ve1

32
Regenerasi periodontal pada praktek klinis ABSTRAK Regenerasi atau penyembuhan jaringan pendukung yang hilang selalu dianggap sebagai tujuan ideal terapi periodontal. Tapi, usaha untuk mengubah tujuan ini menjadi praktek klinis dapat menjadi sangat kompleks, hasil dimana sangat berbeda dari tujuan awal. Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan pengetahuan terbaru, pandangan umum pada regenerasi periodontal, berorientasi klinisi pada strategi global untuk perawatan rongga mulut. Sampai saat ini, kita meninjau kembali proses penyembuhan cedera periodontal, pendekatan terapetik yang berbeda, interpretasi hasil, dan terakhir, membatasi faktor pada regenerasi periodontal. PENDAHULUAN Periodontitis melibatkan proses inflamasi, disebabkan bakteri, mengenai jaringan periodontal dan menyebabkan kerusakan jaringan pendukung gigi, Proses inflamasi destruktif ini pada faktanya, diakibatkan oleh interaksi yang tidak adekuat antara mikroflora oral dan mekanisme pertahanan tubuh. Tujuan akhir perawatan periodontal adalah untuk mempertahankan gigi untuk relative

Upload: andykayayansetiawan

Post on 09-Aug-2015

52 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

perio

TRANSCRIPT

Regenerasi periodontal pada praktek klinis

ABSTRAK

Regenerasi atau penyembuhan jaringan pendukung yang hilang selalu dianggap

sebagai tujuan ideal terapi periodontal. Tapi, usaha untuk mengubah tujuan ini

menjadi praktek klinis dapat menjadi sangat kompleks, hasil dimana sangat berbeda

dari tujuan awal.

Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan pengetahuan terbaru, pandangan umum

pada regenerasi periodontal, berorientasi klinisi pada strategi global untuk perawatan

rongga mulut. Sampai saat ini, kita meninjau kembali proses penyembuhan cedera

periodontal, pendekatan terapetik yang berbeda, interpretasi hasil, dan terakhir,

membatasi faktor pada regenerasi periodontal.

PENDAHULUAN

Periodontitis melibatkan proses inflamasi, disebabkan bakteri, mengenai jaringan

periodontal dan menyebabkan kerusakan jaringan pendukung gigi, Proses inflamasi

destruktif ini pada faktanya, diakibatkan oleh interaksi yang tidak adekuat antara

mikroflora oral dan mekanisme pertahanan tubuh. Tujuan akhir perawatan

periodontal adalah untuk mempertahankan gigi untuk relative fungsional dan sehat

baik dan nyaman, dan pada saat yang sama untuk menjaga harapan estetik pasien.

Untuk mencapai tujuan global ini, strategi terapetik periodontal diperlukan,

direncanakan pada berbagai fase.

Fase pertama perawatan terdiri dari pengontrolan penyebab penyakit, tujuannya untuk

menghentikan proses destruksi jaringan. Fase ini terdiri dari etiologi, higienis, atau

fase yang berhubungan dengan penyebab. Melalui kontrol bakteri plak dan flora

periodontopatogenik respon immune-inflamasi dilakukan. Prosedurnya meliputi

pemberian edukasi pada pasien dengan cara oral hygien, eliminasi (supragingiva dan

subgingiva) kalkulus gigi dan sementum radikular yang terkontaminasi, dan

modifikasi faktor lokal tersebut yang menyebabkan akumulasi bakteri plak. Dengan

kata lain, tujuan biologis fase ini adalah untuk mencapai permukaan radikular yang

halus, bersih, biokompatibel dengan jaringan periodontal.

Pada saat penyebab terkontrol, koreksi akibat yang disebabkan oleh penyakit

dipertimbangkan. Fase ini, disebut fase korektif atau bedah, pusat terletak pada

perawatan poket periodontal dan masalah mukogingiva, tujuan akhir yaitu untuk

membentuk kembali hubungan gigi-gingiva sebaik mungkin, bertujuan untuk

memfasilitasi kontrol higienis pasien sendiri.

Perawatan bedah dapat dilakukan dengan dua cara yang berbeda: a) Eliminasi poket

periodontal dengan reseksi, metode ini dibuat berdasarkan konsep irreversibilitas lesi

dan pada akibatnya poket yang bertindak sebagai tempat berkumpulnya pathogen

periodontal, b) Kemungkinan penutupan poket periodontal dengan perbaikan jaringan

periodontal dilakukan. Hal tersebut merupakan teknik bedah untuk perlekatan baru,

dimana tujuan idealnya adalah regenerasi pendukung periodontal yang hilang.

Terakhir, pada saat penyebab terkontrol dan akibatnya terkoreksi, kekambuhan

penyakit harus dihindari (pencegahan sekunder). Ini melibatkan fase ketiga perawatan

periodontal, juga disebut sebagai fase pemeliharaan, atau perawatan pendukung

periodontal.

Regenerasi periodontal merupakan pilihan pada strategi perawatan periodontal; tapi,

kita tidak boleh lupa bahwa hal ini memerlukan rekonstruksi jaringan yang hilang

akibat penyakit. Oleh karena itu, agar dapat mengaplikasikan perawatan ini, kontrol

penyebab sebelumnya dan patogenik proses destruktif, dengan tujuan mendapatkan

situasi klinis yang lebih baik adalah penting untuk jaringan periodontal dapat

melakukan kapasitas regeneratifnya.

Bagian pengetahuan yang baik saat ini terletak pada kapasitas regenerative jaringan

periodontal datang dari penelitian yang dilakukan mengenai penyembuhan luka pada

periodontal.

PENYEMBUHAN LUKA PERIODONTAL

Sikatrisasi luka bedah pada kult dan mukosa rongga mulut mencakup berbagai proses

biologis terkontrol, dimulai dengan kemoatraksi sel, dan diakhiri dengan

pembentukan dan maturasi matriks ekstraseluler baru. Matriks ini bertanggungjawab

untuk menghubungkan margin cedera, mensuplai sel, vaskularisasi, dan pada

akhirnya memperbaiki area. Pada superficial, sel epitel bermigrasi secara cepat dari

margin, menutupi pematangan fibrin coagulum. Pada cedera yang sembuh

seluruhnya, epitel baru membentuk barrier protektif, yang tidak signifikan berbeda

pada struktur dari epitel asli.

Penyembuhan luka periodontal setelah pembedahan flap merupakan proses yang

lebih kompleks daripada yang terjadi pada cedera kulit. Pada tempat pertama,

berbagai tipe jaringan yang berbeda, dimana semua harus berkoordinasi satu dengan

yang lainnya, berpartisipasi dalam proses sikatrikal. Dua bagian cedera memiliki

karakteristik yang sangat berbeda: flap jaringan lunak terletak diatas jaringan keras,

akar, dengan permukaan avaskular, kadang terkontaminasi dengan bakteri dan bahan

toksik. Selain itu, seluruh proses ini harus dilakukan pada situasi transgingiva,

terpapar lingkungan septic khususnya, mulut. Oleh karena itu, proses pembentukan

jaringan parut pada cedera periodontal merupakan hal yang baik dari sudut pandang

biologi (GAmbar 1).

Saat ini, model penyembuhan periodontal kita berdasarkan pada hipotesa Melcher.

Dia mengemukakan bahwa sifat perlekatan yang terjadi antara gigi dan jaringan

periodontal tergantung pada asal sel (epitel, ikat gingiva, tulang alveolar, ligament

periodontal) dimana membentuk kembali area cedera, dan bahwa hanya sel yang

mencapai regenerasi periodontal yang nyata, menyeluruh adalah sel yang berasal dari

ligament periodontal dan sel tulang perivaskular.

Penyembuhan luka periodontal paling umum adalah pada dasarnya ditandai dengan

epitelisasi permukaan internal flap yang berkontak dengan permukaan radikular,

membentuk perlekatan epitel panjang/long epithel attachment. Lebih ke apikal,

maturasi jaringan ikat membentuk kembali perlekatan ikat, dan pada titik luka yang

terdalam, memungkinkan untuk mendeteksi peyembuhan tertentu arsitektur tulang

dan ligament periodontal.

Dari sudut pandang struktur morfologis dan fungsi jaringan yang dibentuk selama

peruses penyembuhan, kita dapat berbicara fenomena perbaikan/repair dan

regenerasi. Pada regenerasi, penyembuhan terjadi melalui pembentukan kembali

integrasi struktur dan fungsi jaringan periodontal yang hilang. Tapi, pada

repair/perbaikan, jaringan yang diganti tidak bisa melakukan restorasi morfologis

ataupun fungsionalnya yang asli, dianggap sebagai pembentukan jaringan parut non

fungsional. Oleh karena itu, perlekatan epitel panjang diinterpretasikan sebagai

repair, karena tidak terdapat restorasi arsitektur jaringan periodontal, tapi epitel

panjang yang bekerja secara fungsional hanya sebagai penutup media internal. Dan

yang lainnya, walaupun kemungkinannya lebih sedikit untuk repair pada manusia,

adalah perlekatan jaringan ikat dengan resorpsi radikular, dan ankilosis radikular oleh

pertumbuhan tulang dan resorpsi radikular (Gambar 2).

Dan juga ditemukan dalam literature adalah istilah perlekatan kembali/reattachement

dan perlekatan baru/new attachment. Perlekatan kembali merupakan perlekatan antara

dua bagian yang sebelumnya terpisah, apakah disebebakan cedera periodontal atau

proses destruktif periodontitis. Hal ini terjadi bila jaringan ligament yang aktif masih

terdapat pada permukaan radikular, dengan cara tersebut selama penyembuhan

jaringan ini dapat bersatu dengan serabut periodontal pada sisi luka yang berlawanan.

Fenomena ini dapat terjadi selama penyembuhan area poket periodontal yang paling

dalam. Dan sebaliknya, istilah perlekatan baru digunakan bila penggabungan jaringan

ini (epitel dan/atau ikat) dihasilkan pada aera permukaan radikular sebelumnya yang

dipengaruhi oleh periodontitis, dan dimana tidak terdapat jaringan periondontal

tersisa yang masih aktif.

Sehingga, regenerasi periodontal dianggap sebagai penyembuhan lengkap jaringan

periodontal pada fungsi dan tingginya, yaitu, pembentukan tulang alveolar, perlekatan

ikat baru melalui serabut kolagen secara fungsional terorientasi pada sementum baru

yang terbentuk. Tapi, bila kita berbicara regenerasi periodontal (RP), kita biasanya

menngacu pada regenerasi sebagian (pada ketinggiannya) periodontitis.

Pada level selular, RP merupakan proses kompleks yang memerlukan koordinasi

antara proliferasi, diferensiasi, dan perkembangan berbagai tipe sel. Selama

perkembangan gigi, sel stem periodontal yang berasal dari sel folikel gigi, dan dapat

berdiferensiasi untuk membentuk sementum radikular, ligament periodontal, dan

tulang alveolar. Beberapa dari sel stem tersebut tetap pada ligament periodontal

setelah gigi berkembang seluruhnya. Selama penyembuhan luka periodontal, sel stem

tersebut, disertai dengan mereka yang terletak pada regio perivaskular tulang

alveolar, terstimulasi untuk berproliferasi, bermigrasi ke dalam kerusakan, dan

berdiferensiasi untuk membentuk sementoblas baru, fibroblast ligament periodontal ,

dan osteoblas. Keseluruhan proses ini harus secara sempurna terjadi secara bersamaan

untuk menghasilkan dukungan periodontal yang baru.

Literatur menunjukkan bahwa kemungkinan untuk RP adalah meningkat pada poket

infraboni, juga dikenal sebagai infraboni kerusakan vertical. Ini akan terlihat bahwa

hubungan yang renggang terjadi antara dinding tulang kerusakan dan permukaan

radikular merupakan faktor dasar untuk keberhasilan regenerasi karena hal itu dapat

menyebabkan stabilitas ruang area luka selama periode penyembuhan dan dekatnya

dengan sumber vaskular dan sel stem jaringan.

INTERPRETASI HASIL

RP melibatkan penyembuhan arsitektur jaringan yang hilang, oleh karena itu, satu-

satunya cara untuk menjelaskan dan menghitungnya dengan tepat adalah melalui

evaluasi histologist. Untuk alasan ini tidak memungkinkan untuk mengaplikasikan

sistem pengukuran ini pada level klinis. ketika penelitian eksperimental hewan dan

manusia menunjukkan bahwa teknik tertentu dapat mencapai regenerasi, metode lain

seperti pengukuran klinis, radiograf intraoral, atau re-entry bedah diterima untuk

pengukuran hasil.

Pengukuran klinis menggunakan probe periodontal untuk mencatat level perlekatan

klinis, yaitu, jarak dari dentinoenamel junction hingga titik probe periodontal masuk

kedalam sulkus gingiva. Walaupun parameter ini sering digunakan, ini merupakan

pengukuran yang kurang tepat karena dipengaruhi oleh faktor seperti sudut, ketebalan

probe, dan tekanan yang diaplikasikan, atau level inflamasi gingiva. Walaupun

disukai, peningkatan pada level perlekatan klinis tidak perlu melibatkan perlekatan

baru atau regenerasi periodontal. Kita harus ingat bahwa pengurangan inflamasi

jaringan, pembentukan perlekatan epitel panjang, pembentukan kembali perlekatan

ikat dan peningkatan pada pembentukan tulang semua mencapai peningkatan pada

level perlekatan klinis.

Re-entry surgical hanya merupakan metode klinis yang dapat mengevaluasi pengisian

tulang secara tepat, tapi untuk alasan yang jelas, tidak dapat digunakan secra rutin.

Alternatifnya adalah probe tulang yang dilakukan dibawah anastesi, dan dimana

menunjukkan presisi yang sama dengan surgical re-entry. Tapi, baik surgical re-entry

ataupun probe tulang tidak dapat menjelaskan bahwa RP nyata terjadi. Beberepa

penelitian histology menunjukkan bahwa tulang baru yang terbentuk dapat terpisah

dari permukaan radikular oleh perlekatan epitel panjang, yang akan melibatkan repair

periodontal.

Dan terakhir, radiograf standar akan memberikan informasi kuantitatif tentang

pengisian tulang, tapi tidak memberikan informasi apapun mengenai sifat perlekatan

antara permukaan radikular dan tulang yang baru terbentuk. Seperti yang ditunjukkan

oleh Friedman pada tahun 1958, peningkatan pada ketebalan trabekula yang

membatasi ruang medullar dan deposisi pada lapiran tulang padat tersebut akan

terlihat pada radiograf post operatif sebagai regenerasi tulang koronal. Untuk alasan

tersebut, dan walupun gambar radiograf sangat baik dimana cenderung digunakan

untuk menunjukkan regenerasi, ini harus dipertimbangkan bahwa radiografi,

walaupun sensitive terhadap kepadatan, tetapi sangat tidak spesifik, dan sehingga

bukan metode yang dapat dipercaya sebagai pengukuran klinis atau surgical re-entry

(Gambar 3).

Pada metode sebelumnya yang berbeda berusaha untuk mendapatkan RP, pada

pemotongan berikutnya, kita membuat perbaikan teknik bedah yang digunakan,

menggarisbawahi strategi fisiologis dimana teknik tersebut didasarkan.

TERAPI REGENERATIF PERIODONTAL

-terapi konservatif (debridement)

Penelitian awal menemukan bahwa pengisian tulang mungkin dengan pengerokan

radikular dan rencana perawatan, diikuti dengan higienis yang terbatas. Teknik

tersebut berdasarkan prinsip bahwa permukaan radikular yang biokompatibel dan

kontrol kebersihan terbatas menyebabkan perkembangan kapasitas regeneratif innate

jaringan periodontal (Gambar 4).

Jaringan epitel memiliki pertumbuhan dan pergerakan sel yang tercepat, menjadi

lebih cepat ketika telah sampai dan berkoloni pada luka daripada jaringan internal

lain. Dengan ide pemikiran ini, maka dikemukakan untuk ditingkatkan dengan

pembedahan yaitu sel epitel perlu untuk dipindah, setelah jaringan ikat terlambat

untuk mencapai permukaan radikular pertama kali.

Dengan filosofi ini, kita dapat mencakup sejumlah teknik yang akan mencakup

preosedur debridement flap (termasuk teknik perlekatan baru), flap koronal untuk

eksklusi jaringan epitel, dan teknik denudasi interdental.

Artikel yang dipublikasikan oleh Prichard pada 1957 pada perawatan poket infraboni

menerima perhatian khusus. Ini merupakan penulis pertama untuk fokus pada

morfologi kerusakan tulang, dan pada pentingnya debridement. Penulis menganggap

regenerasi tuang adalah nyata dan tujuan yang dapat diprediksi pada perawatan,

memberikan pemilihan hati-hati kasus berdasarkan morfologi kerusakan yang terjadi.

Pada umumnya, penelitian yang dipublikasikan dimana tipe teknik pembedahan ini

digunakan untuk RP adalah tidak jelas. Tapi, sejumlah penelitian menggunakan

teknik debridement sebagai kontrol terhadap terapi regenerative lain. Pada penelitian

yang dipublikasikan oleh Lang dkk., peningkatan rata-rata 1,78 mm pada level

perlekatan klinis dan 1,55 mm pada pengisian tulang terhitung, menggarisbawahi

efek pada kedua parameter setelah protokol yang ketat untuk kontrol plak post bedah

profesional.

Informasi yang diberikan oleh penelitian tersebut menggarisbawahi pentingnya untuk

mencapai situasi klinis tanpa inflamasi dan kontrol ketat bakteri plak (pemeliharaan

kesehatan periodontal), sehingga jaringan periodontal dapat mencapai kondisi idel

untuk mengembangkan kapasitas regenerative mereka secara penuh.

Kondisioner radikular

Permukaan radikular yang terbuka akibat poket periodontal atau kavitas rongga mulut

terdapat bakteri, toksin bakteri atau bahkan perubahan pada mineralisasi. Dengan

keadaan tersebut, permukaan radikular merupakan substrat adekuat yang sulit untuk

adhesi fibrin koagulum, dan maturasinya masih terhambat oleh perluasan respon

inflamasi. Hal ini dianggap bahwa penggunaan kondisioner untuk permukaan

radikular membantu debridement untuk mencapai substrat biologis lebih kompatibel.

Pada perawatan permukaan radikular dengan asam, efek dekontaminasi pada toksin

bakteri terjadi, dan selain itu, serabut kolagen matriks radikular menjadi terbuka,

memfasilitas perlekatan dan menyebabkan aktivitas sel untuk dapat mencapi

regenerasi. Sampai saat ini, asam sitrik, EDTA dan tetrasiklini telah digunakan

sebagai kondisioner.

Hasil penelitian histology pada manusia adalah kontradiksi, dan bertentangan dengan

empat penelitian yang menunjukkan bahwa perawatan berikut dengan asam sitrat,

perlekatan ikat baru, sementogenesis dan pembentukan tulang baru mungkin terjadi;

empat penelitian lain tidak menemukan efek tersebut. Berdasarkan penelitian yang

mengevaluasi efek pada level klinis penggunaan asam sitrat, EDTA atau tetrasiklin,

hasilnya adalah sangat bervariasi, dan bahkan kontradiksi. Demikian juga,

bertentangan dengan penelitian yang menemukan peningkatan pada perlekatan klinis

yang lebih besar dari 3 mm, yang lain menemukan peningkatan hanya 0,5 mm; dan

terlepas dari salah satu penelitian, sisanya tidak mencapai perbedaan signifikan

dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Tinjauan sistematis literature ini, menyimpulkan bahwa bukti sampai saat ini

menunjukkan bahwa penggunaan bahan kimia tersebut tidak memiliki keuntungan

signifikan untuk pasien dalam hal pengurangan probing depth atau penambahan pada

level perlekatan klinis.

-Bone graft dan penggantian

Selama hampir 50 tahun, perhatian peneliti terfokus pada regenerasi tulang,

mempercayai bahwa ini merupakan prasyarat untuk pembentukan perlekatan baru,

dan bahwa pembentukan tulang baru akan menginduksi pembentukan sementum baru

dan ligament periodontal. Dengan dasar pemikiran ini, tipe bone graft yang berbeda

dan bahan lain digunakan, dimana, menurut asalnya, diklasifikasikan sebagai berikut:

autograft (diperoleh dari pasien yang sama), allograft (spesies yang sama tapi

individu yang berbeda), xenograft (spesies yang berbeda) dan graft alloplastic (bahan

sintetik atau graft benda asing). Berdasarkan kerjanya pada tulang, mereka berperan

pada kemampuan osteogenik, osteoinduktif, atau osteonkonduktif.

Hanya bahan yang memiliki sifat osteogenik, yaitu, memiliki sel tulang hidup yang

dapat membuat tulang baru, adalah graft tulang trabekula baru dari tulang ileac, dan

intraoral bone graft. Autograft dari ileac crest bahkan menunjukkan kapasitas untuk

mencapai regenerasi suprecrestal. Kerugian membuat area bedah kedua dan

kemungkinan untuk menyebabkan resorpsi radikular dan ankilosis telah membatasi

penggunaannya pada praktek sehari-hari.

Autograf tulang intraoral didapatkan dari area edentulous, eksostosis, dan dari alveoli

post pencabutan. Penelitian klinis menunjukkan bahwa penggunaan graft tersebut

memperbaiki pengisian tulang daripada perawatan konvensional (debridement), dan

bahwa perbedaan pada hasil muncul tergantung pada morfologi kerusakan dan tipe

donor tulang. Walaupun beberapa penulis menganggap bahan bone graft periodontal

menjadi “gold standard”, ketersediannya yang terbatas dan waktu yang diperlukan

untuk mendapatkannya telah memicu penelitian untuk mencari bahan lain.

Bertentangan dengan keterbatasan yang telah disebutkan diatas, allograft tulang

terliopilisasi dan tulang terliopilisasi demineralisasi yang berasal dari cadaver,

memberikan keuntungan jumlah bahannya yang tidak terbatas, dan dengan resiko

minimal infeksi. Resiko penularan HIV pada setiap potongan tertentu tulang

demineralized lyophilized setelah pemilihan adekuat dan prosesnya, terhitung pada 1

dari 2,8 milliar. Bahan tersebut dianggap sebagai osteokonduktor, yaitu, memiliki

kapasitas untuk menginduksi pembentukan tulang baru, menstimulasi maturasi sel

mesenkimal yang tidak terdiferensiasi menjadi preosteoblast dan sel pembentuk

osteoblas. Alasan utama untuk demineralisasi adalah berdasarkan pada penelitian

oleh Urist, yang menunjukkan bahwa demineralisasi tulang liophilisasi akan

menyebabkan paparan protein tulang morfogenetik, polipetida yagn menginduksi sel

stem pluripotensial untuk berdiferensiasi menjadi osteoblas. Tapi, ditemukan bahwa

kapasitas osteoinduktif ini tergantung pada karakteristik donor, khsusunya usia, dan

derajat demineralisasi, demikian juga tergantung pada bank atau cadangan tulang,

kapasitas untuk menginduksi pembentukan tulang dapat bervariasi dan mungkin

bahkan tidak ada (Gambar 5).

Hasil penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa setelah penggunaan

bone graft pengisian tulang signifikan dapat terjadi dibandingkan perawatan dengan

debridement, mendapatkan rata-rata pengisian kerusakan antara 60% dan 65%.

Berdasarkan temuan histology, tingkat regenerasi tertentu telah dijelaskan setelah

penggunaan graft dan tulang demineralisasi lyophilized. Sebaliknya, penelitian lain

menemukan bahwa walaupun pembentukan sementum baru terjadi, serabut ligament

tidak terorientasi secara fungsional, dan bahkan perlekatan epitel panjang ditemukan

terjadi antara tulang yang baru terbentuk dan permukaan radikular.

Berdasarkan bahan yang tersisa, penggunaannya disesuaikan dengan potensinya

untuk osteokonduksi, komposisi kimianya dan struktur yang membuatnya memiliki

kapasitas untuk memfasilitasi pembentukan tulang baru dari yang telah ada pada

dinding kerusakan, bekerja sebagai kerangka pertumbuhan. Kelompok ini mencakup

xenograft, diambil dari tulang hewan, biasanya bovine, diberi perlakuan secara kimia

untuk menghilangkan komponen organic tapi mempertahanakn arsitektur trabekular

yang sama dengan tulang manusia; dan semua bahan alloplastic yang ditampilkan

dalam Tabel 1.

Pada penelitian klinis terkontrol pada perawatan kerusakan intraboni dan keterlibatan

furkasi, bahan sintetis menunjukkan hasil yang lebih baik pada level perlekatan

daripada dengan perawatan debridement, dan hasil yang sama diperoleh dengan bone

graft. Tapi, dari sudut pandang histology, mereka bertindak hampir secara eksklusif

sebagai pengisi, fragmen bahan tampak diselubungi oleh jaringan ikat, terlihat sedikit

pengisian tulang, dan regenerasi periodontal yang sangat terbatas.

-Guided tissue regeneration

Pada penelitian yang dipublikasikan pada tahun 1976, Melcher membuat gambaran

teknik graft. Menurut penulis ini, hipotesa Hiatt dkk., terbentuk sebagian, karena

terbatas hanya pada regenerasi tulang. Untuk Melcher, regenerasi ligament

periodontal merupakan pertanyaan mendasar, karena jaringan ini yang memberikan

kontinuitas antara tulang dan sementum, dan selain itu mengandung sel yang dapat

mensintesa dan meremodeling tiga jaringan mesenkim yang membentuk

periodonsium.

Dan kemudian, penelitian yang menggunakan model eksperimental pada hewan yang

dapat mengisolasi efek setiap jaringan dapat membentuk periodonsium pada proses

penyembuhan luka periodontal. Ini ditemukan bahwa migrasi apikal epitel

menyebabkan reepitelisasi luka dan bahwa keadaan ini menganggau pembentukan

perlekatan jaringan ikat. Tapi, reepitelisasi juga memiliki efek positif, karena

mencegah resorpsi radikular, dimana merupakan respon yang ditemukan bila jaringan

granulasi (berasal dari gingiva ikat atau pada tulang alveolar) merupakan yang

pertama kali mencapai permukaan akar. Hanya sel yang menunjukkan kemampuan

untuk membentuk perlekatan baru adalah yang berasal dari ligament periodontal.

Dari penelitian eksperimental tersebut, peneliti mendapatkan kesimpulan mendasar:

1) sel yang terkumpul kembali pada area luka dekat dengan akar menentukan tipe

jaringan yang baru terbentuk pada permukaan jaringan dan jaringan padat

periodonsium. 2) Hasil penyembuhan ditentukan dengan bentuk dan ukuran luka,

yaitu, jarak antara berbagai jaringan yang membentuk tepi luka dan permukaan akar.

Berdasarkan dua hipotesa tersebut, prinsip eksklusi selular Guided Tissue

Regeneration (GTR) terjadi. Seperti yang dikemukakan oleh Nyman dkk., pada

penelitian pertama untuk menjelaskan secara histology validitas GTF pada manusia,

kapasitas ligament periodontal untuk membentuk perlekatan baru hanya akan terlihat

jika kita dapat mencegah tulang, jaringan ikat, dan sel epitel dari berkumpul pada

bagian luka dekat permukaan radikular selama fase penyembuhan pertama. Oleh

karena itu, GTR bertujuan untuk mengisolasi luka tulang periradikular dari sisa

jaringan (epitel, jaringan ikat, dan periosteal) untuk membantu sel yang berasal dari

ligament periodontal untuk menjadi salah satu yang membentuk kembali koagulum

darah yang membentuk dibawah, antara tulang alveolar dan permukaan radikular.

Cara dimana untuk mencapai eksklusi selular ini adalah untuk menempatkan barrier

fisik (membrane), dan teknik bedah ini dinamakan Guided Tissue Regeneration

(GTR) (Gambar 6).

Bahan barrier yang berbeda digunakan sebagai membrane, baik non-resorbable dan

bioresorbable. Pada kelompok pertama, membrane metilselulosa (Millipore filter),

politetrafluoroetilen (Teflon-PTFE), dan expanded polytetrafluoroethylene (PTFEe)

telah digunakan. Sebagai membrane bioresorbable, variasi bahan yang luas digunaka

; kolagen manusia dan hewan, lyophilized fascialata, duramadre graft, polyglactin

910, asam poliglikolik, poliorthoester, poliurethan, dan polihidroksibutirat.

-Membran nonresorbable

Membrane expanded polyetrafluoroethylene (PTFe) telah banyak diteliti, saat ini

menjadi gold standard untuk perbandingan dengan teknik PR yang lain. Dalam

literature, kita menemukan sejumlah penelitian, baik histologist dan klinis, dimana

menggambarkan kapasitas PR pada kerusakan tulang dan keterlibatan furkasi klas I

dan II. Hasil peneltiian klinis menunjukkan bahwa hasil yang lebih baik dapat

tercapai dengan teknik GTR pada kerusaka tulang daripada dengan debridement

bedah, mendapatkan peningkatan pada level perlekatan klinis (3-6 mm), pada level

tulang (2,4-4,8 mm) dan pengurangan signifikan pada probing depth (3,5 – 6 mm).

pada kasus keterlibatan furkasi klas I dan II, hasil jelas lebih baik daripada GTR, tapi,

pada keterlibatan furkasi klas II molar rahang atas dan furkasi klas III, hasil

ditemukan tidak terdapat perbedaan dibandingkan dengan debridement konvensional.

Walaupun hasil tersebut, penggunaan klinis PR agak berkurang, karena teknik

tersebut memerlukan follow-up pembedahan untuk mengambil membrane, dan

keefektifannya sangat sensitive terhadap operasi bedah, dimana lebih sulit, karena

terdapat resiko tinggi untuk terpaparnya infeksi membrane. Saat ini tipe membrane

tersebut digunakan dengan reinforcing titanium strip dengan tujuan mempertahankan

ruang lebih baik, dan penggunaan diindikasikan, diatas semua itu, untuk guided tissue

regeneration pada kasus dimana peningkatan puncak tulang diperlukan sebelum

penempatan implant gigi.

-Membran bioresorbable

Untuk banyak klinisi, tipe membrane ini mengganti penggunaan rutin membrane

PTFEe. Pada umumnya, hasil yang dipublikasikan mengenai kapasitas untuk PR

adalah sangat sama dengan yang didapatkan dengan membrane nonresorbable dalam

hubungannya dengan parameter histology dan klinis yang diteliti. Selain itu,

penatalaksanaan klinis adalah lebih sederhana, semua itu karena perlunya untuk

follow-up pembedahan dapat dihindari, dan terdapat resiko yang sedikit untuk

paparan membrane.

-Teknik Gabungan: GTR dengan bone graft

Dalam usaha untuk meningkatkan hasil GTR, berbagai tenkik pembedahan

menggunakan membrane disertai dengan bone graft atau kombinasi bahan pengisi

lain diaplikasikan. Dalam literatur, sejumlah besar makalah meneliti banyak

kombinasi bahan dan tipe membrane yang berbeda. kemungkinan informasi paling

jelas mengenai hasil teknik tersebut dapat ditemukan pada tinjauan sistematis yang

dilakukan oleh Murphy pada tahun 2003. Artikel ini meninjau data yang

dipublikasikan pada penelitian yang dilakukan hanya pada manusia. Kesimpulan

menunjukkan bahwa kerusakan furkasi, hasil yang lebih baik diperoleh dengna

kombinasi bahan untuk meningkatkan tulang ditambah membrane, tapi pada

kerusakan tulang lain hasil sama antara penggunaan tunggal membrane saja atau

teknik kombinasi.

Dan terakhir, penting untuk menggarisbawahi meta-analisa yang dibuat oleh

Cochrane Oral Health Group. Tujuan mereka adalah untuk membandingkan efisiensi

GTR pada perawatan kerusakan periodontal infraboni, dengan perawatan periodontal

standar open flap debridement. Tinjauan yang dibuat oleh Cochrane group mencakup

hanya 11 penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi. Mereka menyimpulkan

bahwa pada level klinis, hasil setelah GTR adalah sangat bervariasi dimana

pertanyaan bukti yang cukup berguna, dan sesuai dengan keuntungan klinis. pada sisi

lain, mereka juga menunjukkan bahwa tidak terdapat data untuk menjawab

pertanyaan penting seperti apa efek merugikan perawatan yang mungkin terjadi,

evaluasi pendapat pasien tentang perawatan, atau efek perawatan pada jaringan yang

penting seperti hilangnya gigi.

-Pendekatan baru pada regenerasi periodontal

Pada tahun-tahun ini, penelitian terpusat pada aplikasi biomedical engineering untuk

PR, khususnya dengan penggunaan mediator biomedis yang berusaha untuk meniru

prose salami yang terjadi pada regenarasi spontan. Penelitian dilakukan dengna faktor

pertumbuhan selular, seperti platelet-derived growth factor (PDGF), insulin-like

growth factor (IGF), dan dengan faktor diferensiasi selular khususnya dengan bone

morphogenetic proteins (BMP). Tujuan cara baru tersebut pada terapi regenerative

adalah untuk memilih dan memperbaiki repopulasi selular selama proses

penyembuhan periodontal.

Dari pandangan ini, protein derivat matriks enamel (Emdogin) menunjukkan

kapasitasnya untuk menginduksi PR.

-Derivat matriks enamel

Selama pertumbuhan akar epithelial Hertwig sheath melakukan deposisi protein

matriks enamel pada permulaan dentin yang terbentuk, protein tersebut menstimulasi

diferensiasi sel mesenkim menjadi sementoblas untuk membentuk sementum

radikular. Ketika lapisan sementum yang baru terbentuk, serabut kolagen pada

ligament periodontal menjadi masuk kedalam lapisan ini. Enamel matrix derivative

(EMD) dibuat dari ekstrak protein yang diperoleh dari gigi babi; sebagian besar

amelogenin, walaupun ameloblastin dan enamelin juga ditemukan.

Hal ini diduga bahw mekanisme aksi untuk protein tersebut diakibatkan melalui

rangsangan stem sel periodontalnya dimana memicu proses yang terjadi selama

perkembangan alami akar gigi. Penelitian yang dilakukan in vitro pada sel yang

berasal dari ligament periodontal, pada sementoblas dan pada osteoblas, dan

menunjukkan bahwa protein tersebut dapat menstimulasi kapasitasnya untuk produksi

protein dan proliferasi selular.

Penelitian histology pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa EMD dapat

meregenerasi sementum aselular dan tulang. Dari sudut pandang klinis, keuntungan

utama teknik ini terletak pada penatalaksanaan klinis yang mudah dan pada

toleransinya yang baik pada bagian gingiva selama penyembuhan post bedah

(GAmbar 7).

Seperti pada kasus GTR, Cochrane Oral health Group melakukan meta-analisa

dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi enamel matrix derivative pada perawatan

kerusakan intraboni. Dan juga, peneliti hanya dapat menemukan 10 kasus yang sesuai

dengan kriteria pemilihan. Peninjau menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan

debridement bedah, enamel matrix derivative menunjukkan peningkatan signifikan

secara statistic pada level perlekatan (1,3 mm) dan pada pengurangan pocket depth (1

mm) walaupun berdasarkan dengan penggunaan klinisnya peningkatan tersebut

menimbulkan perdebatan. Berdasarkan perbandingan dengan GTR, tidak ada

perbedaan signifikan yang dapat ditemukan.

Peneliti menekankan perlunya perhatian dalam hal kemungkinan memperhitungkan

temuan untuk populasi yang lebih umum karena:

- Perawatan dilakukan oleh dokter gigi yang sangat berpengalaman dalam hal

klinis.

- Perokok tidak diikutkan untuk beberapa uji.

- Protokol pemeliharaan yang sangat ketat yang digunakan, dimana pada

umumnya tidak diaplikasikan pada situasi klinis rutin.

- Heterogenitas hasil menunjukkan bahwa walaupun pada kondisi optimal

tersebut hasil perawatan dapat sangat bervariasi.

Dan akhirnya, data tidak menjelaskan penyebab variabilitas ini, oleh karena itu tidak

mungkin untuk mendefinisikan pemilihan pasien yang optimal, aspek klinis

perawatan yang diindikasikan, atau strategi pemeliharaan.

INDIKASI DAN KETERBATASAN REGENERASI PERIODONTAL

Salah satu cara paling menarik untuk praktek klinis adalah “diagram pengaruh”, hal

tersebut membuat skema temuan penelitian yang berbeda dengan berdasarkan pada

faktor yang terlibat pada hasil perawatan, dan memberikan keputusan yang

berorientasi pada klinis. Gambar 8 menunjukkan diagram pengaruh untuk data yang

dipublikasikan pada faktor yang berhubungan dengan perawatan kerusakan tulang

periodontal. Tujuan kita adalah untuk meneruskan pada pembaca kompleksitas yang

terlibat dalam usaha untuk mencakup semua keadaaan yang berbeda yang

berhubungan dengan hasil saat membuat keputusan pada perawatan. Tapi, faktor

primer telah diidentifikasi (dasar utama globus, kontaminasi bakeri, potensi

penyembuhan bawaan, karakterisitik lokal dan teknik bedah) yang mempengaruhi

perawatan kerusakan intraboni tampak jelas.

Kontrol bakteri plak yang buruk oleh pasien, dan juga kurangnya kunjungan

pemeliharaan, menentukan faktor pada hasil perawatan periodontal dan oleh karena

itu dapat menyebabkan pengurangan pembentukan perlekatan baru dan jaringan

tulang. Pernyataan ini didukung oleh banyak penelitian yang telah dipublikasikan,

penulis setuju bahwa akumulasi de novo plak menyebabkan relaps penyakit

periodontal, bahkan bila level perlekatan signifikan telah tercapai dengan perawatan.

Karena proses penyembuhan merupakan proses terstruktur, setiap perubahan pada

tahapnya akan menyebabkan bervariasinya hasil perawatan. Penelitian cenderung

untuk mempertimbangkan diabtes dan penyakit sistemik laini yang dapat menganggu

perubahan kapasitas penyembuhan bawaan seseorang sebagai alasan untuk eksklusi.

Menurut pendapat beberapa penulis, merokok merupakan alasan untuk eksklusi dari

PR, karena julas menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko utama, tidak

hanya untuk perkembangan periodontitis, tapi juga efek merugikan perawatan.

Diantara lokal faktor yang dapat mempengaruhi hasil terapi regeneratif, oklus dan

morfologi kerusakan tulang sebagian besar telah diteliti. Kontrol oklusal dan

stabilisasi gigi akan diindikasikan pada kasus gigi sangat goyang dimana

mendapatkan perawatan PR, tapi, karena efek gigi goyang pada regenerasi

periodontal masih tidak jelas, prosedur stabilisasi yang digunakan harus dengan

minimal invasif, menyebabkan kehilangan minimal struktur gigi.

Karakteristik morfologi kerusakan tulang merupakan faktor lokal yang paling diteliti

pada PR.

Kedalaman total kerusakan dan sudut dinding tulang dibandingkan akar merupakan

variabel yang paling konsisten berhubungan dengan jumlah pengisian tulang yang

terjadi. Pada awal tahun 1949, Goldam menunjukkan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi hasil kuretase gingiva pada perawatan poket infraboni merupakan tipe

kerusakan tulang. Demikian juga bahwa semakin sempit kerusakan tulang, maka

semakin kecil area untuk sembuh dan stabilitas luka yang lebih baik selama

penyembuhan; pada sisi lain, lebih lebar maka lebih besar kemungkinan perpindahan

koagulum dan oleh karena itu resiko infeksi sekunder lebih besar. Dan juga, Prichard

menunjukkan bahwa kriteria diagnostic paling penting dalam mendapatkan hasil yang

baik adalah adanya kerusakan tulang dengan 3 dinding. Gotlow dkk, secara eksplisit

menyatakan bahwa regenerasi tulang alveolar hampir sagnat terbatas pada lokasi

dimana terdapat kerusakan tulagn angular. Penelitian oleh Cortellini, mendukung

pentingnya faktor lokal ini, menunjukkan bahwa morfologi kerusakan memainkan

peran utama pada respon penyembuhan terhadap GTR pada kerusakan infraboni.

Penatalaksanaan bedah jaringan juga berhubungan dengan keberhasilan terapi PR. Ini

pasti merupakan faktor yang paling sulit untuk dievaluasi. Hal ini normal bahwa bila

prosedur baru diperkenalkan, tekniknya sendiri dianggap sebagai faktor kritis pada

hasil klinis. tapi, bahkan setelah kriteria teknis untuk prosedur bedah telah ditentukan,

skill setiap dokter bedah adalah berbeda, termasuk faktor subyektif yang sulit untuk

dievaluasi.

KESIMPULAN

Hal ini jelas bahwa sebagai klinisi kita berharap bahwa peneltiian medis akan

memberikan kita hasil yang nyata dan berguna yang akan menunjukkan efek pasti

prosedur pada pasien kita. Dan malangnya, bukti ilmiah dan tepat dari prosedur

seperti meta-analisa hanya menggambarkan derajat kepastian, sering sempit, tentang

tingkat efek global pada “rata-rata” pasien pada populasi yang diteliti. Kita harus

memperhitungkan bahwa kita pada keadaan dimana keputusan klinis yang diambil

dapat ditentukan oleh prediktabilitas hasil yang dapat kita berikan pada pasien kita,

dan demikian juga dengan pertimbangan biaya-keuntungan (efisiensi). Pada situasi

ini, dan tanpa bertanya keberhasilan prinsip biologis, bukti yang ada pada keefektifan

teknik regenerative menunjukkan bahwa keberhasilan atau sebaliknya ditentukan

lebih oleh pasien dariada oleh prosedur yang digunakan.

Karakteristik pasien ideal untuk aplikasi teknik regenerative dapat dirangkum sebagai

berikut: pasien yang menunjukkan dapat memenuhi perawatan yang adekuat

sebelumnya dan teknik kontrol plak yang efektif, bukan perokok, secara emosional

stabil, dan yang siap untuk waktunya, uang dan energi. Berdasarkan situasi klinis

yang ideal: kerusakan tulang terlokalisir (vertical, sempit, tiga dinding), respon klinis

baik terhadap perawatan awal, dimana terapi PR akan memperbaiki prognosa

periodontal untuk gigi. Berdasarkan teknik PR: semua mempunyai keterbatasan, hal

ini perlu untuk memperhatikan bahwa pada area anterior atau area dengan dampak

estetik yang tinggi lebih baik untuk mengaplikasikan teknik yang berhubungan

dengan gingiva sebanyak mungkin.

Pada sepuluh tahun terakhir, rencana perawatan periodontal telah sangat berubah,

dengan penerimaan implant gigi sebagai pilihan valid untuk penggantian gigi dalam

jangka panjang. Untuk alasan ini, klinisi harus mempertimbangkan nilai strategis gigi,

prognosa periodontal jangka panjangnya, dan keuntungan yang akan PR berikan

untuk gigi. Pada sisi lain, hal ini benar bahwa dengan cara baru pada terapi PR,

kompleksitas yang terlibat pada perawatan PR berkurang terus-menerus. Oleh karena

itu, kita harus yakin di masa yang akan datang untuk penelitian pada terapi PR baru,

dimana akan, tanpat keraguan, membawa pengetahuan terbaru dan sangat berguna

untuk praktek klinis pada pasien kita.