sby diminta selesaikan kasus pelanggaran ham

27
SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Kamis, 19 Maret 2009 Puluhan orang mengatasnamakan Pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (19/3/2009). Mereka meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk tidak larut pada kontestasi politik, dan menunjukkan komitmennya bagi penyelesaian kasus pelanggaran HAM, baik sipil maupun hak ekonomi, sosial, budaya. (Heru Haryono/okezone)

Upload: dhinidhe

Post on 15-Jun-2015

1.642 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Kamis, 19 Maret 2009

Puluhan orang mengatasnamakan Pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (19/3/2009). Mereka meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk tidak larut pada kontestasi politik, dan menunjukkan komitmennya bagi penyelesaian kasus pelanggaran HAM, baik sipil maupun hak ekonomi, sosial, budaya. (Heru Haryono/okezone)

Page 2: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Diduga Korup, Polda Sumut Periksa Bupati Tobasa Hari Ini

Rabu, 20 Januari 2010 - 13:25 wib

korupsi.(ilustrasi:ist)

MEDAN - Kepolisian Daerah Sumatera Utara akan memeriksa Bupati Toba Samosir (Tobasa) Monang Sitorus terkait dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 3 miliar dalam APBD 2005. Pemeriksaan tersebut akan dilakukan oleh Penyidik Satuan III Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reskrim Polda Sumut hari ini. "Kami akan melakukan pemeriksaan terhadap Bupati Tobasa hari ini. Kami berharap, ia bisa memenuhi panggilan pemeriksaan," ujar Direktur Direktorat Reskrim Polda Sumut Kombes Pol Agus Andrianto di Medan, Rabu (20/1/2010. Sebelumnya, Polda Sumut telah menerima surat izin pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari Mabes Polri. Polda Sumut sendiri telah mengirimkan surat panggilan pertama kepada Monang yang juga akan mencalonkan diri kembali dalam Pilkada Tobasa periode 2010-2015 itu. Sedangkan mengenai materi pemeriksaan, Agus mengatakan bahwa materinya masih sama dengan materi pemeriksaan sebelumnya. Pemeriksaan menyangkut dugaan korupsi atas penyalahgunaan DAK dan DAU sebesar Rp3 miliar, yang bersumber dari APBD Pemkab Tobasa tahun 2005. Menurut dugaan sementara, dana kas daerah itu digunakan Monang tanpa persetujuan DPRD Tobasa. Uang tersebut diduga kuat digunakannya untuk keperluan pribadi. Terkait kasus tersebut, Polda Sumut juga telah memeriksa karyawan perusahaan milik Monang yang berada di Jakarta. Sebab uang itu dikirim melalui rekening kepada karyawannya yang berada di Jakarta.(fit)

Page 3: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Sumber Rondo Kembar Diselapani Lazimnya Bayi

Rabu, 20 Januari 2010 - 11:20 wib

Rondo kembar.(foto:dok Solichan Arif/SI)

BLITAR - Masih ingat mata air sumber rondo kembar di Desa Sumberdadi, Kecamatan Bakung, Kabupaten Blitar? Rabu 20 Januari 2010 ini sejumlah masyarakat dan perangkat desa setempat menggelar ritual selapanan mata air. Warga menilai penemuan mata air pada hari Rabu Pon diyakini sama dengan masa kelahiran bayi manusia selama 36 hari atau selapanan. Selain perangkat desa dan tokoh masyarakat termasuk Ny Usrek dan Ny Kasemi yang menemukan sumber, ritual juga dihadiri Wakil Bupati Blitar Arif Fuadi. "Ritual ini seperti selapanan bayi manusia. Dan semoga air ini selalu bisa bermanfaat bagi masyarakat, "ujar Sunarto salah seorang panitia acara.  Sejak ditemukan hingga sekarang, antusias pengunjung untuk mendapatkan air masih tinggi. Sebab mereka meyakini air sumber bisa menyembuhkan penyakit. Kendati demikian, menurut Nastiti, anak Ny Kasemi, jumlah itu menurun semenjak beredar kabar sumber rondo kembar akan ditutup. "Padahal kabar itu tidak benar. Ini yang membuat yang ke sini berkurang, "ujarnya. Sejak ditemukan hingga sekarang, jumlah sumbangan sukarela dari pengunjung mencapai Rp51 juta. Ritual selapanan ini ditutup dengan potong tumpeng dan minum air sumber bersama-sama.(Solichan Arif/Koran SI/fit)

Page 4: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Usut Penganiayaan DP, Polisi Minta KPAID Lapor

Rabu, 20 Januari 2010 - 13:47 wib

PEKANBARU - Poltabes Pekanbaru meminta pihak KPAID melaporkan penganiayaan yang menimpa DP (14), oleh oknum sipir berinisial AN ke polisi. Hal itu dibutuhkan agar bisa mendukung penyidikan.

 “Kita sampai hari ini belum menerima pengaduan dari pihak keluarga maupun KPAID. Ini sangat kita butuhkan agar pelakunya bisa diproses,” kata Kasat Reskrim Poltabes Pekanbaru AKP Jon Wesli kepada okezone, Rabu (20/1/2010).Bila ada pengaduaan dari korban, maka secepatnya polisi akan memeriksa saksi-saksi dan siapa saja pelaku penganiayaan di yang terjadi LP Anak kelas II Pekanbaru.“Kita juga nantinya membutuhkan hasil visum kasus dugaan penganiayaan itu untuk menguatkan sebagai barang bukti,” ujarnya. Dalam kasus tindakan penganiayaan dengan cara ditendang, dipukul, dan dibakar pakai mancis yang dialami DP siswa kelas 2 SMP ini, polisi mengaku tidak segan memproses dan memenjarakan pelaku jika nantinya ditemukan bukti kuat. “Siapa saja yang terlibat nantinya akan kita proses. Tapi yang terpenting kita menunggu laporan dulu,” imbuhnya. Secara terpisah, Ketua Pokja Pengaduan KPAID Pekanbaru Yulianto mengatakan, pihaknya memang belum melaporkan hal ini ke polisi. Karena, menurut ibu korban hal ini diselesaikan dengan cara kekeluargaan, walaupun KPAID menduga hal itu terjadi karena ada tekanan dari pihak Lapas ke keluarga. “Kita sudah tawarkan kepada keluarga, tapi sepertinya mereka enggan. Karena menurut pihak Lapas, pelaku akan diproses secara internal,” pungkasnya.

Page 5: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia

16 June 2009 – 10:57 am

Untuk mengatur pelaksanaan hak asasi manusia, dibutuhkan aturan yang instrumen pendukung. Oleh karena itu, PBB membuat seperangkat instrumen pelaksanaan penegakan, penghormatan dan pemajuan hak asasi manusia (HAM) sebagai acuan dari setiap negara. Setiap instrumen tersebut mengacu pada Undang-Undang Internasional Hak Asasi Manusia yang diakui secara universal. Tidak semua instrumen tersebut mengikat secara legal, misalnya deklarasi. Walaupun demikian, Deklarasi memiliki efek politis jika dilanggar. Sementara konvensi1 memiliki fungsi yang mengikat setiap negara yang telah meratifikasinya.

The International Bill Of Rights atau Undang-Undang Internasional Hak Asasi Manusia terdiri dari:

Page 6: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Kenaikan Harga Barang, Siapa Yang Tercekik?

9 June 2002 – 7:19 am

Alkisah, di sebuah pasar terjadi pertengkaran kecil antara penjual sayuran dan seorang ibu pembeli. “Harganya kok naik sih bang, jangan naikin harga seenaknya dong”. “Aduh, ibu ini gimana toh, kan kemarin harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada naik” timpal si pedagang. “kan tidak ada hubungannya?” sergah sang ibu. “Lha, emangnya kita ngangkut sayuran ini pake dokar, jelas dong ada hubungannya. Angkutan udah pada naikin tarif, kalau saya tidak naikin, mo’ makan apa anak bini saya?” balas sang pedagang dengan muka yang rada sengit.

Kejadian ini mungkin kerap kali terjadi di berbagai pasar sejak pemerintah mengeluarkan keputusan untuk menaikkan tarif Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar Listrik, dan Telepon. Keputusan pemerintah yang menimbulkan berbagai pendapat ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2003. Kenaikan harga ini seakan di”sambut” dengan tiupan terompet dan peta kembang api.

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga ini mulai tahun 2000. Jika kita cermati, kenaikan BBM sejak tahun 2000 hingga tahun 2003 mencapai lebih dari 100%, khusus minyak tanah, kenaikan mencapai 105% sedangkan minyak solar mencapai 300%. Kenaikan tarif listrik, porsentasenya memang tidak terlalu besar tetapi akan terjadi kenaikan setiap tiga bulan sebesar 11% yang kalau dijumlah akan mencapai 45% dalam setahun. Untuk tahun ini, kenaikan tarif telepon khususnya abodemen dan percakapan lokal naik sebesar 30%.

Page 7: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

contoh kasus yang sehubungan dengan pelanggaran HAM dan bagaimana penyelesaiannya

Contoh kasus:

Pemenuhan hak-hak dasar masyarakat khususnya hak atas kesehatan. Persoalan dalam

kelompok ini mencakup wabah demam Berdarah, polio, serta penyakit yang berkaitan

dengan gizi, baik yang berupa gizi buruk, kelaparan, dan busung lapar.

Tahun 2005 merupakan tahun yang memprihatinkan bagi pemenuhan hak-hak dasar masyarakat khususnya hak atas kesehatan. Persoalan dalam kelompok ini mencakup wabah demam Berdarah, polio, serta penyakit yang berkaitan dengan gizi, baik yang berupa gizi buruk, kelaparan, dan busung lapar.

Kasus-kasus penyakit yang berkaitan dengan gizi ini, meskipun secara kuantitas banyak terjadi di wilayah Indonesia Barat. Namun secara kualitas, apabila diperbandingkan dengan prosentase jumlah penduduk di masing-masing wilayah, prevalensi kasus yang terjadi di wilayah timur Indonesia, seperti Papua, Nusa Tenggara, dan Sulawesi lebih tinggi disbanding di wilayah lain. Wilayah ini pada umumnya memiliki infra struktur yang sangat minim, tingkat kesejahteraan yang rendah serta jumlah prosentasi keluarga miskin diatas 30%.

Kasus busung lapar yang dilaporkan di wilayah Indonesia bagian timur terutama menimpa wilayah dimana prosentase produksi beras dibandingkan dengan kebutuhan pangan tidak memadai, seperti di wilayah Gorontalo ( 1022 kasus), Papua (1155 kasus). Selain itu tingginya prevalensi busung lapar juga berkaitan dengan tingginya prosentase keluarga miskin, seperti di wilayah NTT yang prosentase keluarga miskinnya mencapai lebih dari 60% sementara kemampuan produksi pangan (beras) juga rendah dibandingkan dengan tingkat kebutuhan pangan di wilayah ini.

Hasil amatan ELSAM atas laporan kasus berkaitan dengan gizi dari pemberitaan 7 media masa sepanjang tahun 2005 mencatat sekurangnya sebanyak 1 091 474 orang bermasalah dengan gizi, yang tersebar di 73 kabupaten di seluruh nusantara. Sebaran kasus ini beragam mulai dari kurang gizi, gizi buruk sampai busung lapar. Dari total kasus yang terekam oleh media sepanjang tahun, tercatat beberapa kasus yang berakhir dengan kematian. Sekurangnya 61 orang meninggal dunia dalam berbagai kasus yang tersebar di sekurangnya 73 kabupaten, dengan prevalensi kasus tertinggi di Nusa Tenggara Timur.

Penyebaran Gizi Buruk dan Busung Lapar di Propinsi-Propinsi Non Konflik

Page 8: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Kasus BLBI Tergolong Pelanggaran HAM Senin, 24 Maret 2008

Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI dinilai tidak hanya terkait pelanggaran pidana, tetapi juga tergolong pelanggaran hak asasi manusia di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial. Alasannya, dana senilai Rp 147 triliun yang macet seharusnya bisa dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, membangun fasilitas pendidikan, dan pemerataan kerja. Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI dinilai tidak hanya terkait pelanggaran pidana, tetapi juga tergolong pelanggaran hak asasi manusia di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial. Alasannya, dana senilai Rp 147 triliun yang macet seharusnya bisa dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, membangun fasilitas pendidikan, dan pemerataan kerja. Penilaian itu dikemukakan pengamat yang juga guru besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Prof Dr H Soetandyo Wignjosoebroto, kepada wartawan di Palembang, Minggu (23/3). Jumpa pers yang mengambil tema ”Membuka Kembali Kasus BLBI, Memperkuat Benteng Terakhir Keadilan” ini diprakarsai Yayasan Puspa Indonesia Palembang. Menurut Soetandyo, dana BLBI yang dianggarkan untuk mengatasi krisis moneter di sektor perbankan sebenarnya menggunakan anggaran publik (public finance) dalam jumlah yang cukup besar. Ironisnya, alokasi anggaran BLBI tersebut tidak diimbangi dengan porsi anggaran untuk kesejahteraan rakyat. Perluas kewenangan Di sisi lain kasus BLBI yang kemudian berkembang menjadi indikasi suap Kepala Tim Jaksa Pemeriksa Kasus BLBI Urip Tri Gunawan secara langsung telah menjatuhkan kredibilitas lembaga tinggi negara tersebut. Menurut Soetandyo, hal itu mencerminkan lemahnya profesionalisme lembaga yudikatif seperti kejaksaan dan pengadilan. Untuk memperbaiki kinerja lembaga yudikatif, ia menyarankan perlunya memperluas kewenangan lembaga kontrol seperti Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan. Selama ini peran lembaga kontrol yudikatif dinilai lemah karena keterbatasan kewenangan. (ONI) Sumber: Kompas, 24 Maret 2008

Page 9: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Pelanggaran HAM di Sulteng Dilupakan Pemerintah Sumber: KOMPAS.COM

Tanggal:10 Des 2007

Palu, Kompas - Pemerintah dinilai telah melupakan sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia atau HAM yang terjadi di Sulawesi Tengah dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Selain tidak mendukung upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM itu melalui pengadilan, pemerintah juga mengabaikan puluhan korban pelanggaran HAM yang hidupnya menjadi sengsara.

Hal tersebut disampaikan Ketua Perwakilan Komisi Nasional HAM Sulteng Dedi Askary dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Palu, Minggu (9/12). Hadir puluhan korban pelanggaran HAM di Sulteng dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Mereka didampingi sejumlah lembaga swadaya masyarakat, antara lain Poso Center, Kontras Sulawesi, dan Lembaga Pendidikan Studi HAM.

Dedi mengatakan, sampai saat ini sedikitnya ada lima kasus pelanggaran HAM berat di Sulteng yang diabaikan pemerintah, yaitu penembakan empat warga Kabupaten Banggai Kepulauan hingga tewas oleh aparat polisi; penangkapan dan penembakan warga sipil di Kelurahan Gebang Rejo, Poso; penculikan warga Toyado, Poso, oleh aparat keamanan; penganiayaan petani di Desa Bohotokong, Kecamatan Bunta, Kabupaten Banggai; dan kasus di Desa Salena, Palu. "Total keseluruhan korban mencapai 65 orang," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh, Jumat di Jakarta, mengatakan, "Perkembangan penyidikan pembunuhan Munir dan Alas Tlogo mungkin juga akan ikut kami bawa ke Dewan HAM PBB. Namun, yang sudah hampir pasti adalah kasus Lapindo."

Mengenai kasus Alas Tlogo, Ridha Saleh mengemukakan, peristiwa penembakan yang terjadi pada tanggal 30 Mei itu bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. "Peristiwa tersebut merupakan bagian dari rentetan atau rangkaian banyak peristiwa sebelumnya," ungkap Ridha.

Sementara itu, dalam diskusi "Penghormatan HAM di Indonesia: Catatan Kritis Akhir 2007" oleh Pusat Sejarah dan Etika Politik Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu, sosiolog George Junus Aditjondro mengatakan, pascapemerintahan Orde Baru, wacana dan praktik penegakan HAM masih sangat didominasi oleh hak-hak sipil dan politik. Adapun pelanggaran hak sosial, ekonomi, serta budaya yang mengancam kelangsungan hidup masyarakat cenderung terabaikan. (JOS/NWO/REI/YOP)

Page 10: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Keluarga Korban Penculikan Kecewa Sumber: TEMPO Tanggal:09 Des 2006

SOLO -- Keluarga korban penculikan aktivis kecewa atas putusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Mereka merasa semakin sulit mendapatkan keadilan.

"Kalau undang-undangnya saja dicabut, apa lagi yang bisa dijadikan harapan?" kata Sipon, istri aktivis buruh Wiji Thukul, di Solo kemarin. Menurut dia, meski Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi belum melakukan tindakan nyata, undang-undang tersebut menyiratkan adanya harapan.

Sipon mengatakan, saat ini, negara seperti tidak memiliki tanggung jawab untuk mengungkap pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga negaranya sendiri. Padahal, sebelum ada UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi pun, kata Sipon, para keluarga korban kekerasan dan pelanggaran hak asasi tidak bisa berharap banyak.

Semula Sipon berharap undang-undang itu bisa memenuhi rasa keadilan. Apalagi ketika semua institusi hukum lain berdalil pada ketentuan legal formal. "Kejaksaan Agung sudah mengelak menindaklanjuti laporan Komnas HAM, lalu apa lagi yang bisa kami harapkan?" ujarnya.

Dua hari lalu, Mahkamah Konstitusi mencabut UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Mahkamah menilai undang-undang ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Reformasi Institusi Kontras Haris Azhar mengatakan, dengan putusan Mahkamah Konstitusi ini, pemerintah harus lebih giat menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi berat. "Sebab, itu merupakan hak mutlak dari para korban," ujarnya.

Ketua Ikatan Orang Hilang, Mugianto, mengatakan, setelah UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini dicabut, pemerintah harus lebih cepat mencari cara untuk memenuhi hak para korban tersebut. Misalnya, kata dia, pemerintah bisa membuat aturan baru yang lebih baik atau membentuk badan ekstrayudisial yang lebih ideal daripada sebelumnya.

Hal senada diungkapkan praktisi hukum senior Adnan Buyung Nasution. Dia mengatakan pemerintah kini harus lebih tegas dalam menyelesaikan kasus hak asasi manusia. ''Jangan lagi ada keputusan rancu, seperti putusan tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ini,'' ujarnya. IMRON ROSYID | SANDY INDRA PRATAMA

Page 11: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

SOEHARTO HARUS DITANYAI SOAL PENCULIKAN AKTIVIS Sumber: KOMPAS Tanggal:16 Mei 2005

Jakarta, KompasTim Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia kasus penculikan, penyiksaan, dan penghilangan paksa sejumlah aktivis sepanjang 1997-1998 diminta segera meminta keterangan mantan Presiden Soeharto untuk mengungkap siapa penanggung jawab kasus-kasus itu.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Mugiyanto dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid dalam sebuah jumpa pers, Minggu (15/5).

Desakan itu disampaikan karena, menurut Mugiyanto, Soeharto adalah saksi kunci yang diketahui telah memberi daftar nama para aktivis kepada mantan Danjen Kopassus Prabowo Subiyanto untuk menyelidiki mereka dalam bentuk operasi intelijen. "Komnas HAM juga harus segera melakukan rekonstruksi berdasarkan Berita Acara Pengadilan dari para saksi korban untuk memberi gambaran peristiwa, tempat, waktu, serta pihak-pihak yang terlibat," ujar Mugiyanto.

Menurut dia, selama ini Prabowo hanya mengakui sembilan aktivis yang diculik dan kemudian dilepaskan. Namun, para korban sebelumnya mengaku selama ditahan sempat berkomunikasi dengan sejumlah aktivis lain yang hingga kini tidak pernah ditemukan.

Usman Hamid mengatakan, Komnas HAM pernah menjanjikan proses penyelidikan akan selesai pada pertengahan Mei ini. Namun, Komnas HAM belum pernah memberi penjelasan atas kemajuan yang dicapai.

Lebih lanjut terkait masalah kondisi kesehatan Soeharto, yang menyulitkan proses penyelidikan, Usman meminta Komnas HAM dan Kejaksaan Agung berinisiatif mencari cara untuk mendapatkan keterangan Soeharto. "Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Pengadilan HAM, setiap Komnas HAM memulai suatu penyelidikan, Jaksa Agung diberi tahu. Dari sana ada peluang bagi Komnas HAM untuk meminta Jaksa Agung memberi perintah melakukan tindakan polisional, seperti penyitaan surat dan dokumen, pemeriksaan dan penggeledahan rumah atau tempat-tempat yang diduga menyimpan dokumen terkait," ujarnya.    Peringatan Tragedi MeiSementara itu, secara terpisah Sabtu lalu, Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK) menggelar pementasan Malam Kebudayaan Peringatan 7 Tahun Tragedi Mei 1998 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.   

Dalam acara itu hadir Romo Sandyawan Sumardji, Sumarsih peraih Yap Thiam Hien 2004 yang kehilangan putra kesayangannya, Benardinus Realino Norma Irawan, mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya yang tewas di halaman kampusnya 13 November 1998, serta para orangtua korban lainnya.

Page 12: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Presiden Harus Buat Inpres Soal HAM

Human Rights Working Groups (HRWG) sebuah koalisi NGO yang bergerak di bidang advokasi HAM di Indonesia, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Instruksi (Inpres) agar instansi di bawahnya membantu pengusutan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Inpres tersebut diperlukan sebab selama ini kepolisian dan Komnas HAM kesulitan memeriksa sejumlah instansi yang dinilai terlibat dalam berbagai pelanggaran. "Banyak kasus penolakan dari sejumlah instansi jika mereka dimintai bantuan dalam pengungkapan pelanggaran HAM,"kata juru bicara HRWG, Khoirul Anam di Yogyakarta, Selasa (14/12).

Anam memberi beberapa contoh. Antara lain ; kasus terbunuhnya wartawan Bernas, polisi menolak menghadirkan Edy Wuryanto. Kasus Trisakti, Mabes Cilangkap menolak jenderal diperiksa. Dan sekarang kasus Munir, aparat juga mengalami kesulitan yang sama. Sehingga Presiden perlu mengeluarkan Inpres yang mewajibkan instansi di bawahnya terbuka untuk kasus-kasus pelanggaran HAM.

38 organisasi advokasi HAM dari seluruh tanah air, sejak Minggu hingga Selasa (12-14/12) berkumpul di Yogyakarta untuk persiapan Sidang Komisi HAM PBB ke-61 di Jenewa. Dalam pertemuan itu, mereka memutuskan untuk membawa kasus Munir dan kasus penembakan gereja di Poso ke sidang Komisi HAM PBB tersebut.

Menurut Khoirul, lembaga Komnas HAM yang dibentuk pemerintah beberapa waktu lalu, ternyata tidak cukup efektif bagi pengusutan pelanggaran HAM yang terjadi. Salah satu kendalanya, banyak instansi yang menolak atau tidak membantu kinerja Komnas HAM dalam mengungkap pelaku pelanggaran HAM.

Sebagai presiden yang mendengungkan penegakkan hukum, Susilo Bambang Yudhoyono semestinya memberikan perintah kepada instansi-instansi di bawahnya untuk terbuka terhadap setiap pemeriksaan. "Tanpa ada perintah langsung dari presiden, kendala-kendala teknis dan struktural akan terus terjadi. Ujungnya, setiap kasus pelanggaran HAM tidak akan tuntas penyelesaiannya,"kata Anam.

Jika Presiden membuat Inpres atau apapun namanya yang mewajibkan instusi di bawah kepresidenan terbuka terhadap setiap pemeriksaan, setidaknya pengungkapan kasus pelanggaran HAM menjadi lebih mudah. "Selama ini yang terjadi adalah masing-masing institusi berusaha melindungi atau menolak memberikan file-file atau informasi yang dibutuhkan penyidik,"ujar Anam.

Presiden SBY harus membuat terobosan dengan mengeluarkan Inpres, dan tidak menyerahkan tanggung jawab ke Menko Polkam, Kapolri atau Jaksa Agung. "Presiden, memegang posisi sentral dalam masalah ini karena semua institusi berada di bawah kendalinya,"kata Anam.

Page 13: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Penegakan Hak Asasi Manusia 2010 Diprediksi Suram

Selasa, 12 Januari 2010 | 20:42 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah dinilai gagal menjalankan kewajibannya dalam pemenuhan dan penegakan hak asasi manusia. Dalam laporan akhir tahun Imparsial menilai negara hanya menghormati HAM secara normatif. "Implementasi dalam penegakan aturan selama 2009 tidak dijalankan," ujar Al Araf, deputi direktur bidang reformasi pertahanan dan keamanan Imparsial saat konferensi pers di kantor Imparsial Jakarta, Selasa (12/01). Penegakan dan pemenuhan HAM tahun ini diprediksi suram. Beberapa contoh kegagalan pemerintah dalam penegakan HAM lanjut dia adalah dieksekusi matinya 16 orang narapidana, pelanggaran HAM olah satpol PP dalam proses penggusuran, kasus korban lumpur Lapindo, penggunaan pasal-pasal pencemaran nama baik untuk menjerat pejuang HAM dan tidak diselesaikannya RUU Peradilan Militer.

"Khusus untuk penggunaan pasal pencemaran nama baik ini sangat memprihatinkan, sebab mulai dijadikan metode untuk mengkriminalisasi banyak orang," ujar Erwin staf riset Imparsial ditempat yang sama. Pemerintah menurut Imparsial sejak awal juga telah meninggalkan program-program penegakan HAM. Sejak awal kampanye pemimpin pemerintahan sekarang, Susilo Bambang Yudhoyono tak pernah menjadikan hak asasi manusia sebagai salah satu agendanya. "Dan terbukti dalam program kerja 100 hari HAM sama sekali tak dimasukan," kata Direktur Program Imparsial Rusdi Marpauang. Penegakan HAM tidaklah terpisah dengan penegakan hukum, sayangnya penegakan hukum di Indonesia selama setahun terakhir semakin terpuruk. Menurut Koordinator Biro Hukum Imparsial Batara Ibnu Reza pemerintah harus mereformasi seluruh institusi hukum.

"Untuk memastikan terciptanya profesionalisme aparat dalam menjalankan tugas," ujarnya. Jika tidak penegakan hukum akan semakin bobrok. Pembentukan Satgas Mafia Hukum lanjut dia juga tak akan bisa jadi jawana. "Sebab weweang satgas ini terbatas semua dikembalikan pada presiden, jadi presidenlah yang sejak sekjarang harus tegas".Imparsial juga memprediksi penegakan HAM pada tahun ini masih suram. Sebab pemerintah dalam program kerjanya tak terlalu mempertimbangkan HAM. "Penegakan HAM akan tergantung pada usahan para korban, pembela HAM dan warga negara untuk mendapat keadilan dan penyelesaian," ujarnya. Karena itu seharusnya mulai tahun ini dewan harus lebih mengawasi pemerintah dalam penegakan HAM. Imparsial juga menyoroti pendekatan keamanan dari pemerintah terhadap Papua. Menurut Batara hal itu harus dihentikan. "Lalukan pendekatan dialog, lupakan pendekatan keamanan," ujarnya. Sebab penambahan diploimen pasukan di Papua belakangan ini ternyata terbukti tidak menjawab kebutuhan keamanan di Papua. Satu-satunya nilai positif pemerintah dalam penegakan HAM tahun ini adalah hasil rapat paripurna DPR RI tentang kasus penghilangan paksa. "Keputusan parlemen untuk merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM Ad hoc adalah catatan positif yang terjadi tahun lalu," kata Al Araf.

Page 14: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

SEKTOR KEAMANAN DALAM TRANSISI DEMOKRASI

Berbagai insiden keamanan di tanah air akhir-akhir ini semakin memprihatinkan dilihat dari segi kualitas dan implikasinya seperti jatuhnya korban jiwa atau kerugian-kerugian fisik dan nonfisik. Kasus-kasus seperti bentrokan antar aparat di Binjai, konflik Aceh, konflik Maluku, polemik Umar Al Faruq, pengeboman Bali dan terakhir kasus ancaman bom di sejumlah tempat di tanah air, merupakan sebagian kasus yang mencemaskan dalam sektor keamanan. Transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia diwarnai berbagai kekerasan yang jika dilihat dari perspektif keamanan adalah masyarakat merasa tidak aman dan tidak terlindungi.

Transisi demokrasi adalah konsolidasi sistem politik dari pemerintahan lama yang berwatak otoriter menuju pemerintahan baru yang "reformis". Gejolak politik dan keamanan tidak bisa dihindarkan dalam masa transisi ini. Contoh yang paling lekat adalah Yugoslavia yang telah terpecah menjadi beberapa negara. Namun di Indonesia apakah transisi demokrasi akan mengarah pada keadaan politik, sosial-ekonomi, keamanan yang lebih baik atau pada situasi anarkis sebagai akibat gagalnya institusi keamanan dan hukum menjalankan penegakan hukum. Reformasi di bidang keamanan hampir tidak tersentuh karena euforia politik yang dialami partai politik cukup mengganggu agenda reformasi politik itu sendiri.

Reformasi di sektor keamanan (security) harus tetap menjadi pokok bahasan, karena berkaitan dengan tuntutan masyarakat tentang transparansi dan pertanggungjawaban institusi negara. Tugas utama institusi keamanan yakni melayani publik sehingga wajib memberikan rasa aman dari gangguan, ancaman, atau kejahatan serta teror dari dalam negeri maupun luar negeri. Institusi keamanan merupakan institusi yang berfungsi dibawah koordinasi suatu departemen yang seharusnya dipegang orang sipil yang kompeten.

Jadi jelas sekali bahwa hubungan sipil dan militer yang proporsional akan menjadi ukuran berhasilnya reformasi di bidang keamanan, termasuk pula hubungan antara TNI dan Polri. Dalam tulisan ini kita hanya membahas sektor keamanan bidang pertahanan dan ketertiban masyarakat (red; dalam UU No 2 tahun 2002 Peran Polri di bidang Keamanan). Karena kejadian akhir-akhir ini antara institusi TNI dan Polri sungguh menjatuhkan citra kedua institusi. Setelah pemisahan TNI dan Polri sedikitnya telah terjadi 17 kali bentrok yang mengakibatkan korban jiwa dan kerugian. Pemisahan ini tentu saja tidak bisa dihindarkan, tapi persoalannya bagaimana kedua institusi memahami dan menghormati tugas masing-masing.

Page 15: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Jenderal Toisutta Nyatakan Papua AmanTuesday, 19 January 2010 14:40

JUBI --- Ketika banyak pihak menilai bahwa Papua akan kacau dan tidak aman, Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Goerge Toisutta justru menegaskan Papua aman.”Kondisi Papua saat ini aman,” kata Jenderal Toisutta kepada wartawan di Jayapura, Selasa (19/1).Toisutta menuturkan jika ada pihak-pihak yang mengatakan Papua tidak aman, adalah tidak benar. ”Siapa yang bilang Papua tidak aman, nanti orang Papua marah,” ujarnya.Ketika ditanya soal penambahan Kodam, mantan Pangdam XVII/Cenderawasih di tahun 2005/ 2006  ini menjawab segala sesuatu ada kajian dan untuk Papua tidak ada penambahan."Dalam tahun ini hanya Kalimantan Barat yang akan tambah,” tukasnya.Menanggapi adanya pro kontra penambahan Kodam, Toisutta menilai wajar sebab masih diperlukan pengkajian lebih mendalam.”Jangan terlalu cepat memberikan komentar tanpa mengetahui duduk permasalahan secara baik,” tandasnya.

Masalah Papua Harus Kedepankan Hukum

Dalam kesempatan yang sama Toisutta mengatakan setiap perbedaan pandangan dalam mencermati gejolak di Papua dan Papua Barat, harus disikapi dengan kesungguhan bersama komponen bangsa lainnya.”Hukum harus ditegakkan,” kata Jenderal TNI Goerge Toisutta di Jayapura.Pendekatan hukum sangat penting, sebab jika tidak, katanya, kedaulatan negara akan tercabik-cabik oleh kelompok tertentu yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.”Masalah di daerah harus mampu diselesaikan secara tuntas,” tukasnya.Ia menegaskan dalam menyelesaikan masalah Papua, harus pula lewat dialog dan kerjasama yang terpadu dengan berbagai pihak serta seluruh lapisan masyarakat. ”Pro kontra itu wajar, namun semua perlu ada penyempurnaan,” tambahnya.Toisutta menilai setiap nasehat dan masukan bagi TNI adalah wajar sepanjang tidak mengganggu kedaulatan dan keamanan negara. ”Namun jangan asal menilai tanpa dasar yang kuat, sehingga perlu ada solusi didalamnya,” tandasnya.

Page 16: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

PELANGGARAN HAM; WARISAN (MAUT)KETERLIBATAN MILITER DALAM   BISNIS

BISNIS-BISNIS yang melibatkan kaum bersenjata di Indonesia dalam berbagai bentuk, level keterlibatan dan bidang usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung bukanlah hal yang sulit ditemukan. Bisnis-bisnis langsung institusi militer berkembang mulai dari unit-unit usaha yang ‘legal’ melalui yayasan-yayasan dan koperasi-koperasi, hingga ‘ilegal’ dengan menjalankan aktifitas ‘bisnis’ mengandung pelanggaran hukum dan merugikan negara. Sedangkan bisnis-bisnis tidak langsungnya nampak jelas pada usaha-usaha jasa keamanan, beking, dan jasa proteksi politik bagi kepentingan investasi legal maupun ilegal. Bisnis-bisnis tersebut dengan mudah berkembang seiring dengan terbukanya ruang bagi peran politik militer pada masa Orde Baru melalui doktrin dwifungsi ABRI. Sehingga dapat dikatakan, bahwa dalam kurun waktu + 30 tahun terakhir, pada diri TNI telah terhimpun kekuatan militer-politik-ekonomi sekaligus.

Bisnis-bisnis yang dijalankan kalangan TNI seperti yayasan dan koperasi berjalan mulus pun berkat kemudahan mereka mengakses sumber-sumber dukungan dana dan legitimasi usaha. Biasanya faktor kepemimpinan di tingkat institusi seperti markas atau batalyon membantu menentukan seperti apa dan dengan siapa bisnis-bisnis akan dijalankan. Posisi sebagai kaum bersenjata menjadi ‘potensi’ pendukung, dan umumnya digunakan secara maksimal pada bisnis-bisnis langsung maupun tidak langsung mereka. Hal inilah yang memunculkan gaya khas bisnis militer yang tertutup dari akuntabilitas publik, terbatas pada jaringan kroni tertentu di kalangan militer-politisi-pengusaha, serta ‘efektif dan maksimal’ mengatasi konflik-konflik yang timbul sebagai ekses dari bisnis, seperti dalam hal penguasaan lahan dan aset serta meredam reaksi publik terhadap dampak negatif beroperasinya perusahaan-perusahaan tersebut.

Penyelesaian yang ‘efektif dan maksimal’ kalangan pebisnis militer inilah yang dikemudian hari digugat sebagai tindak kekerasan dan pelanggaran HAM aparat TNI, yang di dalamnya terkandung bentuk-bentuk kejahatan yang indivisible antara dimensi hak-hak sipil dan politik dan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Pelanggaran-pelanggaran HAM yang indivisible tersebut membawa konsekuensi adanya kewajiban positif negara (state) merealisasikan apa yang disebut dengan obligation to conduct dan obligation to result. Dalam hal obligation to conduct, negara berkewajiban mencegah suatu pelanggaran atau menjalankan proses hukum yang adil dan akuntabel serta tidak membiarkan aparat militer sebagaai bagian dari negara sewenang-wenang melakukan pelanggaran HAM -dalam hal ini yang berdimensi hak-hak sipil dan politik. Sedangkan berkaitan dengan obligation to result, negara harus memastikan adanya jaminan pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ditengah desakan pasar bebas, globalisasi, dan akumulasi kapital pada aktor-aktor politik-ekonomi dominan lainnya. Sayangnya hal-hal tersebut belum berjalan, dan praktek-praktek bisnis yang mengancam atau melanggar HAM belum pernah dievaluasi, apalagi diperbaiki. Ekses-ekses bisnis militer dipandang sebagai hal yang alamiah, bukan kejahatan yang seharusnya dicegah atau dihindari. Padahal pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sudah pada tingkat mengancam keselamatan publik dan merusak profesionalisme militer.[1]

Page 17: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

Perlindungan pemerintah

Perlindungan pemerintah terhadap pelaksanaan HAM dinilai cukup memadai hanya pada bidang-bidang yang tidak membutuhkan peranan aktif. Namun, pada hak-hak yang membutuhkan peran aktif pemerintah, penilaian negatif cenderung lebih menonjol.

Terhadap pelaksanaan hak- hak asasi, di mana intervensi pemerintah tidak terlalu diharapkan, seperti dalam soal kebebasan berpikir dan berbicara, kebebasan berserikat, menjalankan agama, serta berkeluarga dan memperoleh keturunan, jaminan oleh negara dipandang memadai.

Di dalam jajak pendapat ini, perlindungan terhadap kebebasan berpikir dan berbicara dinilai memadai oleh 61,6 persen responden, sementara kebebasan berserikat, kebebasan menjalankan agama, serta kebebasan berkeluarga dan menghasilkan keturunan rata-rata diapresiasi positif oleh lebih dari 66 persen responden. Khusus dalam hal perlindungan negara atas hak masyarakat menjalankan agamanya, penilaian â€tidak memadai†dari responden beragama Kristen, Katolik, dan Konghucu � �cenderung lebih besar dibandingkan dengan warga beragama Islam. Kasus penyegelan beberapa rumah ibadat, bisa jadi, memicu pendapat ini.

Sementara itu, terhadap hak-hak yang pelaksanaannya membutuhkan peran negara yang lebih besar, perlindungan oleh negara dipandang kurang memuaskan.

Dalam jajak pendapat ini terungkap minornya pandangan masyarakat terhadap perlindungan yang diberikan negara, misalnya dalam persoalan hak atas keamanan, dipandang tidak memadai oleh 56,8 persen responden.

Page 18: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

[INDONESIA-NEWS] KMP – Saksi Kunci Kasus Pelanggaran HAM Aceh Menghilang

Senin, 7 Februari 2000Saksi Kunci Kasus Pelanggaran HAM Aceh MenghilangKendari, Kompas

Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia Hasballah M Saad mengatakan,upaya mempercepat proses hukum kasus pelanggaran HAM di Aceh mengalamikendala karena salah satu saksi kuncinya telah menghilang.

“Penanganan kasus pelanggaran HAM di Aceh melalui pengadilankoneksitas sebenarnya akan dimulai Minggu terakhir Februari ini,tetapi terhambat akibat menghilangnya saksi kunci itu,” katanya kepadawartawan di Kendari, Minggu (6/2), seperti dikutip Antara.

Hasballah mengaku tidak mengetahui nama saksi kunci itu. Ia hanyamengatakan bahwa dia itu adalah seorang pejabat militer di sebuahKomando Daerah Militer (Kodam) di Sumatera dan sekarang terus dicari.

Hasballah tidak menerangkan saksi kunci yang menghilang itu terkaitdengan pembunuhan Tengku Bantaqiah atau untuk kasus pelanggaran HAMlainnya. Peradilan koneksitas kasus pembunuhan Tengku Bantaqiahsedianya dijadwalkan akhir Januari, namun kemudian diundurkan.

Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra mengatakan,tertundanya peradilan koneksitas pembunuhan Tengku Bantaqiah adalahkarena MA belum menjawab surat permohonan pemindahan lokasi sidang keSabang (Pulau Weh).

Lima kasus

Dalam kasus pelanggaran HAM di Aceh, menurut Hasballah, sudah limakasus yang memenuhi syarat untuk diproses secara hukum (tidak dirincinama kasusnya), sementara yang belum diproses menjadi fakta hukumtercatat sedikitnya 7.000 kasus.

“Kalau dia itu ditemukan barangkali hasil proses pengadilan koneksitaskelima kasus itu, termasuk mungkin kasus-kasus lainnya bisa optimal.Tetapi kalau tetap menghilang mungkin hasilnya tidak akan optimal,”katanya.

Oleh karena itu, Hasballah mengimbau agar pencarian terhadap saksikunci yang menghilang itu, dapat dilakukan secara intensif agar prosespenyelesaian kasus pelanggaran HAM di Propinsi Serambi Mekkah itu bisadiselesaikan secepatnya.

Page 19: SBY Diminta Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM

KLIPING PELANGGARAN HAM DI INDONESIA

D I

SUSU N

OLEH:

NAMA : FIFI YUNITAKELAS :X-5