ve1
DESCRIPTION
perioTRANSCRIPT
Regenerasi periodontal pada praktek klinis
ABSTRAK
Regenerasi atau penyembuhan jaringan pendukung yang hilang selalu dianggap
sebagai tujuan ideal terapi periodontal. Tapi, usaha untuk mengubah tujuan ini
menjadi praktek klinis dapat menjadi sangat kompleks, hasil dimana sangat berbeda
dari tujuan awal.
Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan pengetahuan terbaru, pandangan umum
pada regenerasi periodontal, berorientasi klinisi pada strategi global untuk perawatan
rongga mulut. Sampai saat ini, kita meninjau kembali proses penyembuhan cedera
periodontal, pendekatan terapetik yang berbeda, interpretasi hasil, dan terakhir,
membatasi faktor pada regenerasi periodontal.
PENDAHULUAN
Periodontitis melibatkan proses inflamasi, disebabkan bakteri, mengenai jaringan
periodontal dan menyebabkan kerusakan jaringan pendukung gigi, Proses inflamasi
destruktif ini pada faktanya, diakibatkan oleh interaksi yang tidak adekuat antara
mikroflora oral dan mekanisme pertahanan tubuh. Tujuan akhir perawatan
periodontal adalah untuk mempertahankan gigi untuk relative fungsional dan sehat
baik dan nyaman, dan pada saat yang sama untuk menjaga harapan estetik pasien.
Untuk mencapai tujuan global ini, strategi terapetik periodontal diperlukan,
direncanakan pada berbagai fase.
Fase pertama perawatan terdiri dari pengontrolan penyebab penyakit, tujuannya untuk
menghentikan proses destruksi jaringan. Fase ini terdiri dari etiologi, higienis, atau
fase yang berhubungan dengan penyebab. Melalui kontrol bakteri plak dan flora
periodontopatogenik respon immune-inflamasi dilakukan. Prosedurnya meliputi
pemberian edukasi pada pasien dengan cara oral hygien, eliminasi (supragingiva dan
subgingiva) kalkulus gigi dan sementum radikular yang terkontaminasi, dan
modifikasi faktor lokal tersebut yang menyebabkan akumulasi bakteri plak. Dengan
kata lain, tujuan biologis fase ini adalah untuk mencapai permukaan radikular yang
halus, bersih, biokompatibel dengan jaringan periodontal.
Pada saat penyebab terkontrol, koreksi akibat yang disebabkan oleh penyakit
dipertimbangkan. Fase ini, disebut fase korektif atau bedah, pusat terletak pada
perawatan poket periodontal dan masalah mukogingiva, tujuan akhir yaitu untuk
membentuk kembali hubungan gigi-gingiva sebaik mungkin, bertujuan untuk
memfasilitasi kontrol higienis pasien sendiri.
Perawatan bedah dapat dilakukan dengan dua cara yang berbeda: a) Eliminasi poket
periodontal dengan reseksi, metode ini dibuat berdasarkan konsep irreversibilitas lesi
dan pada akibatnya poket yang bertindak sebagai tempat berkumpulnya pathogen
periodontal, b) Kemungkinan penutupan poket periodontal dengan perbaikan jaringan
periodontal dilakukan. Hal tersebut merupakan teknik bedah untuk perlekatan baru,
dimana tujuan idealnya adalah regenerasi pendukung periodontal yang hilang.
Terakhir, pada saat penyebab terkontrol dan akibatnya terkoreksi, kekambuhan
penyakit harus dihindari (pencegahan sekunder). Ini melibatkan fase ketiga perawatan
periodontal, juga disebut sebagai fase pemeliharaan, atau perawatan pendukung
periodontal.
Regenerasi periodontal merupakan pilihan pada strategi perawatan periodontal; tapi,
kita tidak boleh lupa bahwa hal ini memerlukan rekonstruksi jaringan yang hilang
akibat penyakit. Oleh karena itu, agar dapat mengaplikasikan perawatan ini, kontrol
penyebab sebelumnya dan patogenik proses destruktif, dengan tujuan mendapatkan
situasi klinis yang lebih baik adalah penting untuk jaringan periodontal dapat
melakukan kapasitas regeneratifnya.
Bagian pengetahuan yang baik saat ini terletak pada kapasitas regenerative jaringan
periodontal datang dari penelitian yang dilakukan mengenai penyembuhan luka pada
periodontal.
PENYEMBUHAN LUKA PERIODONTAL
Sikatrisasi luka bedah pada kult dan mukosa rongga mulut mencakup berbagai proses
biologis terkontrol, dimulai dengan kemoatraksi sel, dan diakhiri dengan
pembentukan dan maturasi matriks ekstraseluler baru. Matriks ini bertanggungjawab
untuk menghubungkan margin cedera, mensuplai sel, vaskularisasi, dan pada
akhirnya memperbaiki area. Pada superficial, sel epitel bermigrasi secara cepat dari
margin, menutupi pematangan fibrin coagulum. Pada cedera yang sembuh
seluruhnya, epitel baru membentuk barrier protektif, yang tidak signifikan berbeda
pada struktur dari epitel asli.
Penyembuhan luka periodontal setelah pembedahan flap merupakan proses yang
lebih kompleks daripada yang terjadi pada cedera kulit. Pada tempat pertama,
berbagai tipe jaringan yang berbeda, dimana semua harus berkoordinasi satu dengan
yang lainnya, berpartisipasi dalam proses sikatrikal. Dua bagian cedera memiliki
karakteristik yang sangat berbeda: flap jaringan lunak terletak diatas jaringan keras,
akar, dengan permukaan avaskular, kadang terkontaminasi dengan bakteri dan bahan
toksik. Selain itu, seluruh proses ini harus dilakukan pada situasi transgingiva,
terpapar lingkungan septic khususnya, mulut. Oleh karena itu, proses pembentukan
jaringan parut pada cedera periodontal merupakan hal yang baik dari sudut pandang
biologi (GAmbar 1).
Saat ini, model penyembuhan periodontal kita berdasarkan pada hipotesa Melcher.
Dia mengemukakan bahwa sifat perlekatan yang terjadi antara gigi dan jaringan
periodontal tergantung pada asal sel (epitel, ikat gingiva, tulang alveolar, ligament
periodontal) dimana membentuk kembali area cedera, dan bahwa hanya sel yang
mencapai regenerasi periodontal yang nyata, menyeluruh adalah sel yang berasal dari
ligament periodontal dan sel tulang perivaskular.
Penyembuhan luka periodontal paling umum adalah pada dasarnya ditandai dengan
epitelisasi permukaan internal flap yang berkontak dengan permukaan radikular,
membentuk perlekatan epitel panjang/long epithel attachment. Lebih ke apikal,
maturasi jaringan ikat membentuk kembali perlekatan ikat, dan pada titik luka yang
terdalam, memungkinkan untuk mendeteksi peyembuhan tertentu arsitektur tulang
dan ligament periodontal.
Dari sudut pandang struktur morfologis dan fungsi jaringan yang dibentuk selama
peruses penyembuhan, kita dapat berbicara fenomena perbaikan/repair dan
regenerasi. Pada regenerasi, penyembuhan terjadi melalui pembentukan kembali
integrasi struktur dan fungsi jaringan periodontal yang hilang. Tapi, pada
repair/perbaikan, jaringan yang diganti tidak bisa melakukan restorasi morfologis
ataupun fungsionalnya yang asli, dianggap sebagai pembentukan jaringan parut non
fungsional. Oleh karena itu, perlekatan epitel panjang diinterpretasikan sebagai
repair, karena tidak terdapat restorasi arsitektur jaringan periodontal, tapi epitel
panjang yang bekerja secara fungsional hanya sebagai penutup media internal. Dan
yang lainnya, walaupun kemungkinannya lebih sedikit untuk repair pada manusia,
adalah perlekatan jaringan ikat dengan resorpsi radikular, dan ankilosis radikular oleh
pertumbuhan tulang dan resorpsi radikular (Gambar 2).
Dan juga ditemukan dalam literature adalah istilah perlekatan kembali/reattachement
dan perlekatan baru/new attachment. Perlekatan kembali merupakan perlekatan antara
dua bagian yang sebelumnya terpisah, apakah disebebakan cedera periodontal atau
proses destruktif periodontitis. Hal ini terjadi bila jaringan ligament yang aktif masih
terdapat pada permukaan radikular, dengan cara tersebut selama penyembuhan
jaringan ini dapat bersatu dengan serabut periodontal pada sisi luka yang berlawanan.
Fenomena ini dapat terjadi selama penyembuhan area poket periodontal yang paling
dalam. Dan sebaliknya, istilah perlekatan baru digunakan bila penggabungan jaringan
ini (epitel dan/atau ikat) dihasilkan pada aera permukaan radikular sebelumnya yang
dipengaruhi oleh periodontitis, dan dimana tidak terdapat jaringan periondontal
tersisa yang masih aktif.
Sehingga, regenerasi periodontal dianggap sebagai penyembuhan lengkap jaringan
periodontal pada fungsi dan tingginya, yaitu, pembentukan tulang alveolar, perlekatan
ikat baru melalui serabut kolagen secara fungsional terorientasi pada sementum baru
yang terbentuk. Tapi, bila kita berbicara regenerasi periodontal (RP), kita biasanya
menngacu pada regenerasi sebagian (pada ketinggiannya) periodontitis.
Pada level selular, RP merupakan proses kompleks yang memerlukan koordinasi
antara proliferasi, diferensiasi, dan perkembangan berbagai tipe sel. Selama
perkembangan gigi, sel stem periodontal yang berasal dari sel folikel gigi, dan dapat
berdiferensiasi untuk membentuk sementum radikular, ligament periodontal, dan
tulang alveolar. Beberapa dari sel stem tersebut tetap pada ligament periodontal
setelah gigi berkembang seluruhnya. Selama penyembuhan luka periodontal, sel stem
tersebut, disertai dengan mereka yang terletak pada regio perivaskular tulang
alveolar, terstimulasi untuk berproliferasi, bermigrasi ke dalam kerusakan, dan
berdiferensiasi untuk membentuk sementoblas baru, fibroblast ligament periodontal ,
dan osteoblas. Keseluruhan proses ini harus secara sempurna terjadi secara bersamaan
untuk menghasilkan dukungan periodontal yang baru.
Literatur menunjukkan bahwa kemungkinan untuk RP adalah meningkat pada poket
infraboni, juga dikenal sebagai infraboni kerusakan vertical. Ini akan terlihat bahwa
hubungan yang renggang terjadi antara dinding tulang kerusakan dan permukaan
radikular merupakan faktor dasar untuk keberhasilan regenerasi karena hal itu dapat
menyebabkan stabilitas ruang area luka selama periode penyembuhan dan dekatnya
dengan sumber vaskular dan sel stem jaringan.
INTERPRETASI HASIL
RP melibatkan penyembuhan arsitektur jaringan yang hilang, oleh karena itu, satu-
satunya cara untuk menjelaskan dan menghitungnya dengan tepat adalah melalui
evaluasi histologist. Untuk alasan ini tidak memungkinkan untuk mengaplikasikan
sistem pengukuran ini pada level klinis. ketika penelitian eksperimental hewan dan
manusia menunjukkan bahwa teknik tertentu dapat mencapai regenerasi, metode lain
seperti pengukuran klinis, radiograf intraoral, atau re-entry bedah diterima untuk
pengukuran hasil.
Pengukuran klinis menggunakan probe periodontal untuk mencatat level perlekatan
klinis, yaitu, jarak dari dentinoenamel junction hingga titik probe periodontal masuk
kedalam sulkus gingiva. Walaupun parameter ini sering digunakan, ini merupakan
pengukuran yang kurang tepat karena dipengaruhi oleh faktor seperti sudut, ketebalan
probe, dan tekanan yang diaplikasikan, atau level inflamasi gingiva. Walaupun
disukai, peningkatan pada level perlekatan klinis tidak perlu melibatkan perlekatan
baru atau regenerasi periodontal. Kita harus ingat bahwa pengurangan inflamasi
jaringan, pembentukan perlekatan epitel panjang, pembentukan kembali perlekatan
ikat dan peningkatan pada pembentukan tulang semua mencapai peningkatan pada
level perlekatan klinis.
Re-entry surgical hanya merupakan metode klinis yang dapat mengevaluasi pengisian
tulang secara tepat, tapi untuk alasan yang jelas, tidak dapat digunakan secra rutin.
Alternatifnya adalah probe tulang yang dilakukan dibawah anastesi, dan dimana
menunjukkan presisi yang sama dengan surgical re-entry. Tapi, baik surgical re-entry
ataupun probe tulang tidak dapat menjelaskan bahwa RP nyata terjadi. Beberepa
penelitian histology menunjukkan bahwa tulang baru yang terbentuk dapat terpisah
dari permukaan radikular oleh perlekatan epitel panjang, yang akan melibatkan repair
periodontal.
Dan terakhir, radiograf standar akan memberikan informasi kuantitatif tentang
pengisian tulang, tapi tidak memberikan informasi apapun mengenai sifat perlekatan
antara permukaan radikular dan tulang yang baru terbentuk. Seperti yang ditunjukkan
oleh Friedman pada tahun 1958, peningkatan pada ketebalan trabekula yang
membatasi ruang medullar dan deposisi pada lapiran tulang padat tersebut akan
terlihat pada radiograf post operatif sebagai regenerasi tulang koronal. Untuk alasan
tersebut, dan walupun gambar radiograf sangat baik dimana cenderung digunakan
untuk menunjukkan regenerasi, ini harus dipertimbangkan bahwa radiografi,
walaupun sensitive terhadap kepadatan, tetapi sangat tidak spesifik, dan sehingga
bukan metode yang dapat dipercaya sebagai pengukuran klinis atau surgical re-entry
(Gambar 3).
Pada metode sebelumnya yang berbeda berusaha untuk mendapatkan RP, pada
pemotongan berikutnya, kita membuat perbaikan teknik bedah yang digunakan,
menggarisbawahi strategi fisiologis dimana teknik tersebut didasarkan.
TERAPI REGENERATIF PERIODONTAL
-terapi konservatif (debridement)
Penelitian awal menemukan bahwa pengisian tulang mungkin dengan pengerokan
radikular dan rencana perawatan, diikuti dengan higienis yang terbatas. Teknik
tersebut berdasarkan prinsip bahwa permukaan radikular yang biokompatibel dan
kontrol kebersihan terbatas menyebabkan perkembangan kapasitas regeneratif innate
jaringan periodontal (Gambar 4).
Jaringan epitel memiliki pertumbuhan dan pergerakan sel yang tercepat, menjadi
lebih cepat ketika telah sampai dan berkoloni pada luka daripada jaringan internal
lain. Dengan ide pemikiran ini, maka dikemukakan untuk ditingkatkan dengan
pembedahan yaitu sel epitel perlu untuk dipindah, setelah jaringan ikat terlambat
untuk mencapai permukaan radikular pertama kali.
Dengan filosofi ini, kita dapat mencakup sejumlah teknik yang akan mencakup
preosedur debridement flap (termasuk teknik perlekatan baru), flap koronal untuk
eksklusi jaringan epitel, dan teknik denudasi interdental.
Artikel yang dipublikasikan oleh Prichard pada 1957 pada perawatan poket infraboni
menerima perhatian khusus. Ini merupakan penulis pertama untuk fokus pada
morfologi kerusakan tulang, dan pada pentingnya debridement. Penulis menganggap
regenerasi tuang adalah nyata dan tujuan yang dapat diprediksi pada perawatan,
memberikan pemilihan hati-hati kasus berdasarkan morfologi kerusakan yang terjadi.
Pada umumnya, penelitian yang dipublikasikan dimana tipe teknik pembedahan ini
digunakan untuk RP adalah tidak jelas. Tapi, sejumlah penelitian menggunakan
teknik debridement sebagai kontrol terhadap terapi regenerative lain. Pada penelitian
yang dipublikasikan oleh Lang dkk., peningkatan rata-rata 1,78 mm pada level
perlekatan klinis dan 1,55 mm pada pengisian tulang terhitung, menggarisbawahi
efek pada kedua parameter setelah protokol yang ketat untuk kontrol plak post bedah
profesional.
Informasi yang diberikan oleh penelitian tersebut menggarisbawahi pentingnya untuk
mencapai situasi klinis tanpa inflamasi dan kontrol ketat bakteri plak (pemeliharaan
kesehatan periodontal), sehingga jaringan periodontal dapat mencapai kondisi idel
untuk mengembangkan kapasitas regenerative mereka secara penuh.
Kondisioner radikular
Permukaan radikular yang terbuka akibat poket periodontal atau kavitas rongga mulut
terdapat bakteri, toksin bakteri atau bahkan perubahan pada mineralisasi. Dengan
keadaan tersebut, permukaan radikular merupakan substrat adekuat yang sulit untuk
adhesi fibrin koagulum, dan maturasinya masih terhambat oleh perluasan respon
inflamasi. Hal ini dianggap bahwa penggunaan kondisioner untuk permukaan
radikular membantu debridement untuk mencapai substrat biologis lebih kompatibel.
Pada perawatan permukaan radikular dengan asam, efek dekontaminasi pada toksin
bakteri terjadi, dan selain itu, serabut kolagen matriks radikular menjadi terbuka,
memfasilitas perlekatan dan menyebabkan aktivitas sel untuk dapat mencapi
regenerasi. Sampai saat ini, asam sitrik, EDTA dan tetrasiklini telah digunakan
sebagai kondisioner.
Hasil penelitian histology pada manusia adalah kontradiksi, dan bertentangan dengan
empat penelitian yang menunjukkan bahwa perawatan berikut dengan asam sitrat,
perlekatan ikat baru, sementogenesis dan pembentukan tulang baru mungkin terjadi;
empat penelitian lain tidak menemukan efek tersebut. Berdasarkan penelitian yang
mengevaluasi efek pada level klinis penggunaan asam sitrat, EDTA atau tetrasiklin,
hasilnya adalah sangat bervariasi, dan bahkan kontradiksi. Demikian juga,
bertentangan dengan penelitian yang menemukan peningkatan pada perlekatan klinis
yang lebih besar dari 3 mm, yang lain menemukan peningkatan hanya 0,5 mm; dan
terlepas dari salah satu penelitian, sisanya tidak mencapai perbedaan signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Tinjauan sistematis literature ini, menyimpulkan bahwa bukti sampai saat ini
menunjukkan bahwa penggunaan bahan kimia tersebut tidak memiliki keuntungan
signifikan untuk pasien dalam hal pengurangan probing depth atau penambahan pada
level perlekatan klinis.
-Bone graft dan penggantian
Selama hampir 50 tahun, perhatian peneliti terfokus pada regenerasi tulang,
mempercayai bahwa ini merupakan prasyarat untuk pembentukan perlekatan baru,
dan bahwa pembentukan tulang baru akan menginduksi pembentukan sementum baru
dan ligament periodontal. Dengan dasar pemikiran ini, tipe bone graft yang berbeda
dan bahan lain digunakan, dimana, menurut asalnya, diklasifikasikan sebagai berikut:
autograft (diperoleh dari pasien yang sama), allograft (spesies yang sama tapi
individu yang berbeda), xenograft (spesies yang berbeda) dan graft alloplastic (bahan
sintetik atau graft benda asing). Berdasarkan kerjanya pada tulang, mereka berperan
pada kemampuan osteogenik, osteoinduktif, atau osteonkonduktif.
Hanya bahan yang memiliki sifat osteogenik, yaitu, memiliki sel tulang hidup yang
dapat membuat tulang baru, adalah graft tulang trabekula baru dari tulang ileac, dan
intraoral bone graft. Autograft dari ileac crest bahkan menunjukkan kapasitas untuk
mencapai regenerasi suprecrestal. Kerugian membuat area bedah kedua dan
kemungkinan untuk menyebabkan resorpsi radikular dan ankilosis telah membatasi
penggunaannya pada praktek sehari-hari.
Autograf tulang intraoral didapatkan dari area edentulous, eksostosis, dan dari alveoli
post pencabutan. Penelitian klinis menunjukkan bahwa penggunaan graft tersebut
memperbaiki pengisian tulang daripada perawatan konvensional (debridement), dan
bahwa perbedaan pada hasil muncul tergantung pada morfologi kerusakan dan tipe
donor tulang. Walaupun beberapa penulis menganggap bahan bone graft periodontal
menjadi “gold standard”, ketersediannya yang terbatas dan waktu yang diperlukan
untuk mendapatkannya telah memicu penelitian untuk mencari bahan lain.
Bertentangan dengan keterbatasan yang telah disebutkan diatas, allograft tulang
terliopilisasi dan tulang terliopilisasi demineralisasi yang berasal dari cadaver,
memberikan keuntungan jumlah bahannya yang tidak terbatas, dan dengan resiko
minimal infeksi. Resiko penularan HIV pada setiap potongan tertentu tulang
demineralized lyophilized setelah pemilihan adekuat dan prosesnya, terhitung pada 1
dari 2,8 milliar. Bahan tersebut dianggap sebagai osteokonduktor, yaitu, memiliki
kapasitas untuk menginduksi pembentukan tulang baru, menstimulasi maturasi sel
mesenkimal yang tidak terdiferensiasi menjadi preosteoblast dan sel pembentuk
osteoblas. Alasan utama untuk demineralisasi adalah berdasarkan pada penelitian
oleh Urist, yang menunjukkan bahwa demineralisasi tulang liophilisasi akan
menyebabkan paparan protein tulang morfogenetik, polipetida yagn menginduksi sel
stem pluripotensial untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas. Tapi, ditemukan bahwa
kapasitas osteoinduktif ini tergantung pada karakteristik donor, khsusunya usia, dan
derajat demineralisasi, demikian juga tergantung pada bank atau cadangan tulang,
kapasitas untuk menginduksi pembentukan tulang dapat bervariasi dan mungkin
bahkan tidak ada (Gambar 5).
Hasil penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa setelah penggunaan
bone graft pengisian tulang signifikan dapat terjadi dibandingkan perawatan dengan
debridement, mendapatkan rata-rata pengisian kerusakan antara 60% dan 65%.
Berdasarkan temuan histology, tingkat regenerasi tertentu telah dijelaskan setelah
penggunaan graft dan tulang demineralisasi lyophilized. Sebaliknya, penelitian lain
menemukan bahwa walaupun pembentukan sementum baru terjadi, serabut ligament
tidak terorientasi secara fungsional, dan bahkan perlekatan epitel panjang ditemukan
terjadi antara tulang yang baru terbentuk dan permukaan radikular.
Berdasarkan bahan yang tersisa, penggunaannya disesuaikan dengan potensinya
untuk osteokonduksi, komposisi kimianya dan struktur yang membuatnya memiliki
kapasitas untuk memfasilitasi pembentukan tulang baru dari yang telah ada pada
dinding kerusakan, bekerja sebagai kerangka pertumbuhan. Kelompok ini mencakup
xenograft, diambil dari tulang hewan, biasanya bovine, diberi perlakuan secara kimia
untuk menghilangkan komponen organic tapi mempertahanakn arsitektur trabekular
yang sama dengan tulang manusia; dan semua bahan alloplastic yang ditampilkan
dalam Tabel 1.
Pada penelitian klinis terkontrol pada perawatan kerusakan intraboni dan keterlibatan
furkasi, bahan sintetis menunjukkan hasil yang lebih baik pada level perlekatan
daripada dengan perawatan debridement, dan hasil yang sama diperoleh dengan bone
graft. Tapi, dari sudut pandang histology, mereka bertindak hampir secara eksklusif
sebagai pengisi, fragmen bahan tampak diselubungi oleh jaringan ikat, terlihat sedikit
pengisian tulang, dan regenerasi periodontal yang sangat terbatas.
-Guided tissue regeneration
Pada penelitian yang dipublikasikan pada tahun 1976, Melcher membuat gambaran
teknik graft. Menurut penulis ini, hipotesa Hiatt dkk., terbentuk sebagian, karena
terbatas hanya pada regenerasi tulang. Untuk Melcher, regenerasi ligament
periodontal merupakan pertanyaan mendasar, karena jaringan ini yang memberikan
kontinuitas antara tulang dan sementum, dan selain itu mengandung sel yang dapat
mensintesa dan meremodeling tiga jaringan mesenkim yang membentuk
periodonsium.
Dan kemudian, penelitian yang menggunakan model eksperimental pada hewan yang
dapat mengisolasi efek setiap jaringan dapat membentuk periodonsium pada proses
penyembuhan luka periodontal. Ini ditemukan bahwa migrasi apikal epitel
menyebabkan reepitelisasi luka dan bahwa keadaan ini menganggau pembentukan
perlekatan jaringan ikat. Tapi, reepitelisasi juga memiliki efek positif, karena
mencegah resorpsi radikular, dimana merupakan respon yang ditemukan bila jaringan
granulasi (berasal dari gingiva ikat atau pada tulang alveolar) merupakan yang
pertama kali mencapai permukaan akar. Hanya sel yang menunjukkan kemampuan
untuk membentuk perlekatan baru adalah yang berasal dari ligament periodontal.
Dari penelitian eksperimental tersebut, peneliti mendapatkan kesimpulan mendasar:
1) sel yang terkumpul kembali pada area luka dekat dengan akar menentukan tipe
jaringan yang baru terbentuk pada permukaan jaringan dan jaringan padat
periodonsium. 2) Hasil penyembuhan ditentukan dengan bentuk dan ukuran luka,
yaitu, jarak antara berbagai jaringan yang membentuk tepi luka dan permukaan akar.
Berdasarkan dua hipotesa tersebut, prinsip eksklusi selular Guided Tissue
Regeneration (GTR) terjadi. Seperti yang dikemukakan oleh Nyman dkk., pada
penelitian pertama untuk menjelaskan secara histology validitas GTF pada manusia,
kapasitas ligament periodontal untuk membentuk perlekatan baru hanya akan terlihat
jika kita dapat mencegah tulang, jaringan ikat, dan sel epitel dari berkumpul pada
bagian luka dekat permukaan radikular selama fase penyembuhan pertama. Oleh
karena itu, GTR bertujuan untuk mengisolasi luka tulang periradikular dari sisa
jaringan (epitel, jaringan ikat, dan periosteal) untuk membantu sel yang berasal dari
ligament periodontal untuk menjadi salah satu yang membentuk kembali koagulum
darah yang membentuk dibawah, antara tulang alveolar dan permukaan radikular.
Cara dimana untuk mencapai eksklusi selular ini adalah untuk menempatkan barrier
fisik (membrane), dan teknik bedah ini dinamakan Guided Tissue Regeneration
(GTR) (Gambar 6).
Bahan barrier yang berbeda digunakan sebagai membrane, baik non-resorbable dan
bioresorbable. Pada kelompok pertama, membrane metilselulosa (Millipore filter),
politetrafluoroetilen (Teflon-PTFE), dan expanded polytetrafluoroethylene (PTFEe)
telah digunakan. Sebagai membrane bioresorbable, variasi bahan yang luas digunaka
; kolagen manusia dan hewan, lyophilized fascialata, duramadre graft, polyglactin
910, asam poliglikolik, poliorthoester, poliurethan, dan polihidroksibutirat.
-Membran nonresorbable
Membrane expanded polyetrafluoroethylene (PTFe) telah banyak diteliti, saat ini
menjadi gold standard untuk perbandingan dengan teknik PR yang lain. Dalam
literature, kita menemukan sejumlah penelitian, baik histologist dan klinis, dimana
menggambarkan kapasitas PR pada kerusakan tulang dan keterlibatan furkasi klas I
dan II. Hasil peneltiian klinis menunjukkan bahwa hasil yang lebih baik dapat
tercapai dengan teknik GTR pada kerusaka tulang daripada dengan debridement
bedah, mendapatkan peningkatan pada level perlekatan klinis (3-6 mm), pada level
tulang (2,4-4,8 mm) dan pengurangan signifikan pada probing depth (3,5 – 6 mm).
pada kasus keterlibatan furkasi klas I dan II, hasil jelas lebih baik daripada GTR, tapi,
pada keterlibatan furkasi klas II molar rahang atas dan furkasi klas III, hasil
ditemukan tidak terdapat perbedaan dibandingkan dengan debridement konvensional.
Walaupun hasil tersebut, penggunaan klinis PR agak berkurang, karena teknik
tersebut memerlukan follow-up pembedahan untuk mengambil membrane, dan
keefektifannya sangat sensitive terhadap operasi bedah, dimana lebih sulit, karena
terdapat resiko tinggi untuk terpaparnya infeksi membrane. Saat ini tipe membrane
tersebut digunakan dengan reinforcing titanium strip dengan tujuan mempertahankan
ruang lebih baik, dan penggunaan diindikasikan, diatas semua itu, untuk guided tissue
regeneration pada kasus dimana peningkatan puncak tulang diperlukan sebelum
penempatan implant gigi.
-Membran bioresorbable
Untuk banyak klinisi, tipe membrane ini mengganti penggunaan rutin membrane
PTFEe. Pada umumnya, hasil yang dipublikasikan mengenai kapasitas untuk PR
adalah sangat sama dengan yang didapatkan dengan membrane nonresorbable dalam
hubungannya dengan parameter histology dan klinis yang diteliti. Selain itu,
penatalaksanaan klinis adalah lebih sederhana, semua itu karena perlunya untuk
follow-up pembedahan dapat dihindari, dan terdapat resiko yang sedikit untuk
paparan membrane.
-Teknik Gabungan: GTR dengan bone graft
Dalam usaha untuk meningkatkan hasil GTR, berbagai tenkik pembedahan
menggunakan membrane disertai dengan bone graft atau kombinasi bahan pengisi
lain diaplikasikan. Dalam literatur, sejumlah besar makalah meneliti banyak
kombinasi bahan dan tipe membrane yang berbeda. kemungkinan informasi paling
jelas mengenai hasil teknik tersebut dapat ditemukan pada tinjauan sistematis yang
dilakukan oleh Murphy pada tahun 2003. Artikel ini meninjau data yang
dipublikasikan pada penelitian yang dilakukan hanya pada manusia. Kesimpulan
menunjukkan bahwa kerusakan furkasi, hasil yang lebih baik diperoleh dengna
kombinasi bahan untuk meningkatkan tulang ditambah membrane, tapi pada
kerusakan tulang lain hasil sama antara penggunaan tunggal membrane saja atau
teknik kombinasi.
Dan terakhir, penting untuk menggarisbawahi meta-analisa yang dibuat oleh
Cochrane Oral Health Group. Tujuan mereka adalah untuk membandingkan efisiensi
GTR pada perawatan kerusakan periodontal infraboni, dengan perawatan periodontal
standar open flap debridement. Tinjauan yang dibuat oleh Cochrane group mencakup
hanya 11 penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi. Mereka menyimpulkan
bahwa pada level klinis, hasil setelah GTR adalah sangat bervariasi dimana
pertanyaan bukti yang cukup berguna, dan sesuai dengan keuntungan klinis. pada sisi
lain, mereka juga menunjukkan bahwa tidak terdapat data untuk menjawab
pertanyaan penting seperti apa efek merugikan perawatan yang mungkin terjadi,
evaluasi pendapat pasien tentang perawatan, atau efek perawatan pada jaringan yang
penting seperti hilangnya gigi.
-Pendekatan baru pada regenerasi periodontal
Pada tahun-tahun ini, penelitian terpusat pada aplikasi biomedical engineering untuk
PR, khususnya dengan penggunaan mediator biomedis yang berusaha untuk meniru
prose salami yang terjadi pada regenarasi spontan. Penelitian dilakukan dengna faktor
pertumbuhan selular, seperti platelet-derived growth factor (PDGF), insulin-like
growth factor (IGF), dan dengan faktor diferensiasi selular khususnya dengan bone
morphogenetic proteins (BMP). Tujuan cara baru tersebut pada terapi regenerative
adalah untuk memilih dan memperbaiki repopulasi selular selama proses
penyembuhan periodontal.
Dari pandangan ini, protein derivat matriks enamel (Emdogin) menunjukkan
kapasitasnya untuk menginduksi PR.
-Derivat matriks enamel
Selama pertumbuhan akar epithelial Hertwig sheath melakukan deposisi protein
matriks enamel pada permulaan dentin yang terbentuk, protein tersebut menstimulasi
diferensiasi sel mesenkim menjadi sementoblas untuk membentuk sementum
radikular. Ketika lapisan sementum yang baru terbentuk, serabut kolagen pada
ligament periodontal menjadi masuk kedalam lapisan ini. Enamel matrix derivative
(EMD) dibuat dari ekstrak protein yang diperoleh dari gigi babi; sebagian besar
amelogenin, walaupun ameloblastin dan enamelin juga ditemukan.
Hal ini diduga bahw mekanisme aksi untuk protein tersebut diakibatkan melalui
rangsangan stem sel periodontalnya dimana memicu proses yang terjadi selama
perkembangan alami akar gigi. Penelitian yang dilakukan in vitro pada sel yang
berasal dari ligament periodontal, pada sementoblas dan pada osteoblas, dan
menunjukkan bahwa protein tersebut dapat menstimulasi kapasitasnya untuk produksi
protein dan proliferasi selular.
Penelitian histology pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa EMD dapat
meregenerasi sementum aselular dan tulang. Dari sudut pandang klinis, keuntungan
utama teknik ini terletak pada penatalaksanaan klinis yang mudah dan pada
toleransinya yang baik pada bagian gingiva selama penyembuhan post bedah
(GAmbar 7).
Seperti pada kasus GTR, Cochrane Oral health Group melakukan meta-analisa
dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi enamel matrix derivative pada perawatan
kerusakan intraboni. Dan juga, peneliti hanya dapat menemukan 10 kasus yang sesuai
dengan kriteria pemilihan. Peninjau menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan
debridement bedah, enamel matrix derivative menunjukkan peningkatan signifikan
secara statistic pada level perlekatan (1,3 mm) dan pada pengurangan pocket depth (1
mm) walaupun berdasarkan dengan penggunaan klinisnya peningkatan tersebut
menimbulkan perdebatan. Berdasarkan perbandingan dengan GTR, tidak ada
perbedaan signifikan yang dapat ditemukan.
Peneliti menekankan perlunya perhatian dalam hal kemungkinan memperhitungkan
temuan untuk populasi yang lebih umum karena:
- Perawatan dilakukan oleh dokter gigi yang sangat berpengalaman dalam hal
klinis.
- Perokok tidak diikutkan untuk beberapa uji.
- Protokol pemeliharaan yang sangat ketat yang digunakan, dimana pada
umumnya tidak diaplikasikan pada situasi klinis rutin.
- Heterogenitas hasil menunjukkan bahwa walaupun pada kondisi optimal
tersebut hasil perawatan dapat sangat bervariasi.
Dan akhirnya, data tidak menjelaskan penyebab variabilitas ini, oleh karena itu tidak
mungkin untuk mendefinisikan pemilihan pasien yang optimal, aspek klinis
perawatan yang diindikasikan, atau strategi pemeliharaan.
INDIKASI DAN KETERBATASAN REGENERASI PERIODONTAL
Salah satu cara paling menarik untuk praktek klinis adalah “diagram pengaruh”, hal
tersebut membuat skema temuan penelitian yang berbeda dengan berdasarkan pada
faktor yang terlibat pada hasil perawatan, dan memberikan keputusan yang
berorientasi pada klinis. Gambar 8 menunjukkan diagram pengaruh untuk data yang
dipublikasikan pada faktor yang berhubungan dengan perawatan kerusakan tulang
periodontal. Tujuan kita adalah untuk meneruskan pada pembaca kompleksitas yang
terlibat dalam usaha untuk mencakup semua keadaaan yang berbeda yang
berhubungan dengan hasil saat membuat keputusan pada perawatan. Tapi, faktor
primer telah diidentifikasi (dasar utama globus, kontaminasi bakeri, potensi
penyembuhan bawaan, karakterisitik lokal dan teknik bedah) yang mempengaruhi
perawatan kerusakan intraboni tampak jelas.
Kontrol bakteri plak yang buruk oleh pasien, dan juga kurangnya kunjungan
pemeliharaan, menentukan faktor pada hasil perawatan periodontal dan oleh karena
itu dapat menyebabkan pengurangan pembentukan perlekatan baru dan jaringan
tulang. Pernyataan ini didukung oleh banyak penelitian yang telah dipublikasikan,
penulis setuju bahwa akumulasi de novo plak menyebabkan relaps penyakit
periodontal, bahkan bila level perlekatan signifikan telah tercapai dengan perawatan.
Karena proses penyembuhan merupakan proses terstruktur, setiap perubahan pada
tahapnya akan menyebabkan bervariasinya hasil perawatan. Penelitian cenderung
untuk mempertimbangkan diabtes dan penyakit sistemik laini yang dapat menganggu
perubahan kapasitas penyembuhan bawaan seseorang sebagai alasan untuk eksklusi.
Menurut pendapat beberapa penulis, merokok merupakan alasan untuk eksklusi dari
PR, karena julas menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko utama, tidak
hanya untuk perkembangan periodontitis, tapi juga efek merugikan perawatan.
Diantara lokal faktor yang dapat mempengaruhi hasil terapi regeneratif, oklus dan
morfologi kerusakan tulang sebagian besar telah diteliti. Kontrol oklusal dan
stabilisasi gigi akan diindikasikan pada kasus gigi sangat goyang dimana
mendapatkan perawatan PR, tapi, karena efek gigi goyang pada regenerasi
periodontal masih tidak jelas, prosedur stabilisasi yang digunakan harus dengan
minimal invasif, menyebabkan kehilangan minimal struktur gigi.
Karakteristik morfologi kerusakan tulang merupakan faktor lokal yang paling diteliti
pada PR.
Kedalaman total kerusakan dan sudut dinding tulang dibandingkan akar merupakan
variabel yang paling konsisten berhubungan dengan jumlah pengisian tulang yang
terjadi. Pada awal tahun 1949, Goldam menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi hasil kuretase gingiva pada perawatan poket infraboni merupakan tipe
kerusakan tulang. Demikian juga bahwa semakin sempit kerusakan tulang, maka
semakin kecil area untuk sembuh dan stabilitas luka yang lebih baik selama
penyembuhan; pada sisi lain, lebih lebar maka lebih besar kemungkinan perpindahan
koagulum dan oleh karena itu resiko infeksi sekunder lebih besar. Dan juga, Prichard
menunjukkan bahwa kriteria diagnostic paling penting dalam mendapatkan hasil yang
baik adalah adanya kerusakan tulang dengan 3 dinding. Gotlow dkk, secara eksplisit
menyatakan bahwa regenerasi tulang alveolar hampir sagnat terbatas pada lokasi
dimana terdapat kerusakan tulagn angular. Penelitian oleh Cortellini, mendukung
pentingnya faktor lokal ini, menunjukkan bahwa morfologi kerusakan memainkan
peran utama pada respon penyembuhan terhadap GTR pada kerusakan infraboni.
Penatalaksanaan bedah jaringan juga berhubungan dengan keberhasilan terapi PR. Ini
pasti merupakan faktor yang paling sulit untuk dievaluasi. Hal ini normal bahwa bila
prosedur baru diperkenalkan, tekniknya sendiri dianggap sebagai faktor kritis pada
hasil klinis. tapi, bahkan setelah kriteria teknis untuk prosedur bedah telah ditentukan,
skill setiap dokter bedah adalah berbeda, termasuk faktor subyektif yang sulit untuk
dievaluasi.
KESIMPULAN
Hal ini jelas bahwa sebagai klinisi kita berharap bahwa peneltiian medis akan
memberikan kita hasil yang nyata dan berguna yang akan menunjukkan efek pasti
prosedur pada pasien kita. Dan malangnya, bukti ilmiah dan tepat dari prosedur
seperti meta-analisa hanya menggambarkan derajat kepastian, sering sempit, tentang
tingkat efek global pada “rata-rata” pasien pada populasi yang diteliti. Kita harus
memperhitungkan bahwa kita pada keadaan dimana keputusan klinis yang diambil
dapat ditentukan oleh prediktabilitas hasil yang dapat kita berikan pada pasien kita,
dan demikian juga dengan pertimbangan biaya-keuntungan (efisiensi). Pada situasi
ini, dan tanpa bertanya keberhasilan prinsip biologis, bukti yang ada pada keefektifan
teknik regenerative menunjukkan bahwa keberhasilan atau sebaliknya ditentukan
lebih oleh pasien dariada oleh prosedur yang digunakan.
Karakteristik pasien ideal untuk aplikasi teknik regenerative dapat dirangkum sebagai
berikut: pasien yang menunjukkan dapat memenuhi perawatan yang adekuat
sebelumnya dan teknik kontrol plak yang efektif, bukan perokok, secara emosional
stabil, dan yang siap untuk waktunya, uang dan energi. Berdasarkan situasi klinis
yang ideal: kerusakan tulang terlokalisir (vertical, sempit, tiga dinding), respon klinis
baik terhadap perawatan awal, dimana terapi PR akan memperbaiki prognosa
periodontal untuk gigi. Berdasarkan teknik PR: semua mempunyai keterbatasan, hal
ini perlu untuk memperhatikan bahwa pada area anterior atau area dengan dampak
estetik yang tinggi lebih baik untuk mengaplikasikan teknik yang berhubungan
dengan gingiva sebanyak mungkin.
Pada sepuluh tahun terakhir, rencana perawatan periodontal telah sangat berubah,
dengan penerimaan implant gigi sebagai pilihan valid untuk penggantian gigi dalam
jangka panjang. Untuk alasan ini, klinisi harus mempertimbangkan nilai strategis gigi,
prognosa periodontal jangka panjangnya, dan keuntungan yang akan PR berikan
untuk gigi. Pada sisi lain, hal ini benar bahwa dengan cara baru pada terapi PR,
kompleksitas yang terlibat pada perawatan PR berkurang terus-menerus. Oleh karena
itu, kita harus yakin di masa yang akan datang untuk penelitian pada terapi PR baru,
dimana akan, tanpat keraguan, membawa pengetahuan terbaru dan sangat berguna
untuk praktek klinis pada pasien kita.