suatu masalah. Contoh, untuk menghitung

luas sisi kubus berbeda caranya dengan menghitung luas sisi balok,

meskipun prinsip dasar aturannya sama.

Piaget (dalam Ibrahim, 2000:17) mengemukakan bahwa siswa

dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi

dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis

tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa

menghadapi pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan

memodifikasi pengetahuan awal mereka. Pemanfaatan teori Piaget dalam

pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Memusatkan pada proses berfikir dan bukan pada sekedar hasilnya.

b. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan

keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Di dalam kelas,

Page 27: Web viewSekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki keahlian ... siswa diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya

pemberian pengetahuan jadi tidak mendapat penekanan, melainkan

anak didorong menemukan sendiri melalui interaksi spontan dengan

lingkungannya.

c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan

perkembangan.

Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh

melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu

berlangsung pada kecepatan berbeda.